b Dengan dasar pemikiran bahwa Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 bukanlah pasal yang dimaksudkan untuk memberi hak Parpol
sebagai satu-satunya wujud partisipasi masyarakat dalam demokrasi, maka para Pemohon berhak untuk mewujudkan
partisipasinya memilih dan menjadi Calon Presiden baik yang melalui usulan Parpol atau gabungan Parpol maupun yang
melalui perseorangan atau independen
B. Indikator Dalam Pertimbangan Materiil Toetsingrecht Dan Formil
Toetsingrecht Oleh Hakim Konstitusi
Peraturan adalah merupakan hukum yang bersifat in abstracto atau general norm yang sifatnya mengikat umum berlaku umum dan tugasnya
adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum. Secara teoritik, istilah “perundang-undangan”
legislation, wetgeving,
atau gesetzgebung
mempunyai pengertian yaitu peraturan perundang-undangan merupakan proses pembentukanproses membentuk peraturan-peraturan negara, baik ditingkat
pusat maupun ditingkat daerah Ridwan HR, 2002: 99.
Dalam “Stufen Bouw Theory” yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dikatakan bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memiliki dasar
hukum pada peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi
tingkatannya. Apabila ternyata peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah dapat dituntut untuk dibatalkan demi hukum.
Menurut Hans Kelsen, setiap norma itu mendasarkan validitasnya dari norma lain yang lebih tinggi, sehingga sampai pada norma dasar tertinggi yaitu
groundnorm. Sebagai norma tertinggi, groundnorm tersebut harus diterima sebagai kebenaran tanpa perlu pembuktian lebih lanjut.
Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2004 tentang hierarki peraturan perundang undangan dijelaskan tata urutan peraturan peundang-undangan
sebagai berikut: a. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang; c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden e. Peraturan Daerah yang dibagi menjadi Peraturan Daerah Provinsi,
Peraturan Daerah KabupatenKota, dan Peraturan Desa
Untuk mengetahui landasan hukum dalam melakukan hak uji materiil maupun hak uji formil suatu Undang-Undang diperiksa oleh majelis hakim
konstitusi, maka dapat dilihat dalam Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan bahwa,
kerugian yang timbul karena berlakunya suatu Undang-Undang harus memenuhi 5 lima syarat yang bersifat kumulatif sebagai berikut:
a. Adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Hak konstitusional tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang telah diuji;
c. Kerugian konstitusional itu bersifat spesifik khusus dan actual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar
dapat diprediksikan akan terjadi; d. Adanya hubungan sebab akibat causal verband antara kerugian
konstitusional Pemohon dengan Undang-Undang; e. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkanya permohonan, maka
kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
Dari pengertian hak uji dan landasan yuridis tentang hak uji peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan diatas, maka penulis berpendapat
bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menguji Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden tersebut.
Berdasarkan uraian singkat mengenai isi putusan Mahkamah Konstitusi di atas, dimana pada akhirnya Mahkamah Konstitusi menolak
seluruhnya permohonan dari pemohon I yaitu M. Fadjroel Rachman dkk, dengan
mengajukan calon
presiden independen
yang dinyatakan
inkonsttusional atau bertentangan dengan konstitusi, tetapi dengan memberikan jangka waktu pada pemilu 2014 dan sampai dibuatnya Undang-
Undang baru.
Pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi dalam memberikan putusan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor Nomor 42 Tahun
2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, sebagai berikut: Terhadap dalil Pemohon tersebut diatas, Mahkamah berpendapat:
1. Menyatakan para Pemohon a quo tidak memiliki kedudukan hukum legal standing, sehingga permohonan a quo harus dinyatakan tidak dapat
diterima niet ontvankelijk verklaard; 2. Menolak permohonan a quo untuk seluruhnya atau setidak–tidaknya
permohonan a quo tidak dapat diterima; 3. Menyatakan Pasal 1 ayat 4, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 13 ayat 1
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 4. Menyatakan Pasal 1 ayat 4, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 13 ayat 1
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.
C. Dissenting Opinion Perbedaan Pendapat Perkara Judicial Review UU