Hasil Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

24

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

Bab ini menguraikan tentang prevalensi penderita hipertensi pada lansia di Kabupaten Karo tahun 2016, diperoleh melalui pengumpulan data penderita hipertensi dari Januari 2013 sampai dengan Juni 2016. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Prevalensi Penderita Hipertensi pada Lansia di Kabupaten Karo Januari 2013 sampai dengan Juni 2016 Kecamatan Frekuensi n 2013 2014 2015 2016 Dolat rayat 486 357 383 171 Korpri 378 426 400 218 Merdeka 903 620 553 253 Merek 1312 986 706 254 Singa 440 527 479 273 Mardinding 611 611 587 344 Payung 757 501 657 374 Tiga nderket 1033 647 791 403 Juhar 1295 1148 799 479 Naman teran 1207 361 843 540 Barus jahe 1204 1017 1112 588 Lau baling 1497 1853 1213 691 Kuta buluh 1369 1396 1453 825 Berastagi 787 1302 1909 915 Munthe 1516 1632 1835 927 Tiga binanga 1890 2136 2155 1104 Simpang empat 1453 1725 2080 1133 Kabanjahe 1417 1720 2349 1144 Tiga panah 3724 3973 3985 1972 Jumlah 23279 22938 24289 12608 Universitas Sumatera Utara 25 Tabel 5.2 Karateristik Penderita Hipertensi pada Lansia di Kabupaten Karo tahun 2016 Karateristik Demografi Frekuensi n Persentase Umur 45-54 tahun 3518 28 55-59 tahun 3699 29 60-69 tahun 3292 26 70 tahun 2099 17 Jenis kelamin Laki-laki 6066 48 Perempuan 6542 52 Total 12608 100 Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa terjadi penurunan penderita hipertensi pada lansia di tahun 2014 tetapi mengalami peningkatan kembali pada tahun 2015. Penderita hipertensi pada lansia tahun 2016 Januari sampai dengan Juni adalah sebanyak 12.608 orang. Berdasarkan kelompok umur yaitu 45-54 tahun 28, 55-59 tahun 29, 60-69 tahun 26, 70 tahun 17. Berdasarkan jenis kelamin perempuan 52 sedangkan laki-laki 48. Tiga kecamatan dengan penderita hipertensi tertinggi adalah Tiga Panah, Kabanjahe, Simpang Empat.

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, pada tahun 2016 penderita hipertensi mengalami peningkatan setiap bulannya. Sesuai dengan WHO 2013, pada 2008, didunia terjadi peningkatan jumlah orang dengan kondisi hipertensi dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi 1 miliar pada tahun 2008. Universitas Sumatera Utara 26 Berdasarkan hasil penelitian bahwa prevalensi tertinggi berdasarkan kelompok umur yaitu 55-59 tahun 29,2. Rasmaliah, Siregar, F.A., Jemadi. 2010 menunjukkan bahwa proporsi yang menderita hipertensi lebih tinggi pada umur 45-60 tahun 38,8, sedangkan pada umur 45 tahun dan 60 tahun relatif sama dengan proporsi masing-masing 24,2 dan 25,0. Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degenerative penuaan sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada usia lanjut. Selain itu masalah degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi penyakit menular. Penyakit tidak menular pada lansia diantaranya hipertensi, stroke, diabetes mellitus dan radang sendi atau rematik Kemenkes, 2013. Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2013, pada tahun 2010 proyeksi proporsi penduduk umur lebih dari 60 tahun di Sumatera Utara adalah 5,89 , pada tahun 2020 adalah 8,29 dan pada tahun 2035 adalah 13,22. Terjadi peningkatan penduduk lansia setiap tahunnya. Berdasarkan Kemenkes 2013, angka kesakitan penduduk lansia tahun 2012 sebesar 26,93 artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 27 orang diantaranya mengalami sakit. Faktor yang juga mempengaruhi kondisi fisik dan daya tahan tubuh lansia adalah pola hidup yang dijalaninya sejak usia balita. Pola hidup yang kurang sehat berdampak pada penurunan daya tahan tubuh, masalah umum yang dialami adalah rentannya terhadap berbagai penyakit. Prevalensi penderita hipertensi pada lansia di Kabupaten Karo tahun 2016 lebih tinggi pada perempuan 52.1 dari pada laki-laki 47.8. Ini sesuai dengan Universitas Sumatera Utara 27 penelitian Rasmaliah, Siregar, F.A., Jemadi. 2010 proporsi yang menderita hipertensi lebih tinggi pada perempuan 29.0, sedangkan pada laki-laki sebesar 24,5. Bila dilihat lansia berdasarkan jenis kelamin, penduduk lansia yang paling banyak adalah perempuan yang menunjukkan bahwa umur harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan Depkes, 2009. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Nisa 2014 didapatkan bahwa lebih dari 60 lansia yang memiliki hipertensi dan masih ada 30 yang tidak melakukan perubahan gaya hidup. Berdasarkan penelitian Agrina 2011, menunjukkan bahwa kepatuhan lansia penderita hipertensi dalam pemenuhan diet di Kelurahan Sidomulyo Barat Kota Pekanbaru, didapatkan responden pada kategori tidak patuh yaitu sebanyak 34 orang 56,7 dan responden pada kategori patuh sebanyak 26 orang 43,3. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan atau sikap penderita hipertensi itu sendiri. Pengetahuan yang kurang dikarenakan kurangnya informasi yang diperoleh oleh penderita, baik dari petugas kesehatan maupun media cetak atau elektronik. Faktor sikap negatif yang sering muncul dikarenakan kejenuhan serta tidak terbiasanya penderita hipertensi untuk menjalankan diet hipertensi, yang disebabkan oleh budaya responden itu sendiri yang sudah melekat sejak lahir sehingga sangat sulit sekali untuk dihilangkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningtyas 2011 yang berjudul hubungan kepribadian tipe D dengan kejadian hipertensi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo menunjukkan bahwa responden terbanyak berjenis kelamin perempuan sejumlah 30 orang 69,8. Hasil penelitian menunjukkan Universitas Sumatera Utara 28 terdapat hubungan yang signifikan antara kepribadian tipe D “ Distressed” dengan kejadian hipertensi. Individu dengan kepribadian tipe D dihubungkan dengan peningkatan kadar hormon kortisol akibat stress berkepanjangan yang dialami oleh individu. Stress berkepanjangan ini terjadi karena kecenderungan mengalami emosi negatif yang tidak menyenangkan sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan fisiologis berupa peningkatan kadar hormon kortisol sebagai respon individu tersebut dalam menghadapi stressor yang muncul. Tiga kecamatan yang memiliki prevalensi penderita hipertensi tertinggi pada lansia adalah Tiga Panah, Simpang Empat dan Kabanjahe. Orang Karo memakan nasi dan gulai sebagai bahan konsumsi mereka sehari-hari. Daging dan ikan asin adalah makanan yang mewah. Orang Karo juga memiliki budaya kerja tahun merdang merdem, dimana sehari menjelang hari perayaan puncak penduduk kampung memotong lembu, kerbau dan babi untuk dijadikan lauk. Tarigan, 2009. Hal ini berkaitan dengan penelitian tentang faktor risiko gaya hidup yang mempengaruhi peningkatan hipertensi, salah satunya konsumsi makanan yang mengandung banyak garam dan lemak dan kurang cukup mengonsumsi sayur dan buah-buahan WHO, 2013. Tingginya prevalensi hipertensi pada masyarakat dipicu oleh gaya hidup yaitu perubahan pola makan yang menjadi lebih banyak gula, garam, lemak dan rendah serat Nisa, 2014. Menurut WHO 1990 dalam Almatsier, 2008 menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari ekivalen dengan 2400 mg natrium. Asupan natrium yang berlebihan, terutama dalam bentuk natrium klorida, dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan tubuh, sehingga menyebabkan Universitas Sumatera Utara 29 edema atau asites danatau hipertensi. PUGS Pedoman Umum Gizi Seimbang menganjurkan agar 60-75 kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat terutama karbohidrat kompleks, 10-15 dari protein, dan 10-25 dari lemak. Selain kebutuhan gizi menurut umur, gender, aktivitas fisik, dan kondisi khusus, dalam keadaan sakit, penetapan kebutuhan gizi harus memperhatikan perubahan kebutuhan karena infeksi, gangguan metabolik, penyakit kronik, dan kondisi abnormal lainnya, sehinga perlu dilakukan perhitungan kebutuhan gizi secara khusus dan penerapannya dalam bentuk modifikasi diet atau diet khusus Almatsier, 2008. Faktor lain yang memungkinkan tingginya hipertensi lansia di Kabupaten Karo disebabkan oleh adat istiadat suku Karo tersebut yaitu perilaku menyirih dan merokok. Berdasarkan studi kasus mengenai perilaku penggunan makan sirih pada suku Karo berhubungan dengan adat-istiadat, kepercayaan dan kesehatan Sembiring, 2007 didapatkan bahwa bahan-bahan yang digunakan untuk menyirih di Tanah Karo sebagian besar menggunakan daun sirih, kapur, gambir, pinang dan tembakau yang digunakan untuk menyuntil. Perilaku menyirih masih berhubungan dengan adat istiadat, terutama dalam pertunangan dan perkawinan. Pada acara pertunangan, sirih digunakan pada acara ngembah belo selambar. Pada acara ini terlihat bahwa sirih digunakan sebagai lambang kehormatan. Sirih juga digunakan sebagai lambang komunikasi pada adat istiadat suku Karo, bahwa ketika bertemu ataupun berbicara dengan sanak saudara diawali dengan menyodorkan kampil yang berisi perlengkapan menyirih. Universitas Sumatera Utara 30 Perilaku menyirih pada suku Karo berkaitan dengan hasil pengukuran kadar nikotin pada tembakau kunyah yang dilakukan oleh Fernando, 2011 diperoleh hasil bahwa merek tembakau kunyah yang mempunyai kadar nikotin paling tinggi yakni merek tembakau jawa dengan kadar nikotin 26,998 mgg, kemudian tembakau kuning dengan kadar nikotin 25,644 mgg, kemudian tembakau gayo dengan kadar nikotin 23.282 mgg, serta tembakau hijau 22,375 mgg. Dari hasil penelitian kadar nikotin pada tembakau kunyah dapat dinyatakan bahwa keempat merek tembakau kunyah tersebut tidak ada satupun yang memenuhi syarat kesehatan karena kadarnya jauh diatas kadar yang diizinkan oleh WHO yakni 2 mg sampai dengan 4 mg per harinya. Sedangkan masyarakat mengkonsumsi tembakau kunyah dapat mengkonsumsi 20-29 gram per harinya yang artinya setiap hari responden rata-rata memasukkan nikotin kedalam tubuhnya sebanyak 521 mg hari. Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormone kathekolamin adrenalin yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin tinggi, yang mengakibatkan timbulnya hipertensi. Efek lain adalah merangsang berkelompoknya trombosit. Trombosit akan menggumpal dan akan menyumbat pembuluh darah yang sudah sempit akibat karbon monoksida Gondodiputro, 2007. Selain perilaku menyirih, perilaku merokok di Karo juga sangat tinggi. Berdasarkan data Depkes, RI 2008, proporsi perokok di Kabupaten Karo sebesar 40,6 dan secara nasional merupakan salah satu kabupatenkota dengan prevalensi merokok setiap hari pada penduduk umur 10 tahun tertinggi. Universitas Sumatera Utara 31 Christina 2015 menyatakan bahwa Kecamatan Berastagi merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Karo dan termasuk salah satu kecamatan dengan jumlah penduduk paling banyak. Dari 60 responden sebanyak 51 kepala keluarga merupakan suku Karo dan jumlah KK terbesar menganut agama Kristen Protestan. Perilaku merokok masyarakat Karo tidak terlepas dari kebudayaan dan adat istiadat suku Karo yang menjadikan rokok sebagai syarat mutlak dalam setiap acara kebudayaannya. Ini merupakan salah satu penyebab tingginya kebiasaan merokok suku Karo. Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu penyakit sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Berbagai jenis penyakit dapat dipicu karena merokok mulai dari penyakit di kepala samapai dengan penyakit di kaki. Penyakit yang bisa disebabkan oleh merokok adalah seperti sakit kardiovaskuler, penyakit jantung koroner dan kanker seperti kanker paru-paru, kanker mulut, kanker esophagus dan lain lain lagi Mangku, 2000. Hal ini sesuai dengan penelitian Sitepu 2012 yang mendapatkan bahwa kebiasaan merokok pada pegawai kantor wilayah kementerian agama provinsi Sumatera Utara banyak yang tergolong perokok berat. Dari kebiasaan merokok diperoleh nilai odds ratio = 5,320, artinya pegawai yang memiliki kebiasaan merokok memiliki resiko 5,320 kali lebih besar untuk terjadinya hipertensi. Universitas Sumatera Utara 32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN