Enkripsi pesan rahasia menggunakan Algoritma (Advanced Encription Standard) Aes: Rijndael

(1)

ENKRIPSI PESAN RAHASIA MENGGUNAKAN

ALGORITMA (A

dvanced Encryption Standard

)

AES : RIJNDAEL

Muhamad Farid Fachrurozi

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MIPA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2006 M / 1427 H


(2)

ENKRIPSI PESAN RAHASIA MENGGUNAKAN

ALGORITMA (A

dvanced Encryption Standard

)

AES : RIJNDAEL

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

Muhamad Farid Fachrurozi

102094026471

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MIPA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH


(3)

2006 M / 1427 H

ENKRIPSI PESAN RAHASIA MENGGUNAKAN

ALGORITMA (A

dvanced Encryption Standard

)

AES : RIJNDAEL

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

Muhamad Farid Fachrurozi

102094026471

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Hermawan Setiawan, M.Si Taufik Edy Sutanto, M.ScTech

NIP. 250 000 505 NIP. 150 377 447

Mengetahui, Ketua Jurusan MIPA


(4)

Dr. Agus Salim, M.Si NIP. 150 294 451

JURUSAN MIPA PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh : Nama : Muhamad Farid Fachrurozi

NIM : 102094026471

Program Studi : Matematika

Judul Skripsi : Enkripsi Pesan Rahasia Menggunakan Algoritma (Advanced Encryption Standard ) AES:Rijndael

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan MIPA Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juli 2006 Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Hermawan Setiawan, M.Si Taufik Edy Sutanto, M.ScTech


(5)

Mengetahui,

Dekan Ketua Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi

Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Dr. Agus Salim, M.Si NIP. 150 317 965 NIP. 150 294 451

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Enkripsi Pesan Rahasia Menggunakan Algoritma

(Advanced Encryption Standard ) AES:Rijndael”. Telah diuji dan dinyatakan

lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Jumat, 14 Juli 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada Jurusan MIPA Program Studi Matematika.

Jakarta, Juli 2006

Tim Penguji

Penguji I Penguji II

Dr. Agus Salim, M.Si Nur Inayah, S.Pd, M.Si NIP. 150 294 451 NIP. 150 326 911

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Hermawan Setiawan, M.Si Taufik Edy Sutanto, M.ScTech


(6)

Menyetujui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Jurusan MIPA

Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Dr. Agus Salim, M.Si NIP. 150 317 965 NIP. 150 294 451


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juli 2006

Muhamad Farid Facrurozi 102094026471


(8)

ABSTRACT

Muhamad Farid Fachrurozi, Enkripsi Pesan Rahasia Menggunakan Algoritma (Advanced Encryption Standard) AES:Rijndael. (Di bawah bimbingan Hermawan Setiawan dan Taufik Edy Sutanto).

Perkembangan teknologi yang semakin pesat membantu pelayanan masyarakat luas dari segi pengiriman dan penyimpanan data. Dibalik manfaat tersebut ada bahaya yang mengancam yang kurang disadari oleh user (pengguna teknologi) pemula, yaitu penyadapan dan perubahan data. Perlu adanya suatu solusi yang dapat menyikapi dalam menjaga keamanan tersebut, kriptologi merupakan salah satu jawabannya.

Algoritma kriptologi cukup banyak dan berkembang pesat, salah satunya adalah (Advanced Encryption Standard) AES yang dicetuskan oleh Rijmen dan Daemen. Algoritma ini menggunakan 4 teknik yaitu : SubBytes(), ShiftRows(), MixColoums(), dan AddRoundKey().

Keempat teknik ini yang menjadikan AES mempunyai kinerja yang baik, ditunjukan dari segi keamanan, kesederhanaan struktur dan fleksibelitas yang membawa AES sebagai pemenang algoritma paling optimal untuk menggantikan Algoritma (Data Encryption Standard) DES yang pernah popular tahun 80-an.

Key Word : Finite Field GF(28), Algoritma AES:Rijndael, dan Kriptografi.


(9)

ABSTRAK

Muhamad Farid Fachrurozi, Enkripsi Pesan Rahasia Menggunakan Algoritma (Advanced Encryption Standard) AES:Rijndael. (Di bawah bimbingan Hermawan Setiawan dan Taufik Edy Sutanto).

Perkembangan teknologi yang semakin pesat membantu pelayanan masyarakat luas dari segi pengiriman dan penyimpanan data. Dibalik manfaat tersebut ada bahaya yang mengancam yang kurang disadari oleh user (pengguna teknologi) pemula, yaitu penyadapan dan perubahan data. Perlu adanya suatu solusi yang dapat menyikapi dalam menjaga keamanan tersebut, kriptologi merupakan salah satu jawabannya.

Algoritma kriptologi cukup banyak dan berkembang pesat, salah satunya adalah (Advanced Encryption Standard) AES yang dicetuskan oleh Rijmen dan Daemen. Algoritma ini menggunakan 4 teknik yaitu : SubBytes(), ShiftRows(), MixColoums(), dan AddRoundKey().

Keempat teknik ini yang menjadikan AES mempunyai kinerja yang baik, ditunjukan dari segi keamanan, kesederhanaan struktur dan fleksibelitas yang membawa AES sebagai pemenang algoritma paling optimal untuk menggantikan Algoritma (Data Encryption Standard) DES yang pernah popular tahun 80-an.

Kata Kunci : Finite Field GF(28), Algoritma AES:Rijndael, dan Kriptografi.


(10)

KATA PENGANTAR

Sembah dan sujud syukur bagi Dzat Yang Maha Sempurna, yang telah menganugrahkan akal dan memancarkan hidayah-Nya bagi manusia. Ya Robbal Izzatii... terimalah setiap titik keringat dan air mata yang menggenangi perjuangan dalam menyelesaikan studi, khususnya skripsi ini, sebagai satu tanda bukti syukur dan pengabdianku pada-Mu dan jadikan ia pemicu semangat jihadku untuk mencapai Ridho-Mu. Sholawat dan salam bagi Baginda Rosulullah SAW, suri tauladan dalam menjalani hidup ini. Ya Bahjatan nafsii ... semoga Allah memperkenankan ku menatap indah paras dan akhlakmu dan meleburkan kerinduanku padamu kelak di surga-Nya. Amin.

Dengan seluruh daya dan upaya dan atas keridhoan Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Meskipun demikian, penulis sadar bahwa dalam mengerjakannya banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda dan ibunda serta teteh dan adik-adikku tercinta juga seluruh keluarga besarku serta nenek ”nyak” yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, dukungan dan semangat yang tiada hentinya.

2. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, Selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

3. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Ketua Jurusan MIPA dan sekaligus dosen penguji I. Terima kasih atas bimbingan yang telah bapak berikan.


(11)

4. Ibu Nur Inayah, S.Pd, M.Si, selaku Ketua Program Studi Matematika dan sekaligus dosen penguji II yang tidak bosan memberikan nasehat dan semangat kepada penulis.

5. Bapak Hermawan Setiawan, M.Si, selaku dosen pembimbing yang bersama-sama dengan Bapak Taufik Edy Sutanto, M.ScTech telah memberikan bimbingan dan saran-saran tiada letih dalam penyusunan skripsi penulis. 6. Seluruh dosen Jurusan MIPA Program Studi Matematika yang sudah

mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama penulis kuliah. 7. Seluruh staf akademik Fakultas Sains dan Teknologi diantaranya Pa Gun,

Bu Opah, dan semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang dengan sabar melayani masalah administrasi mahasiswa program studi Matematika khususnya penulis sendiri.

8. Pengelola Perpustakaan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan.

9. Teman-teman seperjuangan Matematika angkatan 2002 Andi, Hata, dan Bambang yang mulai menata masa depan. Tidak lupa Abub, Sopi, Mute, Ubed semoga sukses selalu. Untuk Maia, Cie-cie, Anie, Indrie, dan Bulan sebagai team sukses konsumsi serta dadar dan muntiani sekawan sejalan. Spesial untuk Ismah yang menginspirasikan dan memberi semangat selalu. Semua kawan-kawan seatap-selantai yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.


(12)

10. Adik-adik kelasku Matematika semoga kalian bisa menjaga kerahasiaan data kalian, yang ingin aku katatakan hanya “Maju Trus Kriptografi Ku !!! Semoga kalian bisa meneruskan.!!!! ”.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, yang masih harus diperbaiki. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Juli 2006


(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Batasan Masalah ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 8

1.5. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II. LANDASAN TEORI ... 6

2.1. Kriptografi ... 6

2.1.1. Kriptografi Klasik ... 7

2.1.1.1. Teknik Subtitusi ... 8

2.1.1.2. Teknik Tranposisi (Permutasi) ... 8


(14)

2.1.2.1. Kerahasiaan Data ... 13

2.1.2.2. Integritas Data ... 14

2.1.2.3. Keaslian Data ... 14

2.2. Algoritma ... 15

2.2.1. Algoritma Simetris ... 16

2.2.1.1. Stream Cipher ... 18

2.2.1.2. Block Cipher ... 19

2.2.2. Algoritma Asimetris ... 22

2.3. Operasi Aljabar ... 24

2.3.1. Field GF(28) ... 24

2.3.1.1. Penjumlahan ... 25

2.3.1.2. Perkalian ... 26

2.3.1.3. Perkalian dengan Variabel x ... 27

2.3.2. Koefisien Polinom pada GF(28) ... 27

BAB III. AES:RIJNDAEL ... 30

3.1. Pendahuluan ... 30

3.2. Representasi Data ... 33

3.3. Enkripsi ... 35

3.3.1. SubBytes() ... 36

3.3.2. ShiftRows() ... 37

3.3.3. MixColoums() ... 38


(15)

3.4. Ekspansi Kunci ... 40

3.5. Dekripsi ... 41

3.5.1. InvSubBytes() ... 42

3.5.2. InvShiftRows() ... 42

3.5.3. InvMixColoums() ... 43

BAB IV. SIMULASI ... 44

4.1. Simulasi Cipher (Enkripsi) ... 44

4.1.1. AddRoundKey()... 45

4.1.2. SubBytes() ... 46

4.1.3. ShiftRows()... 47

4.1.4. MixColoums() ... 47

4.2. Simulasi Invers Cipher (Dekripsi) ... 51

4.2.1. InvShiftRows() ... 52

4.2.2. InvSubBytes() ... 53

4.2.3. AddRoundKey() ... 53

4.3. Simulasi Ekspansi Kunci ... 54

BAB V. PENUTUP ... 57

5.1. Kesimpulan ... 57

5.2. Penelitian Selanjutnya ... 57

REFERENSI ... 59


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2-1 Subtitusi Caesar Cipher ( n+3 ) ... 7

Tabel 2-2 Representasi Bit, Heksadesimal, dan Desimal ... 12

Tabel 2-3 Operasi XOR ... 12

Tabel 3-1 Pengindeks-an Aliran Input ... 34

Tabel 3-2 S-Box ... 37


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Proses Umum Enkripsi dan Dekripsi ... 16

Gambar 2.2. Proses Enkripsi dan Dekripsi pada Algoritma Simetris ... 17

Gambar 2.3. Proses Enkripsi pada Stream Cipher ... 19

Gambar 2.4. Proses Pemetaan Data pada Block Cipher ... 20

Gambar 2.5. Proses Enkripsi dan Dekripsi pada Block Cipher... 21

Gambar 2.6. Proses Enkripsi dan Dekripsi pada Algoritma Asimetris ... 22

Gambar 3.1. SubBytes(),ShiftRows(),MixColoums(),dan AddRoundKey() .... 32

Gambar 3.2. Algoritma AES-128 ... 33

Gambar 3.3. State Array pada Input dan Output ... 35

Gambar 3.4. State Array Ekivalen pada Word Array ... 35

Gambar 3.5. Subtitusi Bytes ... 36

Gambar 3.6. Shift Rows... 38

Gambar 3.7. Mix Coloums ... 39

Gambar 3.8. Operasi XOR pada AddRoundKey() ... 39


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : SIMULASI CIPHER ... 61

LAMPIRAN 2 : SIMULASI INVERS CIPHER ... 62

LAMPIRAN 3 : SIMULASI KUNCI EKSPANSI ... 63


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Perkembangan Teknologi komputer dan telekomunikasi yang cukup pesat masa kini berpengaruh pada penggunaan informasi. Sehingga melahirkan sebuah istilah “information-based society” [10] , dimana kemampuan untuk mengakses dan menyediakan informasi secara cepat dan akurat menjadi sangat esensial bagi sebuah organisasi atau lembaga, baik organisasi komersial (perusahaan), perguruan tinggi (akademisi), lembaga pemerintahan (birokrasi), maupun individual (pribadi).

Seiring dengan perkembangan Teknologi telekomunikasi dan penyimpanan data dengan menggunakan komputer tersebut, memungkinkan pengiriman data jarak jauh yang relatif cepat dan murah. Dilain pihak pengiriman data jarak jauh melalui jaringan internet, gelombang radio maupun media lain yang digunakan masyarakat luas (public) sangat memungkinkan pihak lain dapat menyadap dan mengubah data yang dikirim.

Perkembangan internet salah satunya sebagai sarana komunikasi merupakan teknologi yang mampu menyikapi persoalan-persolan yang semakin kompetitif saat ini, terbukti dengan pemakai internet yang sudah mendunia. Semakin mudahnya mendapatkan akses dari internet membuat dunia seolah-olah tidak ada batasan lagi, sehingga adanya internet memang sejalan dengan era globalisasi dan kebijakan pasar bebas.


(20)

Dibalik perkembangan dan pemanfaatan internet yang demikian pesat, ternyata ada bahaya yang mengancam yakni fenomena yang kurang disadari oleh para user (pengguna internet) pemula, yaitu user yang kurang memahami tentang keamanan data [14] . Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya tindak kejahatan di internet inilah diperlukan teknologi keamanan informasi, khususnya sistem dan mesin enkripsi(penyandian).

Enkripsi merupakan bagian dari cabang kriptografi, dimana algoritma kriptografi untuk penyandian telah mengalami perkembangan dan perbaikan dari masa ke masa. Sehingga proses tersebut menghasilkan algoritma yang memuaskan, misalnya DES, IDEA, RSA, dan lain-lain. Salah satu algoritma yang cukup popular dan kuat sehingga tidak mudah dipecahkan pada tahun 80-an adalah (Data Encryption Standard) DES.

DES merupakan nama dari sebuah algoritma untuk mengenkripsi data yang dikeluarkan oleh Federal Information Processing Standard (FIPS) di Amerika. Algoritma tersebut dikembangkan oleh IBM, NSA, NBS yang berperan penting dalam pengembangan algoritma DES. Ada sedikit modifikasi dan perbaikan pada perkembangan algoritma DES yaitu algoritma Triple DES, cara ini dipakai untuk membuat algoritma DES lebih kuat lagi. Akan tetapi algoritma yang digunakan sama, hanya saja algoritma Triple DES melakukan enkripsi algoritma DES sebanyak tiga kali dengan menggunakan dua kunci yang berbeda.

NIST (National Institute of Standards and Technology) yang berada di Amerika setiap lima tahun sekali mensertifikasi ulang algoritma DES sejak


(21)

tahun 1977, disebabkan banyaknya kelemahan pada algoritma DES, kini NIST tidak lagi mensertifikati sejak tahun 1993 (penyertifikatan terakhir untuk DES). Salah satu kelemahan DES dutunjukkan oleh Michael Wierner (1995) yang merancang sebuah chip untuk melakukan brute - force attack (teknik menemukan atau memecahkan kunci) pada algoritma DES-56 bit. Chip

tersebut dapat menemukan kunci rahasia dalam waktu rata-rata 3,5 jam dan kunci itu dijamin dapat ditemukan dalam waktu 7 jam [10] dan [12] . Selanjutnya dikembangkanlah suatu algoritma baru yang diharapkan dapat menggatikan DES yaitu (Advanced Encryption Standard) AES.

AES yang lahir pada November 2001 dengan pencetus Rijmen dan Daemen (Rijndael) cukup mengejutkan dunia kriptografi, karena pada saat itu menyisihkan empat finalis algoritma lainnya yang cukup popular yaitu MARS, RC6, Serpent, dan Twofish. Terbukti dengan diberlakukan AES secara efektif tahun 2002, AES mendapatkan sertifikat dari NIST saja sudah mencapai 144 produk sampai bulan Mei 2004. AES memang dipersiapkan untuk penerapan

software, firmware, hardware atau kombinasinya. Jadi, suatu hal yang cukup wajar bila usaha pengembangannya banyak dan bervariasi [1] .

Selain keunggulan yang telah disebutkan, Algoritma AES:Rijndael juga dirancang untuk memiliki properti ketahanan terhadap semua jenis serangan yang telah diketahui, kesederhanaan rancangan, dan kekompakan kode serta kecepatan koputasi pada berbagai platform.

Rijndael cipher (AES:Rijndael) dapat dikategorikan sebagai iterated block cipher dengan panjang blok (128 bit) dan panjang kunci yang dapat


(22)

dipilih secara independent sebanyak 128, 192, atau 256 bit. Sebagai pembuktian akan ditunjukkan salah satu kekuatannya dalam bentuk desimal yaitu kira-kira 3.4 x 1038 kemungkinan untuk kunci 128 bit, 6.2 x 1057 kemungkinan untuk kunci 192 bit, dan 1.1 x 1077 kemungkinan untuk kunci 256 bit.

Pengukuran dan perbandingan dari kekuatan relatif algoritma AES-Rijndael pada algoritma DES diilustrasikan sebagai berikut :

“Jika komputer membutuhkan waktu selama 1 detik untuk memecahkan kunci algoritma DES dengan panjang kunci 256 bit, maka komputer yang sama dengan panjang kunci 256 bit juga akan membutuhkan waktu 149 trilyun (149 x 1012) tahun untuk memecahkan kunci pada algoritma AES-Rijndael”.

1.2.Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah simulasi algoritma AES pada pesan rahasia menggunakan panjang kunci 128 bit.

1.3. Batasan Masalah

Penelitian tugas akhir ini dibatasi pada simulasi Model Enkripsi Simetris

Block Cipher menggunakan algoritma AES:Rijndael dengan panjang kunci 128 bit.


(23)

Secara umum tujuan penelitian ini adalah mensimulasikan algoritma AES Rijndael dengan enkripsi seacak mungkin (berusaha menghilangkan pola) sehingga lebih sulit untuk dipecahkan.

1.5.Sistematika Penulisan

BAB I, menjelaskan tentang fenomena pentingnya pengamanan data, kriptografi salah satu jawabannya. Algoritma kriptografi yang cukup popular pada tahun 80-an adalah DES akan tetapi diganti dengan AES yang mempunyai cukup banyak kelebihan dan keunggulan dari DES, terutama dalam kekuatan pemecahan kunci.

BAB II, menjelaskan kriptografi dari sejarahnya, teknik, dan metode serta landasan matematika yang menjadi dasar terbentuknya teknik-teknik yang digunakan Algoritma AES, beberapa teknik dalam AES dibangun dari operasi matematika khususnya pada AES adalah GF(28).

BAB III, menjelaskan teknik yang membangun algoritma AES, tetapi sebelumnya dijelaskan dulu tentang pengertian dan kemampuan AES sebagai penghantar kepada algoritmanya.

BAB IV, menjelaskan simulasi program sebagai hasil dari gambaran model Algoritma AES:Rijndael dengan panjang kunci 128 bit.


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Kriptografi

Kriptografi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu kripto dan graphia. Menurut bahasa kripto berarti rahasia (secret) dan graphia berarti tulisan (writing). Menurut terminologi, kriptografi adalah ilmu atau seni untuk menjaga keamanan pesan ketika pesan dikirim dari suatu tempat ke tempat yang lain [1] . Secara keseluruhan kriptografi dapat disimpulkan sebagai ilmu yang mempelajari tentang pengacakan pesan dengan fungsi matematika agar tidak bisa dibaca oleh pihak yang tidak berwenang.

Kriptografi merupakan studi matematika yang mempunyai hubungan dengan aspek keamanan informasi seperti integritas data dan keaslian data. Dalam penerapannya, kriptografi merupakan suatu metode enkripsi atau penyandian data yang hanya diketahui atau berarti oleh suatu kelompok pengguna tertentu. Metoda ini telah dikenal sejak lama, salah satu contoh penggunaannya pada masa ke-Kaisaran Romawi Kuno. Pada waktu itu Julius Caesar tidak menginginkan berita atau pesan yang dibawa oleh kurir-kurirnya jatuh kepada pihak lawan. Oleh karena itu, beliau menggunakan sistem substitusi sederhana, yang kini disebut dengan Caesar Cipher. Algoritma sistem Caesar ini sangat sederhana, yaitu setiap huruf digeser atau ditambah tiga dengan modulo 26 sehingga huruf A menjadi D, huruf B menjadi E, dan seterusnya (Tabel 2.1.).


(25)

Tabel 2.1. Subtutusi Caesar Cipher (n + 3)

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z A B C

Dalam kriptografi ada beberapa istilah yang sering digunakan, antara lain sebagai berikut :

1. Plaintext adalah informasi asli sebelum dienkripsi atau teks terang. 2. Enkripsi adalah proses kriptografi dari plaintext menjadi ciphertext. 3. Ciphertext adalah informasi acak yang berasal dari plaintext yang telah

dimasukkan kedalam fungsi kriptografi atau dienkripsi.

4. Dekripsi adalah proses pengubahan ciphertext menjadi plaintext. 5. Kriptoanalisis adalah studi yang mempelajari teknik matematika

untuk memecahkan teknik kriptografi.

6. Kriptoanalis adalah orang yang melakukan kriptonalisis. 7. Kriptologi adalah ilmu tentang kriptografi dan kriptonalisis.

2.1.1. Kriptografi Klasik

Kriptografi sudah digunakan sejak lama seperti algoritma Caesar


(26)

beberapa abad yang lalu. Dua teknik dasar yang biasa digunakan pada Kriptografi Klasik, adalah sebagai berikut [1] :

1. Teknik Subtitusi : Penggantian setiap karakter plaintext dengan karakter lain

2. Teknik Tranposisi (Permutasi) : Teknik ini menggunakan permutasi karakter.

Untuk memahami pengertian lebih lanjut, dijelaskan sebagai berikut :

2.1.1.1. Teknik Subtitusi

Teknik subtitusi ini merupakan penggantian setiap karakter dari plaintext dengan karakter lainnya, ada empat istilah dari subtitusi cipher diantaranya adalah : monoalphabet, polyalphabet, monograph, dan polygraph.

Contoh teknik subtitusi adalah Caesar Cipher, Playfair Cipher, Shift Cipher, Hill Cipher, dan Vigenere Cipher. Lihat (Tabel 2.1.) Subtitusi Caesar Cipher merupakan pencetus dalam dunia kriptografi, penyandian ini dilakukan pada zaman Pemerintahan Julius Caesar dengan menggeser atau mengganti posisi huruf alphabet. Misal pergeseran yang dilakukan sebanyak tiga kali, berarti kunci dekripsinya adalah (n – 3). Sebenarnya


(27)

pergeseran yang dilakukan tergantung keinginan dari kesepakatan pihak pengirim dan penerima, ini yang dinamakan kunci.. Misal kunci yang digunakan ((n x 2) - 1) atau yang lainnya. Contoh pesan yang akan disandikan dari algoritma Caesar Cipher dengan kunci

(n + 3) (Tabel 2.1. subtutusi Caesar Cipher) sebagai berikut :

Plaintext = T E R I M A K A S I H

Ciphertext = W H U L P D N D V L K

Dengan subtitusi atau mengeser tiga kali sehingga huruf T Æ W, E Æ H, A Æ D, ……, H Æ K. Caesar Cipher ini dapat dipecahkan dengan cara Brute Force Attack suatu bentuk dari sebuah serangan dengan mencoba kemungkinan-kemungkinan pola untuk menemukan kunci rahasia sampai kunci tersebut ditemukan. Banyak kemungkinan kunci yang dapat digunakan oleh Caesar

Cipher sehingga cukup merespon para kriptoanalis, walaupun sederhana akan tetapi butuh cukup waktu untuk memecahkannya karena penggunaan Enkripsi Klasik tidak semudah sekarang dengan bantuan komputer.

2.1.1.2. Teknik Tranposisi (Permutasi)

Teknik ini menggunakan permutasi karakter, dengan menggunakan teknik ini pesan yang asli tidak dapat dibaca kecuali


(28)

pihak yang memiliki kunci untuk mengembalikan pesan tersebut kebentuk semula atau mendekripsikannya. Sebagai contoh :

Ada enam kunci yang digunakan untuk melakukan permutasi cipher yaitu:

Posisi Plaintext

1 2 3 4 5 6

Posisi Ciphertext

3 5 1 6 4 2

Untuk mendekripsikan digunakan juga 6 kunci invers cipher yaitu :

Posisi Ciphertext

1 2 3 4 5 6

Posisi Plaintext

3 6 1 5 2 4

Sehingga sebuah pesan

Plaintext = T E R I M A K A S I H Terlebih dahulu kalimat tersebut dibagi menjadi 6 block

dan apabila terjadi kekurangan pada block bisa ditambahkan dengan huruf yang disepakati, misal “X”.

Posisi = 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

Plaintext = T E R I M A K A S I H X


(29)

Untuk mendekripsikan ciphertextnya, maka harus melakukan hal yang sama seperti ciphernya dengan menggunakan kunci invers cipher dari permutasi tersebut. Banyak teknik lain permutasi seperti zig-zag, segitiga, spiral, dan diagonal. Dengan beberapa macam pola Teknik Tranposisi (Permutasi) maka dapat dilakukan untuk menyandikan atau menyembunyikan pesan secara aman dari pihak yang tidak berwenang. Dari kombinasi teknik-teknik inilah yang menjadi dasar dari pembentukan algoritma kriptografi yang dikenal dengan Kriptografi Modern [1] .

2.1.2. Kriptografi Modern

Perbedaan kriptografi ini dengan Kriptografi Klasik, adalah pada Kriptografi Modern sudah menggunakan perhitungan komputasi atau program dalam pengoperasiannya, yang berfungsi mengamankan data baik yang ditransfer melalui jaringan komputer maupun tidak. Hal ini sangat berguna untuk untuk melindungi keamanan, integritas, dan keaslian dari data.

Pada kriptografi ini karakter-karakter yang akan dioprasiakan seperti

plaintext dan kunci dikonversikan ke dalam suatu urutan digit biner (bit) yaitu 0 atau 1, yang umumnya digunakan untuk skema pengkodeaan ASCII (American Standart Code for Information Interchange) lihat


(30)

Satu buah karakter sama dengan delapan bit, maka jumlah karakter yang terbentuk dari delapan bit tersebut adalah 256. Begitu juga ASCII yang mempunyai jumlah karakter 256, pada pembahasan selanjutnya 256 karakter ASCII tersebut menjadi himpunan dari elemen finite field

sub-BAB 2.3. Operasi Aljabar.

Ada beberapa metode yang bisa digunakan, misal salah satu dari dua metode, yaitu : pertama stream cipher (aliran cipher) dan kedua block cipher (blok cipher). Kedua metode ini digunakan pada Algoritma kunci

Simetris yang akan dijelaskan pada sub-Bab 2.2.1. Algoritma Simetris

pembahasan selanjutnya. Pada stream cipher metode yang digunakan dengan sejumlah urutan dari bit dienkripsi secara bit per bit. Untuk block cipher, suatu urutan pembagian dibentuk dalam ukuran blok(block) yang dinginkan sehingga dapat dioperasikan block per block.

Contoh penulisan bit (basis dua) dengan basis lainnya yaitu heksadesimal (basis 16) dan desimal (basis 10) dengan empat bit yang menghasilkan bilangan desimal 0 ..15 seperti Tabel 2.2..

Tabel 2.2. Representase Bit, Heksadesimal, dan Desimal

Bit Hexa Dec Bit Hexa Dec Bit Hexa Dec

0000 0 0 0110 6 6 1100 C 12

0001 1 1 0111 7 7 1101 D 13

0010 2 2 1000 8 8 1110 E 14

0011 3 3 1001 9 9 1111 F 15

0100 4 4 1010 A 10


(31)

Operasi dasar enkripsi yang menggunakan bit (binary digit) lihat

Tabel 2.2. biasanya menggunakan metode kombinasi dua bit yang disebut dengan ”Exclusive OR” dan terkadang ditulis dengan ”XOR” menggunakan notasi “⊕”. Operasi ini merupakan suatu penambahan modulo 2 yang digambarkan Tabel 2.3..

Tabel 2.3. Operasi XOR

0 1

0 0 1

1 1 0

Operasi XOR pada Tabel 2.3. dengan rincian sebagai berikut :

0⊕0 = 0; 0⊕1 = 1; 1⊕0 = 1; 1⊕ 1 = 0.

Sebagai contoh dalam bentuk heksadesimal dengan melihat Tabel 2.2. sebagai proses konversi dari heksadesimal ke bit agar dapat dioperasikan seperti Tabel 2.3. yaitu operasiXOR.

Contoh : 09⊕0D & 01⊕0F

1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1⊕1 0⊕1 0⊕0 1⊕1 0⊕1 0⊕1 0⊕1 1⊕1

Hasil = 0 1 0 0 = 04 1 1 1 0 = 0E 09⊕0D = 04 & 01⊕0F = 0E


(32)

Algoritma kriptografi terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi komunikasi data. Sampai saat ini terdapat berbagai macam algoritma dengan tujuan penggunaan yang berbeda, seperti digunakan untuk enkripsi data, gambar atau suara. Namun tujuan utama dari masing-masing algoritma adalah sama, yaitu [4]:

2.1.2.1. Kerahasiaan Data.

Kerahasiaan data digunakan untuk menjaga isi informasi dari semua pihak kecuali pihak yang berhak mendapatkan informasi tersebut saja. Ada beberapa cara dalam menjaga kerahasiaan informasi, mulai dari proteksi fisik seperti penyimpanan data di tempat khusus sampai kepada algoritma matematika yang mengubah data informasi terang (data asli) menjadi data acak.

2.1.2.2. Integritas Data.

Integritas data bertujuan untuk menjaga adanya perubahan yang tidak diinginkan terhadap data. Untuk menjamin integritas data, maka perlu pengetahuan dalam mendeteksi perubahan data oleh sekelompok orang yang tidak berkepentingan. Perubahan data bisa berupa pemasukan data baru, penghapusan atau penukaran data.


(33)

2.1.2.3. Keaslian data.

Keaslian data berhubungan dengan identifikasi, dimana fungsi ini berlaku untuk pelaku dan informasi itu sendiri. Dua pihak yang ingin bergabung dalam sebuah komunikasi harus mengidentifikasi satu sama lainnya. Informasi yang dikirim dalam sebuah paket harus diidentifikasi sesuai dengan keasliannya, sebagai contoh berupa tanggal aslinya, isi data, waktu kirim, dan sebagainya. Untuk alasan inilah aspek dari kriptografi biasanya dibagi menjadi dua bagian yaitu identifikasi pelaku dan identifikasi keaslian data.

Keamanan data pada lalu lintas jaringan merupakan suatu hal yang diinginkan oleh banyak orang untuk menjaga kerahasiaannya. Supaya data yang dikirim tetap aman dari orang yang tidak berwenang maka data harus disembunyikan menggunakan algoritma kriptografi.

2.2. Algoritma

Definisi algoritma secara terminologi adalah urutan langkah-langkah logis untuk penyelesaian masalah yang disusun secara sistematis. Sehingga algoritma kriptografi merupakan langkah-langkah logis bagaimana menyembunyikan pesan dari orang yang tidak berhak atas pesan tersebut.


(34)

Proses algoritma kriptografi penyandian terdiri dari algoritma Enkripsi (E) dan algoritma Dekripsi (D), secara umum proses enkripsi dan dekripsi dapat diterangkan menggunakan Persamaan 2.1..

⎭ ⎬ ⎫ = =

P (C) DK

C (P) EK

………...……..

2.1.

Ket :

E = Enkripsi

D = Dekripsi

P = Plaintext

C = Ciphertext

K = Kunci

Jika pesan ”P” (teks terang) dienkripsi dengan ”E” menngunakan suatu kunci ”K” maka menghasilkan pesan ”C” (teks acak). Sedangkan pada proses dekripsi, pesan ”C” tersebut diuraikan atau didekripsi dengan ”D” menggunakan kunci ”K” sehingga dihasilkan pesan ”P” yang sama seperti pesan semula (lihat Persamaan 2.1.) [4] . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat


(35)

Gambar 2.1. Proses Umum Enkripsi dan Dekripsi

Keamanan suatu pesan diharapkan tergantung pada kunci yang digunakan, sehingga algoritma-algoritma yang digunakan bukan menjadi kekuatan utama pada keamanan enkripsi. Disini peranan algoritma enkripsi perlu diuji dan dikaji terus.

Karakteristik kunci yang menggunakan algoritma kriptografi dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Algoritma kunci rahasia (simetris) : menggunakan satu kunci untuk enkripsi dan dekripsi.

2. Algoritma kunci publik (asimetris) : menggunakan kunci yang berbeda untuk enkripsi dan dekripsi.

Plaintext

Enkripsi

Ciphertext

Kunci Dekripsi

Plaintext Informasi/ Pesan


(36)

2.2.1. Algoritma Simetris

Simetris Kriptografi adalah algoritma dengan menggunakan kunci yang sama pada enkripsi dan dekripsinya. Oleh karena itu, kunci yang digunakan untuk enkripsi tidak boleh diberikan kepada publik melainkan hanya kepada orang tertentu yang tahu atau boleh sehingga dapat membaca data yang dienkripsi. Algoritma ini dikenal juga dengan istilah algoritma kunci rahasia, karena kuncinya hanya boleh diketahui oleh dua pihak yang berkomunikasi tersebut saja. Lihat Gambar 2.2. sebagai ilustrasi dari proses enkripsi dan dekripsi pada kunci rahasia.

Gambar 2.2. Proses Enkripsi dan Dekripsi pada Algoritma Simetris (Kunci Rahasia)

Algoritma simetris pada umumnya banyak digunakan saat ini baik untuk kalangan pemerintahan ataupun bisnis.

Kunci dari algoritma ini harus dijaga ketat supaya tidak ada pihak luar yang mengetahuinya. Masalahnya sekarang adalah bagaimana untuk memberi tahu pihak penerima mengenai metode atau kunci yang akan digunakan sebelum komunikasi yang aman dapat berlangsung. Misalnya dengan jalur komunikasi yang lebih aman yaitu bertemu langsung. Selain

Plaintext Enkripsi Ciphertext

Ciphertext Dekripsi Plaintext


(37)

masalah komunikasi awal untuk penyampaian kunci di atas, algoritma ini mempunyai kelemahan lainnya. Kelemahan ini timbul jika terdapat banyak pihak yang ingin saling berkomunikasi. Karena setiap pasangan harus sepakat dengan kunci pribadi tertentu yang mengakibatkan pembengkakan memori pada penyimpanan kunci, sehingga mempunyai kesulitan dalam menghafal banyak kunci dan harus menggunakannya secara tepat. Contoh Algoritma Simetris seperti : DES, Triple DES, AES, RC2, RC4, IDEA, dan lain-lain. AES dengan kepanjangan “Advanced Encryption Standard”

akan menjadi pembahasan utama lihat BAB III.

2.2.1.1. StreamCipher

Stream cipher (aliran cipher) merupakan bagian dari algoritma simetris. Metode ini mengoprasikan bit per bit, setiap bit plaintext dengan bit kunci. Kunci yang digunakan adalah kunci utama (kunci induk) sebagai pembangkit kunci acak semu dari

Pseudo-Random Sequnce Generator (PRSG) dengan menjadikan suatu nilai yang nampak seperti acak, tetapi sesungguhnya nilai tersebut merupakan suatu urutan.

Random Number Generator (RNG) atau pembangkit nilai random secara umum adalah Pseudorandom yang memberikan inisial state atau seed (nilai yang diinput ke dalam state).

Pseudorandomess menghasilkan urutan yang sama secara berulang-ulang pada penempatan yang berbeda. Kemudian kunci


(38)

acak semu tersebut dioperasikan XOR dengan menggunakan

plaintext untuk mendapatkan bentuk ciphertext. Lihat Gambar 2.3. (a) dan (b) untuk lebih jelasnya.

(a)

(b)

Gambar 2.3. Proses enkripsi pada stream cipher. (a) Pambangkitan bilangan random, dan (b) operasi XOR setelah bilangan random dibangkitkan.

Untuk mensimulasikan suatu random dengan kunci yang mempunyai panjang terbatas, Algoritma Simetris Stream ini menghasilkan bit dari sumber yang lain oleh pesan itu sendiri.

Key

Pseudo-Random Sequnce Generator

(PRSG)

Plaintext Bitstream

Plaintext Bitstream

Plaintext Bitstream

Pseudo-Random Stream

Ciphertext Bitstream

1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 … 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 … 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 …


(39)

Sehingga Stream Cipher adalah Suatu urutan flow yang berkelanjutan dan unsur-unsur yang berdiri sendiri, metode ini kebalilkan dari blockcipher, dimana elemen-elemen dua atau lebih dikoleksi sebagai block.

2.2.1.2. BlockCipher

Block Cipher merupakan suatu metode dalam algoritma dengan input dan outputnya berupa block, dan setiap block terdiri dari beberapa bit (64 bit atau 128 bit). Block Cipher mempunyai banyak aplikasi yang digunakan untuk memberi pelayanan kerahasiaan data, integritas data dan keaslian data serta memberikan layanan keystream generator untuk streamcipher.

Contoh pada sub-BAB 2.1.1.2. Teknik Tranposisi

(Permutasi) yang mengenkripsi plaintext “ TERIMA KASIH ”

dengan merepresentasikan lebih dahulu ke dalam bentuk block

-block, misal 1 block terdiri dari 6 karakter. Secara umum digambarkan representasi plaintext dalam 1 block terdiri dari 64 bit

sama dengan 4 karakter.


(40)

Block 1

1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0

a1 a3

1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0

a2 a4

Block 2

0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0

a5 a7

1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0

a6 a8

Gambar 2.4. Proses Pemetaan Data pada Block Cipher

Block cipher secara sederhana mempunyai keuntungan, yaitu jika satu block ada yang rusak tidak akan mempengaruhi

block yang lainnya, sehingga hanya block yang rusak yang perlu dikirim ulang, tidak perlu semua block. Sedangkan stream cipher, jika ada data yang rusak maka perlu dikirim ulang semua data yang bersangkutan, karena data satu dengan yang lainnya mempunyai keterikatan sebagai aliran data. Selain itu keuntungan yang dimiliki

block cipher yaitu pada proses dekripsinya tidak harus menunggu semua pesan diterima lebih dahulu, maka dekripsi dapat dilakukan bersamaan pada saat pesan dikirim.

Secara umum pengiriman block cipher dapat dilihat pada


(41)

(a) Proses Enkripsi

(b) Proses Dekripsi

Gambar 2.5. Proses Enkripsi dan Dekripsi pada Block Cipher

2.2.2. Algoritma Asimetris.

Asimetris Kriptografi adalah algoritma yang mengunakan kunci enkripsinya berbeda dengan dekripsi. Pada algorima ini kunci dekripsinya tidak dibuka atau rahasia, sedangkan kunci enkripsinya bisa diberikan

Ciphertext Block 1

Ciphertext Block 2

Ciphertext Block n

Algoritma Dekripsi

Algoritma Dekripsi

Algoritma Dekripsi

Plaintext Block 1

Plaintext Block 2

Plaintext Block n

Kunci Kunci

Kunci Plaintext

Block 1

Algoritma Enkripsi

Ciphertext Block 1

Kunci Kunci

Plaintext Block 2

Plaintext Block n

Algoritma Enkripsi

Algoritma Enkripsi

Ciphertext Block 2

Ciphertext Block n Kunci


(42)

kepada publik. Untuk memperoleh atribut ini, algoritma dirancang pada mekasime yang sulit untuk dipecahkan secara matematika.

Dalam Algoritma Asimetris kunci enkripsi dibuka, sehingga siapapun yang ingin berkomunikasi dapat menggunakannya. Tetapi untuk kunci dekripsi, hanya satu pihak saja yang mempunyai kunci dan dapat menggunakannya. Oleh karena itu, kunci yang digunakan untuk enkripsi disebut kunci publik, sedangkan kunci yang digunakan untuk dekripsi disebut kunci pribadi atau kunci rahasia (Gambar 2.6.).

Gambar 2.6. Proses Enkripsi dan Dekripsi Algoritma Asimetris (Kunci Publik)

Algoritma ini digunakan untuk banyak area yang berbeda. Yang paling umum digunakan adalah dalam hal pengiriman kunci algoritma

simetris pada tahap awal sebagai alternatif dari kelamahan Algoritma

Plaintext Enkripsi Ciphertext

Kunci Publik untuk pengirim

Pengiriman Pesan

Ciphertext Dekripsi Plaintext

Kunci Rahasia untuk penerima


(43)

Simetris di atas jika kedua pihak jaraknya jauh dan sulit untuk bertemu langsung. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kunci publik digunakan untuk enkripsi dan kunci rahasia digunakan untuk dekripsi.

Ketika membandingkan kelebihan dan kekurangan antara Algoritma Simetris dan Algoritma Asimetris, algoritma yang menggunakan kunci publik pada umumnya mempunyai lebih banyak keuntungan dalam istilah kriptografi, seperti kelemahan pada algoritma

simetris di atas pada pengiriman awal dan pembengkakan momori atau penghafalan kunci yang banyak. Algoritma Asimetris dapat menanggulangi kelemahan-kelemahan tersebut.

Kendati kelebihan yang telah dijelaskan sebelumnya, Algoritma

Asimetris mempunyai kelemahan yaitu dari segi kecepatan (perhitungan komputasi yang besar) yang lebih lambat dari Algoritma Simetris.

Oleh karena itu, dari tinjauan kelemahan dan kelebihannya kedua sistem algoritma ini sering digabungkan atau dikombinasikan. Algoritma

Asimetris sebagai sarana komunikasi awal pengiriman kunci simetris, selanjutnya digunakan Algorima Simetris dengan kunci rahasia di kedua belah pihak agar pengoprasianya lebih cepat dari pada menggunakan Algoritma Asimetris. Contoh dari algoritma yang menggunakan kunci publik adalah PGP, RSA, dan lain-lain.


(44)

Secara umum akan dibahas beberapa operasi matematika yang berkaitan dengan AES:Rijndael, seluruh dari tiap-tiap tahap atau langkah transformasinya melibatkan state (1 blok ), akan tetapi sebenarnya unit dasar operasi AES:Rinjdael adalah byte (terdiri dari 8 bit). Setiap byte sebagai elemen finite field GF(28) yang didefinisikan pada operasi penjumlahan dan perkalian.

Elemen finite field tersebut merupakan elemen dari field yang memiliki sifat ring komutatif. Dalam hal ini, untuk semua finite field yang memiliki pn

untuk p merupakan bilangan prima dan n merupakan bilangan bulat n≥1 sama dengan notasi GF(pn). Oleh karena itu, elemen-elemen GF(28) juga merupakan

ring komutatif yang memiliki sifat berikut : grup ( [g , +] : tertutup pada ’+’, asosiatif pada ’+’, memiliki elemen identitas, dan mempunyai invers), grup abelian ( grup komutatif), ring ( [g , + , •] : tertutup pada ’•’, asosiatif pada ’•’, dan distributif) [16].

2.3.1. Field GF(28)

Elemen dari finite field bisa direpresentasikan dalam beberapa cara yang berbeda (polinomial, bit, dan heksadesimal). Untuk semua pangkat n

bilangan prima memiliki satu finite field, oleh karena itu GF(28) dan ASCII merupakan isomorfisme, yaitu homomorfisme yang merupakan fungsi 1-1. Sedangakan homomorfisme adalah fungsi dari ring ke ring lain yang mempunyai sifat f(a+b) = f(a) + f(b) dan f(ab) = f(a).f(b) [16] . Oleh karena itu elemen tersebut sama, saat direpresentasikan memiliki pengaruh


(45)

yang kuat dalam implemetasi yang kompleks. Dalam halm ini akan direpresentasikan ring atas polinomial. Jika b, merupakan suatu nilai dari 0 atau 1 maka terbentuk suatu ukuran byte dari urutan bit b7 + b6 + b5 + b4 + b3 + b2 + b1 + b0 (koefisien binary) dapat dituliskan pada Persamaan 2.2..

b(x) = b7x7 + b6x6 + b5x5 + b4x4 + b3x3 + b2x2 + b1x + b0 ……….. 2.2.

Persamaan 2.2. menjelaskan bahwa pangkat tertinggi dari polinomial GF(28) tersebut adalah x7.

Contoh :

Nilai byte dalam bilangan heksadesimal ‘57’ (bentuk biner 01010111) sama dengan bentuk polinomial x6 + x4 + x2 + x + 1.

2.3.1.1. Penjumlahan

Penjumlahan dua elemen finite field didefinisikankan sebagai operasi XOR (penjumlahan 2 elemen dengan modulo 2) per bit lihat Tabel 2.3.. Sebagai konsekuensinya, penyederhanaannya merupakan operasi yang identik. Ekspresi berikut ini adalah ekivalen antara satu dengan lainnya (heksadesimal, bit, dan notasi polinomial).

Contoh : ’57’ ⊕ ’83’ = ’d4’ 01010111


(46)

11010100

(x6+x4+ x2+ x+1) + (x7+x+1) = (x7+ x6+x4+ x2)

Seluruh kondisi yang penting dalam menyelesaikan operasi di atas merupakan bagian dari grup abelian yaitu mempunyai sifat : komutatif ( x+y = y+x ), tertutup, asosiatif, mempunyai elemen identitas, dan mempunyai invers.

2.3.1.2. Perkalian

Perkalian elemen GF(28 ) (notasi•) adalah perkalian dalam bentuk representasi polinomial dengan modulo polinomial m(x) yang irreducible [15] (lihat Persamaan 2.3.) dari polinomial pangkat delapan. Irreducible yaitu polinom yang hanya mempunyai factor ‘01’ dan bilangan itu sendiri.

m(x) = x8+x4+ x3+ x+1 ………

2.3.

atau ‘11B’ dalam bentuk heksadesimal dan betuk desimal adalah 283.


(47)

(x6+x4+ x2+ x+1).(x7+x+1) = x13+ x11+ x9+ x8+ x7+ x7+ x5+ x3+ x2+ x+ x6+ x4+ x2+ x +1

=x13+ x11+ x9+ x8+ x6+ x5+ x4+ x3+1

(x13+ x11+ x9+ x8+ x6+ x5+ x4+ x3+1) modulo (x8+x4+ x3+ x+1)

= x7+ x6+ 1

2.3.1.3. Perkalian dengan variabel x

Jika dituliskan perkalian b(x) sebagai berikut :

x.b(x) = b8x8+b7x7+b6x6+b5x5+b4x4+b3x3+b2x2+b1x+b0

Perkalian xb(x) dapat diwujudkan sebagai left shift (pergeseran ke kiri bit)yang diikuti XOR kondisional dengan {1b}, jika b8 = 1, maka XOR dilakukan, jika b8 = 0, maka XOR tidak dilakukan. Exclusive-OR kondisional tersebut tidak lain adalah operasi modulo dengan m(x). Serangkaian left shift yang disusul operasi XOR tersebut dapat digunakan untuk perkalian antara elemen finite field. Operasi xb(x) dinotasikan sebagai xtime() [15] . Sebagai contoh :

‘57’•’13’ = ‘FE’

‘57’•’02’ = xtime(57) = ‘AE’ ‘57’•’04’ = xtime(AE) = ‘47’ ‘57’•’08’ = xtime(47) = ‘8E’


(48)

‘57’•’10’ = xtime(8E) = ‘07’

‘57’•’13’ = ‘57’•(’01’⊕’02’⊕’10’) = ‘57’⊕’AE’⊕’07’ = ‘FE’

2.3.2. Koefisien Polinom pada GF(28)

Direpresentasikan polinomial yang didefinisikan dengan koefisien GF(28) sebagai Persamaan 2.4..

0 1 2 2 3 3 )

(x a x a x a x a

a = + + + …...………. 2.4.

Sehingga didapat bentuk koefisien sebagai [a3,a2,a1,a0]. Polinoimial ini berbeda dengan polinomial pada finite field sebelumnya sebagai polinomial koefisian binary. Pada polinomial ini akan dioperasikan perkalian dengan polinomial yang berbeda, akan tetapi bentuk polinomialnya sama yaitu berderajat 4, lihat b(x) lihat Persamaan 2.5..

0 1 2 2 3 3 )

(x b x b x b x b

b = + + + ………...…………. 2.5.

Definisi kedua yaitu kedua polinomial di atas diopersasikan sebagai operasi XOR antara persamaan 2.4 dengan persamaan 2.5. operasi XOR ini koresponden antara pangkat pada variabel x, dapat dilihat


(49)

) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

(x b x a3 b3 x3 a2 b2 x2 a1 b1 x a0 b0

a + = ⊕ + ⊕ + ⊕ + ⊕ …. 2.6.

Didefinisikan a(x)+b(x)=c(x), sehingga menghasilkan

Persamaan 2.7..

0 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6 )

(x c x c x c x c x c x c x c

c = + + + + + + ………….. 2.7.

Didapat dengan cara :

0 0

0 a b

c = • c4 =a3b1a2b2a1b3

1 0 0 1

1 a b a b

c = • ⊕ • c5 =a3b2a2b3

2 0 1 1 0 2

2 a b a b a b

c = • ⊕ • ⊕ • c6 =a3b3

3 0 2 1 1 2 0 3

3 a b a b a b a b

c = • ⊕ • ⊕ • ⊕ •

Hasil dari c(x) di atas belum dalam bentuk empat byte, maka langkah selanjutnya c(x) di modularkan dengan polinomial derajat 4. Pada algoritma AES diberikan polinomial x4+1, menjadi :

xi mod ( x4 + 1 ) = xi mod 4

Operasi modular dari a(x) dan b(x) menghasilkan sebuah d(x) yang direpresentasikan pada Persamaan 2.8..


(50)

0 1 2 2 3 3 )

(x d x d x d x d

d = + + + ……… 2.8.

Dengan hasil :

⎪ ⎪ ⎭ ⎪ ⎪ ⎬ ⎫ • ⊕ • ⊕ • ⊕ • = • ⊕ • ⊕ • ⊕ • = • ⊕ • ⊕ • ⊕ • = • ⊕ • ⊕ • ⊕ • = ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 3 0 2 1 1 2 0 3 3 3 3 2 0 1 1 0 2 2 3 2 2 3 1 0 0 1 1 3 1 2 2 1 3 0 0 0 b a b a b a b a d b a b a b a b a d b a b a b a b a d b a b a b a b a d

……… 2.9.

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 3 2 1 0 0 1 2 3 3 0 1 2 2 3 0 1 1 2 3 0 3 2 1 0 b b b b a a a a a a a a a a a a a a a a d d d d ………2.10.


(51)

BAB III

ADVANCED ENCRYPTION STANDARD (AES): RIJNDAEL

3.1. Pendahuluan

Algoritma AES:Rijndael yang disosialisasikan oleh National Institute of Standards and Technology (NIST) pada November 2001 lahir sebagai standar baru enkripsi yang dikembangkan dari algoritma DES (Data Encryption Standard) melalui seleksi yang ketat dengan algoritma yang lainnya. AES yang di cetuskan oleh Dr. Vincent Rijmen dan Dr. Joan Daemen menjadi pemenang pada saat seleksi algoritma baru untuk menggantikan DES. Alasan utama terpilihnya AES:Rijndael ini bukan karena algoritmanya yang paling aman dari MARS, RC6, Serpent,Twofish, dan yang lainnya, tetapi AES:Rijndael memiliki keseimbangan antara keamanan serta fleksibelitas dalam berbagai platform software dan hardware [1] . Evaluasi terhadap AES:Rijndael dijelaskan sebagai berikut :

1. Belum ada jenis serangan yang telah diketahui dapat memecahkan Algoritma Rijndael.

2. Algoritma ini memakai S-Box nonlinier.

3. Rijndael mempunyai suatu security margin yang cukup, tetapi kritik yang datang pada Rijndael cukup banyak, karena struktur matematikanya yang sederhana bisa memberikan peluang suatu saat


(52)

untuk diserang. Dengan kata lain, struktur yang sederhana memberikan Rijndael untuk dikembangkan dalam waktu dekat.

4. Rijndael tidak memakan banyak sumber daya komputasi. Kecepatan antara dekripsi lebih lama dibandingkan dengan enkripsinya.

5. AES:Rijndael mendukung perhitungan sub kunci untuk enkripsi. 6. AES:Rijndael memerlukan satu waktu dalam eksekusi untuk key

schedule dari semua sub kunci dekripsi dengan menggunakan kunci khusus.

Algoritma AES:Rijndael menyandikan data dalam empat langkah dasar yaitu, langkah SubBytes() , langkah ShiftRows(), langkah MixColumns(), dan

AddRoundKey(). Langkah-langkah tersebut dapat dideskripsikan lebih mudah

dengan memvisualisasikan data yang akan dikonversi dalam array byte segi empat. SubBytes() diperoleh dengan memakai atau mensubtitusikan ke dalam tabel nonlinear yang dikenal dengan tabel S-Box. ShiftRows() dilakukan melalui permutasi byte-byte data dari kolom array yang berbeda. Langkah

MixColumns() menyandikan data menjadi kombinasi linear dari byte-byte data dalam satu kolom array tersebut. AddRoundKey() dilakukan dengan operasi XOR antara data dengan kunci. Keempat langkah tersebut akan memiliki nama khusus dalam algoritma yang diterangkan AES (Gambar 3.1.)


(53)

Kunci = ♣♠ ○ ♂♀ ♫

State (tranformasi sementara) = ٱŽWgaö§μڤxΫj’ir

Heksadesimal :

Plaintext = M T K t π Æ

4D616A75547275734B726970746F4B75 a r r o ? ? ¿

Kunci = j u i K ¥ ·

000102030405060708090A0B0C0D0E0F u s p u ¥ Å Q n

plaintext Setelah SubBytes()

π Æ « ‼ ┘ ٱ a ڤ

? ? ¿ ∩ Å ≤ q Ž ö x ’

· │ ¥ U í ò » W § Ϋ i

n

¥ Å Q d a } g μ j r

Setelah ShiftRows() SetelahMixColumns() Setelah AddRoundKey()

Gambar3.1. SubBytes() , ShiftRows(), MixColumns(), dan AddRoundKey() pada karakter

Algoritma AES adalah cipher block simetrik, kunci rahasia yang sama digunakan untuk menyandikan data maupun untuk memperoleh kembali data tersebut dari data tersandinya. Istilah “AES-128” merujuk pada algoritma Rijndael dengan panjang blok (block) data dan panjang kunci 128 bit. AES sendiri menggunakan panjang block data 128 bit, tetapi panjang kunci bisa berbeda-beda (AES-128, AES-192, dan AES-256). AES-128 melakukan 10


(54)

round dengan 9 round utama ditambah sekali final round, berikut Gambar 3.2.

sebagai ilustrasi diagram alir dari algoritma AES-128.

start

Round Å 0

AddRoundKey()

Round Å Round +1

SubBytes() SiftRows()

MixColoumns()

AddRoundKey()

Round = 9

SubBytes() SiftRows()

AddRoundKey()

End

start

Round Å 0

AddRoundKey()

Round Å Round +1

InvSubBytes() InvSiftRows()

InvMixColoumns()

AddRoundKey()

Round = 9

InvSubBytes() InvSiftRows()

AddRoundKey()


(55)

(a) (b)

Gambar3.2. Algoritma (a) Cipher, dan (b) Invers Cipher pada AES-128

3.2. Representasi Data

AES merepresentasikan data dengan cara urutan byte dan bit (0 atau 1 pada bn), dimana data diturunkan dari urutan input 128 bit per blok. Bit-bit

tersebut diberi indeks mulai dari 0 sampai dengan 127 (0 ≤ i < 128). Setiap urutan 8 bit (1 byte) diberlakukan sebagai entitas tunggal yang merupakan elemen finite field dengan representasi polinomial pada Persamaan 3.1..

b(x) = b7x7 + b6x6 + b5x5 + b4x4 + b3x3 + b2x2 + b1x + b0 ………... 3.1.

Pengindeks-an bit dalam byte pada block dapat dilihat pada Tabel 3.1..

Tabel 3.1. Pengindeksan Aliran Input

Urutan Bit 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 …

Input Input0 Input1 …

Posisi Bit/Byte 7 6 5 4 3 2 1 0 7 6 5 4 3 2 1 0 …

State State0 State1 …

Cipher AES dilakukan pada array byte 2 dimensi yang disebut state.

Block data disusun dalam state yang terdiri atas empat baris Nb byte (Nb = panjang block/4 adalah 4 untuk AES-128). Setiap byte diberi dua indeks yang


(56)

menyatakan posisinya, dinyatakan sebagai sr,c atau s[r,c], dengan indeks baris r (row) dalam interval 0 ≤r < 4, sedangkan indeks kolom c (coloum) dalam 0

c < Nb. Data dalam state menginformasikan hasil setiap tahap transformasi

(intermediate result).

Input dikopi ke state array pada permulaan cipher dan inverse cipher, kemudian state diperbaharui pada akhir setiap transformasi (Gambar 3.1.). Nilai state pada transformasi yang terakhir kemudian dikopi ke output kembali (lihat Gambar 3.3.) dengan pengindeks-an yang serupa Tabel 3.1.

Input State Output

0

in in4 in8 in12 s0,0 s0,1 s0,2 s0,3 out0 out4 out8 out12 1

in in5 in9 in13 s1,0 s1,1 s1,2 s1,3 out1 out5 out9 out13 2

in in6 in10 in14 s2,0 s2,1 s2,2 s2,3 out2 out6 out10 out14 3

in in7 in11 in15 s3,0 s3,1 s3,2 s3,3 out3 out7 out11 out15 Gambar3.3. State array pada input dan output

State juga dapat dipandang sebagai word 4 byte, dengan indeks baris r dari

sr,c menyatakan indek dari keempat byte dalam setiap word. Dengan kata lain, state ekivalen dengan array dari empat word yang berindeks c (indek kolom dari sr,c) seperti dilihat pada Gambar 3.4..

w0 = s0,0 . s1,0 . s2,0 . s3,0 w2 = s0,2 . s1,2 . s2,2 . s3,2 w1 = s0,1 . s1,1 . s2,1 . s3,1 w3 = s0,3 . s1,3 . s2,3 . s3,3

0 , 0


(57)

0 , 1

s s1,1 s1,2 s1,3 0

, 2

s s2,1 s2,2 s2,3 0

, 3

s s3,1 s3,2 s3,3

W0 w1 w2 w3

Gambar3.4. State array ekivalen pada word array

3.3. Enkripsi

Cipher (Gambar 3.2.) berlangsung dalam rentetan empat fungsi pembangun (primitif) yang telah dijelaskan yaitu : SubBytes(), ShiftRows(), MixColumns(), dan AddRoundKey(). Rentetan tersebut dijalankan sebanyak

Nr-1 sebagai loop utama, setiap loop disebut round (Nr = 10 round untuk AES-128). AddRoundKey() dieksekusi sebagai round inisial sebelum loop

utama. Setelah loop utama tersebut berakhir (sembilan round), SubBytes(), ShiftRows(),dan AddRoundKey(), dieksekusi secara berturut-turut sebagai final round.

3.3.1. SubBytes()

Operasi ini merupakan suatu operasi subtitusi nonlinier yang beroperasi secara mandiri pada setiap byte dengan menggunakan tabel S-Box (Tabel 3.2.), transfomasi yang telah ditabelkan tersebut mengambil

invers multiplikatif GF(28) tiap byte, kemudian diikuti dengan transformasi affine. Tranformasi affine merupakan sebuah tranformasi yang terdiri dari perkalian oleh matriks yang diikuti dengan penjumlahan dari vector seperti yang ditunjukan pada Persamaan 3.2..


(58)

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 7 6 5 4 3 2 1 0 7 6 5 4 3 2 1 0 x x x x x x x x y y y y y y y y

……… 3.2.

0 , 0

s s0,1 s0,2 s0,3 s0,0 s0,1 s0,2 s0,3 0

, 1

s s1,2 s1,3

S-Box

0 , 1

ss1,2 s1,3 0

, 2

s s2,1 s2,2 s2,3 s2,0 s2,1 s2,2 s2,3 0

, 3

s s3,1 s3,2 s3,3 s3,0 s3,1 s3,2 s3,3 Gambar3.5. Subtitusi Byte

Tabel 3.2. S-Box - nilai subtitusi untuk byte ( sr,c) dalam bentuk heksadesimal

s C

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A B C D E F

0 63 7C 77 7B F2 6B 6F C5 30 01 67 2B FE D7 AB 76

1 CA 82 C9 7D FA 59 47 F0 AD D4 A2 AF 9C A4 72 C0

2 B7 FD 93 26 36 3F F7 CC 34 A5 E5 F1 71 D8 31 15

3 04 C7 23 C3 18 96 05 9A 07 12 80 E2 EB 27 B2 75

4 09 83 2C 1A 1B 6E 5A A0 52 3B D6 B3 29 E3 2F 84

5 53 D1 00 ED 20 FC B1 5B 6A CB BE 39 4A 4C 58 CF

6 D0 EF AA FB 43 4D 33 85 45 F9 02 7F 50 3C 9F A8

r 7 51 A3 40 8F 92 9D 38 F5 BC B6 DA 21 10 FF F3 D2

8 CD 0C 13 EC 5F 97 44 17 C4 A7 7E 3D 64 5D 19 73

9 60 81 4F DC 22 2A 90 88 46 EE B8 14 DE 5E 0B DB

A E0 32 3A 0A 49 06 24 5C C2 D3 AC 62 91 95 E4 79

B E7 C8 37 6D 8D D5 4E A9 6C 56 F4 EA 65 7A AE 08

C BA 78 25 2E 1C A6 B4 C6 E8 DD 74 1F 4B BD 8B 8A

D 70 3E B5 66 48 03 F6 0E 61 35 57 B9 86 C1 1D 9E

E E1 F8 98 11 69 D9 8E 94 9B 1E 87 E9 CE 55 28 DF

F 8C A1 89 0D BF E6 42 68 41 99 2D 0F B0 54 BB 16

c r


(59)

3.3.2. ShiftRows()

ShiftRows() merupakan langkah permutasi yang dieksekusi lewat pergeseran siklik secara memutar dengan geseran yang acak pada tiga baris terakhir state (baris pertama, r = 0, tidak digeser). Untuk AES-128 baris ke dua digeser secara siklik ke kiri sekali, baris ke tiga dua kali, baris ke empat tiga kali (Gambar 3.6.(a) dan (b)).

ShiftRows()

0 , r

s sr,1 sr,2 sr,3

0 ,

r

s

s

r

,1

s

r

,2

s

r

,3 (a)

ShiftRows()

0 , 0

s s0,1 s0,2 s0,3 s0,0 s0,1 s0,2 s0,3 0

, 1

s s1,1 s1,2 s1,3 s1,1 s1,2 s1,3 s1,0 0

, 2

s s2,1 s2,2 s2,3 s2,2 s2,3 s2,0 s2,1 0

, 3

s s3,1 s3,2 s3,3 s3,3 s3,0 s3,1 s3,2 (b)

Gambar3.6. Shift Rows


(60)

Transformasi MixColumns() mengoperasikan state kolom demi kolom. Operasi ini dilakukan pada state kolom, dengan mengkoversikan setiap kolom sebagai polinomial. Kolom dianggap sebagai polinomial pada GF(28). Transformasi ini dapat digambarkan pada Gambar 3.7.

dengan perkalian matriks seperti Persamaan 3.3. dan Persamaan 3.4..

⎪ ⎪ ⎭ ⎪ ⎪ ⎬ ⎫ • ⊕ ⊕ ⊕ • = ′ • ⊕ • ⊕ ⊕ = ′ ⊕ • ⊕ • ⊕ = ′ ⊕ ⊕ • ⊕ • = ′ ) ] 02 ([ ) ] 03 ([ ) ] 03 ([ ) ] 02 ([ ) ] 03 ([ ) ] 02 ([ ) ] 03 ([ ) ] 02 ([ , 3 , 2 , 1 , 0 , 3 , 3 , 2 , 1 , 0 , 2 , 3 , 2 , 1 , 0 , 1 , 3 , 2 , 1 , 0 , 0 c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c s s s s s s s s s s s s s s s s s s s s ………3.3. ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ′ ′ ′ ′ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ × ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ c c c c c c c c s s s s s s s s , 3 , 2 , 1 , 0 , 3 , 2 , 1 , 0 02 01 01 03 03 02 01 01 01 03 02 01 01 01 03 02

……… 3.4.

MixColumns()

0 , 0

s s0,2 s0,3 s0,0 s0,2 s0,3 0

, 1

s s1,2 s1,3 s1,0 s1,2 s1,3 0

, 2

s s2,2 s2,3 s2,0 s2,2 s2,3 0

, 3

s s3,2 s3,3 s3,0 s3,2 s3,3 Gambar3.7. Mix Coloum

3.3.4. AddRoundKey()

c s0,

c s1,

c s2,

c s3,

c s0,

c s1,

c s2,

c s3,


(61)

Operasi ini merupakan suatu operasi dari penambahan kunci untuk setiap elemen pada finite field yang didefinisikan dengan operasi XOR (tabel 2.3.) dan setiap kunci round terdiri dari w[i] dimana w[i] merupakan sub kunci yang diturunkan dari kunci primer. Penjumlahan (Bagian 2.3.1.1.) dilakukan antara state dengan Round Key hasil ekspansi (Gambar 3.8.). Persamaan 3.5. berikut ini menjabarkan penjumlahan tersebut.

[s0,c,s1,c,s2,c,s3,c,]=[s0,c,s1,c,s2,c,s3,c,]⊕[wround*4+c] ……… 3.5.

dengan 0 ≤c < 4 (penjumlahan per block).

0 , 0

s s0,2 s0,3 s0,0 s0,2 s0,3 0

, 1

s s1,2 s1,3 s1,0 s1,2 s1,3 0

, 2

s s2,2 s2,3 w1+0 w1+2 w1+3 s2,0 s2,2 s2,3 0

, 3

s s3,2 s3,3 s3,0 s3,2 s3,3 Gambar3.8. Operasi XOR pada AddRoundKey()

3.4. Ekspansi Kunci

Algoritma AES melaksanakan kunci primer dan membuat suatu ekspansi kunci untuk menghasilkan key schedule. Kunci direpresentasikan menjadi

word (w[i]) lihat Gambar 3.4. serupa dengan state, akan tetapi elemen

statenya adalah cipher key. Ekspansi kunci yang diperlukan AES Nb(Nr+1)

word, sehingga untuk AES-128 membutuhkan 4(10+1) word = 44 word. Beberapa langkah yang ditempuh untuk membuat key schedule yaitu

Rotword(), SubWord, dan Rcon().

c

w1+ c

s0, c s1,

c s2,

c s3,

c s0,

c s1,

c s2,

c s3,


(62)

RotWord() adalah Jika w [i] direpresentasikan dengan array baris atau kolom menjadi baris (transpose), maka dapat di ilustrasikan dengan menggeser sekali ke kiri pada posisi byte seperti yang dilakukan shiftrows()

pada baris kedua. Misal w[i] =

(

a0,a1,a2,a3

)

, maka didapat RotWord(w[i]) =

(

a1,a2,a3,a0

)

.

SubWord() yaitu subtitusikan setiap byte yang dikonversikan kebentuk heksadesimal dengan tabel S-Box seperti yang dilakukan SubBytes(). Misal

w[i] = CF4F3C09, dengan mensubtitusikan ketabel S-Box menghasilkan SubWord(w[i]) = 8A84EB01, dimana CF menjadi 8A, 4F menjadi 84, 3C menjadi EB, dan 09 menjadi 01.

Rcon[i] merupakan suatu komponen tetap (konstanta) word dari round

dalam perhitungan ekspansi ke dalam key schedule. Adapun nilainya untuk AES-128 yang menggunakan 10 kali putaran dari Persamaan 3.6..

Rcon[i] = [xi, ‘00’, ‘00’, ‘00’] ……… 3.6.

Rcon[1] = [x0, ‘00’, ‘00’, ‘00’] = [‘01’, ‘00’, ‘00’, ‘00’] = 01000000

Rcon[2] = [x1, ‘00’, ‘00’, ‘00’] = [‘02’, ‘00’, ‘00’, ‘00’] = 02000000

Rcon[3] = [x2, ‘00’, ‘00’, ‘00’] = [‘04’, ‘00’, ‘00’, ‘00’] = 04000000

Rcon[4] = [x3, ‘00’, ‘00’, ‘00’] = [‘08’, ‘00’, ‘00’, ‘00’] = 08000000

Rcon[5] = [x4, ‘00’, ‘00’, ‘00’] = [‘10’, ‘00’, ‘00’, ‘00’] = 10000000


(1)

061 = 00111101 3D

062 > 00111110 3E

063 ? 00111111 3F

064 @ 01000000 40

065 A 01000001 41

066 B 01000010 42

067 C 01000011 43

068 D 01000100 44

069 E 01000101 45

070 F 01000110 46

071 G 01000111 47

072 H 01001000 48

073 I 01001001 49

074 J 01001010 4A

075 K 01001011 4B

076 L 01001100 4C

077 M 01001101 4D

078 N 01001110 4E

079 O 01001111 4F

080 P 01010000 50

081 Q 01010001 51

082 R 01010010 52

083 S 01010011 53

084 T 01010100 54

085 U 01010101 55

086 V 01010110 56

087 W 01010111 57

088 X 01011000 58

089 Y 01011001 59

090 Z 01011010 5A

091 [ 01011011 5B

092 \ 01011100 5C

093 ] 01011101 5D

094 ^ 01011110 5E

095 _ 01011111 5F

096 ` 01100000 60

097 a 01100001 61

098 b 01100010 62


(2)

100 d 01100100 64

101 e 01100101 65

102 f 01100110 66

103 g 01100111 67

104 h 01101000 68

105 i 01101001 69

106 j 01101010 6A

107 k 01101011 6B

108 l 01101100 6C

109 m 01101101 6D

110 n 01101110 6E

111 o 01101111 6F

112 p 01110000 70

113 q 01110001 71

114 r 01110010 72

115 s 01110011 73

116 t 01110100 74

117 u 01110101 75

118 v 01110110 76

119 w 01110111 77

120 x 01111000 78

121 y 01111001 79

122 z 01111010 7A

123 { 01111011 7B

124 | 01111100 7C

125 } 01111101 7D

126 ~ 01111110 7E

127 ⌂ 01111111 7F

128 Ç 10000000 80

129 ü 10000001 81

130 é 10000010 82

131 â 10000011 83

132 ä 10000100 84

133 à 10000101 85

134 å 10000110 86

135 ç 10000111 87

136 ê 10001000 88

137 ë 10001001 89


(3)

139 ï 10001011 8B

140 î 10001100 8C

141 ì 10001101 8D

142 Ä 10001110 8E

143 Å 10001111 8F

144 É 10010000 90

145 æ 10010001 91

146 Æ 10010010 92

147 ô 10010011 93

148 ö 10010100 94

149 ò 10010101 95

150 û 10010110 96

151 ù 10010111 97

152 ÿ 10011000 98

153 Ö 10011001 99

154 Ü 10011010 9A

155 ¢ 10011011 9B

156 £ 10011100 9C

157 ¥ 10011101 9D

158 ₧ 10011110 9E

159 ƒ 10011111 9F

160 á 10100000 A0

161 í 10100001 A1

162 ó 10100010 A2

163 ú 10100011 A3

164 ñ 10100100 A4

165 Ñ 10100101 A5

166 ª 10100110 A6

167 º 10100111 A7

168 ¿ 10101000 A8

169 ⌐ 10101001 A9

170 ¬ 10101010 AA

171 ½ 10101011 AB

172 ¼ 10101100 AC

173 ¡ 10101101 AD

174 « 10101110 AE

175 » 10101111 AF

176 10110000 B0


(4)

178 10110010 B2

179 │ 10110011 B3

180 ┤ 10110100 B4

181 10110101 B5

182 10110110 B6

183 10110111 B7

184 10111000 B8

185 10111001 B9

186 10111010 BA

187 10111011 BB

188 10111100 BC

189 10111101 BD

190 10111110 BE

191 ┐ 10111111 BF

192 └ 11000000 C0

193 ┴ 11000001 C1

194 ┬ 11000010 C2

195 ├ 11000011 C3

196 ─ 11000100 C4

197 ┼ 11000101 C5

198 11000110 C6

199 11000111 C7

200 11001000 C8

201 11001001 C9

202 11001010 CA

203 11001011 CB

204 11001100 CC

205 11001101 CD

206 11001110 CE

207 11001111 CF

208 11010000 D0

209 11010001 D1

210 11010010 D2

211 11010011 D3

212 11010100 D4

213 11010101 D5

214 11010110 D6

215 11010111 D7


(5)

217 ┘ 11011001 D9

218 ┌ 11011010 DA

219 █ 11011011 DB

220 ▄ 11011100 DC

221 ▌ 11011101 DD

222 11011110 DE

223 ▀ 11011111 DF

224 α 11100000 E0

225 ß 11100001 E1

226 Γ 11100010 E2

227 π 11100011 E3

228 Σ 11100100 E4

229 11100101 E5

230 µ 11100110 E6

231 11100111 E7

232 Φ 11101000 E8

233 Θ 11101001 E9

234 Ω 11101010 EA

235 11101011 EB

236 ∞ 11101100 EC

237 φ 11101101 ED

238 11101110 EE

239 ∩ 11101111 EF

240 ≡ 11110000 F0

241 ± 11110001 F1

242 ≥ 11110010 F2

243 ≤ 11110011 F3

244 11110100 F4

245 11110101 F5

246 ÷ 11110110 F6

247 ≈ 11110111 F7

248 ° 11111000 F8

249 · 11111001 F9

250 · 11111010 FA

251 √ 11111011 FB

252 ⁿ 11111100 FC

253 ² 11111101 FD

254 ■ 11111110 FE


(6)