Pengaruh Pemberian Tepung Keong Mas (Pomacea canaliculata Lamarck) terhadap Palatabilitas Umpan Tikus Sawah (Rattus argentiventer ROB. & KLO.)

"Akri mengngrrrtgknrt Trrhtzrt,
Hntikzr berszrknrin knrnur Allah ymyelninntkir. .......
Mrllni sekarnng nku disebzrt yartg bnfuzginoleh seknlinit bnrtgsn,
sebnb yerbruztnn besnr diketjnkntt bngikrr, oleh Ynrtg Mnluz Kruzsn,
Kzrdzrslnh Nnituz-Nya "
(Catena Legio Marine)

...

?ENGC-4R1~PEMRERTAN TEPUNG KEONG MAS

(Pomacea canaliculnta LA
CK) TE
P
PALATABILITAS UMPAN TIKUS SAWAH
(Rattus argentiventer ROB. & KLO.)

Oleh

HERMINA BORU BAHO


JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1997

HERMINA BORU BAHO. Pengaruh Pemberian Tepung Keong Mas (Pomacea
canalicztlata Lamarck) terhadap Palatabilitas Umpan Tikus Sawah (Rattzrs argentzventer Rob. & Klo. )@i bawah bimbingan SWASTIKO PRIYAMBODO dan RULY

ANWAR)).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung
keong mas terhadap palatabilitas umpan tikus sawah.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Vertebrata Hama, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor dari bulan Februari sampai Juni 1996. Tikus yang digunakan
adalah tikus sawah yang dewasa, sehat, tidak bunting dan tanpa dibedakan jenis
kelamimya, berjumlah 25 ekor. Seekor tikus ditempatkan dalam kurungan terpisah
yang dilengkapi dengan tempat makan dan minum. Keong mas yang dipakai sebagai
umpan tambahan diperoleh daxi daerah Sindangbarang, Bogor.

Keong mas


dibersihkan dan direbus, kemudian dieringkan dengan oven dan dihaluskan dengan
menggunakan blender. Pengolahan ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk tepung
keong mas yang akan dicampurkan ke dalam umpan tikus.
Konsentrasi tepung keong mas yang diberikan yaitu 0%, 2.5%, 5%, 7.5% dan
10% (w/w). Rancangan percobaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap dengan lima perlakuan konsentrasi dan diulang lima kali. Pemberian
umpan dilakukan selama 6 minggu, yaitu aplikasi pertama selama 2 minggu dengan
umpan tambahan tepung keong mas, 2 minggu kedua dengan umpan standar, dan 2
minggu terakhir dengan umpan tepung keong mas lagi sebagai aplikasi ketiga.
Pemberian tepung keong mas ini tidak berpengaruh nyata terhadap palatabilitas
umpan. Akan tetapi ada kecenderungan preferensi makan tikus terjadi pada kisaran

~mpzfidmgzfi konsentrasi tepi.ing keong 5%-10%. Tikus mengkonsumsi umpan
dengan tambahan tepung keong mas pada semua konsentrasi. Rata-rata konsumsi
tidak selalu terdapat pada satu konsentrasi dalam tiga aplikasi yang diakukan. Setiap
aplikasi memiliki kisaran konsentrasi tertinggi jumlah yang dikonsumsi oleh tikus, yang
berbeda dengan aplikasi lainnya.
Perlu diakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kisaran konsentrasi
yang tepat yang disukai tikuq terhadap penambahan tepung keong mas ini.
Pengembangan penelitian pengendalian dengan pengumpanan menggunakan keong

mas mempunyai potensi yang baik karena kandungan gizi hewani yang pernah
dilaporkan pada keong mas, cukup tinggi.

PELVMRTJZI PFMRFRTAN TEPXJNG KEONG MAS

(Pomacea cnnaliculntn LAMARCK) TE
DAP
PALATABILITAS UMPAN TIKUS SAWAH
(Rnttus nrgentiventer ROB. & KLO.)

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Qleh
HERMZNA BQRU BAHO
A 290216

JUBUSAN @A.MADAN PEWAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PEFTANwN
BOG08
1w

Judul

:

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KEONG
KL4S (Po???crcen
cancrlic?ilataLAMARCK)
TERHADAP PAZ.ATABILITAS W A N TIKUS
SAWAH (Rnttzrs nrgentiventer ROB. & KLO.)

Nama Mahasiswa

:

HERMINA BORU BAHO


Menyetujui,
Pembimbing I

n

Ir. ~ d s t i k ~o & a m b o d o . ~ ~ i
$TIP 131664 407

If. Rulv Anwar
NIP 131 956 690

Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Februari 1974 di Bukittinggi, Sumatera
Barat. Penulis merupakan putri pertama dari delapan bersaudara, pasangan
G.G.Syamsudin Naibaho dan P. R. Yanti Sitanggang.
Pendidikan penulis d i u l a i dari TK Kuntum Mekar Yayasan Prayoga cabang
Bukittinggi

pada tahun 1979, kemudian tahun 1986 lulus dari Sekolah Dasar

Fransiskus Bukittinggi. Pada tahun


1989 lulus dari Sekolah Menegah Pertarna

Xaverius Bukittinggi dan pada tahun 1992 lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri
3 Bukittinggi.

Pada tahun 1992 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor
melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan tahun berikutnya
memasuki Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian .
Penulis pernah menjadi Asisten Luar Biasa untuk mata ajaran Vertebrata Hama
pada tahun 199411995,

KATA PENGANTAR

Ad Mnyorem to glvriatn tuam. Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah
Yang Maha Kuasa atas segala rahmat-Nya yang tak terkira, sehingga Laporan
Makalah Khusus ini dapat diselesaikan. Laporan ini merupakan salah satu syarat
kelulusan dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian, pada Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Swastiko Priyambodo, MSi dan Bapak Ir. Ruly Anwar yang telah

membimbing selama pelaksanaan penelitian hingga selesainya laporan masalah
khusus ini.
2. Rekan-rekan Legio Mariae Presidium Putri Kerahiman Katedral Bogor (Sri, Lisa,

Mbak Ina, Don, Krisma ),rekan seperjuangan (Lala, Nona, Ian dan Made), dan
dara-dara Bangdubela (Kak Dorly, Nia)
3. Adikku Michael Jr. yang sangat membantu dalam pelaksanaan penelitian.

4. Sahabatku yang terkasih Fr. Diakon G. Suyono SS. CC. atas dorongan semangat,

kasih, doa dan dukungannya.
5. Bapak dan ibu, adek-adek yang mengasihiku.

Harapan penulis semoga laporan ini bermanfaat bagi yang memertukamya

Bogor, Januari 1997

Halaman

DAFTAR TABEL ... ... ....................... ....... ....,... ..... .... ....., ......... .. .... ..........

x

DAFTAR GAMBAR .......................... .......,,,,,,.,,,,.. . ... ...... ... ., ..................

xii

PENDAHULUAN .................. ............................................, ....................

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penel~tlan.............................
.
.
.......................................


..

3

Manfaat Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

4

Tikus Sawah (Rathis argentiventer Rob.&Klo.)..... ...................... ..

4

Bahan Tambahan Berupa Penyedap pada Umpan... ........... .............

5


Keong Mas (Popnacea canaliczclata Lamarck)............ .......... ..........

6

BAKAN DAN METODE

9

Tempat dan Waktu . ........... ......... ...

....................., .............. .....

9
9
9

Percobaan Pendahulua

10


Rancangan Percobaan........................... ..... ....................................

12

..............................

13

.... .......................... ..............

13

Preferensi Makan Tikus ......................,..,,,,,,,,.,........................, ....

15

Potensi Tepung Keong Mas sebagai Penyedap pada Umpan Tikus..

17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... ... ... ....... ...... .... .
Perilaku Makan Tikus ...................

F S S I P I / r p ~ . A J \ ! 9.A-I

S.AB-&I

................... ......... .... ........ . . .. .. . .. . . , . . .. . . .

Kesimpulan ............................
.
.
....................................., ..........
Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21
23

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman
Teks

1.

Rata-rata Konsumsi (gram) Tikus pada Lima Konsentrasi yang
Diberikan
. pada
. Aplikasi Pertama, Aplikasi Kedua,
dan Aphkas~Ketiga ... ............. ............ . ...... ...,...... .... ,,,,..........

2.

Kandungan Tepung Keong Mas(da1am 100 gram)

Lampiran
1.

Rata-rata Konsumsi Harian Tikus pada Aplikasi Pertama.................

24

2.

Rata-rata Konsumsi Harian Tikus pada Aplikasi Kedua atau standar

24

3.

Rata-rata Konsumsi Harian Tikus pada Aplikasi Ketiga...... ........ ....

25

4.

Perubahan Bobot Tikus Selama Perlakuan ........................
..........

26

5.

Sidik Ragam Konsumsi Tikus pada Aplikasi Pertama ....................

27

6.

Sidik Ragam Konsumsi Tikus pada Aplikasi Kedua atau Standar

27

7.

Sidik Ragam Konsumsi Tikus pada Aplikasi Ketiga... ... ................

27

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

Lampiran

1.

Kandang Tikus yang Dilengkapi Tempat Makan dan Minum... ...... ..

28

2.

Tahap Pembuatan Tepung Keong Mas .........................

... ... .... ..

28

3

Keong Mas .................. ... ... ....

......., ,,,... ......, .., ... ... ..., .., .........

29

Latar Belakang
Peningkatan produksi pertanian seringkali terhambat karena masalah hama dan
penyakit tanaman. Salah satu hama yang penting pada berbagai tanaman khususnya
tanaman pangan adalah tikus. Kerugian yang diakibatkan oleh serangan tikus pada
pertanaman pangan seperti padi dan palawija sangat besar. Sampai saat ini serangan
tikus di lahan pertanian masih merupakan masalah yang sangat berat.
Masalah hama tikus bukan saja menjadi masalah di lahan pertanian tanaman
pangan saja tapi juga di lahan perkebunan. Komoditi perkebunan yang sering mendapat kerusakan akibat tikus ini adalah tebu, kelapa dan kelapa sawit. Komoditi perkebunan lain yang juga rusak, tetapi serangannya tidak sering adalah kakao, kopi, dan
hortikultura buah.
Berbagai cara telah banyak dilakukan oleh petani untuk mengendalikan hama
ini di sawah. Pengendalian yang diiakukan petani adalah secara kultur teknis, sanitasi,

fisik-mekanik, biologi, maupun secara kimiawi. Pengendalian secara kultur teknis
biasanya dengan pengaturan pola tanam, waktu tanam, dan jarak tanam. Pengendalian
sanitasi dilakukan dengan cara membersihkan tempat-tempat yang mungkin dijadikan
sarang oleh tikus, sedangkan pengendalian secara fisik mekanis biasanya menggunakan
perangkap ataupun penghalang.
Tindakan pengendalian tikus yang akan diusahakan oleh petani, dengan
berbagai cara yang cepat dan efisien hams tetap memperhatikan faktor-faktor tertentu.
Faktor-faktor tersebut adalah faktor ekonomi, dan lingkungan. Maksudnya adalah
suatu tindakan pengendalian yang diiakukan petani hams aman bagi lingkungan dan

2

2mpe.i sekarang ini pengendalian yang banyak dilakukan oleh petani adalah
pengendalian kimiawi dengan menggunakan rodentisida. Pengendalian kimiawi adalah
pengendalian yang menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat mengganggu aktivitas
makan ataupun gerakan tikus bila dimakan oleh tikus. Akan tetapi bahan kimia yang
digunakan dalam umpan tikus harganya mahal dan sering menyebabkan terjadinya jera
umpan pada tikus.
Banyak penelitian pengendalian yang berhasil, akan tetapi tidak dapat dimasyarakatkan secara luas pemakaiannya karena harga yang mahal ataupun akibat
sampingannya dan tidak dapat digunakan petani setiap saat diperlukan. Pengembangan
tersebut membutuhkan biaya yang besar, contohnya bakteri Salmonella sp. yang
berpotensi sebagai agen pengendali tikus secara biologis. Harga untuk mendapatkan
agen pengendali ini sangat mahal dan kurang dapat diterima karena dapat
membahayakan kesehatan orang yang menggunakan dan hewan lain di sekitamya.
Bakteri agen pengendali ini dapat menyebabkan penyakit perut pada manusia bila
terinfeksi. Kepraktisan dalam penggunaan bahan pengendali juga h a s diperhatikan,
sedapat mungkin tidak berbahaya untuk kesehatan, ekonomi dan aspek lainnya.
Banyak penelitian yang sekarang diiakukan oleh para peneliti adalah untuk
mendapatkan suatu cara pengendalian yang efektif dan efisien

Penelitian pengen-

dalian tikus dengan pengumpanan telah banyak dilakukan dan terns berkembang
Salah satu tujuan penelitian-penelitian tersebut adalah untuk mencari bahan-bahan
yang dapat ditambahkan ke dalam umpan tikus yang beracun. Bahan-bahan itu
diharapkan dapat menyebabkan tikus mendekat dan makan dalam jumlah yang cukup
sampai dosis yang mematikan.
Bahan-bahan yang dipakai untuk tambahan umpan ini diharapkan sesuai secara
ekonomis dan sosial. Harga bahan tersebut hams tejangkau dan mudah untuk menda-

3

pt'tkacnya. R ~ y a bkan
k
yang sudah diteliliti dan ternyata. mempi~nyaipotensi untuk
pengendalian, tetapi kurang dikembangkan.
Dengan penambahan bahan tambahan dari alam diharapkan tidak berbahaya
untuk kesehatan dibandingkan dengan penggunaan bahan tambahan bempa bahan
kimia. Keong mas yang akhir-akhir ini menjadi hama pada pertanaman padi di sawah,
dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada umpan tikus. Penambahan keong mas
yang tersedia dalam jumlah banyak di alam, pada umpan diharapkan menjadikan tikus
mengkonsumsi umpan lebih banyak. Dengan demikian keong mas dapat menjadi bahan tambahan umpan juga pada rodentisida, yang digunakan untuk pengendalian tikus.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung keong mas

(Pomacea cnnnliczrlatn) terhadap palatabilitas umpan tikus sawah (Rattils mgentiventer).
Manfaat Penelitian
Pengendalian tikus dengan pengumpanan dan menggunakan keong mas sebagai
bahan penyedap pada umpan, tidak dapat dikatakan sebagai pengendalian menggunakan musuh alami, karena tikus bukan musuh alami keong mas. Akan tetapi dengan
penelitian ini hasilnya diharapkan dapat mengendalikan tikus sawah dan juga sekaligus
mengendalikan keong mas, sebagai hama tanaman padi.

Tikus Sawah (Raftusargentiventer Rob. & Klo. )
Tikus sawah (Rattzts argentiventer) diklasifikasikan dalam filum Chordata,
kelas Mammalia, ordo Rodentia, famili Muridae, dan genus Rattus (Storer et al.,
1979). Tikus sawah mempunyai mempunyai rambut bagian ventral benvarna putih
kelabu dan pada bagian dorsal coklat. Panjang badan antara 130-210 mm dengan ekor
yang lebih pendek dibandingkan panjang kepala dan badan (Rochman, 1986).
Perkembang-biakannya sangat cepat karena masa bunting dan masa menyusui yang
singkat. Perkembangan ini juga ditunjang oleh tersedianya jumlah dan jenis pakan
yang bervariasi di tempat hidupnya. Tikus sawah akan berkembang lebih cepat bila di
tempat hidupnya jumlah dan variasi makanannya banyak. Tikus mempunyai tempat
hidup atau habitat di sawah dan sekaligus menjadi hama utama di sawah. Serangan hama tikus ini dapat menggagalkan panen tanaman padi. Tikus dapat merusak tanaman
--

>

mulai dari awal pertanaman sampai pada penyimpanaw@~&nan
--,--- 1992).

Pengendalian terhadap hama tikus sudah banyak dilakukan oleh petani untuk
mengurangi jumlah kerugian akibat kerusakan yang disebabkan oleh tikus. Kesulitan
pengendalian tikus ini juga diakibatkan kemampuan tikus yang sangat cepat menghasilkan keturunan Tikus mulai bunting pada akhir stadia primordia padi dan melahirkan di akhir stadia padi masak susu

Sampai panen tikus dapat melahirkan sampai

keturunan ketiga (Priyono, 1988). Tersedianya padi stadia malai setiap waktu akibat
pola pertanaman yang tidak serentak, mendukung tingginya perkembangbiakan tikus
(Boeadi, 1989).
Kemampuan konsumsi individu tikus per hari tidak akan menyebabkan
kerugian terlalu parah. Rata-rata konsumsi tikus per individu adalah 20 gram per hari.

5

Mes!dp'~r. Zerikia:: per;.!ah mpsgs:.t

pzdz tilnls 12% mp~yeb&kz ke~~sllrrm.

Kecepatan berkembang biak dan perilaku mengerat pada tikus, menyebabkan
kerusakan yang diakibatkan menjadi lebih berat. Kerusakan yang diakibatkan oleh
perilaku mengerat ini lima kali lebih parah dibandingkan kerusakan yang diakibatkan
karena perilaku makan tikus (Brooks, 1987).
Rochman (1991) menyebutkan bahwa banyak penelitian pengendalian dilakukan untuk menanggulangi masalah ini. Penelitian yang dilakukan, hasilnya cukup
menyumbang pemecahan untuk permasalahan ini, terutama penelitian tentang pengendalian dan strategi pengendalian (Rochman, 1991). Meskipun demikian banyak hasil
penelitian yang kurang efisien, sehingga kurang dikembangkan karena bahan baku
yang mahal dan susah untuk mendapatkannya. Penggunaan bahan-bahan yang banyak
tersedia di alam dibarapkan dapat meningkatkan tindakan efisiensi pengendalian tikus .

Bahan Tambahan Berupa Penyedap pada Umpan

Berbagai bahan tambahan pada umpan tikus baik berupa penyedap maupun
penarik telah ditambahkan pada umpan tikus Upaya ini diakukan agar umpan yang
diberikan pada tikus dapat lebih menarik, sehingga tikus dapat dengan cepat mengkonsumsinya Bahan-bahan tambahan yang digunakan untuk umpan dapat berasal dari olahan hewan ataupun tumbuhan Penggunaan bahan-bahan yang terdapat di alam
dan mudah didapat mulai dikembangkan Diharapkan dengan penggunaan bahan-bahan
yang berasal dari alam, biaya yang harus dikeluarkan tidak terlalu tinggi
Mengingat perkembangbiakan tikus yang cepat dan akan membentuk populasi
yang banyak bila makanan tersedia sepanjang waktu, maka bahan baku penyedap
ataupun penarik pada umpan hams mudah didapat dan mudah dibuat

6

T i h s 2dd& h e w ~ pemalrac
c
segda Fltm om_ni~orzyacg ?t:engkonsi.!msi pzikan
hewani maupun nabati. Selain merusak padi, tikus juga merusak tanaman perkebunan
misalnya kelapa sawit, tebu dan kakao. Pada tikus yang dibedah untuk mengetahui
jeNs makanan yang dimakan oleh tikus didapatkan pakan utama tanaman pangan atau
perkebunan, ditemukan juga serangga-serangga kecil, siput-siputan dan keong-keongan sekitar 50% (Lembaga Biologi Nasional,1980).
Pemberian pakan tambahan berupa tambahan h e w a ~telah dicobakan pada
tikus, diantaranya adalah pemberian bahan tambahan berupa tepung yuyu pada umpan
tikus. Akan tetapi usaha ini kurang berhasil karena sulit untuk mendapatkan yuyu
dalam jumlah yang banyak. Pemberian bahan tambahan hewani lainnya adalah yang
berasal dari belalang, semut, dan keong mas. Ternyata bahan tambahan hewani yang
berasal dari keong mas juga disukai oleh tikus (Rochman, 1994).
Selain tambahan sebagai penyedap yang dapat meningkatkan konsumsi tikus,
juga dapat meningkatkan penampilan umpan menjadi lebih menarik, dan dengan demikian tikus dapat lebih cepat menemukan dan menyukainya (Sanchez dan Benigno,
1981).

Keong Mas (Pornaceacanaliculata Lamarck)
Keong mas adalah hewan air yang merupakan hewan asli Amerika Selatan
(Saxena, Lara, dan Justo, 1987). Keong mas disebut juga sebagai siput murbei karena
telurnya -bemama merah jambu dan tersusun bergerombol seperti buah murbei.
Hewan ini disebut juga sebagai "golden snail", karena cangkang yang berwarna kuning
keemasan. Keong mas termasuk dalam filum Mollusca dan famili Ampullariidae atau

7

ruldae, geiliis iiiii$?ii~~Gi'itiitiitc
i
i*iiip2iI!ai'i2ix, sekngga naza !r,?ya
n.1.

n&!& AxnlJr -.-

larizrm i ? ~ s ~ i l mdan
~ mAmpullaria crmnliculatn (Mochida, 1987).
Siput murbei merupakan siput yang indah yang semula diharapkan dapat
menjadi komoditas ekspor sama seperti bekicot (Achatinnfilica). Akan tetapi akhirakhir ini akibat cara budidaya yang kurang benar, perkembangbiakannya menjadi
sangat cepat. Pada awalnya keong dipelihara di tambak-tambak ikan petani, tetapi
menjadi pesat pekembangannya sehingga memasuki sawah petani. Di sawah-sawah
petani, keong mas ini m e ~ s a ktanaman padi yang masih muda (Soenajo, 1989).
Masuknya keong mas ke Indonesia awalnya dibudidayakan orang untuk
dikonsumsi. Kemudian keong tersebut lepas dari kolam-kolam pemeliharaan dan masuk areal persawahan dan ditunjang pemeliharan keong mas yang sangat mudah dan
cepat berkembangbiak (Susanto, 1992). Di daerah Lampung keong mas yang awalnya
dipelihara di kolam-kolam ikan rakyat, tetapi karena perkembangbiakan yang cepat,
keong mas sampai dapat memenuhi aliran air untuk sawah irigasi dan masuk ke sawah.
Selain berkembang di saluran irigasi dan terbawa aliran air masuk ke sawah, peranan
manusia secara sengaja juga mempengaruhi penyebaran keong mas ini di sawah.
Adanya sistem pemeliharaan ikan di sawah menyebabkan beberapa petani dengan
sengaja memelihara keong mas di sawah (Soenaqo,1989). Keong mas indah benvama
keemasan ini yang dewasa berukuran panjang 22-26 mm dan berat 10-20 gram per
ekornya. Siklus hidup atau lama waktu dari telur sampai telur kembali hanya membutuhkan waktu sekitar tiga bulan. Siklus hidup keong mas lebih pendek dari siklus
hidup bekicot (enam atau tujuh bulan). Keong mas mempunyai kepridian tinggi, yaitu
sekitar 300-500 butir per individu betina dewasa. Susunan telurnya bergerombol,
bertumpukan, benvarna merah jambu dan menempel pada kayu, tepi pematang atau

.+.;,.-

.,.

lr,.l*-

8

5k:a::

ke!cxp~k telzz izi ~ z z j m gh CIT-, !~b2r2 SIT-

(I_=

tebz! !C

~ tetqi
I

ukuran ini dapat lebii atau kurang bergantung pada ukuran tubuh induk betina
(Soenarjo, Panudju, dan Syam 1989). Akibat perkembangbiakan ini keong mas
menjadi potensial sebagai hama di pertanaman padi sawah.
Di negara Filipina pada tahun 1988 keong mas sudah dinyatakan sebagai hama
utama pada tanaman padi dan mendapat perhatian pengendalian yang khusus (Soenarjo, 1989). Di Indonesia pada tahun 1988 serangan keong mas telah terjadi di
propinsi Jawa Tengah dan Lampung. Akhir-akhir ini propinsi Sumatera Utara, Jambi,
DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur sudah terserang hama keong mas ini
(Susanto, 1992). Usaha-usaha pengendalian yang sudah dilakukan baik secara mekanis
dengan membuat parit di sekeliling pematang sawah, maupun secara kimiawi
menggunakan moluskisida. Pembuatan parit di s e k e l i g pematang sawah bertujuan
agar petani mudah mem&t

keong. Pengendalian yang umum adalah memungut

keong mas secara langsung dari rumpun padi, akan tetapi cara ini sangat tidak efisien.
Pengendalian secara kimiawi sangat berbahaya, karena penggunaan moluskisida dapat
membahayakan ikan yang berada di sawah dan juga hewan lain yang masuk ke sawah
misalnya itik. Moluskisida membahayakan itik yang semula dijadikan sebagai agen
pengendali hayati untuk keong mas (Mochida, 1987).
Pemanfaatan keong mas sebagai makanan yang diolah untuk manusia pernah
diusahakan di Taiwan, Jepang dan Filipina. Akan tetapi orang yang mengkonsumsi
makanan olahan keong mas ini dalam jumlah banyak akan merasa pusing. Rasa daging
yang kurang enak dibanding dengan daging bekicot menyebabkan usaha ini tidak
berhasil. Akhir-akhir ini keong mas diusahakan sebagai makanan tambahan bagi
hewan petemakan seperti itik, sapi dan kambing (Kompiang, 1979).

Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Vertebrata Hama, Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dimulai pada bulan Februari 1996 sampai Juni 1996. Penelitian
terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap pelaksanaan
penelitian.
Bahan dan Alat
Hewan Percobaan. Dalam penelitian ini digunakan hewan percobaan yaitu
tikus sawah (R argentiventer) yang diperoleh dari daerah Leuwiliang, Bogor. Tikus
yang digunakan berjumlah 25 ekor yang sehat, dewasa, dan tidak bunting.
Um~an.Keong mas (P canaZicziZata) diperoleh dari berbagai pertanaman padi
dan kolam rakyat di daerah Sindang Barang, Bogor.
Kandang. Kandang yang digunakan sebagai tempat tinggal tikus terbuat dari
seng dan kawat berukuran 29 cm x 18 cm x 13 cm. Setiap kandang ditempati oleh
satu ekor tikus dan dilengkapi dengan tempat makan dan minum tikus.
Alat lainnya yang digunakan adalah timbangan untuk menimbang umpan tikus
dan individu tikus sendiri. Selain digunakan ember plastik kecil, tempat pencampuran
tepung keong mas dengan beras.
Metode
Keong mas yang digunakan adalah bagian dagingnya yang bersih tanpa cangkang, gelembung udara dan isi perut. Keong mas yang diperoleh dari lapangan dicuci
bersih kemudian dimasukkan dalam air mendidih di atas api selama 10 menit.

10

K e z ~ d i l tkeeng
,
diks!gzk~n rlzn rliskxm sir dingin, untuk mem~.!da!d!an melepaskan daging dari cangkangnya. Daging dilepaskan dari cangkang dengan menggunakan bambu tipis yang tajam, kemudian dibersihkan dari bagian kotoran, gelembung
udara serta bagian lain yang tidak perlu. Setelah pemisahan dan pembersihan, daging
keong ditiriskan dan dijemur di bawah sinar matahari bila cuaca cerah. Pengeringan ini
dapat diganti dengan cara pengovenan bila cuaca tidak memungkinkan.
Daging keong yang matang dapat diangkat atau dianggap kering setelah wama
menjadi kekuningan dan rapuh saat diiris kecil-kecil. Potongan-potongan kecil ini
kemudian dihaluskan dengan blender sampai berbentuk tepung. Tepung inilah yang
akan dicampurkan ke dalam umpan standar yang akan diberikan pada tikus.
Campuran tepung yang ditambahkan ke umpan standar beras adalah dengan lima
konsentrasi yang berbeda.
Tepung keong mas yang digunakan, diuji kandungan protein, mineral, dan
lemak dalam 100 gram tepung.

Pereobaan Pendahuluan
Percobaan pendahuluan terlebih dahulu dilakukan sebelum percobaan
sebenarnya untuk mendapatkan kisaran konsentrasi tepung keong mas yang akan
dicampurkan pada beras

Di samping mencari kisaran konsentrasi yang tepat juga

dicari juga bentuk penambahan umpan keong mas yang lain selain bentuk tepung dan
mengetahui kisaran jumlah konsumsi pakan tikus

Sebelum perlakuan percobaan

pendahuluan ini dilakukan, tikus dipuasakan selama satu hari
Pemberian umpan perlakuan dilakukan dengan konsentrasi 0%, 5% 10% dan
15%

Rata-rata ransum standar yang dicampur tepung keong mas yang diberikan

adalah 20 gram Umpan 5% berarti dalam 20 gram umpan perlakuan terdapat satu

11

g

z tepEg
~
k e o ~ gmas

I? gram u q z n s?a.ndar $eras). Sebagai bahan pengikat

('"oinder") digunakan minyak goreng.
Selain bentuk tambahan keong mas berupa tepung, dicobakan juga pemberian
keong mas dalam bentuk daging segar dan dalam bentuk daging yang dikeringkan.
Daging tersebut dipotong kecil-kecil dan dicampurkan dengan beras.
Ternyata sampai seminggu perlakuan tikus tidak mengkonsumsi ransum yang
tercampur umpan keong mas dan hanya memakan bagian umpan yang tidak tercampur
daging keong mas. Kedua bentuk daging keong mas, baik yang segar ataupun yang
sudah dikeringkan tidak disukai oleh tikus. Hal ini kemungkinan karena bau yang
menyengat dari umpan keong mas dan lebih disukai oleh organisme lain seperti lalat
dan semut.
Setelah kedua bentuk umpan segar di atas dicobakan bamlah dicobakan umpan
dengan campuran keong mas berbentuk tepung. Bentuk inilah yang dikonsumsi oleh
tikus, karena tercampur merata pada umpan. Pada semua konsentrasi yang dicobakan,
tikus agak lama baru kemudian mencicipi konsentrasi 15%. Konsentrasi lainnya pada
hari pertamapun sudah dikonsumsi oleh tikus.

Dari percobaan pendahuluan ini

didapatkan kisaran konsentrasi yang disenangi oleh tikus adalah 0-10%.
Konsentrasi yang dipakai pada tahap pelaksanaan penelitian adalah 0%, 2.5%,
5%, 7.5% dan 10%. Lama perlakuan adalah dua minggu untuk aplikasi pertama, dua

minggu untuk aplikasi kedua atau standar, dan dua minggu untuk apl'iasi ketiga.
Aplikasi pertama dan ketiga umpan dicampurkan dengan tepung keong mas, sedangkan aplikasi kedtla umpan yang dibeEikan adalah umpan standar.

q ~ . jumlqt
Peubakyang diamati selama p e r l h a n a@& perilaku ~ ~ a ktikus,
konsumsi, danperrrbahanbo6ot-&SS

--

12

Etsncangan Percobawn
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan lima taraf
perlakuan konsentrasi tepung keong mas yaitu 0%, 2.5%, 5%, 7.5% dan 10%. Setiap
konsentrasi diulang sebanyak lima kali.

HASTL DAN PEMBAHASAN

Perilaku Makan Tikus
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tikus pada umurnnya tidak langsung
mengkonsumsi umpan yang diberikan. Umpan yang dicampurkan dengan bahan tambahan tepung keong mas terlebih dahulu dikelilingi baru dicicipi. Untuk beberapa hari
dalam minggu pertama tikus mengkomsumsi dalam jumlah sedikit. Hal ini membuktikan bahwa tikus bersifat hati-hati terhadap benda atau makanan yang asing baginya
atau baru ditemukan (sifat neofobia).
Walaupun umpan berupa beras sudah dikenal oleh tikus dan merupakan salah satu
pakan utama yang ditemui di lapang, namun karena kondisi lingkungan berupa
kurungan yang baru, tetap mempengaruhi sifat hati-hatinya. Dari pengamatan juga
diketahui bahwa tikus mulai beraktivitas makan pada hari menjelang malam atau sore
hari, yang membuktikan bahwa tikus merupakan hewan nokturnal
Umpan pada semua konsentrasi keong yang diberikan pada aplikasi pertama
dikonsumsi oleh tikus (Tabel Lampiran 1). Rata-rata konsumsi per hari pada aplikasi
pertama adalah 6.95 gram atau kira-kira 7.84% dari rata-rata bobot tikus yang
diperlakukan. Menurut Meehan (1984) tikus mengkonsumsi pakannya kira-kira 10%
dari bobot tubuhnya
Peningkatan maupun penurunan jumlah konsumsi umpan pada tikus yang tidak
stabii, karena umpan denga tambahan tepung keong mas belum begitu dikenal oleh
tikus. Penurunan jumlah konsumsi juga dapat terjadi karena umpan dengan tambahan
tepung keong mas itu dirasakan kurang enak oleh tikus. Beberapa hari pertama pada
aplikasi satu, sisa tepung keong mas banyak tersisa dalam gelas tempat minum tikus.
Kemungkinan setelah tikus mencicipi umpan tersebut, tikus lalu minum atau dengan

14

sezg~jem p ~ c ~mc!stzye
ci
pede eir mimm~ya.Tetepi 3-4 hari berihltnya ha1 ini tidak

ditemui lagi, diduga tikus terpaksa mengkonsumsi karena tidak ada pilihan lain pakannya. Naik turunnya jumlah umpan yang dikonsumsi tikus berpengaruh pada pada naik
turunnya bobot tikus (Tabel Lampiran 4).
Bila diliat dari rata-rata keseluruhan bobot tikus, umumnya bobot tikus
meningkat setelah aplikasi satu. Tikus yang mengalami kenaikan berat badan setelah
aplikasi satu adalah 88%.
Pada aplikasi kedua atau aplikasi standar, tikus mengkonsumsi kira-kira 7.19
gram per individu atau kira-kira 8.11% dari bobot tubuhnya. Jumlah konsumsi pakan
tikus pada aplikasi kedua, lebih tinggi dari jumlah konsumsi tikus pada aplikasi satu
(Tabel Lampiran 2). Jumlah tikus yang mengalami kenaikan bobot tubuh setelah
aplikasi standar ini hanya 72%. Penurunan peningkatan bobnot tubuh ini terjadi karena tikus hanya mengkonsumsi umpan standar saja. Tikus mengalami kekurangan
kandungan, lemak, mineral dan protein dalam pakannya. Pada aplikasi pertama tikus
menda-patkan sumber, lemak, mineral dan protein dari tepung keong mas.
Pada aplikasi ketiga tikus kembali lagi diberi pakan dengan umpan tambahan
tepung keong mas, sama seperti aplikasi pertama. Konsumsi harian rata-rata tikus
adalah 7.05 gram atau kira-kira 7.25% dari rata-rata bobot tikus (Tabel Lampiran 3).
Konsumsi tikus pada aplikasi ketiga ternyata lebih rendah dari pada konsumsi tikus
pada dua aplikasi sebelumnya. Jumlah tikus yang mengalami kenaikan bobot tubuh
hanya 66.67%.
Bila diiihat dari rata-rata konsumsi tikus per hari per individu (Tabel 1) hanya
6-7 gram, jumlah konsumsi tersebut kurang dari 10 % rata-rata berat tubuh tikus
(Tabel Lampiran 4). Bila dalam suatu makanan terkandung semua jenis asam amino,

15

prrrtei;.r!~?l~!cznzfi
zker! digunakan llntuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan-jaringan
tubuh, meskipun dalam pelaksanaannya tubuh tidak mempunyai efisiensi yang
demikian tingginya untuk mencerna semua protein Bentuk protein yang tidak dapat
dicerna ini tidak dipergunakan oleh tubuh sehingga menumpuk dengan jaringan serat
dan lemak (Sediaoetama, 1976) Hal ini dapat diterangkan dengan kemungkinan
adanya jenis-jenis protein dalam tepung keong mas yang dicampurkan ke pakan yang
tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan tikus Jenis kandungan protein yang
tidak dapat dicerna tersebut karena terhambat oleh adanya jaringan serat dan lemak
dalam tubuh tikus Hal ini terbukti dalam daging keong mas juga mengandung lemak
yang tinggi Produksi sehari per gram protein dapat meningkatkan 0,38 gram per kg
berat badan tikus
Walaupun pada setiap aplikasi bobot tubuh tikus mengalami kenaikan ataupun
penurunan dalam pola yang tidak teratur, namun secara umum dapat dikatakan bahwa
pemberian tepung keong mas meningkatkan bobot tubuh tikus Hal ini menandakan
bahwa perilaku tikus adalah menyenangi pakan yang ditambahkan tepung keong mas
Perilaku makan tikus yang menyenangi umpan dengan tambahan keong mas,
meningkatkan konsumsi tikus dan meningkatkan bobot tubuh tikus, sehingga berpotensi dijadikan bahan tambahan umpan tikus
Preferensi Makan Tikus
Tikus secara umum mengkonsumsi semua konsentrasi tepung keong mas yang
ditambahkan pada umpan dan diberikan pada tikus. Pada aplikasi satu rata-rata
konsumsi tikus paling tinggi pada konsentrasi 5% dibandingkan konsentrasi lainnya,
tetapi hasilnya tidak berbeda nyata pada oc = 0,05 (Tabel 1 dan Tabel Lampiran 5).

16

Tabel 1. Rata-rata Konsumsi (gram) Tikus pada Lima Konsentrasi yang
Eibciik?u?padti Aplikasi Peitaiis, Kged.12d= Ketigz

Konsentrasi

Aplikasi

Rata-rata konsumsi tikus terhadap umpan yang diberi keong mas tidak berbeda
nyata (P > 0.05) dibandingkan dengan kontrol. Hal ini membuktikan bahwa pemberian
umpan tikus yang ditambahkan tepung keong mas tidak mempengaruhi preferensi
makan tikus, walaupun dari jumlah konsumsi rata-rata paling tinggi terdapat pada
perlakuan konsentrasi 5%.
Pada aplikasi kedua (aplikasi standar) konsumsi tikus pada semua konsentrasi
tidak berbeda nyata dengan konsumsi rata-rata kontrol (P > 0.05) (Tabel 1 dan Tabel
Lampiran 6). Tikus yang telah diberi umpan dengan tambahan tepung keong mas
konsentrasi 5% pada aplikasi pertama, meningkat konsumsinya pada aplikasi standar.
Tikus yang sebelumnya diberi konsentrasi 10% lebih tinggi dari rata-rata konsumsinya
dibandingkan dengan konsentrasi lainnya.
Pada apliasi ketiga saat diberi umpan dengan tambahan tepung keong mas
lagi, rata-rata konsumsi tidak berbeda nyata (P > 0.05) (Tabel 1 dan Tabel Lampiran 7).
Konsentrasi 5% tidak berbeda nyata dengan kontrol dan konsentrasi 2.5%. Konsentrasi

ini juga tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 7.5% dan 10% pada aplikasi ketiga.

17

D i d s g ~her?. pemherian umpan dengan tamhahan tepung keong mas terns menerus
tikus merasa jera umpan dan menjauhinya. Terlihat rata-rata konsumsi setiap aplikasi
menurun, kecuali konsentrasi 7.5% semakin meningkat (Tabel 1). Pada apliasi ketiga
konsentrasi 5% mempengaruhi preferensi makan tikus. Konsentrasi 5% pada aplikasi
pertama paling tinggi tapi pada aplikasi ketiga konsentrasi 10% yang lebih meningkat.
Walaupun secara umum, rata-rata jumlah konsumsi tikus pada semua aplikasi tidak
berbeda nyata dengan kontrol, yang tidak diberi bahan tambahan tepung keong mas.
Kemungkinan jumlah tepung keong mas dalam umpan terlalu banyak ataupun terlalu
sedikit sehingga perlu diietahui jumlah tambahan umpan yang tepat.
Keseluruhan hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua konsentrasi pada
aplikasi pertama, kedua, dan ketiga tidak berbeda nyata (P > 0.05). Akan tetapi terlihat
bahwa konsumsi tikus pada kisaran konsentrasi 5% dan 10% lebih tinggi dari kontrol
dan ha1 ini menunjukkan kemungkinan kisaran konsentrasi ini lebii cocok. Dengan
demikian konsentrasi yang lebih sempit dalam kisaran konsentrasi tersebut dapat dicobakan, untuk mengetahui preferensi makan tikus lebih lanjut.
Selain mengkonsumsi pakan, tikus mempunyai kebiasaan mengerat bambu
tempat persembunyian pada kurungan untuk mencegah pertumbuhan gigi seri yang
tumbuh terus menerus.

Potensi Tepung Keong Mas sebagni Penyedap
pnda Umpan Tikus
Budidaya keong mas di Indonesia masih dilarang pemerintah karena kekhawatiran menjadi hama pada pertanaman padi di sawah. Beberapa propinsi di Indonesia
seperti Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
dinyatakan mempunyai potensi kena serangan hama keong mas ini. Pengendalian hams

18

oegerz rTlab~k;~n
dan pemb~~didayaan
keong mas tidak boleh dilakukan di perairan
umum dan persawahan. Masih banyak orang yang membudidayakan keong mas ini
karena merupakan hewan yang indah yang dapat dijadikan penghias akuarium.
Setelah menjadi hama di berbagai daerah pertanaman padi di Indonesia, pemerintah membatasi pengembangannya. Pengendalian pun banyak dilakukan agar hama ini
tidak meluas kemana-mana. Pemanfaatan keong mas ini merupakan salah satu alternatif
pengendalian yang dilakukan manusia.
Pemanfaatan yang sudah pernah dilakukan adalah sebagai bahan campuran
pakan hewan peliharaan dan ikan. Keong mas merupakan sumber protein hewani yang
baik karena jumlah protein, lemak dan mineral yang dikandungnya tinggi.
Pemanfaatan lain adalah sebagai bahan tambahan penyedap pada umpan tikus
karena protein hewani yang dimilikinya cukup tinggi. Bahan tambahan penyedap pada
umpan tikus memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan, karena semua
konsentrasi yang diberikan dikonsumsi oleh tikus. Secara umum pula bobot tubuh tikus
meningkat akibat mengkonsumsi pakan yang ditambahkan tepung keong mas. Menurut
Suwarman (1989),

keong mas mempunyai daging yang kaya protein dan mineral

seperti zat besi, kalsium, dan magnesium, tembaga, yodium, dan vitamin C.
Hasil uji laboratorium terhadap kandungan tepung keong mas yang dicampurkan pada umpan tikus juga mempunyai kandungan mineral, lemak dan protein
(Tabel 2).
Menurut laporan Susanto (1995), dalam 100 gram daging keong mas terdapat
sedikitnya kalori 64 kilo kalori, protein 12 gram, karbohidrat 2 gram dan sejumlah
mineral seperti fosfor, besi, dan kalsium.

19

Tabe! 2.K.andiungan 100 gram Tepung Keong Mas

Cawan A (%)

Cawan B (Oh)

Rata-rata (YO)

Protein

24.4734

24.2837

24.3786

Lemak

20.2609

19.9965

20.1287

Mineral

25.6707

25.5702

25.6204

Air

10.0553

9.9285

9.9919

Adanya perbedaan jumlah kandungan lemak, protein dan mineral dalam dua
pengujian yang telah diiakukan diduga karena bentuk yang berbeda. Salah satunya berbentuk daging dan yang lain berbentuk tepung. Tepung yang diuji berasai dari daging
keong mas yang bersih tanpa gelembung udara dan isi perut, sehingga jumlahnya dapat
berkurang dari jumlah yang diiaporkan. Selain itu daging yang dijadikan tepung sudah
melewati berbagai proses perlakuan pembuatan misalnya perebusan, pengeringan, dan
penghalusan.
Baik keong mas yang berbentuk tepung maupun daging mempunyai kandungan
lemak, protein dan mineral tetap tinggi dan dapat diharapkan sebagai sumber protein
hewani yang bernilai gizi tinggi.