Pengaruh Pemberian Keong Mas (Pomacea canaliculata) terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kadar Hemoglobin Tikus Putih (Rattus norvegicus)
PENGARUH PEMBERIAN KEONG MAS
(
Pomacea canaliculata
) TERHADAP PERTAMBAHAN
BOBOT BADAN DAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb)
DARAH TIKUS PUTIH (
Rattus norvegicus
)
WULAN DEWININGTIAS
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
(2)
RINGKASAN
WULAN DEWININGTIAS C34080073. Pengaruh Pemberian Keong Mas (Pomacea canaliculata) terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kadar Hemoglobin (Hb) Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus). Dibimbing oleh ELLA SALAMAH dan SRI PURWANINGSIH.
Keong emas (Pomacea canaliculatus) merupakan salah satu jenis moluska yang sering ditemukan di sawah. Pandangan mengenai keong mas yang hanya sebagai suatu hama merugikan dan hewan yang tidak memiliki manfaat, tidak sepenuhnya benar. Sampai saat ini, keong mas telah dimanfaatkan menjadi sumber pakan dan pangan. Keong mas memiliki kandungan mineral yang tinggi terutama zat besi yaitu sebesar 44,16 mg/100 gr (bk). Zat besi memiliki fungsi sebagai carrier oksigen dan berperan dalam pembentukan sel darah merah (eritrosit), dimana hemoglobin merupakan komponen esensial eritrosit. Adanya kandungan Fe yang tinggi pada keong mas maka perlu dilakukan penelitian pengaruh pemberian keong mas terhadap bobot badan dan kandungan hemoglobin tikus putih.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian keong mas (Pomacea canaliculata) terhadap pertambahan bobot badan dan kadar hemoglobin (Hb). Penelitian ini dibagi dalam dua langkah pekerjaan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Langkah penelitian pendahuluan meliputi preparasi sampel, pembuatan tepung keong mas dan pembuatan ransum. Langkah penelitian utama meliputi persiapan kandang, masa adaptasi hewan percobaan, masa perlakuan, pengambilan darah, dan analisis hemoglobin. Tikus dibagi dalam tiga kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari sembilan ekor tikus. Ketiga kelompok tikus dengan perlakuan perbedaan ransum yaitu ransum komersial, ransum dengan penambahan daging, dan ransum dengan penambahan daging dan jeroan keong mas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penambahan keong mas memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan tikus. Perlakuan penambahan daging merupakan kelompok perlakuan yang mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu rata-rata 5,2 gr/dua hari/ekor. Penambahan keong mas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar hemoglobin tikus ketiga perlakuan. Rata-rata kadar hemoglobin tikus pada kelompok ransum komersil, perlakuan dengan penambahan daging keong mas, dan dengan penambahan daging daging dan jeroan keong mas berturut-turut adalah adalah 13,253 (gr/dL), 13,443 (gr/dL) dan 13,373 (gr/dL).
(3)
PENGARUH PEMBERIAN KEONG MAS
(
Pomacea canaliculata
) TERHADAP PERTAMBAHAN
BOBOT BADAN DAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb)
DARAH TIKUS PUTIH (
Rattus norvegicus
)
WULAN DEWININGTIAS
C34080073
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perikanan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
(4)
Judul skripsi : Pengaruh Pemberian Keong Mas (Pomacea canaliculata) terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kadar Hemoglobin Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Nama Mahasiswa : Wulan Dewiningtias
NIM : C34080073
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Ella Salamah, M.Si Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si NIP. 19530629 1988 03 2 001 NIP. 1965 0713 1990 02 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 19580511 198503 1 002
(5)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Keong Mas (Pomacea canaliculata) terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kadar Hemoglobin (Hb) Tikus Putih (Rattus norvegicus)” adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor , Februari 2013
Wulan Dewiningtias NRP C34080073
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadrat Allah SWT atas segenap limpahan karunia tak terhitung banyaknya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasullah SAW. Penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Keong Mas (Pomacea canaliculata) terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kadar Hemoglobin (Hb) Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus)” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantanya kepada:
1) Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Ir. Sri Purwaningsih M.Si sebagai komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan dan motivasi serta semua ilmu yang telah diberikan.
2) Dr. Desniar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji atas arahan dan perbaikan yang telah diberikan.
3) Dr. Ir. Ruddy suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknolgi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institus Pertanian Bogor.
4) Dr. Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl Biol selaku komisi pendidikan Departemen Teknologi Hasil perairan.
5) Kedua orang tua saya ayahanda Waryo dan Ibunda Sunariyah atas segala doa dan apapun yang telah diberikan kepada penulis yang tak terhitung banyaknya .
6) Pihak Kementrian Agama RI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama kuliah di Institut Pertanian Bogor.
7) Kakak bintng, ka asep dan adik Nita, Eki, dan Sela atas motivasi dan segala canda tawanya.
8) Bu Ema, Mba Dini, Ka Riki dan seluruh staf THP terimakasih atas bantuan dan bimbingannya selama penelitian.
9) Intan, Lista, Ida, Asni , Fitri , Hilma terimakasih atas kebersamaan kita.
(7)
11) CSS Mora 45 IPB dan THP 45, 46 yang selalu memberikan bantuan tenaga, fikiran, motovasi dan doa untuk membantu penulis dari kuliah, penelitian sampai penyelesaian skripsi ini.
12) Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua yang telah diberikan. Hanya Allah sebaik-baik Pemberi Balasan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Februari 2013
(8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karawang 26 Juni 1990 dari ayahanda bernama Waryo dan Ibunda bernama Sunariyah. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan formal dimulai dari SD Adiarsa VII Karawang dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 2 Karawang, dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan selanjutnya ditempuh di MAN MODEL Babakan Ciwaringin Cirebon dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Beasiswa Utusan daerah (BUD) dari Kementrian Agama RI diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kalautan.
Selama perkuliahan penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, seperti Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan (HIMASILKAN) danComunity of Santri Scholars Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA) IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Teknologi Pengolahan Tradisional Hasil Perairan dan Biotoksikologi Hasil Perairan pada tahun 2012. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul “Pengaruh Pemberian Keong Mas (Pomacea canaliculata) terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kadar Hemoglobin (Hb) Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus)”, dibimbing oleh Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... ... 2
2.. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Mas ... 4
2.2 Pemanfaatan Keong Mas... . 5
2.3 Mineral Fe dan Fungsinya ... 7
2.4 Darah dan Hemoglobin... ... 9
2.5 Biologi Tikus Putih ... . 11
3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 13
3.2 Bahan dan Alat ... 13
3.3 Metode Penelitian ... 13
3.3.1 Penelitian pendahuluan ... 15
3.3.2 Penelitian utama ... 15
3.4 Analisis Penelitian ... 16
3.4.1 Analisis proksimat ... 17
3.4.2 Analisis mineral Fe ... 19
3.4.3 Analisis kadar hemoglobin ... 20
3.4.4 Analisis parasit ... 20
3.5 Rancangan Percobaan ... 20
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Keong Mas ... 22
4.2 Rendemen... ... 23
4.3 Komposisi Kimia ... 24
4.3.1 Komposisi kimia bahan baku ... 24
4.3.2 Komposisi kimia tepung keong mas ... 27
4.3.3 Komposisi kimia ransum ... 29
(10)
4.5 Pertumbuhan Bobot Badan Tikus ... 31
4.6 Hemoglobin Darah tikus... 35
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 36
5.2 Saran... 36
DAFTAR PUSTAKA ... ... 37
(11)
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Komposisi kimia keong mas ... 6
2. Klasifikasi mineral berdasarkan fungsinya ... ... 7
3. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk besi... 9
4. Komposisi kimia keong mas tanpa cangkang ... 25
5. Komposisi kimia tepung keong mas segar dan tepung keong mas ... ... 27
6. Komposisi kimia ransum perlakuan... ... 30
(12)
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Keong mas ... 4
2. Metabolisme zat besi di dalam tubuh... ... .. 8
3. Tikus putih... ... 12
4. Diagram alir tahap penelitian... ... 14
5. Keong mas utuh (Pomacea canaliculata) ... 22
6. Bagian daging dan bagian jeroan keong mas ... ... 23
7. Diagram pie rendemen keong mas ... ... .. 23
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1 Lokasi pengambilan keong mas ... 42
2 Contoh perhitungan rendemen keong mas ... ... 42
3 Data komposisi kimia keong mas ... 43
4 Data komposisi kimia tepung keong mas... ... 43
5 Data komposisi kimia ransum perlakuan ... 43
6 Formulasi pembuatan ransum ... 44
7 Tabel pertambahan bobot tikus ... ... 45
8 Gambar tempat makan dan minum tikus ... 46
9 Prosedur pengukuran kadar hemolgobin... 47
10 Gambar Spektrofotometer UV-Vis... 47
11 Prosedur pengujian parasit... ... 48
12 Hasil analisis ragam pertumbuhan bobot badan tikus... ... 48
13 Uji lanjut Duncan rataan pertumbuhan ... 48
(14)
1 PENDAHULUAN
Keong mas (Pomacea canaliculatus) merupakan salah satu jenis moluska yang sering ditemukan di sawah. Keong mas merupakan hama tanaman padi yang berbahaya karena memakan padi yang baru ditanam dan dapat menghancurkan 50-80% potensi panen. Menjelang tahun 1988 keong mas dianggap hama padi nomor dua yang paling membahayakan setelah wereng coklat. Keong mas memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi, keong mas muda dapat tumbuh dengan cepat dan hanya memerlukan waktu tiga bulan untuk berkembang biak. Keong mas meletakkan gumpalan telurnya kurang lebih 20 cm di atas permukaan air, dan setiap gumpalan telur mengandung sekitar 400-700 (Puspita et al. 2005).
Potensi keong mas dapat menyebabkan kerusakan tanaman padi berkisar 10 - 40%, daerah penyebaran di wilayah Indonesia antara lain Jawa, Sumatra, Kalimantan, NTB dan Bali. Wilayah D.I Yogyakarta daerah penyebarannya di Sleman, Bantul, kota Yogyakarta dan Kulonprogo. Luas serangan yang terjadi di wilayah D.I. Yogyakarta masih sangat rendah tetapi jangka waktu ke depan perlu diwaspadai keberadaan hama keong mas karena perkembangan dan pertumbuhan yang sangat cepat. Keong mas mudah ditemukan di daerah sawah, waduk, situ, rawa dan genangan air ( Budiyono 2006)
Estebenet dan Martin (2002) menambahkan, keong mas termasuk dalam keluarga Ampuliriadae yang dapat dilihat secara karakteristik anatomi, fisiologi dan ekologi. Dampak biologi dan manajemen dari keong mas sebagai hama dalam pertanian telah banyak dikaji. Hal ini menjadi kajian menarik para ilmuan sejak lama. Beberapa studi lapang telah fokus pada dinamika populasi keong mas tersebut. Keprihatinan internasional tentang keong mas ini telah terjadi sejak keong mas yang berasal dari Argentina menjadi hama padi di Asia.
Suharto dan Kurniawati (2009) menyatakan pandangan mengenai keong mas yang hanya sebagai suatu hama merugikan dan hewan yang tidak memiliki manfaat, tidak sepenuhnya benar. Keong mas sampai saat ini telah dimanfaatkan sebagai pakan ternak itik, kerajinan tangan, pupuk dan pangan
(15)
Keong mas mengandung gizi yang tinggi, selain lemak, protein, dan vitamin keong mas juga tinggi akan mineral. Mineral merupakan zat tubuh yang berfungsi sebagai pembentuk bermacam-macam jaringan tubuh seperti tulang dan gigi (Ca dan P) serta sel darah merah (Fe). Salah satu kandungan mineral yang tinggi dari keong mas adalah zat besi (Fe). Menurut hasil penelitian Purwaningsih et al. (2011) kadar Fe yang terdapat pada keong mas segar sebesar 44,16 mg/100 gr (bk). Hal ini menunjukkan bahwa keong mas memiliki kadar besi yang sangat tinggi dibandingkan dengan komoditas perikanan penting lainnya. Menurut Norwegian Directorate of Healt (2006) ikan salmon memiliki kadar besi 0,4 mg/100 gr, udang 0,1 mg/100 gr, dan makarel 0,9 mg/100 gr. Menurut Arifin (2008) zat besi termasuk mineral mikro yang merupakan bagian hemoglobin, miglobin, enzim, sitokrom, dan komponen lain. Zat besi memiliki beberapa fungsi diantaranya carrier oksigen dan pembentukkan darah dimana hemoglobin merupakan komponen esensial di dalam eritrosit (sel darah merah). Mengingat hal diatas dan berdasar pada keunggulan dari keong mas yang kaya akan zat besi dan belum ada penelitian mengenai pengaruh keong mas khususnya terhadap hemogolobin, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian keong mas terhadap pertambahan bobot badan dan kandungan hemoglobin darah (Hb) pada tikus.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Keong Mas (Pomacea canaliculata) terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kadar
Hemoglobin (Hb) Tikus Putih (Rattus norvegicus)”memiliki tujuan umum dan tujuan khusus.
1.2.1 Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian keong mas (Pomacea canaliculata) terhadap pertambahan bobot badan dan kadar hemoglobin (Hb) tikus putih (Rattus norvegicus).
1.2.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a) menentukan rendemen keong mas
(16)
c) menganalisis pengaruh keong mas terhadap pertumbuhan bobot badan tikus d) menganalisis pengaruh keong mas terhadap kadar hemoglobin darah tikus e) menganalisis keberadaan parasit pada keong mas
(17)
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1Deskripsi dan Klasifikasi Keong Mas (Pomacea canaliculata Lamarck) Keong mas atau siput murbai merupakan siput air tawar yang diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1981 sebagai hewan hias. Sejak diintroduksi ke Indonesia, ada dua pendapat yang bertentangan perihal keong mas. Satu pihak mendukung introduksi keong mas dan membiakkannya sebagai komoditas ekspor, dan pihak lain berpendapat keong mas dikhawatirkan akan menjadi hama tanaman. Bentuk morfologi keong mas dapat dilihat pada Gambar 1. Klasifikasi keong mas (Pomacea canaliculata) menurut Cazzaniga (2002) adalah sebagai berikut :
Filum : Molusca
Kelas : Gastropoda Subkelas : Prosobranchiata Ordo : Mesogastropoda Famili : Ampullaridae Genus : Pomacea
Spesies : Pomacea canaliculata
Gambar 1 Keong mas (Pomacea canaliculata) (Howells 2003)
Menurut Suharto dan Kurniawati (2009) keong mas Pomacea canaliculata
secara morfologi ditandai oleh karakteristik sebagai berikut: rumah siput bundar dan menara pendek, mulut besar dengan bentuk bulat sampai oval, operkulum tebal rapat menutup mulut, berwarna coklat sampai kuning muda, dagingnya lunak berwarna putih krem. Estebenet dan Martin (2002) menambahkan siklus hidup keong mas bergantung pada temperatur, hujan atau ketersedian air dan
(18)
makanan. Pada lingkungan dengan temperatur yang tinggi dan makanan yang cukup, siklus hidup pendek (sekitar tiga bulan).
Budiyono (2006) menyatakan keong mas bersifat herbivore, yang pemakan segala dan sangat rakus, tanaman yang disukai yaitu tanaman yang masih muda dan lunak seperti bibit padi, tanaman sayuran, dan eceng gondok. Apabila habitatnya dalam keadaan kekurangan air maka keong mas akan membenamkan diri pada lumpur yang dalam, hal ini dapat bertahan selama 6 bulan. Bila habitatnya sudah kembali berisi air maka keong mas akan muncul kembali pada saat pengolahan lahan. Keong mas dewasa meletakkan telur pada tempat-tempat yang tidak tergenang air (tempat yang kering) dan bertelur pada malam hari pada rumpun tanaman, tonggak, saluran pengairan bagian atas dan rerumputan. Telur keong mas diletakkan secara berkelompok berwarna merah jambu seperti buah murbei sehingga disebut juga keong murbei. Selama hidupnya keong mas mampu menghasilkan telur sebanyak 15 - 20 kelompok, yang tiap kelompok berjumlah kurang lebih 500 butir, dengan persentase penetasan lebih dari 85%. Waktu yang dibutuhkan pada fase telur yaitu 1 - 2 minggu, pada pertumbuhan awal membutuhkan waktu 2 - 4 minggu lalu menjadi siap kawin pada umur 2 bulan. Keong mas dewasa berwarna kuning kemasan. Dalam satu kali siklus hidupnya memerlukan waktu antara 2 - 2,5 bulan. Keong mas dapat mencapai umur kurang lebih 3 tahun. Keong mas menyerang tanaman padi muda dengan cara melahap pangkal bibit padi.
2.2 Pemanfaatan Keong Mas
Pemanfaatan keong mas, baik dibidang peyediaan pangan maupun pakan, merupakan salah satu bentuk usaha pengendalian keong mas yang merupakan hama sektor pertanian, khususnya pertanian padi. Pengumpulan keong-keong di areal persawahan juga termasuk salah satu usaha pengendalian hama keong ini. Keong yang terkumpul biasanya diolah menjadi bahan pangan ataupun pakan bagi ternak. Pengolahannya sebagai bahan pangan telah banyak dilakukan, seperti fortifikasi daging keong mas dalam pembuatan kerupuk keong mas, baso, sosis (Miftakhurohmah 2010). Penggunaan lain dari keong mas adalah sebagai pakan ikan itik, lele dan ayam. Daging keong mas yang akan digunakan untuk
(19)
fortifikasi tepung ikan (pakan), harus diolah terlebih dahulu menjadi tepung keong mas. Komposisi kimia keong mas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia keong mas
Komposisi kimia Daging segar1) Daging segar2)
Kadar air (%) 78,51 77,40
Kadar protein (%) 13,90 14,04
Kadar lemak (%) 0,70 0,99
Kadar abu (%) 4,55 5,44
Karbohidrat (%) 2,34 2,13
Sumber : 1) Susanto (2010; 2) Dewi (2012)
Berdasar pada Tabel 1, secara umum keong mas memiliki kandungan protein yang lebih tinggi yaitu berkisar 13,90-14,14% dibandingkan dengan biota perairan tawar lainnya, hasil penelitian Ningsih (2009) menyatakan bahwa kandungan protein kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) memiliki kandungan protein sebesar 8,90 % (bb). Menurut Mutusalach (2007) perbedaan komposisi kimia dari suatu organisme dipengaruhi oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan ukuran dari organisme. Faktor ekstrinsik yang diduga berpengaruh yaitu suhu, pH dan habitat. Keong mas juga kaya akan mineral, dapat dilihat pada Tabel 1. bahwa kandungan mineral keong mas menurut hasil penelitian Dewi (2012) sebesar 5,44 %, hasil ini lebih tinggi dibanding dengan biota perairan lainnya, menurut penelitian Apriandi (2011) kandungan mineral keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) sebesar 2,77 %. Kandungan mineral keong mas menurut hasil penelitian Purwaningsih et al.
(2011) sebesar 9,03 %. Kadar mineral makro tertinggi yang dimiliki keong mas adalah kalsium yaitu sebesar 7593,81 mg/100 g (bk). Menurut Marichamy et al. (2011) perbedaan kandungan mineral dapat disebabkan oleh perbedaan perilaku kebutuhan ekologis dan kegiatan metabolik antar spesias. Penyerapan logam esensial dan nonesensial mungkin terjadi melalui rute pernapasan dan makanan.
Pemenuhan kebutuhan mineral pada manusia diperoleh dengan cara mengkonsumsi bahan pangan yang berasal dari nabati dan hewani. Sumber mineral paling baik adalah makanan hewani yang umumnya berasal dari laut (Almatsier 2006).
(20)
2.3 Mineral Fe dan Fungsinya
Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup di samping karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Banyak mineral esensial yang didistribusikan secara luas dalam makanan, dan kebanyakan orang mengonsumsi makanan yang telah dicampur mungkin untuk mendapatkan asupan yang memadai. Mineral di dalam tubuh ada 19 macam. Dari jumlah tersebut hanya
sekitar 13 yang esensial untuk kehidupan dan kesehatan (Departemen Gizi dan Masyarakat 2007). Tabel 2 merupakan klasifikasi mineral
berdasarkan fungsinya.
Tabel 2 Klasifikasi mineral beradasarkan fungsinya
Mineral Fungsi
Kalsium, magnesium, fosfat Fungsi stuktural
Natrium, kalium Fungsi yang berhubungan dengan
membran
Kobalt, tembaga, besi, selenium, seng Fungsi sebagai gugus prostetik di enzim
Kalsium, kromium, yodium, magnesium, mangan, natrium, kalium
Berperan mengatur atau berperan dalam kerja hormon
Silikon, vanadium, nikel, timah Diketahui sebagai zat esensial, tetapi
fungsinya tidak diketahui Alumunium, arsen, antimon, boran, bromium,
kadnium, sesium, germanium, timah hitam, merkuri, perak, stronsium
Dapat ditemukan dalam makanan dan bersifat toksik jika berlebihan
Sumber : Arifin 2008
Arifin (2008) menyatakan berbagai unsur anorganik (mineral) terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak atau belum semua mineral tersebut terbukti esensial, sehingga ada mineral esensial dan nonesensial. Mineral esensial yaitu mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ. Unsur-unsur mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan dalam tubuh lebih dari 100 mg sehari, seperti kalsium, khlor, magnesium, kalium, natrium, dan belerang. Mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan dalam tubuh kurang dari 100 mg sehari, seperti tembaga, flour, iodium, mangan dan mineral nonesensial adalah logam yang perannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui dan
(21)
kandungannya dalam jaringan sangat kecil. Bila kandungannya tinggi dapat merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan.
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa (Almatsier 2006). Menurut Arifin (2008) zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia, antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Zat besi berperan sebagai pembawa oksigen, bukan saja oksigen pernapasan menuju jaringan, tetapi jaringan atau dalam sel. Zat besi bukan hanya diperlukan dalam pembentukan darah, tetapi juga sebagai bagian dari beberapa enzim hemoprotein. Bentuk aktif zat besi biasanya terdapat sebagai ferro, sedangkan bentuk inaktif adalah sebagai ferri (misalnya bentuk storage) (Sedioetomo 2006). Skema metabolisme besi dalam jaringan tubuh ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Metabolisme zat besi di dalam tubuh (Gropper et al. 2009)
Kekurangan zat besi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kemampuan kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka, selain itu kemampuan mengatur suhu tubuh menurun (Almatsier 2006). Angka kecukupan rata-ratasehari untuk besi bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.
Transferin – Fe3+ Plasma
Fe 2+
nonheme enzymes Heme enzymes Fe2+ Fe3+
other cell uses
Ferritin - Fe3+ Hemosiderin - Fe3+
Jaringan
Hemoglobin – Fe2+
Sel darah merah
Degraded Hb Fe2+
Ferritin- Fe3+ Hemosiderin – Fe3+
(22)
Tabel 3. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk besi
Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)
Bayi 0,5-7
Anak-anak 8-10
Laki-laki dan wanita (10-18 tahun) 13-19
Usia 19-45 tahun keatas 13-26
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004)
Salah satu akibat kekurangan asupan Fe adalah anemia. Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin (Hb), rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit), dan meningkatknya kerusakan eritrosit. Defisiensi Fe terjadi saat jumlah Fe yang diabsorbsi tidak memadai kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh rendahnya intake Fe, penurunan bioavablilitas Fe dalam tubuh, peningkatan kebutuhan Fe karena perubahan fisiologi seperti kehamilan, dan proses pertumbuhan. ketidakcukupan ini dapat diakibatkan oleh kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya sediaan zat besi dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi (Departemen Gizi dan Masyarakat 2007). Anemia yang paling sering terjadi merupakan problem umum di Amerika Utara dan di bagian negara lain (Linder 1992).
2.4 Darah dan Hemoglobin
Darah merupakan kumpulan elemen dalam bentuk suspensi atau sel yang terendam di dalam cairan transparan berwarna kuning yang disebut sebagai plasma darah dan terdiri dari berbagai macam molekul organik dan anorganik. Darah sebagai media cair yang terdiri dari sel-sel yang diproduksi oleh jaringan hemopoietika yang disirkulasikan ke dalam sel-sel tubuh. Darah memiliki fungsi diantaranya adalah sebagai pembawa nutrien menuju jaringan tubuh, sebagai pembawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan membawa produk buangan dari jaringan ke paru-paru, pembawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ginjal untuk diekskresikan, berperan penting dalam mengendalikan suhu tubuh, dan mengandung faktor-faktor penting untuk mempertahankan tubuh terhadap penyakit (Franson 1996).
Sel darah dapat dibedakan berdasarkan morfologinya terdiri atas tiga bagian yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Komponen sel darah yang terkandung dalam darah merupakan
(23)
sel darah merah (eritrosit). Trombosit bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah sebesar 0,2%. Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misalnya visur dan bakteri (Guyton dan Hall 2008).
Eritrosit merupakan sel darah merah yang berperah membawa hemoglobin didalam sirkulasi. Eritrosit bersifat pasif dan berfungsi pembawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan ke jaringan tubuh, pembawa oksigen dari paru-paru ke jaringan, pembawa sisa-sisa metabolisme dari jaringan ke ginjal untuk dieksresikan, serta mempertahankan sistem keseimbangan dan buffer (Guyton dan Hall 2008). Eritrosit merupakan produk erythropoieseis.
Erythropoieseis membutuhkan bahan dasar berupa protein, glukosa dan berbagai aktifvator. Beberapa aktivator erythropoieseis adalah mikromineral berupa Cu, Fe dan Zn. Mineral Cu, Fe dan Zn berperan dalam metabolisme protein, dan Fe berfungsi dalam pembentukan senyawa heme (Swenson 1984).
Hemoglobin merupakan komponen utama dari sel darah merah. Hemoglobin adalah protein terkonjugasi yang berfungsi sebagai pembawa oksigen dan karbondioksida. Ketika hemoglobin berada dalam keadaan jenuh, setiap gram hemoglobin dapat membawa kira-kira 1,34 ml oksigen. Sel darah merah orang dewasa mengandung 600 gram hemoglobin yang dapat membawa 800 ml oksigen. Hemoglobin (Hb) merupakan salah satu parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Hemoglobin adalah suatu struktur protein yang merupakan bagian dari sel darah merah dan yang menyebabkan warna merah pada darah. Hemoglobin bertugas mengikat oksigen dari paru-paru dan membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen semua jaringan tubuh. Dalam pembentukan Hb diperlukan zat besi yang merupakan salah satu komponen penyusun Hb, sehingga ketika tubuh kekurangan zat besi, maka akan menghambat pembentukan Hb yang berakibat pada terhambatnya pembentukkan sel darah merah. Sintesis hemoglobin memerlukan suplai zat besi yang cukup dari makanan yang dimakan setiap hari. Zat besi diserap di usus kecil dengan cara transpor aktif. Kemudian zat besi di angkut ke dalam hematrokit. Beberapa makanan memiliki kandungan zat besi
(24)
yang lebih banyak dari yang lain, seperti daging merah memiliki kandungan zat besi lebih tinggi daripada susu sapi (Ganong 2008).
2.5 Biologi Tikus Putih
Sistem taksonomi tikus diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Rodentia, subordo Myomorpha, family Muridae, subfamily Murinae, dengan genus Rattus, dan digolongkan ke dalam spesies Rattus norvegicus. Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan salah satu hewan percobaan atau hewan laboratorium yang sering digunakan dalam riset medis. Keuntungan utamanya adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Tikus putih merupakan rodensia yang mudah dipelihara, praktis juga dapat berkembang biak dengan cepat, sehingga dapat diperoleh keturunan dalam jumlah yang banyak dalam waktu singkat serta anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Di Indonesia hewan percobaan ini sering dinamakan tikus besar, sedangkan hewan percobaan lain yang lebih kecil, dinamakan mencit (Smith & Mangkoewidjojo 1988).
Jika dibandingkan dengan tikus liar, tikus laboratorium lebih cepat menjadi dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, umumnya lebih mudah berkembang biak, dan lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Jika tikus liar dapat hidup selama 4 sampai dengan 5 tahun, tikus laboratorium jarang hidup lebih dari 3 tahun. Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lainnya, yaitu bahwa tikus tidak mudah muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lambung, dan tikus tidak mempunyai kantung empedu (Bivin et al. 1979). Kebutuhan pakan bagi seekor tikus putih setiap harinya kurang lebih sebanyak 10% dari bobot tubuhnya, jika pakan tersebut merupakan pakan kering. Hal ini dapat meningkat sampai 15% dari bobot tubuhnya, jika pakan yang dikonsumsi berupa pakan basah (Priambodo 1995).
Data biologi dan fisiologis untuk volume darah normal tikus putih berkisar antara 57-70 ml/kg; sel darah merah berkisar antara 7,2-9,6 x 106/mm3; sel darah putih berkisar antara 5-13 x 103/mm3; netrofil tikus putih berkisar antara 9-34%; limfosit berkisar antara 63-84%; monosit berkisar antara 0-5%; eosinofil berkisar antara 0-6%; nilai kadar hematrokit berkisar antara 45-47%; sedangkan nilai
(25)
kadar Hb berkisar antara 13-16 g/100 ml (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Jenis tikus putih Rattus norvegicus merupakan tikus yang paling sering digunakan dalam penelitian. Bentuk morfologi tikus Rattus norvegicus dapat dilihat pada Gambar 3.
(26)
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai Agustus 2012. Sampel keong mas diambil dari daerah Perairan Situ Gede, Bogor, Jawa Barat. Preparasi sampel dan penghitungan rendemen dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis Fe dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahan Alam. Pembuatan pakan dilakukan di Laboratorium Pembuatan Pakan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institiut Pertanian Bogor. Pemeliharaan hewan percobaan di Laboratorium Pemuliaan Hewan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis hemoglobin dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, sedangkan analisis parasit dilakukan di Laboratorium Helmit, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah keong mas (Pomacea canaliculata), tikus putih (Rattus norvegicus), pakan tikus komersil (terdiri atas tepung jagung, bungkil kedelai, garam, minyak kelapa, tepung ikan, promix dan CaCO3), aquades, reagen hemoglobin, HCl 0,1 N, K2SO4, H2SO4 pekat, NaOH, H3BO3, indikator metil merah dan larutan heksana.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, kandang tikus, tempat pakan, termometer, allumunium foil, mesin pencampur pakan, spektropotometer Uv-vis (uji hemoglobin), Atomic Absorption Spectrophotometer AAS (uji Fe), tabung reaksi, pipet mikro.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi dalam dua tahap pekerjaan yaitu tahap pertama adalah penelitian pendahuluan dan tahap kedua adalah penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi preparasi sampel, pembuatan tepung daging keong mas, dan
(27)
pembuatan ransum. Tahap penelitian utama meliputi persiapan kandang, masa adaptasi hewan percobaan, pengukuran bobot tikus, pengambilan darah, dan analisis hemoglobin. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Diagram alir tahap penelian Keongmas
Analisis proksimat
Analisis proksimatdan Fe Pembuatan tepung
Pencampuran dengan ransum komersil
Masa perlakuan tikus : pemberian makan setiap hari dan penimbangan badan setiap
dua hari selama 28 hari
Pengambilan darah setelah 28 hari pemeliharaan tikus
Analisis hemoglobin Pemisahan cangkang,
daging dan jeroan
Perhitungan rendemen
(28)
3.3.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan meliputi preparasi sampel, pembuatan tepung daging keong mas, dan pembuatan ransum.
1) Preparasi sampel
Preparasi sampel merupakan tahap pertama yang dilakukan pada penelitian ini. Preparasi dimaksudkan untuk memisahkan daging keong mas dari cangkangnya. Setelah cangkang, daging, jeroan dipisah kemudian dilakukan perhitungan rendemen dan analisis proksimat keong mas. Analisis proksimat dimaksudkan untuk mengetahui kandungan kimia keong mas yang meliputi kadar air, abu, lemak dan protein.
2) Tahap pembuatan tepung keong
Pembuatan tepung keong mas diawali dengan memisahkan daging dan jeroan keong mas. Daging dan jeroan yang sudah terpisah kemudian dimasukan ke oven dengan suhu 75-80oC selama 24 jam, setelah daging kering kemudian dijadikan tepung menggunakan alat penepung. Tepung daging dan daging + jeroan kemudian dilakukan analisis proksimat (meliputi kadar air, abu, lemak dan protein) dan kandungan Fe.
3) Tahap Pembuatan ransum
Pembuatan ransum dimulai dengan pembelian ransum komersil, ransum komersil berasal dari Fakultas peternakan IPB. Ransum kemudian dianalisis komposisi kimianya yang meliputi kadar air, abu dan lemak dan protein dan Fe. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tikus dilakukan simulasi formulasi perhitungan dengan metode trial and eror sehingga nutrisi tikus sesuai dengan kebutuhannya (lampiran 6), dari hasil perhitungan tepung daging keong mas yang harus dicampurkan dengan ransum komersil sebanyak 10% dari bobot ransum komersil. Setelah dicampurkan masing-masing ransum perlakuan kemudian diuji komposisi kimia.
3.3.2 Penelitian utama
Langkah penelitian utama meliputi persiapan kandang, masa adaptasi hewan percobaan, masa perlakuan tikus selama 28 hari, pengambilan darah, dan analisis hemoglobin. Penelitian utama akan menguji pengaruh konsumsi keong mas terhadap kadar hemoglobin tikus percobaan selama 28 hari pemberian ransum.
(29)
1) Persiapan kandang
Tahap penelitian utama dimulai dengan persiapan kandang. Kandang yang yang digunakan dilengkapi dengan tempat makan dan tempat minum (Lampiran 8) dan diberi alas sekam padi dan berlokasi pada tempat yang bebas dari keributan.
2) Masa adaptasi hewan percobaan
Setelah persiapan kandang selanjutnya adalah masa adaptasi hewan percobaan selama 7 hari. Masa ini bertujuan untuk membiasakan tikus terhadap lingkungan percobaan, untuk menghindari resiko timbulnya gangguan dan stres dan untuk mengamati apakah tikus masih layak digunakan selama percobaan atau tidak.
3) Masa perlakuan tikus
Tikus dibagi dalam tiga kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 9 ekor tikus. Tikus-tikus tersebut dikandangkan sendiri-sendiri pada kandang non metabolik. Tikus diberi makan dan minum secara ad libitum atau disediakan secara terus menerus setiap hari selama 28 hari, dan berat badan tikus ditimbang setiap dua hari sekali. Ketiga kelompok tikus dengan perlakuan ransum adalah sebagai berikut:
A : ransum komersil
B : ransum komersil + daging keong mas
C : ransum komersil + daging dan jeroan keong mas 4) Pengambilan darah dan analisis kadar hemoglobin
Tahap selanjutnya adalah pengambilan darah dan analisis kadar hemoglobin. Pengambilan darah tikus dilakukan melalui ekor tikus , sebelum pengambilan darah disediakan tabung reaksi dengan penambahan Etilen diamin tetraasetat (EDTA) 1-1,5 mg. Fungsi EDTA tersebut adalah sebagai antikoagulan. Setelah itu darah kemudian dianalisis kadar hemoglobinnya. 3.4 Analisis Penelitian
Penelitian ini perlu dilakukan beberapa analisis diantaranya analisis proksimat, analisis kadar Fe, analisis kadar hemoglobin dan uji parasit. Berikut ini adalah uraian analisis tersebut.
(30)
3.4.1 Analisis proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk menghitung komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, abu,lemak, dan protein.
1) Analisis kadar air (AOAC 2005)
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali. Perhitungan kadar air ditentukan dengan rumus :
% Kadar air =
× 100% Keterangan :
A = Berat cawan kosong (gr) B = Berat cawan dengan keong (gr)
C = Berat cawan dengan keong setelah dikeringkan (gr).
2) Kadar abu (AOAC 2005)
Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 600 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih. Perhitungan kadar abu ditentukan dengan rumus :
% Kadar Abu =
x 100 % Keterangan:
A = Berat cawan abu porselen kosong (g) B = Berat cawan abu porselen dengan keong (g)
(31)
3) Kadar protein (AOAC 2005)
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan setengah butir kjeltab dan 10 ml H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 400 oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan akuades sampai 100 ml dan 10 ml NaOH 40 %, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 250 ml yang berisi campuran 25 ml asam borat (H3BO3) 2 % dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl
red yang berwarna merah muda. Setelah berwarna hijau kebiruan maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCL 0,1 N samapai terjadi perubahan warna hijau menjadi merah anggur. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :
% N =
x 100 %
% protein = % N x Faktor konversi (6,25) Keterangan fp = Faktor pengencer
4) Kadar lemak (AOAC 2005)
Contoh seberat 5 gram dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya dan disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana), kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak
(32)
kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan.
% kadar lemak =
x 100 % Keterangan: W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat labu lemak kosong (g) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)
3.4.1 Analisis mineral Fe (APHA 2005)
Prinsip penetapan mineral, yaitu sesudah penghilangan bahan-bahan organik dengan pengabuan basah terlebih dahulu. Proses pengabuan dilakukan dengan sampel ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 150 ml. Ke dalam labu ditambahkan 5 ml NHO3 dan dibiarkan selama semalam dalam keadaan sampel tertutup, kemudian ditambahkan 0,4 ml H2SO4 pekat. Ditambahkan 2-3 tetes campuran HCLO4 dan NHO3 (2:1), sampel tetap berada diatas hotplate karena pemanasan terus berjalan hingga terjadi perubahan warna. Setelah ada perubahan warna, pemanasan tetap dilanjutkan 10-15 menit. Sampel dipindahakan, didinginkan, dan ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCL pekat. Larutan contoh kemudian diencerkan menajdi 100 ml dalam labu takar. Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan.
Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam Spektrofotometer serapan atom (AAS) sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisa dan diukur pada panjang gelombang tertentu. panjang gelombang untuk mineral Fe adalah 248,3 nm.
3.4.2 Analisis kadar hemoglobin (Dacie dan lewis 1991).
Metode yang digunakan untuk mengukur kadar hemoglobin dalam penelitian ini adalah metode Cyanomethemoglobin. Metode ini berdasarkan pada pencampuran darah dalam larutan yang mengandung kalium sianida dan kalium ferisianida (Lampiran 9). Absorbansi dari
(33)
campuran ini diukur dengan spektrofotometer UV-Vis (Lampiran 10) pada panjang gelombang 541 nm.
3.4.3 Uji parasit (Kusumamihardja 1992)
pengujian parasit dilakukan untuk mengetahui keberadaan parasit-parasit pada keong mas. Deteksi keberadaan parasit-parasit dalam keong mas dilakukakan secara kualitatif dengan menggunakan metode pengapungan sederhana ( Lampiran 11).
3.5 Rancangan Percobaan
Jenis penelitian ini dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan dalam penelitian ini adalah tepung keong mas dari dua bagian yaitu bagian daging dan daging dan jeroan. Adapun rumus RAL menurut (Steel dan Torrie 1993)adalah sebagai berikut.
Yij = ∑ Dimana :
Yij = hasil pengamatan dari perlakuan berbagai bagian keong mas tingkat ke-i dan pada ulangan ke-j
i= 0,1,2, (perlakuan)
j= 1,2,3,4,5,6,7,8,9 (ulangan) = nilai rata-rata (mean ) harapan
= pengaruh berbagai bagian keong mas ke-i
∑ = pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Adapun perlakuan yang diteliti adalah sebagai berikut :
A : ransum komersil
B : ransum komersil + daging keong mas
C : ransum komersil + daging dan jeroan keong mas
Hipotesa terhadap data hasil pertambahan bobot badan dengan perbedaan bagian keong adalah sebagai berikut :
H0 : Perbedaan bagian keong tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan tikus
H1 : Perbedaan bagian keong memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan tikus
(34)
Hipotesa terhadap data hasil analisis kadar hemoglobin sebagai berikut :
H0 : Perbedaan bagian keong tidak memberikan pengaruh terhadap kadar hemoglobin
H1 : Perbedaan bagian keong memberikan pengaruh terhadap kadar hemoglobin
Jika uji F pada anova memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertambahan bobot badan dan kandungan hemoglobin maka dilanjutkan dengan uji duncan, dengan rumus sebagai berikut:
Duncan : tα/2;dbs√
Keterangan kts : kuadrat tengah sisa dbs : derajat bebas sisa r: banyaknya ulangan
(35)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Keong Mas
Keong mas (Pomacea canaliculata) atau siput murbai (Gambar 5) merupakan salah satu jenis moluska air tawar. Siput ini diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1981. Sampel keong mas yang digunakan pada penelitian ini berasal dari perairan Situ Gede Bogor. Tubuh keong mas terdiri atas daging, cangkang dan jeroan. Ukuran diameter cangkang keong mas berkisar 2-5 cm dengan berat 10-20 gram. Cangkang keong mas berwarna coklat gelap dengan pola garing-garis hitam yang mengarah kelubang aperture, umbilicus terbuka dengan diameter bervariasi. Cangkang keong mas berbentuk bundar. Rumah keong ini berujung pada menara pendek 4-5 putaran kanal yang dangkal. Komponen penyusun cangkang keong mas adalah kalsium karbonat. Pada mulut rumah keong terdapat penutup mulut yang disebut operkulum. Operkulum keong mas berwarna coklat dengan tipe konsentris, tipis dan keras tapi mudah dipatahkan.
Gambar 5 Keong mas utuh (Pomacea canaliculata)
Keong mas kemudian dipreparasi untuk mengeluarkan isi cangkang yaitu bagian daging dan jeroan (Gambar 6). Berdasarkan hasil pengamatan karakteristik keong mas dalam penelitian ini yaitu terdapat perbedaan antara bagian daging dan jeroan. Bagian daging berwarna krem kecoklatan dan memiliki tekstur yang kenyal, sedangkan pada bagian jeroan ada yang berwarna hitam dengan bintik-bintik putih, coklat dan merah muda. Bagian yang berwarna coklat dan hitam dengan bintik-bintik putih merupakan saluran dan kelenjar pencernaan,
(36)
sedangkan bagian yang berwarna merah merupakan gonad. Bagian jeroan ini merupakan bagian yang mudah hancur.
Gambar 6 Bagian daging dan bagian jeroan keong mas
Keterangan : 1) Daging keong mas 2) Jeroan keong mas.
4.2 Rendemen
Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui efektivitas suatu produk dan nilai ekonomisnya. Rendemen dapat dihitung berdasarkan persentase antara bobot contoh dan bobot total. Rendemen yang dihitung meliputi cangkang, daging dan jeroan. Persentase rendemen keong mas dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Diagram pie rendemen keong mas 1
2
Cangkang 47,74% Jeroan
25,06%
Daging 27,20%
(37)
Diagram diatas (Gambar 7) menunjukkan nilai rata-rata rendemen cangkang, daging dan jeroan keong mas. Hasil yang diperoleh nilai rata-rata cangkang sebesar 47,74 %, rata-rata rendemen daging sebesar 27,20 %, dan nilai rata-rata rendemen jeroan sebesar 25,06 %. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Purwaningsih et al. (2011), yang menyatakan bahwa rendemen cangkang, daging dan jeroan berturut-turut sebesar 53,01%, 22,80%, dan 24,10%, namun terdapat sedikit perbedaan pada penelitian ini dimana rendemen daging lebih besar dibandingkan dengan rendemen jeroan hal ini disebabkan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah keong mas dengan ukuran yang besar dengan diameter berkisar 4-5 cm. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot terbesar yaitu cangkang. Hal ini disebabkan cangkang menutupi seluruh tubuh keong mas.
Cangkang keong mas memiliki tiga lapisan yaitu lapisan nacre yang tipis, lapisan prismatik yang mengisi hingga 90% cangkang yang mengandung CaCO3, serta lapisan periostrakum yang tersusun atas zat tanduk (Suwignyo et al. 2005).
4.3 Komposisi Kimia
Komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan makanan menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas bahan dapat memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan manusia (Winarno 2008). Kompisisi kimia dilakukan untuk memberikan informasi mengenai kandungan bahan baku. Komposisi kimia yang dilakukan diantanya komposisi kimia bahan baku, komposisi kimia tepung keong mas, serta komposisi kimia tepung keong mas. 4.3.1 Komposisi kimia bahan baku
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah keong mas. Keong mas dianalisis kandungan kimianya menggunakan analisis proksimat.Analisis proksimat merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui komposisi kimia dan gizi suatu bahan pangan. Analisis kimia yang dilakukan adalah analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein. Hasil analisis komposisi daging keong mas disajikan pada Tabel 4.
(38)
Tabel 4 Komposisi kimia keong mas tanpa cangkang Komposisi kimia
(%)
Daging segar (bb)
Daging segar1) (bb)
Daging segar2) (bb)
Kadar air 78,05 77,9 77,40
Kadar protein 9,13 13,0 14,04
Kadar lemak 0,60 0,40 0,99
Kadar abu 3,23 4,00 5,44
Sumber : 1) Nurhasan et al. (2010); 2) Dewi (2012)
Air merupakan komposisi yang sangat penting dalam bahan pangan maupun produk pangan, karena kadar air menentukan kadar dari komponen lainnya (Andarwulan et al. 2011). Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar air dalam keong mas segar sebesar 78,05 % (bb). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Nurhasan et al. (2010) menyatakan kadar air keong mas yaitu sebesar 77,9 % (bb).
Protein merupakan molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Unsur nitrogen merupakan unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak (Almatsier 2006). Protein keong mas merupakan protein yang cukup tinggi dibandingkan dengan keong winga (Melo sp.). Hasil rata-rata analisis proksimat kadar protein pada daging keong mas sebesar 9,13 %(bb). Tias (2010) menyatakan bahwa kadar protein keong winga adalah sebesar 6,67%. Hal ini menunjukkan daging keong mas memiliki potensi kandungan gizi yang besar dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan dibandingkan dengan daging keong winga (Melo sp.).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukan total mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Sebagian besar bahan makanan yaitu 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yaitu zat anorganik atau yang lebih dikenal dengan kadar abu (Winarno 2008). Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar abu dalam keong mas sebesar 3,23 % (bb). Hasil penelitian lain yang dilakukan Nurjanah et al. (1996) dan Dewi (2012) menunjukkan kadar abu keong mas sebesar 4,00% (bb) dan 5,44 % (bb). Perbedaan habitat dan lingkungan dapat mempengaruhi kadar abu yang terdapat
(39)
pada keong mas. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Hasil analisis kadar abu keong mas menunjukkan bahwa lingkungan perairan Situ Gede Bogor menyediakan asupan mineral yang cukup bagi organisme perairan yang hidup di dalamnya. Marichamy et al. (2010) menyatakan perbedaan kandungan mineral dapat disebabkan oleh perbedaan perilaku kebutuhan ekologis dan kegiatan metabolik antar spesies. Penyerapan logam esensial dan nonesensial mungkin terjadi melalui rute pernapasan dan makanan.
Mineral berasal dari dalam tanah. Tanamam yang ditanam di atas tanah akan menyerap mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kemudian disimpan dalam akar, batang, daun, bunga dan buah. Hewan makan tanaman dan akan menyimpan mineral dalam tubuhnya (Departemen Gizi dan masyarakat 2007).
Lemak adalah senyawa organik yang terdiri dari atom karbon (C), hidrogen (H),dan oksigen (O). Lemak bersifat larut dalam pelarut lemak, seperti benzena eter, petroleum, dan sebagainya. Lemak yang mempunyai titik lebur tinggi berbentuk padat pada suhu kamar disebut lipid, sedangkan yang mempunyai titik lebur rendah berbentuk cair disebut minyak.Lemak juga menjadi sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein karena menyumbang kalori sebesar 9 kkal/gram atau 2 ¼ kali energi dari kabohidrat dan protein (Departemen Gizi Masyarakat 2007). Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar lemak dalam keong mas hasil penelitian sebesar 0,60 % (bb). Kandungan lemak keong mas ini lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lemak hasil perairan lain. Hasil penelitian Nurjanah et al. (2012) menyatakan bahwa kandungan lemak cumi-cumi yaitu sebesar sebesar 0,8% (bb). Kadar lemak basis basah yang rendah dapat disebabkan kandungan air dalam keong mas sangat tinggi.
Lemak hasil perairan memiliki keunggulan dibanding lemak hewan terestial. Kandungan lemak pada daging keong mas jika dibandingkan dengan ayam ternyata cukup jauh yaitu dalam 100 gram keong mas terkandung 0,6 mg lemak,hasil penelitian Miftakhurohmah (2010) menyatakan bahwa kandungan lemak daging ayam adalah 25 gram per 100 gram berat. Rendahnya lemak dan
(40)
kolesterol ini berpotensi sebagai alternative bahan dasar menu diet hiperkolesterolemia. Keong mas juga kaya akan asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh tunggal keong mas jenis asam oleat sebesar 6,44% dan asam lemak tak jenuh jamak jenis asam linoleat sebesar 6,67% (Dewi 2012).
4.3.2 Komposisi kimia tepung keong mas
Pembuatan tepung dilakukan untuk mempermudah penambahan keong mas sebelum dicampurkan dengan ransum komersil. Keong mas ditepungkan menjadi dua bagian. Satu tepung yang berasal dari daging keong, dan satu lagi tepung yang berasal dari daging dan jeroan keong mas. Tepung keong mas dianalisis kandungan kimianya menggunakananalisis proksimat. Hasil analisis komposisi tepung daging keong mas disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Komposisi kimia keong mas segar dan tepung keong mas Komposisi
kimia (%) (bk)
Daging dan jeroan segar
Tepung daging dan jeroan
Daging segar
Tepung daging
Kadar air - 6,80 - 8,50
Kadar protein 41,59 29,59 50,61 32,17
Kadar lemak 2,73 3,38 2,01 3,91
Kadar abu 14,71 25,76 9,12 16,68
Keterangan : Bk = basis kering
Berdasar pada Tabel 5 diatas, dapat diketahui bahwa kadar air tepung daging dan jeroan keong mas sebesar 6,80 % (bk) dan kadar air tepung daging sebesar 8,50% (bk). Pada proses pembuatan tepung daging keong mas dilakukan proses pengovenan pada suhu 75-80oC selama 24 jam. Proses pengovenan mengakibatkan banyaknya air yang keluar. Menurut Prabandariet al.( 2005) waktu, dan suhu pengolahan dapat mempengaruhi nilai kadar air suatu bahan pangan. Semakin lama waktu pengolahan dan semakin tinggi suhu yang digunakan akan mengakibatkan banyak air dalam bahan pangan yang keluar. Penelitian ini didukung oleh Meunpol et al. (2009), menyatakan bahwa kadar air pada marine shrimpsegar sebesar 93,38% ( bk) menurun setelah dilakukan pengopenan suhu 100°C sebesar 7,58% (bk).
(41)
Menurut hasil penelitian daging keong mas memiliki kadar protein sebesar 50,61% (bk), dan daging dan jeroan sebesar 41,59% (bk). Hasil ini didukung oleh penelitian Tias (2010) yang menyatakan kadar protein pada daging keong pepaya lebih besar jika dibandingkan jeroan keong pepaya. Daging keong pepaya kadar protein sebesar 61,58% (bk), sedangkan jeroan sebesar 52,84% (bk). Hal ini dapat disebabkan banyaknya kandungan protein yang terdapat dalam daging. Hasil penelitian Kamil (1998) menyatakan kandungan protein tepung keong mas sebesar 65,50-70,67% (bk). Keong mas juga kaya akanasam amino esensial. Menurut Kamil (1998 )tepung keong mas tinggi akan leusin (44,8 mg/g protein) dan terendah adalah metionin (10,54 mg/g protein). Leusin yang biasanya menjadi asam amino pembatas, ternyata pada tepung keong mas ini memiliki skor kimia yang cukup (44,8 mg/g protein) dan tidak menjadi asam amino pembatas, sehingga dapat digunakan sebagai suplemen pakan yang kurang lisin.
Menurut hasil penelitian kadar protein daging dan jeroan segar keong mas sebesar 41,59% (bk) hasil ini menurun setelah dibuat tepung daging dan jeroan keong mas yaitu menjadi sebesar 29,59% (bk). Perbedaan ini dikarenakan penggunaan suhu tinggi sebagai metode pengolahan. Menurut Erkan et al. (2011) kadar protein ikan baik dalam basis basah maupun basis kering dapat berubah bergantung kepada jenis spesies dan metode pengolahannya. Panas menyebabkan sebagian protein ikut hilang bersama-sama dengan air yang keluar dari daging.
Pengolahan menggunakan suhu tinggi mengakibatkan jumlah air bebas hilang dan terjadinya koagulasi sehingga tekstur daging semakin memadat, sejalan dengan itu protein akan mengalami denaturasi. Proses denaturasi mengakibatkan protein berubah menjadi peptida yang kemudian menjadi asam amino, hal ini merupakan proses yang umum terjadi akibat pengaruh suhu selama proses pengolahan dan akhirnya dapat menyebabkan berkurangnya kadar protein yang dikandung dalam suatu bahan. Semakin tinggi suhu maka protein akan terhidrolisis dan terdenaturasi, kehilangan aktivitas enzim, terjadi peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, ammonia, dan hidrogen sulfida dalam daging (Zaitzev et al. 1969).
(42)
Lemak pada tubuh umumnya disimpan sebesar 45% disekeliling organ rongga perut (Almatsier 2006). Kadar lemak daging dan jeroan keong mas segar hasil penelitian sebesar 2,73 % (bk) dan kadar lemak daging sebesar 2,01% (bk). Hasil ini menunjukkan bahwa kadar lemak pada daging jeroan lebih tinggi bila dibandingkan dengan pada daging keong. Penyimpanan lemak pada tubuh inilah yang menyebabkan kadar lemak pada jeroan tinggi. Menurut hasil penelitian Dewi (2012) kandungan lemak pada daging keong mas sebesar 4,3 % (bk). Perbedaan kadar lemak ini diduga karena pengaruh faktor yaitu umur, ukuran habitat, dan tingkat kematangan gonad. Kadar lemak daging dan jeroan sebesar 2,73% (bk) dan tepung daging dan jeroan keong mas sebesar 3,38% (bk).
Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan pangan (Winarno 2008). Berdasarkan Tabel 5 kadar abu tepung daging keong mas sebesar 16,68 % (bk) kadar abu tepung daging dan jeroan keong mas sebesar 25,76 % (bk). Hal ini dapat disebabkan banyaknya kandungan mineral pada jeroan keong mas, menurut Marichamy et al.(2010) penyerapan logam esensial dan nonesensial mungkin terjadi melalui rute pencernaan dan makanan (pencernaan).
Kadar abu daging dan jeroan keong mas sebesar 14,71 % (bk) meningkat setelah dilakukan pembuatan tepung yaitu sebesar 25,76% (bk). Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya kadar air dalam keong. Penelitian ini didukung oleh penelitian Okanlawon (2010) yang menyatakan kadar abu Snail Offal Meal segar sebesar 7,74% (bb) meningkat setelah dilakukan pembuatan tepung sebesar 18,80% (bb).
4.3.3 Komposisi Kimia Ransum
Ransum perlakuan disusun dengan memenuhi kebutuhan nutrien tikus. Komposisi ransum disusun berdasarkan standar AOAC ( 1995) dalam Suharma (2011) yaitu mengandung protein, lemak, mineral, vitamin, serat, dan air. Kandungan kimia ransum untuk tikus percobaan disajikan pada Tabel 6.
(43)
Tabel 6 Kandungan kimia ransum perlakuan
Nutrien Satuan (bk) R01) R12) R23)
Air % 9,60 6,75 6,65
Protein % 10,13 12,35 10,54
Lemak % 6,92 14,24 11,63
Abu % 7,53 7,90 9,00
Zat besi mg/100 g 4,65 5,69 9,62
Keterangan: R0) ransum komersil
R1) ransum + tepung daging keong
R2) ransum + tepung daging dan jeroan keong
Ransum merupakan campuran dua atau lebih bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan hewan percobaan. Komposisi ransum disusun berdasarkan prosedur AOAC yaitu mengandung protein, vitamin, karbohidrat, mineral dan air. Ransum harus memenuhi kebutuhan standar hewan percobaan.Komposisi standar protein sebesar 10-12%, kadar abu sebesar 5 %, lemak 8% dan air sebesar 5 % (Muchtadi 1993). Hasil pengujian ransum perlakuan menunjukkan hampir semuanya memenuhi standar.
Ransum dengan penambahan tepung daging merupakan ransum yang memiliki kandungan protein yang cukup besar yaitu sebesar 12,35 % (bk). Hal ini dikarenakan tingginya kandungan protein pada daging keong mas. Kandungan zat besi dalam ransum penambahan daging dan jeroan merupakan ransum dengan kadar zat besi paling tinggi yaitu sebesar 9,62 mg/100g. Menurut hasil penelitian Purwaningsih et al. (2011) kadar besi yang terdapat pada keong mas segar sebesar 8,20 mg/100g. Keong mas memiliki kadar besi yang sangat tinggi dibandingkan dengan komoditas perikanan penting lainnya. Menurut hasil penelitian Okozumi dan Fuji (2000), kadar besi yang terdapat pada cumi-cumi sebesar 0,2 mg/100 g (bb) dan kepiting sebesar 0,5 mg/100 g (bb). Hal ini menunjukkan bahwa keong mas sangat potensial sebagai sumber zat besi karena memiliki kadar besi sangat tinggi. Arifin (2008) menyatakan besi merupakan elemen penting, dan berperan penting dalam proses metabolisme yang terjadi dalam sistem regulasi manusia dan darah.
(44)
4. 3.4 Parasit
Keong mas di sawah memberikan risiko bahaya pada kesehatan, karena keong mas merupakan inang parasit cacing nematoda Angiostrongylus cantonensis (Parastrongylus cantongensis) atau rat lung worm yang dapat menyebabkan eosinophilic meningonoecephaliti atau meningitis pada manusia (Chen at al. 2011). Hasil analisis parasit secara kualitatif dapat dilihat pada Tabel7.
Tabel 7 Hasil pengujian parasit pada keong mas
Berdasar Tabel 7 dapat dilihat daging keong mas baik segar maupun setelah perebusan negatif mengandung parasit, sedangkan pada jeroan keong mas segar positif mengandung parasit, namun setelah perebusan selama 5 menit pada suhu 100oC jeroan keong mas negatif mengandung parasit. Menurut Priosoeriyanto (2011) pemasakan ikan atau daging dengan panas 70oC selama 10 menit atau 7 menit dapat membunuh parasit, sehingga disarankan jika mengumsumsi keong mas dalam keadaaan sudah mengalami proses pengolahan, agar tidak terjadi kasus meningitis akibat mengonsumsi keong mas. Menurut Chen et al. (2011) selama tahun 2000-2006 terdapat total tujuh kasus dilaporkan mengenai wabah Angiostrongylus cantonensisdi China yang diakibatkan mengonsumsi keong mas.
4.4 Pertambahan Bobot Badan Tikus
Tikus merupakan salah satu hewan percobaan yang sering digunakan untuk penelitian di labolatorium, khususnya untuk mengevaluasi nilai biologis pangan dan efeknya terhadap kesehatan. Tikus termasuk dalam ordo Rodentia, mirip dengan mencit tetapi lebih besar. Beberapa sifat tikus diantaranya adalah
nocturnal (aktif pada malam hari), tidak memiliki kantung empedu (gall bladder), tidak dapat memuntahkan kembali isi perutnya, tidak pernah berhenti tumbuh, namun kecepatan tumbuhnya akan menurun setelah berumur 100 hari
Keong mas Segar Setelah pengolahan (perebusan )
Daging keong mas Negatif Negatif
(45)
(Muchtadi 1992). Tikus mula-mula diadaptasikan selama satu minggu. Masa adaptasi tikus terhadap lingkungan ini dilakukan untuk menghindari resiko timbulnya gangguan stres dan untuk mengamati kondisi tikus apakah dapat terus digunakan selama percobaan atau tidak. Pemberian makan tikus secara ad libitum
dilakukan setiap hari sekali yaitu pada sore hari hal ini dikarenakan mengingat tikus adalah hewan nokturnal. Tikus dewasa membutuhkan 10 g ransum per hari per 100 g bobot badan (Malole dan Pramono 1989).
Air merupakan zat kimiawi organik terpenting dalam tubuh hewan, berfungsi sebagai cairan interseluler dan intraseluler pengangkut zat-zat makanan, metabolit dan zat-zat sisa dari dan ke seluruh tubuh, melumas
persendian, bantalan bagi sistem syaraf dan banyak lagi manfaat dari air ( Pribadi 2008). Berdasarkan jenis kegunaannya, air dapat dianggap sebagai suatu
zat makanan yang sangat esensial. Air minum untuk tikus harus selalu tersedia, tidak terkontaminasi, tidak kotor. Air adalah salah satu zat makanan yang penting bagi hewan dan kebutuhan hewan akan air sangat tinggi karena air berfungsi sebagai media untuk aktivitas metabolik. Setiap hari seekor tikus dewasa minum 20-45 ml air (Malole dan pranomo 1989)
Selain nutrisi, hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tikus putih sebagai hewan percobaan adalah kandangan yang baik. Kandang harus jauh dari kebisingan. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan tikus biasanya berupa kotak yang terbuat dari plastik. Tutup untuk kandang berupa kawat dengan ukuran lubang 1,6 cm2. Alas kandang yang digunakan adalah sekam padi yang tidak menyebabkan alergi dan selalu dalam keadaan kering. Selama penelitian kadang tikus dibersihkan dan dilakukan pergantian sekam setiap minggu untuk menjaga kesehatan tikus. Selama penelitian temperatur lingkungan kandang berkisar 24-28o C. Temperatur ideal kandang yaitu 18-27o C dan kelembaban relatif 40-70% (Malole dan Pramono 1989).
Tingkat konsumsi ransum dan air minum bervariasi menurut suhu kandang, kelembaban, kualitas makanan, kesehatan, dan kadar air dalam makanan (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Pertambahan bobot badan dapat digunakan sebagai kriteria untuk mengukur pertumbuhan yaitu suatu proses yang sangat kompleks yang meliputi
(46)
pertambahan bobot hidup dan perkembangan semua bagian tubuh secara serentak dan merata. Nilai pertambahan bobot badan diperoleh melalui pengukuran bobot badan yang dilakukan secara berkala pada waktu tertentu (Bahar 2011). Penimbangan hewan percobaan dilakukan setiap dua hari selama 28 hari, hal dilakukan untuk mengetahui pertambahan bobot badan dan kesehatan tikus selama berlangungnya penelitian. Grafik pertumbuhan tikus setiap dua hari dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Grafik pertumbuhan tikus selama perlakuan, ransum komersil, ransum + tepung daging keong mas, ransum + tepung daging dan jeroan
keong.
Hasil analisis ragam (Lampiran 12) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan ransum memberikan pengaruh nyata pada pertambahan bobot badan tikus. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 13) menunjukkan rataan pertambahan bobot badan tikus yang diberi tepung dagingkeong berbeda nyata (P>0,05) dengan pertambahan bobot badantikus yang diberi ransum tepung daging dan jeroan keong mas, sedangkan rataan pertumbuhan tikus yang diberi tepung daging tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan yang diberi ransum komersil. Menurut hasil penelitian pertambahan bobot badan tikus ransum komersil sebesar 4,6 g/ekor/duahari, tikus dengan ransum penambahan daging keong sebesar 5,2 g/ekor/duahari, dan tikus dengan
y = 2,3223x + 219,64 R² = 0,9994 y = 2,7155x + 214,02
R² = 0,9973
y = 1,9698x + 199,13 R² = 0,9934
180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
B o bo t B a da n (g ) Hari Ke-
(47)
penambahan daging dan jeroan keong sebesar 4g/ekor/duahari. Rataan pertumbuhan bobot badan tikus yang diberi ransum dengan penambahan tepung daging memiliki pertambahan bobot lebih besar jika dibanding kan dengan pertumbuhan tikus yang diberi daging dan jeroan tikus. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung daging dan jeroan pada tikus menimbulkan respon yang negatif terhadap pertumbuhan tikus tersebut. Okanlawon (2010) menyatakan bahwa dalam jeroan keong terdapat banyak mukosa (lendir) yang memiliki sifat antinutrisi dan susah dicerna.
Tikus dengan ransum penambahan tepung daging keong bertambah bobot badannya sebesar 5,2 g/ekor/duahari/ekor. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Raimon (2006) pertambahan bobot badan tikus jantan dari umur 3-8 minggu sebesar 5 g/ekor/duahari yang diberi 16% protein.
Tikus yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah kelompok tikus ransum dengan penambahan daging keong mas, hal ini kemungkinan dikarenakan zat gizi yang terkandung dalam pakan tersebut telah mencukupi kebutuhan tikus.Hasil pengujian komposisi kimia ransum (Tabel 6) menunjukkan kandungan protein pada ransum dengan penambahan daging keong sebesar 12,35% (bk), hasil ini lebih besarjika dibandingkan dengan ransum tepung daging dan jeroan keong yang mengandung protein sebesar 10,54% (bk).
Protein sangat mempengaruhi proses pertumbuhan tubuh kita melalui peran-perannya yang tidak bisa digantikan oleh zat gizi makro lainnya. Protein berperan penting dalam metabolisme sebagai enzim dan media pengangkut molekul-molekul seperti ion dan oksigen. Protein juga berfungsi sebagai pengatur gerakan otot, penunjang mekanis dari kulit dan tulang, dan terutama adalah pertahanan tubuh atau imunisasi (Winarno 2008). Hasil perairan sering dijadikan sumber protein karena absorsi protein hasil perairan lebih tinggi jika dibandingkan daging sapi dan ayam. Daging hasil perairan memiliki serat-serat protein yang lebih pendek daripada serat-serat protein daging maupun ayam (Sajogjo 2000).
(48)
4.4 Hemoglobin Darah Tikus
Hemoglobin adalah substansi pembawa oksigen dalam eritrosit (Ganong 2008). Hemoglobin adalah pigmen merah protein dalam eritrosi Cunnigham (1997). Hemoglobin terdiri atas protein 96% globin dan 4% hem (Hartono 1988). Rataan nilai hemoglobin setiap kelompok dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Rataan nilai hemoglobin tikus
Hasil pengujian (Lapiran 14) menunjukkan perlakuan perbedaan bagian keong tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin. Hasil ini merupakan kadar normal hemoglobin tikus pada umumnya yaitu 12-18 gr/dL (Onabanjo et al.2008).
Pembentukan hemoglobin dalam eritrosit sangat ditentukan oleh asupan nutrisi terutama protein dan mineral zat besi. Zat besi yang ada dalam tubuh berasal dari tiga sumber yaitu besi yang diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam badan, dan besi yang diserap dalam saluran pencernaan. Dari ketiga sumber tersebut besi hasil hemolisis merupakan sumber utama. Pada hewan atau manusia dalam keadaan normal kira- kira 70% besi perhari berasal dari hemolisis. Hanya sekitar 5 % yang berasal dari makanan (Winarno 2008). Hal ini yang diduga menyebabkan kadar hemoglobin tikus dari ketiga perlakuan tidak berbeda nyata meskipun kandungan zat besi pada ransum daging dan jeroan mengandung zat besi yang tinggi (Tabel 5). Proses penyerapanbesi terdapat zat penghambat salah satunya adalah kalsium (EFSA 2010). Kadar kalsium pada keong mas cukup tinggi yaitu 7593,81 mg/100g (bk) (Purwaningsih et al. 2011), hal ini mungkin yang menyebabkan tidak optimalnya penyerapan zat besi dalam tubuh tikus.
Perlakuan ransum Rataan
Komersil 13,25a
Komersil + tepung daging keong 13,44a
(49)
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Keong mas memiliki rendemen cangkang 47,74%, daging 27,20% dan jeroan 25,06%. Komposisi kimia keong mas segar mengandung air 78,05% (bb), abu 3,23% (bb), protein 9,13% (bb), dan lemak 0,60% (bb). Daging keong mas baik segar maupun setelah perebusan negatif mengandung parasit, sedangkan pada jeroan keong mas segar positif mengandung parasit, namun setelah perebusan keong mas kandungan parasitnya negatif. Penambahan keong mas memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan tikus. Perlakuan penambahan tepung daging keong mas merupakan kelompok perlakuan yang mengalami pertambahan bobot badan tertinggi yaitu dengan rata-rata pertambahan 5,2 gram/duahari/ekor. Pemberian daging keong mas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar hemoglobin tikus ketiga perlakuan.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perlakuan yaitu tikus yang digunakan sebaiknya dalam keadaan kekurangan darah atau anemia sehingga dapat dilihat pengaruh penambahan keong mas serta perlu dilakukan pengujian kuantitatif lanjut mengenai parasit pada keong mas.
(50)
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analitycal Chemis. 1995. Official Metodh of Analisys of The Association of Official Analitycal of Chemist. Arlington, Virginia USA: Published by The Assiciation of Analitycal Chemist, Inc [APHA] American Public Health Association. 2005. Standars Methods for the
Examination of Water and Wastewater. Washington. American Public Health Association.
Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat.
Almatsier. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Apriandi A. 2011. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif pada keong
ipong-ipong (Fasciolaria salmo) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Arifin Z. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian. 27 (3)
Bahar NW. 2011. Pengaruh pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk terhadap gambaran hematologi tikus putih laktasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bivin WS, Crawford MP, Brewer NR. 1979. The Laboratory Rat. Di dalam: Baker HJ, Lindsey JR, Weisbroth SH, editor. The Laboratory Rat Vol.1. New York: Academic Press.
Budiyono S. 2006. Teknik Mengendalikan Keong Mas pada Tanaman Padi.
Jurnal-jurnal Ilmu Pertanian.: 2(2.)
Cazzaniga NJ. 2002. Old species and new concept in the taxonomy of Pomacea (Gastropoda: Ampullariidae). Biocell 26 (1): 71-81.
Chen R, Tong Q, Lou D. 2011. Loop mediated isothermal amplification : rapid detection of Angiostrongylus cantonensis infection in Pomacea canaliculata.Parasit and victorc 4 (202).
Cunningham JG. 1997. Cardiovascular Physiology. Di dalam: text Book of Veterinary Physiology. Philadelphia, Pennsylvania: WB Saunders Company. hlm 127-142.
Decie SJV, Lewis SM. 1991. Pratical haetomologi. New York: Churchill Livingstone.
(51)
Departemen Gizi dan Masyarakat. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dewi YP. 2012. Pengaruh pengolahan terhadap kandungan asam lemak keong mas (Pomacea canaliculata )[skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
[EFSA] European Food SafetyAuthority. 2010. Scientific opinion on the safety of heme iron (blood peptonates) for theproposed uses as a source of iron added for nutritional purposes to foodsfor the general population, including food supplements. EFSA Journal 8(4):1585
Erkan N, Ozden O, Selcuk A. 2010. Effect of frying, grilling, and steaming on amino acid composition of marine fishes. Journal of Medicinal Food
13(6): 1524-1531.
Estebenet AL dan Martin PB. 2002. Pomacea canaliculata (Gastropoda Ampullariidae): Life-history Traits and their Plasticity: Biocell 26(1) :83-89.
Franson. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ganong WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-22. Widjajakusumah MD, penerjemah. Jakarta: EGC.
Gropper, S. S., Jack L. S. & James L. G. 2009. Advanced Nutrition and Human Metabolism. 5th Ed. Pre-Press PMG, Canada.
Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11. Irawati et al. penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari:
Textbook of Medical Physiology.
Hartono. 1988. Jaringan Ikat. Di dalam: Histologi Veteriner. Bogor: Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institus Pertanian Bogor.
Howells. 2003. Pomacea canaliculata: Channeled Apple Snail Releases Threaten U.S. J. Journal Agriculture and Aquatic Environments.
Joshi RC. 2005. Managing Invasive Alien Mollusc Species in Rice. Maligaya: Departemen od agriclture-The Philippine Rice Research Institute.
(52)
Kamil, Zahirrudin W, Sumaryanto H. 2009 . pengaruh metoda pengolahan terhadap mutu tepung siput murbei (Pomacea sp.). [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Kusumamihardja. 1992. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Peliharaan di Indonesia. Bogor : PAU IPB.
Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press.
Malole, M. B. M. dan C. S. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Marichamy G, Shanker S, Saradha A, Nazar A R. 2011. Proximate composition and bioaccumulation of metals in some finfishes and shellfishes of Vellar Estuary (South east coast of India). Journal of Experimental Biology, 1 (2): 47-55.
Meunpol O, Ruangpan, Vallisut S. 2009. Replacement of soybean meal protein in fish meal diet in organic marine shrimp feed. Food Ag-Ind. 1(1) 175-181. Miftakhurohmah (2010). Formulasi sosis rendah lemak dan kolesterol berbahan
dasar daging keong mas (Pomacea canaliculata) sebagai alteratif menu diet hiperkolesterol. [ Laporan akhir Program Kreatifitas mahasiswa]. Institut Pertanian Bogor.
Muchtadi, D. 1993. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Program Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Metusalach. 2007. Pengaruh fase bulan dan ukuran tubuh terhadap rendemen, kadar protein, air dan abu daging kepiting rajungan, Portunus spp. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin 17(3):233-239. Myers P, Espinosa R, Parr CS, Jones T, Hammond GS, Dewey TA. 2008. The
Animal Diversity. University of Michigan Museum of Zoology.
Ningsih P. 2009. Karakteristik protein dan asam amino kijing lokal dari perairan situ gede, Bogor akibat proses pengukusan. [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Nurhasan M, Maehre HK, Malde M. 2010. Nutritional composition of aquatic species in Laotian rice field ecosystems. Journal Food Composition and Analysis 23 : 205-213.
(1)
Lampiran 7 Tabel pertambahan bobot tikus Kelompok Perlakuan bobot akhir bobot
awal selisih
A 280 211 69
A 286 220 66
A 291 232 59
A 250 187 63
A 246 207 39
A 303 224 79
A 301 227 74
A 320 240 80
A 288 235 53
B 288 206 82
B 289 218 71
B 254 205 49
B 279 205 74
B 277 207 70
B 317 232 85
B 306 212 94
B 292 232 60
B 288 202 86
C 261 200 61
C 235 191 44
C 220 164 56
C 305 208 97
C 250 200 50
C 233 192 41
C 243 188 55
C 263 222 41
C 260 201 59
Keterangan:
A : ransum komersil
B : ransum komersil + daging keong mas
(2)
Lampiran 8 Gambar tempat minum, makan dan kandang tikus
Keterangan : a) tempat minum b) tempat makan
c) kandang tikus
a
c
(3)
Lampiran 9 Prosedur pengukuran kadar hemolgobin
I mL darah tikus yang telah diberi antikoagulan
Reagen hemoglobin untuk 1 liter: Perhitungan :
kalium ferisianida 200 mg Hb g/L : absorben terukur x 36,8 Hb/100 ml
kalium sianida 40 mg
kalium dihidrogen fosfat 140 mg non ionik detergen 1 ml
reagen reagen tersebut kemudian dicampurkan dengan akuades. Lampiran 10 Gambar Spektrofotometer Uv_vis
I mL darah tikus yang telah diberi antikoagulan
Darah dihisap hingga angka 0,02 dengan pipet hemolgobin
Darah dicampur dengan teagen Hb inkubasi pada suhu 20-25OC selama 15 menit
Absorben diukur pada =541 nm
(4)
Lampiran 11 Prosedur pengujian parasit
Ambil beberapa tetes masukan dalam obyek gelas Langsung Periksa
Lampiran12 Hasil analisis ragam pertumbuhan bobot badan tikus
Sumber keragaman Db(gerajat bebas) Jumlah kuadrat Kuadrat tengah
F hitung sig Perlakuan 3 112,3 146,7 16,01 0,010
Galat 4 10,2 123
Total 7 122,5
Lampiran 13 Uji lanjut duncan rataan pertambahan bobot badan tikus
Grup N Perlakuan
A 9 komersil
A 9 Daging
B 9 Daging dan jeroan
Timbang 3 gram sampel
gerus
Penambagan lautan pengapung 42 cc air
Sentrifuse 1500 rpm/5 menit
Masukkan dalam tabung reaksi
Tutup cover glass (5-10 menit)
Ambil beberapa tetes masukan dalam obyek gelas
(5)
Lampiran 14 Hasil analisis ragam hemoglobin
Sumber keragaman
Db(gerajat bebas)
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F hitung Perlakuan 3 123,3 146,7 816,01
Galat 4 20,2 123
(6)