HASIL DAN PEMBAHASAN 1.Persentase Mortalitas Larva
C. sacchariphagus
Hasil analisis sidik ragam pengaruh jamur entomopatogen terhadap larva C. sacchariphagus
dapat dilihat pada tabel 1. Lampiran 3- 9 menunjukkan bahwa penggunaan B. bassiana dan M. anisopliae memberi pengaruh tidak nyata pada
pengamatan hari ke-1 sedangkan hari ke-2,3,4,5,6 memberikan pengaruh nyata dan pada pengamatan hari ke-7,8 memberikan pengaruh sangat nyata terhadap
mortalitas larva C. sacchariphagus di laboratorium. Tabel 1. Rataan pengaruh B. bassiana dan M. anisopliae terhadap mortalitas
C. sacchariphagus pada pengamatan 1-8 hsa
Perlakuan Mortalitas C. sacchariphagus 1-8 hari setelah aplikasia hsa
1 hsa 2 hsa
3 hsa 4 hsa
5 hsa 6 hsa
7 hsa 8 hsa
T0 0.00
0.00 d 0.00 c
0.00 d 0.00 c
0.00 b 0.00 c
0.00 d T1
0.00 10.00 bcd
10.00 bc 20.00 bc
23.33 ab 40.00 a
60.00 b 66.67 cd
T2 6.67
20.00 abc 20.00 ab
26.67 abc 33.33 ab
53.33 a 66.67 b
73.33 bc T3
6.67 33.33 a
40.00 a 46.67 a
46.67 a 66.67 a
73.33 b 86.67 b
T4 6.67
6.67 cd 6.67 bc
6.67 cd 13.33 bc
40.00 a 66.67 b
80.00 bc T5
0.00 13.33 abc
16.67 ab 26.67 ab
40.00 a 46.67 a
73.33 ab 86.67 b
T6 6.67
26.67 ab 33.33 a
33.33 ab 46.67 a
66.67 a 86.67 a
100.00 a
Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 pada uji jarak Duncan.
T0 Kontrol; T1 B. bassiana 30gr1l; T2 B. bassiana 40gr1l; T3 B. bassiana 50gr1l; T4 M. anisopliae 30gr1l;
T5 M. anisopliae 40gr 1l; T6 M. anisopliae 50gr1l, hsa: hari setelah aplikasi
Dari Tabel 1 mortalitas pada hari ke-2 dapat dilihat T3 33.33 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya yakni T1 10.00, T4 6.67, T0 0.00.
Kemudian pada hari ke-3 sampai hari ke-5 mortalitas masih sama seperti hari ke-2 yaitu T3 berbeda nyata dengan T1, T4, T0. Pada hari ke-7 dapat dilihat T6
86.67 berbeda nyata dengan perlakuan T4 66.67, T3 73.33, T2 66.67, T1 60.00, T0 0.00. Hal ini terus terjadi hingga hari terakhir
pengamatan 8 HSA, dimana T6 100.00 berbeda nyata dengan perlakuan T2 73.33, T3 86.67, T4 80.00, T5 86.67, sedangkan T1 66.67
merupakan perlakuan yang kurang efektif
pada mortalitas
larva C. sacchariphagus
. Pada pengamatan 4 hsa, dapat dilihat perlakuan T3 46.67 berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya yakni T1 20.00, T4 6.67, dan T0 0.00. Hal ini ini disebabkan karena perbedaan konsentrasi dari masing-masing
perlakuan sehingga
dapat mempengaruhi
mekanisme dan
kecepatan masing-masing entomopatogen terhadap larva C. sacchariphagus. Tidak jauh
berbeda dengan penelitian yang dilakukan Prasasya 2008 yang menyatakan bahwa persentase mortalitas larva pada masing-masing perlakuan M. anisopliae
dan B. bassianna dengan konsentrasi 40gr1l, 50gr1l menunjukkan berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena perbedaan konsentrasi dari masing-masing
perlakuan sehingga dapat mempengaruhi dan kecepatan mematikan dari masing-masing entomopatogen terhadap larva.
Dapat dilihat bahwa jamur entomopatogen yang di uji tersebut dapat mematikan larva dengan baik. Persentase mortalitas larva C. sacchariphagus pada
masing-masing perlakuan jamur entomopatogen menunjukkan perbedaan nyata, perlakuan T6 M. anisopliae 50gr1l air merupakan persentase yang tertinggi
pada akhir pengamatan yaitu sebesar 100.00 sedangkan yang terendah perlakuan T1 B. bassianan 30gr1l air sebesar 66.67. Hal ini dapat disebabkan
karena perbedaan konsentrasi dari masing-masing perlakuan sehingga Semakin banyak konidia yang menempel pada inang sasaran maka akan semakin cepat
menginfeksi terhadap larva C. sacchariphagus tersebut dan semakin tinggi dosis 18
maka kerapatan konidia jamur tersebut semakin tinggi yang mengakibatkan penetrasi ke tubuh hama tersebut semakin cepat dan mengakibatkan jaringan
tubuh C. sacchariphagus rusak. Beda rataan mortalitas larva C. sacchariphagus pada aplikasi B. bassiana
dan M. anisopliae pada pengamatan I-VIII dapat dilihat pada Gambar
Gambar 6. Histogram pengaruh aplikasi B. bassiana dan M. anisopliae terhadap mortalitas larva C. sacchariphagus pada pengamatan I-VIII
Gambar 6. menunjukkan bahwa pada perlakuan T6 terjadi peningkatan mortalitas larva C. sacchariphagus mencapai 100 pada hari ke-8 dan perlakuan
T0 Kontrol tetap 0. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi jamur entomopatogen
memberikan pengaruh
terhadap mortalitas
larva C. sacchariphagus, yang mana berdasarkan banyaknya konsentrasi jamur entomopatogen yang disemprotkan ke tubuh larva maka akan semakin banyak
pula spora yang akan menginfeksi dan miselium-miselium akan menghasilkan toksin yang disebut detruxin yang akan membunuh larva C. sacchariphagus
seperti yang dinyatakan Tanada dan Kaya 1993 bahwa M. anisopliae 0,00
20,00 40,00
60,00 80,00
100,00 120,00
1 hsa 2 hsa 3 hsa 4 hsa 5 hsa 6 hsa 7 hsa 8 hsa
P ersen
ta se
Mo rt
a li
ta s L
a rv
a
PENGAMATAN T0
T1 T2
T3 T4
T5 T6
mengandung cyclodepsipeptides, destruxin A,B,C,D dan E, dan desmethildestruxin telah digunakan sebagai insektisida genrasi baru yang cepat
dan banyak pada larva akan menyebabkan kematian.
2a. Perubahan Morfologi Larva C. sacchariphagus oleh B. bassiana
Dari hasil pengamatan penggunaan B. bassiana pada hari kedua sampai hari kedelapan larva C. sacchariphagus yang telah terinfeksi menunjukkan adanya
gejala yaitu gerakan larva mulai lamban, nafsu makan berkurang, lemas, mulai kaku, tubuhnya mengalami perubahan warna dan kurang aktif. Hal ini sesuai
dengan Karolina dkk 2008 yang menyatakan bahwa gejala serangan pada serangga yang terinfeksi B. bassiana terlihat nafsu makan larva berkurang
mengakibatkan larva menjadi kurang aktif, kemudian kaku dan diikuti perubahan warna tubuh karena dinding tubuhnya telah ditutupi oleh hifa yang berwarna
putih. Larva C. sachariphagus yang terinfeksi B. bassiana mengakibatkan nafsu
makan larva berkurang sehingga larva kaku, gerakan mulai lambat kemudian mengeras, lalu mati, pada tubuh larva muncul miselium berwarna putih dan tidak
mengeluarkan bau busuk akibat pemberian B. bassiana. Hal ini sesuai dengan Wahyudi 2002 yang menyatakan bahwa toksin yang dihasilkan B. bassiana
diantaranya beauverizin yang dapat menghancurkan lapisan lemak dan meningkatkan permeabilitas sel yang dapat menghancurkan ion spesifik sehingga
dapat menyebabkan terjadinya transport ion yang abnormal kemudian merusak fungsi sel atau organel sel larva. Pada permukaan tubuh serangga yang telah mati
dan menjadi mumi muncul miselium yang berwarna putih, mula-mula hifa muncul pada permukaan tubuh yang lunak atau pada antar segmen.
2b. Perubahan Morfologi Larva C. sacchariphagus Oleh M. anisopliae
Gejala yang terlihat pada larva C. sacchariphagus yang diaplikasikan M. anisopliae
mengakibatkan larva malas bergerak aktifitas makan berkuranglambat, semakin lama tubuhnya akan lemas dan mati serta mengeras
yang akhirnya diselimuti oleh miselium. Hal ini menunjukkan bahwa larva telah terinfeksi jamur entomopatogen sesuai dengan Moslim dkk 2007 yang
menyatakan Larva yang di infeksi M. anisopliae dicirikan ketika ada perubahan warna menjadi kecoklatan atau hitam pada kutikula serangga. Infeksi selanjutnya
terjadi ketika serangga yang mati menjadi lebih keras dan akhirnya ditutupi oleh hifa dari jamur yang kemudian berubah menjadi hijau.
Larva yang terinfeksi M.anisopliae mengakibatkan nafsu makan berkurang dan mulai ada larva yang mati. Beberapa waktu sesudah mati tubuhnya
menjadi keras, kemudian cendawan akan mengadakan
penembusan bagian-bagian lunak daripada kulit, bagian kaki, dan perut. Selanjutnya warna
putih yang menyelimuti tubuh larva akan berubah menjadi hijau. Hal ini sesuai dengan Novrizan 2002 yang menyatakan Jamur M. anisopliae mengadakan
penetrasi kedalam tubuh serangga melalui kontak dengan kulit diantara ruas-ruas tubuh. Mekanisme penetrasinya dimulai dengan menempelkan konidia pada
kutikula atau mulut serangga. Bila serangga inang mati, kemudian cendawan putihpada sambungan badan inang kemudian bila spora terbentuk cendawan
berubah menjadi hijau gelap. Warna dari miselium entomopatogen berbeda-beda, B. bassiana memiliki
ciri-ciri miselium berwarna putih, M. anisopliae miselumnya berwarna hijau tua. 22
21
Jamur entomopatogen tersebut membuat larva menjadi keras dan kering tetapi tidak berbau.
A1 A2
Keterangan : A1 dan A2 = Larva C. sacchariphagus dengan perlakuan B. bassiana pada
tubuh larva terdapat miselium berwarna putih 22
B
B B
B 1 B2 Keterangan :
B1 dan B2 = Larva C. sacchariphagus dengan perlakuan M. anisopliae pada
tubuh larva terdapat miselium berwarna hijau tua 23
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Persentase mortalitas tertinggi 100.00 terdapat pada perlakuan
M. anisopliae T6 M. anisopliae dengan konsentrasi 50gr1l dan terendah
66, 67 pada perlakuan T1 B. bassiana dengan konsentrasi 30gr1l. 2.
Perubahan morfologi larva C. sacchariphagus yang terinfeksi jamur entomopatogen ditandai dengan ciri aktifitas larva malas bergerak, tubuh
larva semakin lemas dan kemudian mati mengeras serta tubuh larva diselimuti oleh miselium.
3. Semakin tinggi dosis jamur entomopatogen yang diinfeksikan ke serangga
maka akan semakin besar mortalitas larva. 4.
B. bassiana memiliki ciri miselium berwarna putih dan M. anisopliae berwarna hijau tua.
Saran
Perlu dilaksanakannya pengujian lebih lanjut di lapangan untuk masing-masing perlakuan yang dihubungkan dengan efektifitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Balse., 1985. Field Trial Manual. Ciba. Geigy. Switzerland. P : 18 Bangun, M.K.1994. Perancangan Percobaan Untuk Pertanian. Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan. Barnett., 1960. Illustrated Genera of Imperfecty Fungy. Second Edition. Burgess
Publishing Company. P : 62 Bent, A.F. and I.C. Yu. 1999. Applications of Molecular Biology to Plant Disease
and Insect Resistance. Adv. Agron. 66: 251 −297.
Conlong, D. E. and Goebel. 2002. Biological Control of Chilo sacchariphagus Lepidoptera : Crambidae In Macambique: The First Steps. Proc. S. Afr.
Sng. Technol. ASS. 76 : 310-320.
David, H. 1986, The Internode Borer, Chilo sacchariphagus Bojer Kapur, Breeding Institute, Coimbatore, pp. 121-134.
Dewi, M., F.X. Susilo. F.X, dan Pramono S. 2009. Daya Parasitasi Trichogramma Chilonis
Ishii Terhadap Penggerek Batang Di Pertanaman Tebu Bergantung Pada Waktu Aplikasi Parasitoid.
http:pustakailmiah.unila.ac.id20090704daya-parasitasi-trichogramma- chilonis-ishii-terhadap-penggerek-batang-di-pertanaman-tebu-bergantung-
pada-waktu-aplikasi-parasitoid. [8 Juli 2013].
Deptan. 2010. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tebu. http:www.deptan.go.id. [08 Mei 2013].
Ferron, P. 1985. Fundamental of Plant Phatology. Jhon Willey and Sons Published, New York. P:54.
Ganeshan, S and A Rajabalee. 1997. Parasitoid of The Sugarcane Spotted Borrer., Chilo sacchariphagus Lepidoptera : Pyralidae, In Mauritius. Proc. S. Afr.
Sng. Technol. ASS. 71 : 87-90.
Handiyana, U. 2000. Kajian Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Tebu Di PG Pangka, Kabupaten Tegal Milik PTP Nusantara IX Persero. Skripsi.
Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian Bogor, Bogor. Hal 1-2.
Juliadi, D. 2009. Hama Tebu. http:www.deptan.go.id [14 Juli 2013]. Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pests of Crops In Indonesia. Revised and
Translated By P. A. Van der Laan. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta.
Karolina E, Mahfud, MC, Rachmawati, D., Sarwono dan Fatimah, S. 2008. Pengkajian efektifitas Cendawan Beauveria bassiana Terhadap
Perkembangan Hama dan Penyakit Tanaman Krisan. Prosiding seminar Pemberdayaan Petani Melalui Informasi dan Teknologi Pertanian. KP.
Mojosari 16 Juli 2008. Kerjasama BPTP Jatim Jatim, Faperta Unbra, Diperta Prov, Bappeda.
Khasanah, N. 2008. Pengendalian Hama Penggerek Tongkol Jagung Helicoverpa armigera
Hubner. LEPIDOPTERA : NOCTUIDAE dengan Beauveria bassiana
strain lokal Pada Pertanaman Jagung Manis Di Kabupaten Donggala. J. Agroland 15 2 : 106-107.
Mahr, S., 2003. The Entomopathogen Beauveria bassiana. University of Winconsin, Madison. Diakses dari
http:www.entomology.wisc.edumbcnkyf410.html. [14 Juli 2013]. Moslim, R., K. Norman., B.N. Ang., and B.w.Mohd. 2007. Alpication of Powder
Formulation of M. anisopliae to Control Orytes rhinoceros in Rotting Oil Palm Residuces Under Leguminous Cover Crop. 19: 332.
Nesbitt, B.F, Beevor, P.S, Hall, D.R, Lester, R., dan Williams, J.R. 1980. a Components of the Sex Pheromone of the Female Sugar Cane Borer, Chilo
sacchariphagus Bojer Lepidoptera: Pyralidae. Identification and Field
Trials. J. Chem. Ecol 6:385-394. Prasasya, A.A. 2008. Uji Efikasi jamur Entomopatogen Beauveria bassiana
Balsamo dan Metarrhizium anisopliae Metch Sorokin Terhadap Mortalitas Larva Pragmatocea castanae Hubner di Laboratorium. Skripsi.
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Prayogo, Y. 2005. Untuk mempertahankan keefektifan Cendawan Entomopatogen M. anisopliae
Untuk Mengendalikan Hama Tanaman Pangan. Jurnal Litbang Pertanian 25 2 : 47-54.
Purnomo. 2006. Parasitasi dan Kapasitas Reproduksi Cotesia flavipes Cameron Hymenoptera: Braconidae pada Inang dan Instar yang Berbeda di
Laboratorium. J. HPT Tropika 62:87-91. Sunaryo. 2003. Status Masalah Hama –Hama Tanaman Tebu. Bagian Riset dan
Pengembangan. Lampung : 3-15. Tanada, Y. and Kaya, H. K., 1993. Insect Pathology. Academic Press. Inc.
Publisher Sandiego New York Boston. London Sydney Tokyo Toronto. P : 359-360.
Wahyudi, P. 2002. Uji Patogenitas kapang Entomopatogen Beauveria bassiana Vuill. Terhadap Ulat Grayak Spodoptera litura. Biosfera 19:1-5.
Way, M.J., Goebel, F.R. Goebel and Conlong, D.E. 2004. Trapping Chilo sacchariphagus
Lepidoptera : Crambidae In Sugarcane Using Synthetic Pheromones. Proc. S. Afr. Sng. Technol. ASS. 71 : 291-294.
Yalawar, S., Pradeep, Ajith, K., Venkatesh, H., and Aiddalingappa, R., 2010. Biology of Sugarcane Internode Borer, Chilo sacchariphaghus.
J. Agric 231.
Lampiran 1. Bagan Penelitian Keterangan :
T0 : Kontrol
T1 : Suspensi Beuveria bassiana 30gr1l air
T2 : Suspensi Beuveria bassiana 40gr1l air
T3 : Suspensi Beuveria bassiana 50gr1l air
T4 : Suspensi Metarrhizium anisopliae 30gr1l air
28
T0
2
T2
3
T4
1
T4
2
T5
2
T6
3
T5
3
T0
1
T2
1
T2
2
T3
3
T5
1
T6
1
T1
1
T0
3
T1
2
T4
3
T3
2
T3
1
T6
2
T1
3
U
T5 : Suspensi Metarrhizium anisopliae 40gr1l air
T6 : Suspensi Metarrhizium anisopliae 50gr1l air
Lampiran 2 :
FOTO PENELITIAN
29
Lampiran 3. Persentase C. sacchariphagus pada Pengamatan 1 Hari
Setelah Aplikasi hsa
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
I II
III T0
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 T1
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 T2
0.00 20.00
0.00 20.00
6.67 T3
0.00 0.00
20.00 20.00
6.67 T4
0.00 0.00
20.00 20.00
6.67 T5
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 T6
0.00 0.00
20.00 20.00
6.67 Total
0.00 20.00
60.00 80.00
Rataan 0.00
2.86 8.57
3.81
Transformasi Arcsin Persentase
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
I II
III T0
4.05 4.05
4.05 12.16
4.05 T1
4.05 4.05
4.05 12.16
4.05 T2
4.05 26.57
4.05 34.67
11.56 T3
4.05 4.05
26.57 34.67
11.56 T4
4.05 4.05
26.57 34.67
11.56 T5
4.05 4.05
4.05 12.16
4.05 T6
4.05 4.05
26.57 34.67
11.56 Total
28.38 50.89
95.91 175.19
Rataan 4.05
7.27 13.70
8.34
Daftar Sidik Ragam
SK db
JK KT
F hitung
F.05 F.01
Ket Perlakuan
6 289.55
48.26 0.50
2.85 4.46
tn Galat
14 1351.23
96.52 Total
20 1640.78
FK= 1461.53
Ket: =nyata KK=
0.43153 =sangat nyata
tn=tidak nyata 30
Lampiran 4. Persentase C. sacchariphagus pada Pengamatan 2 Hari
Setelah Aplikasi hsa
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
I II
III T0
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 T1
0.00 10.00
20.00 30.00
10.00 T2
40.00 0.00
20.00 60.00
20.00 T3
40.00 20.00
40.00 100.00
33.33 T4
0.00 0.00
20.00 20.00
6.67 T5
10.00 10.00
20.00 40.00
13.33 T6
40.00 20.00
20.00 80.00
26.67 Total
130.00 60.00
140.00 330.00
Rataan 18.57
8.57 20.00
15.71
Transformasi Arcsin Persentase
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
I II
III T0
4.05 4.05
4.05 12.16
4.05 T1
4.05 18.43
26.57 49.05
16.35 T2
39.23 4.05
26.57 69.85
23.28 T3
39.23 26.57
39.23 105.03
35.01 T4
4.05 4.05
26.57 34.67
11.56 T5
18.43 18.43
26.57 63.43
21.14 T6
39.23 26.57
26.57 92.36
30.79 Total
148.29 102.16
176.11 426.57
Rataan 21.18
14.59 25.16
20.31
Daftar Sidik Ragam
SK db
JK KT
F hitung
F.05 F.01
Ket Perlakuan
6 2075.63 345.94
3.25 2.85
4.46 Galat
14 1490.51 106.46
Total 20
3566.14 FK=
8664.85 Ket: =nyata
KK= 0.17723
=sangat nyata tn=tidak nyata
31
Uji Jarak Duncan
SY 4.86
-10.69 -3.91
0.44 4.94
6.89 14.30
18.42 I
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
8.00 SSR 0.05
3.03 3.18
3.27 3.33
3.37 3.39
3.41 LSR 0.05
14.74 15.47
15.91 16.20
16.39 16.49
16.59 Perlakuan
T0 T4
T1 T2
T5 T6
T3 Rataan
4.05 11.56
16.35 21.14
23.28 30.79
35.01 a
b c
d 32
Lampiran 5. Persentase C. sacchariphagus pada Pengamatan 3 Hari
Setelah Aplikasi hsa
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
I II
III T0
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 T1
0.00 10.00
20.00 30.00
10.00 T2
40.00 0.00
20.00 60.00
20.00 T3
60.00 20.00
40.00 120.00
40.00 T4
0.00 0.00
20.00 20.00
6.67 T5
10.00 20.00
20.00 50.00
16.67 T6
40.00 20.00
40.00 100.00
33.33 Total
150.00 70.00
160.00 380.00
Rataan 21.43
10.00 22.86
18.10
Transformasi Arcsin Persentase
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
I II
III T0
4.05 4.05
4.05 12.16
4.05 T1
4.05 18.43
26.57 49.05
16.35 T2
39.23 4.05
26.57 69.85
23.28 T3
50.77 26.57
39.23 116.57
38.86 T4
4.05 4.05
26.57 34.67
11.56 T5
18.43 26.57
26.57 71.57
23.86 T6
39.23 26.57
39.23 105.03
35.01 Total
159.83 110.29
188.78 458.90
Rataan 22.83
15.76 26.97
21.85
Daftar Sidik Ragam
SK db
JK KT
F hitung
F.05 F.01
Ket Perlakuan
6 2763.76 460.63
3.85 2.85
4.46 Galat
14 1676.78 119.77
Total 20
4440.55 FK=
10028 Ket: =nyata
KK= 0.16474
=sangat nyata tn=tidak nyata
33
Uji Jarak Duncan
SY 5.16
-11.58 -4.85
-0.52 6.10
6.47 17.52
21.26 I
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
8.00 SSR 0.05
3.03 3.18
3.27 3.33
3.37 3.39
3.41 LSR 0.05
15.63 16.41
16.87 17.18
17.39 17.49
17.59 Perlakuan
T0 T4
T1 T2
T5 T6
T3 Rataan
4.05 11.56
16.35 23.28
23.86 35.01
38.86 a
b c
34
Lampiran 6. Persentase
C. sacchariphagus pada Pengamatan 4 Hari Setelah Aplikasi hsa