Pohon I Pohon II

64      298 , 1 2 1,564zt - 32,74 298 , 1 4 2 , 1      r     298 , 1 1,564zt - 32,74 2 , 1   r Kerusakan akibat tegangan lentur pada pohon kelapa 1 selalu dimulai pada jarak sejauh :     02 , 5 298 , 1 32,74 2 , 1     r cm dari pusat batang, sedangkan pada pohon 2 setiap sortimen yang diperoleh dari setiap ketinggian akan mulai mengalami kerusakan pada bagian batang sejauh     298 , 1 1,564t - 32,74 2 , 1   r dari pusat batang. Dalam bentuk grafik, posisi awal kerusakan gelugu dapat dilihat pada Gambar 25. Sesuai dengan Gambar 25, kerusakan tidak dimulai dari pusat batang meskipun kayu kelapa ckbc yang diperoleh dari pusat batang memiliki S R paling rendah. Kerusakan gelugu juga tidak diawali pada bagian tepi meskipun setiap serat bagian tepi menerima tegangan normal paling tinggi. Kerusakan gelugu dimulai pada bagian yang lebih dalam, yaitu bagian yang kapasitas seratnya sedikit lebih rendah daripada tegangan normal yang diterima. -15 -10 -5 5 10 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 posisi ketinggian t m ja ra k d ar i t iti k p us at r cm

a. Pohon I

tepi batang tepi batang titik kritis titik kritis -15 -10 -5 5 10 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 posisi ketinggian t m ja ra k d ar i t iti k p us at r cm

b. Pohon II

tepi batang tepi batang titik kritis titik kritis Gambar 25. Posisi titik kritis awal kerusakan gelugu akibat tegangan normal Keteguhan lentur patah ditentukan oleh titik kritisnya, yaitu posisi awal mula kerusakan terjadi. Oleh karena itu keteguhan lentur patah gelugu berkaitan erat dengan S R ckbc di titik kritisnya. Perkiraan keteguhan lentur patah kayu kelapa ckbc dari pohon 1 dan 2 pada titik kritisnya disajikan pada Tabel 27. Mengacu kurva linier pada Gambar 23, tegangan normal pada sortimen gelugu yang mengalami beban maksimum P max senantiasa melalui titik 65 koordinat r,  bernilai 0,0 dan r’,S R ’ di mana r’ adalah titik kritis dan S R ’ adalah MOR ckbc pada titik kritisnya. Menurut definisi, tegangan normal dapat disajikan dalam bentuk : r I M   , sehingga MI merupakan kemiringan slope kurva linier pada Gambar 23, yang dapat diselesaikan dengan: r S r S I M R R     . Tabel 27. MOR Sortimen Kayu Kelapa ckbc pada Titik Kritisnya Sort. ke- Tinggi m Pohon 1 Pohon 2 Pangkal Ujung Titik Kritis cm S R Nmm 2 Titik Kritis cm S R Nmm 2 1 2 5,02 63,99 5,58 63,63 2 2 4 5,02 63,99 5,30 59,76 3 4 6 5,02 63,99 4,99 55,88 4 6 8 5,02 63,99 4,67 52,01 5 8 10 5,02 63,99 4,32 48,13 6 10 12 5,02 63,99 3,94 44,25 7 12 14 5,02 63,99 3,52 40,38 Selanjutnya MOR sortimen gelugu merupakan tegangan normal maksimum pada batang. Tegangan normal maksimum pada batang terjadi pada serat yang berada pada jarak terjauh dari garis netral, yang dapat dinyatakan dengan: R I M S R  , di mana R adalah jari-jari gelugu di tengah batang. Kemiringan garis MI dan MOR S R setiap sortimen gelugu yang diperoleh dari pohon 1 dan pohon 2, disajikan pada Tabel 28. Meskipun penelitian empiris untuk menentukan kerapatan dan sifat mekanis gelugu belum pernah dilakukan, model-model matematis dapat dibangun berdasarkan kerapatan dan sifat mekanis kayu kelapa ckbc pada berbagai posisi horisontal dan vertikal sehingga kerapatan dan sifat mekanis gelugu dapat diduga. 66 Tabel 28. MOR Sortimen Gelugu Sort. ke- Tinggi m Pohon 1 Pohon 2 Pangkal Ujung MI R cm S R Nmm 2 MI R cm S R Nmm 2 1 2 12,74 12,73 162,21 11,40 14,68 167,28 2 2 4 12,74 11,66 148,55 11,28 13,39 151,12 3 4 6 12,74 10,59 134,89 11,19 12,11 135,53 4 6 8 12,74 9,52 121,24 11,14 10,82 120,56 5 8 10 12,74 8,44 107,58 11,14 9,53 106,24 6 10 12 12,74 7,37 93,92 11,23 8,25 92,63 7 12 14 12,74 6,30 80,26 11,46 6,96 79,83 Kerapatan, MOE, dan MOR gelugu menurun dengan semakin tinggi posisi asalnya dari batang pohon. Model silindris dan kerucut terpancung menghasilkan dugaan nilai kerapatan, MOE, dan MOR sortimen gelugu yang tidak jauh berbeda karena pohon kelapa memiliki taper kecil, dan pembagian batang menjadikannya sortimen berukuran pendek. Oleh karena itu penyederhanaan perhitungan mekanika struktur yang mengasumsikan keseragaman penampang sepanjang bentang masih dapat ditoleransi. Diameter penampang setiap sortimen yang dipergunakan untuk desain tumpukan gelugu pada penelitian ini adalah rata-rata diameter pangkal dan ujung setiap sortimen gelugu. Alternatif lain, yaitu model kerucut terpancung lebih mendekati kenyataan namun aplikasinya untuk keperluan desain struktur sangat rumit karena beberapa asumsi mekanika struktur akan dilanggar, sehingga model silindris lebih dipilih. Model silindris yang dipilih pada penelitian ini telah menghasilkan nilai bagi besaran-besaran sifat elastis gelugu yang dapat dipergunakan sebagai input sifat material pada analisis struktur yang menggunakan gelugu sebagai bahan bakunya. Model silindris tersebut menghasilkan nilai sifat elastis gelugu yang meliputi modulus elastisitas arah longitudinal E L dan tranversal E T , serta modulus geser bidang radial-tangensial G RT dan bidang longitudinal transversal G L  , namun tidak berhasil mendapatkan nilai Poisson’s rasio yang konsisten. Lebih lanjut sifat elastis berkaitan dengan serviceability limit states sehingga desainer diharapkan mengambil nilai rata-ratanya ketimbang nilai bagian pangkal atau ujung. 67 MOR gelugu dapat direkonstruksi berdasarkan S R ckbc-nya yaitu dengan menentukan titik kritis awal mula terjadinya kerusakan akibat tegangan normal pada batang. MOR gelugu merupakan tegangan normal maksimum pada gelugu. Tegangan normal maksimum terjadi pada tepi batang dan dapat diperoleh melalui ekstrapolasi titik pusat diagram kartesian 0,0 dengan titik singgung S R ckbc dengan tegangan normal tersebut. Nilai MOR gelugu tidak dapat langsung dipergunakan untuk desain struktur tetapi merupakan langkah awal untuk mendapatkan kapasitas material. Beberapa tahapan proses untuk mendapatkan kapasitas material masih diperlukan, yaitu konversi menjadi tahanan referensi tegangan ijin atau kuat acuan kemudian mengoreksinya dengan faktor-faktor penyesuaian yang tepat. Kapasitas material ini selanjutnya dibandingkan dengan beban yang diterima struktur, sehingga kesetimbangan struktur dapat diperoleh melalui proses desain yang baik.

B. Desain Tumpukan Gelugu sebagai Penyangga Terowongan