19
BAB II METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan acak lengkap pola searah sebagai penelitian pendahuluan untuk mengetahui efek
antioksidan ekstrak etanol 70 daun salam.
B. Definisi Operasional Penelitian
Variabel dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi 3, yaitu : 1. Variabel bebas :
a. Konsentrasi ekstrak etanol 70 daun salam. b. Dosis pemberian ekstrak etanol 70 daun salam.
2. Variabel tergantung : Kadar MDA malonaldehid serum darah tikus putih jantan galur Wistar pada
jam ke-24 dan jam ke-48. 3. Variabel terkendali :
a. Tanaman Uji Tanaman uji yang digunakan adalah daun salam yang sudah tua diperoleh
dari Desa Semail, Kelurahan Bangun Harjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, D.I.Y.
b. Hewan uji
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, sehat dengan berat badan 100-200 gram.
c. Metode penyarian : maserasi. d. Larutan penyari : etanol 70.
e. Suhu pengeringan : 50
o
C–60
o
C.
C. Bahan dan Alat
1. Bahan yang digunakan : a. Tanaman uji yang digunakan dalam penelitian adalah daun Salam yang sudah
tua, diperoleh dari Desa Semail, Kelurahan Bangun Harjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, D.I.Y.
b. Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan umur 2- 3 bulan, sehat dengan berat badan 100-200 gram yang didapat dari Universitas
Muhammadiyah Surakarta. c. Reagen yang digunakan adalah etanol 70, karbon tetraklorida CCl
4
, paraffin cair, CMC Na 0,5, 1, 1, 3, 3-tetrametoksipropan, aquadest, trichloro acetat
TCA dan thiobarbituric acid TBA. 2. Alat yang digunakan :
Timbangan hewan Ohaus, jarum peroral, spuit injeksi, holder tikus, ependorf, sonifikator Branson, spektrofotometer uv-vis Shimadzu, mikropipet, kuvet,
penangas air, centrifuge, vortek, minispins ependorf, mikropipet, timbangan analitik, alat-alat gelas.
D. Jalannya Penelitian
1. Determinasi tanaman salam Determinasi tanaman ini adalah untuk menetapkan kebenaran sampel
tanaman salam yang berkaitan dengan ciri-ciri makroskopis dengan mencocokkan ciri-ciri morfologi tanaman terhadap pustaka. Tanaman ini dideterminasi di
laboratorium Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Penyiapan bahan Pengambilan daun salam dari Desa Semail, Kelurahan Bangun Harjo,
Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, D.I.Y. Daun salam yang didapat dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam. Kemudian
pengeringan dilanjutkan dengan oven 50
o
C - 60
o
C. Daun salam yang telah dikeringkan diserbuk dengan cara diblender kemudian diayak dengan ayakan no.
100. 3. Pembuatan ekstrak daun salam
Pembuatan ekstrak etanol 70 daun salam menggunakan metode maserasi, karena maserasi tidak memerlukan proses pemanasan sehingga dapat menghindari
rusaknya zat-zat dalam simplisia yang tidak tahan pemanasan. Kurang lebih 600 gram serbuk daun salam dimasukkan dalam panci kemudian diberi etanol 70
sebanyak 7,5 kali serbuk daun salam 4,5 L. Kemudian diaduk-aduk, ditutup dan didiamkan selama 5 hari ditempat terlindung cahaya, sambil berulang kali diaduk.
Setelah 5 hari filtrat diambil dengan cara disaring dengan kertas saring. Ampas yang didapat diremaserasi. Filtrat yang diperoleh, dibiarkan selama 1 hari untuk
Ekstrak etanol daun Salam
Setelah 5 hari diserkai dan ampas dipisahkan Diambil filtratnya kemudian dienapkan selama 1 hari dan dipisahkan dari endapannya
filtrat diuapkan sampai kental 600 g serbuk daun salam dimaserasi dengan etanol 70 4,5 L selama 5 hari
Dibuat range konsentrasi berdasarkan orientasi memisahkan dari zat-zat yang mungkin masih terlarut seperti malam dan lain-lain.
Filtrat yang didapat diuapkan sampai menjadi ekstrak kental Anonim, 1986. Secara skematis pembuatan ekstrak daun salam dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini.
Gambar 3. Skema Pembuatan Ekstrak Etanol 70 Daun Salam
4. Pembuatan sediaan ekstrak etanol daun salam Ekstrak etanol 70 daun salam yang didapat dilarutkan dalam suspensi CMC
Na 0,5 sampai dosis yang diinginkan. 5. Penetapan dosis karbon tetraklorida CCl
4
Pada penelitian ini dipilih dosis CCl
4
p.o berdasarkan dosis toksiknya terhadap tikus yaitu CCl
4
konsentrasi 11,2 vv dengan volume pemberian 2,8 mlkgBB Rosnalini, 1995.
6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida CCl
4
11,2 vv Sebanyak 11,2 ml CCl
4
dilarutkan dalam parafin cair sampai 100 ml. 7. Perhitungan dosis ekstrak daun salam
Konsentrasi acuan pada infusa = 10 bv = 10 g100 ml
Volume pemberian maksimal secara p.o pada tikus 200 g = 10 ml Ampas yang didapat di remaserasi
Volume pemberian =
½ x vol maksimal =
½ x 10 ml = 5 ml Dosis pemberian pada tikus infusa = 10 g100 ml
= 0,5 g5 ml = 0,5 g 200 g BB
= 2,5 gKgBB Dosis ekstrak dihitung berdasarkan hasil perolehan rendemen ekstrak kental
Dari simplisia kering 600 g, diperoleh ekstrak kental 280,8 g, maka ekstrak kental yang dihasilkan = 280,8 g600 g x 100
= 46,8
Dosis ekstrak = 0,5 g x 46,8 = 0,234 g = 0,234 g 200 g BB
= 234 mg200 g BB = 1,17 gKgBB Setelah diperoleh dosis ekstrak kemudian diorientasikan pada tikus dan dibuat
menjadi peringkat dosis 1,25 gKgBB, 2,5 gKgBB, dan 5,0 gKgBB. 8. Penelitian pendahuluan
a. Penetapan panjang gelombang maksimum Sebanyak 2 ml aquadest ditambah 1 ml TCA 20 dan 2 ml TBA 0,67
digunakan sebagai blanko. Sebagai standar digunakan 200 µl MDA baku ditambah
dengan aquadest sampai 2 ml kemudian ditambah 1 ml TCA 20 dan 2 ml TBA 0,67. Larutan dicampur homogen dan dipanaskan pada air mendidih selama 10
menit, lalu didinginkan. Setelah dingin disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan berwarna merah muda kemudian diukur serapannya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 450-600 nm. Penentuan panjang gelombang maksimum untuk menentukan panjang gelombang dengan serapan
tertinggi. Didapatkan panjang gelombang maksimum sebesar 520 nm. b. Penentuan operating time OT
Sebanyak 2 ml aquadest ditambah 1 ml TCA 20 dan 2 ml TBA 0,67 digunakan sebagai blanko. Sebagai standar digunakan 200
µl MDA baku ditambah dengan aquadest sampai 2 ml kemudian ditambah 1 ml TCA 20 dan 2 ml TBA
0,67. Larutan dicampur homogen dan dipanaskan pada air mendidih selama 10 menit, lalu didinginkan. Setelah dingin disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10
menit. Supernatan berwarna merah muda diukur serapannya dengan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 520 nm berdasarkan panjang
gelombang MDA dan dibaca pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50. Penentuan operating time OT dimaksudkan untuk memperoleh waktu dengan
serapan yang paling stabil. Didapatkan operating time pada menit 30-35. c. Penetapan waktu pembentukan toksik dari karbon tetraklorida Gambar 4
Pada penelitian ini dilakukan orientasi untuk menetapkan waktu pembentukan toksik dari CCl
4
. Tikus sebanyak 6 ekor dibagi secara acak menjadi 2 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3 tikus. Kelompok pertama diberi larutan
parafin cair sebagai kontrol negatif sedangkan kelompok kedua diberi perlakuan dengan larutan CCl
4
11,2 vv p.o. Sebelum diberi perlakuan, tikus dipuasakan terlebih dahulu selama
± 18 jam dengan tetap diberi air minum. Dilihat kadar MDA dari serum darah yang diambil pada jam ke 0, 12, 24, 36, 48, 60 setelah diberi
perlakuan. Waktu dengan kadar MDA tertinggi merupakan waktu maksimal terbentuknya toksik, dan didapatkan hasilnya pada jam ke-48.
Gambar 4. Skema Orientasi Waktu Pembentukan Toksik
d. Optimasi waktu pemberian ekstrak etanol 70 daun salam Gambar 5 Pada penelitian ini dilakukan orientasi untuk menetapkan waktu optimal
pemberian ekstrak etanol 70 daun salam. Dua belas ekor tikus dibagi secara acak menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3 tikus. Kelompok
pertama diberi larutan CCl
4
11,2 vv, kelompok kedua diberi ekstrak etanol 70 daun salam dosis 1,25 gKgBB 1 jam sebelum pemberian CCl
4
, kelompok ketiga diberi ekstrak etanol daun salam bersamaan dengan pemberian larutan CCl
4
, kelompok keempat diberi ekstrak etanol 70 daun salam 1 jam setelah pemberian
larutan CCl
4
. Pada jam ke-48 hasil orientasi pembentukan toksik diambil serum darah kemudian dihitung kadar MDA-nya. Waktu dengan kadar MDA terendah
6 ekor tikus putih jantan Wistar dibagi 2 kelompok, masing-masing kelompok 3 ekor
Kelompok I kontrol negatif paraffin cair p.o
Kelompok II CCl
4
11,2 vv p.o
Ditentukan kadar MDA pada jam ke- 0, 12, 24, 36, 48, 60
Waktu dengan kadar MDA tertinggi merupakan waktu pembentukan toksik jam ke-48
merupakan waktu optimal pemberian ekstrak etanol 70 daun salam, dan didapatkan pada saat waktu bersamaan pemberian karbon tetraklorida.
e. Penetapan waktu pengambilan serum. Waktu pengambilan serum darah didasarkan atas hasil orientasi. Pengambilan
serum darah pertama dilakukan pada jam ke-0, yaitu 1 jam sebelum waktu pemberian ekstrak, kemudian diambil kembali serum darah kedua diambil sesaat sebelum
pemberian ekstrak kedua dan serum darah ketiga diambil pada jam ke-48 waktu pembentukan toksik.
Gambar 5. Skema Orientasi Waktu Optimal Pemberian Ekstrak Etanol 70
Daun Salam
Kelompok I larutan CCl
4
11,2 vv p.o
Diberi ekstrak etanol 70 daun salam 1,25 gKgBB
Kelompok 2 1 jam sebelum
pemberian CCl
4
11,2 vv p.o
Kelompok 3 Bersamaan dengan
pemberian CCl
4
11,2 vv p.o
Waktu dengan kadar MDA terendah merupakan waktu optimal pemberian ekstrak etanol 70 daun salam bersamaaan dengan CCl
4
Diambil serum darah pada jam ke-48, kemudian diukur kadar MDA-nya
Kelompok 4 1 jam setelah
pemberian CCl
4
11,2 vv p.o
12 ekor tikus putih jantan Wistar, dibagi 4 kelompok, masing-masing kelompok 3 ekor
9. Perlakuan hewan uji Hewan uji sebanyak 35 ekor dibagi menjadi 7 kelompok perlakuan. Setiap
perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus. Sebelum percobaan dilakukan, tikus diadaptasikan dengan kondisi laboratorium selama 7 hari untuk menghindari stress pada hewan uji
pada saat perlakuan. Satu hari sebelum perlakuan semua tikus dipuasakan kira-kira 18 jam, dengan tetap diberikan air minum. Hal ini dilakukan untuk menyamakan
kondisi hewan uji dan mengurangi pengaruh makanan yang diberikan terhadap sediaan uji yang diberikan. Pembagian kelompok adalah sebagai berikut :
a. Dosis tunggal Kelompok I
: Diberi parafin cair sebagai kontrol normal p.o Kelompok II : Diberi larutan CCl
4
dalam parafin cair sebagai kontrol toksik p.o
Kelompok III : Diberi larutan CCl
4
dalam parafin cair + CMC Na 0,5 sebagai kontrol negatif p.o
Kelompok IV : Diberi suspensi ekstrak etanol daun Salam dosis 1,25 gKgBB + larutan CCl
4
dalam parafin cair p.o
Kelompok V : Diberi suspensi ekstrak etanol daun Salam dosis 2,5 gKgBB + larutan CCl
4
dalam parafin cair p.o
Kelompok VI : Diberi suspensi ekstrak etanol daun Salam dosis 5,0 gKgBB + larutan CCl
4
dalam parafin cair p.o Kelompok VII : Diberi suspensi ekstrak etanol daun Salam dosis 5,0 gKgBB
p.o
Hewan uji diambil darahnya pada jam ke-0 dan jam ke-24 untuk diukur kadar MDA serumnya. Skema uji dapat dilihat pada gambar 6.
.
Gambar 6. Skema Uji Efek Antioksidan Ekstrak Etanol 70 Daun Salam
Syzigium Polyanthum Wight. Walp Dosis Tunggal pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar
b. Dosis berulang Pada kelompok dengan perlakuan dosis berulang, hewan uji diberi perlakuan
sama seperti diatas, kemudian pada hari ke-2 jam ke-24 diberi ekstrak lagi dengan peringkat dosis sama seperti diatas. Pengambilan darah dilakukan pada jam ke-0 dan
jam ke-48, kemudian diukur kadar MDA serumnya. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini.
Kelompok I
Kelompok
II
Kelompok
III
Kelompok IV
Kelompok V
Parafin Cair
p.o
larutan CCl
4
dalam
parafin cair
larutan CCl
4
dalam parafin cair
+ CMC Na
0,5 p. o
Suspensi ekstrak
etanol 1,25
gKgBB +
larutan CCl
4
dalam parafin cair
p.o Suspensi
ekstrak etanol
2,5 gKgBB + larutan
CCl
4
dalam parafin cair
p. o
Untuk kelompok IV, V dan VI diberi ekstrak bersamaan dengan pemberian CCl
4
Kelompok VI
Suspensi ekstrak
etanol 5,0 gKgBB
+ larutan CCl
4
dalam parafin cair
p.o
Kelompok VII
Suspensi ekstrak
etanol 5,0 gKgBB
p. o
Pada jam ke-0 dan jam ke-24 masing-masing kelompok diambil cuplikan darahnya untuk ditentukan aktivitas MDA serum
35 ekor tikus putih jantan Wistar, masing-masing kelompok 5 ekor tikus
Hasilnya dianalisis dengan uji Kolmogorov
Smirnof
dan Levene test, jika hasilnya terdistribusi normal dan homogen dilanjutkan Anava 1 jalan, jika ada
perbedaan yang signifikan antar kelompok dilanjutkan dengan uji LSD, jika data tidak terdistribusi normal dan tidak homogen, dilakukan uji non parametrik
Gambar 7. Skema Uji Efek Antioksidan Ekstrak Etanol 70 Daun Salam
Syzigium Polyanthum Wight. Walp Dosis Berulang pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar
10. Pembuatan serum Serum dibuat dengan cara menggores vena lateralis ekor tikus, darah yang
keluar ditampung dalam ependorf sebanyak 1 ml. Darah disentrifugasi 3000 rpm selama 10 menit untuk mendapatkan serum yang akan digunakan dalam penetapan
kadar MDA plasma. Apabila perlu serum dapat disimpan dalam temperatur -20
o
C maksimal 1 bulan sampai dilakukan pemeriksaan tersebut.
11. Penetapan kadar MDA Kadar MDA diukur pada serum darah menurut metode Wills 1987. Dua
ratus mikroliter serum ditambah aquades sampai 2 ml. Kemudian ditambahkan 1 ml
Kelompok I Kontrol
normal Kelompok
II Kontrol
positif toksik
Kelompok
III
Kontrol negatif
Kelompok IV
Kelompok V
Parafin Cair
p.o larutan
CCl
4
dalam parafin
cair
larutan CCl
4
dalam parafin
cair
+CMC Na 0,5
p. o Suspensi
ekstrak etanol 1,25
gKgBB +
larutan CCl
4
dalam parafin
cair
p.o Suspensi
ekstrak etanol
2,5 gKgBB +
larutan CCl
4
dalam parafin
cair p. o
Untuk kelompok III diberi CMC Na 0,5 pada jam ke-24 dan kelompok IV, V dan VI diberi ekstrak bersamaan dengan pemberian CCl
4
, kemudian setelah 24 jam diberi ekstrak lagi
Hasilnya dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnof dan Levene test, jika hasilnya terdistribusi normal dan homogen dilanjutkan Anava 1 jalan, jika ada perbedaan yang signifikan antar kelompok
dilanjutkan dengan uji LSD, jika data tidak terdistribusi normal dan tidak homogen, dilakukan uji non parametrik
Kelompok VI
Suspensi ekstrak
etanol 5,0 gKgBB
+
larutan CCl
4
dalam parafin
cair
p.o
Kelompok VII
Suspensi ekstrak
etanol 5,0 gKgBB
p. o
Pada jam ke-0 dan jam ke-48 masing-masing kelompok diambil cuplikan darahnya untuk ditentukan aktivitas MDA serum 35 ekor tikus putih jantan Wistar
Masing-masing kelompok 5 ekor tikus
TCA 20 dan 2 ml TBA 0,67. Larutan dicampur homogen dan dipanaskan pada air mendidih selama 10 menit, lalu didinginkan. Setelah dingin disentrifugasi pada
3000 rpm selama 10 menit. Supernatan berwarna merah muda diukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm dan didiamkan selama 30
menit OT. Kadar MDA dihitung menggunakan kurva baku MDA dengan konsentrasi 0,00; 0,0036; 0,0072; 0,0144; 0,0288; 0,0576; 0,1152; 0,2304 dan 0,4608
μgml. Kurva baku selalu dibuat baru setiap pengukuran MDA. 12. Pengukuran kadar MDA
Derajad peroksidasi lipid dapat ditentukan dengan mengukur kadar malonaldehid MDA dalam serum darah. Dasar pengukurannya adalah reaksi antara
MDA dengan TBA menghasilkan senyawa kompleks MDA-TBA berwarna merah muda yang dapat diukur serapannya pada panjang gelombang 520 nm.
a. Penyiapan reagen: TCA 20: 20,0 g TCA dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
TBA 0,67: 0,67 g TBA dilarutkan dalam 100 ml aquadest. b. Pembuatan larutan standar MDA kurva baku MDA:
Standar MDA hasil hidrolisis 1, 1, 3, 3-tetrametoksipropan = 3,593 μgml.
Perhitungan kadar MDA tersaji pada lampiran 4.
Tabel 1. Kurva baku MDA
No. St-MDA
μl H
2
O μl
Konsentrasi MDA μgml
1 0 2000 2 5 1995
0,0036 3 10 1990
0,0072 4 20 1980
0,0144 5 40 1960
0,0288 6 80 1920
0,0576 7 160 1840
0,1152 8 320 1680
0,2304 9 640 1360
0,4608
c. Menghitung persamaan regresi Y = a + bX, dimana Y adalah nilai serapan dan X adalah konsentrasi standar.
Menghitung koefisien korelasi r dari data Y dan X. a =
ΣY – bΣX n b = n
ΣXY – ΣXΣY n X
2
– ΣX
2
r = n ΣXY – ΣXΣY
√{
n ΣX2 –ΣX
2
} {n ΣY
2
– ΣY
2
} kadar MDA dari sampel dihitung berdasar persamaan regresi yang diperoleh.
E. Cara Analisis