BAB II BIMBINGAN DAN KONSELING (BK) DI SEKOLAH - BIMBINGAN DAN KONSELING baru

BAB II
BIMBINGAN DAN KONSELING (BK)
DI SEKOLAH
TUGAS
PERKEMBANGAN
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
(BK) Di Sekolah

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling
BIMBINGAN
BIMBINGAN
BIMBINGAN
Bimbingan dan Konseling
merupakan terjemahan
dari kata-kata BIMBINGAN
yang berasal dari
PRIBADI
SOSIAL
BELAJAR
KARIR
bahasa Inggris yaitu guidance dan counseling. Guidance berarti pimpinan, bimbingan,

pedoman, atau petunjuk, sedangkan counseling berarti pemberian nasehat, perembukan,
atau penyuluhan.
KOMPETENSI
Pengertian secara istilah antara lain dikemukakan oleh Sherzer dan Stone (1971: 40).
MATERI BIMBINGAN DAN KONSELING
Menurutnya bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu
agar mampu memahami diri
dan lingkungannya. Sementara itu, Kartadinata (1998: 4)
KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING
mengartikan bimbingan sebagai suatu proses membantu individu untuk mencapai
perkembangan optimal.
LAYANAN

PENDUkung

PENILAIAN

Djumhur dan Moh. Surya, (1975:15) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses
pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat

memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self
acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan
untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau
kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga,
sekolah dan masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal
lingkungan, dan merencanakan masa depan”
Berdasarkan beberapa pengertian bimbingan sebagaimana tersebut di atas, dapatlah
diangkat makna bimbingan sebagai berikut:
1. Bimbingan merupakan proses yang berkelanjutan. Bahwa bimbingan dilakukan
secara sistematis, disengaja, berencana, terus menerus, dan terarah kepada tujuan.
2. Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan (helping, aiding, assisting, availing),
maka yang aktif dalam mengembangkan diri, mengatasi masalah, dan mengambil
keputusan adalah individu terbimbing (konseli) sendiri. Pembimbing (konselor) tidak
memaksakan kehendaknya tetapi berperan sebagai fasilitator bagi perkembangan
individu terbimbing.
3. Bantuan diberikan kepada individu yang sedang berkembang dengan segala
keunikannya dengan mempertimbangkan keragaman dan keunikan individu. Tidak
ada teknik bantuan yang berlaku umum, setiap individu akan dipahami dan dimaknai


secara individual sesuai dengan pengalaman, kebutuhan, dan masalah yang
dihadapinya.
4. Tujuan bimbingan adalah perkembangan optimal, yaitu perkembangan yang sesuai
dengan potensi dan sistem nilai tentang kehidupan yang baik dan benar.
Perkembangan optimal bukan semata-mata pencapaian tingkat kemampuan
intelektual yang tinggi yang ditandai dengan penguasaan pengetahuan dan
keterampilan, melainkan suatu kondisi dinamik di mana individu mampu mengenal
dan memahami diri, sistem nilai, dan melakukan pilihan mengambil keputusan atas
tanggung jawab sendiri (Satori, dkk, 2007: 4.3 – 4.5).
Adapun pengertian konseling, menurut Surya dan Natawijaja (1986: 25) adalah semua
bentuk hubungan antara dua orang di mana yang seorang sebagai klien (konseli) dibantu
untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan
lingkungannya, sedangkan yang seorang lagi bertindak sebagai konselor yang
membantu konseli. Suasana hubungan konseling (penyuluhan) ini meliputi penggunaan
wawancara untuk memperoleh dan memberikan berbagai informasi, melatih atau
mengajar, meningkatkan kematangan, dan memberikan bantuan melalui pengambilan
keputusan serta usaha-usaha penyembuhan (terapi).
Dalam hubungannya dengan bimbingan, konseling merupakan salah satu jenis layanan
bimbingan yang sering dikatakan sebagai inti dari keseluruhan layanan bimbingan.

Konseling merupakan layanan bimbingan kepada individu dalam rangka membantu
mengembangkan diri atau memecahkan masalahnya secara perorangan atau kelompok
dalam suatu pertalian hubungan tatap muka (face to face). Dengan demikian maka dapat
dirumuskan bahwa konseling adalah suatu proses memberi bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang
mengalami suatu masalah (klien) yang bertujuan mengatasi masalah yang dihadapi
klien.
Dari pengertian bimbingan dan konseling yang dikemukakan oleh para ahli di atas,
dapat dinyatakan bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu proses pemberian
bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh para
ahli yang telah mendapatkan latihan khusus untuk itu, dengan tujuan agar individu dapat
memahami dirinya, lingkungannya serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk
kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat. Anas Salahudin, (2009:16)
Dan juga dapat diakatakan Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk
peserta didik baik individu/kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal
dalam hubungan pribadi, sosial, belajar, karir; melalui berbagai jenis layanan dan
kegiatan pendukung atas dasar norma-norma yang berlaku.

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling

Tujuan Bimbingan dan Konseling untuk membantu memandirikan peserta didik dan
mengembangkan potensi-potensi mereka secara optimal.
Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseling dapat:
1.

merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang;

2.

mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal
mungkin;

3.

menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta
lingkungan kerjanya;

4.

mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan

lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk:
a. mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkem-bangannya,
b. mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya,
c. mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian
tujuan tersebut,
d. memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri
e. menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga
tempat bekerja dan masyarakat,
f. menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan
g. mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat
mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar
(akademik), dan karir.
2.1. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial
konseling adalah:
Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi,
keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja,

maupun masyarakat pada umumnya.

Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling
menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara
yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah),
sertadan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang
dianut.
Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik
yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat
Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain,
tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. Memiliki rasa tanggung jawab,
yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
Memiliki

kemampuan

berinteraksi


sosial (human

relationship),

yang

diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau
silaturahim dengan sesama manusia.
Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat
internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
2.2. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar)
adalah :
Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami
berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang
dialaminya.
Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca
buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran,
dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.

Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan
membaca

buku,

mengggunakan

kamus,

mencatat

pelajaran,

dan

mempersiapkan diri menghadapi ujian.
Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan,
seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri


dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi
tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
2.3. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah :
Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait
dengan pekerjaan.
Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang
menunjang kematangan kompetensi karir.
Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam
bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi
dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran)
dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi
cita-cita karirnya masa depan.
Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali
ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan
sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan
secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat,
kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.

Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila
seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus
mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir
keguruan tersebut.
Mengenal

keterampilan,

kemampuan

dan

minat.

Keberhasilan

atau

kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat
yang dimiliki.
Oleh karena itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya,
3. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Dalam rangka memberikan bantuan kepada individu, bimbingan dan konseling berfungsi
untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Fungsi Pemahaman.

Fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli agar memiliki pemahaman
terhadap dirinya (potensi-potensinya) dan lingkungannya (fisik, sosial, budaya, dan
agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan
potensi dirinya secara optimal, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya
secara dinamis dan konstruktif.
b. Fungsi Preventif.
Fungsi yang berkaitan dengan upaya Pembimbing (konselor) untuk senantiasa
mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk
mencegahnya agar tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan
bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan
yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan
pemberian informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu
diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku
yang tidak diharapkan, misalnya bahaya minuman keras, penyalahgunaan narkotika dan
obat-obatan (narkoba), pergaulan bebas (free sex), dan lain-lain.
c. Fungsi Pengembangan.
Fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya.
Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan yang kondusif atau
memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan pihak-pihak lain yang terkait dengan
tugas pembimbingan berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan
program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu
konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat
digunakan disini antara lain pelayanan informasi, tutorial, diskusi(brain storming).
d. Fungsi Penyembuhan.
Fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat pemyembuhan (kuratif) ini berkaitan erat
dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik
menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan
adalah konseling, dan remedial teaching.
e. Fungsi Penyaluran.
Fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan yang sesuai
dengan koseli. Misalnya memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi
bagi para siswa di sekolah, memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai
dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Konselor perlu bekerja
sama dengan pihak-pihak lain secara internal maupun eksternal dalam melaksanakan
tugas pembibingannya.
f. Fungsi Penyesuaian.
Fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri
dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.

g. Fungsi Perbaikan.
Fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki
kekeliruan dalam berpikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor
melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola
pikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat
mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
h. Fungsi Fasilitasi.
Fungsi bimbiingan dan konseling untuk memfasilitasi (memberikan kemudahan) kepada
konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras
dan seimbang pada keseluruhan aspek kepribadian konseli.
i. Fungsi Pemeliharaan.
Fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan
mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini
memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan
penurunan produktivitas. Pelaksanaan fungsi ini dapat diwujudkan melalui programprogram yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat
konseli (Prayitno dan Amti, 2004: 194; Tohirin, 2007: 2).
4. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai
pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Pemahaman tentang prinsip – prinsip
dasar dari bimbingan dan konseling ini sangat penting dan perlu terutama dalam penerapan
di lapangan. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan diri dari kesalahan dan penyimpanganpenyimpangan dalam praktik pemberian layanan bimbingan dan konseling. Adapun
prinsip– prinsip dari bimbingan dan konseling tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Bimbingan harus berpusat pada individu terbimbing (konseli).
b. Masalah yang tidak dapat dipecahkan harus diserahkan kepada individu atau lembaga
yang lebih mampu dan berwenang melakukannya.
c. Bimbingan harus dimulai dengan identifikasi kebutuhan – kebutuhan yang dirasakan
oleh konseling.
d. Bimbingan harus fleksibel sesuai dengan situasi dan kondisi konseli.
e. Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin oleh seorang petugas yang memiliki
keahlian dalam bidang bimbingan.
f. Harus ada penilaian yang teratur terhadap program bimbingan yang dilaksanakan.
5. Asas Bimbingan dan Konseling
Penyelenggaraan bimbingan dan konseling harus memperhatikan azas-azas yang mendasari
tugas-tugas pembibingan. Keberhasilan tugas pembibingan sangat dipengaruhi oleh
kemampuan konselor dalam memenuhi azas-azas tersebut. Seorang konselor yang tidak
memperhatikan azas - azas bimbingan dan konseling akan menemui banyak hambatan atau

bahkan
akan
menemui
kegagalan
dalam
melaksanakan
tugas-tugas
kepembimbingannya (Satori, dkk, 2007: 4.8-4.11).
a. Azas Kerahasiaan
Azas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan
keterangan tentang konseli yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan
yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Konselor berkewajiban
penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya
benar-benar terjamin.
b. Azas Kesukarelaan
Azas bimbingan dan konseling menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan
konseli mengikuti atau menjalani kegiatan/pelayanan bimbingan yang diperlukan
baginya. Konselor berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
c. Asas Keterbukaan
Azas bimbingan dan konseling menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran
pelayanan/kegiatan bimbingan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam
memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai
informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Konselor
berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli. Keterbukaan ini amat terkait pada
terselenggaranya azas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang
menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bimbingan. Agar konseli dapat terbuka, konselor
terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
d. Azas Kegiatan
Azas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran
pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan
bimbingan. Konselor perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap
pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
e. Azas Kemandirian
Azas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan
konseling. Konseli sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan
menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri
sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta
mewujudkan diri sendiri. Konselor hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan
bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangan kemandirian
konseling.
f. Azas Kekinian
Azas bimbingan dan konseling menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan
dan konseling ialah permasalahan konseling dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang
berkaitan dengan masa depan atau kondisi masa lampau dilihat dampak dan/atau
kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
g. Azas Kedinamisan
Azas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran
pelayanan (konseli) yang sama selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus
berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya
dari waktu ke waktu.

h. Azas Keterpaduan
Azas bimbingan dan konseling menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh konselor maupun pihak lain, saling
menunjang, harmonis, dan terpadu. Kerja sama antara konselor dengan pihak-pihak yang
berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus
dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu
harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
i. Azas Kenormatifan
Azas bimbingan dan konseling menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan
norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu
pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan
dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak
berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli)
memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
j. Azas Keahlian
Azas bimbingan dan konseling menghendaki agar pelayanan dalam kegiatan bimbingan
dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Para pelaksana
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar
ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan konselor harus terwujud
baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan kegiatan dan konseling maupun
dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
k. Azas Alih Tangan Kasus
Azas bimbingan dan konseling menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu
permasalahan konseli dapat mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang
lebih ahli.
l. Azas Tut Wuri Handayani
Azas bimbingan dan konsekling menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling
secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman),
mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta
kesempatan yang seluas-luasnya kepada konseli untuk maju.

6. Paradigma Bimbingan dan Konseling
Dimana pada paradigma BK mencakup:
 BK merupakan pelayanan psiko-paedagogis dalam bingkai budaya Indonesia dan
religius.
 Arah BK mengembangkan kompetensi siswa untuk mampu memenuhi tugas-tugas
perkembnagan secara optimal.
 Membantu siswa agar mengatasi berbagai permasalahan yang mengganggu dan
menghambat perkembangannya.

B. Hakekat Bimbingan dan Konseling
1. Visi Bimbingan dan Konseling
Visi Bimbingan dan Konseling adalah terwujudnya perkembnagan diri dan kemandirian
secara optimal dengan hakekat kemanusiaannya sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa,
sebagai makhluk individu, dan makhluk sosial dalam berhubungan dengan manusia dan
alam semesta.
2. Misi Bimbingan dan Konseling
Misi Bimbingan dan Konseling adalah menunjang perkembangan diri dan kemandirian
siswa untuk dapat menjalani kehidupannya sehari-hari sebagai siswa secara efektif,
kreatif dan dinamis serta memiliki kecakapan hidup untuk masa depan karir dalam:
1.

Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

2.

Pemahaman perkembangan diri dan lingkungan;

3.

Pengarahan diri ke arah dimensi spiritual;

4.

Pengambilan keputusan berdasarkan IQ, EQ dan SQ; dan

5.

Pengaktualisasian diri secara optimal.

C. Peranan Guru Dalam Bimbingan dan Konseling (BK)
Buku anas Salahudin mengutip Oemar Hamalik, (1990: 52-71) menyatakan bahwa dalam
sistem dan proses pendidikan mana pun, guru tetap memegang peranan penting. Para siswa
tidak mungkin belajar sendiri tanpa bimbingan guru yang mampu mengemban tugasnya
dengan baik.
Peranan guru yang begitu besar dapat ditinjau dalam arti luas dab dalam arti sempit. Dalam
arti luas, guru mengemban peranan-peranan sebagai ukuran kognitif, sebagai agen moral,
inovator, dan kooperatif.
Dalam proses pengajaran di sekolah (di kelas), peranan guru lebih spesifik sifatnya dalam
pengertian sempit, yakni dlam hubungan proses belajar mengajar. Peranan guru dalah
dalam pengorganisasian lingkungan belajar dan fasilitator belajar.
Peranan guru dalam pengorganisasian lingkungan belajar meliputi peranan-peranan yang
lenbih spesifik, yakni:
a. Guru sebagai model

b. Guru sebagai perencana
c. Guru sebagai peramal
d. Guru sebagai pemimpin
e. Guru sebagai petunjuk jalan atau sebagai pembimbing ke arah pusat-pusat belajar.
f. Guru sebagai fasilitator belajar
Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat
menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas
dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian
tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK,
yaitu:
1.

Informator,

guru

diharapkan

sebagai

pelaksana

cara

mengajar

informatif,

laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2.

Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan
lain-lain.

3.

Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta
reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya
(aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses
belajar-mengajar.

4.

Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa
sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

5.

Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.

6.

Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan
pengetahuan.

7.

Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajarmengajar.

8.

Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.

9.

Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang
akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak
didiknya berhasil atau tidak.

1. Pengembangan Kompetensi Dalam Bimbingan Konseling
Langkah-langkah pengembnagan kompetensi dalam bimbingan dan konseling adalah
sebagai berikut:
 Perhatikan masing-masing butir tugas-tugas perkembnagn siswa SLTA dan profil
lulusan SLTA
 Kembangkan butir tersebut ke dalam bidang Bimbingan Konseling (Pribadi,
Sosial, Belajar, Karir)
 Rumuskan setiap pengembangan butir ke dalam bentuk kompetensi-kompetensi
yang diharapkan
 Tentukan materi yang akan diberiakn untuk mencapai kompetensi yang telah
dirumuskan
 Pilihlah kegiatan layanan, kegiatan pendukung dan penilaian yang relevan dengan
kompetensi.
2. Profil Kompetensi Lulusan SMU
Profil Kompetensi Lulusan SMU terdiri dari 3 aspek, yaitu:
Aspek Afektif
Siswa memiliki:
a. Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama
masing-masing.
b. Memiliki nilai-nilai etika dan estetika.
c. Memiliki nilai-nilai demokrasi, toleransi dan humaniora.
 Aspek Kognitif
Menguasai ilmu, teknologi dan kemampuan akademik untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
 Aspek Psikomotorik
a. Memiliki keterampilan berkomunikasi, kecakapan hidup dan mampu beradaptasi
dengan perkembngan lingkungan sosial, budaya dan lingkungan alam baik lokal,
regional, maupun global.
b. Memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang bermanfaat untuk melaksanakan
tugas/keegiatan sehari-hari.

3.

Tugas-Tugas Perkembangan Siswa SMA
Adapun tugas-tugas perkembnagan siswa SMA yaitu:
a)

Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b) Mencapi kematangan dalam hubungan antar teman sebaya, serta peranannya
sebagai pria atau wanita;
c)

Mencapai kematangan pertumbuhan Jasmani sehat;

d) Mengembangkan penguasaan ilmu, teknologi dan seni sesuai dengan program
kurikulum dan persiapan karir atau melanjutkan pendidikan tinggi, serta berperan
dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas;
e)

Mencapai kematangan dalam pilihan karir;

f)

Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri baik secara
emosional, sosial, intelektual, dan ekonomi;

g) Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, dan bernegara;
h) Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial dan intelektual, serta apresiasi
seni;
i)Mencapai kematangan dalam etika sistem dan nilai.
4.

Bimbingan Pribadi Siswa SLTA
Dalam Bimbingan dan Konseling terdapat bimbingan pribadi siswa SLTA yang
mencakup:
•Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
•Pemantapan pemahamn tentang kekuatan diri dan pengembnagannya untuk kegiatan
yang kreatif dan produktif.
•Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta dalam penyaluran dan
pengembangannya.
•Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya.
•Pemamtapan kemampuan dalam mengambil keputusan.
•Pengembangn kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah
diambilnya.

•Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat, baik seecara
rohaniah maupun jasmaniah.
5.

Bimbingan Sosial Siswa SLTA
Dalam Bimbingan dan Konseling terdapat bimbingan sosial siswa SLTA yang
mencakup:
•Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan secara efektif.
•Pemntapan kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta berargumentasi
secara dinamis, kreatif, dan produktif.
•Pemantapan kemampuan bersikap dalam berhubungan sosial, baik di rumah, sekolah,
tempat bekerja maupun dalam masyarakat.
•Pemantapan kemampuan pengembangan kecerdasan emosi dalam hubungan yang
dinamis, harmonis dan produktif dengan teman sebaya baik di lingkungan sekolah
yang sama maupun di luar sekolah.
•Pemantapan

pemahaman

tentang

peraturan,

kondisi

sekolah

dan

upaya

pelaksanaannya secara dinamis serta bertanggung jawab.
•Orientasi tentang hidup berkeluarga.

6.

Bimbingan Belajar Siswa SLTA
Dalam Bimbingan dan Konseling terdapat bimbingan belajar siswa SLTA yang
mencakup:
•Pemantapan sikap dan kebiasaan dan keterampilan belajar yang efektif, efisien serta
produktif, dengan sumber belajar yang lebih bervariasi.
•Pemantapan disiplin belajar dan berlatih, baik secara mandiri maupun kelompok.
•Pemantapan penguasaan materi program belajar di sekolah lanjutan tingkat atas sesuai
dengan perkembnagn ilmu, teknologi dan kesenian.
•Pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya yang ada di sekolah,
lingkungan sekitar dan masyarakat secara luas.
•Orientasi belajar untuk pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi.

7.

Bimbingan Karir Siswa SMA
Dalam Bimbingan dan Konseling terdapat bimbingan karir siswa SLTA yang
mencakup:

•Pemantapan pengembnagn diri berkenaan dengan kecenderungan karir yang hendak
dikembangkan
•Pemantapan orientasi dan informasi karir pada umumnya, khususnya karir yang
hendak dikembangkan
•Pemantapan pengembngan diri berdasarkan IQ, EQ, dan SQ untuk pengambilan
keputusan pemilihan karir sesuai dengan potensi yang dimilikinya
•Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan
untuk memenuhi kepentingan hidup
•Orientasi dan informasi terhadap pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai
dengan karir yang hendak dikembangkan

D. DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR DAN PROSEDUR PEMBERIAN
BANTUAN UNTUK MENGATASINYA
1. Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis merupakan istilah yang diadopsi dari bidang medis. Menurut Thorndik e
dan Hagen (Abin S.M., 2002 : 307), diagnosis dapat diartikan sebagai :
a.

Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa
yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama
mengenai gejala-gejalanya (symtoms);

b.

Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan
karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial;

c.

Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas gejalagejala atau fakta-fakta tentang suatu hal.

Dari ketiga pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam konsep diagnosis,
secara implisit telah tercakup pula konsep prognosisnya. Dengan demikian dalam
proses diagnosis bukan hanya sekadar mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya,
serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga
mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan
tindakan pemecahannya.
Bila kegiatan diagnosis diarahkan pada masalah yang terjadi pada belajar, maka
disebut sebagai diagnosis kesulitan belajar. Melalui diagnosis kesulitan belajar gejalagejala yang menunjukkan adanya kesulitan dalam belajar diidentifikasi, dicari faktorfaktor yang menyebabkannya, dan diupayakan jalan keluar untuk memecahkan
masalah tersebut.

2. Prosedur Diagnosis Kesulitan Belajar
Diganosis kesulitan belajar merupakan suatu prosedur dalam memecahkan kesulitan
belajar. Sebagai prosedur maka diagnosis kesulitan belajar terdiri dari langkah-langkah
yang tersusun secara sistematis. Menurut Rosss dan Stanley (Abin S.M., 2002 : 309),
tahapan-tahapan diagnosis kesulitan belajar adalah jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan sebagai berikut.
a. Who are the pupils having trouble ? (Siapa siswayang mengalami gangguan ?)
b. Where are the errors located ? (Di manakah kelemahan-kelemahan tersebut dapat
dilokalisasikan ?)
c. Why are the errors occur ? (Mengapa kelemahan-kelemahan itu terjadi ?)
d. What are remedies are suggested?(Penyembuhan apa saja yang disarankan?)
e. How can errors be prevented ? (Bagaimana kelemahan-kelemahan itu dapat
dicegah ?)
Pendapat Roos dan Stanley tersebut dapat dioperasionalisasikan dalam memecahkan
masalah atau kesulitan belajar mahasiswa dengan tahapan kegiatan sebagai berikut.
a) Mengidentifikasi mahasiswa yang diduga mengalami kesulitan belajar
Identifikasi mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar dilakukan dengan :
1) Menganalisis prestasi belajar
Dari segi prestasi belajar, individu dapat dinyatakan mengalami kesulitan bila :
pertama, indeks prestasi (IP) yang bersangkutan lebih rendah dibanding IP ratarata klasnya; kedua, prestasi yang dicapai sekarang lebih rendah dari
sebelumnya; dan ketiga, prestasi yang dicapai berada di bawah kemampuan
sebenarnya.
2) Menganalisis periaku yang berhubungan dengan proses belajar.
Analisis perilaku terhadap mahasiswa yang diduga mengalami kesulitan belajar
dilakukan dengan : pertama, membandingkan perilaku yang bersangkutan
dengan perilaku mahasiswa lainnya yang berasal dari tingkat atau kelas yang
sama; kedua, membandingkan perilaku yang bersangkutan dengan perilaku yang
diharapkan oleh lembaga pendidikan.
3) Menganalisis hubungan sosial
Intensitas interaksi sosial individu dengan kelompoknya dapat diketahui dengan
sosiometri. Dengan sosiometri dapat diketahui individu-individu yang terisolasi
dari kelompoknya. Gejala tersebut merupakan salah satu indikator kesulitan
belajar.

b) Melokalisasi letak kesulitan belajar
Setelah mahasiswa-mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar diidentifikasi,
langkah berikutnya adalah menelaah :
1) pada mata kuliah apa yang bersangkutan mengalami kesulitan;
2) pada aspek tujuan pembelajaran yang mana kesulitan terjadi;
3) pada bagian (ruang lingkup) materi yang mana kesulitan terjadi;
4) pada segi-segi proses pembelajaran yang mana kesulitan terjadi.
c) Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
Pada tahap ini semua faktor yang diduga sebagai penyebab kesulitan belajar
diusahakan untuk dapat diungkap. Tahap ini oleh para ahli dipandang sebagai tahap
yang paling sulit, mengingat penyebab kesulitan belajar itu sangat kompleks,
sehingga hal tidak dapat dipahami secara sempurna, meskipun oleh seorang ahli
sekalipun (Koestoer dan A. Hadisuparto, 1998 : 21).
Teknik pengungkapan faktor penyebab kesulita belajar dapat dilakukan dengan :
1) observasi;
2) wawancara;
3) kuesioner;
4) skala sikap,
5) tes; dan
6) pemeriksaan secara medis.
d) Memperkirakan alternatif pertolongan
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan secara matang pada tahap ini adalah sebagai
berikut.
1) Apakah mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar tersebut masih mungkin
untuk ditolong ?
2) Teknik apa yang tepat untuk pertolongan tersebut ?
3) Kapan dan di mana proses pemberian bantuan tersebut dilaksanakan ?
4) Siapa saja yang terlibat dalam proses pemberian bantuan tersebut ?
5) Berapa lama waktu yang diperlukan untuk kegiatan tersebut ?
e) Menetapkan kemungkinan teknik mengatasi kesulitan belajar

Tahap ini merupakan kegiatan penyusunan rencana yang meliputi : pertama, teknikteknik yang dipilih untuk mengatasi kesulitan belajar dan kedua, teknik-teknik yang
dipilih untuk mencegah agar kesulitan belajar tidak terjadi lagi.
f) Pelaksanaan pemberian pertolongan
Tahap keenam ini merupakan tahap terakhir dari diagnosis kesulitan belajar
mahasiswa. Pada tahap apa saja yang telah ditetapkan pada tahap kelima
dilaksanakan.
3. Pengenalan Diri Dan Lingkungan Serta Pengembangan Diri Dan Karir
1) Siswa mengenal dan memahami siapa dirinya.
2) Siswa mengenal dan memahami lingkungannya, meliputi lingkungan keluarga,
tetangga, sekolah, sosial, budaya dan masyarakat.
3) Pengenalan dan pemahaman terhadap diri sendiri dan lingkungan itu dikerahkan
untuk pengembangan diri siswa dalam segenap aspek pribadinya, termasuk
pengembnagan arah karir yang hendak diraihnya di masa yang akan datang.

4. Kecakapan Hidup (Life-Skill)
1) Kecakapan PERSONAL (personal skill):
- Kecakapan MENGENAL DIRI, dan
- Kecakapan BERFIKIR RASIONAL
2) Kecakapan SOSIAL (social skill)
3) Kecakapan AKADEMIK (academic skill)
4) Kecakapan VOKASIONAL (vocasional skill)

5. Kegiatan Layanan Bimbingan Dan Konseling
Terdiri dari:
Layanan Orientasi

 Layanan Informasi
 Layanan Penempatan dan Penyaluran
 Layanan Pembelajaran
 Layanan Konseling Individual
 Layanan Bimbingan Kelompok
 Layanan Konseling Kelompok

6. Kegiatan Pendukung Bimbingan Dan Konseling
Adapun kegiatan pendukung sebagai berikut:
1) Aplikasi instrumentasi bk (tes/non-tes)
2) Himpunan data (pribadi siswa, prestasi, observasi, absensi, catatan kejadian)
3) Konferensi kasus
4) Kunjungan rumah
5) Alih tangan kasus

7. Ketenagaan Dalam Pengelolaan Program BK
 Guru BK
Konselor, adalah guru yang berlatar belakang pendidikan BK yang melakukan:
perencanaan, pelaksanaanm, evaluasi/penilaian, analisis, dan tindak lanjut program
dan kegiatan layanan BK.
Guru pembimbing, adalah konselor dan guru yang ditugaskan dalm
penyelenggaraan bimbingan.
 Guru Mata Pelajaran, adalah mitra kerja Guru BK dalam pelaksanaan program BK.
 Wali Kelas, adalah mitra kerja dalam pelayanan BK.

 Kepala Sekolah, adalah penanggung jawab menyeluruh kegiatan sekolah, termasuk
kegiatan BK.
Alur Kerja BK
KOMITE
& ORTU

Gr. MP

Gr. BK

KS
WK

TINDAK LANJUT
GR. MP

Gr. BK

SISWA
Gr. MP

KS

Gr. BK

WK
KS

WK
PENILAIAN

PERENCANAAN
Gr. MP

Gr. BK

WK

LINGKUNGAN
PELAKSANAAN

8. Permasalahan
 Penyusunan Program BK, tidak didasarkan pada kebutuhan nyata siswa.
 Pelaksanaan Program BK
- Tidak adanya jam masuk kelas
-

Kurangnya sarana dan prasarana

-

Masih adanya tugas-tugas yang mestinya bukan tanggung jawab guru BK.

-

Belum adanya kepercayaan terhadap guru BK.

 Penilaian BK, masih bervariasinya sistem penilain dalam BK.

9. Penyusunan Prrogram Bimbingan Dan Konseling
 Didasarkan pada KEBUTUHAN NYATA siswa
 LENGKAP dan MENYELURUH (memuat segenap fungsi BK)
 SISTEMATIS (disusun menurut urutan logis, singkron, dan tidak tumpang tindih)
 TERBUKA dan LUWES (mudah menerima masukan tanpa harus merombah
program secara menyeluruh)
 Memungkinkan KERJASAMA dengan pihak terkait
 Dimungkinkan PENILAIAN dan TINDAK LANJUT

10. Contoh Pengembangan Silabus
 Tugas Perkembnagn I
Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
 Bidang Bimbingan Pribadi

Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembnagn wawasan dalam beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Rumusan Kompetensi:
Memahami secara lebih luas dan mendalam kaidah-kaidah ajaran agama yang
dianutnya.
 Materi Pengembnagan Kompetensi
Macam-macam kaidah ajaran agama.
 Kelas : I – III
 Kegiatan Layanan : Orientasi dan Informasi

 Kegiatan Pendukung : Aplikasi Instrumentasi, Himpunan Data
 Penialian : Laijapen, Laijapan
 Keterangan : Bekerjasama dengan Guru agama

DAFTAR PUSTAKA

Salahudin anas. 2009. Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV. Pustaka Setia
Prayitno dan Erman Amti. 1994. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta.
Juono Purwo Ribut. 2013. Hakikat Bimbingan dan Konseling. (online),
(http://juonorp.blogspot.com/2013/05/hakikat-bimbingan-dan-konseling_23.html), diakses 16
Oktober 2013.
Afni Nur. 2009. Peran Guru dalam Bimbingan Konseling. (online),
(http://afhny.wordpress.com/peran-guru-dalam-bimbingan-konseling/), diakses 17 Oktober
2013.

Sidiq Nurfajar. 2013. Diagnostik Kesulitan Belajar. (online),
(http://nurfajarsidiq.wordpress.com/2013/03/20/diagnosis-kesulitan-belajar/), doakses 29
Oktober 2013.
Kuntjojo. 2009. Diagnostik Kesulitan Belajar. (online),
(http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/12/diagnosis-kesulitan-belajar/), diakses 29 Oktober
2013.