Kajian Impotensi: Afinitas Reseptor dan Neurotransmisi pada Arteria Pudenda (Macaca nemestrima)

KAJIAN IMPOTENSI:
AFINITAS RESEPTOR DAN NEUROTRANSMISI
P A D A ARTERIA P U D E N D A
Macaca nemestrina

DISERTASI

oleh :

FRITS AUGUST ICAKIAILATU

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1996

FRITS AUGUST KAKIAILATU. Kajian

impotensi: afinitas

reseptor dan neurotransrnisi pada arteria pudenda Macaca nernestrina
(Dibawah


bimbingan

DJOKOWOERJO

TONNY

UNGERER

SASTRADIPRADJA,

sebagai

Ketua,

ARJATMO TJOKRONEGORO,

SLAMET SWONO dan JUHARA SUKRA sebagai Anggota).

Impotensi atau gangguan ereksi (erectile dysfunction) dapat

diartikan

sebagai

ketidakmampuan

lax-laki

mencapai

dan

mernpertahankan ereksi yang cukup kaku untuk persetubuhan yang
memuaskan. Kekakuan dan kelembekan penis sangat tergantung
pada

tingkat

pengisian


darah korpus

kavernosum yang

pada

gilirannya tergantung pada kondisi relaksasi dan kontraksi otot polos
trabekula

jaringan

korpus

kavernosum.

Relaksasi-kontraksi

trabekula ini dipengaruhi oleh beberapa sistem neurotransmisi dan
neuromediator


antara

prostaglandin untuk

lain,

sistern

adrenergik,

endotelin

dan

kontraksi serta sistem kolinergik dan nitrik

oksida (NO) untuk relaksasi. Data tentang neurofarmakologi ereksi
serta fisiologi korpus kavernosum sudah cukup tersedia.

Namun


tidak demikian halnya dengan arteria pudenda, pembuluh proksimal
pernasok darah utama korpus kavernosum.

Pada saat ini sedikit sekali yang diketahui tentang reaktivitas
arteria pudenda. Perubahan diameter (vasodilatasi, vasokonstriksi,
stenosis) dari pembuluh ini merupakan kendala utama pasokan
arterid (arterial in-flow) ke korpus kavernosum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui reaktivitas arteria
pudenda, juga

mempelajari neurotransmisi,

neuromodulasi dan

distribusi reseptor serta membandingkan respons neurofarmakologik
arteria

pudenda


dengan

korpus

dilaksanakan di fasilitas Karantina

kavernosum.

Penelitian

dan PeneIitian Biomedis Pusat

Studi Satwa Primata, Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor
dan

Laboratorium

Penelitian

Department


of

Obstetrics

and

Gynaecology, National University Hospital, Singapore, dari bulan
Januari 1996 hingga bulan Juli 1996.
Tiga belas Macam netnestrim jantan sehat dengan bobot badan
4-8 kg berumur 4-7 tahun dibius dengan ketamin 1 0 mg/kg BB

intramuskuler

(sebagai

premedikasi)

dilanjutkan


dengan

pentobarbital 600 mg intravena. Melalui laparotomi, arteria pudenda
kanan dan kiri sampai masuk ke penis diisolasi, dibebaskan dari
tenunan sekitar dan dikeluarkan dari rongga abdomen. SeIanjutnya
jaringan

korpus kavernosum dibebaskan dari tunika albuginea.

Kedua jaringan ini kemudian dimasukkan ke larutan dapar Krebs
Henseleit 40C dalarn terrnos. Spesimen jaringan arteria pudenda dan
ii~

korpus kavernosum itu diterbangkam ke Laboratorium Penelitian
Department

of Obstetrics and

Gyneacology, National University


Hospital Singapore. Disini kedua jaringan tersebut dipotong-potong
menjadi

strips berukuran

10x3 mm.

Stnps dibentang dalarn

tissue-bath berisi larutan dapar Krebs Henseleit 37012 yang dialiri 0 2
95% dan C02 50h dengan satu ujung diikat pada i s o m e t ~ cforce

transducer. Sebelum perlakuan stnp diberi pre-load 1 gram.
Perlakuan terdiri atas uji rangsang listrik dan farmakologik.
Peubah

yang

diukur


adalah

relaksasi

isometrik.

Sebelum

dilaksanakan uji listrik dan uji farmakologik tiap s t r i p diprakontraksi
dengan fenilefrin. Stimulasi listrik dilaksanakan dengan bantuan dua
elektroda platina terpasang sejajar disebelah kiri dan kanan strip
sejauh 4-5 mm yang dihubungkan dengan amplifier arus Iistrik dan
stimulator.

Arus listrik yang dipakai bertegangan 70-90V; strip

dirangsang selama 1-4 msec dengan frekuensi 2-32 Hz. Stimulasi
listrik dilanjutkan dengan pemberian penyekat (antagonis) yaitu
atropin


(antagonis asetilkolin), propranolol (antagonis isoprenalin),

L-NOARG (antagonis nitrogliserin) untuk membuktikan pelepasan

(release) asetilkolin, isoprenalin dan nitrogliserin &bat

rangsangan

listrik. Pada uji farmakologik neuromodulator yang dipakai adalah
asetilkolin, isoprenalin, nitrogliserin, prostaglandin E l dan ATP.

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa stirnulasi listrik
dengan

prakontraksi

sedang

menghasilkan

kavernosum.

fenilefrin pada frekwensi rendah
relaksasi

arteria

pudenda

dan

maupun
korpus

Relaksasi ini disebabkan oleh pelepasan nitrik oksida

dan asetilkolin dan berlangsung secara neural, karena dapat disekat
oleh tetrodotoksin. Jaringan arteria pudenda mempunyai cukup

banyak reseptor nitrergik, kolinergik dan adrenergik. Demikian juga
pada jaringan korpus kavernosum. Modulasi transrnisi nitrergik lebih
efektif pada jaringan

arteria pudenda, sedangkan pada jaringan

korpus kavernosum modulasi transmisi adrenergik lebih dominan.
Efektivitas serta dominasi transmisi pada kedua jaringan ini
masih

perlu

dikaji

lanjut

dengan

penelitian

imuno-sito-kimia.

Disamping itu perlu dilakukan penelitian neuro-fisio-fmakologik
untuk menegaskan keterkaitan ACh dengan N O S yang dapat berupa
oxide
nNOS (neural nih'c oxide synthase), eNOS (endothelial mmtnnc
synthase) dan iNOS (inducable nitric oxide synthase]. Informasi ini

akan melengkapi pemahaman tentang neuro-fisio-farmakobgi ereksi
yang

diperlukan

impotensi.

untuk

mengembangkan

strategi

pengobatan

RECEPTORAL AFFINITY AHD NEUROTRANSMISSION

OF THE PUDENDAL ARTERY IN THE Maccrca n e m e s t r i ~

ABSTRACT

Penile erection is preceded by a large inflow of blood into the
corpus cavernosum (CC). A major blood vessel responsible for this
inflow is the pudendal artery (PA), however, there is very limited
information available regarding the reactivity of this blood vessel. This
study intends to characterize and compare the neurophannacological
responses of PA tissue to those of CC tissue.
Thirteen adult (4-7 years), clinically healthy male M m c a
nemestrina (4-8 Kg) were used in the study. The monkeys were
anesthetized with Ketamine (10 mg/Kg BW irn) and Pentobarbital
(600 mg iv). Following laparotomy, the PA and CC were isolated,
dissected, harvested and preserved with a Krebs-Henseleit {KH)
solution.
Sfnps (10x3 mm) of PA and CC tissues were placed in an
isolated tissue-bath with KH solution (370C, gased with 02 95% and

C02 5%). Effects of field stimulation (70-90 V, 1-4 msec, 2-32 Hz) and
administration of
neurornediators
(acetylcholine, isoprenaline,
nitroglycerine) and their blockers (atropine, propranolol and
L-NOARG) were observed. Responses (isometric relaxation) were
measured as percent reduction in phenylephrine pre-contraction.
The results of this study suggest that there is a fair distribution
of relaxant cholinergic and adrenergic receptors in the pudendal
artery and corpus cavernosal tissue. The study also indicated that
nitrergic transmission is more effective in the pudendal artery
compared to adrenergic transmission in the corpus cavernosum.

KAJIAN IMPOTENSI:
AFINITAS RESEPTOR DAN NEUROTRANSMISI
PADA ARTERIA PUDENDA
Macaca nemestrina

oleh :
FRITS AUGUST KAKIAILATU
SVT 91540

Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Doktor
pada
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1996

Judul Penelitian

:

.

Kajian impotensi :
afinitas reseptor dan
meurotransmisi pada arteria pudenda Maraca

netnestrim
Nama Mahasiswa

:

Frits August Kakiailatu

Nomor Pokok

:

SVT 91540

Menyetujui :
1. Komisi Penasehat

/-----.
/

(Prof. Dr. T o m y Ungerer)
Ketua

-

1

'.

(Prof, Dr. Djokowoejo Sastcadipradja)
Anggota

L

(Prof. Dr. H. Slamet Suyono)
Anggota

2. Ketua Program Studi Sains Veteriner

'/+~d.,

*

(Prof. Dr. H. Masduki Partadiredja)

Tanggal Lulus Ujian :23 Desember 1996

Anggota

am Pascasarjana

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1936 di Magelang,

sebagai anak terakhir dari duabelas bersaudara dari keluarga
pensiunan militer masa pra-pemerintahan Republik Indonesia, ayah
Alvaris Willem Kakiailatu

(dm) asal Pulau Nusa h u t , Maluku

Tengah dan ibu Augustina Anoi ( d m ) asal Pulau Sangir, Sulawesi
Utara.
Pendidikan dasar, menengah pertama dan menengah atas
diselesaikan di SMA Kristen Jalan Dago Bandung pada tahun 1957.
Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan tingkat tinggi
pada Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia tamat pada tahun
1963 dengan gelar dokter. Pendidikan dilanjutkan pada tahun 1967
di Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
tamat 1972 dengan gelar Ahli Bedah dan dilanjutkan lagi di Afdeling
Urologie, Academisch Ziekenhuis Leiden. Rijksuniversiteit Leiden
tarnat 1975 dengan gelar Ahli Bedah Urologi. Tahun 1982 penulis
mengikuti pendidikan khusus teknik operasi penanaman prostesis
penis di Mayo Clinic, Rochester, Minnesota. Transplantasi Ginjal dan
Imunologi didapatnya lagi pada Academisch Medisch Centrum dari
Universiteit van Amsterdam pada tahun 1986.

Pada tahun

1960 sebagai mahasiswa kedokteran

penulis

masuk Angkatan Laut RI dengan pangkat Letnan Dua. Setelah
menyelesaikan pendidikan di dalam dan luar negeri tahun
penulis bertugas

sebagai konsulen

1976

urologi di RS Angkatan Laut

dr. Mintohardjo, R S Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto d m sejak
1983 diangkat menjadi

anggota Tim Dokter Ahli Presiden RI di

bidang urologi.
Pada tahun 199 1 penulis bebas tugas dengan hormat dari ABRI
dengan masa bakti 30 tahun tanpa cacad dengan pangkat terakhir
Laksarnana Pertama TNI.
Penulis menikah dengan Toeti Soewardjo dan dikaruniai anak
Arie, Sita dan Rafael.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan yang
Maha Esa yang menciptakan langit dan burni beserta isinya, yang
dengan kasih setiaNya telah memampukan penulis untuk rnulai dan
mengakhiri tugas ini.
Terima kasih yang tulus ikhlas dan penghargaan setinggitingginya penulis
Dr. Tonny

sampaikan kepada yang terhormat Bapak Prof.

Ungerer

selaku

ketua

Komisi

Pembimbing,

Bapak

Prof. Dr. Djokowoerjo Sastradipradja, Bapak Prof. Dr. H. Ajatmo
Tjokronegoro, Bapak Prof. dr.
Dr.

H.

Juhara

H. Slarnet Suyono dan

Sukra, masing-masing

selaku

Bapak Prof.

anggota

Komisi

Pembimbing, atas segala bimbingan, nasehat, dorongan semangat
dan kemudahan-kemudahan lain yang telah diberikannya dengan
penuh

tanggung

jawab

dm

cinta

kasih.

Tidak

hanya

ilmu

pengetahuan yang penulis peroleh dari mereka, tetapi juga sikap
tentang bagaimana agar kehidupan ini lebih bermanfaat dalam misi
menolong yang dalarn kesulitan, sakit, cacad sehingga menganggap
hidup dalarn dunia ini sudah tidak mempunyai arti dan harapan lagi.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga
disarnpaikan kepada yang terhormat Bapak Ketua Tim Dokter Ahli
Presiden F3 beserta stafnya, Kepala RSPAD Gatot Soebroto beserta

staf dan seluruh jajaran komandonya atas segala bantuan dan
kemudahan yang memungkinkan penulis dapat menyelesaikan tugas
penulisan karya ilmiah ini dan kepada Angkatan Laut RI khususnya
Direktorat Kesehatan terrnasuk Kepala RSAL Mintohardjo yang telah
mendidik penulis sebagai prajurit Saptamarga dan dokter sehingga
dapat mencapai penvira tinggi dan dokter spesialis yang berguna
untuk sesarna, ilmu dan negara.
Kepada yang terhormat Bapak Rektor IPB dan semua Pimpinan
Unit Pelaksana Teknis di fingkungannya, penulis menyarnpaikan
terima

kasih

dan

penghargaan

setinggi-tingginya,

atas

segala

bantuan dan berbagai kemudahan yang telah diberikan selama
penulis mengikuti pendidikan disini. Khusus pada Bapak Prof. Dr. Ir.
Edi Guhardja selaku Direktur Program Pascasarjana

IPB beserta

stafnya, penulis merasa sangat terkesan dan kagum atas langkahlangkah

kebijaksanaan

dalam

menyelamatkan

masa

depan

mahasiswanya dari resiko kegagalan karena batasan waktu studi,
tanpa harus tejebak dalam degradasi kualitas lulusannya.
Ucapan
kepada

terima

kasih

dan

penghargaan

setinggi-tingginya

Dr. Dondin Sajuthi beserta stafnya pada Pusat Studi Satwa

Primata Lembaga Penelitian IPB, yang telah memberikan bantuan
dan kemudahan dalam mendapatkan dan menggunakan seluruh
perangkat untuk meneliti, sehingga penelitian ini dapat terlaksana
xl1

s

dengan

baik

sekali.

Tidak

lupa

ucapan

terima

kasih

dan

penghargaan setinggi-tingginya disampaikan kepada Bapak Dr. P.
Ganesan

Adaikan

beserta

stafnya

yang

telah

membantu

melaksanakan penelitian ini di Laboratorium Penelitian Department
of

Obstetrics

and

Gynaecology,

National

University

Hospital,

Singapore.
Terima kasih dan penghargaan setinggi -tingginya disarnpaikan
pada

Drs. Harnowo, MSc

yang telah ikut rnembantu mengukur,

menghitung hingga mendapatkan hasil dari seluruh data penelitian.
Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada Bapak Ketua Yayasan Beasiswa
Supersemar atas bantuan biaya penelitian, Bapak HiImy Haludin dari

PT Sempati Air yang telah membantu fasilitas penerbangan JakartaSingapore hingga seluruh penelitian dapat diselesaikan dan kepada
semua Sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu.
Terima kasih yang tidak terhingga disampaikan pada Guru-

guru

yang

tern

memberikan

ilmu

pengetahuan

melestarikan

keindahan hidup antar sesarna manusia tanpa memandang suku,
agama, ras dan aliran Prof.dr.Oetama (alm), Prof-dr-Djarnaluddin
(dm), Pr0f.Dr.P.J. Donker, Prof.dr.W.L.Furlow dan Pr0f.Dr.R.M. Levin.
Terima kasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada rekanrekan

Alumni Fakultas Kedokteran UI

1963 (EGA) yang telah
XI11

mengajar cara hidup bersaudara serta merangsang, menggerakkan
dan mengerjakan karya ilmiah ini dari awaI hingga akhir.
Akhirnya, tetapi bukan berarti terkecil, kepada kedua orang tua
Alvaris WilIem Kakiailatu (dm) dan Augustina Anoi ( d m ) beserta
segenap

saudara

penghargaan

kandung

disampaikan

setinggi-tingginya yang

telah

terima

kasih

membantu

untuk mendidik tanpa jemu-jemu pada masa

dan

berusaha

dan pasca revolusi

fisik sehingga penulis dapat mencapai tingkatan setinggi ini yang
telah melebihi apa yang pemah diidamkan.
Terima kasih d m penghargaan yang tak terhingga diucapkan
kepada istriku Toeti dan anak-anakku Arie, Sita dan Rafael yang
dengan setia dan cinta kasih yang tulus mendoakan, mendorong dan
mendampingi penulis selarna melanjutkan dan menyelesaikan tugas
ini, penulis mencurahkan rasa haru dan kasih mendalam. Mereka
bukan saja yang terbaik, tetapi juga merupakan sumber inspirasi dan
kekuatan seakan-akan ingin menyeberangi samudra dengan segala
kendala serta bahaya tetap ditegang sehingga mencapai tujuan.
Penulis menyadari sepenuh-penuhnya bahwa karya ilmiah ini
masih terlalu jauh dari kriteria kesempurnaan. OIeh karena itu,
penulis akan sangat berterima kasih kepada sidang pembaca yang
bersimpati memberikan saran-saran demi kesempurnaan karya ini.
Semoga karya ini berguna bagi semua pihak yang membutuhkannya.
xiv

Saya serukan pada sejawat y&g

rnenaruh perhatian dalam bidang ini

untuk meneruskan proyek kemanusiaan ini.

Bogor, Desember 1996

DAFTAR IS1

Halaman
RINGKASAN .................................................................................
ii
ABSTRACT ...................................................................................
RIWAYAT HIDUP .........................

..........................................
.
.
.

.........................................................
DAFTAR IS1 ......................................... .
......................................
DAFTAR TABEL ............................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
UCAPAN TERIMA KASIH

I.

11.

vi

ix
xi
xvi
xviii

xix
xxi

PENDAHULUAM..................................................................

1

Latar B e l a k a n g P e n e l i t i a n ................................................

1

Tujuan P e n e l i t i a n ................................................................

5

.............. .
M a n f a a t P e n e l i t i a.n ............ .
..

5

TINJAUAN PUSTAKA.........................................................
A.

M a s a l a h i m p o t e n s i d i I n d o n e s i a .................................

B.

M e k a n i s m e Ereksi. .....................................................
I.

..................................... .
..............
...............
Teori S l u i c e .................................................
Teori P o l s t e r................................................
Teori Korporo-veno-oklusif...........................

Teori E r e k s i

Teori Aristoteles ..................... ........

2.

F a s e E r e k s i .......................................................
F a s e L e m b e k ...............................................
F a s e Laten..
Fase Bengkak..

......

Fase Ereksi Penuh ...................

.
.
................

Fase Kaku ...................................................
Fase Kempis................................................
3.

Neuromediator Ereksi .......................................
Mediator Kolinergik......................................
Mediator Adrenergik .....................................
Mediator Peptinergik....................................
Mediator Nitrergik ........................................

...........................................
Gangguan Ereksi.......................................................
Penanggulangan Impotensi........................................
Hormon Ereksi

C.

D.

.

111

MATERl DAN METOIIA P E N E L I T I A N ................................
A

Materi Penelitian........................................................

3

Metode Penelitian.......................................................
I . Rancangan Percobaan ............................................

2 . Analisis Data..........................................................

.

IV

HAsIL DABI PEMBAHASAN.......................

A.

69

K E S I M W L A N DAN SARAN..........................................

72

C.

.

46

.....................................................
Neuromodulator ......................................................
Farrnakoterapi...........................................................

B.

V

.......................

Stimulasi Listrik

46
52

A.

Kesimpulan................................................................

72

I
3.

Saran.........................................................................

73

Halaman
Gambar 1.

Arteria Pudenda ....................................................

Gambar 2 .

Vaskularisstsi korpus kaversosum ........................

Gambar 3.

Penampang melintang korpus kavernosum ...........

Gambar 4 .

Mekanisme ereksi : Teori korporo-veno-oklusif ......

Gambar 5.

Fase ereksi ...........................................................

Gambar 6.

Saraf simpatis, parasimpatis dan somatis
penis ....................................................................

Gambar 7 .

Saraf pusat dan tepi ke penis ...............................

Gambar 8.

Mekanisme kontraksi dan relaksasi otot polos
trabekula ..............................................................

Garnbar 9.

Asetilkolin dan pelepasan NO ...............................

Gambar 10.

Fe sebagai reseptor NO .........................................

Gambar 1 1.

Isoform NOS .........................................................

Gambar 12.

Efek relaksasi otot akibat pengaruh senyawa
vaso-aktif .............................................................

Gambar 13.

Prostesis penis ......................................................

Gambar 1 4 .

M a c a c a nemestrina (beruk)jantan ........................

Gambar 1 5 .

Diagram peralatan percobaan ...............................

Gambar 1 6 .

Rancangan perco baan ..........................................

Gambar 17.

Relaksasi arteria pudenda dengan stimulasi
listrik ...................................................................

Gambar 18.

Relaksasi arteria pudenda dan korpus
kevernosum akibat stimulasi listrik .....................

Gambar 19.

Efek atropin, propranolol dan L-NOARG pada
arteria pudenda ....................................................

Garnbar 20.

Efek atropin, propranolol d m L N O A R G pada
korpus kavernosum ..............................................

Gambar 2 1 .

Efek tetrodotoksin pada arteria
pudenda.. .............................................................

Gambar 22.

Efek relaksasi, kontraksi dan bi-fasis pada
korpus kavernosum ..............................................

Gambar 23.

Kontraksi dari PGEl dan ATP pada arteria
pudenda.. .............................................................

Garnbar 24.

Relaksasi A C h , ISP dan NTG pada arteria
pudenda.. .............................................................

Gambar 25.

Relaksasi ACh, ISP dan NTG pada korpus
kavernosum. .........................................................

Gambar 26.

Relaksasi A C h , ISP dan NTG pada arteria
pudenda dan korpus kavernosurn. .......................

Garnbar 27.

Dilatasi otot polos korpus kavernosum manusia
diabetes dan nondiabetes .....................................

Gambar 28.

Proses fibrosis pada korpus kavemosum.. ............

Halaman
Tabel 1 .

Susunan larutan dapar Krebs-Henseleit......................

40

Tabel 2.

Relaksasi jaringan arteria pudenda dan korpus
kavernosum akibat stimulasi listrik dan pemberian
mediator neurofarmakologik.......................................

60

Halaman
Lampiran 1 .

Rataan Relaksasi Arteria Pudenda .......................

83

Larnpiran 2 .

Sidik Ragam Korpus Kavernosum........................

85

Lampiran 3 .

Uji Student's t Newman K e u l s .............................

87

Lampiran 4 .

Uji Student's t Asetilkolin (ACh)...........................

89

Lampiran 5 .

Uji Student's t Isoprenalin (ISP)...........................

90

Lampiran 6 .

Uji Student's t Nitogliserin (NTG)
.........................

91

Lampiran 7 .

Persentase Penurunan Tonus FE .........................

92

I. PENDAHULUAN

Latar Bdakang Penelitian

Impotensi atau gangguan ereksi (eredile dysfunction) dapat
diartikan sebagai ketidakmampuan la&-laki untuk mencapai dan
mempertahankan

ereksi

yang

memadai

(cukup

kaku)

bagi

persetubuhan yang memuaskan. Definisi ini adalah yang paling
mutakhir

yang

ditawarkan

International

Society for Impotence

Research pada pertemuan dua-tahunannya tanggal 4-7 November
1996 di San Francisco.
Masalah impotensi di tanah air sejak tahun

1981 mulai

diperhatikan serta ditangani secara profesional dengan didirikannya
Proyek Penanggulangan Impotensi di RSPAD Gatot Soebroto dengan
restu Bapak Presiden RI dalarn rangka memperingati Tahun Cacat
Sedunia. Sejak itu banyak Minik impotensi dibuka di beberapa kota
besar di Indonesia. Impotensi patut diwaspadai mengingat gangguan
ini dapat mempengaruhi keadaan jasmani dan rohani individu yang
terserang

dan dengan dernikian mempengaruhi kualitas sumber

daya manusia.

Angka kejadian di Indonesia diperkirakan sebesar

5- 10%. Angka ini adalah sementara dan dihitung dari jumlah pasien
0

yang berobat di Minik impotensi, infertilitas dan urologi di Jakarta,
Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar dan Ujung Pandang.

Di

Amerika Serikat, National Institute of He&th memperkirakan ada 30
juta penderita impotensi termasuk yang ringan dengan prevalensi 5%
pada umur 40 tahun dan 15%-25% pada urnur 65 tahun atau lebih
(Droller et al.,1993). Krane ef al. (1989) menyatakan bahwa impotensi
terkait dengan usia. Selanjutnya Padma-Nathan dan Gerstenberg
(1991) menemukan bahwa sensibilitas penis sangat tergantung pada

umur. Melalui studi histologik mereka t e m u h bahwa semakin tua
orang semakin banyak korpus Pacini berdegenerasi dan semakin
banyak infiltrasi kolagen dan atropi lapisan kulit.
Sejalan dengan keberhasilan pembangunan di sektor sosio-

ekonomi

dan

kesehatan

diamati

bahwa

umur

harapan

orang

Indonesia meningkat dari 63 tahun menjadi 65 tahun (Repelita VI
Pidato Presiden RI) d m ini diantisipasi akan berdarnpak
kejadian

penyakit

degeneratif.

pada

Penyakit degeneratif yang paling

terkait dengan impotensi adalah aterosklerosis dan diabetes melitus.
Pada diabetes impotensi merupakm komplikasi yang cukup tinggi
prevalensinya.
terutama

Seperti

disebabkan

diketahui

kelainan

mikrovaskular). Patogenesis

komplikasi

vaskular

impotensi

kronik

diabetes

(makrovaskular

pada

diabetes

dan

terutarna

menyangkut arteria pemasok darah ke penis yaitu arteria pudenda

juga terkait dengan faktor resiko hiperglikemia, hipertensi dan dan
agregasi trombosit pada perokok.
Fungsi ereksi mencakup interaksi kompleks stimulasi lansung
saraf

otot

polos

korpus

kavernosum,

pelepasan

mediator

neurohumoral, faktor kontraksi dan relaksasi endotil yang spesifik.
Juga dipengaruhi modulasi sekunder beberapa neuropeptida dan
modulator vasoaktif nitrik oksida dan rnungkin ATP (Tong et aI.,
1992). Sjostrand dan Klinge (1979),juga Steers dan de Groat (1988)
melaporkan bahwa rangsangan listrik in-vivo

pada saraf simpatis

pelvis kelinci, anjing, kucing dan manusia menimbulkan ereksi.
Sedangkan rangsangan listrik pada saraf kavernosa menghasilkan
ereksi yang sebagian dihambat dengan pemberian atropin secara
intrakavernosa (Steers dan de Groat, 1988).
Pada manusia pemberian asetilkolin secara intrakavernosa
meningkatkan volume darah penis tanpa ereksi (Stief et aZ.,I989).
Saenz de Tejada (1982) mengemukakan bahwa relaksasi otot polos
kavernosa

disebabkan

oleh

modulasi

kolinergik

(eksogen) dan

dipengaruhi endothelium derived relaxing factor (endogen). Beberapa
tahun kemudian peran endotelium ditemukan pada otot polos korpus
kavernosum. (Azadzoi et al., 1992). Kemudian Adaikan dan Ratnam
(1988)

menegaskan

bahwa

peristiwa

ereksi

mulai

dari

membengkaknya
pengaturan

penis

hingga

neurofax-makologik.

menjadi
Semua

kaku

terkait

infonnasi

ini

petunju k bahwa modulasi neurofmakologik jaringan

dengan
memberi

kavernosa

pen ting bagi mekanisme ereksi.
Data tentang partisipasi mediator neurofarmakologik dalam
ereksi dan

fisiologi korpus kavernosum

sudah

cukup

banyak.

Namun tidak demikian halnya dengan arteria pudenda, pembuluh
proksimal pemasok darah utama korpus kavernosum. Data tentang
reaktivitas

arteria

pudenda

termasuk

neurotransmisinya belum tersedia.
untuk

mengetahui

M
pudenda pada -

aflnitas

reseptor

dan

Penelitian ini dilaksanakan

afinitas reseptor dan

neurotransmisi

nemestrina. Hewan coba ini

arteria

secara filogenik

dekat dengan manusia dan mempunyai penis yang diinervasi oleh

saraf simpatis, parasimpatis dan somatis.

Perjalanan ketiga saraf

tersebut dari pleksus pelvis ke penis juga serupa dengan manusia.
Beberapa

peneliti

berpendapat

bahwa

efek

farmakologik serta

modulasi neurotransmisi genitalia primata tidak berbeda dengan
manusia (Walsh dan Donker.1982; Lue et al., 1982 dan Lepor et al.,
1985).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari neurotransmisi

dan afinitas reseptor pada arteria pudenda serta membandingkan
respons rnodulasi neurofarmakoIogik arteria pudenda dengan korpus
kavernosum.

Manfaat Penelitian

Montague

dan

Lakin

(1994)

bahwa

mengemukakan

pemasangan penis prostesis masih lebih diminati dibanding cara
penanggulangan

impotensi

lain

seperti pemakaian

alat vakum,

operasi arteria maupun vena penis dan fmakoterapi.

Namun

dipihak lain cara ini selain invasif juga cukup mahd bagi penderita
impotensi di Indonesia. Sehubungan dengan itu perlu dicari alternatif
penanggulangan yang efektif dan murah.
Data
pudenda

neurotransmisi
dan

korpus

serta afinitas

kavernosum

hasil

reseptor

dari

penelitian

ini

arteria

akan

dimanfaatkan sebagai dasar terapi altematif gangguan irnpotensi.

11. T I W J A U A R I PUSTAKA

A.

Masalah Impotensi di Lndonesia

Angka kejadian yang pasti dari jumlah penderita impotensi
belum ada di Indonesia, Sejak didirikannya Proyek Penanggulangan
Impotensi tahun 1981 di RSPAD Gatot Soebroto mulai bermunculan
klinik-klinik lain yang mengobati impotensi seperti di Semarang,
Bandung, Surabaya, Denpasar dan Ujung Pandang. Angka kejadian
di

Minik

ataupun

rumah

sakit

kota-kota

tersebut

belum

menggambarkan angka kejadian yang sebenarnya di Indonesia

karena angka tersebut tergantung pada banyak faktor seperti usia,
pengaruh psikologik dan &bat
kultural seperti

tindakan medis. Pengaruh sosio-

adat istiadat, agama dan kemiskinan masyarakat

setempat juga sangat mempengaruhi angka kejadian. Karena faktorfaktor di atas diperkirakan besar angka kejadian impotensi di
Indonesia antara 5-10%.
Usia

rata-rata

yang

menderita

gangguan

ereksi

yang

..

ditanggulangi dengan prostesis penis oleh Kakmdatu (1991) adalah

50 tahun. Ini sesuai dengan temuan Krane

d

czl. (1989) yang

mengungkap bahwa gejala impotensi terkait dengan usia. Dengan
meningkatnya tar& hidup karena keadaan sosio-ekonomis yang
makin baik maka jumlah rnanusia usia lanjutpun akan bertambah
yang mengakibatkan makin banyak tirnbul penyakit karena kelainan

yang mengakibatkan makin banyak timbul penyakit karena kelainan
degeneratif seperti diabetes melitus, penyakit jantung, hipertensi d m
merendahnya HDL (Goldstein dan Hatzichrestou. 1994). Keadaan ini
diperkuat

dengan analisis

Singarimbun

(1996) bahwa

proporsi

penduduk usia lanjut telah bejurnlah 4% dari seluruh penduduk
Indonesia yang dapat memberi dampak timbulnya problema baru.

Ward (1994) mengungkap bahwa 35% dari penderita diabetes
melitus menderita impotensi yang disebabkan oleh bertarnbahnya
umur, adanya neuropati saraf otonom dan berkurangnya aliran

darah ke penis ataupun adanya kebocoran vena sedang Kakiailatu
mendapatkan 39(59%) dari 66 kasus impotensinya yang menderita
diabetes melitus.

Beberapa peneliti membuktikan bahwa sebab

impotensi pada diabetes adalah karena kelainan neurologik dan
vaskular ditambah dengan beberapa risk fador seperti merokok,
hipertensi dan hiperhpidemia.

B. Meikanhne Ereksi
I.

TdEseLcri
Teoli Aristoteler

Karena adanya aliran darah dari jantung ke hati, jelas udara dari
paru juga rnasuk ke dalam batang penis hingga tej a d i suatu ereksi.

T

d Sluice
Penelitian Deysach (1939)

pada anjing, rusa dan monyet

menunjukkan bahwa ereksi pada hewan tergantung pada panjang
pendeknya tulang penis.

Ia mengemukakan bahwa ada tiga macam

ereksi arteria, ereksi vena dan ereksi katub (sluice valve erection).
Ereksi pada hewan yang mempunyai tulang penis panjang adalah
ereksi arteria dan vena.
-

Sedang pada yang bertulang penis pendek

merupakan ereksi katub.

Katub inilah yang berhubungan dengan

vena profunda penis. Bila katub ini tertutup maka aliran balik vena
tertahan dan terjadilah ereksi.

Teori Polster
Ercolan (18691, von Ebner (1900)dan Conti (1952) menyatakan

bahwa ereksi disebabkan oleh kegiatan kontraksi dan relaksasi
bantalan

(polster) yang

terdapat

ddam

vena

maupun

arteria.

Kontraksi bantalan dalam arteria menyebabkan darah mengalir ke
dalam

sinusoid

sedang

pada

relaksasi,

bantalan dalam

vena

menghaIangi darah mengalir keluar.

Teori Korporo-v-o-oklusif

Teori mutakhir dari mekanisme ereksi disebut teori korporoveno-oklusif (Saenz de Tejada dan Moreland, 1993). Teori ini ditunjang

oleh

hasil

pemeriksaan korpus

kavemosum

secara

histologik,

dissecting scanning electron microscope, plastic cast serta hasil
penyuntikan bahan vaso-aktif.

Penis rnendapat darah dari arteria

pudenda sebagai pemasok darah utarna ke korpus kavernosum penis
(Garnbar 1).

common iliac artery

Sup. g1ut.a.

internal ~ l i a ca.
.

inferior glut. a.
int. pudendal a.

deep a.
arl. of the
bulb

penile artery
urogenilal diaphragm

Gambar 1. Arteria pudenda
(Sumber :Wagner, 198 1)
Pada penis yang Iembek (flaccid) dalam korpus kavernosum
arteria dan arteriol berliku-liku dan berada dalam keadaan kontraksi.

Sinusoid

(lacunar space) mengempis karena otot

polos dalarn

sinusoid dan trabekula berkontraksi. Sedang venul antara sinusoid
dan tunika albuginea terbuka ke dalam vena emisaria. Pada waktu
ereksi otot polos trabekula mengendur, sehingga tahanan pembuluh
darah menurun dan darah melalui arteria helisina mengalir ke dalarn
sinusoid hingga tekanan mencapai hampir 100 kali dibanding waktu
lembek.

Sinusoid bertambah

besar dan darah terpe-gkap

di

dalamnya. Hal ini rnenyebabkan vena yang mengalirkan darah keluar
terhdang karena memanjang dan tercekiknya venul antara jaringan
sinusoid yang membesar dan tunika albuginea yang padat dan kaku.
Temyata mekanisme ereksi itu sangat terpengaruh oleh aliran
darah

yang

masuk

dan

tekanan

yang

terjadi

dalam

korpus

kavemosum. Arteria helisina dan pembuluh-pembuluh darah bentuk
spiral berkelok-kelok asal arteria kavernosa membuka langsung
kedalarn sinusoid seakan-akan berfungsi sebagai kontrol aliran dan
tekanan

dalarn

kavemosum

rongga

ini.

mengakibatkan

Konstriksi
tejadinya

arteria

dalam

penurunan

korpus

aliran

dan

tekanan dalam arteria kavernosa dan sinusoid yang mengakibatkan
penis menjadi iembek.

Tampak pada peristiwa ini arteria helisina

berperan sebagai regulator waktu penis keras dan lembek. Kapasitas
venapun
polos

menurun sehingga keadaan ini membuktikan bahwa otot

dalam

arteria dan

trabekula

yang

mengelilingi sinusoid

memainkan peranan penting dalam mekanisrne ereksi (Gambar 2, 3
dan 4)

2.

Fase Ereksl

Fase Lembek

IJ7uccLd Phase)

Darah mengalir dalam penis cukup untuk memberi nutrien
pada jaringan.

Fase Laten ( L a mP h a s e )

Aliran darah arterial dalam fase ini addah yang paling besar.
Aliran darah bertambah melalui arteria pudenda s e h a sistol dan
diastol.

Dengan bertambahnya tekanan dalarn korpus kavernosum

maka penis mulai rnembesar dan memanjang.

Fase Bsmglrak
e-(

Phnsa)

Tekanan intrakorpus kavernosum bertambah, sedang aliran
darah mulai berkurang.

Penis rnernbengkak dan memanjang hingga

kapasitas maksirnalnya.

Setelah tekanan intrakorpus kavernosum

naik melebihi tekanan diastol maka darah mengalir hanya pada
waktu sistol saja.

ARTERIAL SUPPLY

,

Camnous a.

VEWOUS RETURN

C.mnous v.

superRd.1-l

C. urnnosum

circumfiex v.

Gambar 2. Vaskularisasi korpus kavernosum
(Sumber : Lue, 1988)

Gambar 3. Penampang melintang korpus kavernosum
(Sumber : Lue, 1988)

Gambar 4 . Mekanisme ereksi : Teori Korporo-veno-oklusif
(Sumber : Lue, 1988)

Fase Erelui Pen&

( F u z z Errection Phcrse)

Tekanan intrakorpus kavernosum sudah tidak bertambah dan
dapat mencapai 85% tekanan sistole.

Aliran darah dalam arteria

pudenda sekarang lebih kecil dari aliran darah fase bengkak, tetapi
lebih besar dari fase lembek. Tekanan dan volume penis dalam fase
ini adalah tetap sehingga aliran arteria dan vena seimbang.

Fase Kaka ( R i g t d Emction P h a s e ]

Pada fase ini terjadi kontraksi otot polos isiokavernosum yaitu
otot seran lintang y m g dikontrol oleh saraf somatis, dan ereksi
penuh merupakan suatu ereksi vaskuler yang dikontrol oleh saraf
otonom. Tekanan intrakorpus kavernosum pada saat ini lebih thggi
dari tekanan sistol hingga semuanya ini menyebabkan penis menjadi
kaku. Selarna fase ini tidak ada aliran darah.

Fase ini berlangsung

sangat singkat karena kelesuan otot tubuh.

Singkatnya fase ini

sesungguhnya mencegah tejadinya isernia dan kerusakan jaringan
karena tidak adanya aliran darah.

Phcwe)

Farre Kempir- (
Sesudah

terhentinya

rangsangan

seksual

dan

terjadinya

ejakulasi maka rangsangan simpatis membuat otot polos dalam
trabekula berkontraksi. Aliran darah te jadi karena vena membuka
14

dan arteriol berkontraksi untuk mengeluarkan darah dari ruang
sinusoid.

Aliran arteria menjadi berkurang hingga penis berada

dalam fase lembek kembali. Penis menjadi pendek, kecil dan lembek
hingga fase lembek tercapai dengan sempurna (Garnbar 5)

50

.
i

3

* .s

$95

25

g " E
0
3

0
200
4

6
W

2 3- =% 100

S= f 5

?!

0

8V 7 H z

Keterangan :
1. Fase lembek,
2. Fase laten
3. Fase bengkak
4. Fase ereksi penuh
Fase kaku
5. Fase kempis

Pudendd N.
5 V 33Hz

Gambar 5. Fase ereksi
(Sumber : Lue, 1986)
Ereksi tidak akan berlangsung bila te j a d i gangguan pada fase
laten.

Karena pada fase laten ini aliran darah dari arteria pudenda

terbanyak masuk karena ada rangsangan pada saraf kavernosa yang

merelaksasi

otot

polos trabekula.

Kebocoran

vena kongenital

maupun yang didapat akan mengakibatkan tekanan dalam korpus
kavernosum tidak cukup untuk menciptakan ereksi pada fase ini.

8. Neuromediator E r e h i

Ereksi penis merupakan respon fisiologik dan kompleks yang
tergantung pada kej a sama mekanisme vaskular, neurologik dan
endokrin.
Pengendalian neurohumoral ereksi masih belum jelas tetapi
yang pasti adalah bahwa ereksi dapat tej a d i karena rangsangan
psikogenik maupun refleksogenik saraf hingga suatu vasodilatasi
tejadi karena aliran darah dalam jaringan kavernosa bertambah
(Lue, 1982). Yang ber-eran dalarn mekanisme ereksi adalah sistem
saraf pusat dan tiga pasang saraf perifer yaitu saraf simpatis,
parasimpatis dan somatis yang mengandung banyak neurotransmiter
(Gambar 6).
Ereksi melalui jalur refleksogenik dimulai karena ada rangsang
dalam jalur parasimpatis di daerah sakral. Jalur ini terdiri dari
cabang aferen dalam nervus dorsalis penis serta nervus pudendus
dan cabang eferen yang terdiri dari akson pregangglion yang menjdar

dari nervus pelvis ke pleksus pelvis. Sel-sel ganglion dalam pleksus
pelvis meneruskan rangsang ini melalui akson dalarn nervus pelvis ke

penis melalui nervus kavernosum. Sedang ereksi psikogenik dimulai
oleh bermacam-macarn rangsangan yang terjadi atau diterima oleh
otak.

MESENTEllC

SUPERIOR

DORSAL

N E R V E OF P E N I S

Gambar 6. Saraf simpatis, parasimpatis dan somatis
penis
(Sumber : d e Groat dan Steers, 1988)

Otakpun juga menerima rangsang dari penis melalui jalur
spinal yang naik. Sedang jdur spinal yang turun dan yang dikontrol
otak menuju penis rnenjalar melalui jalur l u m b d simpatis dan sakral

parasimpatik.

Kedua jalur

ini yang

membuat

tejadinya

ereksi

psikogenik. J a l u r vasokonstriksi simpatis timbul dari rantai ganglia
paravertebra

yang

menuju

penis

hipogastrika

dan

nervus

pelvis

neurofarmakologik

melalui
(Gambar

nervus
7).

dapat berupa mediator kolinergik,

nonadrenergik nonkoIinergik, peptinergik dan nitrergik.

Gambar 7. Saraf pusat d a n tepi ke penis
(Sumber : de Groat dan Steers, 1988)

pudendus,
Mediator
adrenergik,

M a t o r Kollnergik
Asetilkolin telah diketahui sebagai transmiter pada sinapsis
ganglia saraf otonom dan bermacam-macarn neuro-efektor junction
postganglia dari saraf

parasimpatis. Dalam ganglia, asetilkolin

menyebabkan kontraksi dengan perantara reseptor nikotinik dan
pada

darah

pembuluh

muskarinik.
polos.

membuat

vasodilatasi

melalui

reseptor

Efek vasodilatasi ini bekerja dengan segera pada otot

Studi terakhir

membuktikan

bahwa

rangsang asetilkolin

secara eksogenik dapat merangsang endotil pembuluh darah yang
mengeluarkan endothezium-derived reZ-ng
menghasilkan

relaksasi

pada

otot

factor (EDRF)yang dapat

polos

(Burnstock,1986; Furchgott, 1984) (Gambar

bahwa

penelitian membuktikan

asetilkolin

pembuluh

8). Tetapi

adalah

darah

beberapa
transmiter

sakral parasimpatik yang menjalar menuju penis (Krane et al.,1986).
Studi

histokirnia

menggunakan

pewarnaan

kolinesterase

memperlihatkan adanya saraf kolinergik dalarn jaringan kavernosa
manusia yang mempunyai densitas yang berbeda-beda.
Studi

ultrastruktur

jaringan

kavernosum

penis

manusia

membuktikan adanya uaricosities yang berisi vesikel jernih kecil yang
merupakan

ciri

khas

suatu

et al.. 1980; Steers et al.,1984).

terminal saraf kolinergik

(Senson

-

Cholineraic

CAMP

&
t
t
Contraction

I
Prostaglandins

Relaxation

l\-

cGMP

\
Nitric Oxide (NO)

Endothelin

Endothelium
Ach

Gambar 8. Mekanisrne kontraksi dan relaksasi otot polos
trabekula
(Sumber : Saenz de Tejada., 1992)
Relaksasi jaringan kavernosum dengan prakontraksi epinefrin
in-vitro dapat disekat oleh atropin. Atropin hanya dapat menyekat
sebagian

efek

kavernosum.

dari

relaksasi
Fisiostigmin

stirnulasi

yang

listrik

merupakan

pada

jaringan

senyawa

anti-

kolinesterase menghambat penghancuran asetilkolin hingga terlihat
efek relaksasi yang bertarnbah pada rangsang listrik (Saenz de Tejada
et al.,1985).

Perusakan
pengeluaran

endoti1 pembuluh

asetilkolin

endogenik

darah dapat
yang

dapat

mempengaruhi
menyebabkan

vasodilatasi, tetapi pada rangsang in-vitro asetilkolin eksogenik dapat
menghasilkan relaksasi jaringan tergantung pada utuhnya endotil
pembuluh darah d m keluarnya EDRF. Efek vasodilatasi EDRF
tergantung pada ramgsang pembentukan enzim guanil siklase yang
merubah GTP menjadi cGMP dalam otot polos. Ini terbukti dari
beberapa data pemeriksaan histokimia bahwa penis mempunyai saraf
kolinergik. Secara fisiologik terbukti bahwa sistem parasimpatis
rnerupakan

efektor

utama

mekanisme

ereksi

sedang

data

farmakologik menunjukkan bahwa asetilkolin bukan satu-satunya
relaksan

untuk

menghasilkan

ereksi

pada

manusia.

Ternyata

asetilkolin juga berfungsi menghambat pengaruh alfa adrenergik
presinapsis,

merangsang

saraf nonadrenergik nonkolinergik dan

rnenstirnulasi endotil untuk membentuk EDRF hingga menghasilkan
ereksi. Ini sesuai dengan studi Adaikan dan Ratnarn (1988) bahwa
peristiwa mulainya penis membengkak hingga tejadinya ereksi yang
cukup lama terkait dengan empat pengaturan neurofarmakologik.
Pertama yaitu menghilangnya neurotransmisi alfa adrenergik atau
tersekatnya
pelepasan

pengaruh

alfa

adrenergik

setempat.

neurotransmiter

kolinergik.

Ketiga

neurotransmiter

nonadrenergik
relaksasi

Kedua

adalah

pelepasan

nonkolinergik dan yang

langsung

adalah

terakhir

adalah

tejadinya

rel-ng

fador. Vasoactive intestinal peptide ( V I P ) telah dinyatakan

oleh

endothelium-derived

.

oleh

beberapa

peneliti

sebagai neurotransmiter

nonadrenergik

nonkolinergik penghambat otot polos trabekula. Fakta ini telah
dibuktikan dengan pemeriksaan adanya VIP immuwreactive fibers
dalam trabekula (Gu et a l . , 1 9 8 3 ; Polak et al., 1 9 8 1 ) .
memberi

petunjuk

bahwa

kontrol

Semua data ini

neurofarmakologik jaringan

kavemosa penting bagi mekanisme ereksi.

Mediator Adrenergik

Banyak studi farmakologik dan histokimia tentang pengaruh
sistem saraf adrenergik simpatis pada fungsi penis telah dilakukan.
Terbukti jaringan penis manusia dan monyet mempunyai alfa dan
beta adrenoseptor yang dapat menghasilkan vasokonstriksi dan
vasodilatasi pada

pembuluh darah. Alfa reseptor dapat dirangsang

dengan zat adrenergik eksogen atau rnelalui transmiter endogen
dengan rangsang listrik (Sjostrand dan Klinge,1979; Hedlund d m
Anderson, 1985). Sedang beta adrenoseptor hanya dapat dirangsang
dengan rangsang eksogenik saja (Domer et aZ.,1978). Distribusi alfa
reseptor sangat penting dalam sistem kontrol pembuluh darah penis.
Telah dibuktikan bahwa alfa reseptor ditemukan

pada sinapsis pra

dan postjunction sistem saraf penis. Alfa-2 reseptor terletak pada pra
dan postsinapsis saraf adrenergik dan kolinergik guna

menyekat

pengeluaran transmiter alfa- 1 adrenergik karena alfa- 1 adrenoseptor

terletak pada postsinapsis saraf yang dapat mernbuat otot polos
berkontraksi (Bumstock, 1986). Diduga bahwa jumlahnya alfa-1
adrenoseptor
dibuktikan

lebih

banyak

dalarn

pembuluh

darah

penis.

Ini

melalui penelitian in-vitro jaringan kavernosa manusia

bahwa respon kontraksi disebabkan oleh adanya rangsang eksogenik
norepinefrin.

Hal ini juga

diperantarai .oleh alfa-2
adrenoseptor

dalam

terjadi

pada

adrenoseptor
korpus

stimulasi

ddarn

arteri

kavernosum

listrik

yang

dan

alfa-l

(Hedlund

dan

Andersson,l985). Alfa-2 adrenoseptor terletak pada terminal saraf
kolinergik dan VIP-ergik yang sangat berperan pada terjadinya
pembengkakan

penis,

karena

norepinefi-in

tersekat

(Steers

ef

d.,
1984; Hedlund dan fbdersson, 1985). Pada penderita diabetes
melitus ditemukan konsentrasi katekolamin yang dapat meninggi
dalam jaringan kavernosa manusia yang diduga dapat menyebabkan

gangguan ereksi penis. Dalam beberapa studi tentang mekanisme
adrenergik ditemukan pembengkakan penis pada penyuntikan suatu
antagonis adrenergik sedang pengempisan penis tej a d i karena suatu
inhibisi presinaptik
Mekanisme

saraf yang

vasokonstriksi

ini

merupakan
penting

suatu proses

karena

aktif.

vasokonstriksi

pembuluh darah membuat penis berada sehari-hari dalam keadaan
lembek.

Mediator Peptinergik

Penemuan bahwa neuropeptida dapat bekej a sebagai mediator
transmisi nonadrenergik nonkolinergik pada beberapa bagian sistem

saraf perifer marnalia menyebabkan tirnbulnya banyak perhatian
untuk

meneliti

kemungkinan

adanya

peranan

zat

ini

dalam

mekanisme terjadinya vasodilatasi penis. Senyawa seperti vasoactive

intestinal peptide (VIP), substance P, somastatin, neuropeptide Y dan
endotelin- I telah ditemukan dengan teknik imunositokimia atau
radioimunoesai dalam saraf pembuluh darah penis (Gu et ~1.~1983;
Steers et d.,1984).Diantara macam-macam senyawa ini VIP adalah
senyawa yang banyak diteliti karena dalam peran kehadirannya
sebagai vasodilator dalam

saraf simpatis maupun parasimpatis

(Bumstock, 1986).VIP ditemukan dalam otot polos trabekula jaringan
kavernosa d m pembu fu h darah penis. Konsentrasi VIP merendah
pada penderita diabetes melitus [Crow et d.,1983;Gu et d.,1984).
Pada studi ultrastruktur jaringan penis manusia dan hewan dapat
dilihat adanya vesikel VIP yang besar berimpit dengan vesikel
kolinergik yang kecil dan jernih (Steers et aL,1984).Hasil ini terbukti
sama dengan Dail et d.fl986)
yang mendapatkslll VIP vesikel pada

ganglia dan &son nervus pelvis tikus. VIP juga ditemukan dibagian
lain

tubuh yang berfungsi

sebagai kotransmiter

bersama-sama

dengan asetilkolin. Eksperimen farmakologik dengan menyuntikan
24

VIP pada penis manusia, monyet dan anjing in-vivo menghasilkan

suatu pembengkakan penis saja (Andersson

et al.,1984; Ottsen et

a2.,1984 dan Adaikan et aL,1986).Sedang pemberian VIP secara
intra-arterial pada satu kasus menyekat relaksasi pada penis yang
sangat mungkin disebabkan oleh suatu steal fenomena yang bekerja
vasodilatasi pada pembuluh darah lain diluar penis (de Groat dan
Steers,1988). Pemberian VIP pada jaringan
manusia dan monyet dengan

korpus kavernosum

prakontraksi norepinefrin

in-vitro

menghasilkan relaksasi (Steers et d.,
1984; dan Adaikan et al.,1986).
Efek VIP dapat disekat oleh VIP anti serum. Konsentrasi VIP dapat
naik pada tiap rangsang farmakologik dan psikogenik hingga perlu
diperhatikan bahwa VIP juga dapat naik pada semua organ. VIP
dapat merelaksasi otot polos karena efek ini diperantarai oleh siklik
adenosin

monofosfat

dalarn

otot

polos

yang

mengakibatkan

konsentrasi Ca2+dalarn sel menurun hingga tejadi suatu relaksasi.
Endotelin- 1

merupakan

suatu

peptida

dalam

keluarga

endotelin yang merupakan vasokonstriktor yang kuat. Peptida ini
mempunyai aktivitas sebagai growth faktor

yang merangsang

mitogenesis dalam fibroblas, otot polos dan sel endotil. Dalarn endotil
pembuluh darah zat ini berperan sebagai suatu hormon parakrin
yang mengontrol tonus otot polos pembuluh darah dan struktur
dinding pembuluh darah. Peptida ini disintesa dalarn endotil korpus

kavemosum

manusia

mempertahankan

serta

kontraksi

dapat

otot

polos

menyebabkan
korpus

dan

kavernosum.

Kemampuan kontraksi zat ini yang diduga dapat mempertahankan
penis dalam keadaan lembek sehari-hari (Saenz de Tejada dan
Moreland, 1993).
Meskipun sudah diketahui bahwa papaverin, fentolamin dan
PGEl telah digunakan sebagai senyawa farrnakoterapi tetapi para

peneliti khususnya dalam impotensi belum merasa puas hingga
masih juga

dicari senyawa yang tidak mengakibatkan

priapismus,

nyeri

dan

penyakit

hati.

Takahashi

fibrosis,

et al., (1992)

mendapatkan kenaikan aliran arterial dan pertambahan resistensi
vena

pada

penyuntikkan

ATP

intrakavernosa

anjing

yang

menghasilkan ereksi selama satu sampai sebelas menit. Ini dapat
disebabkan oleh ATP sendiri atau dirivatnya. Adenosin adalah suatu
zat endogen tubuh dan metabolit dari ATP yang mempunyai efek
vasodilatasi potensid yang bekerja langsung pada jaringan pembuIuh
darah perifer.

Efeknya tidak dipengaruhi oleh EDRF. Adenosin

menaikkan jurnlah CAMP karena mengaktifkan enzim adenil siklase
dalam sel otot polos. Adenosin dapat juga berfungsi sebagai otokoid

yang

menghambat

otonomis.

pengeluaran

Penyuntikan

menyebabkan

relaksasi

intra
otot

norepinefrin
kavernosa

polos jaringan

dad

senyawa

ujung
ini

kavernosa

saraf
akan
hingga

mengakibatkan terjadinya ereksi penuh pada anjing tergantung dosis
pemberiannya.

Adenosin

dimetabolisir dalarn tubuh

oleh enzim

deaminase (Snyder, 1985; KiIic et aZ.,1994). Stimulasi ATP dapat
menghasilkan kontraksi pada jaringan korpus kavernosum kelinci invitro pada regangan yang rendah (Wu et d.,1993).
Dalam sistem biologi tubuh senyawa purin dapat menyebabkan
kontraksi dan relaksasi tergantung kerja langsung senyawa tersebut
pada reseptor postsinapsis atau memodulasi pengeluaran transmiter
lain melalui reseptor P1 atau P2 yang berlokasi pada pra dan
postsinapsis

saraf.

Mediator purinergik

menghasilkan

kontraksi

melalui stimulasi reseptor P2 dan relaksasi melalui reseptor P1
(Burnstock dan Brown, 198 1; Burnstock, 1990).

M e d i a t o r IQitrergik
Zat nitrovasodilator mempunyai efek relaksasi pada otot polos

kardiovaskular, otot polos respirasi, otot polos pencernaan, otot polos
saluran kemih dan otot polos rahim (Murad.1992). Yang menjadi
perhatian saat ini adalah adanya efek relaksasi pada pembuluh
arteriol

dalam

jaringan

korpus

kavernosum

penis.

Penelitian

mutakhir menyatakan bahwa ereksi penis terjadi melalui suatu
proses sintesa dan pengeluaran zat nitrik oksida (NO) dari neuronneuron

dari

saraf yang menginervasi otot polos dari jaringan

kavernosa dan pembuluh darah kavernosa penis (Rajfer et aL,1992;
Burnett et al., 1992; Aza