Dampak beberapa Fungisida terhadap Pertumbuhan Koloni Jamur Metarhizium Anisopliae (Metch) Sorokin di Laboratorium

(1)

SKRIPSI

YONATHAN ALFONSO SITUMORANG 080302040

Hama dan Penyakit Tumbuhan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(2)

SKRIPSI

YONATHAN ALFONSO SITUMORANG 080302040

Hama dan Penyakit Tumbuhan

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(3)

NIM : 080302040 Departemen : Agroekoteknologi

Program Studi : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS Dr. Ir. Hasanuddin, MS

Ketua Anggota

Mengetahui :

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, MSc Ketua Program Studi


(4)

fungal colony of Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin in laboratory” has supervised by Darma Bakti and Hasanuddin. Metarhizium able to control variable growth phase of insect, such as egg, larvae, pupae, and adult. Effect of fungicide on Metarhizium is rarely reported. This research aims to determine impact of fungicide to fungal colony growth of Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin. Conducted at Plant Pathology Laboratory, Agriculture Faculty, University of North Sumatera, from August until November 2013. Arranged non-factorial completely randomized design with twenty one treatments and three replication, petridish contained 1 ml fungicide + 9 ml PDA, used one point technic, incubated at room temperature.

The result showed that highest fungal colony diameter was on F6 (1.000 ppm mankozeb 80 WP) which reached 7,67 cm, meanwhile lowest fungal colony diameter was on F20 (20.000 ppm tebukonazol 25 WP) which reached 0,88 cm. Highest fungal colony extensive was on F6 (1.000 ppm mankozeb 80 WP) which reached 45,23 cm2, meanwhile the lowest fungal colony extensive was on F20 (20.000 ppm tebukonazol 25 WP) which reached 0,53 cm2.


(5)

Yonathan Alfonso Situmorang. 2014. “Dampak beberapa fungisida terhadap pertumbuhan koloni jamur Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin di laboratorium” dibawah bimbingan Darma Bakti dan Hasanuddin. Metarhizium dapat mengendalikan berbagai tingkat perkembangan serangga mulai dari telur, larva, pupa, dan imago. Pengaruh fungisida terhadap Metarhizium belum banyak dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak fungisida terhadap pertumbuhan koloni jamur Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin. Dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Agustus sampai November 2013. Menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan dua puluh satu perlakuan dan tiga ulangan, cawan petri diisi 1 ml larutan fungisida sesuai perlakuan + 9 ml media PDA, teknik one point, pada suhu kamar.

Hasil penelitian menunjukkan diameter koloni tertinggi terdapat pada F6 (1.000 ppm mankozeb 80 WP) sebesar 7,67 cm sedangkan diameter koloni terendah terdapat pada F20 (20.000 ppm tebukonazol 25 WP) sebesar 0,88 cm. Luas pertumbuhan koloni tertinggi terdapat pada F6 (1.000 ppm mankozeb 80 WP) sebesar 45,23 cm2 sedangkan luas pertumbuhan koloni terendah terdapat pada pada F20 (20.000 ppm tebukonazol 25 WP) sebesar 0,53 cm2.


(6)

anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan ayah Drs. P. Situmorang dan ibu P. L. Tobing. Adapun riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut :

Pendidikan Formal:

- Tahun 2002 penulis lulus dari SD Timbul Jaya 2 di Medan. - Tahun 2005 penulis lulus dari SMP TD Pardede F di Medan. - Tahun 2008 penulis lulus dari SMA GKPI Pd. Bulan di Medan.

- Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur masuk SNMPTN.

Pendidikan Informal:

- Tahun 2008-2014 sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN) Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. - Tahun 2012 sebagai asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2012-2013 sebagai asisten Laboratorium Ilmu Hama Hutan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2013 sebagai asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Hutan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2010 mengikuti Seminar Pertanian dengan Tema “Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional” yang dilaksanakan oleh Syngenta Group. - Tahun 2011 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT.

Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Unit Kebun Gunung Monako, Tebing Tinggi.

- Tahun 2013 Melaksanakan penelitian di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.


(7)

atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul skripsi ini adalah “Dampak Beberapa Fungisida Terhadap Pertumbuhan Koloni Jamur Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin di Laboratorium” merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS. dan Dr. Ir. Hasanuddin, MS. selaku komisi

pembimbing serta kepada dosen penguji yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun dalam kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2014


(8)

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Metarhizium anisopliae... 4

Faktor yang mempengaruhi ... 5

Media Tumbuh ... 6

Mekanisme Infeksi ... 7

Gejala Serangan ... 9

Fungisida ... 10

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

Pelaksanaan Penelitian ... 18

Pembuatan Media PDA ... 18

Penyediaan Bahan Aktif Fungisida ... 18

Penyediaan Sumber Inokulum ... 20

Pengujian di Laboratorium ... 20

Pengamatan Mikroskopis M. anisopliae ... 21

Parameter Pengamatan ... 21

Diameter Koloni M. anisopliae ... 21

Luas Pertumbuhan M. anisopliae ... 21


(9)

Makroskopis M. anisopliae... 34 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 37 Saran ... 37 DAFTAR PUSTAKA


(10)

1 Diameter koloni M. anisopliae pada 1-10 hsi (cm)

24 2 Luas pertumbuhan koloni M. anisopliae pada 1-10 hsi (cm2) 31 3 Morfologi koloni M. anisopliae secara makroskopis 34


(11)

1 Biakan M. anisopliae

4 2 Fotomikrograf M. anisopliae

5 3 Mekanisme infeksi M. anisopliae

8 4 Gejala serangan M. anisopliae

10 5 Gambar rumus bangun Propineb

12 6 Gambar rumus bangun Mankozeb

13 7 Gambar rumus bangun Difenokonazol

13 8 Gambar rumus bangun Tebukonazol

14 9 Bagan peletakan M. anisopliae pada cawan petri

20 10 Grafik perbandingan diameter pertumbuhan koloni antara

M. anisopliae antara kontrol dengan propineb (cm)

25 11 Grafik perbandingan diameter pertumbuhan koloni antara

M. anisopliae antara kontrol dengan mankozeb (cm)

26 12 Grafik perbandingan diameter pertumbuhan koloni antara

M. anisopliae antara kontrol dengan difenokonazol (cm)

28 13 Grafik perbandingan diameter pertumbuhan koloni antara

M. anisopliae antara kontrol dengan tebukonazol (cm)

29 14 Histogram luas pertumbuhan koloni M. anisopliae (cm2) 32 15 Pengamatan koloni M. anisopliae secara makroskopis 37


(12)

1 Panjang diameter koloni, data pengamatan 1 hsi

42 2 Panjang diameter koloni, data pengamatan 2 hsi

44 3 Panjang diameter koloni, data pengamatan 3 hsi

46 4 Panjang diameter koloni, data pengamatan 4 hsi

48 5 Panjang diameter koloni, data pengamatan 5 hsi

50 6 Panjang diameter koloni, data pengamatan 6 hsi

52 7 Panjang diameter koloni, data pengamatan 7 hsi

54 8 Panjang diameter koloni, data pengamatan 8 hsi

56 9 Panjang diameter koloni, data pengamatan 9 hsi

58 10 Panjang diameter koloni, data pengamatan 10 hsi

60 11 Luas pertumbuhan koloni, data pengamatan 1 hsi

62 12 Luas pertumbuhan koloni, data pengamatan 2 hsi

64 13 Luas pertumbuhan koloni, data pengamatan 3 hsi

66 14 Luas pertumbuhan koloni, data pengamatan 4 hsi

68 15 Luas pertumbuhan koloni, data pengamatan 5 hsi

70 16 Luas pertumbuhan koloni, data pengamatan 6 hsi

72 17 Luas pertumbuhan koloni, data pengamatan 7 hsi

74 18 Luas pertumbuhan koloni, data pengamatan 8 hsi

76 19 Luas pertumbuhan koloni, data pengamatan 9 hsi

78 20 Luas pertumbuhan koloni, data pengamatan 10 hsi

80 21 Makroskopis 1 hsi

83 22 Makroskopis 10 hsi

86


(13)

fungal colony of Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin in laboratory” has supervised by Darma Bakti and Hasanuddin. Metarhizium able to control variable growth phase of insect, such as egg, larvae, pupae, and adult. Effect of fungicide on Metarhizium is rarely reported. This research aims to determine impact of fungicide to fungal colony growth of Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin. Conducted at Plant Pathology Laboratory, Agriculture Faculty, University of North Sumatera, from August until November 2013. Arranged non-factorial completely randomized design with twenty one treatments and three replication, petridish contained 1 ml fungicide + 9 ml PDA, used one point technic, incubated at room temperature.

The result showed that highest fungal colony diameter was on F6 (1.000 ppm mankozeb 80 WP) which reached 7,67 cm, meanwhile lowest fungal colony diameter was on F20 (20.000 ppm tebukonazol 25 WP) which reached 0,88 cm. Highest fungal colony extensive was on F6 (1.000 ppm mankozeb 80 WP) which reached 45,23 cm2, meanwhile the lowest fungal colony extensive was on F20 (20.000 ppm tebukonazol 25 WP) which reached 0,53 cm2.


(14)

Yonathan Alfonso Situmorang. 2014. “Dampak beberapa fungisida terhadap pertumbuhan koloni jamur Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin di laboratorium” dibawah bimbingan Darma Bakti dan Hasanuddin. Metarhizium dapat mengendalikan berbagai tingkat perkembangan serangga mulai dari telur, larva, pupa, dan imago. Pengaruh fungisida terhadap Metarhizium belum banyak dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak fungisida terhadap pertumbuhan koloni jamur Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin. Dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Agustus sampai November 2013. Menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan dua puluh satu perlakuan dan tiga ulangan, cawan petri diisi 1 ml larutan fungisida sesuai perlakuan + 9 ml media PDA, teknik one point, pada suhu kamar.

Hasil penelitian menunjukkan diameter koloni tertinggi terdapat pada F6 (1.000 ppm mankozeb 80 WP) sebesar 7,67 cm sedangkan diameter koloni terendah terdapat pada F20 (20.000 ppm tebukonazol 25 WP) sebesar 0,88 cm. Luas pertumbuhan koloni tertinggi terdapat pada F6 (1.000 ppm mankozeb 80 WP) sebesar 45,23 cm2 sedangkan luas pertumbuhan koloni terendah terdapat pada pada F20 (20.000 ppm tebukonazol 25 WP) sebesar 0,53 cm2.


(15)

Pengendalian hayati merupakan komponen utama pengendalian hama terpadu (PHT) seperti pemanfaatan parasitoid, predator atau patogen serangga (entomopatogen). Pengendalian hayati dengan pemanfaatan jamur entomopatogen berpotensi besar untuk dikembangkan (Effendy, 2010). Di Indonesia, pemanfaatan agens hayati khususnya cendawan entomopatogen untuk pengendalian hama mulai berkembang pesat sejak abad ke-19 khususnya untuk

mengendalikan hama pada tanaman perkebunan (Junianto, 2000 dalam Prayogo, 2006).

Diantara 100.000 jenis jamur, sebagian besar hidup sebagai saproba yang melakukan dekomposisi bahan organik. Lebih kurang 50 jenis menyebabkan penyakit pada manusia, diperkirakan 8.000 jenis menyebabkan penyakit pada tumbuhan dan 50 jenis menyebabkan penyakit pada hewan (Semangun, 1996).

M. anisopliae pertama kali digunakan untuk mengendalikan hama

kumbang kelapa lebih dari 85 tahun yang lalu, dan sejak itu digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia (Gabriel dan Riyanto, 1989). Metarhizium spp. efektif membunuh, antara lain ordo Orthoptera (Santiago dkk., 2001), Coleoptera (Murad dkk., 2006) Lepidoptera dan Homoptera (Prayogo dkk., 2005).

M. anisopliae tergolong dalam patogen fakultatif, yang dapat hidup dan berkembang biak dalam serangga hidup, dalam bahan organik di lapangan dan media buatan dan bersifat saprofit di tanah. Cendawan ini memperbanyak diri dengan konidia dan klamidiospora. Klamidiospora berperan penting apabila keadaan lingkungan kritis, seperti tidak ada inang, kekeringan dan suhu tinggi


(16)

sebagai sistem pertahanan diri (Sambiran dan Weldy, 2007). Keuntungan penggunaan Metarhizium spp. digunakan untuk mengendalikan berbagai tingkat

perkembangan serangga mulai dari telur, larva, pupa dan imago (Trizelia dkk., 2011).

Banyak faktor penyebab tidak efektifnya agens hayati di lapangan, yaitu asal isolat diperoleh, medium perbanyakan, lama penyimpanan, teknik aplikasi, faktor lingkungan yang kurang mendukung dan juga penggunaan bahan kimia seperti pestisida (Sudarmadji, 1996 dalam Heriyanto dan Suharno, 2008).

Mulyati dkk., (2004) menyatakan bahwa terhambatnya pertumbuhan koloni jamur M. anisopliae akibat aplikasinya bersama dengan fungisida akan menyebabkan viabilitas dan patogenisitas jamur menurun, karena sifat toksik fungisida mempengaruhi protein dan enzim yang akan menetralisasi enzim toksik, permeabilitas membran, sintesis dinding sel dan pembelahan sel, mengadakan khelasi dan presipitasi zat kimia, serta mempengaruhi sintesis protein dan asam nukleat yang pada akhirnya akan menurunkan efektifitas jamur sebagai agens hayati dalam mengendalikan serangga hama.

Di Indonesia, informasi mengenai pengaruh fungisida terhadap pertumbuhan jamur M. anisopliae hingga kini masih belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu masih perlu dilakukan penelitian untuk melihat bagaimana pengaruh fungisida terhadap pertumbuhan koloni jamur M. anisopliae.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dampak fungisida terhadap pertumbuhan koloni jamur M. anisopliae (Metch) Sorokin.


(17)

Hipotesis Penelitian

Bahan aktif fungisida mempengaruhi pertumbuhan koloni jamur M. anisopliae (Metch) Sorokin.

Kegunaan Penelitian

Mempelajari perubahan pertumbuhan M. anisopliae (Metch) Sorokin terhadap berbagai bahan aktif fungisida dengan konsentrasi yang berbeda


(18)

mempunyai kelebihan yaitu kapasitas reproduksi yang tinggi, siklus hidupnya pendek, dapat membentuk spora yang tahan lama di alam maupun dalam kondisi yang tidak menguntungkan, relatif aman, bersifat selektif, relatif mudah diproduksi, dan sangat kecil kemungkinan terjadi resistensi (Rustama dkk., 2008). Biologi M. anisopliae

Dalam Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi M. anisopliae adalah sebagai berikut : Kingdom : Mycetae; Divisio : Mycota; Class : Deuteromycotina;

Ordo : Moniliales; Family : Moniliaceae; Genus : Metarhizium; Species : M. anisopliae (Metch) Sorokin.

Pada awal pertumbuhan koloni jamur ini berwarna putih, kemudian akan berubah menjadi warna hijau gelap saat konidia matang (Gambar 1).

a. b.

Gambar 1 : Biakan M. anisopliae (a) Pertumbuhan awal (b) Pertumbuhan lanjut

Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan spora berwarna hijau (Tanada dan Kaya, 1993 dalam Rustama dkk., 2008).

Miselium M. anisopliae bersekat, konidiofor bersusun tegak, berlapis dan bercabang yang dipenuhi konidia (Gambar 2).


(19)

Gambar 2 : Fotomikrograf M. anisopliae Sumber : www.bcrc.firdi.org.tw. Konidia bersel satu dan berbentuk bulat silinder atau lonjong. Faktor Yang Mempengaruhi

Temperatur optimum untuk pertumbuhan M. anisopliae berkisar 22o C-27o

Temperatur diatas 35

C. Konidia akan membentuk kecambah pada kelembapan di atas 90% namun akan berkecambah dengan baik dan patogenisitasnya meningkat bila kelembaban udara sangat tinggi hingga 100%. Akan tetapi patogenisitasnya akan menurun apabila kelembaban udara di bawah 86% (Prayogo dkk., 2005).

o

C akan menghambat pertumbuhan jamur entomopatogen, jamur dapat bertahan namun akan sulit untuk berkembang. Konidia jamur akan mati pada suhu 40o

Keefektifan cendawan entomopatogen juga ditentukan oleh kondisi lingkungan, seperti curah hujan dan sinar matahari khususnya sinar ultra violet yang dapat merusak konidia cendawan. Konidia merupakan salah satu organ C selama 15 menit namun dapat mentoleransi kisaran yang luas dari konsenterasi ion hidrogen antara pH 5-10 dengan pH optimum sekitar 7 (McCoy dkk., 2005) .


(20)

infektif (propagule) cendawan yang menyebabkan infeksi pada integumen serangga yang diakhiri dengan kematian. Oleh karena itu, konidia cendawan tersebut perlu dilindungi waktu diaplikasikan, baik dengan bahan perekat maupun bahan pembawa sehingga pengaruh buruk tersebut dapat dieliminir. Keefektifan cendawan entomopatogen di lapangan juga ditentukan oleh stadia inang pada saat cendawan diaplikasikan. Perubahan stadia instar serangga akan mempengaruhi perilaku serangga tersebut yang akhirnya akan menentukan keefektifan cendawan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan jamur dalam mengendalikan hama di lapangan adalah senyawa kimia (Prayogo, 2006).

Media Tumbuh

Dalam usaha memperbanyak Metarhizium dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai asal isolat dan media tumbuh. Isolat Metarhizium spp. dapat diambil dari tanah sekitar perakaran tanaman kubis, bawang merah, bawang daun dan cabai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua isolat yang diuji bersifat patogen terhadap telur S. litura (Trizelia dkk., 2011). Jamur M. anisopliae dapat dibiakkan pada media tumbuh berbahan sintetik (senyawa kimia) atau bahan alami (jagung, kentang, ketela rambat) dengan teknik pembiakan dalam medium cair (Heriyanto dan Suharno, 2008).

Cendawan entomopatogen memerlukan media dengan kandungan gula/ glukosa dan protein yang tinggi. Selain unsur logam, air, carbon, dan nitrogen untuk pertumbuhannya, jamur juga memerlukan faktor tumbuh yaitu komponen esensial yang tidak dapat disintesis sendiri dari sumber carbon dan nitrogen. Faktor tumbuh diperlukan dalam jumlah sedikit, berupa asam-asam amino atau vitamin, dan medium sintetik. Media tumbuh yang mengandung komponen


(21)

nitrogen dan senyawa organik banyak digunakan untuk menumbuhkan M. anisopliae, dan sebagai bahan pembawa spora seperti agar dapat menyediakan

hara yang dibutuhkan untuk sporulasi (Heriyanto dan Suharno, 2008).

Selain itu tepung, abu atau tanah liat dapat juga digunakan sebagai bahan

pembawa formulasi bioinsektisida untuk meningktkan efektifitasnya. M. anisopliae berbahan pembawa tepung dedak + glukosa dan tepung jagung +

glukosa dapat mempertahankan viabilitas konidia sampai 65,1% (Effendy, 2010).

Mekanisme Infeksi

Jamur patogen masuk ke tubuh serangga melalui berbagai cara seperti luka, lubang alami seperti mulut, kulit, dan hidatoda, dan dengan langsung menembus permukaan tubuh. Beberapa jamur patogen hanya dapat masuk dengan

satu cara sedang yang lainnya dapat masuk melalui 2 cara atau lebih (Semangun, 1996).

Dalam Prayogo dkk. (2005) mekanisme infeksi M. anisopliae dapat terjadi melalui 4 tahap yaitu :

1. Inokulasi, yaitu kontak antara propagul cendawan dengan tubuh serangga. Propagul cendawan M. anisopliae berupa konidia karena merupakan cendawan yang berkembang biak secara tidak sempurna.

2. Penempelan dan perkecambahan propagul cendawan pada integumen serangga. Pada tahap ini, cendawan dapat memanfaatkan senyawa-senyawa yang terdapat pada integumen.


(22)

3. Penetrasi dan invasi, dalam melakukan penetrasi menembus integumen, cendawan membentuk tabung kecambah. Penembusan dilakukan secara mekanis atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim dan toksin.

4. Destruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya blastospora yang kemudian beredar ke dalam hemolimfa dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang jaringan lainnya (Gambar 3).

Gambar 3 : Mekanisme infeksi M. anisopliae

Sumber :http://www.disease-picture.com/metarhizium-anisopliae-life-cycle.html Metabolit sekunder yang dihasilkan jamur ini adalah mikotoksin yang disebut destruksin, yang merupakan siklo depsipeptide dengan lima asam amino. Kelompok depsipeptide ini disebut destruksin A, B, C, D, dan E. Destruksin berpengaruh terhadap organel sel target (mitokondria, retikulum endoplasma dan membran nukleus), menyebabkan paralysis sel. Selain itu juga berpengaruh terhadap kelainan fungsi lambung tengah, tubulus malfigi, hemosit dan jaringan otot larva (Tanada dan Kaya, 1993 dalam Rustama dkk., 2008).


(23)

Enam senyawa enzim dikeluarkan oleh M. anisopliae untuk menginfeksi,

yaitu lipase, khitinase, amilase, protease, pospatase, dan esterase (Prayogo dkk., 2005). Protease merupakan enzim pendegradasi kutikula paling

utama dan aktivitas enzim ini merangsang kehadiran enzim kitinase. Aktivitas enzim kitinase berlangsung umumnya pada awal pertumbuhan jamur, pembentukkan konidia dan sporulasi konidiospora. Tingkat virulensi strain jamur dapat menghasilkan enzim ekstraseluler dalam jumlah besar seperti lipase,

estererase, protease, dan α-glukanase (Tanada dan Kaya, 1993 dalam

Rustama dkk., 2008). Gejala Serangan

Pada stadium awal infeksi oleh jamur, gejala yang terlihat hanya tampak beberapa titik nekrotik pada lokasi penetrasi hifa. Pada fase selanjutnya, larva menunjukkan gejala terserang infeksi. Gejala tersebut antara lain larva menjadi gelisah, kurang aktif, aktivitas makan menurun dan kehilangan kemampuan koordinasi. Di lapangan, serangga yang telah terinfeksi seringkali bergerak ke tempat yang lebih tinggi menjauhi permukaan tanah. Perilaku seperti ini diduga untuk melindungi kelompoknya agar tidak terserang jamur. Larva dari lepidoptera yang terinfeksi oleh jamur menjadi lunak karena mengandung air dan memiliki integumen yang rapuh (Tanada dan Kaya, 1993 dalam Rustama dkk., 2008).

Serangga yang terinfeksi jamur entomopatogen ditandai dengan pertumbuhan hifa berwarna putih pada permukaan kutikula tubuh, dan memasuki hemocoel (Gambar 4).


(24)

Gambar 4 : Gejala serangan M. anisopliae Sumber : http://www.issg.org.

Di dalam hemocoel, hifa akan membentuk “yeastlike hyphal bodies” (blastopora), yang memperbanyak diri dengan cara pembentukkan tunas. Blastopora tumbuh dan berkembang di dalam hemocoel dengan menyerap cairan hemolimp. Selain itu infeksi jamur ini menghasilkan enzim dekstruksin yang bersifat toksik dan menimbulkan kerusakan pada jaringan serangga (Tanada dan Kaya, 1993 dalam Rustama dkk., 2008).

Pada umumnya, semua jaringan dan cairan tubuh serangga habis digunakan oleh jamur, sehingga serangga mati dengan tubuh yang mengeras seperti mumi. Pertumbuhan jamur diikuti dengan pengeluaran pigmen atau toksin yang dapat melindungi serangga dari serangan mikroorganisme lain, terutama bakteri. Apabila keadaan kurang mendukung perkembangan saprofit maka pertumbuhan hanya berlangsung di dalam tubuh serangga (Prayogo dkk., 2005). Fungisida

Fungisida adalah senyawa kimia untuk mengendalikan cendawan atau fungi. Menurut efeknya terhadap cendawan sasaran terdiri atas 2 macam, yaitu : 1. Senyawa-senyawa yang mempunyai efek fungistatik yakni senyawa yang

hanya mampu menghentikan perkembangan cendawan. Cendawan akan berkembang lagi jika senyawa tersebut hilang.


(25)

2. Senyawa-senyawa yang mempunyai efek fungitoksik yakni senyawa yang mampu membunuh cendawan. Cendawan tidak akan berkembang lagi meski senyawa tersebut hilang, kecuali ada infeksi baru.

Adapun keuntungan yang diperoleh dari penggunaan fungisida adalah : - Mudah diaplikasikan

- Memerlukan sedikit tenaga kerja - Penggunaannya praktis

- Jenis dan ragamnya bervariasi

- Hasil pengendalian tuntas (Djojosumarto, 2000).

Menurut cara kerjanya didalam tubuh tanaman sasaran yang diaplikasi, fungisida terdiri atas :

1. Fungisida non-sistemik, yakni hanya membentuk lapisan penghalang di

permukaan tanaman (umumnya daun) tempat fungisida disemprotkan, fungisida ini mencegah infeksi cendawan dengan menghambat perkecambahan spora atau miselia jamur yang menempel di permukaan daun.

2. Fungisida sistemik, yaitu fungisida yang diabsorbsi oleh organ-organ tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya lewat aliran cairan tanaman. 3. Fungisida sistemik lokal, yaitu fungisida yang diabsorbsi oleh jaringan

tanaman, tetapi tidak ditransfomasikan ke bagian tanaman lainnya. (Djojosumarto, 2000).

Fungisida mengendalikan atau mematikan cendawan dengan beberapa cara, antara lain dengan merusak dinding sel, mengganggu pembelahan sel, mempengaruhi permeabilitas membran sel, dan menghambat kerja enzim tertentu yang menghambat proses metabolisme cendawan (Djojosumarto, 2000).


(26)

Dalam penelitian ini yang akan digunakan adalah jenis bahan aktif fungisida yang sering digunakan yaitu fungisida yang bersifat non-sistemik (Propineb dan Mankozeb) dan sistemik (Difenokonazol dan Tebukonazol).

1) Propineb

Propineb tergolong kedalam fungisida non-sistemik, dengan rumus molekul (C5H8N2S4Zn)x (Gambar 5).

Gambar 5 : Gambar rumus bangun Propineb

Sumber : http://www.alanwood.net/pesticides/propineb.html

Fungisida ini mengandung bahan pembasah tipe deterjen yaitu bahan yang berfungsi untuk meningkatkan tepung pembawa pestisida untuk didespersikan dalam air agar tidak mengambang pada permukaan. Selain itu juga ditambahkan bahan perata dan perekat agar permukaan tanaman yang berlilin mampu ditempeli fungisida ini (Wudianto, 2001).

2) Mankozeb

Mankozeb pertama kali terdaftar di Amerika Serikat pada tahun 1948 sebagai fungisida berspektrum luas untuk digunakan pada bidang pertanian, pengelolaan rumput profesional, dan hortikultura (Edward, 2005)


(27)

Fungisida ini termasuk kedalam fungisida non-sistemik, dengan rumus molekul (C4H6N2S4Mn)x(Zn)y (Gambar 6).

Gambar 6 : Gambar rumus bangun Mankozeb Sumber : http://hzweiyuan.en./Mancozeb.html

Cara kerja fungisida ini adalah dengan menghambat kerja enzim yang ada pada jamur dengan menghasilkan lapisan enzim yang mengandung unsur logam yang berperan dalam pembentukan ATP. Mancozeb digunakan untuk melindungi tanaman dari jamur patogen yang dapat menyebabkan kerugian secara ekonomi (Thomson, 1992)

3) Difenokonazol

Difenokonazol tergolong kedalam fungisida sistemik, dengan rumus molekul C19H17Cl2N3O (Gambar 7).

Gambar 7 : Gambar rumus bangun Difenokonazol Sumber : http://traderscity.com/difenoconazole.html


(28)

Fungisida ini berbentuk cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan aktif dengan perantara emulsi. Dalam penggunaannya biasanya dicampur dengan bahan pelarut berupa air, hasil pengenceran cairan semprotnya disebut emulsi (Wudianto, 2001).

4) Tebukonazol

Tebukonazol tergolong kedalam fungisida sistemik, dengan rumus molekul C16H22ClN3O (Gambar 8).

Gambar 8 : Gambar rumus bangun Tebukonazol Sumber : http://hardware-wholesale.com/tebuconazole.html

Fungisida berbentuk tepung kering ini belum dapat secara langsung digunakan untuk mengendalikan jamur patogen, tetapi harus terlebih dahulu dicampur dengan air. hasil pencampuran fungisida ini dengan air disebut suspensi. Fungisida ini tidak tercampur dengan air, melainkan hanya tercampur saja. Oleh karena itu, sewaktu fungisida ini disemprotkan tangki penyemprot harus sering diaduk (Wudianto, 2001).


(29)

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 25 mdpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai November 2013.

Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoclave, laminar air flow, timbangan analitik, cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer, beaker glass, bor gabus, jarum inokulum, pemanas bunsen, hot plate, dilutor, preparat glass, deck glass, kamera digital, mikro pipet, dan mikroskop binokuler.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur Metarhizium

anisopliae, media PDA, fungisida (dengan bahan aktif propineb 70 WP,

mankozeb 80 WP, difenokonazol 250 EC dan tebukonazol 25 WP), aquades, aluminium foil, spritus, alcohol 96 % dan cling warp.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan RAL non faktorial dengan perlakuan, yaitu :

F0

F

: Kontrol (tanpa fungisida)

1

F

: 1000 ppm Propineb 70 WP = 1,43 mg propineb 70 WP/l

2

F

: 5000 ppm Propineb 70 WP = 7,14 mg propineb 70 WP/l

3

F

: 10.000 ppm Propineb 70 WP = 14,3 mg propineb 70 WP/l

4

F

: 15.000 ppm Propineb 70 WP = 21,43 mg propineb 70 WP/l

5

F

: 20.000 ppm Propineb 70 WP = 28,57 mg propineb 70 WP/l


(30)

F7

F

: 5000 ppm Mankozeb 80 WP = 6,25 mg Mankozeb 80 WP/l

8

F

: 10.000 ppm Mankozeb 80 WP = 12,5 mg Mankozeb 80 WP/l

9

F

: 15.000 ppm Mankozeb 80 WP = 18,75 mg Mankozeb 80 WP/l

10

F

: 20.000 ppm Mankozeb 80 WP = 25 mg Mankozeb 80 WP/l

11

F

: 1000 ppm Difenokonazol 250 EC = 0,004 ml Difenokonazol 250 EC/l

12

F

: 5000 ppm Difenokonazol 250 EC = 0,02 ml Difenokonazol 250 EC/l

13

F

: 10.000 ppm Difenokonazol 250 EC = 0,04 ml Difenokonazol 250 EC/l

14

F

: 15.000 ppm Difenokonazol 250 EC = 0,06 ml Difenokonazol 250 EC/l

15

F

: 20.000 ppm Difenokonazol 250 EC = 0,08 ml Difenokonazol 250 EC/l

16

F

: 1000 ppm Tebukonazol 25 WP = 4 mg Tebukonazol 25 WP/l

17

F

: 5000 ppm Tebukonazol 25 WP = 20 mg Tebukonazol 25 WP/l

18

F

: 10.000 ppm Tebukonazol 25 WP = 40 mg Tebukonazol 25 WP/l

19

F

: 15.000 ppm Tebukonazol 25 WP = 60 mg Tebukonazol 25 WP/l

20

Jumlah Perlakuan : 21

: 20.000 ppm Tebukonazol 25 WP = 80 mg Tebukonazol 25 WP/l

Jumlah Ulangan : 3 Jumlah Perlakuan Seluruhnya : 63

Perlakuan yang diperoleh adalah sebagai berikut : F0(1) F0(2) F0

F

(3)

1(1) F1(2) F1

F

(3)

2(1) F2(2) F2

F

(3)

3(1) F3(2) F3

F

(3)

4(1) F4(2) F4

F

(3)

5(1) F5(2) F5

F

(3)


(31)

F7(1) F7(2) F7

F

(3)

8(1) F8(2) F8

F

(3)

9(1) F9(2) F9

F

(3)

10(1) F10(2) F10

F

(3)

11(1) F11(2) F11

F

(3)

12(1) F12(2) F12

F

(3)

13(1) F13(2) F13

F

(3)

14(1) F14(2) F14

F

(3)

15(1) F15(2) F15

F

(3)

16(1) F16(2) F16

F

(3)

17(1) F17(2) F17

F

(3)

18(1) F18(2) F18

F

(3)

19(1) F19(2) F19

F

(3)

20(1) F20(2) F20

Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut: (3)

: Respon atau nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j : Nilai tengah umum

: Nilai pengamatan perlakuan ke-i : Nilai pengamatan kelompok ke-j

Apabila hasil analisa sidik ragam menunjukkan nilai berbeda nyata maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan.


(32)

Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Media PDA

Disediakan kentang 200 gr, dextrose 20 gr, dan agar 14 gr, kentang dipotong dadu kecil kemudian direbus hingga kentang matang lalu disaring dan diambil air saringannya dalam beaker glass , kemudian di tambahkan dextrose, agar dan aquades hingga mencapai 1000 ml, diaduk hingga homogen dan dipanaskan di atas hot plate hingga larutan mendidih, setelah mendidih dimasukkan larutan PDA ke dalam erlenmeyer ukuran 200 ml untuk kemudian ditutup dengan menggunakan kapas steril dan aluminium foil lalu dibalut dengan cling warp, selanjutnya dimasukkan kedalam autoklaf untuk disterilkan selama 15 menit dengan suhu 121o

Penyediaan Bahan Aktif Fungisida

C pada tekanan 1,5 atm, kemudian bila diperlukan media PDA siap dituang ke cawan petri sesuai kebutuhan dan dapat disimpan sebagai stok media.

Penyediaan bahan aktif fungisida didapatkan dengan menambahkan bahan aktif fungisida kedalam media PDA sesuai dengan perlakuan, yaitu :

Pada F0 dilakukan tanpa adanya penambahan b.a. fungisida pada 1 liter media

PDA. Pada F1 didapat dengan mengambil 1 ml dari larutan fungisida 1,43 mg

propineb 70 WP/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F2 didapat dengan

mengambil 1 ml dari larutan fungisida 7,14 mg propineb 70 WP/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F3 didapat dengan mengambil 1 ml dari larutan

fungisida 14,3 mg propineb 70 WP/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F4 didapat dengan mengambil 1 ml dari larutan fungisida 21,43 mg propineb 70


(33)

1 ml dari larutan fungisida 28,57 mg propineb 70 WP/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F6 didapat dengan mengambil 1 ml dari larutan fungisida 1,25

mg Mankozeb 80 WP/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F7 didapat

dengan mengambil 1 ml dari larutan fungisida 6,25 mg Mankozeb 80 WP/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F8 didapat dengan mengambil 1 ml

dari larutan fungisida 12,5 mg Mankozeb 80 WP/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F9 didapat dengan mengambil 1 ml dari larutan fungisida 18,75

mg Mankozeb 80 WP/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F10 didapat

dengan mengambil 1 ml dari larutan fungisida 25 mg Mankozeb 80 WP/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F11 didapat dengan mengambil 1 ml

dari larutan fungisida 0,004 ml Difenokonazol 250 EC/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F12 didapat dengan mengambil 1 ml dari larutan fungisida 0,02

ml Difenokonazol 250 EC/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F13

dilakukan dengan menambahkan 0,04 ml Difenokonazol 250 EC/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F14 didapat dengan mengambil 1 ml dari larutan

fungisida 0,06 ml Difenokonazol 250 EC/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F15 didapat dengan mengambil 1 ml dari larutan fungisida 0,08 ml

Difenokonazol 250 EC/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F16 didapat

dengan mengambil 1 ml dari larutan fungisida 4 mg Tebukonazol 25 WP/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F17 didapat dengan mengambil 1 ml

dari larutan fungisida 20 mg Tebukonazol 25 WP/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F18 didapat dengan mengambil 1 ml dari larutan fungisida 40

mg Tebukonazol 25 WP/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F19


(34)

WP/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA. Pada F20

Penyediaan Sumber Inokulum

didapat dengan mengambil 1 ml dari larutan fungisida 80 mg Tebukonazol 25 WP/l ditambahkan dengan 9 ml media PDA.

Biakan M. anisopliae. diperoleh dengan menumbuhkan jaringan tubuh serangga yang diduga terserang gejala entomopatogen M. anisopliae di lapangan

pada media PDA dan dilakukan pengamatan setiap hari. Jamur yang diduga M. anisopliae yang tumbuh, diisolasi pada media PDA yang baru hingga didapat

biakan murni. M. anisopliae dapat dilihat dengan pengamatan morfologi jamur yaitu dengan melihat warna biakan. Kemudian dilakukan pengamatan mikroskopis untuk memastikan jamur yang tumbuh adalah M. anisopliae.

Pengujian di Laboratorium

Pengujian dilakukan dengan menggunakan cawan petri berdiameter 9 cm yang telah diisi dengan media PDA + bahan aktif fungisida sesuai dengan dosis perlakuan (Gambar 9a) dan inokulum M. anisopliae diinokulasi pada bagian tengah cawan petri (Gambar 9b).

a b

Gambar 9 : Bagan peletakan M. anisopliae pada cawan petri (a) Media PDA + b.a fungisida (b) Inokulum M. anisopliae.


(35)

Selanjutnya cawan petri diinkubasi di dalam ruangan pada suhu kamar. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga pertumbuhan M. anisopliae pada cawan petri di media kontrol atau pada salah satu cawan petri di media yang diberi perlakuan fungisida penuh.

Pengamatan Mikroskopis M. anisopliae

Pengamatan mikroskopis jamur dilakukan dengan metode mikrokultur. Kertas tisu, object glass, dan cover glass dimasukkan ke dalam cawan petri steril lalu disterilkan di dalam autoclaf. Setelah steril, dipotong media PDA yang telah diberi perlakuan bahan aktif fungisida dengan bentuk kubus dan diletakkan di atas object glass, kemudian diinokulasikan spora jamur M. anisopliae pada bagian atas potongan PDA lalu ditutup dengan cover glass. Mikrokultur ini diinkubasi pada suhu kamar selama 3x24 jam lalu diamati dengan mikroskop binokuler.

Parameter Pengamatan

1. Diameter koloni M. anisopliae

Perbandingan diameter koloni media M. anisopliae yang diberi perlakuan dengan kontrol dilakukan dengan cara membandingkan diameter koloni pertumbuhan koloni M. anisopliae pada cawan petri tiap-tiap perlakuan yang ditambahkan bahan aktif fungisida dengan kontrol.

2. Luas pertumbuhan Koloni M. anisopliae

Luas pertumbuhan M. anisopliae dilakukan dengan cara menggambar pola luas pertumbuhan koloni jamur pada cawan petri menggunakan plastik transparan, digunting sesuai pola pertumbuhan dan ditimbang beratnya, selanjutnya nilai berat timbangan koloni tersebut ditransformasikan ke satuan cm. Pengamatan


(36)

dihentikan jika pertumbuhan M. anisopliae pada cawan petri di media kontrol atau pada salah satu cawan petri di media yang diberi perlakuan fungisida penuh. 3. Makroskopis M. anisopliae

Pengamatan makroskopis dilakukan dengan mengamati secara langsung meliputi warna, bentuk, margin, dan elevasi koloni M. anisopliae pada cawan petri untuk tiap-tiap perlakuan.


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Diameter Koloni M. anisopliae

Pengamatan dilakukan dari 1 hari setelah inokulasi sampai 10 hari setelah inokulasi. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis bahan aktif fungisida dengan konsentrasi bahan aktif fungisida tersebut adalah sangat nyata. Hal ini menunjukkan jika pengaruh bahan aktif fungisida dan tingkat konsentrasi bahan aktif fungisida tersebut berpengaruh terhadap rataan diameter koloni jamur M. anisopliae.

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan diameter koloni jamur M. anisopliae yang diamati mulai dari 1 sampai 10 hari setelah inokulasi.


(38)

Tabel 1. Diameter koloni M. anisopliae pada 1-10 hsi (cm)

Perlakuan Diameter Koloni (cm)

1hsi 2hsi 3hsi 4hsi 5hsi 6hsi 7hsi 8hsi 9hsi 10hsi F0 1.08bcdefg 1.89bc 2.73cde 3.51cdefg 4.24cdef 4.93ghij 5.64ghi 6.28ghij 6.87ghi 7.29cdefgh F1 1.24a 2.14a 3.13a 4.06ab 4.55abc 5.74abc 6.35ab 6.94a 7.27abcd 7.44bcdef F2 1.04efghij 1.79cdefg 2.80b 3.60cd 4.40bcde 5.33cdef 6.04cde 6.66bcd 7.30ab 7.51abc F3 1.14b 1.80cdef 2.79cd 3.57cdef 4.58ab 5.36cde 6.05cd 6.65cde 7.29abc 7.51abcd F4 1.06defgh 1.80bcde 2.52ghij 3.41cdefghij 4.10fghij 4.99fghi 5.65gh 6.36efgh 6.85ghijk 7.39bcdefg F5 0.96jk 1.33hijk 2.33jk 2.98defghijk 3.78ghijk 4.68jkl 5.20kl 5.88hijk 6.26kl 6.83jk F6 1.13bcd 1.94b 3.00a 4.07a 4.75a 5.77a 6.45a 6.87ab 7.37a 7.67a F7 1.14bc 1.88bc 2.79c 3.72bc 4.51bcd 5.38cd 6.17bc 6.82abc 7.22abcde 7.60ab F8 1.09bcdef 1.85bcd 2.68cdef 3.59cde 4.23defg 5.20cdefg 5.96cdefg 6.56cdef 7.17bcdef 7.50abcde F9 1.11bcde 1.68fgh 2.62defg 3.41cdefghi 4.12fghi 4.89ghijk 5.55ghijk 6.52defg 7.03efg 7.18ghij F10 0.95jkl 1.65ghi 2.56fgh 3.47cdefgh 4.17efgh 5.04fgh 5.61ghij 6.32fghi 6.97fgh 7.27efghi F11 0.76l 1.02ijkl 1.24lm 1.72efghijkl 1.97hijkl 2.44lm 2.87lm 3.24ijkl 3.63lm 4.02l F12 0.81l 0.83mno 1.01mn 1.10ghijklmn 1.16jklmn 1.29n 1.39no 1.49lmno 1.60n 1.71m F13 0.75l 0.84lmno 0.89n 0.95ijklmn 1.06lmn 1.13n 1.19o 1.29mno 1.37n 1.43m F14 0.83l 0.87klmn 0.90n 0.95jklmn 0.98mn 1.00n 1.00o 1.01o 1.07n 1.11m F15 0.75m 0.80o 0.83n 0.88klmn 0.93n 0.99n 1.07o 1.14no 1.23n 1.26m F16 0.82l 1.00jklm 1.31kl 1.57fghijklm 1.90ijklm 2.13mn 2.60mn 2.94jklm 3.40mn 3.86lm F17 0.77l 0.83no 0.84n 0.97hijklmn 1.11klmn 1.31n 1.55no 1.76klmn 1.93n 2.27m F18 0.73n 0.75o 0.77o 0.79n 0.80n 0.82n 0.83o 0.89o 0.94n 1.03m F19 0.77l 0.79o 0.80n 0.81mn 0.88n 0.98n 1.03o 1.13o 1.13n 1.28m F20 0.79l 0.79o 0.81n 0.82lmn 0.85n 0.85n 0.85o 0.85o 0.87n 0.88m

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%.


(39)

Dari hasil pengamatan pada tabel 1 terlihat perbedaan pertumbuhan antara kontrol dengan perlakuan F1 (1000 ppm propineb 70 WP), F2 (5000 ppm propineb 70 WP), F3 (10.000 ppm propineb 70 WP), F4 (15.000 ppm propineb 70 WP), dan F5 (20.000 ppm propineb 70 WP). Tidak terlihat perbedaan nyata akibat perbedaan konsentrasi pada perlakuan F1 (1000 ppm propineb 70 WP), F2 (5000 ppm propineb 70 WP), F3 (10.000 ppm propineb 70 WP), dan F4 (15.000 ppm propineb 70 WP) dengan kontrol, tetapi berbeda nyata pada F5 (20.000 ppm propineb 70 WP). Hal ini dapat terlihat pada gambar 10.

Gambar 10 : Grafik perbandingan diameter pertumbuhan koloni antara M. anisopliae antara kontrol dengan propineb (cm).

Pertumbuhan M. anisopliae mulai terhambat pada perlakuan propineb dengan konsentrasi 20.000 ppm karena terjadi penghambatan perkecambahan dan pemencaran konidia serta penghambatan pembentukan acervuli pada miselium. Tiancang dkk (2008) menyatakan bahwa propineb pada dosis tertentu menunjukkan penghambatan pada perkecambahan dan pemencaran konidia serta penghambatan pembentukan acervuli pada miselium. Penghambatan perkecambahan konidia akan menurunkan jumlah konidia yang dihasilkan.


(40)

Pembentukan acervuli penting karena acervuli merupakan konidiofor yang berbentuk menyerupai piring kecil yang berperan dalam penghasilan konidia dan penyebarannya. Propineb juga menghambat banyak fungsi kerja sel jamur yang berperan dalam terganggunya transfer energi ke seluruh bagian sel.

Dari tabel 1 terlihat perbedaan pertumbuhan antara kontrol dengan perlakuan F6 (1000 ppm mankozeb 80 WP), F7 (5000 ppm mankozeb 80 WP), F8 (10.000 ppm mankozeb 80 WP), F9 (15.000 ppm mankozeb 80 WP), dan F10 (20.000 ppm mankozeb 80 WP). Berbeda nyata dengan kontrol akibat perbedaan konsentrasi terlihat pada perlakuan F6 (1000 ppm mankozeb 80 WP) dan F7 (5000 ppm mankozeb 80 WP) dengan menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan F8 (10.000 ppm mankozeb 80 WP), F9 (15.000 ppm mankozeb 80 WP), dan F10 (20.000 ppm mankozeb 80 WP). Hal ini dapat terlihat pada gambar 11.

Gambar 11 : Grafik perbandingan diameter pertumbuhan koloni antara M. anisopliae antara kontrol dengan mankozeb (cm).


(41)

Pertumbuhan M. anisopliae tidak terhambat pada perlakuan F6 (1000 ppm mankozeb 80 WP) dan F7 (5000 ppm mankozeb 80 WP) karena mankozeb kurang efektif menekan pertumbuhan patogen tular tanah. Maganey dan Bull (2003) menyatakan bahwa mankozeb kurang efektif menekan patogen tular tanah karena target utamanya adalah menekan pertumbuhan patogen tular daun.

Penghambatan pertumbuhan pada F8 (10.000 ppm mankozeb 80 WP), F9 (15.000 ppm mankozeb 80 WP), dan F10 (20.000 ppm mankozeb 80 WP) muncul dikarenakan mankozeb merubah isothiocyanate dan menghambat sistem kerja enzim dalam pembentukan ATP. Gortz dan Dias (2011) menyatakan bahwa mankozeb mengganggu pertumbuhan jamur dengan merubah isothiocyanate dengan mematikan fungsi gugus sulphahydral pada enzim yang dihasilkan jamur sehingga merusak dinding sel jamur dan menghambat sistem kerja enzim dalam pembentukan ATP. ATP penting karena peranannya sebagai sumber cadangan energi yang sewaktu-waktu dapat digunakan keseluruh bagian sel, dan sifatnya yang tidak habis karena dapat dihasilkan lagi dengan menambahkan gugus posfat pada ADP untuk membentuk ATP kembali.

Dari tabel 1 terlihat perbedaan pertumbuhan antara kontrol dengan perlakuan F11 (1000 ppm difenokonazol 250 EC), F12 (5000 ppm difenokonazol 250 EC), F13 (10.000 ppm difenokonazol 250 EC), F14 (15.000 ppm difenokonazol 250 EC), dan F15 (20.000 ppm difenokonazol 250 EC). Terlihat berbeda nyata dengan kontrol akibat perbedaan konsentrasi pada perlakuan F11 (1000 ppm difenokonazol 250 EC), F12 (5000 ppm difenokonazol 250 EC), F13 (10.000 ppm difenokonazol 250 EC), F14 (15.000 ppm difenokonazol 250 EC),


(42)

dan F15 (20.000 ppm difenokonazol 250 EC). Hal ini dapat terlihat pada gambar 12.

Gambar 12 : Grafik perbandingan diameter pertumbuhan koloni antara M. anisopliae antara kontrol dengan difenokonazol (cm).

Pertumbuhan M.anisopliae terhambat pada perlakuan F11 (1000 ppm difenokonazol 250 EC), F12 (5000 ppm difenokonazol 250 EC), F13 (10.000 ppm difenokonazol 250 EC), F14 (15.000 ppm difenokonazol 250 EC), dan F15 (20.000 ppm difenokonazol 250 EC) dikarenakan difenokonazol merupakan fungisida sistemik yang menyebabkan pemendekan hifa dan penurunan fungsi haustoria. Vyas (1984) menyatakan bahwa difenokonazol menyebabkan pemendekan hifa dan penurunan fungsi haustoria sebagai penyerap makanan pada setiap bagian yang terinfeksi. Hifa akan membengkak dan membengkok bahkan 36 jam setelah terinfeksi akan menyebabkan kematian. Penurunan pertumbuhan hifa tidak selalu diikuti dengan penurunan pertumbuhan konidia, walau pertumbuhan tetap berlanjut tetap mengalami penurunan jumlah konidia.


(43)

Dari tabel 1 terlihat perbedaan pertumbuhan antara kontrol dengan perlakuan F16 (1000 ppm tebukonazol 25 WP), F17 (5000 ppm tebukonazol 25 WP), F18 (10.000 ppm tebukonazol 25 WP), F19 (15.000 ppm tebukonazol 25 WP) dan F20 (20.000 ppm tebukonazol 25 WP). Perbedaan nyata dengan kontrol akibat perbedaan konsentrasi terlihat pada perlakuan F16 (1000 ppm tebukonazol 25 WP), F17 (5000 ppm tebukonazol 25 WP), F18 (10.000 ppm tebukonazol 25 WP), F19 (15.000 ppm tebukonazol 25 WP) dan F20 (20.000 ppm tebukonazol 25 WP). Hal ini dapat terlihat pada gambar 13.

Gambar 13 : Grafik perbandingan diameter pertumbuhan koloni antara M. anisopliae antara kontrol dengan tebukonazol (cm).

Penghambatan pertumbuhan M. anisopliae pada perlakuan F16 (1000 ppm tebukonazol 25 WP), F17 (5000 ppm tebukonazol 25 WP), F18 (10.000 ppm tebukonazol 25 WP), F19 (15.000 ppm tebukonazol 25 WP) dan F20 (20.000 ppm tebukonazol 25 WP) dikarenakan tebukonazol sebagai fungisida sistemik menghambat biosintesis ergosterol dan terlepasnya kalium. Gortz dan Dias (2011) menyatakan bahwa tebukonazol menghambat biosintesis ergosterol yang terdapat


(44)

pada membran sel jamur, hal ini menyebabkan gangguan permeabilitas berupa terlepasnya kalium dan dapat menyebabkan kematian sel. Garraway dan Evans (1984) menyatakan bahwa kehilangan kalium akan menyebabkan penghambatan proses metabolisme, termasuk glycolysis dan respirasi yang mengakibatkan meningkatnya pelepasan K+

2. Luas Pertumbuhan Koloni M. anisopliae

. Kalium penting karena mengikat protein dalam sel dan mengaktifkan enzim aldolase, aldehyde dehydrogenase dan piruvat kinase.

Pengamatan dilakukan dari 1 hari setelah inokulasi sampai 10 hari setelah inokulasi. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis bahan aktif fungisida dengan konsentrasi bahan aktif fungisida tersebut adalah sangat nyata. Hal ini menunjukkan jika pengaruh bahan aktif fungisida dan tingkat konsentrasi bahan aktif fungisida tersebut berpengaruh terhadap rataan luas pertumbuhan koloni jamur M. anisopliae.

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan luas pertumbuhan koloni jamur M. anisopliae yang diamati mulai dari 1 sampai 10 hari setelah inokulasi.


(45)

Tabel 2. Luas pertumbuhan koloni M. anisopliae pada 1-10 hsi (cm2 Perlakuan

)

Luas Pertumbuhan Koloni (cm2)

1hsi 2hsi 3hsi 4hsi 5hsi 6hsi 7hsi 8hsi 9hsi 10hsi F0 0.83defgh 2.52efghij 5.42efghi 9.71hij 14.04fgh 20.09ghij 25.96ghij 31.12ijk 37.22ghijk 42.78defghi F1 1.39a 3.69a 8.54a 13.92a 19.08a 27.62a 33.57a 37.97abcd 41.28cd 43.99abcde F2 0.90bcdef 2.82bcd 6.36cde 10.84def 15.43de 22.92de 29.01def 35.11def 41.88bc 43.95abcdef F3 1.05b 2.78bcde 6.66bcd 11.14de 16.37cd 22.28def 29.19de 35.45de 41.24cde 44.74abc F4 0.87cdefg 2.71defg 5.98ef 10.61defg 15.01efg 21.52defgh 27.24fgh 33.08fghi 38.16ghi 42.82defg F5 0.72ghi 1.84jkl 4.59jkl 8.05kl 11.85kl 17.31kl 21.83kl 26.98kl 32.63kl 36.69kl F6 0.98bcd 3.05b 7.19b 12.79b 17.50b 25.96b 31.80b 38.76a 43.09a 45.23a F7 0.87cdefg 2.63defgh 6.92bc 12.49bcd 16.86bc 25.06bcd 31.01bcd 38.65ab 42.75ab 45.08ab F8 0.94bcde 2.71def 5.84efg 10.50defghi 15.09ef 22.09defg 27.51fg 34.17defg 40.38defg 44.03abcd F9 1.02bc 3.05bc 5.80efgh 10.57defgh 14.83efg 21.11efghi 27.02fghi 33.15fgh 38.42gh 40.83ij F10 0.68ij 2.11jk 5.04ij 9.41ijk 13.55ijk 19.53ijk 24.91ijk 31.46ij 37.78ghij 40.79ijk F11 0.68ijk 0.94lm 1.50lm 2.56lm 3.27klm 5.00klm 6.63klm 8.54klm 10.76klm 13.17klm F12 0.56jkl 0.64lm 0.79m 1.02mn 1.13m 1.28m 1.54m 1.81m 2.11m 2.45m F13 0.53klm 0.53m 0.64m 0.79n 0.87m 0.94m 1.09m 1.17m 1.43m 1.66m F14 0.45m 0.56m 0.64m 0.71n 0.71m 0.87m 0.94m 0.94m 0.98m 0.98m F15 0.38n 0.45m 0.49m 0.60n 0.68m 0.75m 0.83m 1.02m 1.13m 1.35m F16 0.45m 0.68lm 1.17lm 1.73lmn 3.05klm 4.63klm 6.06klm 7.68klm 8.99lm 10.99lm F17 0.49m 0.53m 0.56m 0.79n 0.94m 1.47m 2.07m 2.60m 3.27m 4.29m F18 0.38n 0.41m 0.49m 0.49n 0.49m 0.49m 0.56m 0.64m 0.83m 0.98m F19 0.45m 0.45m 0.49m 0.49n 0.53m 0.71m 0.83m 0.90m 1.09m 1.32m F20 0.45m 0.45m 0.49m 0.49n 0.49m 0.49m 0.49m 0.49m 0.53n 0.53n

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%.


(46)

Dari hasil pengamatan pada tabel 2 terlihat perbedaan luas pertumbuhan M. anisopliae antara kontrol dengan seluruh perlakuan yang dicobakan. Terlihat

perbedaan nyata dengan kontrol akibat perbedaan bahan aktif dan konsentrasi fungisida.Hal ini dapat terlihat pada gambar 14.

0

10

20

30

40

50

F

0

F

1

F

2

F

3

F

4

F

5

F

6

F

7

F

8

F

9

F

10

F

11

F

12

F

13

F

14

F

15

F

16

F

17

F

18

F

19

F

20

Series 1

Gambar 14 : Histogram luas pertumbuhan koloni M. anisopliae (cm2). Luas pertumbuhan tertinggi terlihat pada F6 (1.000 ppm mankozeb 80 WP) sebesar 45,23 cm2 bahkan nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol sebesar 42,78 cm2

Fungisida yang masuk ke bagian-bagian penting jamur memang akan mengganggu fungsi bagian tersebut dan mungkin bekerja dengan merubah susunan dinding sel dengan membatasi enzim esensial di dalam sel atau mungkin

. Kemungkinan hal ini terjadi dikarenakan mankozeb kurang efektif menekan pertumbuhan patogen tular tanah sesuai dengan pernyataan Maganey dan Bull (2003) menyatakan bahwa target utama mankozeb adalah menekan pertumbuhan patogen tular daun.


(47)

juga merubah laju metabolisme, namun tidak berarti menghambat seluruh enzim yang dihasilkan jamur. Hal ini sesuai dengan literatur Misato dan Kakiki (1977) menyatakan bahwa fungisida tidak menghambat respirasi asam nuklead dan sintesa protein, tetapi secara umum menghambat dan bereaksi terhadap sel atau bagian-bagian patogen dan menghambat banyak fungsi metabolisme, menghambat penggabungan glicosamine dengan zat kitin pada dinding sel dan hal itu akan menimbulkan akumulasi uridine di phospat (UDP)-N-acetylglucosamine.

Penambahan fungisida pada media tumbuh akan berpengaruh menekan pertumbuhan koloni M. anisopliae, walaupun dengan dosis rendah fungisida

non-sistemik cukup kompatibel dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan M. anisopliae hal ini tidak menghilangkan dampak negatif fungisida dalam

mengendalikan jamur, karena pada dosis yang lebih tinggi terbukti memiliki dampak negatif. Penghambatan pertumbuhan jamur entomoptogen akan berdampak menurunnya daya infeksi jamur dan kegagalan dalam membunuh inangnya.

Luas pertumbuhan terendah terlihat pada F20 (20.000 ppm tebukonazol 25 WP) yaitu sebesar 0,53 cm2. Hal ini disebabkan tebukonazol sebagai fungisida sistemik sebagai penghambat biosintesa sel, hal itu karena mungkin fungisida sistemik juga mengganggu sintesa dinding sel jamur, sintesa dan fungsi membran sel, juga berpengaruh terhadap penghasilan energi dalam sel dan perantara metabolisme, mengganggu sintesa lipid dan fungsi inti sel (Sijpesteijn, 1970). Vyas (1984) menyatakan bahwa fungisida sistemik mengendalikan jamur patogen dengan membentuk berbagai penghambat kimia yang menyebar sebagai racun jamur dan menghambat pertumbuhan jamur melalui mekanisme yang lebih


(48)

spesifik dibandingkan fungisida non-sistemik dan juga, Hock dan Sisler (1969) menyatakan perbedaan cloroneb terhadap R. solani, Sclerotium rolfsii, N crassa,

dan Saccharomyces pastorianus tidak hanya menyebabkan penurunan

kemampuan metabolisme karena racun fungisida, tetapi juga karena kekurangan phenylalamine dalam protein hal ini berperan menghalangi pemencaran spora secara normal.

3. Makroskopis M. anisopliae

Pengamatan koloni M. anisopliae secara makroskopis dapat dilihat pada Tabel 3 .

Tabel 3. Morfologi koloni M. anisopliae secara makroskopis

Perlakuan Morfologi

Warna Bentuk Margin Elevasi F0 Hijau Tua Circular Curled Flat F1 Hijau Tua Circular Curled Flat F2 Hijau Tua Circular Curled Flat F3 Hijau Tua Circular Curled Flat F4 Hijau Tua Circular Curled Flat F5 Hijau Tua Circular Curled Flat F6 Hijau Tua Circular Curled Flat F7 Hijau Tua Circular Curled Flat F8 Hijau Tua Circular Curled Flat F9 Hijau Tua Circular Curled Flat F10 Hijau Tua Circular Curled Flat F11 Hijau Tua Circular Entire Flat F12 Hijau Tua Irregular Undulate Convex F13 Hijau Tua Irregular Lobate Convex F14 Hijau Tua Irregular Lobate Umbonate F15 Hijau Tua Irregular Lobate Convex F16 Hijau Tua Circular Entire Flat F17 Hijau Tua Circular Serrate Convex F18 Putih Kekuningan Irregular Undulate Convex F19 Putih Kekuningan Irregular Undulate Flat F20 Putih Kekuningan Irregular Lobate Umbonate


(49)

Tabel 3 menunjukkan pengaruh fungisida terhadap bentuk morfologi M. anisopliae yaitu munculnya persamaan dan perbedaan makroskopis antara kontrol dengan perlakuan lainnya. Perbedaan muncul pada perlakuan F11 (1000 ppm difenokonazol 250 EC), F12 (5000 ppm difenokonazol 250 EC), F13 (10.000 ppm difenokonazol 250 EC), F14 (15.000 ppm difenokonazol 250 EC), F15 (20.000 ppm difenokonazol 250 EC), F16 (1.000 ppm tebukonazol 25 WP), F17 (5.000 ppm tebukonazol 25 WP), F18 (10.000 ppm tebukonazol 25 WP), F19 (15.000 ppm tebukonazol 25 WP), dan F20 (20.000 ppm tebukonazol 25 WP).

Pertumbuhan M. anisopliae pada perlakuan kontrol terlihat pada gambar 15 yaitu tumbuh dengan cepat, pada pertumbuhan awal berwarna keputihan dengan hifa halus dan tumbuh seragam dengan membentuk ligkaran konsentris yang terlihat jelas pada biakan, namun semakin tua biakan warna nya akan berubah menjadi hijau tua dan diikuti dengan perubahan warna lingkaran konsentris yang menjadi lebih tua.

Pertumbuhan M. anisopliae pada perlakuan propineb terlihat pada gambar 15 pada perlakuan F1 sampai F5 yang tidak terlalu berbeda dengan kontrol secara makroskopis yaitu tumbuh dengan cepat, hifa berwarna keputihan pada pertumbuhan awal dengan membentuk lingkaran pertumbuhan, namun pada pertumbuhan lanjut secara perlahan berubah warna menjadi hijau tua dan diikuti oleh warna lingkaran yang menjadi lebih gelap.

Pertumbuhan M. anisopliae pada perlakuan mankozeb terlihat pada gambar 15 pada perlakuan F6 sampai F10 yang juga tidak terlalu berbeda dengan kontrol secara makroskopis yaitu tumbuh dengan cepat, yang juga menunjukan pertumbuhan hifa berwarna putih pada awalnya yang membentuk lingkaran


(50)

pertumbuhan dengan warna yang sama, dan pada pertumbuhan lanjut secara perlahan berubah menjadi hijau tua diikuti dengan perubahan warna menjadi lebih gelap.

Pertumbuhan M. anisopliae pada perlakuan difenokonazol terlihat pada gambar 15 pada perlakuan F11 sampai F15 yang menunjukkan perbedaan dengan kontrol yaitu pertumbuhan lambat dan kecil dengan hifa berwarna putih yang tidak membentuk lingkaran yang karena pertumbuhannya terhambat secara horizontal menjadi menumpuk dan menebal keatas diikuti perubahan warna menjadi lebih gelap.

Pertumbuhan M. anisopliae pada perlakuan tebukonazol terlihat pada gambar 15 pada perlakuan F16 sampai F20 yang juga menunjukkan perbedaan dengan kontrol yaitu pertumbuhan yang lambat dan kecil serta semakin kecil sesuai dengan tingkat kenaikan konsentrasi yang diberikan, hifa berwarna putih yang juga tidak membentuk lingkaran pertumbuhan dan tidak menunjukkan terjadinya penebalan koloni yang berwarna gelap.


(51)

F0 F1 F2 F3 F4

F5 F6 F7 F8 F9

F10 F11 F12 F13 F14

F15 F16 F17 F18 F19

F20

Gambar 15 : Pengamatan koloni M. anisopliae secara makroskopis,berurut dari kiri ke kanan (kontrol, 1.000 ppm propineb 70WP, 5.000 ppm propineb 70 WP, 10.000 ppm propineb 70 WP, 15.000 ppm propineb 70 WP, 20.000 ppm propineb 70 WP, 1.000 ppm mankozeb 80 WP, 5.000 ppm mankozeb 80 WP, 10.000 ppm mankozeb 80 WP, 15.000 ppm mankozeb 80 WP, 20.000 ppm mankozeb 80 WP, 1000 ppm difenokonazol 250 EC, 5000 ppm difenokonazol 250 EC, 10.000 ppm difenokonazol 250 EC, 15.000 ppm difenokonazol 250 EC, 20.000 ppm difenokonazol 250 EC, 1.000 ppm tebukonazol 25 WP, 5.000 ppm tebukonazol 25 WP, 10.000 ppm tebukonazol 25 WP, 15.000 ppm tebukonazol 25 WP, 20.000 ppm tebukonazol 25 WP).


(52)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Perbedaan bahan aktif dan konsentrasi fungisida berpengaruh terhadap pertumbuhan Metarhizium anisopliae.

2. Propineb dan mankozeb pada dosis rendah tidak memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan koloni M. anisopliae.

3. Difenokonazol dan tebukonazol memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan koloni M. anisopliae.

4. Bentuk makroskopis Metarhizium anisopliae tetap sama pada perlakuan penambahan propineb dan mankozeb pada media tumbuh dan berbeda pada perlakuan penambahan difenokonazol dan tebukonazol pada media tumbuh. 5. Bentuk mikroskopis Metarhizium anisopliae tetap sama pada semua

perlakuan. Saran

Sebaiknya dilakukan pengurangan penggunaan difenokonazol dan tebukonazol yang berpengaruh negatif terhadap mikroba berguna.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Alexopoulus, C.J, dan C.W. Mims. 1979. Introductory Mycology Third Edition. John Wiley and Sons Inc. New York.

Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

Edward, D. 2005. Reregistration Eligibility Decision for Mancozeb. Environmental Protection Agency. United States.

Effendy, T.A. 2010. Uji Toksisitas Bioinsektisida Jamur Metarhizium sp. Berbahan Pembawa Bentuk Tepung untuk Mengendalikan Nilaparvata lugens (Stal.) (Homoptera : Delpachidae). Prosiding. Seminar Nasional UNSRI. 20-21 oktober 2010. Palembang.

Gabriel, B.P. dan Riyanto. 1989. Metarhizium anisopliae (Metsch.) Sor. Taksonomi, Patologi, Produksi, dan Aplikasinya. Proyek Pengembangan Perlindungan Tanaman Perkebunan, Departemen Pertanian, Jakarta. Garraway, M.O dan R.C. Evans. 1984. Fungal Nutrition and Physiology. John

Wiley & Sons, Inc. USA.

Gortz, A dan Dias, L. 2011. Use of Propineb for Physiological Curative Treatment Under Zinc Deficiency. Bayer Crop Science. Jerman.

Heriyanto dan Suharno. 2008. Studi Patogenitas Metarhizium anisopliae (metch.) Sor. Hasil Perbanyakan Medium Cair Alami Terhadap Larva Oryctes rhinoceros. Jurnal-jurnal Ilmu Pertanian, STPP Yogyakarta1(4).

Hock, W.K dan H. D. Sisler. 1969. Specificity and Mechanism of Antifungal Action of Chloroneb. Phytopathology 59:627.

Junianto, 2000 dalam Prayogo, Y. 2006. Upaya Mempertahankan Keefektifan Cendawan Entomopatogen untuk Mengendalikan Hama Tanaman Pangan. J.Litbang Pertanian 25 (2).

Maganey, R.C dan Bull. 2003. Effect of the Dithiocarbamate Fungicide Mancozeb on Sugar Cane Growth and Soil Biology in Yield Decline Affected Soils Proc. Aust. Soc. Sugar Cane vol 25.

McCoy, C., E.D. Quintela dan M.D. Faria. 2005. Envirimental Persistence of Entomopathogenic Fungi. Universitas of Florida.

Misato, T dan Kakiki. 1977. Inhibition of Fungal Cell Wall Synthesis and Cell Membrane Function. Antifungal Compounds Vol II. New York.


(54)

Mulyati, Y., Ratnaningsih., dan Khristiana, D.R. 2004. Pengaruh Fungisida Terhadap Pertumbuhan Koloni Jamur Entomopatogen Verticillium lecanii (Zimmerman) Isolat Probolinggo. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Malang

Murad, A.M., R.A. Laumann., T.A. Lima., R.B.C. Sarmento., E.F. Noronha., T.L. Rocha., M.C. Valadares-Inglis., dan O.L. Franco. 2006. Screening of Entomopathogenic Metarhizium anisopliae Isolates and Proteomic Analysis of Secretion Synthesized in Response to Cowpea Weevil (Callosobruchus maculatus) Exoskeleton. Comparative Biochemistry and Physiology Part C: Toxicology & Pharmacology. 142:365-370. Prayogo, Y., W. Tengkano., dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan

Entomopatogen Metarhizium anisopliae untuk Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura pada Kedelai. J. Litbang Pertanian. 24:19-26. Prayogo, Y. 2006. Upaya Mempertahankan Keefektifan Cendawan

Entomopatogen untuk Mengendalikan Hama Tanaman Pangan. J.Litbang Pertanian 25 (2).

Rustama, M.M., Melanie., dan B. Irawan. 2008. Patogenitas Jamur Entomopatogen Metarhizium anisopliae terhadap Crocidolomia

palvonana Fab. dalam Kegiatan Studi Pengendalian Hama Terpadu

Tanaman Kubis dengan Menggunakan Agensia Hayati. Lembaga

Penelitian UNPAD. UNPAD. Bandung.

Sambiran, W.J dan Weldy. 2007. Pertumbuhan Cendawan Metarhizum anisopliae (Metch) Sorokin pada Media Air Kelapa. Buletin Palma 33.

Santiago, D.R., A.G. Castillo., R.S. Arapan., M.V. Navasero., dan J.E. Eusebio. 2001. Efficacy of Metarhium anasopliae (Metsch.) Sor. Againts the Oriental Migratoria Locust, Locusta Migratoria Manilensis Meyen. The Philippine Agric. Scientist 84:26-34.

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. UGM Press. Yogyakarta.

Sijpesteijn, A.K. 1970. Biochemical Modes of Action of Agricultural Fungicides. World Rev. Pest Control 9:85.

Sudarmaji, 1996 dalam Heriyanto dan Suharno. 2008. Studi Patogenitas Metarhizium anisopliae (metch.) Sor. Hasil Perbanyakan Medium Cair Alami Terhadap Larva Oryctes rhinoceros. Jurnal-jurnal Ilmu Pertanian, STPP Yogyakarta 1(4).

Tanada dan Kaya, 1993 dalam Rustama, M.M., Melanie., dan B. Irawan. 2008. Patogenitas Jamur Entomopatogen Metarhizium anisopliae terhadap Crocidolomia palvonana Fab. dalam Kegiatan Studi Pengendalian Hama


(55)

Terpadu Tanaman Kubis dengan Menggunakan Agensia Hayati.

Lembaga Penelitian UNPAD. UNPAD. Bandung.

Thomson, W. T. 1992. Agriculture Chemicals. Book IV: Fungicides, Thomson Publication, Fresno, California.

Tiancang, Z., Zhao. H., Huang, L., Xi, H., Zhou. D., dan Cheng. J. 2008. Efficacy of Propineb for Controling Leaf Blotch Caused by Marssonina coronaria and its Effect on Zinc Content in Apple Leaves. J. of Acta Phytophylacica Sinica. 35(6): 519-524.

Trizelia., M.Y.Syahrawati, dan A.Mardinah. 2011. Patogenisitas Beberapa Isolat Cendawan Entomopatogen Metarhizium spp. terhadap Telur Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae). J.Entomol. Indon. 1(8):45-54. Vyas, S.C. 1984. Systemic Fungicides. Tata Mc-Graw Hill Publishing Company

Limited. New Delhi.


(56)

Lampiran 1:

PANJANG DIAMETER KOLONI DATA PENGAMATAN 1 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0 1.00 1.00 1.25 3.25 1.08 F1 1.27 1.22 1.22 3.71 1.24 F2 1.00 1.07 1.06 3.13 1.04 F3 1.10 1.13 1.21 3.43 1.14 F4 0.95 1.08 1.15 3.18 1.06 F5 0.81 1.05 1.02 2.88 0.96 F6 1.13 1.15 1.10 3.38 1.13 F7 1.17 1.10 1.15 3.42 1.14 F8 1.10 1.08 1.11 3.28 1.09 F9 1.16 1.16 1.02 3.33 1.11 F10 0.96 0.94 0.95 2.84 0.95 F11 0.66 0.96 0.66 2.27 0.76 F12 0.83 0.86 0.76 2.44 0.81 F13 0.77 0.72 0.77 2.25 0.75 F14 0.82 0.80 0.87 2.48 0.83 F15 0.79 0.74 0.71 2.24 0.75 F16 0.82 0.83 0.82 2.47 0.82 F17 0.73 0.77 0.81 2.30 0.77 F18 0.73 0.72 0.74 2.19 0.73 F19 0.77 0.80 0.75 2.31 0.77 F20 0.81 0.75 0.81 2.37 0.79 Total 19.34 19.88 19.89 59.11

Rataan 0.92 0.95 0.95 0.94

Daftar Sidik Ragam

SK Db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket

Perlakuan 20 1.74 0.09 17.98 1.83 2.35 ** Galat 42 0.20 0.00

Total 62 1.94 FK 55.45


(57)

Uji Jarak Duncan

rp SD RP

1.24 a 1.17121 2.84 0.02317 0.06579 1.14 b 1.07374 2.99 0.06926 1.14 bc 1.06842 3.09 0.07158 1.13 bcd 1.05180 3.16 0.07320 1.11 bcde 1.03564 3.21 0.07436 1.09 bcdef 1.01648 3.26 0.07552 1.08 bcdefg 1.00679 3.29 0.07621 1.06 defgh 0.98109 3.32 0.07691 1.04 efghij 0.96563 3.34 0.07737 0.96 jk 0.88040 3.35 0.07760 0.95 jkl 0.86916 3.36 0.07784 0.83 l 0.74847 3.39 0.07853 0.82 l 0.74324 3.40 0.07876 0.81 l 0.73277 3.42 0.07923 0.79 l 0.70854 3.43 0.07946 0.77 l

0.77 l 0.76 l 0.75 l 0.75 m


(58)

Lampiran 2:

PANJANG DIAMETER KOLONI DATA PENGAMATAN 2 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0 1.64 1.76 2.27 5.67 1.89 F1 2.06 2.22 2.13 6.41 2.14 F2 1.76 2.00 1.60 5.36 1.79 F3 1.54 1.90 1.96 5.39 1.80 F4 1.59 1.92 1.91 5.41 1.80 F5 1.34 1.59 1.07 3.99 1.33 F6 1.90 1.95 1.96 5.81 1.94 F7 1.90 1.90 1.85 5.64 1.88 F8 1.87 1.83 1.85 5.55 1.85 F9 1.77 1.79 1.48 5.03 1.68 F10 1.60 1.58 1.79 4.96 1.65 F11 0.97 1.13 0.95 3.05 1.02 F12 0.87 0.86 0.78 2.50 0.83 F13 0.82 0.81 0.90 2.52 0.84 F14 0.82 0.90 0.90 2.61 0.87 F15 0.85 0.79 0.77 2.40 0.80 F16 1.02 1.05 0.93 3.00 1.00 F17 0.82 0.81 0.85 2.48 0.83 F18 0.80 0.72 0.74 2.26 0.75 F19 0.78 0.80 0.79 2.36 0.79 F20 0.81 0.75 0.82 2.38 0.79 Total 27.48 29.00 28.26 84.73

Rataan 1.31 1.38 1.35 1.34

Daftar Sidik Ragam

SK Db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket

Perlakuan 20 15.39 0.77 41.90 1.83 2.35 **

Galat 42 0.77 0.02

Total 62 16.16

FK 113.96


(59)

Uji Jarak Duncan

rp SD RP

2.14 a 2.00669 2.84 0.04518 0.12831 1.94 b 1.79992 2.99 0.13508 1.89 bc 1.74840 3.09 0.13960 1.88 bc 1.73724 3.16 0.14276 1.85 bcd 1.70298 3.21 0.14502 1.80 bcde 1.65572 3.26 0.14728 1.80 cdef 1.64836 3.29 0.14864 1.79 cdefg 1.63701 3.32 0.14999 1.68 fgh 1.52611 3.34 0.15089 1.65 ghi 1.50165 3.35 0.15135 1.33 hijk 1.17620 3.36 0.15180 1.02 ijkl 0.86385 3.39 0.15315 1.00 jklm 0.84439 3.40 0.15361 0.87 klmn 0.71549 3.42 0.15451 0.84 lmno

0.83 mno 0.83 no 0.80 o 0.79 o 0.79 o


(60)

Lampiran 3:

PANJANG DIAMETER KOLONI DATA PENGAMATAN 3 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0 2.22 2.50 3.46 8.18 2.73 F1 3.05 3.26 3.07 9.38 3.13 F2 2.63 2.91 2.87 8.41 2.80 F3 2.65 2.85 2.87 8.37 2.79 F4 2.39 2.66 2.51 7.55 2.52 F5 2.17 2.51 2.33 7.00 2.33 F6 2.97 3.00 3.02 8.99 3.00 F7 2.80 2.97 2.61 8.38 2.79 F8 2.80 2.61 2.62 8.03 2.68 F9 2.57 2.80 2.50 7.87 2.62 F10 2.53 2.53 2.63 7.69 2.56 F11 1.18 1.37 1.17 3.71 1.24 F12 0.93 1.12 0.97 3.02 1.01 F13 0.85 0.90 0.92 2.67 0.89 F14 0.83 0.93 0.95 2.70 0.90 F15 0.90 0.79 0.80 2.49 0.83 F16 1.31 1.33 1.29 3.93 1.31 F17 0.82 0.81 0.90 2.53 0.84 F18 0.83 0.72 0.78 2.32 0.77 F19 0.81 0.80 0.80 2.40 0.80 F20 0.81 0.79 0.83 2.42 0.81 Total 38.01 40.13 39.88 118.01 Rataan 1.81 1.91 1.90 1.87

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket Perlakuan 20 52.39 2.62 86.88 1.83 2.35 ** Galat 42 1.27 0.03

Total 62 53.65

FK 221.05


(61)

Uji Jarak Duncan

rp SD RP

3.13 a 2.96263 2.84 0.05788 0.16437 3.00 a 2.82395 2.99 0.17305 2.80 b 2.62416 3.09 0.17884 2.79 c 2.60911 3.16 0.18289 2.79 cd 2.60421 3.21 0.18579 2.73 cde 2.53832 3.26 0.18868 2.68 cdef 2.48458 3.29 0.19042 2.62 defg 2.43085 3.32 0.19215 2.56 fgh 2.36869 3.34 0.19331 2.52 ghij 2.32311 3.35 0.19389 2.33 jk 2.13853 3.36 0.19447 1.31 kl 1.11380 3.39 0.19620 1.24 lm 1.04022 3.40 0.19678 1.01 mn 0.80906 3.42 0.19794 0.90 n

0.89 n 0.84 n 0.83 n 0.81 n 0.80 n


(62)

Lampiran 4:

PANJANG DIAMETER KOLONI DATA PENGAMATAN 4 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0 3.08 3.40 4.06 10.54 3.51 F1 3.97 4.29 3.91 12.17 4.06 F2 3.47 3.87 3.47 10.81 3.60 F3 3.58 3.84 3.30 10.72 3.57 F4 3.27 3.67 3.29 10.23 3.41 F5 2.87 2.85 3.23 8.95 2.98 F6 3.92 4.18 4.12 12.21 4.07 F7 3.51 4.21 3.43 11.15 3.72 F8 3.58 3.59 3.59 10.76 3.59 F9 3.08 3.66 3.50 10.24 3.41 F10 3.50 3.37 3.54 10.41 3.47 F11 1.71 1.76 1.69 5.16 1.72 F12 1.06 1.13 1.13 3.31 1.10 F13 0.94 0.92 1.00 2.86 0.95 F14 0.92 0.95 0.98 2.84 0.95 F15 0.98 0.82 0.86 2.65 0.88 F16 1.58 1.62 1.53 4.72 1.57 F17 1.18 0.83 0.92 2.92 0.97 F18 0.85 0.72 0.82 2.38 0.79 F19 0.83 0.80 0.82 2.44 0.81 F20 0.81 0.79 0.87 2.46 0.82 Total 48.65 51.22 50.02 149.88

Rataan 2.32 2.44 2.38 2.38

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket

Perlakuan 20 105.68 5.28 127.71 1.83 2.35 ** Galat 42 1.74 0.04

Total 62 107.42 FK 356.56


(63)

Uji Jarak Duncan

rp SD RP

4.07 a 3.87744 2.84 0.06780 0.19256 4.06 ab 3.85227 2.99 0.20273 3.72 bc 3.50549 3.09 0.20951 3.60 cd 3.38875 3.16 0.21425 3.59 cde 3.36836 3.21 0.21764 3.57 cdef 3.35097 3.26 0.22103 3.51 cdefg 3.28993 3.29 0.22307 3.47 cdefgh 3.24290 3.32 0.22510 3.41 cdefghi 3.18654 3.34 0.22646 3.41 cdefghij 3.18286 3.35 0.22714 2.98 defghijk 2.75419 3.36 0.22781 1.72 efghijkl 1.48815 3.39 0.22985 1.57 fghijklm 1.34247 3.40 0.23053 1.10 ghijklmn 0.87112 3.42 0.23188 0.97 hijklmn

0.95 ijklmn 0.95 jklmn 0.88 klmn 0.82 lmn 0.81 mn


(64)

Lampiran 5:

PANJANG DIAMETER KOLONI DATA PENGAMATAN 5 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0 3.83 4.08 4.81 12.72 4.24 F1 4.26 5.13 4.26 13.65 4.55 F2 4.17 4.59 4.44 13.20 4.40 F3 4.47 4.61 4.66 13.74 4.58 F4 3.98 4.44 3.88 12.30 4.10 F5 3.39 3.93 4.03 11.34 3.78 F6 4.63 4.81 4.82 14.25 4.75 F7 4.36 4.91 4.25 13.52 4.51 F8 4.14 4.29 4.27 12.70 4.23 F9 3.88 4.33 4.15 12.36 4.12 F10 4.18 4.09 4.25 12.51 4.17 F11 1.93 1.97 2.00 5.90 1.97 F12 1.13 1.13 1.21 3.47 1.16 F13 1.05 1.07 1.06 3.18 1.06 F14 0.93 1.00 1.01 2.94 0.98 F15 1.03 0.87 0.90 2.79 0.93 F16 1.91 1.95 1.84 5.70 1.90 F17 1.34 0.86 1.13 3.32 1.11 F18 0.85 0.73 0.82 2.39 0.80 F19 0.93 0.86 0.85 2.64 0.88 F20 0.81 0.82 0.91 2.54 0.85 Total 57.16 60.43 59.51 177.10

Rataan 2.72 2.88 2.83 2.81

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket

Perlakuan 20 162.99 8.15 162.33 1.83 2.35 ** Galat 42 2.11 0.05

Total 62 165.10 FK 497.85


(65)

Uji Jarak Duncan

rp SD RP

4.75 a 4.53589 2.84 0.07469 0.21211 4.58 ab 4.35469 2.99 0.22331 4.55 abc 4.31922 3.09 0.23078 4.51 bcd 4.26899 3.16 0.23601 4.40 bcde 4.15826 3.21 0.23974 4.24 cdef 3.99652 3.26 0.24348 4.23 defg 3.98728 3.29 0.24572 4.17 efgh 3.92004 3.32 0.24796 4.12 fghi 3.86855 3.34 0.24945 4.10 fghij 3.84980 3.35 0.25020 3.78 ghijk 3.52905 3.36 0.25095 1.97 hijkl 1.71381 3.39 0.25319 1.90 ijklm 1.64607 3.40 0.25393 1.16 jklmn 0.89957 3.42 0.25543 1.11 klmn

1.06 lmn 0.98 mn 0.93 n 0.88 n 0.85 n


(66)

Lampiran 6:

PANJANG DIAMETER KOLONI DATA PENGAMATAN 6 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0 4.56 4.92 5.31 14.78 4.93 F1 5.56 6.13 5.53 17.22 5.74 F2 5.14 5.52 5.34 15.99 5.33 F3 5.32 5.47 5.30 16.09 5.36 F4 4.92 5.23 4.82 14.96 4.99 F5 4.46 4.68 4.90 14.04 4.68 F6 5.68 5.83 5.80 17.31 5.77 F7 5.36 5.79 4.99 16.14 5.38 F8 5.44 5.08 5.08 15.60 5.20 F9 4.48 5.10 5.08 14.66 4.89 F10 5.05 4.99 5.08 15.12 5.04 F11 2.45 2.48 2.39 7.32 2.44 F12 1.21 1.32 1.33 3.86 1.29 F13 1.07 1.16 1.17 3.39 1.13 F14 0.97 1.00 1.03 2.99 1.00 F15 1.03 0.94 1.02 2.98 0.99 F16 2.16 2.23 2.01 6.40 2.13 F17 1.74 1.03 1.17 3.93 1.31 F18 0.85 0.73 0.89 2.46 0.82 F19 1.08 1.00 0.85 2.93 0.98 F20 0.81 0.82 0.93 2.55 0.85 Total 69.29 71.41 69.97 210.67

Rataan 3.30 3.40 3.33 3.34

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket

Perlakuan 20 252.79 12.64 288.65 1.83 2.35 ** Galat 42 1.84 0.04

Total 62 254.62 FK 704.44


(67)

Uji Jarak Duncan

rp SD RP

5.77 a 5.56991 2.84 0.06975 0.19809 5.74 abc 5.52944 2.99 0.20856 5.38 cd 5.16447 3.09 0.21553 5.36 cde 5.14159 3.16 0.22041 5.33 cdef 5.10610 3.21 0.22390 5.20 cdefg 4.97061 3.26 0.22739 5.04 fgh 4.81052 3.29 0.22948 4.99 fghi 4.75543 3.32 0.23157 4.93 ghij 4.69403 3.34 0.23297 4.89 ghijk 4.65133 3.35 0.23367 4.68 jkl 4.44364 3.36 0.23436 2.44 lm 2.20154 3.39 0.23646 2.13 mn 1.89585 3.40 0.23715 1.31 n 1.06945 3.42 0.23855 1.29 n

1.13 n 1.00 n 0.99 n 0.98 n 0.85 n


(68)

Lampiran 7:

PANJANG DIAMETER KOLONI DATA PENGAMATAN 7 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0 5.37 5.55 6.00 16.92 5.64 F1 6.16 6.75 6.15 19.06 6.35 F2 5.89 6.29 5.95 18.13 6.04 F3 6.00 6.14 6.02 18.16 6.05 F4 5.55 5.88 5.53 16.96 5.65 F5 5.09 5.30 5.22 15.60 5.20 F6 6.33 6.49 6.52 19.34 6.45 F7 6.01 6.61 5.88 18.50 6.17 F8 5.98 5.96 5.95 17.89 5.96 F9 5.30 5.89 5.45 16.64 5.55 F10 5.72 5.51 5.62 16.84 5.61 F11 2.89 2.88 2.83 8.60 2.87 F12 1.36 1.36 1.45 4.17 1.39 F13 1.07 1.23 1.28 3.58 1.19 F14 0.97 1.00 1.03 3.00 1.00 F15 1.14 1.02 1.05 3.21 1.07 F16 2.61 2.67 2.51 7.79 2.60 F17 2.01 1.19 1.45 4.64 1.55 F18 0.85 0.74 0.91 2.49 0.83 F19 1.15 1.08 0.85 3.08 1.03 F20 0.81 0.82 0.93 2.56 0.85 Total 78.20 80.35 78.56 237.11

Rataan 3.72 3.83 3.74 3.76

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket

Perlakuan 20 328.56 16.43 413.75 1.83 2.35 ** Galat 42 1.67 0.04

Total 62 330.23

FK 892.36


(69)

Uji Jarak Duncan

rp SD RP

6.45 a 6.25837 2.84 0.06642 0.18863 6.35 ab 6.15440 2.99 0.19860 6.17 bc 5.95976 3.09 0.20524 6.05 cd 5.84311 3.16 0.20989 6.04 cde 5.82879 3.21 0.21321 5.96 cdefg 5.74647 3.26 0.21653 5.65 gh 5.43348 3.29 0.21852 5.64 ghi 5.41749 3.32 0.22051 5.61 ghij 5.39116 3.34 0.22184 5.55 ghijk 5.32449 3.35 0.22251 5.20 kl 4.97683 3.36 0.22317 2.87 lm 2.63984 3.39 0.22516 2.60 mn 2.36917 3.40 0.22583 1.55 no 1.31984 3.42 0.22716 1.39 no

1.19 o 1.07 o 1.03 o 1.00 o 0.85 o


(70)

Lampiran 8:

PANJANG DIAMETER KOLONI DATA PENGAMATAN 8 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0 6.02 6.16 6.65 18.83 6.28 F1 6.81 7.20 6.81 20.82 6.94 F2 6.44 6.93 6.62 19.98 6.66 F3 6.61 6.84 6.50 19.94 6.65 F4 6.35 6.55 6.19 19.09 6.36 F5 5.84 5.86 5.94 17.64 5.88 F6 6.38 7.10 7.13 20.61 6.87 F7 6.99 7.04 6.43 20.46 6.82 F8 6.62 6.66 6.41 19.69 6.56 F9 6.60 6.53 6.43 19.56 6.52 F10 6.51 6.18 6.27 18.95 6.32 F11 3.28 3.16 3.28 9.71 3.24 F12 1.44 1.43 1.60 4.47 1.49 F13 1.12 1.40 1.35 3.87 1.29 F14 0.97 1.01 1.07 3.04 1.01 F15 1.17 1.07 1.20 3.43 1.14 F16 2.94 3.01 2.87 8.82 2.94 F17 2.29 1.40 1.58 5.27 1.76 F18 0.85 0.79 1.03 2.66 0.89 F19 1.25 1.30 0.85 3.39 1.13 F20 0.81 0.82 0.94 2.56 0.85 Total 87.25 88.39 87.10 262.74

Rataan 4.15 4.21 4.15 4.17

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket Perlakuan 20 408.48 20.42 433.85 1.83 2.35 ** Galat 42 1.98 0.05

Total 62 410.46

FK 1095.71


(71)

Uji Jarak Duncan

rp SD RP

6.94 a 6.73260 2.84 0.07232 0.20540 6.87 ab 6.65175 2.99 0.21625 6.82 abc 6.59452 3.09 0.22348 6.66 bcd 6.43146 3.16 0.22854 6.65 cde 6.41484 3.21 0.23216 6.56 cdef 6.32623 3.26 0.23577 6.52 defg 6.28006 3.29 0.23794 6.36 efgh 6.12289 3.32 0.24011 6.32 fghi 6.07344 3.34 0.24156 6.28 ghij 6.03472 3.35 0.24228 5.88 hijk 5.63499 3.36 0.24301 3.24 ijkl 2.99182 3.39 0.24518 2.94 jklm 2.69210 3.40 0.24590 1.76 klmn 1.50765 3.42 0.24735 1.49 lmno

1.29 mno 1.14 no 1.13 o 1.01 o 0.89 o


(72)

Lampiran 9:

PANJANG DIAMETER KOLONI DATA PENGAMATAN 9 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0 6.61 6.94 7.07 20.62 6.87 F1 7.12 7.55 7.14 21.81 7.27 F2 7.17 7.44 7.30 21.91 7.30 F3 7.30 7.25 7.31 21.86 7.29 F4 6.72 7.11 6.71 20.54 6.85 F5 6.23 6.44 6.10 18.77 6.26 F6 7.26 7.41 7.43 22.10 7.37 F7 7.30 7.28 7.07 21.65 7.22 F8 7.25 7.14 7.11 21.50 7.17 F9 6.93 7.16 7.00 21.09 7.03 F10 7.00 6.93 6.99 20.92 6.97 F11 3.68 3.55 3.66 10.88 3.63 F12 1.61 1.52 1.67 4.79 1.60 F13 1.18 1.56 1.37 4.10 1.37 F14 1.01 1.06 1.13 3.20 1.07 F15 1.28 1.21 1.20 3.69 1.23 F16 3.36 3.59 3.25 10.20 3.40 F17 2.53 1.55 1.72 5.79 1.93 F18 0.85 0.87 1.12 2.83 0.94 F19 1.26 1.30 0.85 3.40 1.13 F20 0.81 0.86 0.94 2.60 0.87 Total 94.42 95.69 94.09 284.20

Rataan 4.50 4.56 4.48 4.51

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket Perlakuan 20 477.80 23.89 708.91 1.83 2.35 ** Galat 42 1.42 0.03

Total 62 479.22

FK 1282.06


(73)

Uji Jarak Duncan

rp SD RP

7.37 a 7.19122 2.84 0.06119 0.17378 7.30 ab 7.12004 2.99 0.18296 7.29 abc 7.09792 3.09 0.18908 7.27 abcd 7.07463 3.16 0.19337 7.22 abcde 7.02058 3.21 0.19642 7.17 bcdef 6.96552 3.26 0.19948 7.03 efg 6.82868 3.29 0.20132 6.97 fgh 6.76884 3.32 0.20316 6.87 ghi 6.66862 3.34 0.20438 6.85 ghijk 6.64201 3.35 0.20499 6.26 kl 6.05140 3.36 0.20560 3.63 lm 3.41956 3.39 0.20744 3.40 mn 3.19195 3.40 0.20805 1.93 n 1.71873 3.42 0.20927 1.60 n

1.37 n 1.23 n 1.13 n 1.07 n 0.94 n


(74)

Lampiran 10:

PANJANG DIAMETER KOLONI DATA PENGAMATAN 10 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

F0 7.05 7.16 7.67 21.88 7.29 F1 7.37 7.61 7.33 22.31 7.44 F2 7.42 7.58 7.54 22.54 7.51 F3 7.48 7.45 7.61 22.53 7.51 F4 7.33 7.46 7.37 22.16 7.39 F5 6.54 6.89 7.06 20.49 6.83 F6 7.57 7.72 7.73 23.02 7.67 F7 7.62 7.60 7.57 22.79 7.60 F8 7.57 7.44 7.50 22.51 7.50 F9 7.16 7.33 7.06 21.55 7.18 F10 7.36 7.23 7.23 21.82 7.27 F11 3.96 4.02 4.08 12.06 4.02 F12 1.63 1.59 1.90 5.12 1.71 F13 1.21 1.71 1.37 4.28 1.43 F14 1.03 1.14 1.16 3.32 1.11 F15 1.28 1.28 1.21 3.77 1.26 F16 3.70 4.31 3.57 11.58 3.86 F17 2.86 1.75 2.20 6.80 2.27 F18 0.85 0.99 1.25 3.08 1.03 F19 1.49 1.49 0.85 3.82 1.27 F20 0.81 0.89 0.94 2.63 0.88 Total 99.24 100.61 100.17 300.02

Rataan 4.73 4.79 4.77 4.76

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket Perlakuan 20 512.91 25.65 533.47 1.83 2.35 ** Galat 42 2.02 0.05

Total 62 514.93

FK 1428.75


(75)

Uji Jarak Duncan

rp SD RP

7.67 a 7.46544 2.84 0.07308 0.20756 7.60 ab 7.37648 2.99 0.21852 7.51 abc 7.28717 3.09 0.22583 7.51 abcd 7.27905 3.16 0.23095 7.50 abcde 7.26840 3.21 0.23460 7.44 bcdef 7.19874 3.26 0.23826 7.39 bcdefg 7.14455 3.29 0.24045 7.29 cdefgh 7.05036 3.32 0.24264 7.27 efghi 7.02790 3.34 0.24410 7.18 ghij 6.93817 3.35 0.24483 6.83 jk 6.58243 3.36 0.24557 4.02 l 3.77024 3.39 0.24776 3.86 lm 3.61151 3.40 0.24849 2.27 m 2.01705 3.42 0.24995 1.71 m

1.43 m 1.28 m 1.26 m 1.11 m 1.03 m


(76)

Lampiran 11:

LUAS PERTUMBUHAN KOLONI DATA PENGAMATAN 1 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0 0.56 0.68 1.24 2.48 0.83 F1 1.47 1.47 1.24 4.18 1.39 F2 0.79 1.02 0.90 2.71 0.90 F3 0.90 1.02 1.24 3.16 1.05 F4 0.68 1.02 0.90 2.60 0.87 F5 0.56 0.68 0.90 2.14 0.71 F6 0.90 1.24 0.79 2.93 0.98 F7 0.90 0.90 0.79 2.60 0.87 F8 0.79 1.02 1.02 2.82 0.94 F9 1.13 1.13 0.79 3.05 1.02 F10 0.56 0.68 0.79 2.03 0.68 F11 0.45 0.79 0.79 2.03 0.68 F12 0.45 0.68 0.56 1.69 0.56 F13 0.56 0.45 0.56 1.58 0.53 F14 0.45 0.45 0.45 1.35 0.45 F15 0.45 0.45 0.23 1.13 0.38 F16 0.45 0.45 0.45 1.35 0.45 F17 0.45 0.45 0.56 1.47 0.49 F18 0.45 0.45 0.23 1.13 0.38 F19 0.45 0.45 0.45 1.35 0.45 F20 0.45 0.45 0.45 1.35 0.45 Total 13.88 15.91 15.34 45.13 Rataan 0.66 0.76 0.73 0.72

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket

Perlakuan 20 4.49 0.22 10.01 1.83 2.35 ** Galat 42 0.94 0.02

Total 62 5.43

FK 32.33


(77)

Uji Jarak Duncan

rp SD RP

1.39 a 1.25017 2.84 0.04994 0.14183 1.05 b 0.90368 2.99 0.14932 1.02 bc 0.86069 3.09 0.15431 0.98 bcd 0.82019 3.16 0.15781 0.94 bcde 0.78069 3.21 0.16031 0.90 bcdef 0.74020 3.26 0.16280 0.87 cdefg 0.70070 3.29 0.16430 0.87 cdefg 0.69920 3.32 0.16580 0.83 defgh 0.66020 3.34 0.16680 0.72 ghi 0.54770 3.35 0.16730 0.68 ij 0.50920 3.36 0.16780 0.68 ijk 0.50770 3.39 0.16930 0.56 jkl 0.39420 3.40 0.16980 0.53 klm 0.35521 3.42 0.17079 0.49 m

0.45 m 0.45 m 0.45 m 0.45 m 0.38 n


(78)

Lampiran 12:

LUAS PERTUMBUHAN KOLONI DATA PENGAMATAN 2 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

F0 1.92 2.48 3.16 7.56 2.52 F1 3.39 4.29 3.39 11.06 3.69 F2 2.60 3.27 2.60 8.47 2.82 F3 2.82 2.94 2.60 8.35 2.78 F4 2.26 2.71 3.16 8.13 2.71 F5 1.47 2.03 2.03 5.53 1.84 F6 2.94 3.05 3.16 9.14 3.05 F7 2.82 2.82 2.26 7.90 2.63 F8 2.71 2.48 2.94 8.13 2.71 F9 3.39 2.60 3.16 9.14 3.05 F10 2.03 2.03 2.26 6.32 2.11 F11 0.68 1.02 1.13 2.82 0.94 F12 0.56 0.68 0.68 1.92 0.64 F13 0.56 0.45 0.56 1.58 0.53 F14 0.45 0.68 0.56 1.69 0.56 F15 0.45 0.45 0.45 1.35 0.45 F16 0.68 0.68 0.68 2.03 0.68 F17 0.56 0.45 0.56 1.58 0.53 F18 0.45 0.45 0.34 1.24 0.41 F19 0.45 0.45 0.45 1.35 0.45 F20 0.45 0.45 0.45 1.35 0.45 Total 33.63 36.46 36.56 106.65 Rataan 1.60 1.74 1.74 1.69

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket Perlakuan 20 80.73 4.04 53.37 1.83 2.35 ** Galat 42 3.18 0.08

Total 62 83.90

FK 180.55


(1)

Lampiran 21:


(2)

(3)

(4)

85

Lampiran 22:


(5)

(6)

87


Dokumen yang terkait

Uji Efektifitas Metarrhizium anisopliae (Mecsth) Sorokin dan Beberapa Pelarut Terhadap Mortalitas Oryctes rhinoceros Linn di Laboratorium

0 38 104

Uji Efektivitas Beuveria bassiana (Balsamo) vuillemin dan Metarhizium anisopliae var anisopliae Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) Di Laboratorium

5 64 58

PENGARUH BEBERAPA ISOLAT Metarhizium anisopliae (Metch.) Sorokin TERHADAP MORTALITAS KEPIK PENGISAP BUAH KAKAO (Helopeltis theivora Waterhouse)

0 9 47

Uji Efektivitas Suspensi Baculovirus oryctes Dan Metarhizium anisopliae (Metch.) Sorokin Terhadap Brontispa longssima Gestro (Coleoptera: Chrysomelidae Di Laboratorium)

0 0 12

Uji Efektivitas Suspensi Baculovirus oryctes Dan Metarhizium anisopliae (Metch.) Sorokin Terhadap Brontispa longssima Gestro (Coleoptera: Chrysomelidae Di Laboratorium)

0 0 2

Uji Efektivitas Suspensi Baculovirus oryctes Dan Metarhizium anisopliae (Metch.) Sorokin Terhadap Brontispa longssima Gestro (Coleoptera: Chrysomelidae Di Laboratorium)

0 0 4

Uji Efektivitas Suspensi Baculovirus oryctes Dan Metarhizium anisopliae (Metch.) Sorokin Terhadap Brontispa longssima Gestro (Coleoptera: Chrysomelidae Di Laboratorium)

0 1 11

Uji Efektivitas Suspensi Baculovirus oryctes Dan Metarhizium anisopliae (Metch.) Sorokin Terhadap Brontispa longssima Gestro (Coleoptera: Chrysomelidae Di Laboratorium)

0 0 3

Dampak beberapa Fungisida terhadap Pertumbuhan Koloni Jamur Metarhizium Anisopliae (Metch) Sorokin di Laboratorium

0 0 11

DAMPAK BEBERAPA FUNGISIDA TERHADAP PERTUMBUHAN KOLONI JAMUR Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin DI LABORATORIUM SKRIPSI YONATHAN ALFONSO SITUMORANG

0 0 12