Peranan Sifat Anatomi, Kimia dan Fisik Terhadap Mutu Rekayasa Rotan

PERANAN SlFAT ANATOMI, KlMlA DAN FlSlK
TERHADAP MUTU REKAYASA ROTAN

oleh :

Osly Rachman
IPK a0632

PROGRAM PASCA SARJANA
lNSTlTUT PERTANlAN BOQOR
t 996

Dan Dia (Allah) menundukkan bagi kamu (manusia)
apa yang ada di langit dan di bumi semuanya
berasal daripadaNya. Sesungguhnya dalam ha1 itu
terdapat berbagai pelajaran bagi kamu yang mau
berpikir (Qur'an surah al-Jatsiah [ 4 5 ] : 1 3 )

Barang siapa yang mengembara mencari ilmu pengetahuan maka ia ada
di jalan Allah sampai ia kembali ke
rumahnya (Xadist, Turmizi)


RINGKASAN

Osly Rachman.

Peranan Sifat Anatomi, Kimia dan Fisik

terhadap Mutu Rekayasa Rotan, dilaksanakan dibawah bimbingan
Prof.Dr,Ir. H.M.
serta 1
D r I r H

Surjono Surjokusumo, MSF

Zahrial Coto,MSc; D r I r H
Eriyatno, MSAE dan

1

,


sebagai Ketua

Kurnia

Sofyan;

Wasrin Syafii, MAgr

sebagai Anggota.
Masalah rotan Indonesia saat ini adalah belum tersedianya rotan yang bermutu penggunaan sehingga kekayaan jenis
tidak dimanfaatkan secara maksimal. Penelitian ini

bertu-

juan untuk mencari indikator mutu rotan dari sifat fisikmekaniknya serta mempelajari peranan sifat anatomi-kimia
baik pada indikator mutu maupun pada sifat fisik-mekanik
rotan.
Bahan penelitian terdiri dari 9 jenis rotan, yaitu :
manau (Calamus manan), semambu (C.scipionum) dari Lampung;

seuti (C.ornatus), balukbuk (C,burckianus), tretes (Daemonorops heteroides ) ,

sampang (Khorthalsia tysmanii) dari

Jawa Barat; serta tohiti (Calamus inops), batang (C. zolingeri) dan galaka (Calamus spp) dari Sulawesi Tengah.
Sifat dasar rotan yang diamati meliputi 26 sifat dasar,
yang terdiri dari 11 sifat fisiko-mekanik, 7 sifat anatomi
dan 8 sifat kimia. Di dalam sifat kirnia termasuk struktur
lignin dan kristalinitas selulosa rotan-.

Standar pengujian

yang digunakan merujuk kepada SIX,

Karnasudirdja

(1974), Pandit (1991), Bodig dan Jayne (1982) dan Lin dan
Dence (1992).
Kumpulan data primer diolah dengan analisis gerombol
berhirarki untuk pengelompokan jenis-jenis rotan yang diteliti. Untuk mengetahui perbedaan sifat antar kelompok jenis

dilakukan uji beda rata-rata dengan menggunakan statistik F,
dan uji Duncan.
rotan

Selanjutnya, data primer fisik mekanik

digunakan sebagai basis data untuk

indikator

mendapatkan

mutu rotan melalui teknik regresi beserta korela-

sinya dan seleksi faktor. Untuk mengetahui peranan sifat
dasar anatomi-kimia terhadap indikator mutu dan sifat fisik
mekanik dilakukan analisis regresi linier dan nonlinier
serta regresi linier multipel
~ a s i lanalisis gerombol dengan metode pautan rata-rata
mengelompokkan rotan menjadi


3 kelompok

jenis. Kelompok

pertama adalah manau, tohiti dan batang dengan sifat fisik
mekanik tertinggi. Kelompok kedua adalah semambu, seuti dan
galaka.

Sedangkan kelompok ketiga,

dengan sifat fisik

mekanik terendah adalah tretes, balukbuk dan sampang.
Indikator mutu rotan yang tampil dari 11 peubah sifat
fisik mekanik yang diteliti adalah MOE dan BJ.

Hasil anali-

sis korelasi menunjukkan bahwa MOE dapat dipakai sebagai

penduga keteguhan lentur maksimum dan sekaligus keteguhan
torsi maksimum. Jadi, UOE sebagai persyaratan mutu rotan
secara kuantitatif menjadi lebih mantap-.

Bentuk-bentuk regresi linier sederhana dan multipel
antara sifat anatomi-kimia

dengan indikator mutu

rotan

menunjukkan adanya peranan tunggal dan peranan bersama sifat
anatomi-kimia pada MOE sebagai indikator mutu rotan.
Sifat anatomi yang berperan secara tunggal terhadap
indikator MOE adalah kerapatan ikatan pembuluh yang ditunjukkan oleh hubungan linier positif dengan r2 = 0,60; dan
peranannya lebih tinggi jika bersama persen serat (R* =
0,80).
Komponen kimia secara tunggal tidak berpengaruh pada
indikator MOE, kecuali bersama dengan sifat anatomi. Komponen kimia yang nyata pengaruhnya pada MOE adalah lignin
bersama kerapatan ikatan pembuluh yang membentuk hubungan

linier positif (R2= 0,65)

. Peranan lignin tampil lebih nyata

bersama kerapatan ikatan pembuluh dan panjang serat yang
menbentuk hubungan regresi liniar multipel dengan R ~ =
0.93.
Untuk mengetahui lebih jauh peranan struktur lignin dan
selulosa dalam menentukan MOE dan sifat keteguhan rotan,
maka telah dilakukan analisis regresi korelasi 3

jenis

prazat lignin (hasil oksidasi lignin dengan nitrobenzen;
syringaldehide, vanilin dan para-hydroxybenzaldehide) dan
kristalinitas selulosa dengan sifat keteguhan.

Hasilnya

menunjukkan bahwa kenaikan kandungan syringaldehide akan

aeningkatkan MOE rotan (r2=0,7 4 ) .

Kristalinitas selulosa

rotan lebih rendah daripada kayu, yaitu 38

-

51 % dan tidak

menunjukkan hubungan signifikan dengan kekuatan.
Silika berperan meningkatkan MOE jika bersama kenaikan
kerapatan ikatan pembuluh. Peranan silika pada MOE tampil
lebih nyata bersama kerapatan ikatan pembuluh dan persen
serat yang ditunjukkan oleh persamaan regresi linier multi-

-

pel dengan ~ ~ = 0 , 9 4
Kerapatan ikatan pembuluh selalu muncul dalam membentuk

hubungan fungsional dengan MOE. Dengan demikian kerapatan
ikatan pembuluh dapat dijadikan faktor penentu untuk pendugaan MOE.
penduga

Penggunaan kerapatan ikatan pembuluh sebagai

MOE

secara

praktis

mudah

dilakukan karena mudah

dihitung jumlahnya per satuan luas pada penampang lintang
rotan baik dengan mata telanjang atau dengan l o u p e ,
Berdasarkan hasil analisis regresi sederhana dan korelasinya pada taraf nyata 5 8 diketahui bahwa sifat anatomi
lebih berperan


terhadap

keteguhan

rotan daripada sifat

kimianya. Sifat anatomi yang sangat berperan adalah faktor
kelangsingan sel. Faktor ini berkorelasi cukup besar dengan
keteguhan lentur maksimum (r=0,90), rangkak (r=

-

0,71) clan

semua sifat kelenturan dan torsi lainnya (r > 0 , 7 0 ) .

Persen

pori, terutama protoxylem dengan struktur dindingnya berbentuk spiral dengan gulungan yang rapat ternyata berkorelasi

linier positif dengan torsi maksimum (r=0,69).

Keteguhan lentur maksimum dapat diduga lebih baik oleh
MOE melalui hubungan geometris dengan r = 0,81. Keteguhan
torsi maksimum lebih mudah diduga oleh modulus torsi melalui
persamaan regresi logaritmik-resiprokal dengan r = 0,73.
Sedangkan rasio elastoplastis dapat diduga lebih tepat oleh
rangkak melalui

persamaan

eksponensial

dengan koefisien

korelasi, r = 0 , 7 6 .
Konsepsi penentuan mutu didasarkan kepada indikator
MOE.

Dengan

demikian,

penentuan

mutu

dilakukan melalui

metoda "non destructive1@. Berdasarkan indikator ini kelas
mutu rotan dibagi menjadi tiga, yaitu untuk mutu I, mutu I1
dan mutu I11

dengan sebutan MI, MI1 dan MIII. Rentang nilai

MOE rotan yang termasuk MI, MI1 dan MI11 masing-masing
adalah lebih dari 2030 Mpa, 2030
1110 #Pa.

-

1110 MPa dan kurang dari

Summary

Osly Rachman. The Role of anatomy, chemical and physical properties on engineering quality of rattan, was studied
under supervision of committee consisted of Prof. Dr. Ir.
H.M.

Surjono Surjokusumo, MSF, as chairman, and Dr.

Zahrial Cotto, M.Sc.;

Dr. Ir. H. Kurnia Sofyan;

Ir.

Dr. Ir. H.

Eriyatno, MSAE and Dr. Ir. Wasrin Syafii, MAgr as members.
The current problem of Indonesia rattan industry is
lacking of manufactured rattan quality, therefore, the abundance of rattan species has not been utilized optimally. The
aim of this research are searching quality indicator of
rattan based on their physico-mechanical properties, and to
investigate the role of anatomical and chemical properties
on both quality indicator and physico-mechanical properties
of rattan.
Raw materials used in this research were nine rattan
species, they are : manau (Calamus manan) and semambu (C.
scipionum) from lampung; seuti

(C,

ornatus), balukbuk (C.

burkckianus), tretes (Daemonorops heteroides), and sampang
(Khorthalsia tysmanii ) from West Java ; and tohiti (Calamus
inops), batang

(C,

zolingeri), and galaka (Calamus spp) from

Central Sulawesi.
Twenty six basic properties of rattan were observed
which consisted of 11 physical and mechanical properties,

7

anatomical properties

and

8 chemical properties including

lignin structure and cellulose crystallinity. The standard
used for these testing were the SII (Indonesia Industrial
Standard, 1981, 1985), Karnasudirdja, &

a. (1974), Pandit

(1991), Bodig and Jayne (1982) and Lin and Dence (1992).
The primary data were processed using a discriminant
analysis method for group of rattan species.

The F test and

Duncan test were used to test the difference between means
of the species group properties.

The primary data of rattan

physical and mechanical properties were then used as the
basic data to obtain rattan quality indicator using a regression technique. The role of the anatomical and chemical
basic properties on

quality indicator and physical mechani-

cal properties were also analyzed by employing linier and
non-linier, and multiple linier regression.
The discriminant analysis showed that rattan can be
classified into three species group. The first group, with
the best physical and mechanical properties, were manau,
tohiti and batang. The second group

were semambu, seuti and

galaka, and the third group, which has the lowest physical
mechanical properties, were tretes, balukbuk and sampang.
The

quality

indicators

of

rattan

are

Modulus

of

Elasticity (HOE) and Specific Gravity (SG) which appeared
from 11

variables of

physical and

mechanical

properties.

viii

Correlation analysis showed that

MOE can be used as a pre-

dictor for maximum bending and maximum torsion strength.
Therefore, using MOE as quality requirement indicator is
quantitatively proper.

The simple and multiple
anatomical

and

linier regression between

chemical properties, and rattan quality

indicator revealed that there were a single and multiple
roles on

the rattan quality indicator.

Anatomical properties which have individual

role on

MOE indicator was vascular bundle density which were indicated by positive linear relationship with r 2 of 0.60, and
higher role would be appeared by combining it with fiber
percentage (R2 = 0.80).
Individually, chemical component did not affect MOE
indicator, unless it was combined with anatomical proper-

ties. The chemical

properties having significant effect on

MOE were lignin together with vascular bundle density, which
giving a positive linier relationship (R2 = 0.65).

The role

of lignin was more significant, in its combination with
vascular bundle density and fiber length, which forming
multiple linier regression relationship with R 2 = 0.93.
To further investigate the role of lignin and cellulose
structure's

in

determining

rattan

strength properties,

regression-correlation analysis was employed on of three
kinds of lignin precusors (results of lignin oxidation

with

nitrobenzene,

i.e.

syringaldehyde, vaniline

and

para-

hydroxybenzaldehide), and crystallinity of cellulose with
strength properties. The results indicated that the increase
in syringaldehide content would increase rattan MOE (r2 =
The cellulose crystallin of rattan was less than the

0.74).

crytallinity of wood (38

-

51 % )

and it did not show

sig-

nificant relationship to strength properties.
Silica had role to increase MOE if combined with the
increase of vascular bundle density. The role of silica
together with

vascular bundle density and fiber percentage

on MOE appeared to be more significant as indicated by
multiple linier regression equation with R 2 of
Vascular bundle

0.94.

density almost always appeared in

forming a fungsional relation with MOE. Therefore, vascular
bundle density could be used as a primary factor in the
determination of MOE. Vascular bundle density as MOE predictor can be used easily by calculating the number of vascular
bundle per area in cross section of rattan without and with
loupe
Based on the results of the simple regression analysis
and its correlation at 5% confidence level, anatomical
properties had more significant role on rattan strength than
those of chemical properties.

The anatomical properties

which had the highest role were fiber slenderness. This factor had

a relative strong correlation with

maximum bending

-

0.71), and other bending

and torsion properties (r > 0.70).

The vessel percentage,

strength (r = 0.90),

creep (r =

especially protoxylem with spiral wall structure had significant positive linier correlation with maximum torsion (r
= 0.69).

Maximum bending strength could be better predicted by
HOE through geometrical relationship with r of 0.81. Maximum
torsion strength was easily predicted by torsion modulus
using the equation of reciprocal-logarithmic regression with
r of 0.73.

However, elastoplastic ratio could be predicted

more precise by creep through hyperbolic regression with r
of 0.76.
The concept of determination of rattan quality which
was based on MOE indicator, was reflected a non destructive
test method. Based on this indicator, rattan quality could
then be classified into three grade, namely : first grade
with MOE of more than 2,030 HPa; second grade with a range
of 1,110

-

2,030 MPa; and the third grade with MOE of less

than 1,110 MPa.

P E R A N A N S I F A T ANATOMI, KIMIA DAN F I S I K

TERHADAP MUTU REKAYASA ROTAN

oleh :

Osly Rachman
IPK 90532

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Doktor

Pada
Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor
Jurusan Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Bogor

1996

Judul Disertasi

:

PERANAN SXFAT ANATOMI, KINIA DAN
FISIK TERHADAP HuTu REKAYASA ROTAN

Nama mahasiswa

:

Osly Rachman

Nomor pokok

:

90532

Program studi

:

Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Bidang/minat

:

Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

1. Komisi Pembimbing :

Prof.Dr.1r.H.M.
/

'/ -----\\

Surjono Surjokusumo, MSF
Ketua
\

-

.-

Dr. Ir. Zahrial Coto, MSc

Dr. Ir. H. Kurnia Sofyan

Anggota

Dr.Ir. Wasrin Syafii, MAgr
Anggota
2. Ketua Program Studi

(Dr.Ir. Zahrial Coto,M.Sc)

Tanggal Lulus

: 06 Februari 1996

am Pasca Sarjana
tanian Bogor

RIWAYAT

HIDUP

Penulis adalah anak ke tujuh dari tujuh bersaudara yang
dilahirkan di Lubuk Basung (Sumatera Barat) pada tanggal 7
Juni 1944 dari ayah bernama Abdurachman dan Ibu bernama Siti
Banusam.
Pada tahun 1953, penulis mulai memasuki pendidikan
formal di Sekolah Dasar Negeri I Lubuk Basung dan menamatkannya pada tahun 1959. Pada tahun 1960 penulis memasuki
Sekolah Menengah Pertama Negeri XIV di Jakarta dan tamat
pada tahun 1962. Penulis memasuki Sekolah Menengah Atas
Negeri VfII Jakarta dan lulus tahun 1965.
Penulis memasuki pendidikan tinggi di Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian, IPB pada tahun 1965 dan tamat
pada tahun 1973. Setelah menamatkan pendidikan S1 penulis
bekerja sebagai tenaga peneliti di Lembaga Penelitian Hasil
Hutan, Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian
di Bogor. Dalam pekerjaannya penulis pernah menjabat Kepala
Sub Bagian Pengerjaan dan Konstruksi Kayu kemudian mengkhususkan diri dalam bidang fungsional penelitian kayu dan
rotan. Dari perkawinannya dengan Nursahati, SH

sejak 1976

telah dikurniai dua orang anak, yaitu Prima Jiwa Osly dan
Maulana Jiwa Osly.

Pada tahun 1981 penulis melanjutkan

pendidikannya di Fakultas Pasca Sarjana IPB, jurusan Ilmu
Perkayuan dan Pengelolaan Hutan dan menyelesaikan studinya
pada tahun 1987.

xiii
Setelah memperoleh Magister Sains penulis kembali aktif
melakukan tugas penelitian, menulis makalah ilmiah, sebagai
Tenaga Pengajar Luar Biasa IPB dan Pembimbingan Mahasiswa,
melakukan kerja sama penelitian dalam dan luar negeri serta
beberapa kali melaksanakan diklat pengujian produk kayu dan
rotan.

Dengan aktifitas tersebut, saat ini penulis telah

menduduki jabatan fungsional peneliti, yaitu Ahli Peneliti
Madya bidang Pengolahan Hasil Hutan di Departemen Kehutanan.
Pada

tahun

1990

penulis

melanjutkan

pendidikannya

sebagai mahasiswa program S3 (Doktor) dari Badan Litbang
Kehutanan di Program Pasca Sarjana IPB dan memilih jurusan
Ilmu Pengetahuan Kehutanan sebagai bidang keahliannya.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor di
Program Pasca Sarjana IPB, penulis melakukan serangkaian
penelitian dan penyusun karya tulis ilmiah dengan judul
Peranan Sifat Anatomi, Kimia dan Fisik terhadap Mutu Rekayasa Rotan.

KATA

PENGANTAR

Karya ilmiah ini diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan Program Doktor ( S3 ) pada Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.

Ide penelitian

dengan

judul

Peranan Sifat Anatomi, Kimia dan Fisik terhadap Mutu Rekayasa Rotan dilatar belakangi oleh keanekaragaman jenis Ban
potensi produksi rotan Indonesia yang sangat tinggi akan
tetapi jenis-jenis yang dimanfaatkan masih sangat terbatas.
Keadaan ini terutama disebabkan oleh kurang mantapnya standardisasi rotan Indonesia.

Penelitian ini akan mencoba

mengungkapkan bagaimana indikator mutu rotan dapat ditentukan secara efektif-operasional sehingga dapat digunakan
sebagai persyaratan mutu rotan. Selanjutnya, dengan mengetahui sifat dasar yang mempengaruhi indikator mutu, kemungkinan perbaikan mutu melalui perlakuan dalam pengolahan atau
tindakan silvikultur selama pertumbuhan dapat diupayakan.
Penelitian ini dilaksanakan di bawah bimbingan Prof.Dr.
1r.H.M.Surjono

Surjokusumo,MSF sebagai ketua, Dr,Ir.Zahrial

Coto,MSc, Dr.Ir.H.Kurnia
Dr.Ir.Wasrin

Syafii,WAgr

Sofyan, Dr.Ir,H.Eriyatno,MSAE,

dan

sebagai anggota. Atas bimbingan

dan pengarahan beliau sampai selesainya karya ilmiah ini
penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi tingginya.
Ucapan terimakasih disampaikan juga kepada Kepala Badan
Penelitian

dan

Pengembangan Kehutanan

serta

Sekretaris

Jenderal Departemen Kehutanan yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti program S3 dan
pendanaan bagi pelaksanaan penelitian ini.
Sebagai suatu hasil karya manusia yang tidak pernah
luput dari keterbatasan maka penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik konstruktif.

Masukan demikian akan sangat

bermanfaat untuk mencapai taraf kesempurnaan suatu karya
ilmiah yang selalu mehcari kebenaran hakiki.
kepada semua

pihak

yang turut

Akhirul kata,

membantu dan memberikan

dorongan kepada penulis tidak lupa diucapkan terimakasih.

Bogor, Januari 1996
Penulis

UCAPAN

TERIMA

KASIH

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena
berkat inayahNya berupa kekuatan lahir dan bathin, penulis
telah dapat memulai dan mengakhiri tugas-tugas selama dalam
pendidikan Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
di Bogor.
Dengan selesainya tugas ini, penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat Bapak Prof-Dr. H - M.

Surjono Surjokusumo, MSF

selaku Ketua Komisi Pembimbing; Bapak Dr. Ir. Zahrial Coto,
MSc,

yang

sejak awal tumbuhnya ide

penelitian ini; Bapak Dr1r.H.

selalu mengarahkan

Kurnia Sofyan;

D r I r H Eriyatno, MSAE, dan Bapak Dr.1r.

Bapak

Wasrin Syafii,

MAgr masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas
segala bimbingan, dorongan dan nasehat yang diperoleh penulis baik sebelum maupun pada waktu menyelesaikan tugas akhir
pendidikan ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan
Bapak Dr-Ir. Toga Sililonga, MSc. dan Direktur Pengembangan
dan Mutu, PT. Sucofindo, Bapak Dr. Hardi Gianto atas kesediaannya sebagai Penguji Luar Komisi serta sarannya yang
bermanfaat

.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil

xvi i

Hutan yang telah memberikan kesempatan dan perhatian kepada
penulis. Demikian juga kepada Bapak Rektor Institut Pertanian Bogor beserta staf dalam lingkungannya,
Program Pascasarjana beserta unit

terutama

tata usaha, yang telah

memberikan fasilitas selama penulis belajar di Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan pula
kepada Bapak

Junus

Dali

dan

Drs. Yana Sumarna, MS staf

peneliti pada Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam; Bapak
Dr.

Johanis P, Mogea, Herbarium Bogoriensis, Puslitbang

Biologi LIPI; Saudara Dr.

Ir. Johny Wahyudi Soedarsono,

Jurusan Metalurgi Fakultas Teknik Universitas Indonesia;
Bapak Dr. Gatot Ibnusantoso dan Dra. Susie Sugesty, Balai
Besar Litbang Industri Selulosa;

Bapak

Ir. Jumarman,

Direktur Industri Kayu dan Rotan, Ditjen Industri Aneka,
Departemen Perindustrian; Ir. Fauzi, Puslitbang Tanah dan
Agroklimat, ,Badan Litbang Pertanian; Dr. Ir. Myrtha Karina
dan Ir. Retno, Puslitbang Fisika Terapan LIPI Bandung;
penulis mengucapkan terima

kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya atas bantuan moral dan material yang
telah diberikan dan saya yakin tanpa bantuan itu semua
pengamatan ini tidak akan selesai.
Selanjutnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya disampaikan kepada teman sejawat peneliti
di Badan Litbang Kehutanan sebagai mitra belajar dan diskusi, terutama rekan peneliti Dr. M. Bismark, Dra. Jasni;

xviii

Aris Marianto, BSc dan Heri Hermawan serta karyawan Puslitbang Hasil Hutan yang telah banyak menyumbangkan tenaga,
fikiran serta memberi semangat kepada penulis. Khusus kepada
ananda tersayang Maulana Jiwa Osly diucapkan terima kasih
yang tulus karena dengan tenang dan tekun telah membaca
kalimat demi kalimat sehingga tulisan ini dapat terbaca
dengan baik.
Akhirnya

ucapan

terima kasih dan

penghargaan

yang

sangat dalam ditujukan kepada isteri dan kedua anak tersayang, yang dengan kesetiaan dan ketabahan hati mendampingi
dan mendoakan penulis hingga ke akhir tugas ini.

Bagi

penulis, mereka adalah insan-insan pemacu semangat juang
yang menyuguhkan inspirasi yang tidak ternilai.
Sebagai suatu hasil karya manusia yang tidak pernah
luput dari segala keterbatasannya, penulis yakin bahwa karya
ilmiah ini belum mencapai taraf kesempurnaan. Oleh karena
itu, penulis sangat berterima kasih dan menghargai saran
serta usul yang konstruktif baik yang berasal dari kolega
maupun para pembaca yang bersimpati demi kesempurnaan karya
ilmiah ini.

Bogor, Januari 1996
Penulis

DAFTAR IS1
Halaman
RINGKASAN
SUMMARY

i
vi

KATA PENGANTAR

xiv

DAFTAR IS1

xix

DAFTAR TABEL

xxii

DAFTAR GAMBAR

xxiv

DAFTAR LAMPIRAN
I.

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. POLA PEMIKIRAN

11. TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN KEKERASAN DAN ELASTISITAS
MENURUT STANDARDISASI DAN MEKANIKA
B. KERAPATAN, BERAT JENIS DAN TEGANGAN-REGANGAN
D A M TEORI LENTUR STATIS
1. Kerapatan dan Berat Jenis

2. Tegangan-Regangan Dalam Teori Lentur Statis
C.

PENGEMBANGAN HUKUM HOOKE DAN REOLOGI
B A W BERKAYU

D. MODEL REOLOGI DAN PEMBENTUKAN ELASTOPLASTISITAS
E. JENIS DAN PENYEBARAN ROTAN
F. STRUKTUR ANATOMI, KOMPONEN KIMIA DAN KEAWETAN

xxv

Halaman
G.

PENDUGAAN SIFAT KETEGUHAN MAKSIMUM ROTAN

H. KONSEPSI PENENTUAN MUTU ROTAN
V. KESIMPULAIU DAN SARAN

A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAXA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

Teks

28

1. Penyebaran Pertumbuhan Rotan di Asia
2. Penyebaran Pertumbuhan Jenis Rotan di

3.

Tabel

4.

Tabel
Tabel

5.

Tabel

7.

6.

Indonesia
Areal Rotan dan Potensinya di Beberapa
Propinsi
Jenis-jenis Rotan Berdiameter Besar
( > 20 nun) di Indonesia
Komposisi Kimia Rotan dan Kayu
Hubungan Antara Proporsi Relatif Pori,
Serat dan Parenkim dengan Berat Jenis
pada Kayu Daun Lebar
Hubungan Antara Jumlah Sel Schlerenchyma

dan Kekuatan Tarik Rotan
8. Struktur Anatomi Tiga Jenis Rotan
Tabel 9.
Tabel 10.
Tabel 11.
Tabel 12.
13.

Tabel 14.
Tabel 15.
16.

dari

Kerala, India
Contoh Jenis Rotan Untuk Penelitian
Model-Model Regresi Untuk Analisis
Rangking Sifat Dasar Rotan
Urutan Keteguhan Rotan Berdasarkan Sifat
Dasar
Nilai Rata-rata Sifat Fisik-Mekanik
Kelompok Jenis Rotan
Sifat Fisik-Mekanik yang Mungkin Sebagai
Indikator Mutu Rotan
Hubungan Modulus Elastisitas (MOE) dengan
Sifat Fisik-Mekanik
Hubungan MOE dengan Dua Sifat FisikMekanik

29

31

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Teks

Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar

4.

5.
6.

7.

Gambar 8.
Gambar 9A.
Gambar 9B.
Gambar 10.

Gambar 11A.
Gambar 11B.
Gambar 11C.
Gambar 11D.
Gambar 11E.

Halaman

Diagram Tegangan-Regangan Ideal pada
Uji Lentur Statis ~ a m p a iRusak
Hubungan Tegangan-Regangan Rotan dari
Hasil Uji Lentur Statis
Hubungan Regangan dan Waktu pada Bahan
Elastoplastis
Struktur Anatomi Batang Rotan
Alat Uji Torsi
Alat Uji Rangkak
Diagram Alir Deskriptif Prosedur Analisis
Data
Dendogram dengan Metode Pautan Rata-rata
Grafik Hubungan Linier Persen Pori dengan
Torsi Maksimum
Grafik Hubungan Kuadratik Silika dengan
Tegangan Lentur Elastis
Dinding Sel Protoxylem (X) Rotan Batang
( C a l m s solingeri) pada Penampang
longitudinal
Grafik Hubungan Geometrik Lentur
Maksimum dengan MOE
Grafik Hubungan Log Resiprokal Torsi
Maksilaum Dengan Modulus Torsi
Grafik Hubungan Log Resiprokal Torsi
Maksimum dengan Torsi Elastis
Grafik Hubungan Eksponensial Rangkak
dengan Berat Jenis
Grafik Hubungan Hiperbola Rasio Elastoplastis dengan Rangkak

Nomor

Teks

Lampiran 1. Rekapitulasi Nilai Rata-rata Hasil
Pengamatan
Lampiran 2. Deskripsi Nilai Pengamatan
Lampiran 3. Histogram Sifat Dasar 9 Jenis Rotan
Lampiran 4. Matriks Korelasi Antar Sifat FisikMekanik
Lampiran 5. Matriks Korelasi Antar Sifat FisikMekanik dan Sifat Anatomi
Lampiran 6. Matriks Korelasi Antar Sifat FisikMekanik dan Kimia
Lampiran 7. Struktur Lignin Rotan Hasil Oksidasi
Nitrobenzen
Lampiran 8. Matriks Korelasi Antar Sifat FisikMekanik dan Lignin Serta Tiga Komponen
Lignin
Lampiran 9. Hubungan MOE dan Tegangan Lentur
Maks imum

Halaman

I - PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rotan

yang

dikenal

sehari-hari

adalah

batang

dari

tanaman palmae yang memanjat. Tanaman ini terutama tumbuh di
hutan alam dan hutan sekunder atau

di daerah semak belukar

di daerah tropis.

setelah rnasak tebang,

Rotan dipungut

kemudian diangkut dan diolah dengan cara-cara yang masih
sederhana oleh masyarakat di pedesaan. Oleh karena itu rotan
merupakan rnata pencaharian bagi masyarakat desa dan penduduk
yang tinggal di sekitar hutan.
hutan, rotan termasuk ke dalam

Dalam

klasifikasi

hasil

hasil hutan non kayu (non

wood forest products) dengan nilai produksi terbesar setelah
hasil hutan utama berupa kayu.
Di dunia, tumbuhan ini penyebarannya berpusat
Tropis, terutama

di

Asia

di Asia Tenggara. Di wilayah ini ditemui

10 dari 13 genera yang ada dan meliputi 85 % jenis rotan di
muka bumi ini.
Di Indonesia tercatat 8 genera dengan 306 jenis rotan
dan menyumbangkan produksinya 80 % ke pasaran internasional
(Dransfield, 1974; Anonimous, 1986; Sumarna, 1986). Dengan
demikian

Indonesia merupakan

sumber daya

rotan

terkaya

didunia, baik dalam keanekaragaman genera dan jenis maupun
jumlah produksi. Namun demikian jenis-jenis yang dikenal
dalam penggunaan tidak lebih dari 30 jenis. Sedangkan jenisjenis

yang

sangat umum diperdagangkan masih terbatas pada

jenis-jenis

rotan elit

(superior), yaitu

: rotan

manau

(Calamus manan), rotan sega (Calamus caesius), rotan irit
(Calamus trachycoleus) dan rotan tohiti (Calamus inops).
Keunggulan jenis-jenis elit ini disebabkan sifat-sifatnya
yang secara universil sangat disukai, yaitu cukup elastis,
kekerasan memadai, berwarna kuning cerah dan awet.
Makin meningkatnya perdagangan rotan akhir-akhir ini
menyebabkan

semakin menipisnya

jenis-jenis

rotan

elit

tersebut dihutan, disebabkan oleh tekanan eksploitasi yang
berlebihan. Bahkan jenis-jenis tersebut dikhawatirkan akan
punah sebelum sempat dibudidayakan. Untuk mengantisipasi ha1
itu, mengingat negeri ini sangat kaya akan jenis rotan, maka
upaya mempromosikan jenis-jenis kurang dikenal dalam penggunaan dan perdagangan, yang sementara ini masih dianggap
inferior, perlu dilakukan.
Dalam standardisasi rotan Indonesia, persyaratan untuk
menentukan mutu rotan bulat didasarkan kepada sifat fisis
(warna, kecerahan, kesilindrisan

batang dan

lain-lain),

cacat biologis-fisis (lobang gerek, blue stain, pecah kulit,

goresan

pada permukaan kulit dan

lain-lain),

dan sifat

mekanis. Parameter sifat mekanis yang dipakai adalah kekerasan dan elastisitas.
Pada dasarnya penilaian orang terhadap warna, kecerahan
dan bentuk batang adalah bersifat tidak tetap sehingga ada
kemungkinan suatu saat dapat berubah tergantung pada selera

(Anonimous, 1985).

Sedangkan cacat

fisis dapat diatasi

melalui teknik penanganan dan cacat biologis melalui pengawetan. Dengan demikian kekerasan dan elastisitas merupakan
persyaratan paling strategis dalam menentukan mutu rotan
untuk rekayasa atau pengolahan. Hal ini mengingat dalam
pengolahan

hampir semua rotan mengalami pelengkungan,

pemuntiran atau penekukan baik untuk memenuhi keperluan
fungsional maupun estetika. Sampai saat ini penilaian kekerasan

dan elastisitas dilakukan dengan cara yang masih

sangat sederhana, yaitu membengkokkan sepotong rotan dengan
tangan kemudian dinilai secara subjektif. Kriterianya adalah
"kerasl*atau I1tidak kerasll dan

el as ti^^^ atau %idak

elas-

tiset.Kriteria tersebut di atas tidak memberikan ukuran yang
jelas tentang kemampuan rotan untuk dapat diolah

lebih

lanjut dan digunakan sebagai produk akhir.
Oleh karena kurang sempurnanya metoda penentuan kualitas rotan maka klasifikasi rotan yang dinilai bermutu baik
umumnya mengacu kepada jenis-jenis rotan tertentu saja,
yaitu jenis-jenis rotan elit. Pemunculan jenis-jenis baru di
pasaran yang secara implisit mungkin sifat fisisnya baik dan
mengandung cacat biologis minimum tetapi

konsumen masih

ragu-ragu terhadap mutunya (dalam arti kemampuannya untuk
diolah), sehingga jenis tersebut kurang atau tidak laku di
pasaran. Dengan demikian kebijaksanaan yang tertuang dalam
Standardisasi Rotan

Indonesia

sampai

saat ini masih

berorientasi kepada nilai kebutuhan/selera konsumen. Seyogianya standardisasi yang baik mampu mengatur keseimbangan
antara nilai kemampuan rotan (termasuk peralatan produksi)
dan nilai kebutuhan (selera konsumen).

Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa ada dua
masalah yang saling terkait, yaitu terbatasnya jumlah jenis
rotan yang dimanfaatkan dan kelemahan salah satu persyaratan
penting dalam penetapan mutu rotan untuk pengolahan, Persyaratan mutu "kekerasanW dan "elastisitasW yang saat ini
digunakan perlu didefinisikan dengan jelas dan dievaluasi
relevansinya dalam pengujian mutu rotan. Persyaratan lain
perlu dicari dan ditambahkan untuk menentukan sifat "kekerasann dan wwelastisitasnrotan,

Untuk penilaiannya dalam

praktek perlu dicarikan indikator mutu rotan yang sederhana,
cepat dan mudah pelaksanaannya tetapi tidak mengurangi sifat
objektifitas dan mempunyai

nilai kuantitatif.

Indikator

tersebut dapat berasal dari beberapa sifat fisik-mekanik
seperti berat-jenis, kerapatan, kekerasan

dan lain-lain.

Dipandang dari segi kimia makromolekuler, rotan adalah
bahan

polimer tinggi alami yang tersusun t e r u t m a dari

polimer selulosa, lignin dan hemiselulosa. Bahan semacam ini
tunduk kepada tingkah laku elastis-plastis yang merupakan
salah satu aspek penting dalam sifat mekanik,

Pada bahan berligno-selulosa daerah elastis dan plastis
tergabung menjadi

satu.

Akan tetapi ada indikasi bahwa

daerah kristalit selulosa bersifat elastis, dan lignin yang
berupa polimer berdimensi tiga beserta rantai selulosa yang
terdisorientasi bersifat plastis.

Indikasi tersebut umumnya

diperoleh dari hasil analisa sifat komponen kimia secara
terpisah. Pembuktian kebenarannya telah diteliti pada serat
( fibres) dan beberapa jenis kayu (Stamm, 1964 ; Kollman dan

C b t h , 1968; Bodig dan Jayne, 1982).

Akan tetapi penelitian

seperti tersebut di atas belum dicobakan pada rotan. Selain
itu, besarnya elastisitas-plastisitas bahan berkayu tidak
hanya ditentukan oleh komponen kimia selulosa

dan lignin

tetapi juga oleh komponen kimia lainnya dan elemen anatomi
(Kollman dan C6t&, 1968).
Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan tujuan
penelitian ini, yaitu :
1. Mencari

indikator mutu rekayasa yang berasal dari

beberapa sifat fisik-mekanik rotan dan

merekomendasi-

kannya sebagai persyaratan mutu yang lebih objektif.
2. Menentukan model hubungan antara indikator mutu dengan

sifat dasar rotan dan menetapkan peranan sifat dasar
yang dominan terhadap indikator mutu.
Untuk mencapai tujuan tersebut telah disusun beberapa
hypotesa sebagai berikut:

1. Jenis-jenis rotan yang saat ini termasuk rotan komer-

sil

(terutama rotan elite) memiliki sifat fisik-

mekanik yang

lebih baik daripada jenis-jenis yang

nir-komersil.
2. Indikator mutu rekayasa dapat diturunkan dari sifat

fisik-mekanik rotan dan mempunyai hubungan yang erat
baik dengan sifat fisik-mekanik lainnya maupun dengan
sifat anatomi-kimia.
3. Sifat-sifat keteguhan statis dan dinamis dapat dira-

malkan malalui sifat fisik, mekanik, anatomis dan
kimia.

XIA.

TINJAUAN

FUSTAECA

PENGWTXAN KEKERASAN DAN ELASTISITAS HEMIRUT STANDARDISASI DAN HEKANIKA

Sangat sukar mencari batasan kekerasan dan elastisitas
dalam Standardisasi Rotan

Indonesia. Sebuah artikel berju-

dul Penetapan Peraturan Pengujian Rotan, Direktorat Jenderal
Kehutanan, 1979 menyatakan bahwa kekerasan dan elastisitas
merupakan satu kesatuan pengertian. Dijelaskan bahwa rotan
dapat dikelompokkan menjadi:
1. Keras, berarti bila rotan dibengkokkan menjadi tidak

patah
2. Setengah keras, berarti bila rotan dibengkokan menjadi

retak/pecah
3. Lunak, berarti bila rotan dibengkokan menjadi patah.

Akan tetapi dalam standardisasi yang lebih baru persyaratan
kekerasan dan elastisitas terpisah tanpa adanya batasan
untuk masing-masing persyaratan tersebut.
Dalam

pengertian

mekanika,

kekerasan

didefinisikan

sebagai ketahanan benda padat melawan masuknya benda padat
lain melalui suatu gaya tekan. Nilai kekerasan ditetapkan
melalui gaya yang diperlukan untuk menancapkan bola baja
(diameter 11,5 mm) pada kedalaman tertentu di permukaan
benda. Penggunaan nilai kekerasan untuk kayu yang bersifat
anisotropis, heterogen, dan higoskopis masih

meragukan.

Namun demikian nilai kekerasan masih dipakai untuk menilai
jenis-jenis kayu yang cocok untuk lantai atau yang menghendaki ketahanan abrasi yang tinggi (Kollmann dan Cat&, 1968).
Elastisitas berasal dari kata Yunani, "elatikosW, yang
artinya mengapung. Dalam mekanika, elatisitas adalah sifat
khas bahan tertentu yang mempunyai kecenderungan kembali ke
bentuk semula setelah mengalami perubahan bentuk (deformasi)
karena pengaruh gaya (tekan, tarik, dorong) dari luar.
Adapun plastisitas adalah sifat khas bahan tertentu yang
cenderung tidak kembali ke bentuk semula setelah mengalami
deformasi (Wangard, 1950; shadily, 1984).
Menurut pengamatan terhadap para penguji rotan di
lapangan maka kekerasan dapat diartikan sebagai besarnya
gaya yang diperlukan oleh kedua tangan untuk melengkungkan
sebatang rotan.

ema akin tinggi gaya dan rotan tidak patah,

berarti rotan semakin keras. Rotan diklasifikasikan sebagai
"kerasW bila memerlukan gaya cukup tinggi.
tas dapat diartikan

Adapun elastisi-

sebagai besarnya lengkungan

dan rotan

tidak patah yang terjadi pada saat pembengkokan. Semakin
besar lengkungan berarti rotan semakin elastis. Rotan diklasifikasikan "elastisggbila lengkungannya cukup besar.
Berdasarkan uraian tersebut di atas jelaslah, bahwa
I1kekerasan dan elastisitas" yang tercantum dalam ~tandardisasi Rotan

Indonesia berbeda dengan

pengertian mekanika.

Pada hakekatnya kekerasan dan elastisitas menurut Standardisasi bila diterjemahkan ke dalam pengertian mekanika masingmasing adalah besarnya gaya (force) yang diperlukan untuk
melengkungkan dan besarnya lengkungan yang terjadi (deflekPenomena ini berkaitan dengan

si) akibat gaya tersebut.

besarnya tegangan lentur (bending stress) dan regangan
(bending strain) yang tirnbul dalam bahan rotan pada saat
pelengkungan (bending) dilakukan.
Kelemahan utama yang dilakukan dalam pengujian rotan
saat ini adalah belum adanya suatu konsensus tentang satuan
tegangan lentur dan

regangan

(defleksi) serta standar be-

sarnya tegangan lentur dan defleksi untuk tingkat mutu rotan
tertentu. Sampai saat ini nilai-nilai itu ditetapkan sendiri
secara subjektif oleh penguji mutu.

Sedangkan tegangan

lentur dan defleksi sangat erat kaitannya dengan sifat
pengolahan rotan baik pada tingkat pengolahan awal rnaupun
pengolahan lanjutan bahkan sampai kepada selama pemakaian
rotan di tingkat konsumen.
Besarnya tegangan lentur dan defleksi serta sifat
fisikomekanis lainnya sangat erat kaitannya dengan berat
jenis

(specific gavity) dan kerapatan

(density) bahan

.

(Haygeen dan Bowyer , 1982) Oleh karena itu berat jenis dan
kerapatan seyogyanya adalah sifat dasar rotan pertama yang
harus diselidiki secara ilmiah.

B- KKRAPATAN, BERAT JENIS DAN !l'EGANGAN-REGANGAN

DALUI TEORI

LENTUR STATIS
1. KERAPATAN D M BERAT JENIS

Konsepsi mendasar tentang kerapatan adalah perbandingan antara massa bahan dengan volumenya dengan satuan
kg/m3, g/cm3 atau lb/ft3. Dalam sistem satuan internasional kg, g dan lb bukan gaya tetapi adalah massa. Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya,
yaitu proporsi rongga kosong pada saat ia ditetapkan.
Sedangkan konsepsi mendasar tentang berat jenis adalah
perbandingan kerapatan bahan dengan kerapatan air pada
suhu

~ O C . Oleh

karena BJ adalah nilai relatif terhadap

kerapatan air maka BJ tidak mempunyai satuan (Haygreen
dan Bowyer, 1982).
Rumus umum untuk kerapatan (K) dan berat jenis (BJ)
suatu bahan adalah sebagai berikut:
K = masss/volume
BJ =

g/cm3, kg/m3, lb/ft3

massa kering tanur/volume
massa air/volume air

Kerapatan sering dinyatakan dalam massa segar dengan
volume segar apabila digunakan untuk menghitung berat
dalam pengangkutan.

Selain itu kerapatan dapat pula

dinyatakan dalam massa kering tanur dengan volume kering
udara atau

massa

kering tanur

dengan volume segar.

Kerapatan papan partikel sering dihitung tanpa memperhatikan kadar airnya.

Berat jenis dapat dinyatakan

dalam keadaan volume

segar, kering udara atau kering

tanur, tetapi massa

selalu dinyatakan dalam keadaan kering tanur.

2. TEGANGAN-REGANGAN DALAM TEORI LENTUR STATIS

Gaya

(force) dalam

sistem

satuan

internasional

adalah besaran turunan dan dapat dinyatakan dalam sebutan
Kg-gaya (Kgf), pon-gaya (lbf) atau berat (weight).

Gaya

adalah massa dikalikan gavitasi dengan satuan turunan kg
m/detik2 yang sama dengan satu Newton.

Apabila suatu

ketika gaya atau berat tersebut bertindak terhadap benda
lain terjadilah tegangan (stress) yang besarnya diukur
dalam satuan gaya atau berat per suatu luasan dengan
satuan Newton/m2, MPa.
dan lain-lain.

(=lo kg/cm2) atau Kgf/cm2, psi.

Tegangan tadi dapat menyebabkan perubahan

bentuk (deformasi, displacement) pada benda yang dikenainya sehingga menjadi tertekan, tertarik, terpilin atau
terlengkung. Perubahan bentuk yang mula-mula dinyatakan
dalam perubahan panjang per satuan panjang benda asal
disebut regangan (strain) (Haygeen dan Bowyer,1982).
Hubungan tegangan-regangan ditemukan pertama kali
oleh Robert Hooke pada tahun 1687 yang menyatakan bahwa
pada benda yang bersifat pegas

(elastis) pertambahan

panjang (regangan) berbanding lurus dengan berat beban
(tegangan). Pada tahun 1907
bahan elastis

sempurna

Young menemukan bahwa pada

perubahan

tsgangan,

a dan

regangan, c adalah sebanding, dengan bentuk hubungan;
a = Y



Koefisien Y disebut ltodulus Young untuk tegangan
tekan atau tarik dan Modulus E l a s t i s i t a s (HOE) untuk
tegangan lengkung (Shadily, 1984; Panshin et all, 1964).
Pada hampir semua buku teks tentang mekanika hubungan
tegangan regangan digambarkan seperti pada

G a n b a r 1.

benda kaku/ra puh
C

%

8

ei

e n e r j i yang dihamburkan

-

benda l i a t / u l e t

R

c
-

permanent s e t

elastic

resilience/
daya l e n t i n g

E"

t

Regangan
Ga.mbar 1.

Diagram tegangan-regangan ideal pada uji
lentur statis sampai rusak (sumber :
Popov, 1968; Panshin et all, 1968).

Untuk kebanyakan bahan polimer alami fungsi linier
hukum Hooke hanya berlaku sampai batas
juga batas

elastis, disebut

proporsi,PL, dengan beban yang rendah dan

waktu pembebanan yang sangat singkat.

Di

luar titik

tersebut apabila tegangan dinaikkan maka kenaikan tegangan tidak lagi proporsional dengan kenaikan regangan,
tetapi kenaikan tegangan semakin meningkatkan regangan,
sehingga kurva tegangan-regangan

menyimpang dari garis

lurus membentuk garis parabola sampai mencapai titik
rusak (failure),R,.
Pada G a r b a r 2 , elastisitas digambarkan oleh area di
bawah garis elastis. Area ini menunjukkan enersi patensial, atau kerja yang dapat balik (recoverable work),
atau daya pegas bahan.

Plastisitas atau disebut juga

permanent set disebabkan oleh

deformasi yang terjadi

tidak dapat dikembalikan. Menurut Panshin et alL, 1968
nilai plastisitas ditunjukkan oleh area di antara proyeksi garis elastis dengan perpanjangan kurva. Plastisitas
akan meningkat terus sampai bahan rusak.

Bahan yang

mengalami deformasi relatif besar dan rusak perlahanlahan sambil menyerap enersi besar dikatakan liat atau
ulet (tough). Sebaliknya, bahan yang pecah secara tibatiba dengan deformasi yang relatif kecil dikatakan rapuh
(brittle).
Beberapa

parameter

yang

dapat

diturunkan

dari

perilaku tegangan regangan adalah modulus elastisitas,
modulus resiliensi dan hamburan enersi, modulus plastisitas serta modulus rigiditi atau modulus kaku.

a. Modulus

last is it as

Modulus

elastisitas

(MOE)

merupakan

ukuran

perbandingan antara tegangan dan regangan yang berlaku
sepanjang garis elastis (Gambar l), dengan rumus umum
MOE =

-

Besarnya tegangan elastis (ae) dapat dihitung
melalui

besarnya

momen

lentur

dan momen

tahanan,

yaitu:

- - Me
W

Dimana

Me adalah momen lentur (bending moment).

Adapun W adalah momen tahanan elastis (elastis resistant moment) yang besarnya

I/y sehingga a, menjadi

dimana, Me = momen elastis =

'eL
4

y = jarak bidang netral 5e tepi batang = D/2
r D
I = momen inersia =
(khusus untuk benda
64

bulat masif)
Dengan cara substitusi diperoleh besarnya a,,
yaitu;

~elanjutnyabesarnya regangan, yaitu perubahan
panjang per panjang awal, adalah:

r
dimana :

6 D f

r

=

perubahan panjang

y

=

panjang awal

Akhirnya diperoleh Modulus elastisitas, yaitu:
4 P, L~
MOE

=

3
dimana, Pe

w

~

~

f

=

beban elastis

L

=

panjang bentang

D

=

diameter rotan

f

=

lendutan elastis/defleksi

b. Modulus resiliensi dan hamburan energi
1stilah lain yang digunakan untuk modulus resiliensi (MRS) adalah energi regangan elastis (elastic
strain energy) per unit volume atau energi yang dapat
dikembalikan

pada saat uji lentur sampai pada batas

elastis. Popov (1968) mendefinisikannya sebagai indeks
kemampuan bahan menyerap atau menyimpan enersi tanpa

deformasi permanen, dengan rumus :

u,

=

ox
2

dimana

E

: Ux = enersi yang disimpan, (MRS)

ox = tegangan pada batas elastis

E

=

modulus elastisitas

Enersi maksimum yang dihamburkan bahan per unit
volume pada saat uji lentur dilakukan sampai pada
tegangan maksimum dicapai, dengan rumus;

.,

'max

- " max
*
2 E

1/3 Vol.

c. Keteguhan lentur maksimum
Keteguhan lentur maksimum dalam buku-buku teks
disebut Hmodulus of rupture" atau nmaximum bending
strengthw, Istilah pertama kurang tepat bila digunakan
pada rotan karena tidak terjadi kerusakan (rupture)
sampai tegangan mencapai maksimum. Tegangan maksimum
dicapai pada saat kenaikan defleksi (strain ) tidak
lagi menyebabkan kenaikan beban (stress).
Wenurut Popov (1968) besarnya keteguhan lentur
maksimum,
plastis

omax,

(np)

adalah

perbandingan

antara

momen

dan momen tahanan plastis (Z), yaitu:

PL

adapun

Mp =

4

z = I/c;
rD4

I = momen inersia =

64

(untuk benda bulat masif)
c = jarak sb. netral ke sisi = D/4
Jadi keteguhan lentur maksimum adalah

d. Modulus plastisitas
Modulus

plastisitas

dimaksudkan sebagai

bandingan antara tegangan plastis

per-

dengan regangan

plastis pada titik tegangan-regangan maksimum dengan
rumus
0

MOP =

P
E

P

Oleh karena hubungan tegangan regangan di luar
batas

elastis

tidak

lagi

linier tetapi

berbentuk

eksponensial maka besarnya tegangan pada batas plastis
sama dengan keteguhan lentur maksimum, yaitu:

Selanjutnya

besarnya

regangan

plastis

sama

dengan regangan maksimum yaitu
Q

=--

P

-

MOE

€max

e. Modulus kaku dan keteguhan torsi
Modulus kaku atau disebut juga modulus rigiditi
(MRG) adalah perbandingan antara tegangan geser, as
dan regangan geser, r .

Modulus kaku penting

dalam

menganalisa batang bulat yang terpuntir (twisting) dan
pesok (buckling). Tegangan geser timbul dari ketahanan
benda melawan gaya puntiran sekitar sumbu panjangnya.
Rumus umum untuk modulus kaku adalah sebagai berikut:
MRG =

Os
-

Adapun besarnya tegangan geser adalah

dan besarnya regangan geser adalah

maka dengan cara substitusi besarnya modulus rigiditi

(MRG) dapat dihitung dengan rumus:
MRG =
r e

dimana :
MRG = Modulus rigiditi
T

=

momen torsi

r

=

jari-jari

L

= panjang bentang

D

=

8

= sudut torsi

jari-jari

dengan cara substitusi diperoleh

Besarnya regangan geser,

T

adalah

Akhirnya besarnya MRG dapat dihitung, yaitu
2 P L
MRG =
n r2 6
dimana : MRG = modulus rigiditi
P = beban
L = panjang bentang

r = 1/2 diameter rotan
6 = defleksi (circumferential

distortion)

Keteguhan torsi maksimum adalah besarnya perbandingan tegangan torsi pada beban maksimum, yaitu:

-*s max

.

rr 2

Hasil percobaan Rachman (1992) pada dua jenis
rotan menunjukkan bahwa type kurva tegangan-regangan
rotan hampir sama dengan

kayu. Perbedaannya,

ras'io

antara deformasi elastis dengan defomasi total pada
rotan lebih kecil dibandingkan dengan kayu (Gambar 2).
Dengan demikian hubungan tegangan-regangannya berbentuk linier sampai batas tegangan yang dikenakan pada
benda tidak melampaui suatu tingkat yang disebut batas
proporsi (proportional limit = P) atau disebut juga
batas elastis. Sampai dengan batas tersebut apabila
tegangan dilepaskan maka rotan akan kembali utuh ke
bentuk orisinilnya.

Dengan demikian batas proporsi

dapat digunakan sebagai parameter elastisitas rotan,
yaitu dengan menentukan nilai MOE rotan sebagai benda
bulat panjang massive.
Pada dasarnya MOE adalah kemiringan garis elastis pada kurva tegangan-regangan. Apabila diperhatikan, semakin tinggi MOE berarti semakin besar tegangan

yang diperlukan untuk menghasilkan regangan

tertentu,

yaitu semakin besar ketahanannya terhadap deformasi
elastis
kin

. Sebaliknya

besar

semakin rendah MOE artinya sema-

regangan yang

dihasilkan

oleh

tegangan

tertentu, yaitu semakin rendah ketahanannya terhadap
deformasi elastis.
Di atas batas elastis hubungan tegangan dan
deformasi tidak lagi proporsional akan tetapi deformasi meningkat dengan kecepatan yang lebih tinggi
daripada tegangan. Akibatnya, rotan membentuk bagian
kurva yang lengkung. Kerusakan

(failure) tampaknya

tidak terjadi pada rotan sampai tegangan maksimum
dicapai. Tegangan ini dipertahankan konstan sehingga
bagian

kurva terakhir membentuk

garis

lurus

yang

sejajar dengan sumbu X. Apabila tegangan dilepaskan di
luar batas elastis maka rotan tidak akan kembali utuh
ke bentuk

semula.

Perbedaan

ukuran

atau

besarnya

perubahan bentuk yang terjadi dikenal sebagai permanent set atau merupakan ukuran plastisitas rotan.
Hasil

analisa

uji

lentur

statis

pada

rotan

tohiti (Calamus inops) dan batang (Daemonorops robusta)

menunjukkan

perilaku

tegangan-regangan

sampai tegangan konstan (Garbar 2).

rotan

I

BATANG

I

1
I

w

I

/

I

I

2

1

Regangan
G a m b a r 2. Hubungan tegangan-regangan rotan

dari hasil uji lentur statis
C . PENGEHBANGAN

HUKUH HOOKE DAN REOLOGI BAHAN BERKAW

Hukum Hooke (1687) yang digunakan dalam pengujian sifat
mekanis statis didasarkan kepada asumsi bahwa bahan bersifat
elastis sempurna dan waktu bukan merupakan

suatu faktor

sehingga tegangan dan regangan yang terjadi dianggap tidak
dipengaruhi oleh berlalunya waktu.
Pada bahan elastis sempurna, apabila dibebani kemudian
dilepaskan maka regangan

yang terjadi akan kembali selu-

ruhnya ke bentuk semula setelah pelepasan beban. Karena itu,
kurva yang terbentuk berupa satu garis lurus bolak-balik
yang berimpit. Pada kenyataannya tak ada bahan yang elastis
sempurna, walaupun

ditemukan

juga dalam

praktek

tetapi

dibawah pengaruh tegangan yang sangat kecil (contoh, pada
karet).

Sedangkan

bahan berkayu bersifat elastis hanya

dalam batas tegangan yang sempit, karena itu disebut elastoplastis atau viskoelastis.

Hubungan tegangan regangan hanya

linier dalam daerah terbatas.

Pada awal tegangan

terbentuk

garis lurus, kemudian menyimpang mernbentuk garis lengkung.
Bila pada saat itu beban dilepaskan maka seketika tegangan
kembali menjadi

no1 tetapi regangan tidak.

Perbedaan

regangan yang terjadi disebut deformasi plastis atau ukuran
plastisitas.
Reologi, yaitu suatu studi tentang perilaku teganganregangan bahan yang dipengaruhi waktu, baru berkembang awal
abad ini dan belum dikembangkan secara eksklusif pada bahan
polimerik, padahal bahan ini menunjukkan deformasi ketergantungan waktu (time-dependent) yang cukup besar.

Dalam

reologi, tegangan tidak konstan dengan berjalannya waktu
(Bodig dan Jayne, 1982).

0

l

1

1

tl

t2

t
Waktu

G&ar

3. Hubungan regangan dan waktu pada bahan

elastoplastis (Sumber: Bodig dan Jayne,
1982)

Adanya deformasi elastis-plastis dengan ketergantungan
waktu pada bahan berkayu dapat dijelaskan oleh beberapa
hasil penelitian reologi

(Gambar 3).

Bila sepotong kayu

dibebani dengan berat beban konstan pada periode suatu waktu
tertentu (kurva 1)maka pada waktu to akan dihasilkan deformasi elastis-seketika sebesar OP. Pembebanan yang berlanjut
menghasilkan deformasi rangkak

(creep) mengikuti garis PQ.

Pada saat pelepasan beban pada waktu tl deformasi elastisseketika dikembalikan sebesar QR = OP lalu diikuti oleh
bagian pengembalian deformasi-rangkak sebesar RS.
waktu berlalu pengembalian deformasi-rangkak

Ketika

tidak dapat

disempurnakan sehingga tersisa suatu deformasi tertentu yang

disebut deformasi plastis (DP) sebesar St2 pada waktu t2.
Defomasi plastis merupakan ukuran plastisi