Tingkat Kejeraan Racun dan Umpan Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), Tikus Rumah (Rattus rattus diardii Linn.), dan Tikus Pohon (Rattus tiomanicus Mill.)

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS
SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH
(Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS POHON
(Rattus tiomanicus Mill.)

JOHAN PERMADA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

2

ABSTRAK
JOHAN PERMADA.TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN TIKUS
SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus
diardii Linn.), DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.) dibimbing oleh
SWASTIKO PRIYAMBODO.
Pengujian tingkat kejeraan racun dan umpan

pada tikus sawah
(R. argentiventer), tikus pohon (R. tiomanicus), dan tikus rumah (R. rattus diardii)
telah dilakukan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor selama empat bulan. Tiga
ratus tiga puluh dua ekor tikus sawah, enam puluh ekor tikus rumah, dan delapan
puluh satu ekor tikus pohon digunakan dalam pengujian ini dengan metode no
choice test (uji tanpa pilihan). Enam jenis rodentisida racun kronis (bromadiolon
1, bromadiolon 2, flokumafen, brodifakum 1, brodifakum 2,dan brodifakum 3),
satu jenis racun akut (seng fosfida), dan dua jenis umpan kontrol (beras dan
gabah) digunakan untuk menguji tingkat kejeraan tikus. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tikus sawah mengalami kejeraan tertinggi terutama pada
rodentisida kronis brodifakum 2. Tikus rumah mengalami kejeraan tertinggi
terutama pada rodentisida kronis flokumafen. Tikus pohon mengalami kejeraan
terendah pada semua uji dibandingkan dua spesies tikus lainnya. Penggunaan
rodentisida dalam pengendalian tikus perlu memperhatikan faktor kejeraan racun
dan umpan (poison and bait shyness) sehingga bisa mempertimbangkan
efektivitas dan efisiensi dalam aplikasi rodentisida.

3


TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS
SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH
(Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS POHON (Rattus
tiomanicus Mill.)

JOHAN PERMADA
A34051344

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009


4

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian

:TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN
PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer
Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii
Linn.), dan TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.)

Nama Mahasiswa
NRP

: Johan Permada

: A34051344

Disetujui
Pembimbing


Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si
NIP. 19630226 198703 1001

Diketahui
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Dadang, M.Sc.
NIP. 19640204 199002 1002

Tanggal lulus:

5

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 1987, dari Ayah
bernama Amad Ardani dan Ibu bernama Binarti. Penulis merupakan anak ketiga
dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan sekolah lanjutan atas di SMUN 39
Jakarta pada tahun 2005 dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam kegiatan di Dewan
Keluarga Masjid (DKM) Al Hurriyah (2005), Ikatan Keluarga Muslim TPB 2005,
Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) 2006-2007, dan menjadi Ketua
Umum HIMASITA pada tahun 2008. Saat ini penulis sedang aktif di Himpunan
Mahasiswa Proteksi Tanaman dan Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman
Indonesia (HMPTI) periode 2008-2010. Penulis pernah menjadi asisten dosen
pada beberapa mata kuliah seperti Hama dan Penyakit Benih Pasca Panen,
Pendidikan Agama Islam serta Hama dan Penyakit Tanaman Tahunan. Penulis
pernah mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik pada tahun 2008.

6

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN
UMPAN PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS
RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), dan TIKUS POHON (Rattus tiomanicus
Mill.). Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas akhir, sebagai syarat
untuk memenuhi gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor, Fakultas

Pertanian, Departemen Proteksi Tanaman. Tulisan ini dapat terselesaikan karena
bantuan berbagai pihak. Untuk itu dengan penuh hormat, cinta, dan kasih penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayah dan Ibu tercinta serta kakak-kakakku yang tidak pernah berhenti
berdoa dan memberi semangat kepada penulis.
2. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si. selaku dosen pembimbing yang
telah mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk membimbing penulis.
3. Dr. Ir .Tri Asmira Damayanti, M.Agr. selaku dosen penguji tamu yang
selalu memberikan arahan kepada penulis.
4. Dr. Ir. Idham Sakti Harahap M.Si. selaku dosen pembimbing
akademik yang selalu memberikan arahan dan motivasinya.
5. Bapak Ahmad Soban selaku laboran yang telah banyak membantu
penulis dalam pelaksanaan penelitian.
6
.
Staf, dosen, dan administrasi Departemen Proteksi
Tanaman yang telah membimbing, mengajar, dan mengarahkan penulis
selama masa kuliah.
7. Teman-teman Sunduqer’s (Ikhsan, Bowo, Burhan, Mita, Sena, Destri,
Irma, Ayis) selaku sahabat yang telah banyak membantu dan memberi

motivasi dan semangat.
8. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Vertebrata Hama (Wanto,
Patmi, Pringgo, dan Halidya).
9
Teman-teman kost Villa Bambu (Fuad, Goni, Efi, Firman, Darda,
Bima) atas motivasi, dukungan serta memberikan keceriaannya.
10 Rekan-rekan mahasiswa HPT 42, atas bantuan dan dukungannya selama
masa kuliah dan penyusunan skripsi.
11 Keluarga besar Mahasiswa Proteksi Tanaman, atas perhatiannya dan
dukungannya selama penyusunan skripsi.
Semoga kebaikan dan perhatian yang telah diberikan memperoleh balasan
yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap karya ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu proteksi tanaman.

Bogor, Agustus 2009

7

DAFTAR ISI


Halaman
DAFTAR TABEL.................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR............................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ vii
PENDAHULUAN................................................................................... 1
Latar Belakang................................................................................ 1
Tujuan............................................................................................. 3
Manfaat........................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Tikus Sawah (R. argentiventer)......................................................
Taksonomi dan Morfologi....................................................
Bioekologi.............................................................................
Tikus Pohon (R. tiomanicus)...........................................................
Taksonomi dan Morfologi.....................................................
Bioekologi..............................................................................
Tikus Rumah (R. rattus diardii)......................................................
Taksonomi dan Morfologi.....................................................
Bioekologi..............................................................................
Kerusakan yang Disebabkan oleh Tikus.........................................

Metode Pengendalian Tikus............................................................
Rodentisida.....................................................................................
Rodentisida Akut...................................................................
Rodentisida Kronis.................................................................
Umpan Tikus...................................................................................
Gabah dan Beras....................................................................

4
4
4
5
5
5
6
6
6
7
8
9
9

10
12
12

BAHAN DAN METODE........................................................................ 11
Waktu dan Tempat..........................................................................
Bahan dan Alat................................................................................
Metode............................................................................................
Persiapan Hewan Uji..............................................................
Persiapan Umpan dan Rodentisida........................................
Pengujian Tikus terhadap Umpan dan Racun........................
Rancangan Percobaan............................................................
Persetase Tingkat Jera Tikus terhadap Rodentisida...............

13
13
14
14
15
15

16
17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer), Tikus
Rumah (R. rattus diardii),dan Tikus Pohon (R. tiomanicus)
terhadap Rodentisida dan Umpan................................................... 18

8

Pengujian Perlakuan Tingkat Kejeraan Tikus Sawah
(R. argentiventer) dengan Brodifakum 3 pada
waktu yang berbeda........................................................................ 21
Perbandingan Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer),
Tikus Rumah (R. rattus diardii), dan Tikus Pohon (R. tiomanicus)
terhadap Rodentisida dan Umpan Beras......................................... 22
Pembahasan Umum........................................................................ 23
Gejala Keracunan............................................................................ 27
KESIMPULAN
Kesimpulan..................................................................................... 30
Saran............................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 31
LAMPIRAN............................................................................................. 33

9

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Perlakuan tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap umpan
dan racun............................................................................................. 16
2 Skoring tingkat kejeraan tikus terhadap umpan, dan rodentisida.......

17

3 Tingkat kejeraan tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap
umpan dan rodentisida........................................................................ 19
4 Tingkat kejeraan tikus sawah terhadap rodentisida brodifakum 3
pada waktu yang berbeda....................................................................

21

5 Perbandingan tingkat kejeraan tikus sawah, tikus rumah, dan tikus
pohon terhadap umpan dan racun.......................................................

22

10

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Kurungan tunggal (single cage) yang digunakan
dalam pengujian................................................................................. 13
2 Timbangan eloktronis untuk menimbang rodentisida,
umpan, dan tikus yang mati..............................................................

14

3 Timbangan manual (triple beam animal balance) untuk
tikus yang hidup................................................................................

14

4 Pengujian perlakuan tingkat kejeraan tikus terhadap umpan
dan rodentisida...................................................................................

17

5 Gejala pendarahan pada organ dalam tikus setelah diotopsi............. 28
6 Gejala pendarahan pada mulut tikus...................................................

28

7 Gejala pendarahan pada anus tikus ...................................................

29

8 Otopsi organ tubuh dalam pada tikus sehat........................................

29

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS
SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH
(Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS POHON
(Rattus tiomanicus Mill.)

JOHAN PERMADA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

2

ABSTRAK
JOHAN PERMADA.TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN TIKUS
SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus
diardii Linn.), DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.) dibimbing oleh
SWASTIKO PRIYAMBODO.
Pengujian tingkat kejeraan racun dan umpan
pada tikus sawah
(R. argentiventer), tikus pohon (R. tiomanicus), dan tikus rumah (R. rattus diardii)
telah dilakukan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor selama empat bulan. Tiga
ratus tiga puluh dua ekor tikus sawah, enam puluh ekor tikus rumah, dan delapan
puluh satu ekor tikus pohon digunakan dalam pengujian ini dengan metode no
choice test (uji tanpa pilihan). Enam jenis rodentisida racun kronis (bromadiolon
1, bromadiolon 2, flokumafen, brodifakum 1, brodifakum 2,dan brodifakum 3),
satu jenis racun akut (seng fosfida), dan dua jenis umpan kontrol (beras dan
gabah) digunakan untuk menguji tingkat kejeraan tikus. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tikus sawah mengalami kejeraan tertinggi terutama pada
rodentisida kronis brodifakum 2. Tikus rumah mengalami kejeraan tertinggi
terutama pada rodentisida kronis flokumafen. Tikus pohon mengalami kejeraan
terendah pada semua uji dibandingkan dua spesies tikus lainnya. Penggunaan
rodentisida dalam pengendalian tikus perlu memperhatikan faktor kejeraan racun
dan umpan (poison and bait shyness) sehingga bisa mempertimbangkan
efektivitas dan efisiensi dalam aplikasi rodentisida.

3

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS
SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH
(Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS POHON (Rattus
tiomanicus Mill.)

JOHAN PERMADA
A34051344

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

4

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian

:TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN
PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer
Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii
Linn.), dan TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.)

Nama Mahasiswa
NRP

: Johan Permada

: A34051344

Disetujui
Pembimbing

Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si
NIP. 19630226 198703 1001

Diketahui
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Dadang, M.Sc.
NIP. 19640204 199002 1002

Tanggal lulus:

5

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 1987, dari Ayah
bernama Amad Ardani dan Ibu bernama Binarti. Penulis merupakan anak ketiga
dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan sekolah lanjutan atas di SMUN 39
Jakarta pada tahun 2005 dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam kegiatan di Dewan
Keluarga Masjid (DKM) Al Hurriyah (2005), Ikatan Keluarga Muslim TPB 2005,
Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) 2006-2007, dan menjadi Ketua
Umum HIMASITA pada tahun 2008. Saat ini penulis sedang aktif di Himpunan
Mahasiswa Proteksi Tanaman dan Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman
Indonesia (HMPTI) periode 2008-2010. Penulis pernah menjadi asisten dosen
pada beberapa mata kuliah seperti Hama dan Penyakit Benih Pasca Panen,
Pendidikan Agama Islam serta Hama dan Penyakit Tanaman Tahunan. Penulis
pernah mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik pada tahun 2008.

6

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN
UMPAN PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS
RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), dan TIKUS POHON (Rattus tiomanicus
Mill.). Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas akhir, sebagai syarat
untuk memenuhi gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Pertanian, Departemen Proteksi Tanaman. Tulisan ini dapat terselesaikan karena
bantuan berbagai pihak. Untuk itu dengan penuh hormat, cinta, dan kasih penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayah dan Ibu tercinta serta kakak-kakakku yang tidak pernah berhenti
berdoa dan memberi semangat kepada penulis.
2. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si. selaku dosen pembimbing yang
telah mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk membimbing penulis.
3. Dr. Ir .Tri Asmira Damayanti, M.Agr. selaku dosen penguji tamu yang
selalu memberikan arahan kepada penulis.
4. Dr. Ir. Idham Sakti Harahap M.Si. selaku dosen pembimbing
akademik yang selalu memberikan arahan dan motivasinya.
5. Bapak Ahmad Soban selaku laboran yang telah banyak membantu
penulis dalam pelaksanaan penelitian.
6
.
Staf, dosen, dan administrasi Departemen Proteksi
Tanaman yang telah membimbing, mengajar, dan mengarahkan penulis
selama masa kuliah.
7. Teman-teman Sunduqer’s (Ikhsan, Bowo, Burhan, Mita, Sena, Destri,
Irma, Ayis) selaku sahabat yang telah banyak membantu dan memberi
motivasi dan semangat.
8. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Vertebrata Hama (Wanto,
Patmi, Pringgo, dan Halidya).
9
Teman-teman kost Villa Bambu (Fuad, Goni, Efi, Firman, Darda,
Bima) atas motivasi, dukungan serta memberikan keceriaannya.
10 Rekan-rekan mahasiswa HPT 42, atas bantuan dan dukungannya selama
masa kuliah dan penyusunan skripsi.
11 Keluarga besar Mahasiswa Proteksi Tanaman, atas perhatiannya dan
dukungannya selama penyusunan skripsi.
Semoga kebaikan dan perhatian yang telah diberikan memperoleh balasan
yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap karya ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu proteksi tanaman.

Bogor, Agustus 2009

7

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL.................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR............................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ vii
PENDAHULUAN................................................................................... 1
Latar Belakang................................................................................ 1
Tujuan............................................................................................. 3
Manfaat........................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Tikus Sawah (R. argentiventer)......................................................
Taksonomi dan Morfologi....................................................
Bioekologi.............................................................................
Tikus Pohon (R. tiomanicus)...........................................................
Taksonomi dan Morfologi.....................................................
Bioekologi..............................................................................
Tikus Rumah (R. rattus diardii)......................................................
Taksonomi dan Morfologi.....................................................
Bioekologi..............................................................................
Kerusakan yang Disebabkan oleh Tikus.........................................
Metode Pengendalian Tikus............................................................
Rodentisida.....................................................................................
Rodentisida Akut...................................................................
Rodentisida Kronis.................................................................
Umpan Tikus...................................................................................
Gabah dan Beras....................................................................

4
4
4
5
5
5
6
6
6
7
8
9
9
10
12
12

BAHAN DAN METODE........................................................................ 11
Waktu dan Tempat..........................................................................
Bahan dan Alat................................................................................
Metode............................................................................................
Persiapan Hewan Uji..............................................................
Persiapan Umpan dan Rodentisida........................................
Pengujian Tikus terhadap Umpan dan Racun........................
Rancangan Percobaan............................................................
Persetase Tingkat Jera Tikus terhadap Rodentisida...............

13
13
14
14
15
15
16
17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer), Tikus
Rumah (R. rattus diardii),dan Tikus Pohon (R. tiomanicus)
terhadap Rodentisida dan Umpan................................................... 18

8

Pengujian Perlakuan Tingkat Kejeraan Tikus Sawah
(R. argentiventer) dengan Brodifakum 3 pada
waktu yang berbeda........................................................................ 21
Perbandingan Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer),
Tikus Rumah (R. rattus diardii), dan Tikus Pohon (R. tiomanicus)
terhadap Rodentisida dan Umpan Beras......................................... 22
Pembahasan Umum........................................................................ 23
Gejala Keracunan............................................................................ 27
KESIMPULAN
Kesimpulan..................................................................................... 30
Saran............................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 31
LAMPIRAN............................................................................................. 33

9

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Perlakuan tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap umpan
dan racun............................................................................................. 16
2 Skoring tingkat kejeraan tikus terhadap umpan, dan rodentisida.......

17

3 Tingkat kejeraan tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap
umpan dan rodentisida........................................................................ 19
4 Tingkat kejeraan tikus sawah terhadap rodentisida brodifakum 3
pada waktu yang berbeda....................................................................

21

5 Perbandingan tingkat kejeraan tikus sawah, tikus rumah, dan tikus
pohon terhadap umpan dan racun.......................................................

22

10

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Kurungan tunggal (single cage) yang digunakan
dalam pengujian................................................................................. 13
2 Timbangan eloktronis untuk menimbang rodentisida,
umpan, dan tikus yang mati..............................................................

14

3 Timbangan manual (triple beam animal balance) untuk
tikus yang hidup................................................................................

14

4 Pengujian perlakuan tingkat kejeraan tikus terhadap umpan
dan rodentisida...................................................................................

17

5 Gejala pendarahan pada organ dalam tikus setelah diotopsi............. 28
6 Gejala pendarahan pada mulut tikus...................................................

28

7 Gejala pendarahan pada anus tikus ...................................................

29

8 Otopsi organ tubuh dalam pada tikus sehat........................................

29

11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Matriks Perlakuan tikus sawah terhadap racun dan umpan...............

33

2 Mariks perlakuan tikus rumah terhadap racun dan umpan................

33

3 Matriks Perlakuan tikus pohon terhadap racun dan umpan ..............

34

4 Sidik ragam tingkat kejeraan (%) R. argentiventer terhadap
rodentisida dan umpan uji tanpa pilihan............................................

34

5 Sidik ragam tingkat kejeraan (%) R. argentiventer terhadap
rodentisida brodifakum 3 uji tanpa pilihan.......................................

34

6 Sidik ragam tingkat kejeraan (%) R. rattus diardii terhadap
rodentisida dan umpan uji tanpa pilihan............................................

35

7 Sidik ragam tingkat kejeraan (%) R. tiomanicus terhadap
rodentisida dan umpan uji tanpa pilihan ..........................................

35

8 Sidik ragam tingkat kejeraan (%) R. tiomanicus dan R. argentiventer
terhadap rodentisida dan umpan uji tanpa pilihan .......................... 36
9

Sidik ragam tingkat kejeraan (%) R. rattus diadii dan R. tiomanicus
terhadap rodentisida flokumafen ...................................................... 36

10 Sidik ragam tingkat kejeraan (%) R. argentiventer,
R. rattus diardii, dan R. tiomanicus terhadap rodentisida
brodifakum 3.....................................................................................

36

11 Sidik ragam tingkat kejeraan (%) R. argentiventer,
R. rattus diardii, dan R. rattus tiomanicus terhadap umpan beras.....

37

12

PENDAHULUAN
Latar belakang
Tikus merupakan hewan mengerat yang seringkali berhubungan dengan
kehidupan manusia. Hubungan tersebut dapat bersifat menguntungkan maupun
merugikan. Sifat menguntungkan terutama dalam hal penggunaannya sebagai
hewan percobaan di laboratorium (Priyambodo 2003). Sifat merugikan yaitu
menjadi hama penting dalam kehidupan manusia, baik dalam bidang pertanian,
perkebunan, permukiman, dan juga kesehatan (Meehan 1984). Dalam bidang
pertanian tikus menyebabkan kerusakan pada tanaman pangan (padi, gandum,
kacang tanah, kedelai, ubi jalar, dan ubi kayu), hortikultura (sayur-sayuran dan
buah-buahan), tanaman perkebunan (kelapa, kelapa sawit, tebu, kakao, dan
sebagainya) (Priyambodo 2003). Ada 29 spesies tikus yang menjadi hama penting
di Asia Tenggara yang menyebabkan kehilangan ekonomi, dan dapat menularkan
penyakit pada manusia (Hoque et al. 1988). Dari sejumlah spesies tersebut,
beberapa spesies tikus terdapat di Indonesia antara lain R. norvegicus (tikus riul),
R. rattus diardii (tikus rumah), R. argentiventer (tikus sawah), R. exulans (tikus
ladang), R. tiomanicus (tikus pohon) dan Bandicota indica (tikus wirok)
(Priyambodo 2003).
Tikus sawah (R. argentiventer) merupakan hama utama padi yang dapat
menimbulkan kerusakan besar pada semua stadium pertumbuhan padi dari semai
hingga panen, bahkan juga di gudang penyimpanan. Kerusakan parah terjadi jika
tikus menyerang padi pada stadium generatif, karena tanaman padi tidak mampu
lagi membentuk anakan baru. Tikus merusak tanaman padi mulai dari tengah
petak, kemudian meluas ke arah pinggir dan menyisakan satu sampai dua baris
padi di pinggir petakan pada keadaan serangan berat. Tikus menyerang padi pada
malam hari. Pada siang hari tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggultanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah.
Pada periode sawah bera, sebagian besar tikus bermigrasi ke daerah
perkampungan dekat sawah dan akan kembali lagi ke sawah setelah pertanaman
padi menjelang generatif.

13

Tikus pohon biasanya hidup di perkebunan, pekarangan, dan persawahan
sedangkan tikus rumah biasanya hidup di permukiman manusia, rumah dan
gudang, namun saat ini tikus pohon, dan tikus rumah dapat menyebabkan
kerusakan di permukiman maupun di areal perkebunan. Hal ini disebabkan
banyaknya areal perkebunan yang tidak jauh dari tempat permukiman manusia,
dan tidak tersedianya pakan yang cukup untuk tikus. Tikus pohon dan tikus rumah
dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan yang disimpan di rumah seperti
jagung, gandum, gabah, dan beras. Selain itu tikus pohon dan tikus rumah juga
dapat menyebabkan kerusakan pada bahan bangunan karena sifat mengeratnya,
kemampuannya menurunkan produksi pertanian, dan menyebarkan penyakit pada
manusia. Berdasarkan hal tersebut tikus sering dipandang oleh manusia sebagai
hewan yang memiliki efek negatif dalam ekosistem alam (Dickman 1988).
Upaya pengendalian tikus sawah, tikus pohon, dan tikus rumah sudah
banyak dilakukan oleh manusia baik secara non kimia maupun secara kimia
terutama dengan menerapkan konsep pengendalian hama terpadu. Beberapa upaya
yang dapat dilakukan dalam mengendalikan tikus sawah, tikus pohon, dan tikus
rumah yaitu dengan cara kultur teknis, mekanik, dan secara biologis dengan
menggunakan musuh alami, sanitasi lahan, pemasangan perangkap, gropyokan,
dan menggunakan bahan kimia seperti rodentisida dan fumigan. Secara spesifik
pengendalian tikus rumah dapat menggunakan penghalang atau barrier mekanis
yang bertujuan untuk mencegah tikus memasuki bangunan atau gudang.
Metode pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan rodentisida
dinilai lebih efektif dibandingkan dengan yang lain sehingga cara ini umum dan
sering digunakan meskipun cara ini dianggap kurang ramah lingkungan dan dapat
membunuh organisme bukan sasaran. Pengendalian dengan menggunakan
rodentisida biasanya dilakukan dengan mencampurkan racun dengan umpan yang
disukai tikus, sehingga memerlukan jenis umpan yang dapat menahan agar tikus
tersebut tetap memakan umpan tersebut lebih banyak (arrestant). Penggunaan
umpan tersebut bertujuan untuk mengurangi rasa tidak enak dari racun yang
digunakan (Priyambodo 2003). Aplikasi pengendalian dengan menggunakan
rodentisida secara intensif ternyata menimbulkan masalah baru. Masalah baru
yang timbulkan dalam hal pengaruh konsumsi tikus terhadap rodentisida, karena

14

dalam proses mengenali dan mengambil pakan yang ditemukan atau disediakan
oleh manusia, tikus tidak langsung makan seluruhnya tetapi mencicipi terlebih
dahulu untuk melihat reaksi yang terjadi dalam tubuhnya. Selain itu indera
penciuman, pendengaran, perasa, serta peraba tikus berkembang sangat baik
sehingga sangat mudah untuk tikus mengenali hal-hal yang ada di sekelilingnya
termasuk pakan dan racun yang dikonsumsinya.
Sampai saat ini kejadian tingkat kejeraan tikus terhadap aplikasi penggunaan
rodentisida menjadi permasalahan yang penting, sehingga perlu dilakukan
penelitian untuk mengukur tingkat kejeraan tikus khususnya tikus sawah, tikus
rumah, dan tikus pohon terhadap rodentisida sehingga dengan dilakukan
penelitian tentang ini bisa menjadi bahan rekomendasi untuk melakukan early
warning system jika aplikasi penggunaan rodentisida dirasa sudah tidak efektif
dan efisien.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkalkulasi tingkat kejeraan tikus sawah,
tikus rumah, dan tikus pohon terhadap aplikasi rodentisida baik kronis maupun
akut yang sering diaplikasikan di lapang dan di rumah dan juga terhadap umpan.

Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai tingkat
kejeraan tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap rodentisida yang
sering diaplikasikan di lapang maupun permukiman dan juga terhadap umpan
serta memberikan informasi untuk melakukan tindakan pengendalian alternatif
secara kimiawi.

TINJAUAN PUSTAKA
Tikus Sawah (Rattus argentiventer)
Taksonomi dan Morfologi
Tikus sawah (R. argentiventer) digolongkan ke dalam Kelas Mammalia,
Ordo Rodentia, Subordo Myomorpha, Famili Muridae, dan Subfamili Murinae,
Genus Rattus (Robinson & Kloss 1916)
Tikus sawah mempunyai ciri morfologi yaitu tekstur rambut agak kasar,
bentuk hidung kerucut, bentuk badan silindris, warna badan dorsal coklat kelabu
kehitaman, warna badan ventral kelabu pucat atau putih kotor, warna ekor ventral
coklat gelap, bobot badan antara 70-300 gram, panjang badan 130-210 mm,
panjang ekor antara 110-160 mm, panjang secara keseluruhan dari kepala sampai
ekor 240-370 mm, lebar daun telinga 19-22 mm, panjang telapak kaki 32-39 mm,
lebar sepasang gigi seri yang sering digunakan untuk mengerat 3 mm, formula
puting susu 3 + 3 pasang (Priyambodo 2003).

Bioekologi
Tikus sawah mempunyai distribusi geografi yang menyebar di seluruh dunia
sehingga disebut sebagai hewan kosmopolit. Tikus sawah mudah ditemukan di
perkotaan dan pedesaan di seluruh penjuru Asia Tenggara. Hewan pengerat ini
menyukai persawahan, ladang, dan padang rumput tempat tikus ini memperoleh
makanannya berupa bulir padi, jagung, atau rumput. Tikus sawah membuat sarang
di lubang-lubang, di bawah batu, atau di dalam sisa-sisa kayu. Tikus sawah ini
adalah jenis hama pengganggu pertanian utama dan sulit dikendalikan karena
tikus ini mampu ”belajar” dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan
sebelumnya.
Tikus menyerang padi pada malam hari, pada siang hari tikus bersembunyi
di dalam lubang pada tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah
perkampungan dekat sawah. Pada periode sawah bera sebagian tikus bermigrasi
ke daerah perkampungan dekat sawah dan akan kembali ke sawah setelah
pertanaman padi menjelang generatif. Kehadiran tikus di daerah persawahan dapat

16

dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan (run
way), kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala serangan. Tikus betina mengalami
masa bunting sekitar 21-23 hari dan mampu beranak rata-rata sejumlah 10 ekor.
Tikus dapat berkembang biak apabila makanannya banyak mengandung zat
tepung. Populasi tikus sawah sangat ditentukan oleh ketersediaan makanan dan
tempat persembunyian yang memadai. Tempat persembunyian tikus antara lain
tanaman, semak belukar, rumpun bambu, pematang sawah yang ditumbuhi gulma,
dan kebun yang kotor (Sudarmaji 2005).

Tikus Pohon (Rattus tiomanicus)
Taksonomi dan Morfologi
Tikus pohon (R. tiomanicus) digolongkan ke dalam Kelas Mammalia, Ordo
Rodentia, Subordo Myomorpha, Famili Muridae, Subfamili Murinae, Genus
Rattus (Walker 1999).
Tikus pohon mempunyai ciri khas yang dapat dibedakan dengan spesies
tikus yang lain yaitu mempunyai ekor yang lebih panjang daripada kepala dan
badan, tubuh bagian dorsal berwarna coklat kekuningan dan bagian ventralnya
berwarna putih, putih kekuningan, atau krem (Aplin et al 2003). Hewan betina
memiliki puting susu lima pasang yaitu dua pasang pektoral dan tiga pasang
inguinal, tekstur rambut agak kasar, bentuk hidung kerucut, bentuk badan
silindris, serta warna ekor bagian atas dan bawah coklat hitam. Tikus pohon
memiliki bobot tubuh 55-300 gram, panjang kepala + badan 130-200 mm,
panjang ekor 180-250 mm, panjang total 310-450 mm, lebar daun telinga 20-23
mm, panjang telapak kaki belakang 32-39 mm, dan lebar sepasang gigi pengerat
pada rahang atas 3 mm (Priyambodo 2003).

Bioekologi
Tikus pohon mempunyai distribusi geografi hanya di sekitar Asia Selatan
dan Asia Tenggara. Tikus pohon merupakan jenis tikus yang memiliki
kemampuan meloncat, mengerat, memanjat, dan berenang dengan baik.
Kemampuan tikus pohon dalam memanjat didukung oleh adanya tonjolan pada
telapak kaki yang disebut dengan footpad

yang relatif besar dan dengan

17

permukaan yang kasar. Footpad ini masih ditambah oleh cakar yang berguna
untuk memperkuat pegangan, serta ekor sebagai alat untuk keseimbangan pada
saat memanjat (Priyambodo 2003). Tikus pohon juga memiliki kemampuan
mengerat yang tinggi sebagai aktivitas untuk mengurangi panjang gigi seri yang
tumbuh terus-menerus (Walker 1999).
Tikus pohon pada umumnya ditemukan pada berbagai tanaman
perkebunan seperti kelapa, kelapa sawit, tebu, dan kakao. Pada tanaman kelapa
sawit, tikus pohon membuat sarang diantara pelepah daun kelapa sawit atau celahcelah yang ada diantara pohon (Aryata 2006).

Selain itu tikus pohon juga

ditemukan pada lahan persawahan, areal pertanian, lapangan terbuka, dan
pekarangan rumah. Penyebaran dari tikus pohon dipengaruhi oleh penyebaran
sumberdaya pakan di lingkungannya. Habitat setiap spesies tikus berbeda-beda,
tetapi hal tersebut tidak membatasi wilayah penyebaran dari spesies tikus tersebut
(Meehan 1984).

Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)
Taksonomi dan morfolagi
Tikus rumah (R. rattus diardii) digolongkan ke dalam Kelas Mammalia,
Ordo Rodentia, Subordo Myomorpha, Famili Muridae, Subfamili Murinae, Genus
R. rattus (Walker1999).
Ciri morfologi tikus rumah adalah tekstur rambut agak kasar, bentuk
badan silindris, bentuk hidung kerucut, telinga berukuran besar tidak berambut
pada bagian dalam dan dapat menutupi mata jika ditekuk ke depan, warna badan
bagian perut dan punggung coklat hitam kelabu, warna ekor coklat hitam, bobot
tubuh berkisar antara 60-300 gram, ukuran ekor terhadap kepala, dan badan
bervariasi (lebih pendek, sama, atau panjang). Seperti tikus pohon, tikus rumah
juga memiliki kemampuan memanjat yang baik. Tikus rumah memiliki
kemampuan indera yang sangat menunjang aktivitasnya kecuali penglihatan
(Priyambodo 2003).
Bioekologi
Tikus rumah mempunyai distribusi geografi yang menyebar di seluruh dunia
sehingga disebut sebagai hewan kosmopolit. Tikus rumah biasanya hidup di

18

lingkungan perumahan, pasar, dan membuat sarang di loteng namun bila bahan
makanan berkurang, tikus rumah akan mencari pakan di sawah sekitar rumah
maupun di pekarangan sekitar perumahan.
Tikus rumah merupakan hewan yang memiliki kemampuan untuk
berkembangbiak dengan cepat. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh faktor
habitat, iklim mikro, dan pakan. Selama mempertahankan kelangsungan
hidupnya, tikus rumah memanfaatkan pakan yang mengandung karbohidrat (gula
dan pati), lemak, protein, mineral, dan vitamin.
Tikus rumah menyukai pakan yang berasal dari biji-bijian, buah-buahan,
sayur-sayuran, kacang-kacangan, umbi-umbian, daging, ikan, dan telur. Dalam
sehari tikus biasanya membutuhkan pakan sebanyak 10% dari bobot tubuhnya.
Tikus rumah biasanya akan mengenali dan mengambil pakan yang telah tersedia
atau yang ditemukan dalam jumlah sedikit (mencicipi) untuk mengetahui reaksi
yang terjadi akibat mengonsumsi pakan yang ditemukan (Meehan 1984). Pada
saat menghadapi makan, biasanya tikus membentuk kelompok dan gerakan
mengelilingi makanan (Anonim 1970).

Kerusakan yang Disebabkan oleh Tikus Sawah, Tikus Pohon dan
Tikus Rumah
Serangan tikus menyebabkan kerugian yang cukup besar pada bidang
pertanian di Indonesia dan di banyak negara. Tikus sawah paling banyak
menimbulkan kerusakan pada tanaman padi. Tikus sawah (R. argentiventer)
merupakan hama utama padi yang dapat menimbulkan kerusakan besar pada
semua stadia pertumbuhan padi dari semai hingga panen, bahkan juga di gudang
penyimpanan. Kerusakan parah terjadi jika tikus menyerang padi pada stadia
generatif, karena tanaman padi tidak mampu lagi membentuk anakan baru. Tikus
merusak tanaman padi mulai dari tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir,
dan menyisakan satu sampai dua baris padi di pinggir petakan pada keadaan
serangan berat. Tikus menyerang padi pada malam hari sedangkan siang hari
bersembunyi di dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah,
pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada periode sawah bera,
sebagian besar tikus bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah dan akan

19

kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang generatif. Kehadiran
tikus di daerah persawahan dapat dideteksi dengan memantau keberadaan jejak
kaki (foot print), jalur jalan (run way), kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala
serangan. Tikus berkembangbiak sangat cepat dengan jumlah anak rata-rata 10
ekor setiap kelahiran. Perkembangbiakan hanya terjadi pada periode padi
generatif. Satu ekor tikus betina dapat menghasilkan 80 ekor tikus generasi baru
dalam satu musim tanam.
Tikus pohon mampu menyerang tanaman kelapa sawit baik yang belum
maupun yang sudah menghasilkan. Pada tanaman yang baru ditanam dan belum
menghasilkan, tikus mengerat serta memakan bagian pangkal pelepah daun,
sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat atau bahkan tanaman
dapat mati jika keratan tikus mengenai titik tumbuhnya. Pada tanaman kelapa
sawit yang sudah menghasilkan, tikus pohon dapat memakan buahnya (Sipayung
1987). Tikus makan bagian buah kelapa sawit (bagian mesokarp buah) sekitar
4,29-13,6 gram per hari, kerusakan ini dapat menurunkan produksi sekitar 5%
pertahun (Wood 1984). Perkembangan tikus sangat dipengaruhi oleh keadaan
pakan dan lingkungan sekitar (Aplin et. al. 2003). Bila pakan yang ada di
sekitarnya berlimpah, maka tikus akan berkembang biak sangat cepat, sehingga
kerusakan yang ditimbulkan juga semakin besar.
Kerugian yang disebabkan oleh tikus rumah adalah kerusakan pada
bangunan rumah, kantor, gudang, dan pabrik. Aktivitas tikus dalam mengeratkan
gigi serinya dan dalam menggali tanah atau membuat sarang dapat menimbulkan
kerusakan pada bangunan kantor, pabrik, gudang, dan rumah. Tikus rumah juga
dapat menyebabkan berkurangnya simpanan bahan makanan di rumah dan gudang
makanan, kontaminasi pada bahan makanan, terbawanya patogen seperti bakteri
Salmonella sp.dan Leptospira sp., amoeba Entamoeba histolytica, Giardia muris
dari tikus ke manusia dan hewan pemeliharaan (zoonosis) (Brooks & Rowe 1987).

Metode Pengendalian Tikus Sawah, Tikus Pohon, dan Tikus Rumah
Pengendalian tikus sawah, rumah, dan pohon sering dilakukan oleh manusia.
Pengendalian yang dilakukan antara lain dengan kultur teknis, pemanfaatan
musuh alami, penggunaan bahan kimia, perangkap, dan sanitasi (Priyambodo

20

2003). Pengendalian tikus dilakukan dengan pendekatan PHTT (Pengendalian
Hama Tikus Terpadu) yaitu pendekatan pengendalian yang didasarkan pada
pemahaman biologi dan ekologi tikus, dilakukan secara dini (dimulai sebelum
tanam), intensif, dan terus menerus dengan memanfaatkan teknologi pengendalian
yang sesuai dan tepat waktu. Pelaksanaan pengendalian dilakukan oleh petani
secara bersama-sama (berkelompok) dan terkoordinasi dengan cakupan sasaran
pengendalian dalam skala luas / hamparan (Wigenasantana 1992).
Elemen penting yang harus diperhatikan untuk mengendalikan tikus di
permukiman adalah sanitasi lingkungan, konstruksi bangunan yang tahan terhadap
masuknya tikus, dan monitoring populasi tikus di sekitar pemukiman.
Pengendalian tikus yang sering digunakan di permukiman maupun di perkebunan
dengan menggunakan rodentisida. Umumnya pengendalian hama dengan
menggunakan rodentisida dapat dikatakan berhasil (Buckle 1994). Pengendalian
dengan bahan kimia memberi efek yang positif maupun negatif. Efek positif
berupa hasil yang cepat meracuni organisme non target dan efektif sedangkan
efek negatifnya antara lain pencemaran lingkungan,dan menimbulkan resistensi
hama.
Pengendalian secara fisik mekanik dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain penggunaan perangkap, suara ultrasonik, gelombang elektromagnetik,
sinar ultraviolet, penghalang, dan berburu. Penggunaan perangkap dan perburuan
merupakan metode yang masih banyak digunakan sebagai metode pengendalian
mekanis.

Rodentisida
Rodentisida Akut
Berdasarkan kecepatan cara kerja dari bahan aktifnya, rodentisida terdiri
atas racun akut dan kronis. Racun akut yaitu rodentisida yang dapat menyebabkan
kematian setelah mencapai dosis letal dalam waktu kurang dari 24 jam sedangkan
racun kronis adalah rodentisida yang menyebabkan kematian dalam waktu 6
sampai 7 hari setelah perlakuan (Meehan 1984). Menurut Corrigan (1997)
rodentisida kronis menyebabkan kematian dalam waktu 3 sampai 10 hari setelah
perlakuan.

21

Rodentisida akut merupakan racun yang sangat berbahaya dan tidak
memiliki antidot yang spesifik, oleh karena itu jenis rodentisida ini dibatasi
penggunaannya di beberapa negara. Umumnya rodentisida ini hanya diizinkan
digunakan oleh profesional. Salah satu rodentisida akut yang sering digunakan
dan merupakan satu-satunya rodentisida akut yang diizinkan untuk digunakan
oleh non profesional adalah rodentisida yang berbahan aktif seng fosfida.
Bahan aktif rodentisida yang tergolong racun akut seperti seng fosfida,
bromatelin, crimidine, dan arsenik trioksida bekerja secara cepat dengan cara
merusak jaringan syaraf dalam saluran pencernaan, dan masuk ke dalam aliran
darah (Priyambodo 2003). Seng fosfida sudah dikenal sejak dulu dan yang sering
digunakan untuk mengendalikan tikus. Seng fosfida berbentuk tepung yang
berwarna kelabu kehitaman, dengan bau seperti bawang putih. Seng fosfida
diproduksi dengan cara mengarahkan kombinasi antara seng dan fosfor. Seng
fosfida telah dikenal sejak dulu sebagai racun tikus yang efektif dapat tercampur
dalam karbon disulfida dan benzena, tetapi tidak dapat larut dalam alkohol dan
air. Bahan aktif seng fosfida menghasilkan gas fosfin (PH3) yang dapat merusak
saluran pencernaan, masuk ke aliran darah dan menghancurkan lever.
Rodentisida ini juga dapat membunuh hewan vertebrata lainnya. LD50 seng fosfida
pada anjing, kucing, babi, dan itik adalah 20-40 mg/kg (Buckle 1984). Lama
kematian tikus setelah mengkonsumsi rodentisida antara 17 menit sampai dengan
beberapa jam (Corrigan 1997).

Rodentisida Kronis
Bahan aktif rodentisida yang tergolong racun kronis seperti warfarin,
kumatetralil, fumarin, difasinon, pival termasuk racun antikoagulan generasi I,
serta bromadiolon, difenakum, brodifakum, flokumafen termasuk racun
antikoagulan generasi II (Priyambodo 2003). Racun kronis lebih sering digunakan
dibandingkan dengan racun akut dalam pengendalian tikus karena dapat
mengurangi sifat curiga dari tikus yang lain. Bahan aktif dari racun kronis bekerja
dalam tubuh tikus dengan lambat sehingga tikus tidak langsung mati di tempat
setelah mengonsumsi racun.

22

Bromadiolon (C3H22BrO4) sudah dipatenkan sejak tahun 1968 dan
dipasarkan pada tahun 1976 (Buckle 1984). Pada konsentrasi 0,0025%
bromadiolon dapat membunuh mencit albino. Bromadiolon merupakan jenis
rodentisida yang digunakan untuk mengendalikan tikus dan mencit pada bidang
pertanian dan perumahan (Meehan 1984). Bromadiolon digunakan dalam bentuk
umpan siap pakai dengan konsentrasi rendah, yaitu sekitar 0,005%.
Brodifakum merupakan rodentisida generasi kedua yang paling potensial
untuk mengendalikan tikus dan mencit yang sudah kebal terhadap racun jenis lain.
Rodentisida ini tidak larut dalam air, LD50 untuk tikus adalah 0,27 mg/kg.
Menurut Buckle (1984) brodifakum dengan konsentrasi 0,005% dapat
menyebabkan 100% kematian mencit setelah satu hari perlakuan baik yang rentan
maupun yang kebal terhadap warfarin. Racun ini memiliki cara kerja mengganggu
kerja vitamin K dalam proses pembekuan darah. Hewan pengerat dapat menyerap
dosis yang mematikan dengan hanya 50 mg/kg bahan aktif.
Flokumafen merupakan senyawa kimia yang sama dengan brodifakum, tidak
larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan larut dalam aseton. Senyawa ini
direkomendasikan penggunaannya dengan konsentrasi 0,005% pada umpan
beracun. Cara kerja dari racun ini adalah mengganggu metabolisme vitamin K dan
mengganggu sistem pembekuan darah. Rodentisida ini dapat mengakibatkan
kematian pada burung sehingga penggunaannya ilegal di Negara Inggris. Bentuk
fisik racun ini adalah bentuk padatan berwarna biru.
Dalam aplikasi rodentisida biasanya digunakan umpan untuk memancing
tikus agar mau memakan rodentisida yang disediakan. Dalam memilih umpan
tikus yang tepat, ada beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan antara lain
umpan harus menarik bagi tikus, umpan sedapat mungkin tidak menarik bagi
hewan lain, umpan harus mudah didapat, serta dapat dicampur dengan racun
(Priyambodo 2003).

23

Umpan Tikus
Gabah dan Beras
Gabah adalah bulir atau buah dari tanaman padi. Semua stadia pertumbuhan
padi sangat rentan terhadap serangan tikus. Tikus rumah dan tikus pohon dapat
menyerang pertanaman padi di sawah, terutama apabila ketersedian pakan di
habitatnya berkurang. Biasanya pertanaman tersebut dekat dengan perkebunan
dan perumahan (Buckle dan Smith 1984)
Tikus dapat menyerang padi pada berbagai stadia pertumbuhan. Pada stadia
persemaian, tikus merusak tanaman padi dengan mencabut benih yang sudah
mulai tumbuh (bibit) untuk memakan bagian biji yang masih tersisa (endosperm).
Pada stadia vegetatif, tikus memotong bagian pangkal batang untuk memakan
bagian batangnya. Pada stadia generatif, tikus dapat menyerang bagian malai atau
bulir tanaman padi (Priyambodo 2003).
Beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat dunia. Hal ini dapat
dilihat dengan bertambahnya permintaan beras di pasaran dunia meskipun
harganya semakin tinggi. Beras merupakan bagian dalam dari gabah yang telah
digiling dan ditumbuk. Permukaan beras ditutupi oleh selaput tipis yang
mengandung protein, vitamin, karbohidrat, mineral, dan lemak (Anonim 2008).
Beras merupakan salah satu sumber karbohidrat yang tinggi. Sebagian besar
komponen karbohidrat beras adalah pati dan sebagian kecil pentosa, selulosa,
hemiselulosa, dan gula. Kandungan utama beras adalah pati (85-90%), komponen
lain adalah protein (8%), pentosa (2,0-2,5%), dan gula (0,61-1,4%) (Kusharto dan
Suharjo 1998).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan

di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen

Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus
Dramaga, Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan Oktober sampai Desember
2008 dan dilanjutkan dari bulan Februari sampai Maret 2009.

Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan adalah tikus sawah (R. argentiventer), tikus
pohon (R. tiomanicus), tikus rumah (R. rattus diardii), umpan dasar (gabah,
beras), rodentisida (bahan aktif. bromadiolon 0,005%, brodifakum 0,005%,
flokumafen 0,005%, dan seng fosfida 1%), gelas tempat air minum, tempat pakan,
kurungan tunggal (single cage) (Gambar 1) yang terbuat dari bahan kawat string
berbentuk balok berukuran 40 cm x 15 cm x 10 cm (p x l x t) yang di dalamnya
terdapat bumbung bambu tempat persembunyian tikus, timbangan elektronik
(analytical top loading animal balance) (Gambar 2), timbangan manual (triple
beam animal balance) (Gambar 3).

Gambar 1 Kurungan tunggal (single cage) yang digunakan dalam pengujian

14

Gambar 2 Timbangan elektronik untuk menimbang rodentisida, umpan, dan tikus
yang mati

Gambar 3 Timbangan manual untuk menimbang tikus hidup

Metode
Persiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah tikus sawah, tikus pohon, dan tikus
rumah. Tikus sawah diperoleh dari hasil penangkapan di lahan persawahan
Kabupaten Subang, sedangkan tikus rumah dan tikus pohon diperoleh dari
pe

Dokumen yang terkait

Efektivitas Sarcocystis Singaporensis Terhadap Mortalitas Tikus Sawah Rattus Rattus Argentiventer Rob & Kloss (Rodentia : Muridae) Di Laboratorium

2 53 47

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN BAHAN PENYEDAP PADA UMPAN BERACUN UNTUK MENINGKATKAN DAYA MAKAN TIKUS SAWAH (Rattus-rattus argentiventer)

3 39 31

Pengaruh Pemberian Tepung Keong Mas (Pomacea canaliculata Lamarck) terhadap Palatabilitas Umpan Tikus Sawah (Rattus argentiventer ROB. & KLO.)

0 12 39

Uji preferensi rodentisidadan umpan serta efikasi rodentisida terhadap tikus pohon [Rattus tiomanicus Mill.] dan Tikus rumah [Rattus rattus diardii Linn]

0 5 74

Perancangan dan pengujian perangkap, pengujian jenis rodentisida dalam pengendalian tikus pohon [Rattus tiomanicus Mill], tikus rumah [Rattus rattus diardii Linn], dan tikus sawah [Rattus argentiventer Rob. dan Klo] di laboratorium

0 8 56

Pengujian umbi gadung (Doscorea hispida dennst.) sebagai rodentisida botanis siap pakai dalam pengendalian tikus rumah (Rattus rattus diardii linn.) Dan tikus sawah (Rattus argentiventer rob. & klo.)

0 10 69

Pengujian Antikoagulan Bromadiolon pada Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.)

0 2 99

Preferensi Makan Tikus Pohon (Rattus tiomanicus Mill.) dan Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L ) terhadap Umpan dan Rodentisida

0 15 38

Pemanfaatan bagian daun dan biji tumbuhan kacang babi (Tephrosia sp.) sebagai bahan rodentisida nabati untuk mengendalikan tikus sawah(Rattus argentiventer)dan tikus rumah (Rattus rattus diardii)

0 6 23

Uji Rodentisida Kadaluarsa Pada Tikus Pohon (Rattus Tiomanicus Mill.) Dan Tikus Rumah (Rattus Rattus Diardii L.).

0 5 33