Perbedaan Ekspresi Reseptor Estrogen Dan Reseptor Progesteron Pada Jaringan Mioma Dan Miometrium Normal

(1)

PERBEDAAN EKSPRESI RESEPTOR ESTROGEN

DAN RESEPTOR PROGESTERON

PADA JARINGAN MIOMA DAN MIOMETRIUM NORMAL

TESIS

OLEH :

NOVRIAL

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN - 2014


(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5

PEMBIMBING :

Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG.K

dr. Edy Ardiansyah, M.Ked(OG), SpOG.K

PENYANGGAH :

dr. Christoffel L.Tobing, SpOG.K

Dr. dr. Binarwan Halim, M.Ked(OG), SpOG.K

dr. Riza Rivany, SpOG.K

Diajukan untuk melengkapi tugas

dan memenuhi salah satu syarat untuk mencapai

keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi


(3)

KATA PENGANTAR

LEMBAR PENGESAHAN

Penelitian ini telah disetujui oleh TIM-5 :

PEMBIMBING :

Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG.K

...

Pembimbing I

Tgl :

dr. Edy Ardiansyah, M.Ked(OG), SpOG.K

...

Pembimbing II

Tgl :

PENYANGGAH :

dr. Christoffel L.Tobing, SpOG.K

...

Divisi Feto Maternal

Tgl :

Dr. dr. Binarwan Halim, M.Ked(OG), SpOG.K

...

Divisi Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi

Tgl :

dr. Riza Rivany, SpOG.K

…………..….


(4)

KATA PENGANTAR “Bismillaahirrahmaanirrahiim”

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Hanya atas izin dan kemurahan-Nya lah penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis saya ini masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan pustaka, khususnya tentang :

“ PERBEDAAN EKSPRESI RESEPTOR ESTROGEN DAN RESEPTOR PROGESTERON PADA JARINGAN MIOMA DAN MIOMETRIUM NORMAL “

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD (K-GEH) yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.

2. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K) dan Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG(K), selaku ketua dan sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU, Medan.

3. dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) dan dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG), SpOG(K) selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU, Medan.


(5)

4. Kepada Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K), Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K), Prof. Dr. dr. H.M.Thamrin Tanjung, SpOG(K), Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG(K), Prof. dr. T.M.Hanafiah, SpOG(K), Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG(K), Prof. dr. Daulat H.Sibuea, SpOG(K), Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K), dan dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), SpOG(K), yang secara bersama-sama telah berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan dokter spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi. Semoga Allah SWT membalas kebaikan budi guru-guru saya tersebut.

5. Kepada dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) selaku orang tua angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.

6. Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG(K), dan dr. Edy Ardiansyah, M.Ked(OG), SpOG(K), selaku pembimbing tesis ini, serta dr. Christoffel L.Tobing, SpOG(K), Dr. dr. Binarwan Halim, M.Ked(OG), SpOG(K), dan dr. Riza Rivany, SpOG(K) selaku penyanggah. Terimakasih kepada para guru saya di tim 5 ini, atas segala koreksi, kritik yang membangun, serta atas segala bantuan, bimbingan, juga waktu dan pikiran yang telah diluangkan dengan penuh kesabaran, dalam rangka melengkapi dan menyempurnakan penulisan dan penyusunan tesis ini hingga dapat terselesaikan dengan baik.

7. dr. Muhammad Rusda, M.Ked(OG), SpOG (K) dan dr. Elida R.

Sidabutar, SpOG sebagai pembimbing tesis magister saya bersama Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar M. Ked(OG), Sp.OG (K), dr. Muslich Perangin Angin, SpOG, dan dr. Jenius L. Tobing, SpOG selaku penyanggah dan narasumber dalam penulisan tesis magister saya.

8. Kepada Dr. dr. Sarma N Lumbanraja, SpOG(K) selaku pembimbing minirefarat Fetomaternal saya yang berjudul : “Reduksi Kehamilan Multifetal”, kepada Dr. dr. Binarwan Halim, M.Ked(OG), SpOG(K) selaku pembimbing Minirefarat Magister Kedokteran Klinis Obstetri


(6)

dan Ginekologi saya yang berjudul: Office Hysteroscopy (Histeroskopi di Klinik Rawat Jalan)”, kepada dr. Ichwanul Adenin, M.Ked(OG), SpOG(K) selaku pembimbing minirefarat Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul

“Kegawatdaruratan pada Ginekologi”, dan kepada dr. Roy Yustin Simanjuntak, SpOG(K) selaku pembimbing minirefarat

Onkologi-Ginekologi saya yang berjudul “Penatalaksanaan Toksisitas

Hematologi pada Kemoterapi”.

9. Seluruh staf pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik di RSUP H. Adam Malik, RSUD dr. Pirngadi, RS Tembakau Deli, RSU Sundari dan RS KESDAM II Putri Hijau, Medan, yang telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.

10. dr. Jamaludin SpPA dan Ketua Departemen Patologi Anatomi FK USU Medan beserta staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya melakukan penelitian dan bertugas di Departemen tersebut.

11. dr. Putri C. Eyanoer, MSEpi, Phd sebagai pembimbing statistik yang telah banyak membantu saya dalam penyelesaian tesis ini.

12. Ketua Departemen Anastesiologi dan Reanimasi FK USU Medan beserta staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di Departemen tersebut.

13. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

14. Direktur RSUD dr.Pirngadi, Medan dan Ketua SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan dr. Syamsul Arifin Nasution, SpOG(K) beserta seluruh staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya selama menempuh pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.


(7)

15. Direktur RS Haji Mina Medan dan kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan, dr. H. Muslich Perangin angin, SpOG beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana serta bimbingan kepada saya selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

16. Direktur RSU PTPN II Tembakau Deli dan kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan, dr. H. Sofian Abdul Ilah, dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG(K) beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana serta bimbingan kepada saya selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

17. Direktur RSU Sundari dan kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan, dr. H. M. Haidir, MHA, SpOG beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana serta bimbingan kepada saya selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

18. Ka. RUMKIT KesDam II / Bukit Barisan Puteri Hijau dan kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Mayor CKM dr. Gunawan Rusuldi, SpOG, dr.Yazim Yacub, SpOG, dr. Agnes SpOG(K) dr. Santa Martha, SpOG, beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana serta bimbingan kepada saya selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

19. Direktur RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah beserta staf yang telah memberikan kesempatan untuk bekerja dan sarana selama saya bertugas di Rumah Sakit tersebut.

20. Kepada senior-senior saya dr. Yusmardi, SpOG, dr. Nur Aflah SpOG, dr. Ilham S Lubis, SpOG, dr. Gorga W.Udjung, SpOG, dr. Siti S. Silvia, SpOG, dr. Anggia M Lubis, SpOG, dr. Maya Hasmita, SpOG, dr. Riza H. Nasution, SpOG, dr. Lili Kuswani, SpOG, dr. M.Ikhwan, SpOG, dr. Edward Muldjadi, SpOG, dr. Ari Abdurrahman Lubis, SpOG, dr. Zilliyadein R, SpOG, dr. Beni J Marpaung, SpOG, dr. M. Rizki Yaznil, M.Ked(OG), SpOG, dr. Yuri Ardriansyah, SpOG, dr.T. Jeffrey A, SpOG, dr. Made S. Kumara, SpOG, dr. Sri Jauharah L, SpOG, dr. M. Jusuf Rahmatsyah, SpOG, dr. Boy P.Siregar, SpOG, dr. Firman Alamsyah, SpOG, dr. Aidil A, SpOG, dr. Rizka H, SpOG, dr. Hatsari,


(8)

SpOG, dr. Andri P. Aswar, SpOG, dr. Alfian Z Siregar, SpOG, dr. Errol Hamzah, SpOG, dr. T. Johan Avicena, M.Ked(OG), SpOG, dr. Tigor P Hasugian, M.Ked(OG), SpOG, dr. Elvira M. Shungkar M.Ked(OG), SpOG, dr. Hendry Adi, M.Ked(OG), SpOG, dr. Heika N Silitonga, M.Ked(OG), SpOG, dr. Riske Eka Putri, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ali Akbar, M.Ked(OG), SpOG, dr. Arjuna Saputra, M.Ked(OG), SpOG, dr. Janwar Syahnanda, M.Ked(OG), SpOG, dr. Irwansyah Putra, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ulfah W Kusuma, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ismail Usman, M.Ked(OG), SpOG, dr. Aries Misrawany, dr. Hendri Ginting, M.Ked(OG), SpOG, dr. Robby pakpahan, M.Ked(OG), dr. Meity Elvina, M.Ked(OG), SpOG, dr. M. Yusuf, M.Ked(OG), SpOG, dr. Fatin Ativa, M.Ked(OG), SpOG, dr. Dany Ariyani M.Ked(OG), SpOG, dr. Pantas S Siburian, M.Ked(OG), dr. Morel Sembiring, M.Ked(OG), SpOG, dr. Sri Damayana Harahap, M.Ked(OG), SpOG, dr. Eka Handayani, M.Ked(OG), SpOG, dr. Liza Marosa, M.Ked(OG), dr. M. Rizky P Lubis, M.Ked(OG), dr. M. Arief, M.ked(OG),SpOG, dr. Ferdiansyah Putra, M.Ked(OG), SpOG, dr. Yudha Sudewo, M.Ked(OG), SpOG, dr. Henry Gunawan, M.Ked(OG), saya berterima kasih atas segala bimbingan dan dukungan selama ini.

21. Kepada teman-teman seangkatan saya : dr. Ika Sulaika, dr. Edi Rizaldi, M.Ked(OG), dr. Hotbin Purba, M.Ked(OG), dr. Edward S Manurung, M.Ked(OG), SpOG, dr. Kiko Marpaung, M.ked(OG), SpOG, dr. Erwin Edi Syahputra, dr. Abdurrohim Lubis, M.ked(OG), SpOG, dr. Ricca Puspita Rahim, M.Ked(OG), dr. M. Rizal Sangadji, M.Ked(OG), dr. Julita A Lubis, M.Ked(OG), SpOG, dr. Wahyu Wibowo, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ivo Firtian Chanitry, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ray Christy Barus, M.Ked(OG), SpOG, dr. Nureliani Amni, dr. Fifianti P Adela, dr.Hiro Hidayah D Nst, M.Ked(OG), SpOG, dr. Anindita Novina, M.Ked(OG), SpOG serta kebersamaan yang indah yang tidak akan terlupakan.

22. Kepada dr. Jesurun BD Hutabarat, M.Ked(OG), dr. Meifi Elfira, M.Ked(OG), dr. Hamima Nurul Adhisti, M.Ked(OG), dr.Yasmin Hasby,


(9)

dr. Gamal Darus, dr. Yufi Permana, dr. Nafon Zaitun, dr. Wahyu Utomo, dr. Irliansyah Putra, dr. Reny Junitasari, dr. Ahmad Safik, dr. Yusrizal, dr. Hendri Silaen, dr. Anisa, dr. Qisti dan rekan-rekan junior yang pernah menjadi satu tim jaga yang tidak bisa saya sebutkan semuanya dan telah banyak memberi dukungan, bantuan atas kebersamaan kita selama ini. Terima kasih sebanyak-banyaknya saya ucapkan.

23. Seluruh rekan sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik para senior maupun junior. Terima kasih atas kerjasama, bantuan, kebersamaan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan.

24. Kepada Almh. Ibu Hj. Asnawati Hsb, Ibu Hj. Sosmalawaty, Ibu Zubaedah, Ibu As, Mimi, Vina, Asih, Anggi, Dewi, Yus, Tuti, Ibu Mawan, kak Nani, dan seluruh pegawai di lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSHAM dan RSPM, terima kasih atas bantuannya selama ini.

25. Seluruh pasien, rekan dokter muda, staf medis, paramedis maupun non medis-paramedis pada seluruh instansi ditempat saya pernah mengikuti pendidikan maupun bertugas. Terimakasih banyak atas segala kerjasama, bantuan, bimbingan, serta kebaikan yang diberikan selama masa pendidikan yang saya jalani.

Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT dan Sembah sujud serta terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya yang sangat saya cintai H. Bagindo Syafri dan Hj. Nuriani yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang dari sejak kecil

hingga kini. Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak mertua H.

Bagindo Faisal Nazir dan ibu mertua Hj. Farida Muktar, yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada saya.


(10)

Tiada kata yang bisa mengungkapkan rasa terima kasih kepada Istri saya, Elfira Wahyuni Putri, SE dan teramat khusus untuk Buah hatiku tercinta, Rafif Atharial Fasya dan Farisya Almeira Novri, te r im a ka s ih a tas ka s ih sa yan g, semangat serta doanya dan diiringi permohonan maaf yang sebesar-besarnya karena kesibukan saya dalam menyelesaikan tugas-tugas pendidikan ini, sehingga tugas saya sebagai suami dan ayah sedikit terabaikan, tanpa pengorbanan, doa dan dukungan dari istri saya tercinta, tidak mungkin tugas-tugas ini dapat saya selesaikan. Semoga Allah SWT selalu memberikan kebahagiaan kepada keluarga kita.

Kepada: Adik – adikku, drg. Ivo Asfria, Ilham Syafri S.H, dan

Fajrul Syafri, serta adik iparku, Kamil Fajri, Fahri Firas, Irfansyah, Annisa Fitri, Rizaldi Umar SH, Mkn, terima kasih atas dukungan kepada saya selama menjalani pendidikan.

Kepada seluruh Keluarga yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan doa, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Sem o ga A ll ah SW T sena nt ia sa m em be r i kan r ahm a t- N ya k epad a ki ta semua.

Medan, Juli 2014


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….. i

DAFTAR ISI ………..… viii

DAFTAR GAMBAR ………...…. x

DAFTAR TABEL ……….…… xi

DAFTAR SINGKATAN ………..…... xii

ABSTRAK ………...……xiv

ABSTRACT ……… xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ……... 1

1.2. Rumusan Masalah ……... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum …... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ……... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1. Manfaat teoritis ……… 5

1.4.2. Manfaat metodologis ………. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...…………... 7

2.1. Mioma Uteri ……… ... 7

2.2. Patogenesis …………..………..……….… 9

2.3. Hormon Steroid ……....………... 14

2.4 Reseptor Estrogen ………...…... 18

2.5. Reseptor Progesteron ………... 23

2.6. Peranan faktor pertumbuhan pada mioma uteri ………..….24

2.7 Imunohistokimia reseptor estrogen dan reseptor Progesteron ……….. 25

2.8 Hipotesis Penelitian ………...……….………... 28

2.9 Kerangka Teori ……….. 29


(12)

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1. Rancangan Penelitian ………... 31

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ………... 31

3.3. Subjek Penelitian ………... 31

3.4. Sampel dan besar sampel ... 31

3.4.1 Sampel …………...…... 31

3.4.2 Besar sampel ………... 32

3.5. Kriteria Penelitian ... 33

3.5.1 Kriteria Eksklusi ………... 33

3.6 Cara kerja dan teknik pengumpulan data ... 33

3.7 Prosedur Pemeriksaan Imunohistokimia ………. 34

3.7.1 Alat penelitian ……….. 34

3.7.2 Bahan penelitian ………. 34

3.7.3 Cara kerja ……… 34

3.7.4 Instrumen penelitian ………...… 35

3.8 Defenisi operasional ………... 36

3.9 Analisis Data ………... 37

3.10 Alur Penelitian ………... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1 Kesimpulan ………...……… 48

5.2 Saran ………..……….. 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Tumorigenesis mioma uteri ...………...… 12 Gambar 2 Interaksi antara hormon ovarium , β-Catenin dan jalur TGF-β, dan MED12 pada sel mioma ...…... 14 Gambar 3 Regulasi hormon steroid terhadap faktor pertumbuhan ... 16 Gambar 4 Efek biologis dari estrogen dan progesteron pada jaringan mioma ………. 19 Gambar 5 Super famili reseptor nukleus ………... 20 Gambar 6 Ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron pada

Mioma uteri ... 26 Gambar 7 Proportion Score (PS) dan Intensity Score (IS) ... 35


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor pertumbuhan dan protein yang berhubungan pada miometrium dan mioma manusia : keberadaan, kerja dan

pengaturan seks steroid ………... 27 Tabel 3.1 Penilaian proportion score (PS) dan intensity score (IS) …...… 35 Tabel 3.2 Skor total imunohistokimia RE dan RP ………..….. 36 Tabel 4.1 Distribusi frekuensi mioma dan miometrium normal

berdasarkan karakteristik ………….……… 39 Tabel 4.2 Distribusi Jenis Mioma ……….… 43 Tabel 4.3 Perbedaan rerata skor ekspresi RE dan RP

pada mioma dan miometrium normal ………..………….… 44 Tabel 4.4 Perbedaan rerata skor ekspresi RE dan RP berdasarkan


(15)

DAFTAR SINGKATAN

bFGF : basic Fibroblast Growth Factor

DNA : Deoxyribonucleic Acid

EGF : Epidermal Growth Factor

EGFR : Epidermal Growth Factor Receptor

GnRH : Gonadothrophin Releasing Hormone HMGA2 : High Mobility Group A2

IGF : Insulin-like Growth Factor

IGFBP : Insulin-like Growth Factor Binding Protein

IHC : Immunohistochemistry

IMT : Indeks Massa Tubuh

IS : Intensity Score

MAPK : Mitogen-activated Protein Kinase

mRNA : messenger Ribonucleic Acid

MED 12 : Mediator Complex Subunit 12 PDGF : Platelet-derived Growth Factor

PPAR : Peroxisome Proliferator Activated Receptor

PS : Proportion Score

RE : Reseptor Estrogen

RP : Reseptor Progesteron

RG : Reseptor Glukokortikoid

RA : Reseptor Androgen

RM : Reseptor Mineralokortikoid


(16)

RVD : Reseptor Vitamin D

RT : Reseptor Tiroid

SMAD : Mothers Against Decapentaplegic

SERMs : Selective Estrogen Receptor Modulators SPRMs : Selective Progesterone Receptor Modulators

TGF : Transforming Growth Factor

TCF : T-cell Transcription Factor

TS : Total Score

VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor

WNT : Wingless Type


(17)

PERBEDAAN EKSPRESI RESEPTOR ESTROGEN DAN RESEPTOR PROGESTERON

PADA JARINGAN MIOMA DAN MIOMETRIUM NORMAL

Novrial

Christoffel L Tobing, Binarwan Halim, Riza Rivany , Budi R Hadibroto, Edy Ardiansyah,

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Abstrak.

Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron pada jaringan mioma dan miometrium normal

Metode : Penelitian ini bersifat analitik dengan studi case-control. Melalui pemilhan acak sederhana diperoleh pasien yang memenuhi kriteria penelitian pada masing-masing kelompok mioma uteri dan miometrium normal. Penelitian ini dilakukan dengan melihat catatan rekam medis dan menilai ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron terhadap blok parafin jaringan mioma uteri dan miometrium normal yang diperoleh dari miomektomi atau histerektomi pada pemeriksaan imunohistokimia.

Hasil : Berdasarkan usia, sebagian besar pederita mioma uteri dan miometrium normal berada pada usia diatas 40 tahun, indeks massa tubuh normoweight pada kedua kelompok dan status paritas adalah multipara pada mioma uteri dan grandemultipara pada miometrium normal. Berdasarkan jenis mioma, yang terbanyak adalah jenis mioma intramural (50% kasus). Ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron lebih tinggi secara bermakna pada mioma uteri (5.83 ± 1.14; 6.50 ± 1.43) daripada miometrium normal (3.93 ± 1.59; 4.27 ± 1.94), dengan nilai p=0.000 dan p=0.000. Namun, tidak terdapat perbedaan yang bermakna berdasarkan jenis mioma pada skor eskpresi reseptor estrogen (p=0.301), dan juga skor ekspresi reseptor progesteron (p=0.257).

Kesimpulan : Terdapat perbedaan ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron yang bermakna antara jaringan mioma uteri dan miometrium normal, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna berdasarkan jenis mioma uteri.

Kata Kunci : Mioma uteri, miometrium normal, ekspresi reseptor estrogen, ekspresi reseptor progesteron, imunohistokimia


(18)

DIFFERENCE OF ESTROGEN AND PROGESTERONE RECEPTOR EXPRESSION IN LEIOMYOMA AND NORMAL MYOMETRIAL TISSUE

Novrial

Christoffel L Tobing, Binarwan Halim, Riza Rivany , Budi R Hadibroto, Edy Ardiansyah,

Department of Obstetrics and Gynecology Faculty of Medicine Universitas Sumatera Utara Abstract

Objective : To describe the difference of estrogen and progesterone receptor in leiomyoma and normal myometrial tissue.

Methods : This study is analityc study with case-control approach. Through simple random sampling, 30 patients who satisfied study criteria were obtained for each group of leiomyoma and normal myometrial tissue. This study was performed by collecting data from medical record and assesing estrogen and progesterone receptor expression of cells derived from paraffin block from hysterectomy or myomectomy procedure on immunohistochemical examination.

Results : Based on ages, majority of leiomyoma and normal myometrial patients are most ≥ 40 years old, normoweight body mass index are in both of groups, and from parity, are most multipara in leiomyoma patients and grandemultipara in normal myometrial patients. Based on type of leiomyoma, the most is intramural type (50% of cases). Estrogen and progesterone receptor expression significantly higher in leiomyoma group (5.83 ± 1.14; 6.50 ± 1.43) than normal myometrial group (3.93 ± 1.59; 4.27 ± 1.94), with p value 0.000 and 0.000. However, there are no significant differences based on type of leiomyoma in estrogen receptor expression score (p=0.301) and progesterone receptor expression score (p=0.257). Conclusion : There are significant differences of estrogen and progesterone receptor expression between leiomyoma and myometrial tissue, however there are no significant differences based on type of leiomyoma.

Keywords : Uterine leiomyoma, normal myometrial, estrogen receptor expression, progesterone receptor expression, immunohistochemistry


(19)

PERBEDAAN EKSPRESI RESEPTOR ESTROGEN DAN RESEPTOR PROGESTERON

PADA JARINGAN MIOMA DAN MIOMETRIUM NORMAL

Novrial

Christoffel L Tobing, Binarwan Halim, Riza Rivany , Budi R Hadibroto, Edy Ardiansyah,

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Abstrak.

Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron pada jaringan mioma dan miometrium normal

Metode : Penelitian ini bersifat analitik dengan studi case-control. Melalui pemilhan acak sederhana diperoleh pasien yang memenuhi kriteria penelitian pada masing-masing kelompok mioma uteri dan miometrium normal. Penelitian ini dilakukan dengan melihat catatan rekam medis dan menilai ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron terhadap blok parafin jaringan mioma uteri dan miometrium normal yang diperoleh dari miomektomi atau histerektomi pada pemeriksaan imunohistokimia.

Hasil : Berdasarkan usia, sebagian besar pederita mioma uteri dan miometrium normal berada pada usia diatas 40 tahun, indeks massa tubuh normoweight pada kedua kelompok dan status paritas adalah multipara pada mioma uteri dan grandemultipara pada miometrium normal. Berdasarkan jenis mioma, yang terbanyak adalah jenis mioma intramural (50% kasus). Ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron lebih tinggi secara bermakna pada mioma uteri (5.83 ± 1.14; 6.50 ± 1.43) daripada miometrium normal (3.93 ± 1.59; 4.27 ± 1.94), dengan nilai p=0.000 dan p=0.000. Namun, tidak terdapat perbedaan yang bermakna berdasarkan jenis mioma pada skor eskpresi reseptor estrogen (p=0.301), dan juga skor ekspresi reseptor progesteron (p=0.257).

Kesimpulan : Terdapat perbedaan ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron yang bermakna antara jaringan mioma uteri dan miometrium normal, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna berdasarkan jenis mioma uteri.

Kata Kunci : Mioma uteri, miometrium normal, ekspresi reseptor estrogen, ekspresi reseptor progesteron, imunohistokimia


(20)

DIFFERENCE OF ESTROGEN AND PROGESTERONE RECEPTOR EXPRESSION IN LEIOMYOMA AND NORMAL MYOMETRIAL TISSUE

Novrial

Christoffel L Tobing, Binarwan Halim, Riza Rivany , Budi R Hadibroto, Edy Ardiansyah,

Department of Obstetrics and Gynecology Faculty of Medicine Universitas Sumatera Utara Abstract

Objective : To describe the difference of estrogen and progesterone receptor in leiomyoma and normal myometrial tissue.

Methods : This study is analityc study with case-control approach. Through simple random sampling, 30 patients who satisfied study criteria were obtained for each group of leiomyoma and normal myometrial tissue. This study was performed by collecting data from medical record and assesing estrogen and progesterone receptor expression of cells derived from paraffin block from hysterectomy or myomectomy procedure on immunohistochemical examination.

Results : Based on ages, majority of leiomyoma and normal myometrial patients are most ≥ 40 years old, normoweight body mass index are in both of groups, and from parity, are most multipara in leiomyoma patients and grandemultipara in normal myometrial patients. Based on type of leiomyoma, the most is intramural type (50% of cases). Estrogen and progesterone receptor expression significantly higher in leiomyoma group (5.83 ± 1.14; 6.50 ± 1.43) than normal myometrial group (3.93 ± 1.59; 4.27 ± 1.94), with p value 0.000 and 0.000. However, there are no significant differences based on type of leiomyoma in estrogen receptor expression score (p=0.301) and progesterone receptor expression score (p=0.257). Conclusion : There are significant differences of estrogen and progesterone receptor expression between leiomyoma and myometrial tissue, however there are no significant differences based on type of leiomyoma.

Keywords : Uterine leiomyoma, normal myometrial, estrogen receptor expression, progesterone receptor expression, immunohistochemistry


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan bersifat monoklonal.1,2 Prevalensi mioma uteri di Amerika serikat sekitar 35-50%.1 Namun, dengan inspeksi patologi uterus yang seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma uteri dapat terjadi tanpa gejala pada banyak wanita.3 Di Indonesia kasus mioma uteri ditemukan sebesar 2,39% - 11,70% dari semua penderita ginekologi yang dirawat.4 Insidensi mioma uteri di RS Dr. RD Kandou Manado dijumpai sekitar 30.6%, sedangkan di RS Pirngadi Medan selama tahun 2009-2011 ditemukan kasus mioma uteri sebanyak 152 kasus.5,6 Puncak insidensi mioma uteri berada pada dekade keempat dan menurun setelah menopause.3,7

Mioma uteri memberikan gejala pada 20 – 30% wanita usia reproduktif dan menyebabkan berbagai gangguan klinis seperti perdarahan uterus abnormal, anemia, gangguan implantasi embrio, abortus berulang, persalinan prematur, hambatan persalinan, ketidaknyamanan pelvis, dan inkontinensia urin serta gejala yang berhubungan dengan adanya massa pelvis yang besar.2,8 Sebanyak 71.4% penderita mioma uteri yang dirawat di RS H Adam Malik Medan menderita anemia.9 Di Amerika Serikat, mioma uteri murupakan indikasi primer dilakukannya kira-kira 200.000 prosedur histerektomi, 30.000


(22)

prosedur miomektomi dan ribuan prosedur embolisasi arteri uterina setiap tahunnya, sementara histerektomi dan miomektomi dilakukan pada 50% dan 13.2% kasus mioma uteri di RS Pirngadi Medan.2,6,10

Meskipun insidensi mioma uteri cukup tinggi, sedikit yang diketahui tentang penyebabnya. Aspek yang paling penting dari penyebab mioma ini masih belum diketahui. Beberapa teori telah diajukan, salah satu hipotesa menyatakan bahwa peningkatan kadar estrogen dan progesteron menyebabkan peningkatan tingkat mitosis yang dapat berkontribusi pada terjadinya mioma dengan meningkatkan kemungkinan mutasi somatik.3

Bukti lain yang mendukung konsep bahwa estrogen dan progesteron dapat berpengaruh pada biologi miometrium dan mioma adalah dengan

memberikan up-regulating dan down-regulating dari berbagai faktor

pertumbuhan. Beberapa faktor pertumbuhan yang teridentifikasi yang

berhubungan dengan mioma adalah Transforming Growth Factor-β (TGF -β), basic Fibroblast Growth Factor (bFGF), Epidermal Growth Factor

(EGF), Platelet-derived Growth Factor (PDGF), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Insulin-like Growth Factor (IGF) dan Prolaktin.3,11

Hal lain yang menyokong suatu abnormalitas bawaan pada miometrium pada individu dengan mioma adalah adanya temuan peningkatan kadar reseptor estrogen (RE) yang bermakna pada jaringan mioma.3 Pada berbagai studi, konsentrasi RE dan reseptor progesteron (RP) lebih tinggi pada jaringan mioma daripada miometrium normal. Terdapat dua bentuk dari RP yaitu RP-A dan RP-B, yang diekspresikan pada mioma dan miometrium normal dengan konsentrasi RP-A yang lebih


(23)

dominan pada kedua jaringan.12 Sedangkan pengaruh estrogen pada pertumbuhan dan perkembangan mioma dimediasi oleh dua ligan yaitu RE-α dan RE-β.10 Interaksi antara kedua hormon steroid dan kadar reseptornya telah menjadi bahan penelitian yang menarik yang berhubungan dengan pertumbuhan mioma. Terdapat bukti yang kuat bahwa pengaruh estrogen akan meningkatkan kadar RE dan RP pada miometrium, sedangkan pengaruh progesteron akan menurunkan kadar RE.12

Karena estrogen mempengaruhi pertumbuhan mioma, maka segala molekul yang menghambat aktivitas estrogen mempunyai aktivitas terapeutik yang potensial terhadap mioma. Begitu juga halnya pengaruh progesteron pada jaringan target dimediasi melalui RP, sedangkan antagonis RP menurunkan kerja biologi progesteron dengan menghambat aktivasi RP. Berdasarkan hal tersebut, kemungkinan bahwa antiprogestin dan agonis/antagonis RP dapat dipakai dalam manajemen medis mioma uteri.13

Wango dkk (2002) mendapatkan bahwa kadar RE dan RP lebih

tinggi pada mioma dibandingkan dengan miometrium normal.14 Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian Englund dkk (1998) bahwa ekspresi RE dan RP lebih tinggi secara bermakna pada mioma daripada miometrium normal.15 Penelitian oleh Benassayag dkk (1999) serta oleh Bakas dkk (2008) menemukan bahwa ekspresi dari mRNA RE lebih tinggi pada mioma dibandingkan dengan miometrium normal.16,17


(24)

Sebaliknya, studi yang dilakukan oleh Grings dkk (2012)

menunjukkan bahwa ekspresi protein RE-α dan RE-β tidak berbeda pada

mioma dan miometrium normal yang menunjukkan bahwa jika

dibandingkan dengan miometrium, over ekspresi RE-α dan RE-β pada

mioma uteri tidak menyebabkan pertumbuhan tumor.18 Namun, Nisolle

dkk (1999) menemukan terdapat peningkatan yang bermakna dari

ekspresi RE pada mioma uteri daripada miometrium, tetapi tidak terdapat

perbedaan yang bermakna dari ekspresi RP.19

Berdasarkan hal diatas dapat dilihat bahwa patogenesis dan etiologi mioma uteri masih sangat kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan belum ada penelitian yang meneliti hal ini sebelumnya di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU, maka peneliti ingin meneliti bagaimana ekspresi dari reseptor estrogen dan reseptor progesteron pada jaringan mioma dan miometrium normal.

1.2. Rumusan masalah

Prevalensi mioma uteri yang masih cukup tinggi dan pengaruhnya yang sangat mengganggu pada wanita usia reproduktif, sementara itu penelitian tentang etiopatogenesa mioma uteri yang berkaitan dengan ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron masih terdapat pertentangan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron pada mioma dan miometrium normal?


(25)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron pada mioma dan miometrium normal

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi penderita mioma dan miometrium normal berdasarkan karakteristik (usia, IMT, paritas)

2. Mengetahui distrubusi jenis mioma pada penderita mioma uteri. 3. Mengetahui perbedaan ekspresi reseptor estrogen pada mioma

dan miometrium normal.

4. Mengetahui perbedaan ekspresi reseptor progesteron pada mioma dan miometrium normal.

5. Mengetahui perbedaan ekspresi reseptor estrogen pada tiap jenis mioma.

6. Mengetahui perbedaan ekspresi reseptor progesteron pada tiap jenis mioma.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis

Memberikan informasi tambahan tentang patogenesis dari mioma uteri yang berkaitan dengan ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron, dan dapat menjadi dasar pada penelitian selanjutnya.


(26)

1.4.2 Manfaat Metodologis

Dapat mengetahui bagaimana pemeriksaan ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron pada mioma dan miometrium normal dengan pemeriksaan imunohistokimia.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mioma uteri

Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang paling sering pada wanita. Tumor jinak ini berasal dari miometrium uterus dan secara histopatologi ditandai dengan sel-sel otot polos seperti kumparan yang membentuk nodul dengan batas yang tegas. Mioma uteri mempunyai onset puncak pada dekade ketiga dan keempat kehidupan dan menyebabkan gejala pada 20-25% wanita usia reproduktif.20 Prevalensi mioma uteri pada wanita kulit adalah sebesar 9% dan pada wanita Afrika-Amerika 16%. Tetapi hanya sepertiga wanita yang didiagnosa pada saat operasi yang memang sebelumnya sudah didiagnosa sebagai mioma uteri, yang menunjukkan bahwa mioma tersebut tidak terdeteksi sebelumnya atau tidak adanya gejala yang dialami oleh pasien.21 Insidensi kumulatif mioma uteri pada usia 50 tahun adalah 70% pada wanita kulit putih dan 80% pada wanita Afrika-Amerika.20 Angka kejadian mioma uteri di Amerika Serikat sebesar 8 orang per 1000 wanita tiap tahunnya.22 Sedangkan di Indonesia kasus mioma uteri ditemukan sebesar 2,39% - 11,70% dari semua penderita ginekologi yang dirawat.4

Studi pertama dari patologi tumor ini dilakukan pada tahun 1793, dan miomektomi abdominal pertama dilaporkan pada tahun 1838. Dengan kemajuan dalam pembedahan dan anastesia, pada awal tahun 1900-an telah banyak dilakukan operasi karena mioma uteri.1


(28)

Insidensi mioma uteri meningkat dengan bertambahnya usia. Pada usia 25 – 30 tahun insidensi mioma uteri hanya 0.31 per 1000 wanita, tetapi pada usia 45 – 50 tahun insidensinya meningkat 20 kali menjadi 6.2 per 1000 wanita. Kesempatan untuk terdiagnosa mioma uteri meningkat sejalan dengan usia sampai usia 50 tahun, kemudian setelah itu menurun dengan tajam. Selain usia Obesitas juga meningkatkan resiko mioma uteri sebesar 18% setiap peningkatan berat badan 10 kg dan terdapat peningkatan resiko mioma sebanyak 2.3 pada wanita dengan indeks massa tubuh diatas kuartil.21

Risiko terjadinya mioma uteri menurun dengan peningkatan paritas dan peningkatan usia saat kehamilan aterm. Nulli paritas merupakan faktor resiko untuk terjadinya mioma uteri dan dengan adanya kehamilan, akan mengurangi waktu paparan terhadap unopposed estrogen. Data menunjukkan bahwa penurunan resiko berkisar dari 20 sampai 50% pada wanita yang melahirkan minimal 1 kali.7 Wanita dengan 2 kali hamil cukup bulan mempunyai resiko setengah kali menjadi mioma. Merokok menurunkan resiko (dengan menurunkan kadar estrogen), dan obesitas meningkatkan resiko (dengan meningkatkan kadar estrogen). Walaupun resiko mioma yang lebih rendah berhubungan dengan faktor yang menurunkan kadar estrogen, termasuk kurus, merokok, dan latihan, pemakaian kontrasepsi oral tidak berhubungan dengan peningkatan resiko mioma uteri.22 Terdapat anggapan sedikit peningkatan resiko mioma berhubungan dengan usia menars yang dini (7-9 tahun). Siklus menstruasi yang dini dapat meningkatkan jumlah pembelahan sel yang


(29)

dialami miometrium selama usia reproduktif, yang menyebabkan peningkatan resiko terjadinya mutasi gen yang mengontrol proliferasi miometrium.3

Diperkirakan sekitar lebih dari 40% saudara tingkat pertama dari wanita yang menderita mioma akan menderita mioma uteri juga dalam kehidupannya.23 Hal ini mungkin tanpa gejala, dan jumlah serta lokasinya sulit diprediksi. Sementara mioma umum terjadi pada semua ras, tampaknya wanita kulit hitam memiliki insidensi yang sedikit lebih tinggi daripada etnis lain. Di Amerika, wanita kulit hitam mempunyai resiko 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri.4,23,24 Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang paling efektif belum ditemukan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma uteri itu sendiri.1

2.2 Patogenesis

Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang muncul dari otot polos uterus. Penyebab pasti mioma uteri sampai saat ini masih belum ditemukan. Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genitoblas. Menurut Meyer asal mioma uteri adalah sel imatur, bukan dari sel-sel otot yang matur. Mioma uteri dipercaya berasal dari mutasi somatik pada sel miometrium, hasil dari kegagalan proses pertumbuhan. Beberapa penelitian Glucose-6-phospate dehydrogenase menunjukkan bahwa mioma uteri berasal dari monoklonal. Tumor tumbuh sebagai klon abnormal secara genetik muncul dari sel progenitor tunggal (tempat asal mulanya proses mutasi). 22,23,25,26,27


(30)

Perbedaan kecepatan pertumbuhan dapat menunjukkan perbedaan sitogenetik yang muncul pada masing-masing tumor. Mioma uteri multipel dalam satu uterus tidak berkaitan secara klonal satu dengan yang lainnya, masing–masing mioma tumbuh secara individual. Kehadiran mioma uteri multipel (dimana memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi dibandingkan yang tunggal) dianggap merupakan predisposisi genetik terhadap pembentukan mioma uteri. Namun, warisan mioma uteri dalam keluarga masih belum diteliti dengan baik. Tidak pasti apakah mioma uteri tumbuh secara individu atau berasal dari mioma yang lain.22

Asal dari mioma uteri belum sepenuhnya dipahami, studi sitogenetik telah menghasilkan beberapa petunjuk tentang bagaimana dan mengapa mioma ini berkembang. Tiap tumor berkembang dari sel otot tunggal, yaitu progenitor miosit, dengan demikian tiap mioma adalah monoklonal. Analisis sitogenetik telah menunjukkan bahwa mioma mempunyai kelainan kromosom multipel. Semakin besar mioma, semakin banyak akan terdeteksi kelainan kariotip. Menariknya, kelainan kromosom dari mioma mempunyai perubahan kluster yang luar biasa. Duapuluh persen kelainan melibatkan translokasi antara kromosom 12 dan 14. Tujuh belas persen melibatkan delesi kromosm 7. Duabelas persen melibatkan delesi kromosom 12. Regio yang terkena pada kromosom 12 juga abnormal pada banyak jenis tumor solid lainnya.28

Salah satu teori yang diajukan sabagai penyebab mioma uteri adalah adanya peningkatan kadar estrogen dan progesteron yang menyebabkan peningkatan tingkat mitosis dan meningkatkan


(31)

kemungkinan mutasi somatik. Hal lain yang menyokong adalah adanya temuan peningkatan kadar RE dan RP yang bermakna pada jaringan mioma daripada miometrium normal.3,12

Jaringan mioma manusia mengandung jumlah sel stem yang lebih sedikit daripada miometrium normal. Namun, sel stem yang berasal dari jaringan mioma, dengan mutasi MED 12 (suatu mediator yang mengkode gen), yang menunjukkan bahwa minimal diawali dengan satu genetic hit

yang merubah sel stem miometrium, dan interaksi selanjutnya dengan jaringan miometrium disekitrarnya untuk membentuk mioma.2

Model eksperimen in vivo menunjukkan bahwa pertumbuhan mioma manusia bergantung pada estrogen dan progesteron yang memerlukan adanya sel stem somatik multipoten. Dibandingkan dengan populasi sel mioma atau dengan sel miometrium normal, sel stem mioma mengekspresikan kadar RE dan RP yang rendah. Pertumbuhan sel stem mioma memerlukan adanya sel-sel miometrium dengan kadar RE dan RP dan ligannya yang lebih tinggi, yang menunjukkan bahwa kerja hormon streroid pada sel stem mioma diperantarai oleh sel-sel miometrium dalam pengaruh parakrin. Kemungkinan bahwa interaksi parakrin ini dengan sel-sel sekitarnya mendukung kemampuan self-renewal dari sel stem mioma.2 Jaringan miometrium normal dan mioma mengandung pool sel dengan kapasitas untuk self-renewal, yang disebut dengan sel stem. Suatu populasi sel stem bertanggung jawab terhadap proliferasi sel-sel otot polos miometrium normal (Gambar 1A) yang tampak pada proses pembesaran fisiologis dari uterus selama kehamilan. Sel-sel miometrium


(32)

yang matur mengekspresikan kadar RE-α dan RP yang lebih tinggi daripada sel-sel stem. Dengan demikian kemungkinan proliferasi sel-sel yang bergantung pada estrogen dan progesteron secara primer di perantarai oleh RE-α dan RP yang ada pada sel-sel yang matur. Faktor parakrin seperti ligan WNT, yang dikeluarkan oleh sel-sel matur bekerja pada sel stem untuk merangsang self-renewal dan proliferasi mereka.


(33)

Suatu benturan genetik (genetic hit) seperti mutasi dari MED 12 atau pengaturan ulang kromosom mempengaruhi HMGA2 (suatu protein yang dapat mempengaruhi proses pada sel seperti difrensiasi, kematian, pertumbuhan dan proliferasi), yang dapat merubah sel-sel stem miometrum menjadi sel-sel stem mioma (Gambar 1B). Sel-sel mioma ini dapat memperbarui diri sendiri dan mulai membelah secara tidak terkendali sampai berdifrensiasi menjadi sel otot polos mioma. Selama proses ini sel-sel otot polos mioma memperoleh banyak abnormalitas epigenetik dan fenotipik. RE-α dan RP terkonsentrasi secara primer pada sel-sel mioma yang matur dan melewatkan sinyal estrogenik atau progestogenik pada sel stem melalui mekanisme parakrin. Sel stem mioma tunggal yang bertransformasi pada akhirnya menjadi mioma yang jinak dengan batas yang tegas, dimana meluas dalam jaringan miometrium (Gambar 1C). Pembentukan matriks ekstraselular berkontribusi terhadap ekspansi tumor.2

Karena konsentrasi RE-α dan RP sangat tinggi pada sel-sel miometrium dan sel-sel mioma matur dibandingkankan dengan sel-sel stem, kemungkinan sinyal estrogen dan progesteron dikirimkan ke sel-sel stem mioma melalui reseptor hormon pada sel-sel matur dengan cara parakrin. Estrogen dan progesteron dapat meningkatkan sekresi ligan WNT, yang bekerja melalui famili frizzeled reseptor yang mengaktivasi jalur β-catenin-TCF (T-cell Transcription Factor), yang selanjutnya menginduksi produksi dari TGF-β pada sel-sel matur dan menyebabkan pembentukan matriks ekstraselular yang berlebihan. Pada sel stem,


(34)

MED12 yang non-mutan bekerja sebagai modifier fisiologis dari kerja β -catenin, sedangkan MED12 yang mutan (atau absennya MED12) dapat menyebabkan kegagalan untuk menyelesaikan fungsi ini. Absennya MED12 atau adanya bentuk MED12 yang mutan pada sel-sel stem juga dihubungkan dengan meningkatnya ekspresi reseptor TGF-β, yang

menyebabkan aktivasi dari downstream sinyalnya. Ini kemudian

mengaktivasi protein famili SMAD dan mitogen-activated protein kinase

(MAPK), yang memediasi proliferasi dan self-renewal sel stem (gambar 2).2

Gambar 2.Interaksi antara hormon ovarium , β-Catenin dan jalur TGF-β, dan MED12 pada sel mioma (dikutip dari 2)

2.3 Hormon steroid

Secara umum estrogen, progesteron dan androgen merupakan hormon yang banyak berperan dalam sistem reproduksi wanita. ketiga


(35)

hormon ini diproduksi oleh ovarium. Bahan dasar pembentukan hormon– hormon ini adalah kolesterol dan proses pembentukan hormon–hormon, disebut juga steroidogenesis ini dibantu oleh beberapa enzim dan protein regulator. Kemudian hormon steroid ini akan aktif dan bekerja pada organ target.29

Gambaran yang mencolok dari mioma uteri adalah ketergantungan mereka pada hormon steroid ovarium, estrogen dan progesteron. Aktivitas ovarium penting untuk pertumbuhan mioma, dan kebanyakan mioma menyusut setelah menopause. Peningkatan dan penurunan yang tajam pada produksi estrogen dan progesteron yang berhubungan dengan kehamilan yang sangat dini dan periode paska melahirkan mempunyai pengaruh yang dramatis pada pertumbuhan mioma. GnRH analog, yang menekan aktivitas ovarium dan mengurangi kadar estrogen dan progesteron yang bersirkulasi, menyusutkan mioma dan mengurangi perdarahan dari uterus.10

Umumnya reseptor-reseptor hormon steroid mempengaruhi transkripsi gen. Reseptor steroid meregulasi transkripsi gen melalui beberapa mekanisme, tidak semuanya membutuhkan interaksi langsung dengan DNA. Peran estrogen yang penting adalah memodifikasi aktifitas hormonnya sendiri dan yang lainnya dengan mempengaruhi konsentrasi reseptor. Estrogen meningkatkan respon jaringan target untuknya sendiri dan terhadap progesteron serta androgen dengan meningkatkan konsentrasi reseptornya sendiri.29


(36)

Estrogen dapat meningkatkan pertumbuhan mioma uteri memalui up-regulation dari ekspresi EGFR dan PDGF dan dengan down-regulating ekspresi aktivin dan miostatin. Demikian juga dengan progesteron dapat

mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri dengan up-regulating ekspresi

EGF dan TGF-β3. Sebaliknya, progesteron juga dapat menghambat

pertumbuhan mioma dengan down-regulating ekspresi IGF-I. Peranan

sebenarnya dari steroid seks, bagaimana mereka berinteraksi dengan faktor pertumbuhan dan bagaimana mereka mempengaruhi atau mengatur pertumbuhan mioma belum dapat dimengerti. Namun, dengan menggunakan konsep kemampuan seks steroid mempengaruhi pertumbuhan, beberapa antagonis progesteron / anti progestin, SPRMs (selective progesterone receptor modulators) dan SERMs (selective estrogen receptor modulators) telah diajukan mempunyai potensi

terapeutik untuk penanganan mioma.11


(37)

Beberapa bukti klinis dan biokimiawi menunjukkan peranan progesteron dalam patogenesis mioma uteri. Telah ditunjukkan bahwa progesteron dapat merangsang aktivitas mitosis dan proliferasi mioma. Kawaguchi dkk (1989) menemukan peningkatan aktivitas mitosis pada mioma pada fase sekresi siklus menstruasi yang menunjukkan bahwa pertumbuhan mioma dipengaruhi oleh kadar progesteron. Tiltman (1985) melaporkan bahwa pemberian medroksiprogesteron asetat meningkatkan aktivitas mitosis mioma secara bermakna dibandingkan dengan kelompok yang tidak diobati. Pengobatan dengan antagonis progesteron RU-486 (mifepriston) telah dilaporkan untuk merangsang regresi mioma dengan mengurangi immunoreaktivitas RP, yang menunjukkan pengaruh langsung anti progesteron. Sebaliknya, progestin dapat menghambat pengecilan mioma yang diinduksi GnRH agonis. Brandon dkk (1993) menunjukkan peningkatan mRNA RP dan kadar protein pada mioma bersamaan dengan peningkatan proliferasi yang berhubungan dengan antigen Ki-67 dibandingkan terhadap miometrium normal, yang menunjukkan hubungan dari sinyal yang diperantarai progesteron dengan pertumbuhan mioma. Hasil ini mendukung pandangan bahwa progesteron memegang peranan penting dalam pertumbuhan mioma uteri.30

Pada jaringan perifer (kulit dan jaringan lemak) dan ovarium, aromatase mengkatalisasi pembentukan estrogen, yang mencapai jaringan mioma melalui sirkulasi. Selain itu, aromatase pada jaringan mioma mengubah androstenedion yang berasal dari adrenal atau ovarium menjadi estrogen secara lokal. Estrogen yang poten secara biologis,


(38)

estradiol, menginduksi produksi dari RP dengan cara berikatan dengan RE-α. RP penting sebagai respon dari jaringan mioma terhadap progesteron yang disekresikan oleh ovarium. Progesteron dan RP sangat diperlukan terhadap pertumbuhan tumor, meningkatkan proliferasi sel dan survival dan meningkatkan pembentukan matriks ekstraselular. Pada ketiadaan progesteron dan RP, estrogen dan RE-α tidak mencukupi untuk pertumbuhan mioma. Pewarnaan imunuhistokimia pada jaringan mioma menunjukkan lokalisasi nukleus dari RE-α atau RP pada sel-sel otot polos. Faktanya bahwa aromatase inhibitor atau antiprogestin yang dapat mengecilkan ukuran tumor menunjukkan dukungan dari mekanisme ini dari pertumbuhan mioma (gambar 4).2

2.4 Reseptor Estrogen

Reseptor estrogen (RE) merupakan anggota dari super famili reseptor nukleus, dimana kebanyakan berasal dari sumber yang sama (gambar 5). Super famili ini terdiri dari 18 anggota reseptor, yang dibagi menjadi reseptor nukleus kelas I dan kelas II. Reseptor nukleus kelas I termasuk reseptor hormon steroid : reseptor estrogen a dan b (RE a/b), reseptor progesteron A dan B (RP A/B) reseptor glukokortikoid (RG), reseptor mineralokortikoid (RM), dan reseptor androgen (RA).31


(39)

Gambar 4. Efek biologis dari estrogen dan progesteron pada jaringan mioma (dikutip dari 2)

Yang termasuk reseptor nukleus kelas II, reseptor asam retinoat (RAR a/b/c), reseptor retinoid X (RRX a/b/c), reseptor vitamin D (RVD), reseptor peroxisome proliferator activated receptor (PPAR a/c/d) dan reseptor thyroid (RT a/b). Semua reseptor dari super famili reseptor nukleus menghambat faktor transkripsi, dimana menjadi aktif saat berikatan dengan ligan mereka yang sama asalnya.31


(40)

Gambar 5. Super famili reseptor nukleus (dikutip dari 31)

17β - estradiol (estrogen) merupakan ikatan ligan utama pada RE-α/β. Estrogen disekresikan kedalam pembuluh darah oleh korteks kelenjar adrenal dan gonad serta memegang peranan yang menonjol dalam memperantarai perkembangan seksual, fungsi reproduksi, proliferasi dan difrensiasi dari berbagai jaringan melalui RE. Sebagai contoh, interaksi Estrogen/RE-α bertanggung jawab untuk proliferasi payudara dan jaringan uterus yang dirangsang estrogen. RE-α pertama sekali diisolasi pada tahun 1962, dan gen yang berhubungan di klon pada tahun yang sama dan berlokasi pada lengan panjang dari kromosom 6 (6q24-q27; sekarang 6q25.1). Tiga dekade kemudian pada tahun 1993, RE-α pertama tikus percobaan diciptakan dan menemukan bahwa perkembangan mungkin tanpa RE-α. Pada waktu itu, hanya RE-α yang difikirkan menjadi reseptor yang memperantarai respon pada estrogen, tetapi pada tahun 1996 telah di klon REβ dan berlokasi pada kromosom 14 (14q23.2).31


(41)

Estrogen berikatan dengan afinitas yang tinggi pada RE, sementara hasil metabolik estrogen seperti estron dan estriol, berikatan dengan afinitas yang lebih rendah. Aksi estrogenik dapat dipengaruhi secara farmakologi oleh anti estrogen dan SERMs. SERMs yang pertama sekali di coba adalah tamoxifen pada tahun 1970 dan sampai sekarang tamoxifen menunjukkan pengaruh pada terapi ajuvan dari kanker payudara dengan RE (+) pada wanita premenopause.31

Uterus merupakan jaringan target yang sensitif terhadap estrogen memiliki kedua reseptor dalam jumlah yang banyak. Namun reseptor ini juga ditemukan di jaringan yang lain, contoh RE-α banyak dijumpai juga pada ginjal, hati dan jantung. RE-β juga dijumpai pada jaringan otak, paru, saluran pencernaan dan folikel ovarium.22,26

Pada seluruh sel endometrium dan miometrium, ekspresi RE mencapai maksimum pada fase folikuler akhir. Selama fase luteal awal, ekspresi RE menurun, diikuti dengan peningkatan pada pertengahan dan akhir fase luteal. Perubahan ini menggambarkan perubahan siklus estradiol. Walaupun RE-β dijumpai pada endometrium manusia, namun kurang menonjol dibandingkan RE-α dan memperlihatkan perubahan yang minimal selama siklus menstruasi.22

Lingkungan dalam mioma uteri bersifat hiperestrogenik dan hipersensitif terhadap estrogen. Mioma uteri menciptakan lingkungan hiperestrogeniknya sendiri, yang diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan mereka (mioma uteri). Mioma uteri memiliki RE dan RP yang lebih banyak daripada sekelilingnya (jaringan miometrium


(42)

normal)18,25,26,27 sehingga mioma uteri mengikat estrogen lebih banyak dan mioma uteri juga sangat sedikit merubah estradiol menjadi estron lemah. Tidak dijumpai perbedaan RE yang signifikan berdasarkan ukuran massa mioma uteri.32

Selain itu, teori mengenai kadar aromatase sitokrom 450 yang lebih tinggi pada mioma dibandingkan dengan miosit normal. Aromatase sitokrom 450 merupakan kelompok enzim yang terlibat dalam biosintesis hormon steroid juga aktivasi metabolik karsinogen. Isoform sitokrom yang spesifik ini mengkatalisasi konversi androgen menjadi estrogen pada beberapa jaringan. Diduga sel-sel mioma uteri mensintesis estrogen

in-situ.18 Estrogen dapat menyebabkan pembesaran tumor dengan

meningkatkan produksi matriks ekstraseluler. 22,25

Bukti akumulatif mendukung konsep bahwa estrogen sangat berhubungan dengan tumorigenesis dan pertumbuhan mioma. Estrogen menggunakan efek fisiologinya pada sel-sel target dengan berikatan pada reseptor nukleus spesifik yaitu RE-α dan RE-β. RE-β dapat dianggap homolog dengan RE-α pada daerah ikatan DNA dan daerah ligand-binding. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa baik mRNA RE-α dan RR-β diekspresikan pada miometrium dan mioma. Sakaguchi dkk (2003) melaporkan bahwa kadar mRNA RE-α dan RE-β pada miometrium berubah selama siklus menstruasi, tetapi kadar mRNA RE-α lebih menonjol daripada mRNA RE-β. Dua orang penulis telah melaporkan bahwa kadar mRNA RE-α dan RE-β meningkat pada mioma dibandingkan dengan miometrium. Telah dilaporkan bahwa baik RE-α dan RE-β dapat


(43)

menstimulasi transkripsi dari gen target, walaupun aktivasi dari RE-β lebih rendah daripada RE-α.30

2.5 Reseptor Progesteron

Reseptor progesteron (RP) terdapat dalam 2 bentuk yang berbeda yang disebut dengan RP-A dan RP-B. Fungsi reseptor ini sebagai faktor transkiripsi yang diaktivasi-ligan, tetapi isoform kedua reseptor menunjukkan fungsi biologi yang berbeda. RP-B berfungsi sebagai aktivator transkripsional dari gen yang responsif progesteron, sedangkan RP-A bertindak sebagai repressor ligan dependen yang poten dari aktivitas transkripsional B dalam promoter dan konteks sel dimana RP-A tidak aktif sebagai aktivator transkripsional. Terdapat hubungan yang kompleks antara jalur sinyal RE dan RP sebagaimana yang ditunjukkan dengan observasi bahwa estrogen dapat menginduksi ekspresi RP pada sel-sel miometrium pada monyet, dan mentransformasi miosit hamster, serta meningkatkan transkripsi dari gen RP-B pada sel-sel kanker payudara wanita, sementara isoform kedua RP dapat bertindak sebagai represor ligan dependen yang poten dari aktivitas RE. kemudian, progesteron men down-regulate transkripsi RP yang distimulasi estrogen.30

RP-A dan RP-B telah diidentifikasi pada jaringan mioma dan miometrium normal. Dua peneliti telah menunjukkan bahwa kandungan RP-A dan RP-B lebih tinggi pada jaringan mioma daripada miometrium normal dengan kandungan RP-A yang lebih dominan secara bermakna daripada RP-B. Namun, Viville dkk (1997) gagal menemukan perbedaan


(44)

antara konsentrasi mRNA yang mengkode RP-A dan RP-B pada mioma dan miometrium normal, yang menunjukkan kontrol post translasi. Selain itu, GnRH agosis men down-regulate ekspresi imunoreaktif RP, RP-A dan RP-B, dan kadar mRNA RP di jaringan mioma. Menariknya, Fujimoto dkk

(1998) menemukan over ekspresi relatif dari mRNA RP-B pada

permukaan mioma, yang menunjukkan bahwa ekspresi yang dominan dari RP-B pada bagian ini menunjukkan fenotip yang diaktivasi untuk proliferasi progestasional yang berhubungan dengan pertumbuhan mioma. Namun, masih belum diketahui apakah tingginya RP-A berhubungan dengan berkurangnya responsiveness progesteron terhadap sel-sel mioma.30

2.6 Peranan faktor pertumbuhan pada mioma uteri

Pada uterus normal, pengaruh estrogen dan progestin pada mioma diperantarai oleh faktor pertumbuhan. EGF diekspresikan berlebih pada mioma, reseptor EGF terdapat pada mioma dan pengobatan dengan GnRH agonis (dan hipogonadisme) menurunkan konsentrasi EGF pada mioma (tetapi tidak pada miometrium normal). IGF-I dan IGF-II dan reseptornya berlebihan pada miometrium dan secara aktif dieskpresikan berlebih pada mioma. Mioma mengekspresikan lebih banyak IGF-II dan sedikit IGFBP-3 daripada miometrium, suatu situasi yang akan meningkatkan availabilitas dan aktivitas faktor pertumbuhan pada tumor. Sel-sel mioma menseksresikan lebih banyak protein yang berhubungan dengan hormon paratiroid (faktor pertumbuhan lainnya) daripada miometrium normal. Seperti endometrium dan miometrium, mioma


(45)

mensekresikan prolaktin, dan prolaktin berfungsi pada uterus sebagai faktor pertumbuhan.22

Salah satu konsekuensi dari perubahan ekspresi faktor pertumbuhan pada mioma adalah abnormalitas vaskulatur, yang ditandai dengan pleksus vena yang berdilatasi. Gambaran morfologi ini mungkin hasil dari regulator vaskular spesifik dari angiogenesis, seperti faktor pertumbuhan fibroblast dan vascular endothelial growth factor. Perubahan ini mungkin berkontribusi terhadap perdarahan menstrual yang berat yang berhubungan dengan mioma submukosa.22

2.7. Imunohistokimia reseptor estrogen dan reseptor progesteron

Imunohistokimia / Immunohistochemistry (IHC) adalah sebuah metoda pemeriksaan dengan menggunakan prinsip antibodi dengan spesifikasi yang tinggi untuk menunjukkan lokasi dan keberadaan sebuah protein dalam jaringan, yang biasanya dilakukan untuk penelitian, dan tujuan diagnostik atau prognostik.33

Prinsip IHC meliputi langkah : 33 a. Deparafinisasi dan rehidrasi b. Aktivasi antigen

c. Penghambatan peroksidase endogen d. Inkubasi antibodi primer

e. Inkubasi antibodi skunder f. Deteksi antibodi

g. Counter staining


(46)

i. Interpretasi slide.

Penilaian IHC diinterpretasikan berdasarkan gabungan antara kualitas intensitas ikatan antigen dengan antibodi yang terbentuk di sitoplasma atau inti sel dengan persentase sel yang terwarnai dalam lapang pandang. Diantara metode penilaian IHC tersebut adalah : 34

1. H score, merupakan penjumlahan dari persentase sel yang terwarnai lemah, persentase sel yang terwarnai sedang dikalikan dengan dua, dan persentase sel yang terwarnai kuat dikalikan dengan tiga. Penilaian ini memberikan skor dari 0 – 300.34,35

2. Allred score, merupakan penjumlahan dari skor persentase sel yang terwarnai (0 = tidak terwarnai, 1 = terwarnai < 1%, 2 = 1-10%, 3 = 10-33%, 4 = 33-67%, 5 = 67-100%) dan skor dari intensitas sel yang terwarnai (0 = tidak terwarnai, 1 = terwarnai lemah, 2 = terwarnai sedang, 3 = terwarnai kuat). Penilaian ini memberikan skor dari 0 – 8.36,37

3. Intensitas warna pada sel, merupakan derajat intesitas sel yang terwarnai, dengan nilai : negatif (-) jika tidak ada sel yang terwarnai, (+) jika sel terwarnai lemah, (++) jika sel terwarnai sedang, dan (+++) jika sel terwarnai kuat.38

Gambar 6. Ekspresi reseptor estrogen (kiri) dan reseptor progesteron (kanan) pada mioma uteri.(dikutip dari 36)


(47)

Tabel 2.1. Faktor pertumbuhan dan protein yang berhubungan pada miometrium dan


(48)

2.8 Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Ekspresi RE pada mioma lebih tinggi daripada miometrium normal. 2. Ekspresi RP pada mioma lebih tinggi daripada miometrium normal.


(49)

2.9 Kerangka Teori

Miosit Normal

Mutasi somatik Inisiator tumor

(faktor genetik ?)

Mioma

Miosit yang

bermutasi

Ekspansi Klonal

Induksi reseptor estrogen Induksi reseptor progesteron

Produksi faktor pertumbuhan

Induksi reseptor faktor pertumbuhan Produksi matriks esktraselular Mitogenesis

Estrogen

Progesteron Usia

IMT Paritas


(50)

2.10 Kerangka Konsep

Variabel tergantung

Variabel bebas

Variabel perancu (tidak diteliti) Ekspresi reseptor estrogen dan

reseptor progesteron pada miometrium

Miometrium

normal

Mioma uteri

Usia IMT Paritas


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan

case control dengan pemeriksaan imunohistokimia terhadap blok parafin jaringan mioma penderita mioma uteri dan blok parafin miometrium normal.

3.2 Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan di departemen Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan yang dilakukan pada bulan Juli 2014 sampai jumlah sampel terpenuhi.

3.3 Subjek Penelitian

Subyek penelitian kelompok kasus adalah blok parafin jaringan mioma penderita mioma uteri yang diperoleh melalui miomektomi atau histerektomi yang dibuktikan secara histopatologi. Sedangkan subjek penelitian kelompok kontrol adalah blok parafin jaringan miometrium normal yang dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi.

3.4 Sampel dan besar sampel 3.4.1 Sampel

Sampel penelitian adalah subjek penelitian yang diambil secara acaksederhana dengan penetapan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi


(52)

3.4.2 Besar Sampel 2 2 2 1 2 2 1 1 2 1 ) ( ) 2 ( P P Q P Q P Z PQ Z n n − + + =

= α β

) ( 2 1 2 1 p p

P= +

dimana :

Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α yang ditentukan. Nilai α = 0,05  Zα=1.96

Zβ= nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai β

yang ditentukan. Nilai β = 0,20  Zβ=0.84

P1 = proporsi ekspresi RE dan RP (+) pada mioma = 0.83 38

P1 - P2 = perbedaan proporsi ekspresi RE dan RP pada mioma uteri dan

miometrium yang dianggap bermakna = 0.25

P2 = proporsi ekspresi RE dan RP (+) pada miometrium = 0.83 – 0.25 =

0.58

Q1= 1- P1 = 0.17 Q2= 1- P2 = 0.42

P = (P1 + P2)/2 = 0.54

Q = 1 - P = 0.46

n1=n2= jumlah sampel = 29.9

Bsar sampel untuk RE dan RP adalah sama yaitu 29.9, maka jumlah sampel minimal untuk penelitian ini adalah 30 blok parafin untuk masing-masing kelompok.


(53)

3.5 Kriteria Penelitian 3.5.1 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

− Sediaan yang tidak dapat dianalisa oleh sebab proses pembuatan

parafin blok yang tidak baik.

− Data dari rekam medis yang tidak lengkap.

3.6 Cara kerja dan teknik pengumpulan data

− Setelah mendapat persetujuan dari komisi etik untuk melakukan

penelitian, penelitian dimulai dengan mengumpulkan data pasien yang didiagnosis dengan mioma uteri (kelompok kasus) yang telah menjalani operasi miomektomi atau histerektomi, dan data pasien paska histerektomi dengan miometrium normal yang jaringannya telah dilakukan pemeriksaan histopatologi.

− Dilakukan pengumpulan blok parafin di Departemen Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan dan dicari data rekam medis pasien tersebut.

− Pasien diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

− Pada blok parafin dilakukan pemeriksaan imunohistokimia untuk

menentukan ekspresi RE dan RP. Pemeriksaan imunohistokimia adalah pemeriksaan jaringan yang telah dilabel dengan antibodi spesifik untuk melihat ekspresi protein antigen spesifik dengan mikroskop.

− Pembacaan hasil pemeriksaan imunohistokimia dilakukan oleh dua

orang pengamat yaitu dua orang spesialis Patologi Anatomi.


(54)

3.7 Prosedur Pemeriksaan Imunohistokimia 3.7.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang diperlukan untuk penelitian ini adalah: mikrotom,

waterbath, hot plate, freezer, incubator, staining jar, rak object glass, pipet mikro, kertas saring, tabung sentrifuge 15ml, coated object glass, kaca penutup, entelan dan mikroskop cahaya, Bondmaxfull automatic.

3.7.2 Bahan Penelitian

− Blok parafin yang telah didiagnosa dengan pulasan Hematoksilin Eosin

− Pulasan imunohistokimia menggunakan alat Bondmax full automatic.

Antibodi primer yang digunakan adalah estrogen receptor dan

progesterone receptor(Leica), dengan pengenceran 1: 100.

3.7.3 Cara kerja

− Blok parafin yang telah dikumpulkan, disimpan dalam freezer sampai cukup dingin, selanjutnya dipotong tipis dengan menggunakan mikrotom dengan tebal 4µm dan ditempelkan pada coated object glass.

− Preparat yang siap dipulas dimasukkan dalam alat Bondmax full automatic selama 4 jam.

− Setelah itu, dilakukan dehidrasi dengan cara : dicelupkan secara

berurutan pada cairan alcohol 70%, 80%, 90% dan etanol 98% masing-masing 20 celup

− Masukkan dalam cairan xylol selama 3 menit


(55)

3.7.4 Instrumen Penilaian

Untuk penilaian, instrumen yang digunakan adalah hasil pulasan imunohistokimia terhadap antibodi RE dan RP sebagai berikut:

• Kontrol positif : karsinoma mamae yang telah diketahui positif terhadap

RE dan RP

• Kontrol negatif : tonsil dengan antibodi primer yang digantikan dengan

serum normal

Penilaian imunihistokimia untuk RE dan RP menggunakan skor Allred, karena sistem penilaian ini telah biasa dilakukan di Departemen Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan. Skor ini adalah hasil penjumlahan skor persentase dari sel yang terwarnai/proportion score

(PS) dan skor intensitas pewarnaannya / intensity score (IS).37

Tabel 3.1 Penilaian proportion score (PS) dan intensity score (IS) 37

Observasi PS PS atau IS Observasi IS

tidak ada yang terwarnai 0 tidak terwarnai

kurang dari 1% sel terwarnai 1 intensitas pewarnaan lemah

1 – 10% sel terwarnai 2 intensitas pewarnaan sedang

11 – 33% sel terwarnai 3 intensitas pewarnaan kuat

34% - 66% sel terwarnai 4

67 – 100% sel terwarnai 5


(56)

Skor total / total score (TS) adalah penjumlahan dari proportion score (PS) + intensity score (IS).37

Tabel 3.2 skor total imunohistokimia RE dan RP 37

Skor total Interpretasi

0 – 2 Negatif

≥3 Positif

3.8 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Alat ukur Skala ukur Kategori

Mioma uteri tumor jinak uterus

yang berasal dari sel-sel otot polos uterus yang terdiri dari mioma uteri subserosa, mioma uteri intramural, mioma uteri submukosa. pemeriksaan histopatologi jaringan melihat hasil pemeriksaan histopatologi mioma uteri dan non mioma uteri (skala nominal)

Miometrium Jaringan sel-sel

otot polos uterus yang normal. pemeriksaan histopatologi jaringan melihat hasil pemeriksaan histopatologi miometrium normal dan tidak normal (skala nominal) Ekspresi reseptor estrogen intensitas

pewarnaan inti sel pada blok parafin setelah diproses dan dilabel dengan antibodi RE Melihat hasil pemeriksaan imunohistoki mia dengan Mikroskop dengan skor Allred ekspresi negatif dan positif skala ordinal Ekspresi reseptor progesteron intensitas

pewarnaan inti sel pada blok parafin setelah diproses dan dilabel dengan antibodi RP Melihat hasil pemeriksaan imunohistoki mia dengan Mikroskop dengan skor Allred ekspresi negatif dan positif skala ordinal

Usia Masa hidup pasien

sejak tanggal kalahiran

Melihat dari rekam medis

≤ 40 tahun

> 40 tahun

Skala ordinal

Paritas Jumlah kelahiran

yang pernah dialami, baik hidup maupn meninggal

Anamnesa pasien yang tertulis pada rekam medis

nullipara : belum pernah

melahirkan, primipara : 1 kali melahirkan, multipara : 2-3 kali melahirkan, grande multipara :

≥ 4 kali melahirkan


(57)

Indeks massa tubuh

Perhitungan lemak tubuh manusia berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2)

Timbangan badan dan pengukur tinggi badan

Underweight : (< 18.5)

Normoweight : (18.5-24.9)

Overweight : (25-29.9)

Obese : (> 30)

Skala ordinal

3.9 Analisis Data

Hasil penelitian disajikan kedalam tabel distribusi frekuensi. Data akan dianalisa secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi dari karakteristik sampel. Untuk menganalisa akurasi pembacaan RE dan RP, nilai kappa dari dua observer akan dihitung dan dinyatakan valid bilai nilai > 75%. Uji T tidak berpasangan akan dilakukan untuk melihat perbedaan ekspresi kedua reseptor, sedangkan Anova untuk melihat perbedaan antara jenis mioma dengan derajat kepercayaan 95% (p < 0.05).


(58)

3.10 Alur Penelitian

Pemeriksaan imunohistokimia untuk melihat ekspresi RE dan RP

Pengolahan data dan uji hipotesis

Pengumpulan hasil histopatologi dan data rekam medis pasien yang menjalani operasi miomektomi atau histerektomi

Kriteria inklusi dan ekslusi

Blok parafin miometriumnormal


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan memeriksa blok parafin jaringan mioma uteri dan jaringan miometrium normal berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi di Departemen Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan, dengan memilih secara acak sederhana dari blok parafin yang tersedia dari tahun 2011 sampai tahun 2014, sehingga diperoleh 30 blok parafin yang memenuhi kriteria penelitian pada masing-masing kelompok.

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi mioma dan miometrium normal berdasarkan karakteristik

Parameter Mioma Miometrium normal n % n %

Usia (tahun)

• ≤ 40

• > 40

6 24 20 80 8 22 26.7 73.3

Indeks Massa Tubuh (kg/m2)

Underweight (< 18.5)

Normoweight (18.5-24.9)

Overweight (25-29.9)

Obese (> 30)

0 13 12 5 0 43.3 40 16.7 3 18 7 2 10 60 23.3 6.7 Paritas • Nullipara • 1

• 2 – 3

• ≥ 4

8 4 12 6 26.7 13.3 40 20 6 4 9 11 20 13.3 30 36.7

Berdasarkan karakteristik usia seperti yang terlihat pada tabel 4.1, pada kelompok kasus (mioma uteri) dan kelompok kontrol (non mioma), yang terbanyak adalah kelompok usia > 40 tahun. Pada kelompok mioma 80% penderitanya berusia > 40 tahun, dengan rerata usia 44.8 ± 6.68 tahun, dan 73.3% penderita miometrium normal berusia > 40 tahun


(60)

dengan rerata usia 45.2 ± 7.38 tahun. Namun dari hasil uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok berdasarkan karakteristik usia (p = 0.84). Ada beberapa alasan yang mendasari peningkatan jumlah mioma uteri yang terdiagnosis pada usia > 40 tahun, antara lain karena peningkatan pertumbuhan atau peningkatan gejala yang dirasakan dari mioma yang telah ada jauh sebelum gejala tersebut dirasakan oleh penderita. Selain itu, pada usia ini kesediaan penderita untuk datang ke pusat pelayanan kesehatan untuk menjalani prosedur pembedahan ginekologi lebih besar sehingga mioma uteri ini terdiagnosis.

Kepustakaan menunjukkan bahwa puncak insidensi mioma uteri berada pada dekade keempat, dan akan menurun setelah menopause.3,7 Hal ini sesuai dengan penelitian Barbosa (2012) yang menemukan bahwa mioma uteri kebanyakan terjadi antara usia 40 dan 59 tahun (45.4%).39 Gowri dkk (2013) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa dari 259 pasien mioma uteri, paling banyak pada rentang usia 41 – 50 tahun sebanyak 127 kasus (49%), sementara usia 51 – 60 sebanyak 13 kasus (5.1%).40 Sedangkan dari penelitian Ofori dkk (2012) prevalensi tertinggi kasus mioma uteri ditemukan pada wanita berusia 30-39 tahun (43.1%), dan penelitian oleh Olotu dkk (2008) menemukan bahwa terdapat 51.9% kasus mioma uteri pada rentang usia 26 – 35 tahun, dan 44.6% pada rentang usia 36 – 45 tahun.41,42 Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Zimmermann dkk (2012) yang menyatakan bahwa usia rerata penderita mioma uteri 40.4 ± 6.9 tahun, dimana lebih tua 8 tahun daripada pasien


(61)

bukan mioma uteri (rerata usia 32.4 ± 9.6 tahun, p < 0.001), serta penelitan oleh Wibowo (2013), Ginting dkk (2012) serta He dkk (2013) yang menemukan penderita mioma yang berusia > 40 tahun adalah 75.4%, 78.9% dan 83.6%.6,43,44,45 Penelitian oleh Chen dkk (2001) mendapatkan bahwa faktor risiko mioma uteri pada wanita kulit putih adalah usia 40 – 44 tahun (OR=6.3; 95% CI; 3.5 - 11.6) dan faktor risiko meningkat sesuai dengan pertambahan usia pada wanita afrika – amerika (usia 40 – 44 tahun, OR = 27.5; 95% CI; 5.6 - 83.6).46

Dari segi karakteristik Indeks Massa Tubuh (IMT), penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok kasus dan kontrol IMT yang paling banyak dijumpai adalah normoweight (IMT 18.5 – 14.9) yang terdapat pada 13 kasus (43.3%) dan 18 kasus (60%), tetapi terdapat kecendrungan kasus mioma uteri meningkat pada IMT yang lebih tinggi, dengan jumlah kumulatif pada IMT overweight dan obese adalah sebanyak 17 kasus (56.7%).

Dari tinjauan literatur menunjukkan bahwa status obesitas meningkatkan resiko terjadinya mioma uteri sebesar 18% setiap peningkatan berat badan 10 kg dan terdapat peningkatan resiko mioma uteri sebanyak 2.3 kali pada wanita dengan IMT diatas kuartil.21 Hal ini sejalan dengan suatu penelitian retrospektif oleh Parker (2007) yang menemukan bahwa mioma uteri akan meningkat 21% pada setiap 10 kg peningkatan berat badan dan kondisi yang sama juga dilaporkan pada wanita dengan IMT > 30 kg/m2.47 Studi oleh Ofori dkk (2012) dari 216 kasus mioma uteri mendapatkan sebanyak 37% (80) dan 45.4% (98)


(62)

adalah overweight dan obese.37 Sedangkan penelitian oleh Barbosa (2012) menemukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara IMT dan prevalensi mioma uteri, karena wanita yang

overweight (IMT > 24.9) mempunyai prevalensi yang lebih tinggi, dan IMT secara bermakna meningkatkan resiko mioma uteri pada wanita premenopause, dan tidak pada wanita paska memopause (OR=1.2 ; 95% CI : 1.0 – 1.4).39,45

Dari tabel 4.1 juga dapat dilihat distribusi dari karakteristik paritas antara kelompok kasus dan kontrol. Pada kelompok kasus yang terbanyak adalah multipara yaitu 12 kasus (40%) dan yang paling sedikit adalah primipara yaitu 4 kasus (13.3%). Sedangkan pada kelompok kontrol yang yang terbanyak adalah grandemultipara yaitu 11 kasus (36.7%) dan yang paling sedikit adalah primipara yaitu 4 kasus (13.3%).

Hasil ini bertentangan dengan literatur yang mengatakan bahwa resiko terjadinya mioma uteri menurun dengan peningkatan paritas. Nulliparitas merupakan faktor resiko untuk terjadinya mioma uteri karena keterpaparan oleh unopposed estrogen dalam jangka waktu yang lama, sedangkan dengan adanya kehamilan akan mengurangi waktu paparan terhadap unopposed estrogen.7 Namun hasil penelitian ini sejalan dengan studi retrospektif oleh Gowri dkk (2013) yang melibatkan 259 pasien mioma uteri dan mendapatkan bahwa sebanyak 246 kasus (94.9%) adalah multipara dan yang paling sedikit adalah nullipara sebanyak 3 kasus (1.3%).40 Ibrar dkk (2010) juga mendapatkan hal yang sama dari 140 kasus mioma uteri di Rumah Sakit Fuaji Foundation Pakistan, yang


(63)

mendapatkan bahwa mayoritas pasien adalah multipara sebanyak 108 kasus (77.14%), sedangkan 32 kasus (22.86%) adalah primipara, dengan paritas rata-rata adalah 5.48 Sementara Ginting dkk (2012) dari 152 pasien mioma uteri di RSUD dr Pirngadi Medan menemukan sebanyak 45.2% (47 kasus) pada multipara, dan paling sedikit pada primipara dengan 14 kasus (13.4%).6

Tabel 4.2 Distribusi jenis mioma

Jenis mioma n %

Subserosa 7 23.3

Intramural 15 50

Submukosa 8 26.7

Total 30 100.0

Dari tabel 4.2 diatas dapat dilihat distribusi jenis mioma uteri pada kelompok kasus. Jenis mioma uteri intramural merupakan jenis yang paling banyak yaitu 50% kasus, kemudian diikuti dengan mioma submukosa 26.7% dan mioma subserosa sebanyak 23.3%.

Dari literatur diketahui bahwa jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), diikuti dengan jenis subserosum (48.2%),

dan jenis submukosum (6.1%).26 Sementara pada penelitian ini

mendapatkan jenis yang terbanyak adalah mioma intramural (50%) kasus, jenis submukosa 8 kasus (26.7%) dan jenis subserosa pada 7 kasus (23.3%). Hasil ini sejalan dengan penelitian oleh Ginting dkk (2012) yang mendapatkan jenis mioma yang terbanyak adalah jenis intramural pada 35 kasus (41.9%), submukosa 32 kasus (37.2%) dan subserosa 28 kasus (32.6%), tetapi sedikit berbeda dengan studi oleh Gowri dkk (2013) yang


(64)

mendapatkan 124 kasus (48%) adalah jenis mioma intramural, 41 kasus (16%) mioma subserosa, dan 8 kasus (3%) mioma submukosa.6, 40

Dari hasil perhitungan nilai Kappa untuk skor eskpresi reseptor estrogen adalah sebesar 0.91, (p = 0.000) dan untuk skor eskpresi reseptor progesteron adalah sebesar 0.81, (p = 0.000), yang menunjukkan tingkat kesamaan dalam menilai ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron diantara observer adalah tinggi ( > 0.75) sehingga penilaian skor ekspresi reseptor tersebut dapat digunakan dari salah satu observer untuk analisa lanjutan dari data.

Tabel 4.3 Perbedaan rerata skor ekspresi RE dan RP pada mioma dan miometrium normal

Ekspresi

Kelompok penelitian

Nilai p*

Mioma Miometrium normal

(X ± SD) (X ± SD)

RE 5.83 ± 1.14 3.93 ± 1.59 0.000**

RP 6.50 ± 1.43 4.27 ± 1.94 0.000**

*Uji t tidak berpasangan **p < 0.05

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh kelompok kasus mengeskpresikan reseptor estrogen dengan rerata skor 5.83 ± 1.14 dan reseptor progesteron dan dengan rerata skor 6.50 ± 1.43, serta sebagian besar kelompok kontrol mengekspresikan reseptor estrogen dan reseptor progesteron pada 28 dan 27 pasien, dengan rerata skor adalah 3.93 ± 1.59 dan 4.27 ± 1.94. Nilai p pada tabel diatas adalah hasil perkalian dari nilai p untuk hipotesa dua arah dimana nilainya adalah 0.00 yang menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata ekspresi RE dan RP pada mioma dan miometrium normal. Dengan demikian ekspresi reseptor


(1)

GAMBARAN EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA RESEPTOR ESTROGEN DAN PROGESTERON

Ekspresi negatif reseptor estrogen Ekspresi lemah reseptor estrogen

Ekspresi sedang reseptor estrogen Ekspresi kuat reseptor estrogen

Ekspresi negatif reseptor progesteron Ekspresi lemah reseptor progesteron


(2)

ANALISA STATISTIK

usiakel * kelompok penelitian Crosstabulation

kelompok penelitian Total Kasus kontrol Kasus

usiakel 1.00 Count 6 8 14

% within kelompok

penelitian 20.0% 26.7% 23.3%

2.00 Count 24 22 46

% within kelompok

penelitian 80.0% 73.3% 76.7%

Total Count 30 30 60

% within kelompok

penelitian 100.0% 100.0% 100.0%

1 : =< 40 tahun

2 : > 40 tahun

IMTkel * kelompok penelitian Crosstabulation

kelompok penelitian Total Kasus kontrol Kasus

IMTkel 1.00 Count 0 3 3

% within kelompok

penelitian .0% 10.0% 5.0%

2.00 Count 13 18 31

% within kelompok

penelitian 43.3% 60.0% 51.7%

3.00 Count 12 7 19

% within kelompok

penelitian 40.0% 23.3% 31.7%

4.00 Count 5 2 7

% within kelompok

penelitian 16.7% 6.7% 11.7%

Total Count 30 30 60

% within kelompok

penelitian 100.0% 100.0% 100.0%

1 :

Underweight (< 18.5)

2 :

Normoweight (18.5-24.9)

3 :

Overweight (25-29.9)


(3)

paritaskel * kelompok penelitian Crosstabulation

kelompok penelitian Total Kasus kontrol Kasus

paritaskel 1.00 Count 8 6 14

% within kelompok

penelitian 26.7% 20.0% 23.3%

2.00 Count 4 4 8

% within kelompok

penelitian 13.3% 13.3% 13.3%

3.00 Count 12 9 21

% within kelompok

penelitian 40.0% 30.0% 35.0%

4.00 Count 6 11 17

% within kelompok

penelitian 20.0% 36.7% 28.3%

Total Count 30 30 60

% within kelompok

penelitian 100.0% 100.0% 100.0%

1 :

nullipara

2 : primipara (

1)

3 :

Multipara (2-3)

4 :

Grandemultipara (>= 4)

Group Statistics kelompok

penelitian N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean Usia

pasien

Kasus

30 44.80 6.682 1.220

Control 30 45.17 7.382 1.348

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Usia

pasien

Equal variances assumed

1.926 .170 -.202 58 .841 -.367 1.818 -4.005 3.272

Equal

variances not assumed


(4)

Group Statistics

kelompok

penelitian N Mean

Std. Deviation Std. Error Mean IMT pasien Kasus

30 26.207 4.7941 .8753 Control 30 23.047 3.6952 .6746

Independent Samples Test

Group Statistics

kelompok

penelitian N Mean

Std. Deviation Std. Error Mean Paritas pasien kasus

30 2.23 1.995 .364

kontrol 30 3.00 2.334 .426

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Differe nce 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower IMT

pasien

Equal variances assumed

.645 .425 2.859 58 .006 3.1600 1.1051 .9479 5.3721

Equal

variances not assumed

2.859 54.468 .006 3.1600 1.1051 .9448 5.3752

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Paritas

pasien

Equal variances assumed

.682 .412 -1.368 58 .177 -.767 .561 -1.889 .355

Equal

variances not assumed


(5)

Nilai kappa RE Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error(a)

Approx. T(b)

Approx. Sig.

Measure of Agreement Kappa .914 .041 14.547 .000

N of Valid Cases 60

a Not assuming the null hypothesis.

b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Nilai kappa RP Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error(a)

Approx. T(b)

Approx. Sig.

Measure of Agreement Kappa .816 .056 13.748 .000

N of Valid Cases 60

a Not assuming the null hypothesis.

b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Group Statistics

kelompok penelitian N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Skor Ekspresi RE Kasus 30 5.83 1.147 .209

Control 30 3.93 1.596 .291

Skor Eskpresi RP Kasus 30 6.50 1.432 .262

Control 30 4.27 1.946 .355

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower

Skor Ekspresi RE

Equal variances assumed

.907 .345 5.295 58 .000 1.900 .359 1.182 2.618

Equal

variances not assumed

5.295 52.654 .000 1.900 .359 1.180 2.620

Skor Eskpresi RP

Equal variances assumed

2.498 .119 5.062 58 .000 2.233 .441 1.350 3.117

Equal

variances not assumed


(6)

ANOVA

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Skor Ekspresi RE

Between

Groups 3.244 2 1.622 1.254 .301

Within Groups 34.923 27 1.293

Total 38.167 29

Skor Eskpresi RP

Between

Groups 5.692 2 2.846 1.428 .257

Within Groups 53.808 27 1.993