Permaslahan Konservasi Keanekaragaman Hayati di Hutan Produksi

AILANAN KONSERVASI
HllAUATI DI HUTAN

WAG

Indonesia rnerupakan negara dengan hutan hujan tropika terluas &
he&, 64 juta ha di

bahwa hutan tropika Indonesia
inggi. EUausus untuk kelornpok fauna,
bahwa di Hutan T r o p h lndonesia

0% spesies e n d e d ) dan 121 spesies h p u - h p u (40% di antaranya

itasi hutan beshesaran yang tdah berlmgswg sejak tahm
perladangm berpindah serta konversi areal hutan mea?ja&
on-hutan telah

biodivmsiQ.
Khususnya di hutan a i m produksi yang saat ini sedang dius
dengarn sistim IH"M, upaya-upaya me

h p & terhadap bidversity, telah dinrulai rnelalui pel&
dimmuskan Upaya Pengelolam dm Pe
Selain itu, &lam perencmaan hutan diharuskan pula adanya alokasi pemtukan

kawasan bagi pelestarian plasm nu&, lintasan Il?igrasi satwa dan h a s a n
tinibul kemudan &ah
yang menyangkut
onservasi keanekarag
ati itu. D a l m
ang menyangkut p
tersebut befit

Biological diversify (biodiversiiy) atau keanekarag
hayati) adalah istilah payung (umbrella term) m u derajat keanekarag
surnberdaya darn hayati, rneliputi j d a h maupun fiehemi dari ekosistem,
gen di suatu daerah. Istilah keanekragannan hayati m e n c h p
rtian yang berbeda, yaitu : (1) k - m e h a g m a n genet&: (2)
speGes'>dan (3) keanekarag
9)(McNeely, 1988).
hayati meliputi selud-sp

,binatang, orgarusme
eluruh ekosistern di
yang terkandung di dal
b e (McNeely, Miller, Reid, Mitte
er, 1990). D a l m
Hayati (1992) yang juga &tuan&an dalm IJU No
511994 batasan keanekaragman hayati ar"islah sebagai berikut :
"Biodiversity mean the variability among living organisms *om all sources,
including, inter alia, terrestrial, marine and other aquatic ecosystems and the
ecologi'cal complexes of which rhey are part; this includes diversity within
species, between species and of ecosystems".

Reanekaragarnm genetik mempakan konsep keragman/variabilitas gen
dalm suatu jenis yang diukenr dan variasi genet& (unit-unit kirnia atau sifatdan satu generasi ke generasi laimya) yang
sifat warisan yang &pat ditu
terkandung &lam gen-gen individu organisme dari suatu jenis, sub jenis,
vahietas atau kehmnan. Sehubungm dengan konsep keanekaragaman genet&
hi, dalam' populasi suatu Jenis organisme tidak ada satu individu pun yang
dengan individu lainnya. hi berarti bahwa tiap sifat
yang &pat dimati memiiiki hsaran bentuk, ukuran dan warna, yang besar atau

kecilnya ditentukan oleh sifat genetik jenis tersebut. Kadang-ka
indivldu-individu dalarn jenis itu sedemikian berbeda. Pe
irulah yang mendasari pengelompokan individu-individu &lam satu jenis ke
dalam ekotipe, forma, varietas atau anak jenis. Selain sebaran geografis,
penmpilm yang berbeda dapat disebabkm oleh adanya sistem reproduksi antar
kelompok indvidu yang berbeda.
Kemekaragaman spesies merupakan konsep keragmm makhluk hidup
di m k a bumi dan diukur dari jurnlah total spesies di muka bumi (perkiraan yang
pernah dikemukaGan bervariasi antara 5 juta hingga lebih dari 30 juta spesies,

terapi hanya 1.4 juta spesies yang telah didesloipsh) afau di tempat tertmtu
Wilson, 198
hanya rnenrp
distribusi kelimpahan (evenness)
and Wratten, 1984; M a g u m , 1988).
Seeara u m m terdapat kecendemngan bahwa rnakin besar ukuran
poputasi suatu spesles di suatu habitat, makin tinggi derajat keanekarag

populasinya menurun hingga tingkat


um atau memper-

ekosistem berkaitan dengan k
habitat, k o m ~ bilogis
a
clan proses-proses ekologis dl.

konsep keanekarag

hayati.

Upaya rnernp

deIllikim, konsep keanekaragarnan hayati b u h konsep b m , tetapi lebih
rnenmjukkm upaya mere-organisasi konsepsi yang telah a& berdasarkan atas
holistik.
hayati mempakan surnberdaya vital bag1
keberlmjutan pernb
langsung rnaupun ti
d m bgsi-agsi I

Konservasi keanekarag
s e k r kehutanan,
dan pari.jvisata, s
sejalan dengan menipisnya cadangan migas dari waktu ke waktu,
m a n hayati menrpakan pemegang t o n g M estafet pemb
\
naslonal lndonesia pada rnasa mendatang.
Nilai d m manfaat kemekaragaman hayati yang bersifat
nyata
ternilai oleh perhitungan ekonomi,
at besar bagi kelmgsungan hidup
kemmusiaan. M d a a t ragam hayati dalant menjaga tata air, meneegah
berbagai jenis bencana alam, rnendaur ulmg b&an pencemar, dan mempentahankan kondisi iklim merupakan bukti nyata besarnya peranan kemekarag
hayati bagi manusia dan kernanuslaan di muka burn^. Peranan keanekarag

hayati d a m mempertahankan kapasitas produksi suatu s d e r d a y a M a t a u
dalm menjaga kestabilan ekosistem dimana s u a b sumberdaya ekonomi berada,
seperti & hutan prodzsksi, seringkali tidak dis
tanpa dlsadari,
hayati telah menciptakan keterg

internasional.
lan dan asal sumberdayanya merup
bukti bahtva
ketergantungan telah terjadi.
Berbagai manfaat dan perhitungan ekonomis di atas baru mempakan
alasan k a r mengapa keanekaragman hayati perlu dil
dan rasa men&hargai terh&p keane
oleh nilai-nilai moral, budaya dan agama. Ragam
mgarn-buhya, dirnana ketergantungan
menentukan nilai-nilai budaya yang dianutnya.
mengajarkan rasa menghargai
konservasinya.
Besarnya peranan keanekarag
hayati bagi kelangsungan hidup
manusia dan kemanusiam, serta bagit pennbangunan
mengapa konsewasi keanekaragman hayati hams
k o n s e m i tradisional. Konservasi keanekaragman
dari upaya defensif rnelindmgl alam dari danpak pe
ofensif dan proaktif untuk mengintegrasikan kepentingan
j

kelestapiannya secara jangka panjang. Deng
k o n s e m i keanekaragamm hayatl tick& hanya meliputi spesies liar tetapi juga
spesies budidaya dan spesies asalnya.
Konsep Uktlran Keanekaragman Nayati
S q a i saat h i berbagai konsep dan ide p e n w r a n keanekaragaman
hayati mas& mempakan bahan,dishsi menarik & kalangan ahli ekolog~. Pa&
level spesies, secara u m m selunih konsep tersebut dapat dikelornpo
menjadi tiga kategori, yakni kekayaan spesies (splecies riches), heterogemtas
(heterogeneity) dan evenness ( M a g u m , 1988; Krebs, 1989). Penjelasm
b e d a t &sarikan dari berbagai sumb
susnya dari Maguman, 1988)
Konsep kekayam spesies pe
kali dicetuskan oleh McIntosh pa&
tabun 1967. Vang dimaksud deng
dalam suatu komunitas. Persoatan mendasa
dalarn penerapan konsep kekayaan spesles
rnungkin untuk men&tung semua spesies aktual yang &$up dan tinggal dalam
suatu komunitas alamiah.
Mempton (1979) mendefinisrkan kekayaan spesies
jumlah

sgesies &lam sejudah individu tertentu. Batasan ini teiah
an oleh
Homer (1976) dalam penelitian ekosistern perairan Sedangkan bagi ITurlbert
(19711, kekayaan spesies richness adalah jumlah spesles d a l m suatu luasan

areal tertentu.

Ukuran ini sehgkali d
oleh para peneliti ekologi
turnbuhan (Bunce and Shaw, 1973; Kersh
ney, 1985 dalm Muganm,
1983). Bada praktehya temyata ti& mudah untuk menj
ukuran uxlit antoh.
Sehubungan dengan ha1 tersebut, Sanders (1968) m e n g u s u h altematif
masalah dengan menggunakan met& rcmrefaction. Melalui met&
ini @at dihitung nilai harapan jurnlah spesies dalm setiap unit contoh yang
b e m h r m sarna (misalkan 100 individu). Adapun perhitungannya &$asah
s Sanders yang telah dlsempurnakan oleh Hurlbert (1971) sebagai
berikut :


: E (S,) = nilai haragan j u d a h jenis
n
= &ran standar unit mntoh

N

=

N,

= j d a h kdividu jenis ke-i

jumlah total individu yang teramati

nilai keragamm dari E (Sn) tersebut d ~ t u n gdengan men
us sebagai benikut (Heck et d.,1975) :

'

Metoda rarefaction ini hanya boleh d i p a k a n pa& unit-unit contoh

yang &tempatkm pa& habitat atau komunitas yang s m a . iHasil yang diperofeh
juga ti& &pat diekstrapolasi untuk ukuran unit contoh yang lebh besar
(Satnders, 1967).
kali dikemukakan oleh
Konsep lainnya yaitu heterogenitas pe
Good (1953). Berbeda dari konsep kekayaan jenis, ukuran keanekaragmm ini
ditetapkan hanya berdasarkan struktur kerapatan atau kelimpahan individu dan
setiap jenis yang teramati. Oleh karena itu, R l u g a m (1988) memberikan
istilah lain terhadap konsep ini, yaitu dengan sebutm species abundance atau
kel;impahan spesies. Di antara sekian banyak indeks heterogenitas, ada 2 hdeks

leh para peneliti b i h g ekologi, yakni indeks
yang paling sering
Slrnpson dan indeks
ener (Krebs, 1989).
Indeks Simpson m
ndekatan statistik non-p
Dengan demikian asumsi y
kerniringan grafik kelirnp
lagi. Untuk suatu populasi yang

terhingga, indeks diversitas
Simpson & m g dengan rumus .

s
untuk populasi terhingga, mmus yang h a s digunakan adalah
sebagai berikut (Pielou, 1969) :

: n, = jumlah individu dari spesies ke-i

N = J u d a h total individu dalam unit contoh
s = j d a h jenis &lam unit contoh
Meks Shannon-Wiener merupakan ukuran keanekaragaman yang relatif
paling &end dan paling banyak &gu
( M a g u m , 1988). Lndeks Shannon
f i a g dengan formula berikut :

:

H'

=

s
pi

= jumlah spesies
=

indeks hversitas S h m o n
proporsi jurnlah individu ke-i (ni /N)

(Catatau : jika dipergunakan log2, maka H' dinyatakan &dam bitsfind; jrka
fog 10, maka H'
an log e, rnaka H' &lam nitsfind dan jika digu

dalarn deecitsfind).

Apabila indeks Shannon ingin dinyatakan dalam bentuk j u d a h spesies,
disarankan untuk menggmakm mmus berikut (MacArthur, 1965) .

dimma: e = 2.71828

(dihitung d a l m log e)

'

&ran
(1964)

antara
jdah

Konsep ketiga yang &ern1 dengan istilah Evennes (kernerataan) inl
derajat kernerakelimpahan individu anyara setiap spesies.
kemerataan
h Lloyd dan GMardi
ini juga dap
setiap spesies &lam
spesies rnerniliki
individu yang s
m p m y & dai
maksirnm. Sebdiknya, bila nilai kernerakecil,
'
tersebut terdapat spesies dominm, sub d

IPi sarnping konsep &ran keanekaragmm kayati, skala spasial penguhrannya smpai s a t ini mih mempakan top* perdebatan ymg m
Ddam kaitan dengan skala spasial p e n M r a n ini, pertanyaan penting yang
harus dapat dijawab secara bantitatif adalah : D d m s M a rumg berapa tingkat kemekaragarnan harus diukaat ? (desa, kecarnatan, bbupaten, propinsi,
p u l a , daeraln diran sung& atm b a h h n ne
pertanyam tersebut pentkg dalm penentuan Jenis
i
pengelolaan keanekaragamm hayati &dam suatu w
Terlepas dari persoalan di atas, u n ~
la wadah keanekaragaman hayati
tampaknya ti& ada p i l h lain sel
r (1977) dalam Magunan (1988).
inventarisasi keanekaragaman hayati pada level spesies, yakni :
a. Keanekaragaman titik koint diversity), yaih nilai keanekarag
.P&
suatu unit contok yang d i h r .
alpha (@&ha diversity), yaitu nila keanekarag
suatu habitat yang homogen
pulan atau gabungan $ari keanekaragaman
titik) .
a (gamma diversity), yaitu nilai keanekaragman
c. Keanekaragman g
suatu pulau atau 1
e Wrnpulan atau gabungan dari keanekarag
alpha).
d. Keanekaragman total (total diversiity), yaitu nilai keanekaragmm suatu
wilayah biogeografi @umpulan atau epsilon dari
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka
diperthbangan dalam penenman J d a h c-%an penyebaran unit
tujum pengukurannya. Walaupun sebenamya, tingkatan k
pun yang ingk diketahui, p e n m r m tetap
engan ukuran yang ditentukan melalui metoda Bu
metoda pengukuran antara setiap t h g k a m hanya terletak pa&

j d a h d m pola penyebaran unit contoh yang berbandmg lurus dengan tlngkat
yang ingin & h r . Se
tinggi th&t keanekaragaman
banyak unit contoh peng
Untuk kepentlngan inrplementasi konservasi kmekzuag
hyati
i ymg relevan bagi kondisi sumberhya hutan Indonesia.
yang harus diternpuh dalam merums
donesia adalah menetapkan unit perenc
terbesar yang secara rasional
pu mengakomdasikan kepentingm
an-kepehtingan lain yang berkaitan
itat, tanpa merubah terlmpau banyak permgkat
Dalm ha1 ini, gulau sebagai unit ekoslstem
yang m e d i k i batas geografis yang jelas serta meIlliliki kar&ris&
yang
spesifik dipandang tepat mtuk

asan konservasi sebagai pusat pemencaran dan pusat keane-

hasilan konservasi keanekaragarnan hayati &darnj
3. Sebagian besar pulau d.i Indonesia ternas& kategori pulau kecil, yaknl pulau
0 m2 dan pendud& kurang dari 500.000 orang
endernisme yang relatif t-i.
Dengan demllum
hayati dii suattl gulau seeara

antar pengelola wilayah
Berdasarkan pemikiran di atas, Sistem Pengelolaan Pulau Terpadu
untuk konservasi keanekaragaman hayati (IIaryanto, 1993, 1994) perlu &em-

wioDalam sistem ini, kawasan konservasi dan beberapa kakgon kalindung, kavvasan bergambut,
bakau) di setiap pulau harus Apmdang sebagai pusat pernen
kmekaragmm spesies dari pulau tersebut, s
dan sub sistern penggunaan lahan lain k m s ditata
.

gusat-pmsat pemencaran
tanpa menutup
menopang eksisternsi
keanekaragaman hayati hams diar
lo@) untuk mehgkatkan produksi, sehingga mengurangi k
an kawasm. Dalam ha1 ini, komep tata ruang menja&
nnis, dan sosial budaya yang

k m langkah kunci dalam konservasi keanekarag
hayati. Dalam hal &I,
eksistemi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
, Undang-Un&ang N o m r 4 Tahun 1982 t e n a g KetentuanPokok Pengelolaan Lingkungan Sdup, Undang-Unbg N o m r 5
990 rentarzg Konservasi Sumberdaya Hayatti dan Ekos~semya,
Unhg-Undang N o m r 24 Tahun 1994 serta peraarm pemcfang-undangan
ya yang terkait, b s u s n y a I(eputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990
ladasan yang h a t bagi
kntang Pqelolaan K a m m Lindung memb
Sistern Pengelolaan Pulau Terp
konservasi keanekaradi tmgkat nasional.
s untuik Hutan Alan Prduksi, pada t a h u 1922 ITTO telala
menerbitkan ITTO Guidelines for the Sustainable Management of NaPurd
Tropical Forests dan Criteria for tka Measurement of Sustainable Trcrgi'cml
Forest Management. I(edua dokumen hi telah dijadikan sebagai dasar &dam
penyusunan kriteria dan indikator Pengelolw Hutan Berkelmjubn (SFM) di
huh?-hutan produksi dam tropika, temasuk Indonesia, yang
dasar pernberian sertifikat SFM dalam ecolabelling scheme ciaS
kayu di selunrh duma. D a l m kedua
dalm seluruh kriteriafindikator pengelolaan hutan berkelanjutan
komponen keanekaragmm
bayati sebagai indikator utama berkelqutan proses-proses ekologis di dalm
hutan.
Pa& tahun yang sama TUCNDTTO telah menerbitikan buku yang
berjudul Conserving Biological Diversity in Managed Tropical Forests.

(sen flow) bagi keanekara-

dan areal tersebut h

konservasi keanekarq

s di

. Dalm hal ini, p
ksnservasi keaneha-

kedua aspek tersebut mernp
penting dalarn menentukm keanekarag m a n hayati yang dapat dip
di areal HTI serta
areal W I dalarn menduhng upaya konservasi kemekarag
klayah regional.
oman ITTO Bagi Pemb
Tropika (aspek kebij
pembangunan dan p
tanaman hams dzperrimbangkan dalam konteh rencana tafa p n a l a h n yang
t e r m bagi pembangunan sosial ekonomi nasional. Dengan d e m i h hutan
tanaman hendahya dibangun dz atas lahan yang nzanzpu menunjang semua
aspek pengelolaan dan pemanfaatan dalamjangh panjang tanpa menumnhn
halitas lahan tersebut. Ketensuan ini hams diseimbangkan dengan kebufukran
akan perlindungan areal dan lingkungan, konsewasi keanekavagaman hapti,
sevta kebutuhan dun aspirasi generasi sekarang maupun generasi yang a h
dafang.
D a l m konteks penataan ruang HTI, prinsip di atas rnembe
yang jelas rnengenai : (1) keharusan adanya prasyarat kepastian kawasm
dalarn struktur tata mang wilayab propinsdnasional sebagairnana telah
&dam UU No. 24 'Fahun 1992; (2) pandangan bahwa areal IFTI merup
bagian tak
dari stmktur bentang alarn wil
ion& yang &pat
dirancmg
rupa sehingga memberikan pe
o p t d dalarn
prodtlksi hasil hutan secara berkelanjutan, perlindungm lingkungm dan
konservasi keanekaragarnan hayati. Selain prinsip HTO di atas, Keputusan
Presiden No, 32 Tahun 1990 memberikan
mengenai penetapan
salah satu acuan u
pengelolaan kawasan lindung yang hams
P
ruang areal W I .
hayati
Dmpak pentkg aktivitas manusia terhadap keanekarag
banyak m e l i b a h pembahan konektivitas (connectivity) fenornena "oioogis.
Mivitas manusia dapat mengurangi atau meningkatkan konektivitas biologis.
Manusia telah mencip
banyak penghdang buatan (artipcal barrier) bagi
pernencaran organisme. Terciptanya penghalang buatan r n e n y e b a b terbentuknya populasi-populasi yang terisolasi sehingga rawan terhadap kepunhm
&bat berkurangnya akses terhadap sumberdaya, penyirnpangan genet&, serta
bencana alam dan demographic accident. Ililangnya pen&]
rnenyebabkan organisme eksotik untuk menginvasi konaunitas asli.
proses h i adalah homogenisasi flora dan fauna moss, 11993).
gi konservasi keanehragarnan hayati di areal IFTI
adalah rnengoptimu
lebar dan variasi habitat al& dalm kesatuan
landscape linkages, sehngga keseluruhan spektnurn spesies asli dapat bergerak
di antara habitat-habitat alamiah dalam lansekap regional. %(;oridoryang sempit
atau koridor yang hanya meliputi satu tipe habitat lid& banyak bemanfaat.
Moridor yang sempit bisa ja& keseiumhamya merupakm habitat tepi (edge

habitat) yang ti& dapat dixnanfaatkan oleh spesies interior atau myebabkan
aan spesies penting. Karidor yang ided hams meliputi
tingginya laju p
seluruh g r d e n topografi dan s p e k t m habitat m u l c~ h i sungai b a a puncak
b&t. Di banyak areal HTl, koridor yang leb
s e b g g a kondor
mjernuk secara kolektiif dapat meliputi ke
habitat. D a l m
s W a praktis, cti tingkat unit mmajemen, p
ati di areal HTI yang hams &peg% teguh oleh para perencana tata
adalah sebagai berikut :
hayati disadari merniliki peranan penting dalm nnempertatem hutan dan prduksi hasil hutan. Selain itu,
sosial ekonoKli dan menjmjikan
dak temilai h g a n y a . Jutaan
g terkandung dalarn berbagai spesies yang hidup di
demi kepenthgan rnanusia d m
inihmayangakandatang.
2. Fungsi PjTTI sebagai sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman hayati dapat dipe
bila para perencana tata ruang HT.1
mampu memaksirnuI-6lkan
hutan sebagai habitat keanekaragmm
. Konversi hutan alarn rnenjadi IfFI sejauh mungkh harus
3. Untuk memaksimumkm m d m t ElTE guna kelestarian
lrayati &perlukan s
r tata mang tertentu yang rnem
terciptanya konektivitas antar sisa-sisa ekosistem asli yang telah rnengafmi
f r a p e n w i , Mrususnya antar kawasan lindung di dalm areal
d9n antar
sisa-sisa ekosistern asli di d a l m areal HIl dengan ekosistem-ekosistern asli
&lam keseluruhm mosaik lansekap regional.
4. D a l m ha1 FIT1 dibmgun di atas lahan tidak berhutan, upaya mengernbdikan
fbngsi kawasan lindung hams dipmdmg sebagai bagian tak terpisahkan dari

I.
I dibangun dengan mengkonversi hutan darn ti& produktif
M a t a u merapakan kombinasi IillPH dengan IITI, fragmentasi habitat yang
terbenthya pulau habitat berbran kecil dan terisolasi hams
Komponen struktur tata mang HTI pada u
sama, terdiri dari
(1) areal tanaman pokok; (2) areal persernaian; (3) areal tanman t e p atau sekat
bakar, (4) jalan dan (5) kawasan lindung, n m u n konfimrasi (let& dan posisi
relatif) komponen-komponen tersebut &lam keselumhan areal HTTI dan dalam
lingkup lansekap regional selalu bersifat khusus menurut lokasi (si'te specific).
Pengaturan koqosisi d m k ~ ~ g u r akomponen-komponen
si
di atas serta upaya
m e w e d a n k a n konektivitas komponen lansekap alami di, &lam I-ITI dan
dengan lansekap alami di wilayah regional, misalnya dengan membangun

yang terdapat cialam berbagai level organisais biologis. D d m bio
vasi, tipe-tipe perger&m yang terpenting adalah (Noss, 1993):
organism melintasi bentang dam serta pergerakan ale1 ken) di
p3pulasi organisme. Banyak binatang rnelakukan pergerakan ha
atau stwing-sfones & habibt yang sesuai untuk m e n d a p a h kebutu

keanekaragmm hayati

asan lindung yang urnurn terdapat di areal IFFI addah sernp
sungai, kamm di sehtar mats air, serta areal dengan lereng lebih dari 40%.
N m u n demikian, h g s i ]sawasan lindung seru?g &pandang secaaa under
atinsate oleh para perencana tata ruang HTI. Ke~endemganmenetapkan lebar
. .
urn sempadan sungai sebagaimana diatut dalann Keputusan Presiden
Nomr 321'1990, yakni 100 m
Aayati belum &perhj,tungkan. Sempadan
ekoslstern daratan dengan perairan d m skel
. Apabila haancang s e w a b e w , dengan
daerah riparian yang aktual dan edge @fled,
yang besar bagi upaya komervasi

riparian belum banyak &I

ristik, dinamika dan per
di Indonesia, n m u

mewemi pentingnya ekosistem riparian telah banyak digublikasikan antara lain:
Thornas Maser dan R d e k (1979); N a h a n dan Decamps (1990); serta W m e r
dan Brady (1994). Bmkti-bukti penelitian terseb.ert me
riparian sangat bervariasi dalam hal ukuran dan
muterjadi antara surnberdaya air dan brakteristik fisik
riparian men;lil& eiri spesifik &lam hal
ang &pat dikembangkan sebagai penclri dalm penetapan
Lebar daerah ripanan &tarnbah dengan 2 - 3 Mi luas
edge eSfed &pat dipertimbangkan sebagai kriteria praktis di lapangan.
Pendebtan ini rnen~egahberkembangnya asumsi pr&is yang sel
: lebar 100 rn
kiri sungai memp
ukurm memdai b e
Fungsi sernpadan sungai yang rnengakomodasikan keselu
Marian d m pertirnbangan edge effect dalm konservasi keanek

adalah :
1. Teziptanya koridor distribusi dan pernencaran organism yang menghubungkan berbagai tipe habi
huh hhingga muara.
2. D a e d riparian ymg
aya &an b r a memp
sesuai bagi berbagai spesies yang menetap di habitat terse
Risser (1990) habitat riparian di USA rnempakan habitat
vertebra& terestrial.
Selain itu habitat riparian rnempakan sumber
b u m g yang nyata, rnenyumbmw 23 - 33% ke daerahdaerah di sekitar aliran sung& dan 7 - 15% ke d a e d h e r a h di atasnya.
Selain itu daerah riparian ymg baik akan berhngsi e f e h f sebagai
materi tanah yang tererosi beserta zat hara yang terkandung di
Hasil penelitian di USA menmjukkan bahwa sebagian besar proporsi
oleh daerah riparian di 50 m p

alami ymg terslsa
sehingga &pat
ar kondor 3 - 4
oleh spesies interior. SepGang di
tata mmg m.
Koridor yang terlalu sempit dan kmtong-kantong satwa yang ti@ saling
berhubungan tidak &an banyak bemanfaat bagi konservasi keanekarag
hayati &dam jangka pmjang.

1. Mengingat potensi d m nilai yang terkmdung di dal
keanekaragaman hayati (yang meliputi tingkatan gen, spe
ekosistern) di hutan produksi memp
suatu ha1 yang ti&

bisa dimwar-

tawar lagi. Untuk itu perlu segera disusun strategi hplementasi yang sesuai
dengan situasi dan kondisi ekosispirn hutan yang dike1olddius

2. Sampai saat ini, ukuran kemekaragaan ha@ pada level spesies mas&
bempa h s e p yang
sesuai dengan skala p

yang homogen. Kelimp

spesies dan kemera-

3. Tingkat keanekaragaman manapun yang ingin diukur, luas unit smplrng
. .
pengukuran keanekarag
spesies harus ditetapkan melaltli
metoda kurva mininzum species area.
4. Dalm konteks pengelolaan hutan produksi lestari, baik hutan dam rnaupun
WI, hams &up
untuk rnempertahankm sebanyak m u n h spesies
asli. Selain itu, pengelolaan kawasan terseb
rus diarahkan pa& upaya
rnempe
an fungsi hutan sebagai
distribusi, pemencaran
(dispersal)dan &ran gen (genflsw) bagi kemekaragman hayati regional.

5. Mengingat pentinpya pe

bagi keberlanJ'utan
pembangunan nasional, konservasi keanekarag
hayati mutLak hams
&jadikan bagian dari knteria dan indikator pengelol
Mengingat lawas dan kendala pengukurannya, pengembangan
tauan keanekaragaman hayati di tingkat unit
sadardisasi metode pengukurmya perlu dilakukan.

Blocbus, J.M., M. Dillenbeck, J.A. Sayer, and P. Wegger. 1992. Conserving
Biological Diversity in Managed Tropical Forests. Proceedings of a Workshop at the IUCW General Assembly, Perth, Australia 30 Novernber - 1
Desember 1990. I[UCN/ITTO.

Hayanto. 1993. Konservasi keanekarag
PJP II. Makalah dalm Seminar Nasioml S e k Pembanman
Lingkungan &lam PJPT II. UKSW, Salatiga, 14 Agustus 1993.
1994. Pengelolw Pulau Teqadu: Strategi konservasi keanekahayati di hdonesia. Makalah Penunjang &am Lokakarya
Hayati Tropik Indonesia. P U S P m K , Serpong 3-5
November 1994.
.

Hess, A.L.

1990. Overview: Sustainable Development and E n ~ r o m e n t
ment of Small Islands. In. W. Beller, P. d'Ayala, and P. Hein
Sustainable Development and Envlromend M
S d l Islans. Unesco, Paris and the ParPhenon hblishing Group.

I

. 1992. ITTO Guidelbes for the Sus
of Natural
Tropical Forest. ITTO Policy Development Serie 1. Uokohma, Japan.

. 1992. Criteria for the Measurement of Sustahble Tropical Forest
Management. ITTO Policy Development Serie 3. U o k o b a , Japan.
. 1993. ITTO's Guidelines for the Establishent and M
of Man Made Tropical Forests.

IUCN, UNEP and

1991. Caring for the Earth.
and. Svviitzerland.

A Strategy for

Kaeb, C.J. 1989. Ecological Methdology. f i r p e r and ROWPublishers, New
Uork.
, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Crmm
H e h . Eondon. Sydney.

McNeely, J.A., 1988. Economics and Biological Diversity: Developkg and
Using Economic Incentives to Conserve Biological Resource. IUCN,
Gland, Scvitzerland.
McNeely, J.A., Miller, K. Reid, W. Mittemeier, R. Werner, T. 1990. Conserving the World's Biologi
iversity. World Bank.
, IUCN.
Conservation gntematiornal,
Meffe, G.K. and C.R. Carroll. 1994. Principles of Conservation Biology.
Sinauer Associates, Inc. Sunderland, Massachussets.

Naiman, R.J. and N.Decamps (Exts).
Aquation Terrestrial Ecotones.
Parthenon Publishing Group. New Jersey.

ment of
and the

Noss, R.F. 1993. Lmdscape Comecti~ty:Different Fundions at Different
Scales. In W.E. Hudson (Ed.). Landscape L i w e s and Biodiversity.
Island Press. Washington D .C. Covelo: California.
National Development Planning Agency (BAPPENAS). 1993. Biodiversity
Action Plan for Indonesia. Jakarta.
Pearce, D., E. Barbier and A. Markandya. 1990. Sustainabk Development:
Ecocomics and Environment in the Third World. hndon Envlromental
E c o n o ~ c Centre.
s
Billing and Sons Lts. Worcester.
Putman, R.J. and S.D. Wratten. 1984. Priciples of Eeology. Croom Helm,
London Canberra.
fisser, P.G. 1990. 'ifhe Ecological %naportan= of Land Water Ecotones in R.J.
Nairnan and H. Decamp (eds). The Ecology and Management of Aquatic
Terrestrial Ecotones.
Series Vol. 4. WESCO and the Parthenon
Publishg Group. New Jersey.
Thorns, J.W., C. Maser, and J.E. Rodiek. 1979/ Riparian Zones. In J.W.
Tkornas (Ed.). Wildlife M i t a t s in Managed Forests: The Blue
Rllou~l~
ofs Oregon and Washington. Agricufhre IIandbook No. 553.
US Dept. of Agriculture, Forest Services. Wildlife M
and US Dept. of Interior, Bureau of Land Management.
m C E D . 1992. GonvenPion on Biodiversity.
Warner, R.E. and S.J. Brady. 1994. Managing Farmlands for Wildlife. In T.A.
Boobout (Ed.). Research and Management Tecbques for Wildlge and
Ilabitats. The Wildlife Society. Bethesda, Maryland.

g
WCMC. 1992. Global Biodiversity. Status of the Earth's L i ~ &sources.
Chapman and Ilall. London.
Wilson, E.O. 1988. The Current State of Biologicd Diversity. In Wilson E.O.
and F M. Peter (eds.). Bidversity. National Academy Press.
Washington D.G.

. 1992. The Diversity of Life. Allen Lane the Penguin Press.

, FA0 and W E P . 1992. Global Bidiversity Strategy. Guidelines for
Action to Save. Study and Use Earth's Biotic Wealth Sustainably and
Equitably.