BAB V PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Petugas Pengangkut Sampah di Kota Pematangsiantar
Petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar merupakan tenaga kerja yang bertugas dalam proses pengumpulan sampah dari tempat pembuangan sampah
sementara hingga kepada tempat pembuangan akhir. Mereka turut memainkan peran penting di dalam pengelolaan sampah. Setiap hari mereka bekerja dengan menaikkan
sampah ke dalam truk sampah dan menurunkannya kembali di tempat pembuangan akhir sampah. Pekerjaan ini dilakukan sehari-hari dengan atau tanpa memperhatikan
bahaya yang akan didapatkan sehubungan dengan pekerjaan mereka di lingkungan kerja.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada petugas pengangkut sampah di Kota Pematangsiantar yang berjumlah 45 orang, diperoleh karakteristik responden
yaitu terbanyak berada pada kelompok umur 31 – 38 tahun sebanyak 15 orang
33,3. Kelompok umur tersebut tergolong dewasa. Hal ini kemungkinan terjadi karena orang-orang yang mau bekerja sebagai petugas pengangkut sampah tidak
berada pada kelompuk umur remaja atau pun kelompok umur tua walau ada beberapa. Menurut Kluytmans dalam penelitian Sembiring 2011, masa dewasa
digolongkan pada umur lebih dari 21 tahun dimana secara harfiah, dewasa berarti tumbuh sepenuhnya. Lazimnya, orang mengartikan masa dewasa adalah masa
pertumbuhan sepenuhnya secara psikis. Masa dewasa adalah masa dimana seseorang merasa percaya diri, berani memilih dan seterusnya mencari pengembangan diri yang
optimal mempengaruhi sikap hidupnya. Menurut Bustan dalam penelitian Sembiring
Universitas Sumatera Utara
2011, kelompok umur dalam suatu jenis pekerjaan penting untuk diketahui karena berkaitan dengan ancaman terhadap suatu penyakit karena biasanya orang dewasa
lebih kebal terhadap penyakit dibandingkan kelompok umur remaja. Di samping itu, pada umumnya pekerja-pekerja muda cenderung bekerja kurang hati-hati dan jarang
menggunakan peralatan pelindung diri dibandingkan pekerja yang telah berpengalaman.
Berdasarkan jenis kelamin responden, terlihat bahwa semua reponden yaitu 45 orang 100 berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan bahwa dalam
pengelolaan sampah di Kota Pematangsiantar hanya laki-lakilah yang diijinkan untuk melakukan pengangkutan sampah sedangkan perempuan tidak ditemukan pada
bagian ini. Namun pada bagian pengelolaan lainnya, pekerja perempuan bisa saja dijumpai seperti pada penyapu jalan.
Berdasarkan lama bekerja responden seperti yang terlihat dari hasil penelitian, yang terbanyak adalah dengan lama bekerja 6 tahun sebanyak 24 orang 53,3.
Hal ini kemungkinan terjadi karena petugas pengangkut sampah yang terbanyak juga tidak berada pada kelompok umur remaja dan tua. Dengan kata lain, petugas
pengangkut sampah yang berada pada kelompok umur remaja tidak bertahan lama bekerja sebagai petugas pengangkut sampah dikarenakan mereka yang masih
berkeinginan mencari pekerjaan lain yang lebih pantas menurut mereka. Sedangkan pada kelompok umur tua, dikarenakan oleh faktor usia dan tenaga juga
memungkinkan mereka tidak bertahan lama bekerja sebagai petugas pengangkut sampah. Menurut Achmadi dalam penelitian Chahaya S. 2005, pengalaman kerja
bagi seseorang akan berpengaruh terhadap pemaparan bahan polutan. Semakin
Universitas Sumatera Utara
banyak pengalaman kerja yang dimiliki seseorang maka ia akan bekerja lebih berhati- hati terhadap kemungkinan dampak negatif dari pekerjaannya.
Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan responden, tingkat pendidikan dasar ada sebanyak 18 orang 40,0 dan pada tingkat pendidikan menengah ada
sebanyak 27 orang 60,0. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat menganggap penting dan telah memiliki kesadaran dalam menyelesaikan pendidikan minimal
sembilan tahun tanpa memandang jenis pekerjaan yang akan dijalaninya. Menurut Notoatmodjo 2003 bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin
tinggi pula tingkat pengetahuannya yang merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku seseorang. Perilaku seseorang akan lebih baik dan dapat
bertahan lebih lama apabila didasari oleh tingkat pengetahuan dan kesadaran yang baik. Dengan demikian, petugas pengangkut sampah dengan tingkat pendidikan yang
lebih tinggi dapat memperkecil terjadinya risiko gangguan kesehatan. Penelitian menunjukkan
hygiene
perorangan responden berada pada kategori baik 100. Kategori baik yang dimaksud adalah jika responden, pada saat
menjawab pertanyaan kuesioner yang berjumlah 29 pertanyaan, memiliki jawaban yang benar
≥ 80 atau memiliki skor ≥ 70 dari seluruh pertanyaan yang ada tentang
hygiene
perorangan.
Hygiene
perorangan responden berkategori baik dimungkinkan oleh karena petugas pengangkut sampah telah memiliki pengetahuan terhadap hal
tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa pemakaian alat pelindung diri pada responden
petugas pengangkut sampah tertinggi berada pada kategori tidak memenuhi syarat sebanyak 41 orang 91,1. Kategori tidak memenuhi syarat yang dimaksud adalah
Universitas Sumatera Utara
jika responden, pada saat menjawab pertanyaan kuesioner yang berjumlah 10 pertanyaan, memiliki jawaban yang benar 80 atau dengan skor 24 dari seluruh
pertanyaan yang ada tentang pemakaian alat pelindung diri. Pemakaian alat pelindung diri yang tidak memenuhi syarat dimungkinkan oleh karena masih rendahnya tingkat
kesadaran responden dan juga tidak didukung oleh ketersediaannya di Dinas Kebersihan.
Penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki keluhan gangguan kulit ada sebanyak 23 orang 51,1. Keluhan gangguan kulit tertinggi yang
dirasakan oleh responden adalah keluhan gatal-gatal sebanyak 16 orang 69,6. Keluhan gangguan kulit tersebut biasanya dialami pada saat pertama kali bekerja.
Bekerja sebagai petugas pengangkut sampah memiliki risiko tinggi untuk mengalami kecacingan. Namun penelitian menunjukkan bahwa responden tertinggi
tidak mengalami kecacingan yaitu sebanyak 40 orang 88,9.
5.2.
Hygiene
Perorangan dan Keluhan Gangguan Kulit
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada petugas pengangkut sampah di Kota Pematangsiantar yang berjumlah 45 orang 100, diperoleh bahwa
hygiene
perorangan seluruh responden berkategori baik. Responden yang mengalami keluhan gangguan kulit sebanyak 23 orang 51,1, sedangkan responden yang tidak
mengalami keluhan gangguan kulit ada sebanyak 22 orang 48,9. Data tidak dapat dianalisis karena variabel data homogen.
Menurut penelitian Karim 2008 pada anak sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Bittuang Kabupaten Tanatoraja menunjukkan bahwa kebiasaan mandi
mandi secara teratur dan memakai sabun yang tidak memenuhi syarat dapat
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan terjadinya penyakit kulit. Sedangkan kebiasaan berpakaian, memakai alas kaki, dan memotong kuku yang tidak memenuhi syarat bukan merupakan
terjadinya penyakit kulit. Walaupun responden pada petugas pengangkut sampah telah melakukan
hygiene
perorangan dengan baik namun mereka masih mengalami keluhan gangguan kulit. Hal tersebut bisa saja terjadi, disebabkan karena tidak semua aspek
hygiene
perorangan dilakukan oleh responden dan juga banyaknya responden yang masih terbilang baru menjadi petugas pengangkut sampah sehingga terdapat 23 orang dari
45 responden mengalami keluhan gangguan kulit dan biasanya mereka mengalami hal tersebut pada saat pertama kali bekerja. Dengan demikian, faktor alergi juga
memiliki peran yang tinggi terhadap keluhan gangguan kulit pada petugas pengangkut sampah.
5.3.
Hygiene
Perorangan dan Kecacingan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa seluruh responden 45 orang 100 memiliki
hygiene
perorangan dengan kategori baik. Sebanyak 5 orang 11,1 mengalami kecacingan dan 40 orang 88,9 tidak mengalami kecacingan. Data tidak dapat dianalisis karena
variabel data homogen. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Asror 2005 pada petugas pengangkut
sampah di Kota Pekalongan yang menunjukkan bahwa dari 39,4 responden yang mengalami kejadian kecacingan, ada 78,6 responden dengan
hygiene
perorangan tidak baik. Petugas pengangkut sampah harus selalu mencegah terjadinya kecacingan
yang salah satunya adalah dengan menjaga
hygiene
perorangan agar selalu baik.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Brown 2005 bahwa penduduk miskin dengan kebersihan diri
hygiene
perorangan yang buruk mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk terinfeksi oleh semua jenis cacing.
Responden petugas pengangkut sampah memang memiliki
hygiene
perorangan dengan kategori baik, namun masih didapati responden yang mengalami kecacingan. Hal ini dimungkinkan karena responden yang mengalami kecacingan
tidak mengkonsumsi obat cacing, kebersihan lingkungan yang tidak baik, penyediaan air bersih yang kurang, dan kurang menjaga kebersihan makanan.
5.4. Pemakaian Alat Pelindung Diri dan Keluhan Gangguan Kulit