1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional memiliki hakekat mewujudkan masyarakat aman, damai dan sejahtera. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang
terus berupaya melakukan pembangunan untuk mencapai tujuan nasional. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan
rakyatnya yaitu dengan meningkatkan stabilitas nasional. Salah satu cara menjaga stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat.
Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses pengelolaan sumber daya yang tersedia oleh pemerintah daerah dan masyarakat, serta kemitraan antara
sektor swasta dan pemerintah daerah dalam penciptaan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi suatu wilayah. Peningkatan jumlah lapangan
kerja dan jenis peluang kerja bagi masyarakat daerah merupakan tujuan utama dalam setiap pembangunan ekonomi. Sedangkan lapangan pekerjaan yang lebih
kecil dibanding angkatan kerja akan menyebabkan pengangguran. Pengangguran yang tinggi termasuk dalam masalah ekonomi dan sosial. Pengangguran akan
menjadi persoalan ekonomi karena menyianyiakan sumberdaya yang berharga dan angka pengangguran yang tinggi berarti menyianyiakan produksi barang dan jasa
yang sebenarnya mampu diproduksi oleh pengangguran Samuelson dan Nordhaus, 2004.
Pengangguran merupakan salah satu sumber daya yang terbuang dengan percuma. Pengangguran mempunyai potensi untuk memberikan kontribusi pada
pendapatan nasional dan daerah, tetapi mereka tidak melakukannya. Kehilangan pekerjaan membuat seseorang menjadi pengangguran. Seseorang yang kehilangan
pekerjaan berarti mengalami penurunan standar kehidupan dan tekanan psikologis. Semakin banyak seseorang yang kehilangan pekerjaan, maka
pengangguran menjadi tinggi. Akibat pengangguran tinggi, beban hidup menjadi kompleks Mankiw, 2012.
Sebagai negara berkembang, Negara Indonesia tak lepas dari masalah pengangguran. Kompleknya masalah pengangguran di Indonesia tak lepas dari
banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pertumbuhan penduduk Indonesia yang tinggi dan tidak diiringi dengan peningkatan kesempatan kerja
adalah salah satu faktor penyebab masih tingginya tingkat pengangguran di Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan membuat peningkatan
angkatan kerja. Apabila jumlah kesempatan kerja lebih kecil daripada peningkatan angkatan kerja maka jumlah pengangguran akan meningkat. Apabila masalah
pengangguran tidak segera diatasi maka akan menimbulkan dampak yang serius seperti kemiskinan. Salah satu faktor yang menentukan kemakmuran seseorang
adalah tingkat pendapatannya. Dengan seseorang menganggur maka akan mengurangi tingkat pendapatan yang akhirnya akan mengurangi tingkat
kemakmuran yang mereka capai Sukirno, 2006. Tingkat pengangguran di Indonesia sejak tahun 2005 hingga tahun 2010
terus mengalami penurunan. Namun tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar
0,34 dari tahun 2010 menjadi 7,48. Dan pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 1,35 dari tahun 2011 menjadi 6,13. Namun meningkat lagi
sebesar 0,4 di tahun 2013 menjadi 6,17. Setelah itu terjadi penurunan di tahun 2014 sebesar 0,23 dari tahun 2013 menjadi 5,94. Namun pada tahun 2015
terjadi peningkatan sebesar 0,24 menjadi 6,18 Seperti yang terlihat pada Gambar I-1 yang menunjukkan bahwa tingkat pengangguran tertinggi terjadi pada
tahun 2005 yaitu 11,24 dan terendah terjadi pada tahun 2014 yaitu 5,94. Tingkat pengangguran di Indonesia telah menunjukkan hal yang positif dimana
setiap tahun terus mengalami penurunan. Penurunan ini menunjukkan keseriusan dan keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam mengatasi pengangguran di
Indonesia.
Gambar I-1 Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia Tahun 2005-2015 dalam
Sumber : BPS diolah.
0,00 2,00
4,00 6,00
8,00 10,00
12,00
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
11,24 10,28
9,11 8,39
7,87 7,14
7,48 6,13 6,17 5,94 6,18
TPT
Jika dilihat dari sisi ekonomi, pengangguran merupakan produk dari
situasi yang didalamnya telah terjadi ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia, bahkan terus bertambah, antara lain
karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah mencari kerja, kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar tenaga kerja dan kurang
efektifnya informasi pasar tenaga kerja bagi pencari kerja. Selain itu, pengangguran juga dapat disebabkan oleh Pemutusan Hubungan Kerja PHK
yang terjadi karena perusahaan menutup atau mengurangi bidang usahanya sebagai akibat dari krisis ekonomi, keamanan yang kurang kondusif, peraturan
yang menghambat investasi, dan lain-lain. Jumlah pengangguran yang tinggi akan saling berkaitan dengan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat
Jamaludin, 2015. Masalah pengangguran masih menjadi salah satu titik berat dalam
pembangunan di Jawa Timur. Untuk mendukung upaya pemerintah dalam mengendalikan laju pengangguran, diperlukan indikator-indikator sebagai dasar
perencanaan, monitoring, maupun evaluasi program. Informasi tersebut akan banyak memberikan manfaat bagi pemerintah daerah dalam membuat
perencanaan atau kebijakan strategis dalam rangka perluasan kesempatan kerja yang pada akhirnya dapat mengurangi pengangguran serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Badan Pusat Statistik, 2015. Pada Gambar I-2 menunjukkan tingkat pengangguran terbuka di Provinsi
Jawa Timur dan Kota-kota di Provinsi Jawa Timur. Penurunan tingkat
pengangguran di Provinsi Jawa Timur tahun 2010-2015 tidak diikuti oleh beberapa Kota di Provinsi Jawa Timur. Tingkat Pengangguran yang cukup tinggi
dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010, terjadi di Kota Malang dan Kota Madiun, namun pada tahun 2015 tingkat pengangguran tinggi
terjadi hanya di Kota Kediri dan Kota Malang. Dibandingkan dengan tingkat pengangguran di Indonesia Provinsi Jawa Timur lebih rendah, namun jika
dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur, Kota-kotanya termasuk yang tertinggi diantaranya Kota Malang, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Mojokerto, dan Kota
Surabaya.
Gambar I-2 Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Jawa Timur dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015 dalam
Sumber : BPS Provinsi Ja wa Timur, Sakernas 2010-2015 data diolah
Tingkat pengangguran terbuka di objek penelitian mengalami fluktuatif dari tahun 2010-2015. Tiga Kota Kediri, Malang, dan Surabaya dari sembilan
Kota di Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan pada tahun 2015.
4 ,2
5 4
,1 6
4 ,1
2 4
,3 4
,1 9
4 ,4
7 7
,3 9
4 ,9
3 7
,8 5
7 ,2
9 7
,6 6
8 ,4
6
6 ,6
6
4 ,2
3 ,5
5 6
,1 7
5 ,7
1
3 ,8
8 ,6
8
5 ,1
9 7
,6 8
7 ,7
3 7
,2 2
7 ,2
8 6
,8 5
4 ,6
6 5
,1 2
4 ,4
8 5
,1 6
4 ,0
1 7
,2 3
4 ,9
2 4
,3 4
5 ,4
1 6
,0 9
5 ,5
7 7
,5 2
5 ,8
6 7
,3 2
5 ,7
3 4
,4 2
4 ,8
8 9
,5 2
5 ,1
5 6
,7 1
6 ,5
7 6
,9 3
5 ,1
6 ,8
4
5 ,1
5 5
,0 7
5 ,3
2 5
,8 2
7 ,0
1
5 ,5
5 4
,5 7
3 ,4
1 2
,3 2
,4 3
4 ,2
9
0,00 1,00
2,00 3,00
4,00 5,00
6,00 7,00
8,00 9,00
10,00
2010 2011
2012 2013
2014 2015
T IN
G K
A T
P E
N G
A N
G G
U RA
N T
E RB
U K
A
Jawa Timur Kota Kediri
Kota Blitar Kota
Malang Kota
Probolinggo Kota
Pasuruan Kota
Mojokerto Kota
Madiun Kota
Surabaya Kota Batu
Sedangkan Kota Blitar, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Madiun dan Kota Batu cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan Gambar I-
2 diatas, tingkat pengangguran Kota Kediri pada tahun 2015 sebesar 8,46, meningkat dari tahun 2013 dengan nilai 7,66. Pada tahun 2015 tingkat
pengangguran di Kota Malang sebesar 7,28, padahal tahun 2014 hanya sebesar 7,22. Peningkatan pengangguran juga terjadi di Kota Surabaya, pada tahun 2014
sebesar 5,82 dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 7,01. Pengangguran tertinggi pada tahun 2015 di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur adalah di Kota
Kediri. Tentu pola ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran tersebut.
Keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur dapat diamati dari dua aspek, yaitu aspek ketersediaan
supply
dan aspek kebutuhan
demand
. Idealnya kedua aspek tersebut berada pada posisi yang seimbang, yang berarti bahwa jumlah
kebutuhan tenaga kerja dapat terpenuhi dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, sehingga tidak ada pengangguran. Namun hingga tahun 2015, kondisi normal
yang diharapkan tersebut belum dapat tercapai. Jumlah pengangguran tiap tahunnya bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk. Persoalan menjadi
lebih kompleks karena bukan hanya terjadinya ketidakseimbangan dari sisi jumlah, namun mencakup karakteristik ketenagakerjaan lainnya. Antara lain
perubahan struktur umur penduduk usia kerja yang ditunjukkan dari angka beban ketergantungan, distribusi tenaga kerja menurut lapangan pekerjaan yang dominan
pada kegiatan informal, besarnya rata-rata upah yang diterima buruh belum
mencapai standar upah minimum yang ditetapkan dan sebagainya Badan Pusat Statistik, 2015.
Menurut Badan Pusat Statistik 2015, Salah satu faktor penyebab ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan tenaga kerja adalah faktor
pertumbuhan ekonomi yang belum sejalan dengan kemampuan menyerap tenaga kerja yang memadai. Sementara dari sisi persediaan juga memperlihatkan masih
rendahnya kualitas pendidikan penduduk usia kerja sehingga sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang memadai, serta adanya penduduk usia sekolah yang
masuk kategori angkatan kerja. Pertumbuhan ekonomi daerah diartikan sebagai kenaikan Produk
Domestik Regional Bruto PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan
struktur ekonomi terjadi atau tidak. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi daerah secara langsung maupun tidak langsung akan menciptakan lapangan kerja
Arsyad, 2000. PDRB memiliki pengaruh terhadap jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan asumsi apabila nilai PDRB meningkat, maka jumlah nilai tambah
barang dan jasa akhir dalam seluruh unit ekonomi di suatu wilayah akan meningkat. Fenomena tersebut akan menyebabkan terjadinya peningkatan
terhadap jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Selain nilai PDRB suatu wilayah, tingkat Upah Minimum Kota UMK
juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran. Upah merupakan kompensasi yang diterima oleh satu unit kerja yang berupa
jumlah yang yang dibayarkan kepada pekerja. Jika dilihat dari pihak pemberi
pekerjaan upah adalah beban perusahaan dimana penambahan upah minimum dapat menyebabkan pengurangan dalam permintaan tenaga kerja. Menurut
Mankiw 2000 upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja yang akan menimbulkan pengangguran. Sedangkan dari
pihak tenaga kerja upah adalah imbalan yang seharusnya diterima akibat balas jasa dari waktu dan tenaga kerja yang digunakan, akibat penambahan upah
minimum dapat ditarik angkatan kerja untuk mau bekerja dan mencari pekerjaan. Sementara itu pembangunan suatu daerah juga dapat dilihat melalui
besaran nilai indeks pembangunan manusia IPM. Tinggi rendahnya nilai IPM juga menentukan kualitas dari sumber daya manusia di suatu wilayah. Menurut
Todaro 2000 mengatakan bahwa pembangunan manusia merupakan tujuan pembangunan itu sendiri. Yang mana pembangunan manusia memainkan peranan
kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap teknologi modern untuk mengembangkan kapasitasnya agar tercipta kesempatan kerja untuk
mengurangi jumlah pengangguran untuk melakukan pembangunan manusia yang berkelanjutan. Dengan teratasinya jumlah pengangguran dan mendapatkan
pendapatan yang tinggi maka akan berpengaruh terhadap peningkatan pambangunan manusia melalui peningkatan bagian pengeluaran rumah tangga
yang dibelanjakan untuk makanan yang lebih bergizi dan pendidikannya yang lebih tinggi. Sehingga pengurangan pengangguran dapat kita lihat dari jumlah
indeks pembangunan manusia yang mengalami peningkatan. Bertambahnya jumlah penduduk akan selalu diwarnai dengan munculnya
masalah-masalah akibat kehidupan penduduk yang dinamis. Pertumbuhan
penduduk yang tinggi serta meningkatnya kegiatan di beberapa sektor menimbulkan berbagai masalah di wilayah-wilayah perkotaan misalnya
permasalahan yang umum terjadi di Indonesia. Seperti yang telah dikemukakan oleh banyak pakar mengenai studi kota, bahwa penduduk akan bertempat tinggal
di kota dan kawasan sekitar kota. Menurut Mulyadi 2003, jumlah penduduk yang makin besar telah membawa akibat jumlah angkatan kerja yang makin besar
pula. Ini berarti makin besar pula jumlah orang yang mencari pekerjaan atau menganggur. Agar dapat dicapai keadaan yang seimbang maka seyogyanya
mereka semua dapat tertampung dalam suatu pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan keingingan serta keterampilan mereka. Ini akan membawa konsekuensi
bahwa perekonomian harus selalu menyediakan lapanga-lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja baru.
Menurut Todaro 2006 salah satu implikasi yang menonjol atas tingginya angka kelahiran di negara berkembang adalah hampir 40 persen penduduknya
terdiri dari anak-anak yang berumur kurang dari 15 tahun. Jadi angkatan kerja produktif di negara-negara berkembang harus menanggung beban yang lebih
banyak untuk menghidupi anak-anak yang proposional jumlahnya hampir dua kali lipat dibandingkan dengan yang ada di negara-negara maju. Penduduk yang
berusia lanjut maupun yang masih anak-anak secara ekonomis disebut beban ketergantungan
dependency burden.
Artinya, mereka merupakan anggota masyarakat yang tidak produktf sehingga menjadi beban angkatan kerja yang
produktif berumur 15-64 tahun. Menurut Arsyad 2010, Semakin tinggi persentase rasio beban tanggungan, semakin tinggi beban yang harus ditanggung
penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan rasio beban tanggungan yang semakin rendah
menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif
lagi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan mengangkat judul “Analisis Pengaruh Produk Domestik
Regional Bruto, Upah Minimum Kota, Indeks Pembangunan Manusia, Jumlah Penduduk dan BebanTanggungan Penduduk Terhadao Tingkat Pengangguran
Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-
2015”. B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto PDRB Atas
Dasar Harga Konstan 2010 terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015 ?
2. Bagaimana pengaruh Upah Minimum Kota UMK terhadap Tingkat
Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010- 2015 ?
3. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia IPM terhadap
Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015 ?
4. Bagaimana pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Tingkat Pengangguran
Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015 ? 5.
Bagaimana pengaruh BebanTanggungan Penduduk terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-
2015 ? C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis pengaruh Produk Domestik Regional Bruto PDRB
Atas Dasar Harga Konstan 2010 terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015.
2. Untuk menganalisis pengaruh Upah Minimum Kota UMK terhadap
Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015.
3. Untuk menganalisis pengaruh Indeks Pembangunan Manusia IPM
terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015.
4. Untuk menganalisis pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Tingkat
Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010- 2015.
5. Untuk menganalisis pengaruh BebanTanggungan Penduduk terhadap
Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015.
D. Manfaat Penelitian