DUKUNGAN SISTEM PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH/MADRASAH TINGKAT MENENGAH KECAMATAN SEKAMPUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

DUKUNGAN SISTEM PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH/MADRASAH TINGKAT MENENGAH

KECAMATAN SEKAMPUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

WITA FEBRITUS Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

DUKUNGAN SISTEM PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH/MADRASAH TINGKAT MENENGAH KECAMATAN SEKAMPUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN

PELAJARAN 2012/2013 Oleh

WITA FEBRITUS

Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apa saja aspek dukungan sistem penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah tingkat menengah Kecamatan Sekampung tahun pelajaran 2012/2013?” Tujuannya untuk mendeskripsikan aspek-aspek dukungan sistem penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah tingkat menengah Kecamatan Sekampung tahun pelajaran 2012/2013. Menggunakan metode survey dengan wawancara dan observasi sebagai teknik pengumpulan datanya. Informannya guru BK sebanyak 24 orang. Teknik analisis data menggunakan deskriptif persentase.

Hasilnya, aspek-aspek dukungan sistem penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah tingkat menengah Kecamatan Sekampung tahun pelajaran 2012/2013 adalah adanya kolaborasi guru BK dengan wali kelas/guru bidang studi dalam menangani masalah rendahnya prestasi belajar siswa (87,5%), kolaborasi guru BK dengan orang tua siswa dalam pengumpulan data kegiatan belajar siswa di rumah (87,5%), kolaborasi guru BK dengan psikolog untuk pengadaan tes psikologi (0%), keaktifan guru BK dalam ABKIN (41,7%), adanya ruang khusus BK (11,1%), adanya instrumen pengumpul data AUM (41,7%), adanya dokumen program BK lengkap (50%), adanya penunjang teknis komputer (62,5%), adanya alokasi dana untuk home visit (54,2%) dan adanya alokasi waktu terjadwal 1 jam pelajaran/minggu/kelas untuk bimbingan klasikal (16,7%).

Saran penelitian diberikan kepada (1) guru BK agar berkolaborasi dengan psikolog untuk mengadakan tes psikologi, dan bagi guru BK yang belum berkolaborasi dengan wali kelas/guru bidang studi dalam menangani masalah rendahnya prestasi belajar siswa, belum berkolaborasi dengan orang tua siswa dalam pengumpulan data kegiatan belajar siswa di rumah, belum aktif dalam ABKIN, belum memiliki AUM, dokumen program BK, diharapkan dapat memenuhi kekurangan tersebut, (2) pihak sekolah agar dapat mengalokasikan waktu terjadwal untuk bimbingan klasikal 2 jam pelajaran/minggu/kelas, serta bagi pihak sekolah/madrasah yang belum menyediakan komputer, belum memiliki ruang khusus BK, dan belum menyediakan dana untuk home visit, diharapkan dapat memenuhi kekurangan tersebut.


(3)

(4)

(5)

(6)

MOTTO

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.

Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain),

dan hanya kepada Tuhan-mulah engkau berharap”


(7)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur pada Allah SWT, karya sederhana ini aku persembahkan untuk :

Bapak dan Mamak tersayang , yang selalu mendoakanku. Terimakasih atas kasih sayang dan cinta yang telah banyak memberikan semangat untuk

keberhasilan putri-putrinya.

Dodi Wibowo, suamiku yang selalu sabar mendampingi.

Adik-adikku Mauli Agus Tina dan Resti Fauzia, motivasi besar untukku agar selalu melakukan yang tebaik.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Desa Hargomulyo pada tanggal 27 Agustus 1989, sebagai putri pertama pasangan Bapak Suroso dan Ibu Katijem.

Pendidikan yang ditempuh penulis diantaranya di Taman Kanak-Kanak (TK) Tanjung Harapan diselesaikan tahun 1995, Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Hargomulyo diselesaikan tahun 1999, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Sekampung diselesaikan tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Metro diselesaikan pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan, Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada Tahun 2010, Penulis melaksanakan Praktek Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (PLBK-S) di SMA Negeri 9 Bandar Lampung.


(9)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Dukungan Sistem Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Di Sekolah/Madrasah Tingkat Menengah Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur Tahun Pelajaran 2012/2013”.

Dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M. Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Syarifuddin Dahlan, M.Pd. selaku pembimbing utama. 5. Bapak Drs. Muswardi Rosra, M.Pd. selaku pembimbing kedua. 6. Bapak Drs. Giyono, M.Pd. selaku pembahas atau penguji.

7. Bapak dan Ibu dosen program studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, terima kasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan berlangsung.


(10)

9. Seluruh kepala sekolah/madrasah dan guru bimbingan dan konseling di Kecamatan Sekampung yang telah membantu dalam proses penelitian.

10.Kedua orangtuaku, Bapak dan Mamak yang sangat aku sayangi, terimakasih untuk semua doa, dukungan, nasehat, kasih sayang, dan kesabaran kalian dalam menanti keberhasilanku.

11.Dodi Wibowo, suamiku yang selalu sabar mendampingi.

12.Lek Roh, Lek Nasib, dan Edo Lotok yang tiada henti memberikan dukungan, pendengar risau dan pendamai hatiku.

13.Kedua adikku, Mauli Agus Tina dan Resti Fauzia, motivasi terbesarku untuk selalu berbuat yang terbaik.

14.Teman-teman seperjuangan di Bimbingan dan Konseling angkatan 2007. 15.Semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, Februari 2015 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN MOTTO

PERSEMBAHAN RIWAYAT HIDUP SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Identifikasi Masalah ... 7

3. Pembatasan Masalah ... 7

4. Rumusan Masalah ... 8

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

1. Tujuan Penelitian ... 8

2. Kegunaan Penelitian ... 8

C. Kerangka Pemikiran ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Bimbingan dan Konseling ... 15

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling ... 15

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling ... 18

3. Fungsi Bimbingan dan Konseling ... 20

4. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling ... 22

5. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling ... 24

6. Bidang-Bidang Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 28

B. Dukungan Sistem dalam Bimbingan dan Konseling ... 32

1. Kolaborasi Guru Bimbingan dan Konseling dengan Wali Kelas dan Guru Bidang Studi ... 34


(12)

Terkait Di Luar Sekolah/Madrasah ... 36

4. Kegiatan Manajemen ... 38

a. Pengembangan Staf ... 38

b. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Bimbingan dan Konseling . 43 c. Dukungan Kebijakan ... 52

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 57

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 59

C. Informan Penelitian ... 61

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 63

1. Variabel Penelitian ... 63

2. Definisi Operasional ... 64

E. Metode Pengumpulan Data ... 64

1. Wawancara ... 65

2. Observasi ... 66

F. Uji Persyaratan Instrumen ... 66

G. Teknik Analisis Data ... 67

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 70

1. Pengembangan Jejaring (Networking) ... 70

a. Kolaborasi Guru Bimbingan dan Konseling dengan Wali Kelas dan Guru Bidang Studi dalam Menangani Masalah Rendahnya Prestasi Belajar Siswa ... 70

b. Kolaborasi Guru Bimbingan dan Konseling dengan Orang Tua Siswa dalam Rangka Pengumpulan Data Kegiatan Belajar Siswa Di Rumah ... 71

c. Kolaborasi Guru Bimbingan dan Konseling dengan Psikolog untuk Pengadaan Tes Psikologi ... 73

2. Kegiatan Manajeman ... 73

a. Pengembangan Staf Bimbingan dan Konseling Melalui Keaktifan Guru Bimbingan dan Konseling dalam Organisasi Profesi BK (ABKIN) ... 73

b. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Bimbingan dan Konseling 75 (i) Ruang Khusus Bimbingan dan Konseling ... 75

(ii) Dokumen Program Bimbingan dan Konseling ... 77

(iii)Instrumen Pengumpul Data Non Tes Berupa AUM Umum77 (iv) Perlengkapan Penunjang Teknis Berupa Komputer ... 78

c. Penataan Kebijakan ... 79

(i) Kebijakan Anggaran Dana ... 79

(ii) Kebijakan Alokasi Waktu ... 80


(13)

A. Kesimpulan ... 107 B. Saran ... 108 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1Jenis, rasio, dan deskripsi ruang konseling untuk SD/MI, SMP/MTs,

SMA/MA ... 50 2.2Jenis, rasio, dan deskripsi ruang konseling untuk SMA/MK ... 51 2.3Perkiraan alokasi waktu pelayanan bimbingan dan konseling ... 55 3.1Daftar nama dan jumlah sekolah/madrasah tingkat menengah di

Kecamatan Sekampung ... 60 3.2Daftar nama dan jumlah sekolah/madrasah tempat penelitian ... 61 3.3Jumlah guru bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah tingkat

menengah Kecamatan Sekampung ... 62 3.4Jumlah informan penelitian ... 63


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.2 Contoh mininal penataan ruang bimbingan dan konseling...45

4.1 Persentase kolaborasi guru bimbingan dan konseling dengan wali kelas dan guru bidang studi dalam menangani masalah rendahnya prestasi belajar siswa...71

4.2 Persentase kolaborasi guru bimbingan dan konseling dengan orang tua siswa dalam rangka pengumpulan data kegiatan belajar siswa di rumah 72 4.3 Persentase kolaborasi guru bimbingan dan konseling dengan psikolog untuk mengadakan tes psikologi ...73

4.4 Persentase kualifikasi akademik guru bimbingan dan konseling ...74

4.5 Persentase keaktifan guru bimbingan dan konseling dalam organisasi profesi ABKIN ...75

4.6 Persentase ruang khusus bimbingan dan konseling ...76

4.7 Persentase dokumen program bimbingan dan konseling ...77

4.8 Persentase instrumen pengumpul data non tes berupa AUM umum ...78

4.9 Persentase perlengkapan penunjang teknis berupa komputer ...79

4.10 Persentase alokasi dana untuk kegiatan home visit ...80


(16)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN MOTO

PERSEMBAHAN RIWAYAT HIDUP SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Identifikasi Masalah ... 7

3. Pembatasan Masalah ... 7

4. Rumusan Masalah ... 8

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

1. Tujuan Penelitian ... 8

2. Kegunaan Penelitian ... 8

C. Kerangka Pemikiran ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Bimbingan dan Konseling ... 15

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling ... 16

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling ... 18

3. Fungsi Bimbingan dan Konseling ... 20

4. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling ... 22

5. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling ... 24

6. Bidang-Bidang Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 28

B. Dukungan Sistem dalam Bimbingan dan Konseling ... 32


(17)

Siswa ... 36

c. Kolaborasi Guru Bimbingan dan Konseling dengan Pihak-Pihak Terkait Di Luar Sekolah/Madrasah ... 37

2. Kegiatan Manajemen ... 38

a. Pengembangan Staf ... 38

b. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Bimbingan dan Konseling . 43 c. Dukungan Kebijakan ... 52

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 57

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 59

C. Informan Penelitian ... 61

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 63

1. Variabel Penelitian ... 63

2. Definisi Operasional ... 64

E. Metode Pengumpulan Data ... 64

1. Wawancara ... 65

2. Observasi ... 66

F. Uji Persyaratan Instrumen ... 66

G. Teknik Analisis Data ... 67

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 70

1. Pengembangan Jejaring (Networking) ... 70

a. Kolaborasi Guru Bimbingan dan Konseling dengan Wali Kelas dan Guru Bidang Studi dalam Menangani Masalah Rendahnya Prestasi Belajar Siswa ... 70

b. Kolaborasi Guru Bimbingan dan Konseling dengan Orang Tua Siswa dalam Rangka Pengumpulan Data Kegiatan Belajar Siswa Di Rumah ... 71

c. Kolaborasi Guru Bimbingan dan Konseling dengan Psikolog untuk Mengadakan Tes Psikologi ... 73

2. Kegiatan Manajeman ... 73

a. Pengembangan Staf Bimbingan dan Konseling Melalui Keaktifan Guru Bimbingan dan Konseling dalam Organisasi Profesi BK (ABKIN) ... 73

b. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Bimbingan dan Konseling 75 (i) Ruang Khusus Bimbingan dan Konseling ... 75

(ii) Dokumen Program Bimbingan dan Konseling ... 77

(iii)Instrumen Pengumpul Data Non Tes Berupa AUM Umum77 (iv) Perlengkapan Penunjang Teknis Berupa Komputer ... 78


(18)

Kelas atau Klasikal ... 80 B. Pembahasan ... 82 V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 107 B. Saran ... 108 DAFTAR PUSTAKA


(19)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang

Pendidikan di Indonesia dewasa ini mengemban tugas menghasilkan sumber daya insani bermutu, seperti yang tercantum dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yakni:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Definisi pendidikan nasional tersebut menggambarkan sosok individu yang berkembang dalam segenap aspek, bukan saja aspek akademis-intelektual, tetapi juga aspek pribadi, sosial, dan sistem nilai. Oleh karenanya, pendidikan sebagai pendukung utama bagi terwujudnya insan bermutu semacam ini adalah pendidikan yang mengantarkan peserta didik pada pencapaian standar akademis yang diharapkan, dan kondisi perkembangan diri yang sehat, berjalan secara utuh dan optimal.

Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang bukan hanya mengedepankan aspek akademis-intelektual namun juga aspek pribadi,


(20)

sosial dan sistem nilai tersebut, upaya pendidikan di sekolah/madrasah tentu tidak cukup hanya mengandalkan pada pelayanan yang bersifat instruksional yakni melalui kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru mata pelajaran, namun juga harus disertai dengan pendekatan-pendekatan lainnya. Dalam hal ini, bimbingan dan konseling merupakan salah satu pendekatan pendidikan yang bersifat interpersonal, yang didesain khusus untuk dapat berkontribusi terhadap upaya peningkatan mutu bagi optimalisasi perkembangan siswa dan pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi upaya pencapaian tujuan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 20 tahun 2003.

Perspektif optimalisasi dan keutuhan dalam memperkembangkan diri individu sebagai insan yang dididik melalui intervensi pendidikan formal, menjadi dasar esensi dan relevansi keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah. Bimbingan dan konseling dalam konteks sistem pendidikan nasional Indonesia ditempatkan sebagai bantuan kepada peserta didik untuk dapat menemukan pribadi, dan mengembangkan potensi diri agar peserta didik dapat merencanakan masa depannya. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Prayitno dan Emran Amti (dalam Hikmawati 2010: 65) mengenai tujuan bimbingan dan konseling sebagai berikut.

“Tujuan bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.”


(21)

Menyadari akan pentingnya bimbingan dan konseling sebagai salah satu aspek yang dapat membantu memberikan berbagai kontribusi positif dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, maka pemerintah pun mengatur keberadaannya secara formal. Hal ini dibuktikan dengan terdapat sejumlah peraturan dan kebijakan tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah, mulai dari Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, SK Mendikbud No. 025/O/1995, UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahkan dalam Dokumen Kurikulum 2004 disebutkan bahwa “sekolah berkewajiban memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa yang menyangkut tentang pribadi, sosial, belajar, karier”. Selain itu ada pula ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia) sebagai wadah atau organisasi bagi profesi bimbingan dan konseling. Adanya ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling) juga semakin membuktikan keseriusan para praktisi bimbingan dan konseling untuk lebih berkomitmen menunjukkan eksistensi bahwa profesi bimbingan dan konseling juga mempunyai arti penting dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan.

Di dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi juga disebutkan bahwa salah satu komponen Kurikukum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah komponen pengembangan diri, dimana komponen pengembangan diri inilah yang menjadi area tugas bimbingan konseling. Pengembangan diri yang berkaitan dengan skill dan atau keterampilan seperti paskibra, sepak bola, pramuka, UKS, Rohis, pencinta alam, karate, KIR, dan lain-lain dapat dilaksanakan melalui kegiatan


(22)

ektrakurikuler yang pembinaannya di sekolah/madrasah dapat melalui wakil kepala sekolah/madrasah bagian kesiswaan atau guru pembina yang menguasai bidang tersebut dan ditunjuk oleh kepala sekolah/madrasah. Berbeda dengan pengembangan diri tersebut, pengembangan diri dalam garapan bimbingan konseling adalah berkaitan dengan pengembangan bakat, minat, kemampuan, kepribadian, serta tugas-tugas perkembangan yang berkaitan dengan peserta didik. Sehingga pelaksanaannya pun dilakukan dengan cara tersendiri, yang jika dalam rumusan bimbingan konseling komprehensif dilakukan melalui empat kategori strategi layanan, yakni melalui pelayanan dasar bimbingan konseling, pelayanan responsif, pelayanan perencanaan individual dan dukungan sistem.

Pelayanan dasar, pelayanan responsif, dan perencanaan indiviual merupakan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada konseli atau peserta didik secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan kegiatan manajemen yang secara tidak langsung berfungsi untuk memperlancar pelaksanaan layanan-layanan langsung tersebut, hal ini seperti yang dikemukakan dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik ABKIN) tahun 2007 yaitu :

“Dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya teknologi informasi dan komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.” Keberadaan komponen dukungan sistem ini sangat penting, sebab setiap program bimbingan dan konseling sudah tentu membutuhkan dukungan


(23)

sistem yang menunjuk pada aktivitas-aktivitas manajemen bimbingan yang dimaksudkan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan efektifitas program bimbingan dan konseling.

Berdasarkan hasil wawancara singkat yang dilakukan oleh peneliti terhadap salah satu guru bimbingan dan konseling di SMP Negeri 2 Sekampung pada bulan Mei 2012, diperoleh beberapa data sebagai berikut:

1. Untuk melaksanakan kegiatan konseling baik individual maupun kelompok, guru bimbingan dan konseling harus selalu mencari tempat alternatif misalnya di mushola, di perpustakaan, atau di ruangan yang sedang tidak digunakan. Ruang bimbingan dan konseling di sekolah ini belum dapat digunakan untuk melakukan kegiatan konseling, baik konseling individual maupun konseling kelompok. Ruang bimbingan dan konseling ini masih bercampur menjadi satu dengan ruangan lain, yaitu ruang kesiswaan, bahkan tanpa penyekat.

2. Kegiatan bimbingan dan konseling yang sifatnya klasikal hanya dapat dilaksanakan saat ada jam pelajaran yang kosong, misalnya saat guru bidang studi berhalangan hadir dan tidak masuk kelas. 3. Kerja sama yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling

dengan wali kelas atau guru bidang studi adalah dalam penanganan siswa yang bermasalah khususnya dalam pelanggaran tata tertib sekolah. Siswa dengan kasus banyak alpa, membolos, berkelahi, melawan guru, berseragam tidak lengkap, membawa benda-benda yang dilarang untuk dibawa ke sekolah dan melanggar peraturan


(24)

sekolah yang lainnya, jika tertangkap oleh guru bidang studi maupun wali kelas maka akan segera dilaporkan kepada guru bimbingan dan konseling.

4. Tidak adanya alokasi dana untuk operasional kegiatan bimbingan dan konseling, seperti untuk melaksanakan kegiatan kunjungan rumah (home visi), untuk memperbanyak berbagai instrumen pengumpul data (seperti angket, sosiometri, alat ungkap masalah (AUM, dll), memperbanyak buku pribadi, maupun untuk mengikuti kegiatan yang diadakan secara rutin seperti MGBK).

Berdasarkan hasil wawancara singkat tersebut, maka dapat dipahami bahwa di SMPN 2 Sekampung belum ada dukungan sistem dalam salah satu aspek sarana dan prasarana yaitu ruang khusus untuk bimbingan dan konseling, kebijakan mengenai alokasi dana untuk aktivitas pendukung seperti untuk kegiatan home visit juga belum ada, alokasi waktu secara terjadwal untuk layanan bimbingan klasikalpun juga belum disediakan, namun kolaborasi antara guru bimbingan dan konseling dengan wali kelas dan guru bidang studi sudah terjalin meskipun baru sebatas pada penanganan siswa yang melakukan pelanggaran tata tertib sekolah.

Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis bermaksud melakukan kajian untuk mendeskripsikan aspek-aspek dukungan sistem dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam cakupan wilayah yang lebih luas, yakni pada sekolah/madrasah tingkat menengah yang berada di wilayah Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur. Dengan


(25)

demikian maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Dukungan Sistem Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Di Sekolah/Madrasah Tingkat Menengahi Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur Tahun Pelajaran 2012/2013”.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasikan adalah sebagai berikut:

a. Untuk melaksanakan kegiatan konseling baik individual maupun kelompok, guru bimbingan dan konseling harus selalu mencari tempat alternatif misalnya di mushola, di perpustakaan, atau di ruangan yang sedang tidak dipakai.

b. Kegiatan bimbingan dan konseling yang sifatnya klasikal hanya dapat dilaksanakan saat ada jam pelajaran yang kosong

c. Kerja sama yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dengan wali kelas atau guru bidang studi masih terbatas pada siswa yang bermasalah khususnya dalam pelanggaran tata tertib sekolah

d. Tidak adanya alokasi dana untuk operasional kegiatan bimbingan dan konseling

3. Pembatasan Masalah

Selain untuk lebih memperjelas arah dalam penelitian ini, juga karena keterbatasan kemampuan peneliti, maka perlu adanya pembatasan masalah. Untuk itu, masalah dalam penelitian ini akan dibatasi pada dukungan sistem


(26)

dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah tingkat menengah Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur tahun pelajaran 2012/2013.

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, indentifikasi dan pembatasan masalah di atas, permasalahannya dapat dirumuskan “Apa saja aspek dukungan sistem penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah tingkat menengah Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur tahun pelajaran 2012/2013?”

B.Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk dukungan sistem penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah tingkat menengah Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur tahun pelajaran 2012/2013.

2. Kegunaan Penelitian a. Secara teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk menambah khasanah keilmuan bimbingan dan konseling yang dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.


(27)

b. Secara praktis

Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan tambahan pengetahuan mengenai aspek-aspek dukungan sistem dalam penyelenggaraan program bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah.

C.Kerangka Pemikiran

Kerangka pikir adalah dasar dari penelitian yang disintesiskan dari fakta-fakta, observasi dan telaah kepustakaan yang memuat mengenai teori, dalil, atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dalam penelitian. Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada uraian dibawah ini.

Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen pendidikan yang juga memiliki peran penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Oleh sebab itu, agar dapat berjalan dengan optimal sudah menjadi suatu keharusan bila penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah mendapatkan dukungan manajemen yang baik agar segala bentuk kegiatan yang sudah diprogramkan dapat berjalan dengan efektif dan akhirnya mencapai tujuan yang diinginkan.

Program bimbingan dan konseling komprehansif mengandung empat komponen pelayanan, yaitu pelayanan dasar, pelayanan responsif, perencanaan indiviual, dan dukungan sistem. Pelayanan dasar, pelayanan responsif, dan perencanaan indiviual merupakan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada konseli atau peserta didik secara langsung, sedangkan dukungan sistem


(28)

merupakan aspek manajemen yang secara tidak langsung mendukung kelancaran ketiga layanan tersebut.

Disebutkan di dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik ABKIN) tahun 2007 bahwa dukungan sistem memiliki tiga aspek, yaitu :

1. Pengembangan Jejaring (networking)

Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor yang meliputi (1) konsultasi dengan guru-guru, (2) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat, (3) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling, dan (4) melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling.

2. Kegiatan Manajemen

Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan (1) pengembangan program, (2) pengembangan staf, (3) pemanfaatan sumber daya, dan (4) pengembangan penataan kebijakan.

3. Riset dan Pengembangan

Berdasarkan hal tersebut, pengembangan jejaring atau networking dalam dukungan sistem diantaranya dilakukan melalui kolaborasi dengan personel sekolah/madrasah khususnya dengan dengan guru dan wali kelas, dengan orang tua siswa dan dengan ahli atau pihak-pihak luar sekolah/madrasah. Kolaborasi dengan wali kelas dan guru bidang studi dilakukan untuk memeperoleh informasi tentang siswa, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Yusuf (2006:76) bahwa guru bimbingan dan konseling berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang siswa (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya). Kolaborasi dengan orang tua siswa perlu dilakukan agar gar proses bimbingan terhadap peserta didik tidak hanya berlangsung di sekolah/madrasah, tetapi juga oleh orang tua di rumah.


(29)

Di dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik ABKIN) tahun 2007 disebutkan kolaborasi dengan orang tua siswa ini salah satunya dapat dilakukan dengan meminta orang tua untuk melaporkan keadaan anaknya di rumah ke sekolah/adrasah menyangkut kegiatan belajar dan perilaku sehari-harinya. Selanjutnya, bimbingan dan konseling juga perlu menjalin kerja sama dengan ahli atau pihak-pihak di luar sekolah sebagai upaya untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan, yang menurut Supriatna (2011:74) salah satunya dapat dilakukan dengan psikolog untuk pengadaan tespsikologi yang berguna untuk mengetahui tingkat intelegensi, minat dan bakat serta keperibadian peserta didik. Hasil tes psikologi ini merupakan modal awal untuk memahami peserta didik dan selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan diri peserta didik.

Untuk aspek manajemen, diperlukan pengembangan staf guru bimbingan dan konseling dalam hal pengembangan profesionalitasnya. Pada dasarnya penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah harus dilaksanakan oleh tenaga profesional yaitu seorang guru bimbingan dan konseling atau yang sekarang juga dikenal dengan istilah konselor, dengan kualifikasi akademik seperti yang tercantum dalam Permendiknas Nomor 27 tahun 2008 berikut ini :

“Konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.”


(30)

Pengembangan profesionalitas guru bimbingan dan konseling perlu diupayakan agar guru bimbingan dan konseling atau konselor secara terus menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya terutama bagi guru bimbingan dan konseling yang belum berkualifikasi akademik konselor. Pengembangan profesionalitas ini menurut Supriatna (2011 : 74) dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu : (a) in-service training, (b) aktif dalam organisasi profesi, (c) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah; seperti seminar dan workshop (lokakarya), atau (d) melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi (Pascasarjana).”

Aspek manajemen selanjutnya yaitu penyediaan sarana dan prasarana bimbingan dan konseling yang memadai. Jika kegiatan belajar mengajar membutuhkan ruang kelas, ruang laboratorium ataupun ruang praktek, maka bimbingan dan konseling juga memerlukan ruang khusus yang dapat menunjang kenyamanan kerja konselor/guru bimbingan dan konseling dan juga siswa sebagai peserta layanannya. Di dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik ABKIN) tahun 2007, disebutkan bahwa pengadaan ruang bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah perlu mempertimbangkan letak atau lokasi, ukuran, jenis dan jumlah ruangan, sebagai berikut:

1. Letak atau lokasi ruang bimbingan dan konseling mudah diakses (strategis) oleh konseli tetapi tidak terlalu terbuka sehingga prinsip-prinsip konfidensial tetap terjaga.

2. Antar ruangan sebaiknya tidak tembus pandang

3. Jumlah ruang bimbingan dan konseling disesuaikan dengan kebutuhan jenis layanan dan jumlah ruangan. Jenis ruangan yang diperlukan diantaranya meliputi:

a. ruang kerja


(31)

c. ruang konseling individual

d. ruang bimbingan dan konseling kelompok e. ruang biblio terapi

f. ruang relaksasi/ desensitisasi g. ruang tamu

Selain ruangan, fasilitas pendukung lainnya juga harus dilengkapi, seperti : 1. Dokumen program bimbingan dan konseling (buku program tahunan,

program semesteran, program bulanan, program mingguan dan program harian)

2. Instrumen pengumpul data dan kelengkapan administrasi bimbingan dan konseling seperti:

a. Alat pengumpul data berupa tes yaitu: tes inteligensi, tes bakat khusus, tes bakat sekolah, tes/inventori kepribadian, tes/inventori minat, dan tes prestasi belajar

b. Alat pengumpul data teknik non-tes yaitu: biodata konseli, pedoman wawancara, pedoman observasi (seperti pedoman observasi dalam kegiatan pembelajaran, pedoman observasi dalam bimbingan dan konseling kelompok), catatan anekdot, daftar cek, skala penilaian, angket (angket konseli dan orang tua), biografi dan autobiografi, sosiometri, AUM, ITP, format satuan pelayanan, format-format surat (panggilan, referal), format pelaksanaan pelayanan, dan format evaluasi.

c. Alat penyimpan data, khususnya dalam bentuk himpunan data. Alat penyimpan data itu dapat berbentuk kartu, buku pribadi, map dan file dalam komputer.

d. Kelengkapan penunjang teknis, seperti data informasi, paket bimbingan, alat bantu bimbingan perlengkapan administrasi, seperti alat tulis menulis, blanko surat, kartu konsultasi, kartu kasus, blanko konferensi kasus, dan agenda surat, buku-buku panduan, buku informasi tentang studi lanjutan atau kursus-kursus, modul bimbingan, atau buku materi pelayanan bimbingan, buku hasil wawancara, laporan kegiatan pelayanan, data kehadiran konseli, leger bimbingan dan konseling, buku realisasi kegiatan bimbingan dan konseling, bahan-bahan informasi pengembangan keterampilan pribadi, sosial, belajar maupun karir, dan buku/ bahan informasi pengembangan keterampilan hidup, perangkat elektronik (seperti komputer, tape recorder, film, dan CD interaktif, CD pembelajaran, OHP, LCD, TV); filing kabinet/ lemari data (tempat penyimpanan dokumentasi dan data konseli), dan papan informasi bimbingan dan konseling.

Selanjutnya, yang tidak kalah penting yaitu kebijakan anggaran atau alokasi dana untuk penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling. Disebutkan dalam Rambu-Rambu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur


(32)

Pendidikan Formal (Naskah Akademik ABKIN) tahun 2007 komponen anggaran meliputi:

a. Anggaran untuk semua aktivitas yang tercantum pada program

b. Anggaran untuk aktivitas pendukung (seperti untuk home visit, pembelian buku pendukung/ sumber bacaan, mengikuti seminar/ workshop atau kegiatan profesi dan organisasi profesi, pengembangan staf, penyelenggaraan MGBK, pembelian alat/ media untuk pelayanan bimbingan dan konseling).

c. Anggaran untuk pengembangan dan peningkatan kenyamanan ruang atau pelayanan bimbingan dan konseling (seperti pembenahan ruangan, pengadaan buku-buku untuk terapi pustaka, penyiapan perangkat konseling kelompok).

Meskipun kegiatan home visit bersifat insidental, anggaran dana untuk kegiatan ini harus disediakan oleh pihak sekolah/madrasah.

Sedangkan kebijakan mengenai waktu, terdapat satu waktu yang harus dialokasikan oleh pihak sekolah untuk bimbingan dan konseling yaitu waktu terjadwal untuk pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling secara klasikal seperti yang disebutkan dalam naskah Model dan Contoh Pengembangan Diri SMP, SMA, dan SMK yang diterbitkan oleh pusat kurikulum badan penelitian dan pengembangan pendidikan nasional Depdiknas tahun 2007 bahwa “volume kegiatan tatap muka klasikal adalah 2 (dua) jam per kelas per minggu dan dilaksanakan secara terjadwal.”

Dukungan sistem yang baik akan sangat mendukung penyelenggaraan program bimbingan dan konseling. Penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang dilakukan dengan maksimal akan mengantarkan pada pencapaian tujuan bimbingan dan konseling yang diinginkan, yaitu tercapainya tugas-tugas perkembangan peserta didik.


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Paradigma Bimbingan dan Konseling

Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak cukup hanya dilakukan melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga harus didukung oleh peningkatan profesionalitas dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong dirinya sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan demi pencapaian cita-citanya.

Kemampuan peserta didik yang demikian itu tentunya tidak hanya menyangkut aspek akademis, melainkan juga menyangkut aspek-aspek lain seperti aspek perkembangan pribadi, aspek perkembangan sosial, aspek kematangan intelektual dan aspek sistem nilai. Oleh karena itu, pendidikan yang bermutu di lingkup lingkungan pendidikan tentunya, haruslah merupakan pendidikan yang seimbang. Pendidikan yang seimbang di sini maksudnya adalah pendidikan yang tidak hanya mampu menghantarkan peserta didik pada pencapaian standar kemampuan bidang pofesional dan bidang akademis saja, tapi juga pendidikan yang mampu menghantarkan peserta didik supaya memiliki kemampuan untuk menolong dirinya sendiri, mandiri, serta membuat perkembangan diri yang sehat dan produktif.


(34)

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling a. Pengertian Bimbingan

Mengenai pengertian bimbingan, telah banyak pengertian yang dirumuskan oleh para ahli. Diantaranya adalah Rochman Natawidjaja dalam Sukardi (2008: 36) yang menyatakan:

“Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.”

Selanjutnya menurut Tolbert dalam Hikmawati (2010:1) mengemukakan bahwa :

“Bimbingan adalah seluruh program atau semua kegiatan dan layanan dalam lembaga pendidikan yang diarahkan pada membantu individu agar mereka dapat menyusun dan melaksanakan rencana serta melakukan penyesuaian diri dalam semua aspek kehidupannya sehari-hari.”

Dari pendapat-pendapat di atas dapat diartikan bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan secara berkesinambungan. Tujuannya adalah agar individu (dalam hal ini disebut peserta didik atau siswa) yang dibimbing dapat mengarahkan dirinya, membuat pilihan untuk dirinya dan mengembangkan kemampuan dirinya sendiri sebagai makhluk sosial sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Dengan pemberian layanan bimbingan dapat membantu peserta didik untuk mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal.


(35)

Pemberian layanan bimbingan juga membantu peserta didik agar dapat lebih produktif, dapat menikmati kesejahteraan hidupnya, dan dapat memberikan sumbangan berarti pada lembaga lembaga dimana mereka akan bekerja kelak, serta masyarakat pada umumnya.

b. Pengertian Konseling

Sama halnya dengan pengertian bimbingan, pengertian konseling juga telah didefinisikan oleh beberapa ahli, diantaranya Rochman Natawidjaja dalam Sukardi (2008: 21) mendefinisikan bahwa :

“Konseling merupakan suatu jenis layanan yang merupakan begian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, dimana yang seorang (yaitu konselor/guru bimbingan dan konseling) berusaha membantu yang lain (yaitu klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang.”

Selanjutnya Prayitno (2004:105) mendefinisikan :

“Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor/guru bimbingan dan konseling) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.”

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan hubungan timbal balik dalam proses pemberian bantuan oleh konselor/guru bimbingan dan konseling kepada klien (peserta didik) yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang sedang dihadapinya. Dengan pemberian konseling diharapkan mendorong peserta didik agar mampu mengambil keputusan yang penting atas masalah yang dihadapinya dan bertanggung jawab


(36)

secara penuh atas konsekwensi dari keputusan yang telah diambilnya tersebut.

Dengan demikian dapat disimpulkan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah adalah proses pemberian bantuan yang diberikan oleh konselor/guru bimbingan dan konseling atau pembimbing kepada seorang klien atau peserta didik secara berkesinambungan, agar dapat menentukan pilihan-pilihan untuk menyesuaikan diri, memahami diri, mengoptimalkan diri, membuat keputusan dan menyelesaikan masalah serta mencapai kemampuan yang optimal untuk memikul tanggung jawab atas keputusan yang telah diambil untuk dirinya sendiri. Melalui bimbingan dan konseling inilah upaya pencapaian tugas perkembangan peserta didik dapat diwujudkan.

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling

Penyelenggaraan bimbingan dan konseling tentu memiliki tujuan. Salah satu diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Sukardi (2008: 28) berikut ini.

“Tujuan umum dari layanan bimbingan dan konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 1989 (UU No. 2/1998) yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”

Sesuai dengan pengertian bimbingan dan konseling sebagai suatu upaya membentuk perkembangan kepribadian siswa secara optimal, maka secara


(37)

umum layanan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah haruslah dikaitkan dengan pengembangan sumber daya manusia. Dan dalam rangka menjawab tantangan kehidupan masa depan, yaitu adanya relevansi program pendidikan dengan tuntutan dunia kerja, maka secara umum tujuan layanan bimbingan konseling adalah membantu siswa mengenal bakat, minat dan kemampuannya, dapat mandiri, memilih dan mengambil keputusan sendiri serta menyesuaikan diri dengan kesempatan pendidikan untuk merencanakan karier sesuai dengan tuntutan masa depan.

Selain tujuan umum, Sukardi (2008:29) juga menyatakan bahwa bimbingan dan konseling memiliki tujuan khusus yakni membantu siswa agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir. Bimbingan pribadi-sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi-sosial dalam mewujudkan pribadi yang takwa, mandiri dan bertanggung jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.

Tujuan khusus bimbingan dan konseling juga dapat diartikan sebagai penjabaran dari tujuan umumnya, yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya. Masalah-masalah individu beragam jenis, intensitas dan sangkut-pautnya, serta masing-masing bersifat unik. Oleh karena itu lah tujuan bimbingan dan konseling secara khusus untuk


(38)

masing-masing individu bersifat unik pula. Tujuan bimbingan konseling untuk seorang individu tentunya berbeda dan tidak boleh disamakan dengan tujuan bimbingan dan konseling untuk individu yang lainnya.

3. Fungsi Bimbingan dan Konseling

Pelayanan bimbingan dan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi untuk mencapai hasil sebagaimana yang terkandung dalam masing-masing fungsi. Disebutkan dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik ABKIN 2007) fungsi-fungsi bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:

a. Fungsi pemahaman b. Fungsi fasilitasi c. Fungsi penyesuaian d. Fungsi penyaluran e. Fungsi adaptasi

f. Fungsi pencegahan (preventif) g. Fungsi perbaikan

h. Fungsi penyembuhan i. Fungsi pemeliharaan j. Fungsi pengembangan

Fungsi pemahaman dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar memiliki pemahaman terhadap diri dan lingkungannya, dengan harapan mereka mampu mengembangkan potensi, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Fungsi fasilitasi untuk memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam dirinya. Adanya fungsi penyesuaian dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar dapat


(39)

menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif. Kemudian fungsi penyaluran yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan. Sedangkan fungsi adaptasi membantu para pelaksana pendidikan untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan peserta didik. Layanan bimbingan dan konseling juga memiliki fungsi pencegahan (preventif), sebagai upaya untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik. Fungsi perbaikan untuk membantu peserta didik sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak) melalui pemberian perlakuan. Fungsi penyembuhan berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada peserta didik yang telah mengalami masalah. Fungsi pemeliharaan untuk membantu peserta didik supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Terakhir adalah fungsi pengembangan sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya yaitu untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, secara sinergi bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu peserta didik mencapai tugas-tugas perkembangannya.

Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui penyelenggaraan berbagai jenis layanan bimbingan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk


(40)

mencapai hasil sebagaimana terkandung di dalam masing-masing fungsi tersebut. Setiap layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling yang dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada satu atau lebih fungsi-fungsi agar hasil-hasil yang hendak dicapai secara jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi.

4. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan.

Konselor/guru bimbingan dan konseling yang telah memahami secara benar dan mendasar mengenai prinsip-prinsip ini akan dapat menghindarkan diri dari kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam praktik pemberian layanan bimbingan dan konseling. Dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akdemik ABKIN) tahun 2007 disebutkan prinsip-prinsip itu adalah:

a. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. b. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi.

c. Bimbingan menekankan hal yang positif.

d. Bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama.

e. Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling.

f. Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai latar atau setting kehidupan.

Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli mengandung pengertian bahwa bimbingan diberikan kepada semua peserta didik baik


(41)

yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah. Tidak memandang umur, jenis kelamin, suku, agama status sosial maupun hal yang lainnya.

Prinsip bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi mengandung pengertian bahwa bimbingan dan konseling beranggapan setiap peserta didik itu bersifat unik (berbeda antara satu dengan lainnya). Melalui bimbingan dan konseling, pesera didik dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut.

Prinsip bimbingan menekankan hal yang positif, dimaksudkan karena dalam kenyataan masih ada peserta didik yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan. Dengan adanya prinsip ini dimaksudkan untuk menumbuhkan persepsi yang positif pada peserta didik bahwa bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, membantu peserta didik membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk mengembangkan diri.

Prinsip bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama mengandung pengertian bahwa bimbingan bukan semata-mata tugas atau tanggung jawab konselor/guru bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling juga merupakan tugas guru-guru dan kepala sekolah sesuai dengan kadarnya masing-masing dalam kaitannya dengan bimbingan dan konseling.

Prinsip pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling mengandung pengertian bahwa bimbingan dan


(42)

konseling diarahkan untuk membantu peserta didik agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Kehidupan peserta didik diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi mereka untuk mempertimbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat.

Prinsip yang terakhir adalah bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting kehidupan artinya pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan lainnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

5. Azas-Azas Bimbingan dan Konseling

Dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah hendaknya selalu mengacu kepada asas-asas bimbingan dan konseling dan diterapkan dengan asas-asas tersebut. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akdemik ABKIN) tahun 2007 menyebutkan asas-asas tersebut adalah sebagai berikut.

a. Asas kerahasiaan b. Asas kesukarelaan c. Asas keterbukaan. d. Asas kegiatan e. Asas kemandirian f. Asas kekinian g. Asas kedinamisan h. Asas keterpaduan i. Asas keharmonisan j. Asas keahlian


(43)

Asas kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini konselor/guru bimbingan dan konseling berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.

Asas kesukarelaan menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik untuk mengikuti atau menjalani pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang diperlukan baginya. Dalam hal ini konselor/guru bimbingan dan konseling berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut. Kesukarelaan tidak hanya dituntut pada peserta didik, namun juga pada konselor/guru bimbingan dan konseling sebagai pihak penyelenggara layanan.

Asas keterbukaan bimbingan dan konseling menghendaki agar peserta didik atau siswa yang menjadi sasaran pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling bersifat terbuka, yang artinya tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini konselor/guru bimbingan dan konseling berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik atau siswa. Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta didik atau siswa yang menjadi sasaran pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling.


(44)

Asas kegiatan menghendaki agar peserta didik berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini konselor/guru bimbingan dan konseling perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.

Asas kemandirian menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni peserta didik sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi pribadi yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Jangan hendaknya peserta didik yang dibimbing menjadi tergantung pada orang lain terutama konselor/guru bimbingan dan konseling sebagi pembimbing.

Asas kekinian dalam bimbingan dan konseling menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.

Asas kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap peserta didik selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu. Sehingga perubahan pada diri peserta didik pun juga berkembang secara dinamis ke arah yang lebih baik.


(45)

Melalui asas keterpaduan, bimbingan dan konseling menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan.

Asas keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.

Asas keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. `

Asas alih tangan kasus adalah asas dalam bimbingan dan konseling yang mengisyaratkan agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik untuk mengalihtangankan permasalahan itu


(46)

kepada pihak yang lebih ahli. Konselor /guru bimbingan dan konseling dapat menerima alih tangan kasus antara lain dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli-ahli lain, dan demikian pula sebaliknya konselor/guru bimbingan dan konseling dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik atau pihak serta badan lain yang lebih ahli.

6. Bidang-Bidang Pelayanan Bimbingan dan Konseling

Telah disinggung sebelumnya bahwa prinsip bimbingan dan konseling diantaranya adalah hadir dalam berbagai setting kehidupan. Hal itu tentunya menggambarkan bahwa bimbingan dan konseling bukan hanya fokus pada salah satu aspek kehidupan peserta didik. Aspek-aspek tersebut tertuang dalam gambaran adanya bidang-bidang kehidupan peserta didik yang menjadi sasaran layanan bimbingan dan konseling. Prayitno (2012 : 2) menyebutkan bidang pelayanan bimbingan dan konseling meliputi :

a. Bidang pengembangan pribadi b. Bidang pengembangan sosial

c. Bidang pengembangan kegiatan belajar d. Bidang pengembangan pilihan karier

e. Bidang pengembangan kehidupan berkeluarga f. Bidang pengembangan kehidupan berpekerjaan g. Bidang pengembangan kehidupan keberagamaan h. Bidang pengembangan kehidupan bermasyarakatan

Bimbingan pribadi adalah jenis bimbingan yang membantu para siswa dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah pribadi. Dalam bidang pribadi pelayanan bimbingan dan konseling membantu menemukan siswa dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, mantap, mandiri, serta sehat jasmani dan rohani. Bidang pengembangan pribadi siswa mencakup pengembangan aspek-aspek


(47)

kepribadian siswa yang berhubungan dengan Tuhan dan dirinya sendiri. Secara urutan pengembangan pribadi ini mengacu kepada berkembangnya potensi dasar yakni pancadaya (daya taqwa, daya cipta, daya rasa, daya karsa, daya karya) pada diri individu yakni bagaimana supaya dapat beriman dan bertakwa, dapat menciptakan, dapat merasa, dapat berprakarsa, dan dapat berkarya.

Masalah individu tidak hanya seputar atau bersifat pribadi, melainkan ada pula yang bersifat sosial. Terkadang individu mengalami kesulitan atau masalah dalam hubungannya dengan individu lain atau lingkungan sosialnya. Dalam bidang bimbingan sosial pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya tersebut yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan, yang bertujuan agar individu mampu menyesuaikan diri secara baik dan wajar dalam lingkungan sosialnya.

Individu sebagai siswa dalam sekolah tentu juga mengalami permasalahan-permalasahan kegiatan belajar, masalah tersebut bisa berasal dari dalam diri individu/siswa itu sendiri atau berasal dari luar diri individu itu. Beberapa aspek masalah belajar siswa adalah seperti rendahnya motivasi belajar, minat belajar yang kurang, sulit konsentrasi belajar, prestasi belajar yang rendah dan sebagainya. Aspek-aspek permasalahan belajar tersebut memerlukan bantuan bimbingan belajar yang tepat dan sesuai. Dalam bidang bimbingan belajar pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa mengembangkan diri sikap dan kebiasaan belajar yang baik,


(48)

mengembangkan rasa ingin tahu, menumbuhkan motivasi untuk menguasai pengetahuan dan ketrampilan serta menyiapkannya melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi.

Bidang pengembangan karier terfokus pada pengenalan, pemilihan, persiapan, dan akhirnya sukses karir. Dengan pemahaman bahwa semua orang harus bekerja, maka bidang pengembangan karir ini menjadi sangat urgen dan perlu diselenggarakan sedini mungkin. Dalam bidang ini pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa merencanakan dan mengembangkan masa depan karir. Bagaimana mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja, memilih lapangan pekerjaan, atau memilih jurusan, sekolah yang tepat dengan kemampuan juga minatnya dalam melanjutkan pendidikan.

Bidang pengembangan pribadi, sosial, belajar dan karier di selenggarakan sejak sedini mungkin, yaitu pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan menengah. Bidang-bidang pelayanan tersebut terkembang terus dalam kehidupan individu dewasa. Oleh karena itu dalam kehidupan individu dewasa juga perlu dikembangkan bidang pelayanan yang lebih jauh, yaitu bidang pengembangan kehidupan berkeluarga, berpekerjaan, keberagamaan dan bermasyarakatan.

Bimbingan kehidupan berkeluarga merupakan bimbingan yang diberikan guna membantu individu agar mampu menghadapi dan memecahkan masalah kehidupan berkeluarga. Bimbingan kehidupan berkeluarga perlu diberikan kepada siswa agar siswa bisa memperoleh pemahaman yang benar


(49)

tentang kehidupan berkeluarga. Pemahaman yang diperlukan antara lain pemahaman tentang fungsi, peranan, dan tanggung jawab keluarga, pemahaman tentang kesehatan reproduksi manusia, pernikahan, perilaku seksual yang benar, hubungan antara anggota keluarga dan sebagainya.

Bidang pelayanan kehidupan berpekerjaan diperlukan karena bekerja merupakan bagian utama manusia dewasa. Apabila usia pendidikan dasar dan menengah individu mendapat kesempatan untuk memperoleh pelayanan pengenalan, persiapan dan pemilihan karir, maka pada usia dewasapun pelayanan bidang karir tetap tersedia, dengan fokus sukses bekerja. Melalui kondisi sukses bekerja individu dewasa akan sejahtera dan bahagia.

Bidang pengembangan kehidupan beragama adalah bimbingan yang diberikan guna membantu individu dalam menghadapi permasalahan yang terkait dengan kehidupan beragama. Tujuannya agar individu memiliki pemahaman yang baik dan benar tentang ajaran agamanya. Bidang kehidupan beragama tidak hanya sekedar menampilkan nuansa spiritual dan/atau ritual keagamaan dalam kehidupan, melainkan sepenuhnya mendasari aktivitas individu dalam semua bidang, bahkan sampai menjangkau kehidupan di akhirat.

Individu dewasa memiliki kewajiban, hak dan tanggung jawab sebagai warga negara. Dalam kehidupan kewarganegaraan, aturan nilai, moral dan perundang-undangan menjadi landasan hidup bersama bagi terpenuhinya kewajiban, hak dan tanggung jawab yang dimaksudkan itu. Bidang pelayanan kehidupan bermasyarakatan disediakan untuk memfasilitasi


(50)

individu memahami perannya sebagai masyarakat dan warga negara, sehingga ia dapat menjalankan perannya sebagai warga negara dengan baik.

Dengan adanya bidang-bidang pelayanan bimbingan dan konseling tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh perkembangan yang seimbang. Perkembangan yang seimbang tersebut mencakup perkembangan dalam kehidupan pribadi, sosial, belajar, karier, keluarga, agama, pekerjaan dan kehidupan bermasyarakat.

B.Dukungan Sistem

Bimbingan dan konseling komprehensif adalah pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yang bertujuan memandirikan peserta didik melalui layanan dasar, responsif, perencanaan individual dan dukungan sistem. Fokus pelayanan pada ranah pribadi, sosial, belajar, dan karier dan fungsinya lebih pada pencegahan dan pengembangan daripada pengentasan. Pelayanan dasar, responsif, dan perencanaan indiviual merupakan pemberian layanan kepada konseli atau peserta didik secara langsung, sedangkan dukungan sistem bukan merupakan layanan secara langsung seperti ketiga layanan tersebut. Nurihsan (2009 : 47) menyatakan :

“Dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infra struktur (misalnya teknologi informasi dan komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.” Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dukungan sistem merupakan salah satu aspek strategi implementasi program bimbingan dan konseling yang memberikan dukungan kepada guru bimbingan dan konseling


(51)

atau konselor dalam memperlancar penyelenggaraan layanan yang dilakukan secara langsung, yaitu layanan dasar, layanan responsif dan perencanaan individual.

Disebutkan di dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik ABKIN) tahun 2007 bahwa dukungan sistem memiliki tiga aspek, yaitu :

1. Pengembangan Jejaring (networking)

Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor yang meliputi (1) konsultasi dengan guru-guru, (2) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat, (3) berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sekolah/madrasah, (4) bekerjasama dengan personel sekolah/madrasah lainnya dalam rangka menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang kondusif bagi perkembangan konseli, (5) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling, dan (6) melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling.

2. Kegiatan manajemen

Merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan (1) pengembangan program, (2) pengembangan staf, (3) pemanfaatan sumber daya, dan (4) pengembangan penataan kebijakan.

3. Riset dan pengembangan

Begitu juga dengan Yusuf (2006: 74), secara umum menyatakan hal yang tidak jauh berbeda mengenai bentuk kegiatan dukungan sistem bimbingan dan konseling, meskipun ia menyebutkan bahwa dukungan sistem meliputi dua aspek yang terdiri dari :

1. Pemberian layanan konsultasi/kolaborasi

Pemberian layanan ini menyangkut kegiatan guru pembimbing (konselor) yang meliputi (1) konsultasi dengan guru-guru, (2) menyelenggarakan program kerja sama dengan orang tua atau masyarakat, (3) berpartisipasi dalam merencanakan kegiatan-kegiatan sekolah, (4) bekerjasama dengan personel sekolah lainnya dalam rangka menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang kondusif bagi


(52)

perkembangan siswa (5) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling

2. Kegiatan manajemen

Kegiatan manajemen ini merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan (1) pengembangan program, (2) pengembangan staf, (3) pemanfaatan sumber daya, dan (4) pengembangan penataan kebijakan.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan dukungan sistem dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling meliputi dua aspek kegiatan. Pertama, aspek pengembangan jejaring atau networking yang dilakukan melalui kolaborasi dengan personel sekolah khususnya guru bidang studi dan wali kelas, kolaborasi dengan orang tua siswa dan kolaborasi dengan ahli lain terkait dengan kegiatan bimbingan dan konseling. Kedua, aspek manajemen yang dilakukan melalui pengembangan staf/guru bimbingan dan konseling, penyediaan sarana dan prasarana bimbingan dan konseling, dan penataan kebijakan.

1. Pengembangan Jejaring (Networking)

a. Kolaborasi Guru Bimbingan dan Konseling dengan Wali Kelas dan Guru Bidang Studi

Proses belajar mengajar mencakup setidaknya dua unsur utama, yakni guru dan peserta didik atau siswa. Guru merupakan pihak yang memiliki tugas dan peranan penting dalam menyampaikan, memberikan dan mentransfer pengetahuan kepada peserta didiknya, sedangkan peserta didik adalah pihak yang berusaha mempelajari segenap pengetahuan yang diajarkan, diberikan dan dijelaskan oleh guru. Pada


(53)

perkembangannya, tugas seorang guru kini terlihat semakin kompleks. Tugas guru bukanlah hanya untuk menyampaikan segudang materi dengan teori dan konsep yang begitu rumit, tetapi juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberikan bimbingan kepada peserta didiknya untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh peserta didik tersebut sehingga pembelajaran yang diberikan tidak hanya terpancang pada materi pelajaran, tetapi kini ditambah dengan bimbingan yang akan semakin membantu siswa dalam mengatasi persoalan baik dalam masalah pembelajaran materi maupun di luar pembelajaran.

Dalam kedudukannya sebagai pelaksana proses pembelajaran di sekolah/madrasah, guru memiliki posisi yang strategis. Dibandingkan dengan guru bimbingan dan konseling misalnya, guru lebih sering berinteraksi dengan siswa secara langsung. Guru dapat mengamati secara rutin tentang perkembangan kepribadian siswa, kemajuan belajarnya, dan bukan tidak mungkin akan langsung berhadapan dengan permasalahan siswa. Oleh karena itu, tidak salah jika dalam pelayanan bimbingan dan konseling guru ditempatkan sebagai mitra kerja utama, sebab program bimbingan dan konseling akan berjalan secara efektif apabila mendapat dukungan dari semua pihak, yang dalam hal ini khususnya para guru mata pelajaran atau wali kelas.

Yusuf (2006:76) menyatakan :

“Guru bimbingan dan konseling berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang siswa (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya), membantu memecahkan masalah siswa, dan mengidentifikasi aspek-aspek


(54)

bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran dan wali kelas.”

Berdasarkan pengertian tersebut guru bimbingan dan konseling perlu berkolaborasi dengan guru bidang studi dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang siswa. Sebagai pihak yang dianggap paling mengerti tetang kondisi peserta didik, guru diharapkan membantu konselor/guru bimbingan dan konseling untuk menandai siswa yang diduga bermasalah khususnya masalah belajar. Menandai dalam konteks ini meliputi mengidentifikasi serta mengumpulkan data mengenai peserta didik yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling.

b. Kolaborasi Guru Bimbingan dan Konseling dengan Orang Tua siswa

Guru bimbingan dan konseling atau konselor perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua peserta didik. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan terhadap peserta didik tidak hanya berlangsung di sekolah/madrasah, tetapi juga oleh orang tua di rumah. Untuk melakukan kerjasama dengan orang tua ini, dapat dilakukan beberapa upaya, seperti yang disebutkan di dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik ABKIN) tahun 2007 sebagai berikut:

“(1) kepala sekolah/madrasah atau komite sekolah/madrasah mengundang para orang tua untuk datang ke sekolah/madrasah (minimal satu semester satu kali), yang pelaksanaannya dapat bersamaan dengan pembagian rapor, (2) sekolah/madrasah memberikan informasi kepada orang tua (melalui surat) tentang kemajuan belajar atau masalah peserta didik, dan (3) orang tua diminta untuk melaporkan keadaan anaknya di rumah ke


(55)

sekolah/madrasah menyangkut kegiatan belajar dan perilaku sehari-harinya.”

Melalui kerjasama ini memungkinkan terjadinya saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar pikiran antara guru bimbingan dan konseling atau konselor dan orang tua dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik atau memecahkan masalah yang mungkin sedang dihadapi peserta didik.

c. Kolaborasi Guru Bimbingan dan Konseling dengan Pihak-Pihak Terkait Di Luar Sekolah/Madrasah

Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah/madrasah merupakan upaya yang dilakukan guru bimbingan dan konseling melalui pihak sekolah/madrasah untuk menjalin kerja sama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan kegiatan bimbingan dan konseling. Jalinan kerjasama ini dapat dilakukan dengan berbagai pihak. Supriatna (2011:74) menyatakan :

“Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah/madrasah diantaranya dapat dijalin dengan instansi pemerintah, instansi swasta, para ahli dalam bidang tertentu yang terkait, seperti psikolog, psikiater, dan dokter, MGP (Musyawarah Guru Pembimbing), dan depnaker (dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan).”

Berdasarkan pernyataan Yusuf di atas, dapat dipahami bahwa psikolog adalah salah satu ahli yang dapat dijadikan pihak atau mitra kerja sama terkait dengan program bimbingan dan konseling. Kolaborasi dengan psikolog salah satunya dilakukan untuk pengadaan tes psikologi dimana hasil tes psikologi tersebut dapat dimanfaatkan oleh guru bimbingan dan


(56)

konseling untuk pengembangan diri siswa sesuai dengan karakteristiknya.

2. Kegiatan Manajemen

Program bimbingan dan konseling tidak mungkin akan tercipta, terselenggara, dan tercapai bila tidak memiliki sistem manajemen yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Oleh karena itu bimbingan dan konseling harus ditempatkan sebagai bagian terpadu dari seluruh program sekolah/madrasah, dengan dukungan baik dalam aspek ketersediaan staf atau sumber daya manusia (guru bimbingan dan konseling/konselor), sarana dan prasarana, serta penataan kebijakan yang mendukung mengenai pembiayaan dan waktu.

a. Pengembangan staf

Tenaga penyelenggara kegiatan bimbingan dan konseling adalah guru bimbingan dan konseling atau yang sekarang disebut dengan konselor. Istilah konselor secara resmi digunakan dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai pendidik, yang diterangkan di Ayat 6 yakni :

“Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.”

Isi pernyataan undang-undang tersebut dengan jelas menyatakan bahwa konselor juga merupakan salah satu jenis tenaga pendidik


(57)

sebagaimana juga guru, dosen, dan tenaga pendidik lainnya. Bedanya, konselor adalah pendidik yang memiliki konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang spesifik dibanding pendidik lainnya. Selain dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, istilah konselor sebelumnya juga diperjelas dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005 menyatakan “konselor adalah pelaksana pelayanan konseling di sekolah” yang sebelumnya menggunakan istilah seperti petugas bimbingan penyuluh atau BP, guru bimbingan dan konseling atau guru BK dan guru pembimbing.

Sebagai tenaga pendidik, tentu konselor/guru bimbingan dan konseling haruslah memiliki kualifikasi akademik layaknya guru, dosen dan tenaga pendidik yang lainnya. Dalam Permendiknas No. 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor disebutkan pengertian konselor seperti berikut ini :

“Konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.”

Pendidikan akademik strata satu (S-1) konselor seperti yang dimaksudkan dalam permendiknas tersebut merupakan proses pendidikan formal yang membentuk kompetensi akademik yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik Sarjana Pendidikan (S.Pd) bidang bimbingan dan konseling. Sedangkan program pendidikan profesi konselor merupakan proses pendidikan formal yang membentuk


(58)

penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh. Pendidikan profesi konselor berorientasi pada pengalaman dan kemampuan praktik di lapangan. Tamatan pendidikan profesi ini memperoleh sertifikat profesi bimbingan dan konseling dengan gelar profesi konselor (Kons).

Sebelum dikeluarkannya Permendiknas No. 27 tahun 2008, pemberian sertifikat profesi atau sertifikat pendidik khususnya bagi guru dalam jabatan, termasuk untuk guru bimbingan dan konseling dilakukan melalui sertifikasi. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004). Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Sertifikasi dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah. Pelaksanaan sertifikasi bagi guru dalam jabatan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio.

Kualifikasi akademik yang dimiliki konselor mencerminkan kompetensi-kompetensi yang dikuasai olehnya. Rumusan standar kompetensi-kompetensi


(59)

konselor telah dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Apabila ditata ke dalam empat kompetensi dasar pendidik sebagaimana tertuang dalam PP 19/2005, maka rumusan kompetensi akademik dan profesional konselor dapat dipetakan dan dirumuskan menjadi empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Ke empat kompetansi dasar tersebut kemudian dikembangkan menjadi 17 (tujuh belas) kompetensi inti, yang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008, dirumusan sebagai berikut :

(i) Kompetensi pedagogik, meliputi :

 Menguasai teori dan praksis pendidikan

 Mengaplikasikan perkembangan fisiologis serta perilaku konseli

 Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling (ii) Kompetensi kepribadian

 Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa  Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,

individualitas, dan kebebasan memilih.

 Mewujudkan integritas dan stabilitas kepribadian yanng kuat

 Menampilkan kinerja yang berkualitas (iii)Kompetensi sosial

 Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat kerja  Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan

dan konseling

 Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi (iv) Kompetensi profesional

 Menguasai konsep dan praksis assesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan dan masalah konseli

 Menguasai kerangka teoritik dan praksis bimbingan dan konseling

 Merancang program bimbingan dan konseling yang komprehensif

 Menilai proses dan hasil kegiatan layanan bimbingan dan konseling


(1)

yang tepat agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif persentase. Secara rinci, analisis data dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Menggabungkan dan menyeragamkan segala bentuk data yang diperoleh dari kegiatan penelitian menjadi bentuk tulisan (script). Hasil wawancara diubah menjadi transkrip verbatim, sedangkan hasil observasi diubah menjadi deskripsi hasil observasi.

2. Mengutip kata-kata atau kalimat yang terdapat dalam transkrip verbatim dan deskripsi hasil observasi yang berisikan fenomena atau hal-hal penting yang menunjang penelitian, kemudian dikelompokkan atau diklasifikasikan ke dalam konsep atau kategori yang sejenis.

3. Tahap selanjutnya adalah tabulasi data untuk pengukuran. Setelah semua fenomena dan hal-hal penting selesai dikelompokkan atau diklasifikasikan ke dalam konsep atau kategori yang sejenis, kemudian diukur dengan menggunakan rumus persentase (menurut Sudijono (2005:43) berikut ini :

Keterangan :

P : Persentase f : Frekuensi

N : Jumlah responden 100% : Ketetapan

4. Agar hasil penelitian mudah dibaca dan dipahami, maka akan disajikan ke dalam bentuk diagram.


(2)

107

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dukungan sistem penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah tingkat menengah Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur tahun pelajaran 2012/2013 adalah adanya kolaborasi antara guru bimbingan dan konseling dengan wali kelas dan guru bidang studi dalam menangani masalah rendahnya prestasi belajar siswa (87,5%), adanya kolaborasi guru bimbingan dan konseling dengan orang tua siswa dalam rangka pengumpulan data kegiatan belajar siswa di rumah (62,5%), adanya kolaborasi guru bimbingan dan konseling dengan psikolog untuk pengadaan tes psikologi (0%), keaktifan guru bimbingan dan konseling dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling ABKIN (41,7%), adanya ruang khusus bimbingan dan konseling (11,1%), instrumen pengumpul data non tes berupa AUM (41,7%), dokumen program bimbingan dan konseling lengkap (50%), perlengkapan penunjang teknis berupa komputer (62,5%), adanya alokasikan dana untuk home visit (54,2%), dan adanya alokasi waktu terjadwal 1 jam pelajaran/minggu/kelas untuk bimbingan klasikal (16,7%).


(3)

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka saran yang dapat diajukan yaitu:

1. Kepada guru bimbingan dan konseling agar menjalin kolaborasi dengan psikolog untuk pengadaan tes psikologi, bagi guru bimbingan dan konseling yang belum berkolaborasi dengan wali kelas dan guru bidang studi dalam menangani masalah rendahnya prestasi belajar siswa, dan belum berkolaborasi dengan orang tua siswa dalam rangka pengumpulan data kegiatan belajar siswa di rumah, agar segera menjalin kolaborasi dalam hal tersebut, guru bimbingan dan konseling yang belum aktif dalam organisasi profesi ABKIN untuk segera bergabung dan aktif dalam organisasi profesi ABKIN, guru bimbingan dan konseling yang belum memiliki instrumen pengumpul data jenis non tes berupa AUM untuk segera melengkapi adanya instrumen tersebut, guru bimbingan dan konseling yang belum memiliki dokumen program bimbingan dan konseling lengkap untuk segera melengkapi dokumen program bimbingan dan konseling yang lengkap.

2. Pihak sekolah/madrasah agar mengalokasikan waktu terjadwal untuk layanan bimbingan klasikal dengan volume 2 jam pelajaran per minggu per kelas, dan bagi pihak sekolah/madrasah yang belum memiliki ruang khusus bimbingan dan konseling, belum menyediakan dana untuk kegiatan home visit, belum menyediakan perlengkapan penunjang teknis komputer, agar segera menyediakan ruang khusus bimbingan dan konseling yang representatif,


(4)

109

menyediakan alokasi dana khusus untuk kegiatan home visit, dan menyediakan perlengkapan penunjang teknis berupa komputer.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik).

Depdiknas. 2007. Model dan Contoh Pengembangan Diri SMP, SMA, dan SMK. Fathoni, Abdurrahmat. 2011. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan

Skripsi. Jakarta : Rineka Cipta.

Hikmawati, Fenti. 2010. Bimbingan Konseling. Jakarta: Rajawali Pers. Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Ciawi: Ghalia Indonesia.

Nurihsan, Ahmad Juntika. 2009. Bimbngan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung : PT Refika Aditama.

Permendiknas. 2007. Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA)

__________. 2008. Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. __________.2008. Standar Sarana dan Prasarana Sekolah Menengah

Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK).

Prasetyo, Bambang. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Prayitno & Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Prayitno. 2012. Jenis Layanan dan Kegiatan Pendukung Konseling. Padang: Fakultas Pendidikan Universitas Negeri Padang.


(6)

Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi. Jakarta: Rajawali Pers.

Undang-Undang Republik Indonesia. 2003. Sistem Pendidikan Nasional.

Yusuf, Syamsu. 2006. Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (SLTP dan SLTA). Bandung: Pustaka Bani Quraisy.