sebesar 0,02 lebih kecil dari nilai level of significance α yaitu 0,05 yang berarti
terdapat hubungan bermakna antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu menopause. Dengan nilai koefisien korelasi 0,39 berarti arah korelasi positif dengan
interpretasi hubungan sedang yang mempunyai arti bahwa jika gambaran diri menerima maka tingkat kecemasan rendah tidak ada kecemasan.
Tabel 5.4 Hasil uji korelasi Pearson gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu masa menopause di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan
bulan Juli 2007 N=32
Gambaran Diri Ibu Masa
Menopause Tingkat
Kecemasan Ibu Masa Menopause
Gambaran Diri Ibu Pearson Correlation Masa Menopause Sig. 2-tailed
N 1.000
. 32
.392 .026
32 Tingkat Kecemasan Pearson Correlation
Ibu Masa Menopause Sig. 2-tailed N
.392 .026
32 1.000
. 32
5.2 Pembahasan
5.2.1 Gambaran diri ibu masa menopause
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar yang mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk,
penampilan, potensi, serta fungsi tubuh. Dari hasil penelitian didapat hasil bahwa mayoritas responden n=29; 90,6 memiliki gambaran diri menerima sedangkan
gambaran diri menolak sebanyak 3 responden 9,4. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi gambaran diri seseorang seperti
munculnya stressor yang dapat mengganggu integritas gambaran diri. Stressor-
40
stressor tersebut dapat berupa operasi, kegagalan fungsi tubuh, waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh, tergantung pada mesin, perubahan tubuh, umpan
balik interpersonal yang negatif, dan standar sosial budaya Kozier et all, 2004 ; Potter Perry, 2005.
Menurut asumsi penulis, mayoritas responden memiliki gambaran diri menerima karena kebanyakan responden telah mengalami menopause lebih dari 2
tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwita 2003 bahwa telah lamanya mengalami menopause mempunyai pengaruh terhadap keluhan-
keluhan psikologis pada masa menopause. Semakin lama wanita telah mengalami menopause, maka semakin berkurang keluhan-keluhan psikologisnya karena sudah
dapat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Sedangkan responden yang memiliki gambaran diri menolak dikarenakan
tidak mempunyai anak, seperti pendapat Mackenzie 1996 bahwa menopause merupakan hilangnya fungsi reproduksi, sehingga kemungkinan untuk mempunyai
anak tidak ada lagi. Seperti yang dikemukakan oleh Kuntjoro 2002 bahwa ada juga wanita yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seks,
mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka serta kehilangan feminitas karena fungsi reproduksi yang hilang. Dalam menghadapi masalah
menopause, wanita sering menggunakan strategi koping pengalihan yaitu dengan melakukan aktivitas, hal ini sesuai dengan penelitian Yundahari 2007.
Wanita yang bekerja mempunyai kecenderungan untuk lebih banyak berinteraksi dengan lingkungannya, dapat mengaktualisasikan dirinya, dan
41
mempunyai harga diri yang baik. Dari interaksi tersebut terjadilah pertukaran bermacam informasi, berbagi pengetahuan, berbagi masalah, dan saling bertukar
pengalaman dalam menghadapi masalah. Kondisi ini memungkinkan seorang wanita mendapat dukungan sosial dari orang-orang disekitarnya selain dari keluarga.
Pengetahuan yang cukup tentang suatu masalah akan mendorong wanita mengantisipasi dan mencari penyelesaian yang lebih adaptif Mackenzie, 1996;
Branden, 2005. Pengetahuan bisa juga didapat dari pendidikan. Dalam pendidikan terjadi
proses penyampaian materi pendidikan dari pendidik kepada sasaran anak didik untuk mencapai perubahan tingkah laku Notoatmodjo, 1993. Wanita yang
berpendidikan tinggi lebih cepat beradaptasi dengan kondisi menopause. Keadaan ini disebabkan cara berpikir wanita berpendidikan tinggi lebih rasional, lebih terbuka
dalam menerima informasi, sehingga wawasan dan pengetahuannya lebih luas, dan menghasilkan sikap yang lebih positif dalam menghadapi suatu permasalahan
Witkin-Laonil, 1996; Branden, 2005. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo 1993 bahwa latar belakang pendidikan mempunyai pengaruh terhadap kematangan
pandangan hidup seseorang. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa wanita
berpendidikan rendah mempunyai reaksi pasif atau jarang mengalami keluhan- keluhan psikologis pada saat menopause, karena wanita tersebut secara pasrah
menerima hal yang tidak dapat dipungkiri dalam hal ini menopause Pusdiknakes,
42
1992. Ternyata 3 responden dengan gambaran diri menolak mempunyai latar belakang pendidikan rendah.
Kepasrahan wanita menopause berkaitan dengan keyakinan yang mereka anut. Mayoritas suku Aceh adalah pemeluk kuat agama Islam, dan ajaran agama
tersebut mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh. Salah satunya adalah pembentukan sikap wanita dalam menghadapi masa menopause,
yang merupakan takdir bagi semua wanita. Agama Islam mengajarkan untuk sabar dan ikhlas dalam menerima takdir, selalu berfikir positif, dan dapat mengambil
hikmahnya. Kebanyakan wanita beragama Islam merasa lebih tenang pada masa menopause, karena lebih leluasa untuk beribadah, sehingga kegiatan ibadah lebih
meningkat di usia tua Koentjaraningrat, 2002; Abdullah, 2004. Menghadapi masa menopause, dibutuhkan dukungan sosial bagi wanita untuk
membantu dalam menghadapi masalah yang terjadi pada masa menopause. Peran suami sangat diperlukan, kesabaran, bimbingan, dan semangat dari suami akan sangat
membantu wanita menghadapi masa ini Kompas, 2006. Liewellyn Jones 1997 mengemukakan bahwa, jika seorang wanita mempunyai konflik dalam kehidupan
kebanyakan mereka mencari bantuan dengan orang terdekat bahkan sampai berkonsultasi dengan ahli profesional untuk mencari pemecahan masalah yang
dihadapinya dan keadaan ini dipermudah lagi dengan adanya dukungan suami dan keluarga. Pendapat lain mengatakan, dukungan sosial secara langsung menurunkan
stress dan secara tidak langsung meningkatkan serta memperbaiki kesehatan Cooper
43
Smith, 1985. 2 dari 3 responden dengan gambaran diri menolak adalah wanita yang tidak menikah.
5.2.2 Tingkat kecemasan ibu menopause