Analisis Pengaruh Pengeluaran dan Jumlah Penduduk terhadap Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Aceh

(1)

S E K

O L

A H

P A

S C

A S A R JA

N

A

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENDAPATAN DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROPINSI

ACEH

TESIS

Oleh

S A R D I NIM 107018004/EP

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENDAPATAN DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROPINSI

ACEH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

S A R D I NIM 107018004/EP

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROPINSI ACEH

Nama Mahasiswa : S a r d i Nomor Pokok : 107018004

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui : Komisi Pembimbing,

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin SE., M.Ec) (Dr. H.B. Tarmidzi, SE., SU Ketua

) Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,


(4)

Tanggal lulus : 04 April 2012 Telah diuji pada

Tanggal : 04 April 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE., M.Ec Anggota : 1. Dr. H. B. Tarmidzi, SE., SU

2. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si 3. Dr. Rujiman, SE., M.Si


(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : S a r d i

NIM : 107018004

Program : Magister Ekonomi Pembangunan

Dengan ini Saya menyatakan Tesis yang berjudul “Analisis Pengaruh Pengeluaran

dan Jumlah Penduduk terhadap Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Aceh”, adalah benar hasil kerja Saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Maret 2012 Yang membuat pernyataan,

107018004/EP S a r d i


(6)

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENDAPATAN DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROPINSI

ACEH

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengeluaran dan jumlah penduduk terhadap PDRB Propinsi Aceh. Dimana faktor yang diamati dalam penelitian ini adalah PDRB, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, PAD, Pengeluaran

Daerah dan Jumlah Penduduk.

Untuk tujuan analisis, penelitian ini menggunakan data time series tahunan dari 2000 sampai 2010 yang akan diinterpolasi menjadi data kuartalan. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model ekonometrik. Teknik analisis akan menggunakan regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel perubahan DAU, perubahan DBH Pajak dan perubahan PAD signifikan mempengaruhi Pengeluaran Daerah. Variabel Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk signifikan mempengaruhi PDRB.

Kata kunci : PDRB, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk.


(7)

ABSTRACT

This research aim to analysis the influence of expenditure and population to PDRB Aceh. Where the factors to determine are DAU, DBH Pajak, DBH SDA, PAD, expenditure goverment, population and PDRB.

For the purpose of analysis, this research used data of time series anuall of year 2000-2010. Econometric’s model is used in this research, where the method used is ordinary least square (OLS).

The results show that DAU, DBH Pajak and PAD was effect to goverment expenditure fungtion. Goverment expenditure and population was effect to PDRB fungtion.

Key words : PDRB, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, goverment expenditure and population.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyelesaikan tesis ini guna untuk memperoleh gelar Magister Ekonomi Pembangunan (S2) pada Sekolah Pascasarjana Program Magister Ilmu-Ilmu Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan. Tesis ini berisikan hasil penelitian penulis yang berjudul “Analisis pengaruh pengeluaran dan jumlah penduduk terhadap Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Aceh”.

Segala usaha yang penulis lakukan dalam menyelesaikan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima

kasih yang tak terhingga terutama kepada Ayahanda Alm. M. Kadin dan Ibunda Almh.

Siti Bariyah yang sangat penulis sayangi dan hormati yang telah membesarkan, mendidik, mendukung dan mendengarkan keluh-kesah penulis selama ini. Serta

kepada istri Nelpa Afrianti dan anak-anakku tercinta Devy Surya Mawaddah, M.

Irfan Asy’ari Sardi dan M. Rafif Julian Sardi yang selalu memberikan semangat dan membuat hidup penulis semakin berwarna.

Pada kesempatan ini penulis juga menyertakan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K).,


(9)

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin Sembiring, SE., M.Ec., selaku Ketua

Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis sehingga tesis ini semakin lebih baik.

4. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE., M.S., selaku Sekretaris Program Studi Magister

Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. H.B. Tarmidzi, SE., SU., selaku Anggota Komisi Pembimbing

yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis sehingga tesis ini semakin lebih baik.

6. Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si., Bapak Dr. Rujiman, SE., M.Si. dan

Bapak Rahmad Sumanjaya SE., M.Si., selaku Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan saran di dalam penyempurnaan tesis ini.

7. Bapak Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan BPS Pusat, Bapak Kepala BPS

Aceh, Bapak Bupati Simeulue serta Bapak Kepala BPS Kabupaten Simeulue yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh Pendidikan pada Program Pascasarjana di Universitas Sumetera Utara.

8. Bapak dan Ibu Dosen-Dosen Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan berbagai pengalaman dan ilmu pengetahuan kepada penulis.


(10)

9. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Magiser Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

10.Kedua Mertuaku Bapak H.Muhctarjuddin dan Ibu Hj.Rafizah yang telah ikut

mendukung serta mendo’akan penulis sehingga berhasil dan sukses

11.Seluruh keluarga besarku yang telah memberikan semangat dan dukungan

moril kepada penulis untuk dapat terus menimba ilmu setinggi-tingginya.

12.Seluruh rekan–rekan Angkatan XIX Program Studi Pascasarjana Ekonomi

Pembangunan Universitas Sumatera Utara, terimah kasih atas segala dukungan,bantuan dan kerjasama selama penulis menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Maret 2012 Penulis,


(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sardi

Agama : Islam

Tempat/Tanggal Lahir : Busung, 19 Agustus 1975

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Jl. Pahlawan Lr. Merpati No. 86 Desa Suka Karya

Sinabang

No. Handphone : 081370929099

Pekerjaan : PNS BPS Kabupaten Simelue

Nama Orang Tua Laki-laki : Alm. M. Kadin Nama Orang Tua Perempuan : Almh. Siti Bariyah

Nama Istri : Nelpa Afrianti

Nama Anak : 1. Devy Surya Mawaddah

2. M. Irfan Asy’ari Sardi 3. M. Rafif Julian Sardi

Riwayat Pendidikan Formal

1. SD Inpres Busung

Lulus tahun 1987

2. SMP Negeri 4

Simelue Timur Lulus tahun 1990

3. SMA Negeri 1

Simelue Timur Lulus tahun 1993

4. S1 STIM Banda


(12)

5. S2 Ilmu Ekonomi


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 ... Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 ... Perumusan Masalah ... 7

1.3 ... Tujuan Penelitian ... 7

1.4 ... Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Dana Perimbangan ... 9

2.1.1. Pengertian Dana Perimbangan ... 9

2.1.2. Pembagian Dana Perimbangan ... 10


(14)

2.3 Jumlah Penduduk ... 19

2.4 Produk Domestik Regional Bruto ... 20

2.5 Pengeluaran Pemerintah ... 22

2.6 Penelitian Terdahulu ... 25

2.7 Kerangka Konseptual ... 27

2.8 Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 29

3.2 Jenis Dan Sumber Data ... 29

3.3 Pengolahan Data ... 29

3.4 Model Analisis ... 30

3.5 Uji Kesesuaian Model ... 31

3.5.1. Koefisien Determinan (R Square) ... 31

3.5.2. Uji t ... 31

3.5.3. Uji F ... 33

3.6 Uji Asumsi Klasik ... 34

3.6.1. Uji Normalitas ... 34

3.6.2. Uji Multokolinieritas ... 35

3.6.3. Uji Auto Korelasi ... 35

3.7 Definisi Operasional ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Gambaran Umum Propinsi Aceh ... 38

4.2 Gambaran Umum Variabel Penelitian ... 40

4.2.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum ... 40

4.2.2 Perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak ... 42

4.2.3 Perkembangan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam ... 44


(15)

4.2.5 Perkembangan Pengeluaran Daerah ... 48

4.2.6 Perkembangan Jumlah Penduduk ... 50

4.2.7 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto ... 53

4.3 Hasil Analisis ... 55

4.3.1 Persamaan Pengeluaran Daerah ... 55

4.3.2 Persamaan Produk Domestik Regional Bruto ... 57

4.3.3 Pengujian Kesesuaian Model ... 58

4.3.4 Pengujian Asumsi Klasik ... 60

4.4 Pembahasan ... 65

4.4.1 Persamaan Pengeluaran Daerah ... 65

4.4.2 Persamaan Produk Domestik Regional Bruto ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 69


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Nilai dan Pertumbuhan PDRB Aceh atas Dasar Harga Berlaku

Dan Konstan 2000-2010 ... 5

4.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum Tahun 2000-2010 ... 41

4.2 Perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak Tahun 2000-2010 ... 44

4.3 Perkembangan Dana Bagi Hasil SDA Tahun 2000-2010 ... 45

4.4 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Tahun 2000-2010 ... 47

4.5 Perkembangan Pengeluaran Daerah Tahun 2000-2010 ... 49

4.6 Perkembangan Jumlah Penduduk Tahun 2000-2010 ... 51

4.7 Perkembangan PDRB Tahun 2000-2010 ... 53

4.8 Koefisien Persamaan Pengeluaran Daerah ... 55

4.9 Koefisien Persamaan Produk Domestik Regional Bruto ... 57

4.10 Hasil Pengujian Normalitas Persamaan Pengeluaran Daerah ... 60

4.11 Hasil Pengujian Multikolinieritas Persamaan Pengeluaran Daerah 60 4.12 Hasil Pengujian Autokorelasi Persamaan Pengeluaran Daerah ... 62

4.13 Hasil Pengujian Normalitas Persamaan PDRB ... 62

4.14 Hasil Pengujian Multikolinieritas Persamaan PDRB ... 63


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Perkembangan PDRB Propinsi Aceh Atas Harga Berlaku

Dan Konstan Tahun 2000-2010 ... 6

2.1 Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 25

2.2 Kerangka Konseptual Analisis Pengaruh Penerimaan dan Pengeluaran Daerah Terhadap PDRB Propinsi Aceh ... 27

4.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum Tahun 2000-2010 ... 42

4.2 Perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak Tahun 2000-2010 ... 44

4.3 Perkembangan Dana Bagi Hasil SDA Tahun 2000-2010 ... 46

4.4 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Tahun 2000-2010 ... 48

4.5 Perkembangan Pengeluaran Daerah Tahun 2000-2010 ... 50

4.6 Perkembangan Jumlah Penduduk Tahun 2000-2010 ... 52


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Penelitian ... 73 2. Data Penelitian Hasil Interpolasi ... 74

3. Hasil Estimasi Persamaan Pengeluaran Daerah ... 76

4. Hasil Estimasi Persamaan Produk Domestik Regional Bruto .. 77

5. Pengujian Normalitas ... 78 6. Pengujian Multikolinieritas ... 79 7. Pengujian Autokorelasi ... 80


(19)

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENDAPATAN DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROPINSI

ACEH

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengeluaran dan jumlah penduduk terhadap PDRB Propinsi Aceh. Dimana faktor yang diamati dalam penelitian ini adalah PDRB, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, PAD, Pengeluaran

Daerah dan Jumlah Penduduk.

Untuk tujuan analisis, penelitian ini menggunakan data time series tahunan dari 2000 sampai 2010 yang akan diinterpolasi menjadi data kuartalan. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model ekonometrik. Teknik analisis akan menggunakan regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel perubahan DAU, perubahan DBH Pajak dan perubahan PAD signifikan mempengaruhi Pengeluaran Daerah. Variabel Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk signifikan mempengaruhi PDRB.

Kata kunci : PDRB, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk.


(20)

ABSTRACT

This research aim to analysis the influence of expenditure and population to PDRB Aceh. Where the factors to determine are DAU, DBH Pajak, DBH SDA, PAD, expenditure goverment, population and PDRB.

For the purpose of analysis, this research used data of time series anuall of year 2000-2010. Econometric’s model is used in this research, where the method used is ordinary least square (OLS).

The results show that DAU, DBH Pajak and PAD was effect to goverment expenditure fungtion. Goverment expenditure and population was effect to PDRB fungtion.

Key words : PDRB, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, goverment expenditure and population.


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur urusan pemerintahan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Dimana kewenangan tersebut ditujukan untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat demi peningkatan kesejahteraan yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Perlu diingat bahwa penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila diikuti dengan berbagai sumber penerimaan yang cukup bagi daerah tersebut.

Era reformasi merupakan titik tolak perubahan kebijakan desentralisasi di Indonesia ke arah yang nyata. Reformasi juga memberikan hikmah yang sangat besar kepada daerah-daerah untuk menikmati otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah telah mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah, yaitu:

1. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU


(22)

2. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah sebagai pengganti UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Konsekuensi dari pelaksanaan kedua Undang-Undang tersebut adalah bahwa daerah harus mampu mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab. Daerah diberikan kewenangan dari pemerintah pusat yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari APBD, selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi (Setiaji dan Adi, 2007).

Selain itu, dengan adanya otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya, dan pemerintah pusat tidak terlalu aktif mengatur daerah. Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah diharapkan mampu menganalisis peluang yang ada untuk memajukan daerah dengan melakukan identifikasi sumber-sumber penerimaan, dan juga harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang kemudian dikembangkan menjadi sumber pendapatan daerah.

Namun pada kenyataannya masing-masing daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ada daerah yang memiliki potensi kekayaan alam yang melimpah, ada juga yang tidak. Ada daerah yang tata perekonomiannya sudah baik, ada juga yang masih tertinggal. Untuk mengatasi persoalan ketimpangan tersebut dan adanya


(23)

kebutuhan pendanaan daerah yang cukup besar, pemerintah pusat memberikan dana perimbangan yang ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Dana perimbangan ini terdiri dari Bagian Daerah, yaitu Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Dimana Dana Bagi Hasil bersumber dari berbagai pungutan pajak daerah maupun pusat serta iuran-iuran hasil berbagai sumber daya alam di setiap wilayah. Sedangkan Dana Alokasi Umum ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan bersih dalam negeri yang sudah ditetapkan dalam APBN dimana Dana Alokasi Khusus juga ditetapkan di dalam APBN dengan berbagai kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kekuatan dan bobot keuangan pemerintahan daerah merupakan perpaduan antara alokasi tanggung jawab dengan berbagai sumber dana di setiap daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah mempunyai kebebasan untuk menentukan penggunaan hasil pendapatn daerah tersebut.

Besaran dana perimbangan berbeda-beda di setiap daerah, tergantung pada potensi sumber-sumber dan kekayaan alam ataupun jumlah penduduk yang terdapat di daerah tersebut. Pada umumnya daerah yang PAD-nya masih rendah, lebih mengandalkan pada penerimaan dari dana perimbangan. Hal ini menunjukkan masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pasokan dana dari pemerintah pusat. Sebenarnya bantuan dari pemerintah pusat diharapkan dapat memberikan rangsangan bagi daerah untuk lebih meningkatkan PAD, yang merupakan salah satu bagian penting dari sumber penerimaan daerah. Sehingga bantuan tersebut dapat


(24)

dikurangi secara gradual, baik melalui penciptaan sistem perpajakan baru sesuai dengan kebutuhan daerah, maupun melalui pertumbuhan ekonomi.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu unsur yang menentukan dalam pembangunan di daerah. Hal ini disebabkan karena PAD merupakan sumber penerimaan yang dikelola dan diperoleh melalui usaha-usaha sendiri oleh Pemerintah Kabupaten dengan memanfaatkan segala potensi yang ada di daerah tersebut. Upaya-upaya untuk meningkatkan PAD ini tidak terlepas dari mekanisme sistem pemerintah daerah, yaitu kerjasama antara Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah, dengan cara pendekatan terpadu dengan tidak menghilangkan identitas, baik tugas dan fungsi masing-masing.

Selain dana perimbangan dan PAD, keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah juga tergantung pada Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki daerah. Sumber Daya Manusia berperan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah di samping hal-hal yang menyangkut prasarana, sarana, dan wahana yang diperlukan. Terpusatnya SDM berkualitas di Kota-kota besar dapat didistribusikan ke daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah. Untuk menciptakan kelembagaan pemerintah daerah otonom yang mampu, perlulah diisi oleh SDM yang berkualitas.

Namun ada kecenderungan pemerintah daerah hanya tertarik pada jenis pendekatan pembangunan fisik yang memerlukan biaya tinggi dengan melakukan alokasi anggaran, sedangkan untuk meningkatkan SDM relatif rendah. Ditambah lagi dengan masalah jumlah penduduk di Indonesia yang besar. Tidak semua penduduk di Indonesia mendapatkan kesempatan pendidikan yang baik. Selain itu masalah


(25)

pengangguran juga masih belum teratasi. Sehingga di Indonesia masih banyak terdapat penduduk dengan kualitas yang rendah.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan dan juga berguna untuk menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang. Untuk mengetahui apakah suatu perekonomian mengalami pertumbuhan, perlu ditentukan perubahan yang sebenarnya terjadi dalam kegiatan-kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun, yaitu dengan menghitung Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku. Apabila PDRB suatu daerah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, maka pertumbuhan ekonomi daerah tersebut dapat dikatakan meningkat pula yang otomatis memperkuat PAD daerah itu. Dan sebaliknya apabila PDRB suatu daerah mengalami penurunan, maka pertumbuhan ekonomi daerah tersebut dikatakan menurun, yang dapat dilihat dari berbagai sektor.

Tabel 1.1. Nilai dan Pertumbuhan PDRB Aceh Atas Dasar Harga Berlaku dan

Konstan 2000 - 2010

Tahun

Nilai (Juta Rupiah) Pertumbuhan

ADHB ADHK (%)

2000 39,50 39,50 -

2001 37,65 35,26 -10,73

2002 43,71 42,34 20,08


(26)

2004 50,36 40,37 -9,65

2005 56,95 36,29 -10,11

2006 69,35 36,85 1,54

2007 71,09 35,98 -2,36

2008 73,53 34,09 -5,25

2009 71,69 32,22 -5,49

2010 77,51 33,07 2,64

Sumber : BPS Propinsi Aceh (Data diolah).

Dari tabel di atas menunjukkan perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Aceh berdasarkan harga berlaku dan konstan dari tahun 2000 sampai tahun 2010. Dimana berdasarkan harga berlaku PDRB propinsi Aceh menunjukkan trend peningkatan dari tahun ke tahun kecuali pada periode 2009 yang sedikit mengalami koreksi. Tetapi untuk melihat pertumbuhan ekonomi, PDRB harga berlaku tidak bisa dijadikan patokan, sehingga diperlukan acuan lain dengan menggunakan PDRB harga konstan. Dimana jika dilihat perkembangan PDRB harga konstan Propinsi Aceh menunjukkan pergerakan dinamis yang cenderung mengalami penurunan pertumbuhan dari tahun ke tahun. Walaupun pada periode 2002 Propinsi Aceh mengalami pertumbuhan yang signifikan tetapi hal ini tidak bisa memacu perekonomian Propinsi Aceh secara keseluruhan.


(27)

Gambar 1.1. Perkembangan PDRB Propinsi Aceh Atas Dasar Harga Konstan

dan Berlaku Tahun 2000-2010

Pada dasarnya, implikasi dari otonomi daerah ini menuntut daerah untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh setiap daerah, sehingga dapat memberikan manfaat bagi daerah dan kesejahteraan masyarakat pun meningkat. Peran pemerintah sebagai mobilisator pembangunan sangat penting dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat penelitian

dengan judul : “Analisis Pengaruh Pengeluaran Dan Jumlah Penduduk

Terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto Propinsi Aceh”.

1.2.Perumusan Masalah


(28)

1. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Sumber Daya Alam serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh ?

2. Bagaimana pengaruh Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk terhadap

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Aceh ?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil

(DBH) Pajak dan Sumber Daya Alam serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh.

2. Untuk menganalisis pengaruh Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk

terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Aceh.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh melalui penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menambah wawasan dan pemantapan teori dan ilmu yang penulis

peroleh selama kuliah di Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.


(29)

2. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan sumber referensi bagi peneliti yang berminat dengan pembahasan yang sejenis di masa mendatang.

3. Sebagai bahan masukan untuk para pengambil kebijakan ekonomi daerah


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dana Perimbangan

2.1.1. Pengertian Dana Perimbangan

Dana Perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik (Widjaja, 2002).

Menurut Elmi (2002), secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan transfer dana kepada pemerintah daerah adalah:

1. Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian

"kue nasional", baik vertikal maupun horisontal.

2. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah

dengan menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan negara dan agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.

Namun selama ini sumber dana pembangunan daerah di Indonesia mencerminkan ketergantungan terhadap sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat (Sumiyarti dan Imamy, 2005). Sejalan dengan itu, Elmi (2002) juga

menyatakan bahwa ketidakseimbangan fiskal (fiscal inbalance) yang terjadi antara


(31)

pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 70 persen kecuali Propinsi DKI Jakarta.

Padahal sebenarnya bantuan dana dari pemerintah pusat tersebut hanyalah untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan pendapatan asli daerahnya, yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan daerah, bukan menjadikannya sebagai prioritas utama dalam penerimaan daerah.

2.1.2. Pembagian Dana Perimbangan

1. Bagian Daerah, yaitu Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA)

Sumber-sumber penerimaan perpajakan yang dibagihasilkan meliputi Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 dan pasal 25/29 orang pribadi, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bagian Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sementara itu, sumber-sumber penerimaan SDA yang dibagihasilkan adalah minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 115 Tahun 2000, bagian daerah dari PPh, baik PPh pasal 21 maupun PPh pasal 25/29 orang pribadi, ditetapkan masing-masing sebesar 20 persen dari penerimaannya. Dua puluh persen bagian daerah tersebut terdiri dari 8 persen bagian Propinsi dan 12 persen bagian Kabupaten/Kota. Pengalokasian bagian penerimaan pemerintah daerah kepada masing-masing daerah Kabupaten/Kota diatur berdasarkan usulan gubernur dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah penduduk, luas wilayah, serta faktor lainnya yang relevan dalam rangka pemerataan.


(32)

Sementara itu, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000, bagian daerah dari PBB ditetapkan 90 persen, sedangkan sisanya sebesar 10 persen yang merupakan bagian pemerintah pusat, juga seluruhnya sudah dikembalikan kepada daerah. Dari bagian daerah sebesar 90 persen tersebut, 10 persennya merupakan upah pungut, yang sebagian merupakan bagian pemerintah pusat. Sementara itu, bagian daerah dari penerimaan BPHTB berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 ditetapkan sebesar 80 persen, sedangkan sisanya 20 persen merupakan bagian pemerintah pusat. Dalam UU tersebut juga diatur mengenai besarnya bagian daerah dari penerimaan SDA minyak bumi dan gas alam (migas), yang masing-masing ditetapkan 15 persen dan 30 persen. Sementara itu, penerimaan SDA pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan, ditetapkan masing-masing sebesar 80 persen.

2. Dana Alokasi Umum (DAU)

Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang dimaksud dengan dana alokasi umum yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Pada Pasal 7 UU No. 33 Tahun 2004, besarnya DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25 persen dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk daerah Propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10 persen dan 90 persen dari DAU.


(33)

3. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Pengertian dana alokasi khusus menurut UU No. 33 Tahun 2004 adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, termasuklah yang berasal dari dana reboisasi. Kebutuhan khusus yang dimaksud yaitu:

1. Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus

alokasi umum, dan/atau

2. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.

Penerimaan negara yang berasal dari dana reboisasi sebesar 40 persen disediakan kepada daerah penghasil sebagai DAK.

2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain penerimaan asli daerah yang sah (NN, 2003). Pendapatan asli daerah diartikan sebagai pendapatan daerah yang tergantung keadaan perekonomian pada umumnya dan potensi dari sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri. Sutrisno (1984: 200).


(34)

Pendapatan asli daerah adalah suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber-sumber keuangan untuk membiayai tugas-tugas dan tanggungjawabnya. Menurut pasal 6 Undang-undang No. 32 tahun 2004 pendapatan asli daerah berasal dari :

1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

4. Penerimaan dari dinas dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Pasal 6 Undang-undang tahun 2004 tentang pendapatan asli daerah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pajak Daerah

Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk. Pada pokoknya pajak memiliki dua peranan utama yaitu sebagai sumber penerimaan negara (fungsi budget) dan sebagai alat untuk mengatur (fungsi regulator) (Suparmoko, 2002). Mardiasmo (1997) mendefinisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga daerah tersebut.


(35)

Menurut Undang-undang No. 34 tahun 2000 pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

Terdapat banyak batasan tentang pajak yang dikemukakan para ahli, tetapi pada dasarnya isinya hampir sama yaitu pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa imbalan jasa yang secara langsung dapat ditunjuk (Suparmoko, 1997). Dari batasan atau definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah :

1. Iuran masyarakat kepada negara 2. Berdasarkan undang-undang 3. Tanpa balas jasa secara langsung

4. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah

Berdasarkan kewenangan memungutnya pajak digolongkan menjadi dua yaitu pajak negara dan pajak daerah. Pengertian pajak daerah adalah sama dengan pajak negara, perbedaannya terletak pada :

a. Pajak negara ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah pusat (dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak)

b. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan dengan peraturan daerah atau pajak negara yang pengelolaan dan penggunaannya diserahkan kepada daerah (Sutrisno, 1984).


(36)

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundangan yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.

2. Retribusi Daerah

Retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat karena seseorang atau badan hukum menggunakan jasa dan barang pemerintah yang langsung dapat ditunjuk (Sutrisno, 1984). Peraturan pemerintah No. 66 tahun 2002 tentang retribusi daerah pasal satu menyebutkan bahwa retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Menurut Undang-undang No. 34 tahun 2000 retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.

Pada dasarnya retribusi adalah pajak, tetapi merupakan jenis pajak khusus, karena ciri-ciri dan atau syarat-syarat tertentu masih dapat dipenuhi (Sutrisno, 1984). Syarat-syarat tertentu tersebut antara lain : berdasarkan undang-undang atau peraturan yang sederajat harus disetor ke kas negara atau daerah dan tidak dapat dipaksakan. Batasan pengertian retribusi ini sendiri merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah karena seseorang dan atau badan hukum menggunakan barang dan jasa


(37)

pemerintah yang langsung dapat ditunjuk. Dari definisi di atas terlihat bahwa ciri-ciri mendasar dari retribusi daerah adalah :

a. Retribusi dipungut oleh daerah

b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat di tunjuk

c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan barang atau jasa yang disediakan oleh daerah

Lapangan retribusi daerah adalah seluruh lapangan pungutan yang diadakan untuk keperluan keuangan daerah sebagai pengganti jasa yang diberikan oleh daerah. 3. Bagian Laba Perusahaan Daerah

Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dalam memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dari perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum, atau dengan perkataan lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbangannya yaitu fungsi ekonomi (Kaho, 1998). Pemerintah daerah mendirikan perusahaan daerah atas dasar berbagai pertimbangan : menjalankan ideologi yang dianutnya bahwa sarana produksi milik masyarakat; untuk melindungi konsumen dalam hal ada monopoli alami, seperti angkutan umum atau telepon; dalam rangka mengambil alih perusahaan asing; untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi daerah; dianggap cara yang “efisien” unutk menyediakan layanan


(38)

masyarakat, dan/atau menebus biaya, serta untuk menghasilkan penerimaan untuk pemerintah daerah (Devas, 1989).

Sumber pendapatan asli daerah yang ketiga yaitu adalah laba dari perusahaan daerah. Karena berbentuk perusahaan maka prinsip pengelolaannya berdasarkan atas asas-asas ekonomi perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus mencari keuntungan dan selanjutnya sebagian dari keuntungan tersebut diserahkan ke kas daerah. Fungsi pokok dari perusahaan daerah adalah :

1. Sebagai dinamisator perekonomian daerah, yang berarti perusahaan daerah harus mampu memberikan rangsangan bagi berkembangnya perekonomian daerah.

2. Sebagai penghasil pendapatan daerah yang berarti harus mampu memberikan manfaat ekonomis sehingga terjadi keuntungan yang dapat diserahkan ke kas daerah.

Berdasarkan uraian di atas, maka perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan mampu memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah. Sifat utama perusahaan daerah berorientasi pada keuntungan, dapat memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum atau dengan kata lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbangannya yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Artinya pemenuhan fungsi sosial perusahaan daerah dapat berjalan seiring dengan pemenuhan fungsi ekonomi sebagai badan hukum yang bertujuan mendapatkan laba. Sedangkan lapangan hasil perusahaan


(39)

daerah adalah sebagian dari perusahaan daerah yang bergerak di bidang produksi jasa dan perdagangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

4. Penerimaan Dinas-dinas dan Pendapatan Lain-lain yang disahkan

Penerimaan dinas merupakan penerimaan yang berasal dari usaha dinas-dinas daerah yang bersangkutan yang bukan merupakan penerimaan pajak, retribusi ataupun laba perusahaan daerah. Fungsi pokok dari penerimaan dinas-dinas daerah (kecuali dinas pendapatan daerah) pada umumnya adalah bukan mencari pendapatan daerah, tetapi melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah yang bersifat pembinaan atau bimbingan kepada masyarakat. Penerimaan lain-lain, di lain pihak adalah penerimaan pemerintah daerah di luar penerimaan-penerimaan dinas, pajak, retribusi dan bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari sewa rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barang-barang (bekas) milik daerah, penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan majalah daerah (Hirawan, 1987).

Fungsi utama dari dinas-dinas daerah adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat tanpa terlalu memperhitungkan untung dan ruginya, tetapi dalam batas-batas tertentu dapat didayagunakan untuk bertindak sebagai organisasi ekonomi yang memberikan pelayanan dengan imbalan jasa.

Penerimaan lain-lain membuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa materi dalam hal kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal kegiatan tersebut untuk


(40)

menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan pemerintah daerah dalam suatu bidang tertentu.

Jadi di satu pihak dapat menghimpun dana sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, di lain pihak lebih mengarah kepada publik service dan bersifat penyuluhan yaitu tidak mengambil keuntungan, melainkan hanya sekedar untuk menutup resiko biaya administrasi yang dikeluarkan.

2.3. Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan bagian penting dalam kegiatan ekonomi dan dalam usaha untuk membangun suatu perekonomian. Karena penduduk sebagai Sumber Daya Manusia dapat menyediakan tenaga kerja atau tenaga ahli dalam menciptakan kegiatan perekonomian.

Salah satu masalah besar dalam pembangunan ekonomi di LDCs (Less Development Countries) adalah gejala pertumbuhan penduduk yang tinggi (Hakim, 2004). Pertambahan penduduk yang sangat cepat nampaknya makin menambah kerumitan dalam usaha-usaha pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang. Karena disatu pihak perkembangan penduduk yang cepat akan menambah jumlah tenaga kerja yang sama cepatnya, dilain pihak negara-negara yang sedang berkembang mempunyai kemampuan yang sangat terbatas untuk menciptakan kesempatan kerja baru. Akibatnya timbul lah pengangguran yang sangat serius baik di kota maupun di desa dan masalah urbanisasi (Suryana, 2000).


(41)

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang juga memiliki problematika yang sama, yaitu memiliki jumlah penduduk yang besar yang tersebar disetiap daerahnya. Sedangkan lapangan usaha masih sangat terbatas yang menimbulkan tingginya tingkat pengangguran. Selain itu, masalah pendidikan juga belum teratasi. Tidak semua penduduk di masing-masing daerah di Indonesia mendapatkan kesempatan pendidikan yang baik dikarenakan kurangnya biaya. Sehingga masih banyak terdapat penduduk dengan kualitas yang rendah. Sebagai akibatnya adalah dapat menghambat kegiatan pembangunan yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi.

Seperti studi yang dilakukan oleh Siregar (2007), bahwa kurangnya kualitas pertumbuhan ekonomi di Indonesia diindikasikan oleh laju pengangguran yang masih

relatif tinggi dan sulit/lambat penurunannya (persistent), dan juga oleh angka

kemiskinan (terutama kemiskinan di kawasan pedesaan) yang juga relatif persistent.

2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB merupakan penjumlahan dari semua harga dan jasa akhir atau semua nilai tambah yang dihasilkan oleh daerah dalam periode waktu tertentu (1 tahun). Untuk menghitung nilai seluruh produksi yang dihasilkan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu dapat digunakan 3 cara penghitungan. Ketiga cara tersebut adalah :


(42)

1. Cara Pengeluaran.

Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlah pengeluaran ke atas barang-barang dan jasa yang diproduksikan dalam negara tersebut. Menurut cara ini pendapatan nasional adalah jumlah nilai pengeluaran rumah tangga konsumsi, rumah tangga produksi dan pengeluaran pemerintah serta pendapatan ekspor dikurangi dengan pengeluaran untuk barang-barang impor. 2. Cara Produksi atau cara produk netto.

Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi barang atau jasa yang diwujudkan oleh berbagai sektor (lapangan usaha) dalam perekonomian. Dalam menghitung pendapatan nasional dengan

cara produksi yang dijumlahkan hanyalah nilai produksi tambahan atau value

added yang diciptakan. 3. Cara Pendapatan.

Dalam penghitungan ini pendapatan nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional. (Sukirno, 1994).

Adapun manfaat penghitungan nilai PDRB adalah :

1. Mengetahui dan menelaah struktur atau susunan perekonomian. Dari perhitungan PDRB dapat diketahui apakah suatu daerah termasuk daerah industri, pertanian atau jasa dan berapakah besar sumbangan masing-masing sektornya.


(43)

2. Membandingkan perekonomian dari waktu ke waktu. Oleh karena nilai PDRB dicatat tiap tahun, maka akan di dapat catatan angka dari tahun ke tahun. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh keterangan kenaikan atau penurunan apaka ada perubahan atau pengurangan kemakmuran material atau tidak.

2.5. Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Dalam teori makro mengenai perkembangan pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu :

1 Teori Rostow dan Musgrev

Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meingkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut,Rostow mengatakan


(44)

bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas social seperti halnya, program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya.

Dalam model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pe-merintah yang dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave bahwa pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi sangat besar. Hal ini disebabkan oleh karena pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar.

2. Teori Wagner

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam pendapatan per kapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Dengan bertumbuhnya perekonomian, peranan pemerintah menjadi semakin besar karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat. Wagner menerangkan mengapa peran pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.


(45)

Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori

organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap

pemrintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya. Formulasi hukum Wagner ialah sebagai berikut :

n n k k k PPK PP P PPK PP P PPK PP P < < < ... 2 2 1 1

... (1)

Dimana : Pk

PPK = Pendapatan per kapita, yaitu GDP atau jumlah penduduk

PP = Pengeluaran pemerintah per kapita

1, 2, ..., n = Jangka waktu (tahun)

3. Teori Peacock dan Wiseman

Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha memperbesar pengeluaran, sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Peacock dan Wiseman menyebutkan bahwa perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berobah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemrintah semakin meningkat pula.

Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar. Peacock dan Wiseman menjelaskan bahwa


(46)

perkembangan pengeluaran pemerintah tidak berbentuk garis tetapi berbentuk seperti tangga seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah ini:

Pengeluaran Pemerintah

Wagner, Solow, Musgrev

Peacook – Wiseman

0 Tahun

Gambar 2.1. Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Dari ketiga teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengeluaran pemerintah akan memberikan pengaruh yang positif terhadap pendapatn daerah


(47)

tersebut. Dengan kata lain, peningkatan pengeluaran pemerintah akan ikut meningkatkan pendapatan asli daerah itu sendiri.

2.6. Penelitian Terdahulu

1. Jan Waner Saragih (2006), menganalisis pengaruh keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun. Dengan teknik analisis

menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) mengemukakan bahwa

variabel PAD, DBH dan DAU berpengaruh signifikan terhadap PDRB Kabupaten Simalungun.

2. Hidayat dkk (2007), menganalisis penelitian yang berjudul Analysis Of Financial Performance Of Newly Created Regencies/Cities In North Sumatera, yang bertujuan untuk menganalisis kinerja keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara hasil pemekaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagaian besar Kabupaten/kota hasil pemekaran memiliki ketergantungan yang bersar terhadap dana perimbangan khususnya DAU dan DAK.

3. Lia Nazliana Nasution (2008), menganalisis pengaruh dana perimbangan dan PAD terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota Sumatera Utara di era otonomi daerah. Dengan teknik analisis menggunakan metode data panel mengemukakan bahwa variabel dana perimbangan berpengaruh positif tetapi tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sedangkan variabel PAD dan jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota Sumatera Utara.


(48)

4. Marjudin (2011), menganalisis kemampuan keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simelue dalam rangka otonomi khusus Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kemampuan keuangan daerah Kabupaten Simelue masuk kategori sangat kurang, dimana penerapan otonomi khusus telah meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk mendorong pertumbuhan daerah Kabupaten Simelue.

2.7 Kerangka Konseptual

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan sumber pembiayaan berbagai kegiatan Pemerintah Daerah untuk dapat tumbuh dan berkembang. Dimana pembiayaan tersebut diperoleh dari berbagai penerimaan daerah baik yang diperoleh dari daerah itu sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat. Sedangkan berbagai sumber penerimaan tersebut akan digunakan untuk pembiayaan berbagai kegiatan pemerintah daerah baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung.


(49)

Berdasarkan uraian singkat diatas, dapat digambarkan kerangka konseptual dari penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Analisis Pengaruh Pengeluaran dan Jumlah

Penduduk Terhadap PDRB Propinsi Aceh

2.8 Hipotesis Penelitian

3. Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Sumber

Daya Alam serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap

Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh, ceteris paribus.

4. Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk berpengaruh positif terhadap

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Aceh, ceteris paribus.

D A U

DBH Pajak

DBH SDA

PAD

Jumlah Penduduk Pengeluaran Daerah


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memfokuskan masalah mengenai pengaruh pengeluaran dan jumlah penduduk terhadap PDRB Propinsi Aceh. Dengan variabel penelitiannya adalah Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Pengeluaran Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Sumber Daya Alam, Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta jumlah penduduk.

3.2. Jenis Dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder dengan jenis data runtun waktu tahunan mulai dari tahun 2000 sampai tahun 2010 dengan jumlah data sebanyak 11 observasi yang akan diinterpolasi menjadi data kuartalan sehingga akan menghasilkan data sebanyak 40 observasi, yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Departemen Keuangan dan data pendukung lainnya yang diperoleh dari jurnal, buku dan penelitian sebelumnya.

3.3. Pengolahan Data

Penulis menggunakan program komputer SPSS 19 dalam mengolah dan menganalisis data penelitian di dalam tesis ini.


(51)

3.4. Model Analisis

Untuk memperoleh jumlah data yang lebih banyak, maka penulis akan mempergunakan metode interpolasi linier sebagai berikut : (Insukindro, 1993)

Q1 = 1/4 {Yt - 4,5/12 (Yt – Yt-1

Q

)}

2 = 1/4 {Yt - 1,5/12 (Yt – Yt-1

Q

)}

3 = 1/4 {Yt +1,5/12 (Yt – Yt-1

Q

)}

4 = 1/4 {Yt + 4,5/12 (Yt –Yt-1

Di mana Q

)}

1 adalah data triwulan 1, dan seterusnya; Yt adalah data tahun yang

berlaku dan Yt-1

PD = f (DAU, DBH-P, DBH-SDA dan PAD) ... (1)

adalah data satu tahun sebelumnya. Model analisis yang akan digunakan merupakan model ekonometrik dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda. Adapun model persamaan penelitian ini dapat difungsikan sebagai berikut :

PDRB = f (PD dan JP) ... (2) Adapun model persamaannya adalah sebagai berikut :

PDt = β0 + β1DAUt + β2DBHPt+ β3DBHSDAt+ β5PADt + εt

PDRB

(3)

t = β0 + β6PDt + β7JPt+ εt

Dimana :

... (4)

PD = Total pengeluaran daerah Propinsi Aceh (Milyar Rupiah)

PDRB = PDRB harga berlaku Propinsi Aceh (Triliun Rupiah)

DAU = Dana Alokasi Umum Propinsi Aceh (Milyar Rupiah)


(52)

DBHSDA = Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Propinsi Aceh (Milyar Rupiah)

PAD = Pendapatan Asli Daerah Propinsi Aceh (Milyar Rupiah)

JP = Jumlah Penduduk Propinsi Aceh (Juta Jiwa)

β0 β

= Intersep

1 – β7

t = Tahun (2000, 2001, ..., 2010)

= koefisien regresi

ε = Kesalahan pengganggu

3.5. Uji Kesesuaian Model

3.5.1. Koefisien Determinan (R Square)

Koefisien determinan dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel bebas

memberikan penjelasan mengenai variabel terikat. Dimana jika R2 = 0, artinya

variabel-variabel bebas tidak dapat menerangkan hubungan terhadap variabel terikat.

Sedangkan jika R2

3.5.2. Uji t

= 1, artinya variabel-variabel bebas mampu menerangkan hubungan terhadap variabel terikat.

Merupakan suatu pengujian untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Pengaruh variabel independen yaitu DAU, DBH Pajak dan SDA serta PAD terhadap belanja rutin dan pembangunan kemudian belanja rutin dan pembangunan serta jumlah penduduk terhadap PDRB dilakukan pada tingkat


(53)

(

)

1 1

Sb b b thitung = −

dimana : b1

b = Nilai hipotesis nol

= Koefisien variabel bebas ke 1

Sb1

Berdasarkan Uji t, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

= Simpangan baku dari variabel bebas ke 1

Ho: βi

H

= 0

a : βi

Dengan kriteria sebagai berikut :

≠ 0

Ho diterima jika t hitung < t

Artinya ada variabel bebas (PAD, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, belanja rutin, belanja pembangunan dan jumlah penduduk) yang tidak secara nyata mempengaruhi variabel terikat (belanja rutin, belanja pembangunan dan PDRB).

tabel

Ho ditolak jika t hitung > t

Artinya ada variabel bebas (PAD, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, belanja rutin, belanja pembangunan dan jumlah penduduk) yang secara nyata mempengaruhi variabel terikat (belanja rutin, belanja pembangunan dan PDRB).

tabel


(54)

Merupakan pengujian untuk melihat seberapa besar variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Pengujian ini juga dilakukan pada

tingkat kepercayaan 95 %. Nilai F hitung

(

)

(

)

(

n k

)

R k R Fhitung − − − = 2 2 1 1

dapat diperoleh melalui rumus berikut ini :

dimana : R2

k = Jumlah variabel bebas

= Koefisien determinan

n = Jumlah sampel

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut : Ho: β1 = β2= β3= β4

H

= 0

a : β1 = β2 = β3 = β4

Dengan kriteria sebagai berikut :

≠ 0 (paling sedikit satu variabel)

Ho diterima jika F hitung≤ F

Artinya seluruh variabel bebas (PAD, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, belanja rutin, belanja pembangunan dan jumlah penduduk) tidak secara nyata mempengaruhi variabel terikat (belanja rutin, belanja pembangunan dan PDRB).

tabel

Ho ditolak jika F hitung > F

Artinya seluruh variabel bebas (PAD, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, belanja rutin, belanja pembangunan dan jumlah penduduk) secara nyata mempengaruhi variabel terikat (belanja rutin, belanja pembangunan dan PDRB).


(55)

3.6. Uji Asumsi Klasik

3.6.1. Uji Normalitas

Pendugaan persamaan dengan menggunakan metode OLS harus memenuhi sifat kenormalan, karena jika tidak normal dapat menyebabkan varians infinitif (ragam tidak hingga atau ragam yang sangat besar). Hasil pendugaan yang memiliki varians infinitif menyebabkan pendugaan dengan metode OLS akan menghasilkan nilai

dugaan yang not meaningful (tidak berarti). Hal ini mengindikasikan bahwa uji F dan

t terhadap parameter pendugaan tidak mempunyai nilai. Hasil Penelitian yang memiliki ragam yang besar membuat hasil pendugaan tidak efektif, namun hasil uji F

dan t terhadap parameter penduga masih memiliki nilai (Verbeek et. al, 2000 dan

Thomas, 1997).

Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menguji Normalitas adalah

Kolmogorov-Smirnovtest. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut : H0

H

: ρ = 0, data berdistribusi normal a : ρ ≠ 0, data tidak berdistribusi normal

Jika hasil Kolmogorov-Smirnov test lebih besar dari nilai α = 5 persen, maka terima

hipotesis nul yang berarti data berdistribusi normal. Jika hasil Kolmogorov-Smirnov

test lebih kecil dari nilai α = 5 persen, maka tolak hipotesis nul yang berarti erro term


(56)

3.6.2. Uji Multikolinieritas

Merupakan pengujian untuk mengetahui apakah adanya hubungan linier yang kuat diantara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi. Multikolinieritas akan mempengaruhi interpretasi hasil regresi model yang diuji. Salah satu cara untuk mendeteksi multikolinier adalah dengan cara membandingkan nilai koefisien kovarian apakah lebih besar atau lebih kecil daripada 0,75. Dimana jika lebih besar dari 0,75 maka terdapat gejala multikolionieritas dan sebaliknya jika lebih rendah dari 0,75 maka terbebas dari gejala multikolinieritas.

Selain itu, ada juga teknik pendektesian yang lain, yaitu dengan cara membandingkan nilai tolerence dan VIF. Dimana jika nilai tolerence lebih besar dari 1 dan VIF lebih besar dari 10 maka terdapat gejala multikolinieritas, dan sebaliknya jika nilai tolerence lebih kecil dari 1 dan VIF lebih kecil dari 10 maka terbebas dari gejala multikolinieritas.

3.6.3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan hubungan yang terjadi antara variabel-variabel dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu. Dengan kata lain, autokorelasi akan menunjukkan hubungan antara nilai-nilai yang berurutan dari variabel-variabel yang sama. Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan pengganggu suatu periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya. Adapun alat penguji yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah :


(57)

DW test dapat dirumuskan sebagai berikut :

(

)

= = − − = n t t n t t t e e e d 1 2 2 2 1

Di dalam pengujian autokorelasi ini, maka terlebih dahulu harus ditentukan besarnya nilai kritis dari dU dan dL

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

berdasarkan jumlah pengamatan dan variabel bebasnya.

H0

H

: ρ = 0, tidak ada gejala autokorelasi a : ρ

Dengan kriteria sebagai berikut :

≠ 0, ada gejala autokorelasi

H0 diterima jika (dU < d < 4 – dU

Artinya data pengamatan tidak terdapat gejala autokorelasi. ),

H0 ditolak jika (d < dL) atau (d > 4 – dL

Artinya data pengamatan memiliki gejala autokorelasi. ),

Tidak ada kesimpulan jika (dL ≤ d ≤ dU) atau (4 – dU≤ d ≤ 4 – dL

Artinya Uji Durbin-Watson tidak dapat memberikan kesimpulan yang pasti terhadap ada atau tidaknya gejala autokorelasi pada data pengamatan.

),

3.7. Definisi Operasional

1. PDRB merupakan pendapatan domestik regional bruto Propinsi Aceh berdasarkan atas harga berlaku dalam satuan triliun Rupiah.


(58)

2. Dana alokasi umum (DAU) merupakan dana yang diterima Propinsi Aceh yang merupakan transfer pemerintah pusat kepada daerah yang akan dipergunakan untuk kegiatan operasional dalam satuan milyar Rupiah.

3. Dana bagi hasil pajak (DBH Pajak) merupakan dana yang diterima Propinsi Aceh yang merupakan hasil pembagian berbagai pungutan pajak pemerintah pusat yang dipungut disetiap daerah dalam satuan milyar Rupiah.

4. Dana bagi hasil sumber daya alam (DBH SDA) merupakan dana yang diterima Propinsi Aceh yang merupakan hasil pembagian berbagai pungutan terhadap hasil alam daerah yang dilakukan oleh pemerintah pusat dalam satuan milyar Rupiah.

5. Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan keseluruhan penerimaan Propinsi Aceh yang berhasil direalisasikan melalui berbagai pungutan pajak, retribusi maupun pendapatan lainnya yang sah dalam satuan milyar Rupiah.

6. Pengeluaran Daerah merupakan jumlah pengeluaran daerah Propinsi Aceh melalui belanja langsung dan tidak langsung dalam satuan milyar Rupiah. 7. Jumlah penduduk merupakan jumlah keseluruhan penduduk yang terdaftar di


(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Propinsi Aceh

Aceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah propinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan propinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah.

Banda Aceh adalah ibukota dari propinsi ini. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh merupakan kawasan yang paling buruk dilanda gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali. Yang terberat adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Singkil dan Simeulue.

Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.

Aceh mempunyai kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam. Sumber alam itu terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur. Aceh juga terkenal dengan sumber hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh Besar, sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara.


(60)

Propinsi dengan wilayah 5.736.557 Ha terdiri dari 23 kabupaten/kota yang dibagi kedalam 276 kecamatan, dan kecamatan tersebut mempunyai 6.123 desa. Tingkat pemerintahan yang paling rendah adalah desa, umumnya dikenal dengan “Gampong”. Setiap gampong memiliki kepala disebut “Keuchik”. Keuchik dibantu oleh Tuha Peut dan sangat dihormati. Masyarakat diwakili oleh seorang “Teungku Meunasah” atau “Teungku Imum” sebagai tokoh agama disetiap gampong. Di gampong terdapat satu bangunan yang disebut “Meunasah” yang difungsikan sebagai pusat administrasi gampong, tempat pendidikan agama, pusat musyawarah dan tempat pertemuan untuk berbagai kegiatan bagi masyarakat.

Menurut sejarah nenek moyang orang Aceh berasal dari Vietnam Selatan, Koching China dan Combodia. Kemudian datang Melayu muda membawa budaya baru. Orang Aceh dahulu bertolak ke gunung dan sekarang menjadi dua kelompok yaitu Gayo dan Alas. Aceh terletak pada posisi strategis di Barat laut ujung Sumatra antara Timur dan Barat Aceh merupakan daerah transit rempah-rempah dari Maluku champor dari Barus dan Lada, Aceh juga menjadi pintu masuk Agama Islam dari pedagang Arab, Persia, Turki dan India. Walaupun Jawa sudah mengenal dunia Islam, Aceh daerah pertama sekali masuknya Islam ke Indonesia, pada akhir abad ke 13, kerajaan Islam tumbuh di Pasai, bukan hanya menjadi pusat perdagangan tetapi juga menjadi pusat pendidikan Agama.

Tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Aceh mendukung perjuang melawan Belanda dengan menyediakan pesawat udara yang dibeli dengan sumbangan emas dari rakyat Aceh. Pesawat ini menjadi pesawat


(61)

pertama Garuda Indonesia Airline dan sekarang menjadi monument di Taman Mini Jakarta dan replikanya di Banda Aceh.

4.2. Gambaran Umum Variabel Penelitian

Berikut ini akan dipaparkan perkembangan dan pertumbuhan seluruh variabel yang digunakan di dalam penelitian ini. Dimana pemaparan tersebut akan didukung dengan tabel dan grafik untuk memudahkan penjelasan dan pemahaman perkembangan dan pertumbuhan variabel-variabel tersebut.

4.2.1. Perkembangan Dana Alokasi Umum

Perkembangan Dana Alokasi Umum Propinsi Aceh dari tahun 2000 sampai tahun 2010 secara umum dan nominal menunjukkan pertumbuhan yang positif, dimana dapat terlihat dari peningkatan nilai nominal dari tahun ke tahun. Walaupun pada tahun 2001, 2002 dan 2009 sedikit mengalami penurunan nilai nominal dimana hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya perubahan peraturan dari Pemerintah Pusat di dalam pendistribusian alokasi dana ke Daerah atau bisa juga karena dampak krisis keuangan dunia yang merembet ke Indonesia sehingga menggerogoti keseimbangan keuangan Pemerintah Pusat.

Dari tabel di bawah terlihat bahwa Dana Alokasi Umum Propinsi Aceh mencapai titik tertinggi pada tahun 2010, dimana hal hal ini disebabkan secara nominal kebutuhan secara nominal akan terus meningkat akibat adanya inflasi. Sedangkan pada tahun 2002, Dana Alokasi Umum Pemerintah Aceh berada pada titik terendah.


(62)

Adapun perkembangan Dana Alokasi Umum Propinsi Aceh selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1. Perkembangan Dana Alokasi Umum Tahun 2000-2010

Tahun

Dana Alokasi Umum

Milyar Rupiah %

2000 165,34 -

2001 163,40 -1,17

2002 150,56 -7,86

2003 211,50 40,48

2004 248,68 17,58

2005 284,90 14,56

2006 456,00 60,06

2007 528,27 15,85

2008 576,20 9,07

2009 509,69 -11,54

2010 621,07 21,85

Sumber : BPS Propinsi Aceh, 2001-2012.

Dari grafik di bawah dapat dilihat bahwa pertumbuhan tertinggi Dana Alokasi Umum terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 60,06% yang kemungkinan besar disebabkan karena adanya peningkatan yang signifikan di dalam kebutuhan untuk pembiayaan apartur daerah. Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar -11,54% dimana hal ini akibat dari usaha penghematan anggaran


(63)

pemerintah pusat untuk mengantisipasi dampak terburuk dari krisis keuangan dunia yang melanda beberapa negara Eropa dan Amerika.

Adapun trend pergerakan Dana Alokasi Umum Propinsi Aceh selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 4.1. Perkembangan Dana Alokasi Umum Tahun 2000-2010

Pergerakan pertumbuhan Dana Alokasi Umum Propinsi Aceh selama periode penelitian menunjukkan pergerakan yang fluktuatif, dimana pada periode 2000-2002 menunjukkan trend negatif tetapi pada periode 2002-2003 memiliki trend yang positif. Pergerakan ini terus terjadi hinga saat ini, dimana pada periode 2003-2005 dan periode 2006-2009 kembali memiliki trend negatif serta pada periode 2005-2006 dan 2009-2010 memiliki pergerakan trend yang positif.


(64)

Perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi Aceh dari tahun 2000 sampai tahun 2010 secara umum dan nominal menunjukkan pertumbuhan yang positif, dimana dapat terlihat dari peningkatan nilai nominal dari tahun ke tahun. Walaupun pada tahun 2007, 2009 dan 2010 sedikit mengalami penurunan nilai nominal dimana hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya perubahan peraturan dari Pemerintah Pusat di dalam pendistribusian alokasi dana ke Daerah atau bisa juga karena dampak krisis keuangan dunia yang merembet ke Indonesia sehingga menggerogoti keseimbangan keuangan Pemerintah Pusat.

Dari tabel di bawah terlihat bahwa Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi Aceh mencapai titik tertinggi pada tahun 2008. Sedangkan pada tahun 2000, Dana Bagi Hasil Pajak Pemerintah Aceh berada pada titik terendah. Adapun perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi Aceh selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.2. Perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak Tahun 2000-2010

Tahun

Dana Bagi Hasil Pajak

Milyar Rupiah %

2000 18,21 -

2001 39,21 115,32

2002 41,81 6,63

2003 243,77 483,04

2004 316,00 29,63


(65)

2006 527,76 31,10

2007 518,15 -1,82

2008 655,04 26,42

2009 650,00 -0,77

2010 201,97 -68,93

Sumber : BPS Propinsi Aceh, 2001-2012.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan tertinggi Dana Bagi Hasil Pajak terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 483,04%. Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar -68,93%. Adapun trend pergerakan Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi Aceh selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 4.2. Perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak Tahun 2000-2010

Pergerakan pertumbuhan Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi Aceh selama periode penelitian menunjukkan pergerakan yang cenderung negatif, walaupun pada


(66)

tahun 2003 mengalami peningkatan yang sangat tinggi tetapi hal ini karena adanya perubahan pembagian pajak pada periode tersebut saja. Pada periode 2004-2010 trend perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi Aceh menunjukkan pergerakan yang stabil tetapi cenderung negatif.

4.2.3. Perkembangan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam

Perkembangan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Propinsi Aceh dari tahun 2000 sampai tahun 2010 secara umum dan nominal menunjukkan perkembangan yang berbentuk pelana kuda, dimana pada tahun 2000 dan 2010 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Propinsi Aceh sangat kecil dibandingkan periode 2001 sampai 2009. Dimana pada tahun 2002 perkembangannya sangat tinggi dibandingkan periode sebelumnya, sedangkan pada tahun 2010 perkembangannya berubah drastis penurunannya dibandingkan periode sebelumnya.

Dari tabel di bawah terlihat bahwa Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Propinsi Aceh mencapai titik tertinggi pada tahun 2010. Sedangkan pada tahun 2000, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Propinsi Aceh berada pada titik terendah. Adapun perkembangan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Propinsi Aceh selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.3. Perkembangan Dana Bagi Hasil SDA Tahun 2000-2010

Tahun

Dana Bagi Hasil SDA

Milyar Rupiah %


(67)

2001 166,03 2235,16

2002 1.205,50 626,07

2003 977,69 -18,90

2004 624,60 -36,11

2005 1.076,46 72,34

2006 922,67 -14,29

2007 967,36 4,84

2008 926,25 -4,25

2009 1.000,18 7,98

2010 118,20 -88,18

Sumber : BPS Propinsi Aceh, 2001-2012.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan tertinggi Dana Bagi Hasil Pajak terjadi pada tahun 2001, sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2010. Adapun trend pergerakan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Propinsi Aceh selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini :


(68)

Gambar 4.3. Perkembangan Dana Bagi Hasil SDA Tahun 2000-2010

Pergerakan pertumbuhan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Propinsi Aceh selama periode penelitian menunjukkan pergerakan yang cenderung stagnan, walaupun pada tahun 2001 mengalami peningkatan yang sangat tinggi tetapi hal ini karena adanya perubahan pembagian sumber daya alam pada periode tersebut saja. Pada periode 2003-2010 trend perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi Aceh menunjukkan pergerakan yang stabil tetapi cenderung negatif.

4.2.4. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah

Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Propinsi Aceh dari tahun 2000 sampai tahun 2010 secara umum dan nominal menunjukkan perkembangan yang positif dari tahun ke tahun, walaupun pada tahun 2005 sedikit mengalami koreksi dibandingkan periode sebelumnya. Dari tabel di bawah terlihat bahwa Pendapatan Asli Daerah Propinsi Aceh mencapai titik tertinggi pada tahun 2010. Sedangkan pada tahun 2000,


(69)

Pendapatan Asli Daerah Propinsi Aceh berada pada titik terendah. Hal ini menunjukkan kinerja pemerintahan propinsi Aceh yang cukup baik di dalam penghimpunan pendapatan daerah melalui pemanfaatan berbagai potensi pajak dan retribusi daerah di wilayah Propinsi Aceh.

Adapun perkembangan Pendapatan Asli Daerah Propinsi Aceh selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.4. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Tahun 2000-2010

Tahun

Pendapatan Asli Daerah

Milyar Rupiah %

2000 32,09 -

2001 48,76 51,95

2002 92,80 90,32

2003 141,70 52,69

2004 150,61 6,29

2005 132,12 -12,28

2006 234,85 77,76

2007 316,27 34,67

2008 430,07 35,98

2009 724,09 68,37

2010 796,95 10,06


(70)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan tertinggi Pendapatan Asli Daerah Propinsi Aceh terjadi pada tahun 2002, sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2005. Adapun trend pergerakan Pendapatan Asli Daerah Propinsi Aceh selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 4.4. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Tahun 2000-2010

Pergerakan pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Propinsi Aceh selama periode penelitian menunjukkan pergerakan yang fluktuatif. Dimana pada tahun 2002, 2006 dan 2009 merupakan titik-titik tertinggi selama periode penelitian, sedangkan tahun 2005 dan 2010 merupakan titik-titik terendah selama periode penelitian. Walaupun demikian secara umum, Pendapatan Asli Daerah Propinsi Aceh mengalami pertumbuhan yang cenderung ke arah positif.


(71)

Perkembangan Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh dari tahun 2000 sampai tahun 2010 secara umum dan nominal menunjukkan perkembangan yang positif dari tahun ke tahun, walaupun pada tahun 2009 dan 2010 sedikit mengalami koreksi dibandingkan periode sebelumnya. Dari tabel di bawah terlihat bahwa Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh mencapai titik tertinggi pada tahun 2008. Sedangkan pada tahun 2000, Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh berada pada titik terendah. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan pengeluaran rutin dan pembangunan Propinsi Aceh yang digunakan untuk mencapai potensi pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.

Adapun perkembangan Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.5. Perkembangan Pengeluaran Daerah Tahun 2000-2010

Tahun

Pengeluaran Daerah

Milyar Rupiah %

2000 245,89 -

2001 494,76 101,21

2002 1.384,49 179,83

2003 4.963,53 258,51

2004 5.282,69 6,43

2005 6.344,74 20,10


(72)

2007 10.766,53 24,13

2008 11.514,99 6,95

2009 7.642,81 -33,63

2010 7.528,52 -1,50

Sumber : BPS Propinsi Aceh, 2001-2012.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan tertinggi Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh terjadi pada tahun 2003, sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2009. Dimana pada dua tahun terakhir periode penelitian terjadi trend penurunan terhadap pengeluaran daerah yang menunjukkan adanya pengurangan proses pembangunan dan pembiayaan apartur daerah.

Adapun trend pergerakan Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini :


(73)

Gambar 4.5. Perkembangan Pengeluaran Daerah Tahun 2000-2010

Pergerakan pertumbuhan Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh selama periode penelitian menunjukkan pergerakan yang menurun. Dimana pada periode 2000 sampai 2003 menunjukkan pergerakan yang positif, sedangkan pada periode 2003 sampai 2010 menunjukkan pergerakan yang negatif selama periode penelitian. Walaupun demikian secara umum, Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh mengalami pertumbuhan yang cenderung ke arah positif.

4.2.6. Perkembangan Jumlah Penduduk

Perkembangan Jumlah Penduduk Propinsi Aceh dari tahun 2000 sampai tahun 2010 secara umum menunjukkan perkembangan yang relatif stabil dari tahun ke tahun, walaupun pada tahun 2003 dan 2004 sedikit mengalami koreksi dibandingkan periode lainnya. Dari tabel di bawah terlihat bahwa Jumlah Penduduk Propinsi Aceh mencapai titik tertinggi pada tahun 2010. Sedangkan pada tahun 2005, Jumlah Penduduk Propinsi Aceh berada pada titik terendah.

Adapun perkembangan Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.6. Perkembangan Jumlah Penduduk Tahun 2000-2010

Tahun

Jumlah Penduduk

Jiwa %

2000 4.073,00 -


(74)

2002 4.166,20 0,58

2003 4.218,50 1,26

2004 4.075,50 -3,39

2005 4.031,60 -1,08

2006 4.153,60 3,03

2007 4.223,83 1,69

2008 4.293,92 1,66

2009 4.363,48 1,62

2010 4.486,57 2,82

Sumber : BPS Propinsi Aceh, 2001-2012.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan tertinggi Jumlah Penduduk Propinsi Aceh terjadi pada tahun 2006, sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2004. Namun secara umum pertumbuhan Jumlah Penduduk Propinsi Aceh bisa dikatakan relatif stabil dan memiliki kencenderungan yang positif.

Adapun trend pergerakan Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini :


(75)

Gambar 4.6. Perkembangan Jumlah Penduduk Tahun 2000-2010

Pergerakan pertumbuhan Jumlah Penduduk Propinsi Aceh selama periode penelitian menunjukkan pergerakan yang meningkat. Dimana pada periode 2000 sampai 2003 dan 2005 sampai 2010 menunjukkan pergerakan yang positif, sedangkan pada periode 2003 sampai 2004 menunjukkan pergerakan yang negatif selama periode penelitian. Walaupun demikian secara umum, Jumlah Penduduk Propinsi Aceh mengalami pertumbuhan yang stabil dan cenderung ke arah positif.

4.2.7. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto

Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Aceh dari tahun 2000 sampai tahun 2010 secara umum menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari tabel di bawah terlihat bahwa Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Aceh mencapai titik tertinggi pada tahun 2010. Sedangkan


(1)

Tahun Periode

Variabel Penelitian

DAU

DBH-P

DBH_SDA

PAD

Peng.

Daerah

Jlh

Penduduk

PDRB

Milyar

Rupiah

Milyar

Rupiah

Milyar

Rupiah

Milyar

Rupiah

Milyar

Rupiah

Juta Jiwa

Triliun

Rupiah

2006

Q1

97.96

120.20

245.09

49.08

1,950.06

1,026.96

10.12

Q2

108.65

128.03

235.47

55.50

2,095.61

1,034.59

10.62

Q3

119.35

135.85

225.86

61.92

2,241.17

1,042.21

11.12

Q4

130.04

143.68

216.25

68.34

2,386.72

1,049.84

11.62

2007

Q1

125.29

130.44

237.65

71.43

2,495.42

1,049.37

11.84

Q2

129.81

129.84

240.44

76.52

2,626.23

1,053.76

12.23

Q3

134.33

129.24

243.24

81.61

2,757.04

1,058.15

12.63

Q4

138.84

128.64

246.03

86.70

2,887.85

1,062.54

13.02

2008

Q1

139.56

150.93

235.42

96.85

2,808.58

1,066.91

13.13

Q2

142.55

159.48

232.85

103.96

2,855.36

1,071.29

13.41

Q3

145.55

168.04

230.28

111.07

2,902.14

1,075.67

13.69

Q4

148.54

176.59

227.71

118.19

2,948.92

1,080.05

13.97

2009

Q1

133.66

162.97

243.11

153.46

2,273.72

1,084.35

14.24

Q2

129.50

162.66

247.73

171.83

2,031.71

1,088.70

14.52

Q3

125.34

162.34

252.36

190.21

1,789.70

1,093.04

14.79

Q4

121.19

162.03

256.98

208.59

1,547.69

1,097.39

15.07

2010

Q1

144.83

92.50

278.45

192.41

1,892.84

1,110.10

15.59

Q2

151.79

64.49

289.82

196.96

1,885.70

1,117.80

15.97

Q3

158.75

36.49

301.18

201.51

1,878.56

1,125.49

16.34

Q4

165.71

8.49

312.55

206.07

1,871.42

1,133.18

16.71


(2)

Lampiran 3. Hasil Estimasi Persamaan Pengeluaran Daerah

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 28,274 24,239 1,166 ,252

Dau 19,094 2,874 ,682 6,643 ,000 ,598 1,672

Dbhp 4,792 1,023 ,412 4,685 ,000 ,816 1,226

Dbhsda ,623 ,425 ,143 1,464 ,152 ,664 1,506

Pad -9,688 2,194 -,411 -4,415 ,000 ,728 1,374

a. Dependent Variable: pd

ANOVA

Model

b

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1095565,015 4 273891,254 31,173 ,000a

Residual 298725,890 34 8786,056

Total 1394290,906 38

a. Predictors: (Constant), pad, dbhsda, dbhp, dau b. Dependent Variable: pd


(3)

Lampiran 4. Hasil Estimasi Persamaan Produk Domestik Regional Bruto

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -60,242 6,964 -8,651 ,000

pengeluaran daerah ,002 ,000 ,572 9,477 ,000 ,867 1,153

jumlah penduduk ,063 ,007 ,566 9,373 ,000 ,867 1,153

a. Dependent Variable: pdrb harga berlaku

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 474,625 2 237,313 139,738 ,000a

Residual 62,836 37 1,698

Total 537,461 39

a. Predictors: (Constant), jumlah penduduk, pengeluaran daerah b. Dependent Variable: pdrb harga berlaku


(4)

Lampiran 5. Hasil Pengujian Normalitas

Persamaan Pengeluaran Daerah

Unstandardized Residual

N 39

Normal Parametersa,b Mean ,0000000

Std. Deviation 88,66345154

Most Extreme Differences Absolute ,175

Positive ,154

Negative -,175

Kolmogorov-Smirnov Z 1,092

Asymp. Sig. (2-tailed) ,184

Persamaan Produk Domestik Regional Bruto

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 40

Normal Parametersa,b Mean ,0000000

Std. Deviation 1,26932191

Most Extreme Differences Absolute ,086

Positive ,064

Negative -,086

Kolmogorov-Smirnov Z ,546

Asymp. Sig. (2-tailed) ,927


(5)

Lampiran 6. Hasil Pengujian Multikolinieritas

Persamaan Pengeluaran Daerah

Coefficient Correlations

Model

a

pad dbhsda dbhp dau

1 Correlations pad 1,000 ,307 -,041 ,476

dbhsda ,307 1,000 ,361 ,520

dbhp -,041 ,361 1,000 ,269

dau ,476 ,520 ,269 1,000

Covariances pad 4,814 ,287 -,091 3,004

dbhsda ,287 ,181 ,157 ,635

dbhp -,091 ,157 1,046 ,789

dau 3,004 ,635 ,789 8,262

a. Dependent Variable: pd

Persamaan Produk Domestik Regional Bruto

Coefficient Correlationsa

Model

jumlah penduduk

pengeluaran daerah

1 Correlations jumlah penduduk 1,000 -,364

pengeluaran daerah -,364 1,000

Covariances jumlah penduduk 4,540E-5 -6,280E-7

pengeluaran daerah -6,280E-7 6,545E-8


(6)

Lampiran 7. Hasil Pengujian Autokorelasi

Persamaan Pengeluaran Daerah

Change Statistics

Durbin-Watson

R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change

,786 31,173 4 34 ,000

1,493

Persamaan Produk Domestik Regional Bruto

Change Statistics

Durbin-Watson

R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change

,883 139,738 2 37 ,000


Dokumen yang terkait

Peramalan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2014 Di Propinsi Aceh

0 3 66

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB), JUMLAH PENDUDUK, INVESTASI SWASTA PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB), JUMLAH PENDUDUK, INVESTASI SWASTA TERHADAP REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota Di Prop

0 2 19

ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, UPAH MINIMUM KOTA, INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA, JUMLAH PENDUDUK, Analisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Upah Minimum Kota Indeks Pembangunan Manusia Jumlah Penduduk Dan Beban/Tanggungan Penduduk

1 9 21

ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, UPAH MINIMUM KOTA, INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA, JUMLAH PENDUDUK, Analisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Upah Minimum Kota Indeks Pembangunan Manusia Jumlah Penduduk Dan Beban/Tanggungan Penduduk

0 6 17

PENGARUH SEKTOR PARIWISATA, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB), TINGKAT INVESTASI DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP Pengaruh Sektor Pariwisata, Produk Domestik Regional Bruto (Pdrb), Tingkat Investasi Dan Jumlah Penduduk Terhadap Peningkatan Pendapatan Asl

0 2 18

PENGARUH SEKTOR PARIWISATA, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB), TINGKAT INVESTASI DAN JUMLAH PENDUDUK Pengaruh Sektor Pariwisata, Produk Domestik Regional Bruto (Pdrb), Tingkat Investasi Dan Jumlah Penduduk Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah

0 3 15

Peramalan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2014 Di Propinsi Aceh

0 0 8

Peramalan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2014 Di Propinsi Aceh

0 0 6

Peramalan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2014 Di Propinsi Aceh

0 0 7

Peramalan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2014 Di Propinsi Aceh

0 0 1