Hubungan Hygiene Perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan Keluhan Gangguan Kulit dan Kecacingan pada Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar Tahun 2012

(1)

HUBUNGAN HYGIENE PERORANGAN DAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DENGAN KELUHAN GANGGUAN KULIT DAN

KECACINGAN PADA PETUGAS PENGANGKUT SAMPAH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

MARLINA RENTA JUYANTI BUTARBUTAR NIM. 071000081

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

HUBUNGAN HYGIENE PERORANGAN DAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DENGAN KELUHAN GANGGUAN KULIT DAN

KECACINGAN PADA PETUGAS PENGANGKUT SAMPAH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

MARLINA RENTA JUYANTI BUTARBUTAR NIM. 071000081

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

ABSTRAK

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia dan dibuang. Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan. Selain menginfeksi kulit, penyakit bawaan sampah dapat berupa infeksi cacing. Salah satu orang yang berisiko terkena gangguan kulit dan kecacingan adalah petugas pengangkut sampah. Untuk itu perlu mengetahui hubungan hygiene perorangan dan pemakaian alat pelindung diri (APD) dengan keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan hygiene perorangan dan pemakaian alat pelindung diri (APD) dengan keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar tahun 2012.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik terhadap sampel sebanyak 45 responden yang dipilih dengan metode simple random sampling. Metode yang digunakan adalah wawancara dengan memakai kuesioner dan juga melakukan pemeriksaan kecacingan pada feses responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki hygiene perorangan pada kategori baik sehingga analisis data tidak dapat dilakukan. Hasil uji exact fisher, tidak terdapat hubungan bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan keluhan gangguan kulit (p = 0,321) dan kecacingan (p = 0,613).

Diharapkan bagi Dinas kebersihan agar lebih meningkatkan sarana sanitasi dan menyediakan alat pelindung diri kepada petugas pengangkut sampah. Diharapkan juga dapat bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dalam upaya memberikan penyuluhan kepada petugas pengangkut sampah tentang tindakan kebersihan diri dan penggunaan alat pelindung diri pada saat bekerja sehingga mereka memperhatikan hygiene perorangan dan tidak terkena penyakit yang berhubungan dengan sampah.

Kata Kunci : Hygiene Perorangan, Alat pelindung Diri, Keluhan Gangguan Kulit, Kecacingan


(4)

ABSTRAK

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia dan dibuang. Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan. Selain menginfeksi kulit, penyakit bawaan sampah dapat berupa infeksi cacing. Salah satu orang yang berisiko terkena gangguan kulit dan kecacingan adalah petugas pengangkut sampah. Untuk itu perlu mengetahui hubungan hygiene perorangan dan pemakaian alat pelindung diri (APD) dengan keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan hygiene perorangan dan pemakaian alat pelindung diri (APD) dengan keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar tahun 2012.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik terhadap sampel sebanyak 45 responden yang dipilih dengan metode simple random sampling. Metode yang digunakan adalah wawancara dengan memakai kuesioner dan juga melakukan pemeriksaan kecacingan pada feses responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki hygiene perorangan pada kategori baik sehingga analisis data tidak dapat dilakukan. Hasil uji exact fisher, tidak terdapat hubungan bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan keluhan gangguan kulit (p = 0,321) dan kecacingan (p = 0,613).

Diharapkan bagi Dinas kebersihan agar lebih meningkatkan sarana sanitasi dan menyediakan alat pelindung diri kepada petugas pengangkut sampah. Diharapkan juga dapat bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dalam upaya memberikan penyuluhan kepada petugas pengangkut sampah tentang tindakan kebersihan diri dan penggunaan alat pelindung diri pada saat bekerja sehingga mereka memperhatikan hygiene perorangan dan tidak terkena penyakit yang berhubungan dengan sampah.

Kata Kunci : Hygiene Perorangan, Alat pelindung Diri, Keluhan Gangguan Kulit, Kecacingan


(5)

ABSTRACT

Waste is something material or solid objects that are no longer used by humans and discarded. Worse system of waste ma nagement can be a negative impact on health. In addition to infecting the skin, the disease can be congenital garbage worm infections. One of the people at risk for skin disorders and intestinal worms are officers garbage. It is necessa ry to know the rela tionship between personal hygiene and using of personal protective equipment (PPE) with complaints of skin disorders and worm on Pematangsiantar waste transporter officer.

The purpose of this study was to determine the relationship of personal hygiene and using of personal protective equipment (PPE) with complaints of skin disorders and worm on Pematangsiantar waste transporter officer in 2012.

This resea rch is analytic survey research to a sa mple of 45 respondents were selected by simple random sampling method. The method used wa s interviews using questionnaires and took examinations on faecal worm respondent.

The results showed that all respondents have good personal hygiene in the category so that data analysis can not be done. Fisher's exact test results, there was no significant relationship between the use of personal protective equipment with complaints of skin disorders (p = 0.321) and worms (p = 0.613).

The Sanitation Department is expected in order to further improve sanitation and provide personal protective equipment for transporter officer. Also expected to cooperate with the Health Depa rtment in an effort to educate officers about personal hygiene and the using of personal protective equipment at work so they do not pay attention to personal hygiene and disease associated with waste.

Key Words : Personal Hygiene, Personal Protective Equipment, Complaint of Skin Disorders, Worms


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP BIODATA

Nama : Marlina Renta Juyanti Butarbutar Tempat/Tanggal Lahir : Pematangsiantar/ 4 Maret 1989

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Bahkora II Huta Pisang, Marihat Pematangsiantar Nama Orangtua

1. Ayah : St. J. Butarbutar

2. Ibu : Tiurlena br. Hasugian

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1994-1995 : TK Cinta Rakyat Pematangsiantar 2. Tahun 1995 – 2001 : SD RK Budi Mulia 1 Pematangsiantar 3. Tahun 2001 – 2004 : SLTP Negeri 3 Pematangsiantar 4. Tahun 2004 – 2007 : SMA Negeri 4 Pematangsiantar 5. Tahun 2007 – 2013 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kasih-Nya yang senantiasa berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Hubungan Hygiene Perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan Keluhan Gangguan Kulit dan Kecacingan pada Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar Tahun 2012”

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan yang dalam penulisannya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr. Taufik Ashar,

MKM dan dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan saran dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, Ms, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Indra Chahaya, MSi, selaku dosen pembimbing Akademik yang selalu memberikan petunjuk selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

4. Ir. Kodimin S, selaku Kepala Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

5. drg. Rein Nababan, selaku Kepala Rumah Sakit Tentara Pematangsiantar yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di laboratorium.

6. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan.

7. Teristimewa kepada orangtua yang terkasih J. Butarbutar dan T br. Hasugian dan adik-adikku (Juita, SP; Janni; Sihol; Lia; Ice) yang senantiasa memberikan dukungan, doa dan dorongan baik moril maupun materil bagi penulis untuk senantiasa berbuat yang terbaik.

8. Teman-teman di GMKI Koms FKM USU (Devi, Raisa, Rini, Titin, Josia, Febrinto, Horas, 2007 Generation), Kakanda Jasmen, Kakanda Yan, Kakanda Vutry, bang Gibeon, kak Eva, kak Wilda, kak Christina, bang Arito, bang Lafandi, bang Vian, Happy, Christivani, Fitri, Fredy, Hotman, Thomson, Desima, Philip, Berta, Amjah dan seluruh civitas GMKI Koms FKM USU yang telah memberikan motivasi serta masukan yang baik kepada penulis.

9. Teman-temanku (Talenta, SPd; Lamsio; Febry; Rosalina; Ria) yang membantu selama penelitian di Siantar dan GSM HKBP Marihat (Debora, Dedy, Desima, Elida, Elyada, Juli, Lavenia, Lilis, Maknur, Martina, Susi) dan NHKBP Marihat yang selalu memberi semangat.


(9)

10.Teman terbaikku: Kartika, Evi Rona, Rafika, Arif, Taufik, Evi Trisna, Cindy, Cempaka, Heni, dan Sri Nova yang selalu memberi motivasi selama menjalankan pendidikan di FKM USU.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya keluarga besar Fakultas Kesehatan Sumatera Utara.

Medan, Januari 2014


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah ... 7

2.1.1 Jenis dan Karakteristik Sampah ... 7

2.1.1.1 Jenis Sampah ... 7

2.1.1.2 Karakteristik Sampah ... 8

2.1.2 Sumber –sumber Sampah ... 10

2.1.3 Pengelolaan Sampah Padat ... 11

2.1.4 Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan ... 18

2.1.4.1 Pengaruh Positif ... 18

2.1.4.2 Pengaruh Negatif ... 19

2.2 Pengertian Kulit ... 21

2.2.1 Anatomi Kulit ... 21

2.2.2 Fungsi Kulit ... 22

2.2.3 Penyakit kulit ... 23

2.2.5 Penyebab Penyakit Kulit ... 24

2.2.4 Struktur Lesi Kulit ... 30

2.3 Kecacingan ... 35

2.3.1 Jenis Cacing ... 35

2.3.2 Penyebab Kecacingan ... 40

2.4 Pengertian Hygiene ... 42

2.4.1 Hygiene Perorangan ... 42

2.5 Alat Pelindung Diri ... 45


(11)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 50

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 50

3.2.2 Waktu Penelitian ... 50

3.3 Populasi dan Sampel ... 51

3.3.1 Populasi ... 51

3.3.2 Sampel ... 51

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 51

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 52

3.4.1 Data Primer ... 52

3.4.2 Data Sekunder ... 52

3.5 Defenisi Operasional ... 52

3.6 Aspek Pengukuran ... 53

3.7 Alat, Bahan dan Prosedur Penelitian Pemeriksaan Kecacingan ... 55

3.7.1 Alat dan Bahan Pemeriksaan Laboratorium ... 55

3.7.2 Prosedur Pemeriksaan Kecacingan ... 55

3.8 Teknik Analisa Data ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 57

4.2 Karakteristik Responden ... 57

4.2.1 Umur ... 57

4.2.2 Jenis Kelamin ... 58

4.2.3 Lama Bekerja ... 58

4.2.4 Tingkat Pendidikan ... 59

4.3 Hygiene Perorangan Responden ... 59

4.4 Alat Pelindung Diri yang Dipakai Responden ... 62

4.5 Keluhan Gangguan Kulit ... 64

4.6 Kecacingan ... 65

4.7 Observasi Kebersihan Kuku ... 65

4.8 Analisa Bivariat ... 66

4.8.1 Hubungan Hygiene Perorangan dengan Keluhan Gangguan Kulit ... 66

4.8.2 Hubungan Hygiene Perorangan dengan Kecacingan ... 66

4.8.3 Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan Keluhan Gangguan Kulit ... 67

4.8.4 Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan Kecacingan ... 68

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Petugas Pengangkut Sampah di Kota Pematangsiantar.. 70

5.2 Hygiene Perorangan dan Keluhan Gangguan Kulit ... 73


(12)

5.4 Pemakaian Alat Pelindung Diri dan Keluhan Gangguan Kulit ... 75 5.5 Pemakaian Alat Pelindung Diri dan Kecacingan ... 76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 79 6.2 Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Pada Responden Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar ... 57 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bekerja Pada Responden

Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar ... 58 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Responden

Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar ... 58 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Hygiene Perorangan Pada Responden

Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar ... 59 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pemakaian APD Pada Responden

Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar ... 62 Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Ada Tidaknya Keluhan Gangguan

Kulit Pada Responden Petugas Pengangkut Sampah Kota

Pematangsiantar ... 63 Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Kecacingan Pada

Responden Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar ... 64 Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Observasi Kebersihan Kuku Pada

Responden Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar ... 64 Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Hygiene Perorangan

Dengan Keluhan Gangguan Kulit Pada Responden Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar ... 65 Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Hygiene Perorangan

Dengan Kecacingan Pada Responden Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar ... 66 Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Pemakaian Alat Pelindung

Diri Dengan Keluhan Gangguan Kulit Pada Responden Petugas

Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar ... 66 Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Pemakaian Alat Pelindung

Diri Dengan Kecacingan Pada Responden Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar ... 67


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran 2. Form Pemeriksaan Kecacingan Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Dinas Kebersihan Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Rumah Sakit Lampiran 6. Master Data

Lampiran 7. Outpun Analisa Data Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian


(15)

ABSTRAK

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia dan dibuang. Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan. Selain menginfeksi kulit, penyakit bawaan sampah dapat berupa infeksi cacing. Salah satu orang yang berisiko terkena gangguan kulit dan kecacingan adalah petugas pengangkut sampah. Untuk itu perlu mengetahui hubungan hygiene perorangan dan pemakaian alat pelindung diri (APD) dengan keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan hygiene perorangan dan pemakaian alat pelindung diri (APD) dengan keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar tahun 2012.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik terhadap sampel sebanyak 45 responden yang dipilih dengan metode simple random sampling. Metode yang digunakan adalah wawancara dengan memakai kuesioner dan juga melakukan pemeriksaan kecacingan pada feses responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki hygiene perorangan pada kategori baik sehingga analisis data tidak dapat dilakukan. Hasil uji exact fisher, tidak terdapat hubungan bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan keluhan gangguan kulit (p = 0,321) dan kecacingan (p = 0,613).

Diharapkan bagi Dinas kebersihan agar lebih meningkatkan sarana sanitasi dan menyediakan alat pelindung diri kepada petugas pengangkut sampah. Diharapkan juga dapat bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dalam upaya memberikan penyuluhan kepada petugas pengangkut sampah tentang tindakan kebersihan diri dan penggunaan alat pelindung diri pada saat bekerja sehingga mereka memperhatikan hygiene perorangan dan tidak terkena penyakit yang berhubungan dengan sampah.

Kata Kunci : Hygiene Perorangan, Alat pelindung Diri, Keluhan Gangguan Kulit, Kecacingan


(16)

ABSTRACT

Waste is something material or solid objects that are no longer used by humans and discarded. Worse system of waste ma nagement can be a negative impact on health. In addition to infecting the skin, the disease can be congenital garbage worm infections. One of the people at risk for skin disorders and intestinal worms are officers garbage. It is necessa ry to know the rela tionship between personal hygiene and using of personal protective equipment (PPE) with complaints of skin disorders and worm on Pematangsiantar waste transporter officer.

The purpose of this study was to determine the relationship of personal hygiene and using of personal protective equipment (PPE) with complaints of skin disorders and worm on Pematangsiantar waste transporter officer in 2012.

This resea rch is analytic survey research to a sa mple of 45 respondents were selected by simple random sampling method. The method used wa s interviews using questionnaires and took examinations on faecal worm respondent.

The results showed that all respondents have good personal hygiene in the category so that data analysis can not be done. Fisher's exact test results, there was no significant relationship between the use of personal protective equipment with complaints of skin disorders (p = 0.321) and worms (p = 0.613).

The Sanitation Department is expected in order to further improve sanitation and provide personal protective equipment for transporter officer. Also expected to cooperate with the Health Depa rtment in an effort to educate officers about personal hygiene and the using of personal protective equipment at work so they do not pay attention to personal hygiene and disease associated with waste.

Key Words : Personal Hygiene, Personal Protective Equipment, Complaint of Skin Disorders, Worms


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya mungkin dapat dicapai pada suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat. Upaya kesehatan harus selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus agar masyarakat yang sehat sebagai investasi dalam pembangunan dan dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU Kesehatan No.36 Tahun 2009, Pasal 3).

Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pekerja juga berhak mendapatkan derajat kesehatan yang setingi-tingginya, salah satunya yaitu dengan melakukan perlindungan tenaga kerja. Perlindungan bertujuan agar tenaga kerja aman melakukan pekerjaan sehari-hari, untuk meningkatkan produksi dan produktivitas nasional (Dainur, 1995).

Berbagai aktivitas dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kesejahteraan hidupnya dengan memproduksi makanan dan minuman dan barang lain dari sumber daya alam. Aktivitas tersebut juga menghasilkan bahan buangan yang sudah tidak dibutuhkan oleh manusia yang disebut sampah (Chandra, 2007).

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan


(18)

manusia dan dibuang. Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah-sampah tersebut akan hidup berbagai mikro organisme penyebab penyakit (bacteri patogen) (Notoatmodjo, 2007).

Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan. Penyakit bawaan sampah sangat luas, dan dapat berupa penyakit menular, tidak menular, dapat juga berupa akibat kebakaran, keracunan, dan lain-lain. Penyebabnya dapat berupa bakteri, jamur, cacing dan zat kimia (Slamet, 2009).

Salah satu penyakit menular yang diakibatkan oleh sampah dapat terinfeksi melalui kulit. Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit juga merupakan organ yang esensial dan sensitif terhadap berbagai macam penyakit. Bakteri, virus dan jamur penginfeksi kulit sangat umum terjadi dan dapat merusak kulit tetapi tidak pernah sampai mematikan (Zulkoni, 2010).

Selain menginfeksi kulit, penyakit bawaan sampah dapat berupa infeksi cacing. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Di Indonesia, penyakit cacing adalah penyakit rakyat umum, infeksinya pun dapat terjadi secara simultan oleh beberapa jenis cacing sekaligus. Diperkirakan lebih dari 60% anak-anak di Indonesia menderita suatu infeksi cacing, rendahnya mutu sanitasi menjadi penyebabnya. Pada anak-anak, cacingan akan berdampak pada gangguan kemampuan untuk belajar, dan pada orang dewasa akan menurunnya produktivitas kerja. Dalam jangka panjang, hal ini akan berakibat menurunnya produktivitas kerja dan menurunnya kualitas sumber daya


(19)

Permasalahan sampah dapat ditangani dengan mengelolanya secara tepat dan benar. Dengan adanya tenaga kerja dalam mengatasi masalah tersebut diharapkan mampu untuk memberi yang terbaik untuk menurunkan akibat-akibat kesehatan yang ditimbulkan oleh sampah. Namun, tenaga kerja dalam hal ini juga perlu untuk dilindungi. Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, antara lain perlindungan keselamatan kerja dan kesehatan. Maksud perlindungan ini ialah agar tenaga kerja secara umum melaksanakan pekerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi, karena itu keselamatan kerja merupakan segi penting dari perlindungan tenaga kerja. Penggunaan alat pelindung diri seperti pakaian kerja yang sesuai akan mengurangi kemungkinan terjadi kecelakaan atau luka-luka (Daryanto, 2003).

Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, personal protective equipment atau Alat Pelindung Diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya. Alat pelindung diri adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekeliling.

Silalahi (2010) menunjukkan bahwa sebagian besar (51,5%) petugas pengelola sampah mengalami keluhan gangguan kulit di TPA Namo Bintang yaitu sebanyak 32 orang. Menurut hasil penelitian Rizki (2008) menunjukkan ada hubungan bermakna antara hygiene perorangan dengan infeksi kecacingan pada anak SD Negeri di Kecamatan Sibolga Kota yaitu sebesar 55,8%.


(20)

Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar merupakan satu instansi pemerintah yang belum lama terbentuk, dimana sebelumnya proses pengangkutan sampah dikelola oleh setiap kecamatan yang ada di Kota Pematangsiantar. Menurut survei awal yang telah dilakukan peneliti, petugas pengangkut sampah Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar berjumlah 81 orang dimana hasil observasi diperoleh bahwa petugas pengangkut sampah kurang menjaga hygiene perorangannya ketika bekerja antara lain tidak menggunakan alat pelindung kaki/ alas kaki tertutup, tidak menggunakan sarung tangan. Di samping itu, juga kurang tersedianya sarana sanitasi di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar.

Oleh karena itu petugas pengangkut sampah sangat berisiko terkena penyakit yang berkaitan dengan hygiene perorangan. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui hubungan hygiene perorangan dan pemakaian alat pelindung diri dengan keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.

1.2. Perumusan Masalah

Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan seperti gangguan kulit dan kecacingan. Salah satu orang yang berisiko terkena gangguan kulit dan kecacingan adalah petugas pengangkut sampah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti apakah terdapat hubungan hygiene perorangan dan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.


(21)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan hygiene perorangan dan pemakaian alat pelindung diri dengan keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik responden petugas pengangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar.

2. Untuk mengetahui hygiene perorangan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.

3. Untuk mengetahui pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.

4. Untuk mengetahui keluhan gangguan kulit pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.

5. Untuk mengetahui kejadian kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.

6. Untuk mengetahui hubungan hygiene perorangan dengan keluhan gangguan kulit pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.

7. Untuk mengetahui hubungan hygiene perorangan dengan kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.

8. Untuk mengetahui hubungan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan keluhan gangguan kulit pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.


(22)

9. Untuk mengetahui hubungan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi petugas pengangkut sampah agar memperhatikan hygiene perorangan agar tidak terkena penyakit yang berhubungan dengan sampah.

2. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi pihak Dinas Kebersihan agar lebih meningkatkan sarana sanitasi dan menyediakan alat pelindung diri kepada petugas pengelola sampah.

3. Sebagai bahan masukan bagi pihak Dinas Kebersihan agar membuat program penyuluhan kepada petugas pengangkut sampah tentang hygiene perorangan. 4. Untuk menambah wawasan bagi penulis tentang keluhan gangguan kulit dan

kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar. 5. Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang (Notoatmodjo, 2003). Pembuangan sampah akhir merupakan suatu upaya yang tidak mungkin dicarikan alternatifnya, kecuali harus dimusnahkan atau dimanfaatkan (Chandra, 2007).

Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2007). Dari segi ini dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan sampah ialah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena human wa ste tidak termasuk ke dalamnya) dan umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk di dalamnya).

2.1.1. Jenis dan Karakteristik Sampah 2.1.1.1. Jenis Sampah

Sebenarnya meliputi 3 jenis sampah yakni: sampah padat, sampah cair, dan sampah dalam bentuk gas (fume, smoke). Sampah padat dapat dibagi berbagai jenis, yakni:


(24)

a. Sampah anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya : logam/ besi, pecahan gelas dan plastik.

b. Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya: sisa-sisa makanan, daun-daunan dan buah-buahan.

2. Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar

a. Sampah yang mudah dibakar, misalnya: kertas, karet, kayu, plastik dan kain bekas.

b. Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya: kaleng-kaleng bekas, besi/ logam bekas, pecahan gelas, dan kaca (Notoatmodjo, 2007).

3. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk.

a. Mudah membusuk, misalnya: sisa makanan dan potongan daging. b. Sulit membusuk, misalnya: plastik, karet dan kaleng (Chandra, 2007).

2.1.1.2. Karakteristik Sampah

Karakteristik sampah dapat dibagi menjadi: 1. Garbage

Merupakan jenis sampah yang terdiri dari sisa potongan hewan atau sayur-sayuran yang berasal dari proses pengolahan, persiapan, pembuatan, dan penyediaan makanan yang sebagian besar terdiri dari bahan yang mudah membusuk, lembab dan mengandung sejumlah air.

2. Rubbish

Merupakan sampah yang mudah atau susah terbakar, berasal dari rumah tangga, pusat perdagangan, dan kantor, yang tidak termasuk kategori garbage.


(25)

3. Ashes (abu)

Merupakan sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar, baik di rumah, di kantor, maupun industri.

4. Street Sweeping (sampah jalanan)

Berasal dari pembersihan jalan dan trotoar, terdiri dari kertas-kertas, kotoran, daun-daunan, dll.

5. Dead Animal (bangkai binatang)

Yaitu bangkai binatang yang mati karena bencana alam, penyakit atau kecelakaan.

6. Household refuse (sampah pemukiman)

Yaitu sampah campuran yang terdiri dari rubbish, garbage, ashes yang berasal dari daerah perumahan.

7. Abandoned vehicles (bangkai kendaraaan)

Yang termasuk jenis sampah ini adalah bangkai mobil, truk kereta api, satelit, kapal laut dan alat transportasi lainnya.

8. Sampah Industri

Terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri pengolahan hasil bumi, tumbuh-tumbuhan dan industri lainnya.

9. Demolotion wastes (sampah hasil penghancuran gedung/ bangunan) Yaitu sampah yang berasal dari perombakan gedung/ bangunan. 10.Construction wastes (sampah dari daerah pembangunan)

Yaitu sampah yang berasal dari sisa pembangunan gedung, perbaikan dan pembaharuan gedung.


(26)

11.Sewage solid

Terdiri dari benda kasar yang umumnya zat organik hasil saringan pada pintu masuk suatu pusat pengolahan air buangan.

12.Sampah khusus

Yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus dalam pengelolaannya, misalnya kaleng cat, film bekas, zat radioaktif, dan zat yang toksis (Mukono, 2006).

2.1.2. Sumber-sumber Sampah

Sampah yang ada di permukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa sumber berikut:

1. Pemukiman Penduduk

Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat di desa atau di kota. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering (rubbish), abu, atau sampah sisa tumbuhan.

2. Tempat umum dan tempat perdagangan

Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang berkumpul dan melakukan kegiatan, termasuk juga tempat perdagangan. Jenis sampah yang dihasilkan dari tempat semacam itu dapat berupa sisa-sisa makanan (garbage), sampah kering, abu, sisa-sisa bahan bangunan, sampah khusus, dan terkadang sampah berbahaya.


(27)

3. Sarana layanan masyarakat milik pemerintah

Sarana layanan masyarakat yang dimaksud di sini, antara lain, tempat hiburan dan umum, jalan umum, tempat parkir, tempat layanan kesehatan, kompleks militer, gedung pertemuan, pantai tempat berlibur, dan sarana pemerintah yang lain. Tempat tersebut biasanya menghasilkan sampah khusus dan sampah kering. 4. Industri berat dan ringan

Termasuk industri makanan dan minuman, industri kayu, industri kimia, industri logam, tempat pengolahan air kotor dan air minum, dan kegiatan industri lainnya, baik yang sifatnya distributif atau memproses bahan mentah saja. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering, sisa-sisa bangunan, sampah khusus dan sampah berbahaya.

5. Pertanian

Sampah dihasilkan dari tanaman dan binatang. Lokasi pertanian seperti kebun, ladang, ataupun sawah menghasilkan sampah berupa bahan-bahan makanan yang telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi serangga tanaman (Chandra, 2007).

2.1.3. Pengelolaan Sampah Padat

Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik, yaitu: 1. Tahap Pengumpulan dan Penyimpanan di Tempat Sumber

Sampah yang ada di lokasi sumber (kantor, rumah tangga, hotel dan sebagainya) ditempatkan dalam tempat penyimpanan sementara, dalam hal ini tempat sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan dalam tempat yang terpisah untuk memudahkan pemusnahannya. Adapun tempat penyimpanan


(28)

sementara (tempat sampah) yang digunakan harus memenuhi persyaratan berikut ini:

a. Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor.

b. Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan. c. Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang.

Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam dipo (rumah sampah). Dipo ini berbentuk bak besar yang digunakan untuk menampung sampah rumah tangga. Pengelolaannya dapat diserahkan pada pihak pemerintah. Untuk membangun suatu dipo, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya:

1. Dibangun di atas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan setinggi kenderaan pengangkut sampah.

2. Memiliki dua pintu, pintu masuk dan pintu untuk mengambil sampah.

3. Memiliki lubang ventilasi yang tertutup kawat halus untuk mencegah lalat dan binatang lain masuk ke dalam dipo.

4. Ada kran air untuk membersihkan.

5. Tidak menjadi tempat tinggal atau sarang lalat dan tikus. 6. Mudah dijangkau masyarakat.

Pengumpulan sampah dapat dilakukan dengan dua metode: a. Sistem duet : tempat sampah kering dan tempat sampah basah.

b. Sistem trio : tempat sampah basah, sampah kering dan tidak mudah terbakar (Chandra, 2007).


(29)

2. Tahap Pengangkutan

Dari dipo, sampah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau pemusnahan sampah dengan mempergunakan truk pengangkut sampah yang disediakan oleh Dinas Kebersihan Kota (Chandra, 2007).

3. Tahap Pemusnahan

Di dalam tahap pemusnahan sampah ini, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain:

a. Sanitary landfill

Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik. Sampah dibuang pada tanah yang rendah, kemudian menimbun lagi dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis paling sedikit 60 cm, untuk mencegah pengorekan oleh anjing, tikus dan binatang-binatang lainnya (Entjang, 2000). Dengan demikian, sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Sanitary landfill yang baik harus memenuhi persyaratan: tersedia tempat yang luas, tersedia tanah untuk menimbunnya, dan tersedia alat-alat besar.

Ada tiga metode yang dapat digunakan dalam menerapkan teknik sanitary landfill ini, yaitu :

1. Metode galian parit (trench metod)

Sampah dibuang ke dalam galian parit yang memanjang. Tanah bekas galian digunakan untuk menutup galian tersebut. Sampah yang ditimbun dan tanah penutup dipadatkan dan diratakan kembali. Setelah salah satu parit terisi penuh, dibuat parit baru di sebelah parit terdahulu.


(30)

2. Metode area

Sampah dibuang di atas tanah seperti pada tanah rendah, rawa-rawa, atau pada lereng bukit kemudian ditutup dengan lapisan tanah yang diperoleh dari tempat tersebut.

3. Metode Ramp

Metode Ramp merupakan teknik gabungan dari kedua metode di atas. Prinsipnya adalah bahwa penaburan lapisan tanah dilakukan setiap hari dengan tebal lapisan sekitar 15 cm di atas tumpukan sampah.

Setelah lokasi sanitary landfill yang terdahulu stabil, lokasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana jalur hijau (pertamanan), lapangan olahraga, tempat rekreasi, tempat parkir, dan sebagainya.

b. Incineration

Incineration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah dengan cara membakar sampah secara terkendali melalui pembakaran suhu tinggi. Keuntungan metode ini adalah bahwa pembakaran dapat dilakukan pada semua jenis sampah kecuali batu atau logam dan pelaksanaannya tidak dipengaruhi iklim. Manfaat sistem ini, antara lain:

 Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya

 Tidak memerlukan ruang yang luas

 Panas yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagai sumber uap

 Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.


(31)

Peralatan yang dipergunakan dalam insenerasi, antara lain : 1. Charging apparatus

Charging apparatus adalah tempat pembuangan sampah yang berasal dari kendaraan pengangkut sampah. Di tempat ini sampah yang terkumpul ditumpuk dan diaduk.

2. Furnance

Furnance atau tungku merupakan alat pembakar yang dilengkapi dengan jeruji besi yang berguna untuk mengatur jumlah masuk sampah dan untuk memisahkan abu dengan sampah yang belum terbakar. Dengan demikian tungku tidak terlalu penuh.

3. Combustion

Combustion atau tungku pembakar kedua, memiliki nyala api yang lebih panas dan berfungsi untuk membakar benda-benda yang tidak terbakar pada tungku pertama.

4. Chimney atau stalk

Chimney atau stulk adalah cerobong asap untuk megalirkan asap keluar dan mengalirkan udara ke dalam.

5. Miscellaneous features

Miscellaneous features adalah tempat penampungan sementara dari debu yang terbentuk, yang kemudian diambil dan dibuang.

c. Composting

Pemusnahan sampah dengan cara memanfaatkan proses dekomposisi zat organik oleh kuman-kuman pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini


(32)

menghasilkan bahan berupa kompos atau pupuk. Proses dekomposisi yang sifatnya anaerobik berlangsung dengan sangat lambat dan menghasilkan bau, tetapi dekomposisi aerobik berlangsung relatif lebih cepat dan kurang menimbulkan bau. Ada beberapa metode pembuatan kompos, antara lain: 1. Secara alami

Proses pembuatan kompos secara alami dapat dilakukan baik secara tradisional (anaerobik) maupun secara sederhana (aerobik). Metode tradisional, bahan organik dihancurkan tanpa bantuan udara, yaitu dengan meletakkan tumpukan sampah dalam lubang tanpa udara di tanah dan dibiarkan beberapa saat. Metode ini memerlukan waktu yang lama selain dapat menimbulkan bau akibat pembentukan gas H2S dan NH3. Pembuatan kompos dengan metode sederhana dilakukan dengan cara mengaduk atau membolak-balikkan sampah atau dengan menambahkan nutrien yang berupa lumpur atau kotoran binatang ke dalam sampah.

2. Mekanis

Pembuatan kompos secara mekanis dilakukan di pabrik untuk menghasilkan kompos dalam waktu yang singkat. Sampah organik yang telah dipisahkan dari sampah anorganik (karet, plastic, logam) dipotong kecil-kecil dengan alat pemotong. Potongan sampah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam digester stabilisator agar terjadi dekomposisi. Dalam digester ini perlu dilakukan pengaturan suhu, udara, dan pengadukan sampah. Setelah 3-5 hari, kompos sudah dapat dihasilkan dan ke dalamnya dapat pula


(33)

ditambahkan zat kimia tertentu untuk keperluan tanaman (mis., karbon, nitrogen, fosfor, sulfur dan sebagainya).

d. Hot feeding

Pemberian sejenis ga rbage kepada hewan ternak (mis., babi). Perlu diingat bahwa sampah basah perlu diolah terlebih dahulu (dimasak atau direbus) untuk mencegah penularan penyakit cacing dan trichinosis ke hewan ternak.

e. Discharge to sewers

Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem pembuangan air limbah. Metode ini dapat efektif asalkan sistem pembuangan air limbah memang baik.

f. Dumping

Sampah dibuang atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan, jurang, atau tempat sampah.

g. Dumping in water

Sampah dibuang ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi pencemaran pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan bahaya banjir.

h. Individual inceneration

Pembakaran sampah secara perorangan ini biasa dilakukan oleh penduduk terutama di daerah pedesaan.

i. Recycling

Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat dipakai atau daur ulang. Contoh bagian sampah yang dapat didaur ulang, antara lain, plastik, gelas, kaleng besi, dan sebagainya.


(34)

j. Reduction

metode ini diterapkan dengan cara menghancurkan sampah (biasanya dari jenis garbage) sampai ke bentuk yang lebih kecil, kemudian diolah untuk menghasilkan lemak.

k. Salvagimg

Pemanfaatan sampah yang dapat dipakai kembali misalnya kertas bekas,. Bahayanya adalah bahwa metode ini dapat menularkan penyakit (Chandra, 2007).

2.1.4. Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan 2.1.4.1. Pengaruh Positif

Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif terhadap masyarakat dan lingkungannya, seperti berikut:

1. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan dataran rendah.

2. Sampah dapat dimanfaatkan untuk pupuk.

3. Sampah dapat diberikan utnuk makanan ternak setelah menjalani proses pengolahan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk mencegah pengaruh buruk sampah tersebut terhadap ternak.

4. Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang biak serangga atau binatang pengerat.

5. Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan sampah.


(35)

6. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup masyarakat.

7. Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuan budaya masyarakat. 8. Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana kesehatan suatu

negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk keperluan lain.

2.1.4.2. Pengaruh Negatif

Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, lingkungan maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat, seperti berikut:

a. Pengaruh terhadap kesehatan

1. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan vektor penyakit seperti lalat atau tikus.

2. Insidensi penyakit demam berdarah dengue akan meningkat karena vektor penyakit hidup dan berkembang biak dalam sampah kaleng atau pun ban bekas yang berisi air hujan.

3. Terjadinya kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarangan, misalnya luka akibat benda tajam seperti besi, kaca, dan sebagainya.

4. Gangguan psikosomatis, misalnya sesak napas, insomnia, stress, dan lain-lain. b. Pengaruh terhadap lingkungan

1. Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata.

2. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.


(36)

3. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya kebakaran yang lebih luas.

4. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan menyebabkan aliran air terganggu dan saluran air menjadi dangkal.

5. Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air permukaan atau sumur dangkal.

6. Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas masyarakat, seperti jalan, jembatan, dan saluran air.

c. Terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat

1. Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial budaya masyarakat setempat.

2. Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan menurunkan minat dan hasrat orang lain (turis) untuk datang berkunjung ke daerah tersebut.

3. Dapat menyebabkan terjadinya perselisihan atara penduduk setempat dan pihak pengelola.

4. Angka kasus kesakitan meningkat dan mengurangi hari kerja sehingga produktivitas masyarakat menurun.

5. Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang besar sehingga dana untuk sektor lain berkurang.

6. Penurunan pemasukan daerah (devisa) akibat penurunan jumlah wisatawan yang diikuti dengan penurunan penghasilan masyarakat setempat.


(37)

7. Penurunan mutu dan sumber daya alam sehingga mutu produksi menurun dan tidak memiliki nilai ekonomis.

8. Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalu lintas yang dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa (Chandra, 2007).

2.2. Pengertian Kulit 2.2.1. Anatomi Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, dan yang berambut kasar terdapat pada kepala. Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu epidermis atau kutikel, dermis atau korium dan subkutis atau hipodermis (Djuanda, 2007).

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu : 1. Lapisan epidermis atau kutikel terdiri atas : stratum korneum atau lapisan tanduk,

stratum lusidum, stratum granulosum atau lapisan keratohialin, stratum spinosum atau lapisan malphigi dan stratum basale.

2. Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis.

3. Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya (Djuanda, 2007).


(38)

2.2.2. Fungsi Kulit

Kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat penting selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai arti lain, yaitu :

1. Fungsi proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, gangguan kimiawi, gangguan yang bersifat panas dan gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.

2. Fungsi absorpsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu pula yang larut lemak.

3. Fungsi ekskresi

Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh.

4. Indera Perasa

Indera perasa di kulit terjadi karena rangsangan terhadap saraf sensoris dalam kulit. Fungsi indera perasa yang pokok yaitu merasakan nyeri, perabaan, panas, dan dingin (Harahap, 2000).

5. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)

Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) adalah peran kulit untuk mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot (kontraksi otot) pembuluh darah kulit (Hetharia, 2009).


(39)

6. Fungsi Pembentukan Pigmen

Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu.

7. Fungsi keratinisasi

Proses keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan melalui proses degradasi menjadi lapisan tanduk yang berlangsung normal selama 14 – 21 hari, dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik. 8. Fungsi Pembentukan Vitamin D

Dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga vitamin D sistemik masih tetap diperlukan (Djuanda, 2007).

2.2.3. Penyakit Kulit

Kulit berfungsi untuk melawan berbagai jenis organisme pengganggu yang berada di lingkungan. Beberapa organisme berasal dari manusia, hewan, atau mungkin dari tanah dan tumbuhan. Jika organisme pengganggu tersebut sampai kepada manusia baik melalui kontak langsung dengan kulit atau dengan droplet yang menyentuh kulit, atau bersentuhan dengan pakaian yang sudah terkontaminasi, kursi atau tempat tidur. Kadang-kadang, organisme pengganggu masuk ke dalam tubuh melalui cara yang berbeda seperti melalui pernapasan atau saluran pencernaan dan dapat mencapai kulit melalui darah. Kadang-kadang, organisme pengganggu mungkin ada dalam beberapa jaringan lain dari tubuh dan mencapai kulit baik melalui aliran darah atau oleh penyebaran dengan jaringan yang berdekatan (Pasricha, 2002).


(40)

Tubuh memiliki potensi yang sangat besar sebagai pelindung dari organisme pengganggu, namun dalam keadaan tertentu, jika jumlahnya terlalu banyak atau ketika mekanisme pertahanan tubuh rusak akibat kelainan genetik, kekurangan gizi, penyakit seperti diabetes, atau dalam masa perawatan oleh obat-obatan, perlindungan terhadap organisme pengganggu dapat menimbulkan penyakit (Pasricha, 2002).

2.2.4. Penyebab Penyakit Kulit

Penyakit kulit dapat disebabkan oleh organisme yang ada di lingkungan yang beberapa organisme berasal dari manusia, hewan, atau makhluk hidup lain. Beberapa penyebab penyakit kulit adalah:

1. Bakteri

Infeksi kulit oleh bakteri merupakan bentuk utama penyakit kulit. Untungnya, infeksi ini cenderung tetap relatif dangkal dan tidak menjadi ancaman seperti infeksi sistemik yang lebih serius. Namun, tanda-tanda dan gejala sistemik dapat berkembang dan dalam situasi tertentu bahkan dapat mengancam jiwa (Soter, 1984).

Jenis-jenis penyakit kulit yang diakibatkan oleh bakteri, yaitu: a. Impetigo (korengan)

Impetigo adalah suatu infeksi superfisial yang menular dan sering terjadi pada anak-anak. Impetigo disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dan kadang-kadang oleh bakteri Streptococcus pyogenes. Lesi yang terjadi berawal dari pustula (lepuhan kecil berisi nanah), lesi baru akan timbul dalam beberapa jam. Lesi ini sering terjadi pada kulit wajah namun tidak menutup


(41)

b. Selulitis

Sebuah bentuk akibat dari infeksi bakteri streptokokus adalah selulitis. Selulitis sering ditemukan pada tungkai kaki. Infeksi ini terjadi oleh karena adanya kerusakan pada kulit sehingga bakteri bisa masuk dan berkembang biak. Selulitis menyebabkan kemerahan danperadangan yang terlokalisasi. kulit tampak merah, bengkak, licin disertai nyeri.

c. Eritrasma

Eritrasma disebabkan oleh organisme Gram positif, Corynebacterium minutissium. Tempat yang paling sering diserang oleh bakteri ini adalah sela-sela jari kaki, aksila, lipat paha dan daerah bawah payudara. Infeksi menyebabkan terbentuknya bercak-bercak pink dengan bentuk yang tidak beraturan, yang kemudian akan berubah menjadi sisik-sisik halus berwarna coklat. Biasanya timbul rasa gatal yang sifatnya ringan (Brown, 2005).

d. Boils (Bisul)

Boils atau furuncle atau bisul adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut dan jaringan subkutan di sekitarnya, penyebabnya adalah bakteri stapilokokus dan bakteri lainnya. Seing ditemukan di daerah leher, payudara, wajah dan bokong. Infeksi ini berawal dari benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah, lalu berfluktuasi dan tengahnya menjadi putih atau kuning (pustula). Kulit di sekitarnya tampak merah atau meradang (Zulkoni, 2010).


(42)

e. Carbuncle (Borok)

Carbuncle atau karbunkel atau sering disebut borok merupakan sekumpulan bisul yang menyebabkan pengelupasan kulit yang luas serta pembentukan jaringan parut. Penyebabnya adalah bakteri stapilokokus. Lebih banyak terjadi pada pria dan paling banyak ditemukan di leher bagian belakang. Infeksi ini menular, bisa disebarkan ke bagian tubuh lainnya dan bisa ditularkan ke orang lain.

2. Infeksi Virus

Penyakit kulit oleh infeksi virus merupakan hal yang sudah biasa ditemukan. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh virus adalah:

a. Kutil

Kutil merupakan neoplasma jinak epidermis yang disebabkan oleh virus dari kelompok human papillomavirus (HPV). Pada kutil biasa, berupa tonjolan seperti kembang kol yang terutama sering terdapat pada tangan. Kutil ini bisa menyebar, berkelompok atau timbul di sekitar kuku. Pada Kutil telapak kaki (plantar wart), menyebar di seluruh telapak kaki. Penampakan yang khas berupa daerah-daerah kecil penebalan kulit yang ketika mengelupas akan menampakkan bintik-bintik hitam dan sering menimbulkan nyeri. Padakutil datar (plane wart), bentuknya kecil, rata pada bagian atas, kemerahan, dan biasanya terdapat pada punggung tangan dan wajah (Brown, 2005).

b. Moluskum kontagiosum


(43)

biasanya terdapat di daerah kepala, leher, dan badan. Sering bergerombol, dan bisa juga terjadi reaksi eksema ringan di sekelilingnya.

c. Herpes zoster (shingles)

Infeksi yang disebabkan oleh virus varicellazoster. Herpes zoster biasanya mengenai satu dermatom, di mana yang paling sering biasanya adalah pada dada dan perut. Lesi berupa sederetan vesikel dengan dasar kulit yang eritematosa. Isi vesikel pada mulanya jernih, kemudian menjadi keruh.

3. Jamur

Jamur yang dapat mengakibatkan penyakit bekerja dengan sifat metaboliknya sendiri sehingga dapat bertahan hidup dan berkembang biak pada jaringan. Beberapa jamur dapat mengatasi atau melawan mekanisme pertahanan tubuh manusia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh jamur adalah:

a. Kadas/ Kurap/ Tinea (Ringworm)

Penyakit kadas atau kurap atau tinea (Ringworm) adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh beberapa jamur yang berbeda dan biasanya dikelompokkan berdasarkan lokasinya pada tubuh, seperti :

1) Kadas/ kurap kaki

Biasanya muncul pada kaki pada saat cuaca panas/ hangat. Penyebabnya Trochophyton atau Epidermophyton. Jamur ini bisa tumbuh di daerah yang lembab dan hangat, di antara jari-jari kaki dan dapat menimbulkan nyeri serta lepuhan yang berisi cairan. Jamur bisa menyebabkan kaki menjadi retak-retak.


(44)

2) Kadas/ kurap di selangkangan (tinea crucis)

Penyakit ini adalah infeksi jamur pada kulit di pangkal paha. Jamur ini akan tumbuh dengan cepat pada suhu hangat, dan lingkungan lembab. Infeksinya menyebabkan kemerahan berbentuk seperti cincin, kadang disertai dengan lepuhan kecil di kulit. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita. Gejala kadas/ kurap selangkangan adalah berupa ruam gatal di kedua lipatan paha.

3) Kadas/ kurap di kulit kepala

Penyakit ini sangat menular, terutama pada anak-anak, disebabkan jamur Trichophyton atau Microsporum. Penyakit ini bisa menyebabkan terbentuknya ruam merah bersisik yang kadang terasa gatal atau menyebabkan kerontokan rambut.

4) Kadas/ kurap pada badan (Tinea corporis)

Kurap ini disebabkan oleh jamur dermatophyte yang biasanya menyebabkan ruam berwarna pink sampai merah yang kadang-kadang membentuk bercak bundar dan tengahnya jernih. Kadas/ kurap badan bisa ditemukan di setiap kulit tubuh.

b. Panu (Pityriasis versicolor)

Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak, namun bisa juga pada orang dewasa. Dapat dijumpai di bagian dada atas dan meluas ke lengan atas, leher dan perut atau tungkai atas/ bawah. Lesi awalnya berada di sekitar folikel rambut namun bisa saja semakin meluas dan menyatu menjadi area yang lebih


(45)

Pityriasis versikolor yang di alami penderita adalah adanya bercak/ macula berwarna putih (hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal ringan yang munculnya saat berkeringat (Pasricha, 2002).

4. Parasit

Penyakit kulit oleh parasit sangat luas artiannya dan termasuk di dalamnya penyakit kulit yang berkaitan dengan tiga kelompok: protozoa, cacing dan artropoda. Beberapa penyakit kulit yang diakibatkan oleh parasit adalah:

a. Skabies

Infeksi ini biasanya terjadi peningkatan prevalensi pada penduduk yang sedang perang, kelaparan, atau sakit, ketika hygiene perorangannya tidak lagi dianggap penting. Skabies adalah sebuah infeksi kulit yang disebabkan oleh tungau, Acarus scabiei. Infestasinya terjadi dengan kontak kulit ke kulit atau bisa juga menular melalui tempat duduk, pakaian dan tempat tidur bersama. Gejala awal tidak muncul sampai si penderita mengalami hipersensitivitas terhadap sekresi atau kotoran tungau tersebut. Ciri khas dari scabies adalah gatal-gatal hebat dan lubang tungau pada kulit tampak sebagai garis bergelombang. Lesinya muncul sebagai lepuhan berisi air (Pasricha, 2002). b. Pedikulosisi

Infestasi kutu dapat menyerang seluruh usia yang biasanya diakibatkan oleh kurangnya kebersihan dan jarang menukar pakaian dan bisa menyerang hampir setiap kulit tubuh. Infestasi kutu menyebabkan gatal-gatal hebat, penggarukan yang sering dapat mengakibatkan kulit terbuka, yang bisa mengakibatkan infeksi bakteri.


(46)

5. Dermatitis kontak (contact dermatitis)

Selain penyakit kulit yang telah disebutkan di atas ada juga yang disebut dengan dermatitis kontak (contact dermatitis). Dermatitis kontak adalah peradangan yang disebabkan oleh kontak dengan suatu zat tertentu; ruamnya terbatas pada daerah tertentu dan seringkali memiliki batas yang tegas (Sauer, 1985).

Zat-zat tertentu dapat menyebabkan peradangan kulit melalui dua cara, yaitu: a. Iritasi (dermatitis kontak iritan)

Sabun yang sangat lembut, deterjen dan logam-logam tertentu bisa mengiritasi kulit setelah beberapa kali digunakan. Kadang pemaparan berulang bisa menyebabkan kekeringan dan iritasi kulit.

b. Reaksi alergi (dermatitis kontak alergika)

Pada reaksi alergi, pemaparan pertama pada zat tertentu tidak menimbulkan suatu reaksi, tetapi pemaparan berikutnya bisa menyebabkan gatal-gatal dan dermatitis dalam waktu 4-24 jam. Dermatitis juga bisa terjadi akibat berbagai bahan yang ditemukan di tempat bekerja disebut dermatitis okupasional. Bila dermatitis terjadi setelah menyentuh zat tertentu lalu terkena sinar matahari, maka keadaannya disebut dermatitis kontak fotoalergika atau dermatitis kontak fototoksisk. Efek dari dermatitis kontak bervariasi, mulai dari kemerahan yang ringan dan hanya berlangsung sekejap sampai kepada pembengkakan hebat dan lepuhan kulit.

2.2.5. Struktur Lesi Kulit


(47)

dan analisis histopatologi terhadapnya. Pengenalan dan gambaran yang akurat terhadap lesi kulit sering diartikan dengan penyakit kulit yang tidak bersih. Deskripsi di bawah mengenai lesi dasar akan membantu untuk mengenal berbagai gangguan pada kulit (Soter, 1984).

1. Makula

Perubahan warna kulit berbentuk bulatan dengan permukaan rata (bercak merah). Biasanya berbentuk bulat, oval, atau menyebar di sekitarnya. Makula merupakan lesi yang dihasilkan dari perubahan dalam lapisan atau komponen kulit seperti hiperpigmentasi dan kelainan vaskular. Makula dalam berbagai kondisi, seperti panu, dapat ditemukan dengan skala yang sangat kecil.


(48)

2. Papula

Papula adalah tonjolan kulit yang padat dengan tidak ada cairan di dalamnya. Papula memiliki ukuran diameter kurang dari 1 cm. Biasanya berada di lubang saluran keringat atau folikel rambut.

Gambar 2.2 Papula 3. Nodul

Nodul adalah benjolan padat yang dapat dilihat dan diraba, berbentuk bulat atau elips dengan ukuran yang berbeda (diameter lebih dari 1 cm), bisa berada di epidermis atau ke dalam dermis atau jaringan subkutan.


(49)

Gambar 2.3 Nodul 4. Plak

Plak adalah suatu daerah yang menonjol pada permukaan kulit, berbentuk lempengan dan bulat. Plak sering terbentuk oleh pertemuan papula, seperti pada psoriasis. Ukuran plak biasanya berdiameter lebih kecil dari 2 cm pada plak kecil dan lebih besar dari 2 cm pada plak besar.

5. Vesikel

Vesikel adalah benjolan yang berisi cairan yang dapat dilihat dan dindingnya sangat tipis, berukuran kecil dengan diameter kurang dari 0,5 cm.

6. Bula

Bula adalah pengumpulan cairan yang dapat dilihat, berbentuk bulat atau tidak beraturan. Bula adalah vesikel yang ukuran diameternya lebih dari 0,5 cm.


(50)

Gambar 2.4 Bula 7. Pustula

Pustula adalah timbunan pada kulit yang berisi nanah, berwarna keputihan atau kekuningan atau bisa kemerahan jika mengandung darah dengan nanah. Bentuk pustula mirip dengan vesikel. Pustula bisa terjadi atau berkembang dari papula dan vesikel.


(51)

8. Ulkus

Ulkus adalah sebuah lesi yang terjadi karena kerusakan pada epidermis dan dermis. Ulkus dapat terjadi sebagai akibat dari infark jaringan tubuh, muncul pada tumor atau benjolan yang disebabkan oleh berbagai agen infeksi seperti bakteri, parasit dan bakteri.

9. Bilur (Weal)

Bilur atau weal adalah daerah menonjol yang merupakan hasil dari edema pada lapisan atas dermis. Bilur berdiameter 3 – 4 mm, terasa gatal dan berwarna merah pucat.

2.3. Kecacingan 2.3.1. Jenis Cacing

Parasit cacing termasuk golongan hewan yang memiliki banyak sel (multiseluler) dan tubuh yang simetris bilateral. Terdapat dua golongan (filum) cacing yang penting bagi kesehatan manusia, yaitu filum Platyhelminthes dan filum Nemathelmintes (Soedarto, 2008).

1. Cacing pipih (Plathyhelmintes/ flatworms)

Cacing ini memiliki bentuk tubuh yang pipih seperti daun atau seperti pita, sistem reproduksi hermafrodit (alat kelamin jantan dan betina terdapat pada satu tubuh cacing), alat pencernaan yang belum sempurna (tidak berusus, atau tidak tumbuh lengkap), serta tidak memiliki rongga tubuh (body cavity). Cacing ini terdiri atas:


(52)

a. Cacing pita (Cestoda)

Pada umumnya cacing Cestoda mempunyai bentuk seperti pita, pipih ke arah dorsoventral, dan mempunyai banyak ruas (segmen). Ukuran panjang Cestoda sangat bervariasi, antara beberapa millimeter sampai beberapa meter. Berdasarkan tempat hidupnya Cestoda dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:

1) Cestoda Usus

Spesies yang terpenting di antaranya: Diphyllobothrium latum, Taenia saginata, Taenia solium, Hymenolepis nana, Hymenolepis diminuta, dan Diphylidium caninum. Hospes definitif Cestoda usus umumnya adalah manusia dan hewan mamalia tertentu. Ukuran tubuh Cestoda yang paling panjang dapat mencapai 25 meter (pada spesies T. saginata). Telur Cestoda usus berbeda morfologinya menurut spesies dan telur-telur tersebut dapat ditemukan dalam feses penderita. Cestoda usus dewasa seluruhnya hidup di usus halus.

2) Cestoda Jaringan

Umumnya adalah golongan cacing berbentuk larva yang hidupnya di dalam jaringan hospes dan terdiri dari beberapa spesies penting di antaranya Echinococcus granulosus, Echinococcus multicularis, dan Multiceps multiceps.

b. Cacing pipih (Trematoda)


(53)

umumnya bersifat hermafrodit kecuali spesies Schistosoma. Cacing dewasa mempunyai alat isap mulut (oral sucker) yang terdapat di bagian kepala, dan alat isap ventral (ventral sucker atau acetabulum) yang terdapat di daerah perut. Alat pencernaan sudah dimiliki namun masih belum sempurna, karena tidak mempunyai anus. Salah satu ciri khas lain dari cacing golongan ini adalah adanya sistem ekskresi (flame cell), yang untuk tiap-tiap spesies khas bentuknya (Soedarto, 2008).

Selain manusia, berbagai jenis mamalia dapat bertindak sebagai hospes definitif cacing Trematoda. Untuk melengkapi siklus hidupnya, diperlukan hospes perantara yaitu moluska misalnya siput dan keong, yang hidup di air tawar. Menurut tempat hidupnya, ada 4 penggolongan Trematoda, yaitu:

1) Trematoda Darah

Golongan Trematoda darah memiliki spesies penting di antaranya Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni, dan Schistosoma haematobium. Cacing Schistosoma adalah trematoda yang tidak hermafrodit. Cacing jantannya yang berukuran lebih besar tetapi lebih pendek dari pada ukuran cacing betina. Tempat hidup cacing Schistosoma di dalam vena berbeda, sehingga telur cacing dalam pemeriksaan parasitologis dapat ditemukan di dalam urine atau tinja penderita (Soedarto, 2008).

Penyakit schistosomia sis atau bilharziasis ditularkan melalui moluska yaitu keong. Penularan terjadi oleh cercaria e, bentuk khas yang dilepaskan ke dalam air oleh vektornya, setelah berkembang parasit ini menembus kulit manusia memasuki peredaran darah (Zulkoni, 2010).


(54)

2) Trematoda Hati

Trematoda hati yang penting adalah Clonorchis sinensis, Opistorchis felineus, Opistorchis viverrini, Fasciola hepatica dan Dicrocoelium dendriticumi. Parasit-parasit ini hidup di dalam jaringan hati, saluran empedu, kandung empedu, atau di dalam ductus pancreaticus. Selain manusia, berbagai jenis hewan dapat bertindak sebagai hospes definitif, yaitu manusia maupun unggas (Clonorchis sinensis). Terdapat dua jenis hospes perantara, yaitu siput sebagai hospes perantara pertama, dan ikan, siput atau semut (Dicrocoelium dendriticum) (Soedarto, 2008).

3) Trematoda Usus

Trematoda ini terdiri dari Fasciolopsis buski, Heterophyes heterophyes, Metagonimus yokoga wai dan Echinostoma. Cacing ini tinggal di dalam usus baik di duodenum dan jejunum, usus halus maupun mukosa usus hospesnya. Selain manusia berbagai jenis hewan seperti babi dan hewan pemakan ikanbertindak sebagai hospes.

4) Trematoda Paru

Spesies Trematoda paru adalah Pa ragonimus westermani. Penyebaran Paragonimus westermani bersifat kosmopolit pada mamalia. Hospes defintif adalah manusia dan binatang yang memakan ketam atau udang batu, seperti kucing, kambing, sapi. Hospes perantara I adalah keong air tawar. Hospes perantara II adalah ketam air tawar dan udang batu. Cacing dewasa berada pada paru manusia dan juga pada organ lainnya (Muslim, 2009).


(55)

2. Cacing bundar (Nemathelmintes / roundworms)

Cacing ini mempunyai bentuk tubuh yang bulat panjang, silindris, filariform, tidak bersegmen, dan bilateral simetris. Cacing ini memiliki rongga tubuh (body cavity), dan tubuhnya tertutup oleh kutikulum. Ukuran tubuh bervariasi antara 2 mm – 1 meter. Alat pencernaannya telah lengkap, tetapi sistem saraf dan sistem ekskresinya belum sempurna (Soedarto, 2008).

Nematoda adalah cacing yang diecious atau uniseksual, dengan jenis kelamin cacing yang sudah terpisah antara jantan dan betina. Berdasarkan tempat hidup cacing dewasa di dalam tubuh manusia, Nematoda dikelompokkan menjadi:

a. Nematoda Usus

Nematoda ini berada atau hidup di usus. Spesies nematode usus yang ditemukan pada manusia adalah Asca ris lumbricoides, Trichuris Trichiura, Oxyuris vermicularis, Strongyloides stercolaris, Ancylostoma duodenale, Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, Necator americanus, Toxocara canis, dan Toxocara cati. Umumnya manusia merupakan hospes definitive. Tiap spesies nematoda memiliki morfologi yang berbeda-beda. Cacing betina ukurannya lebih besar daripada jantan (Muslim, 2009)

Tiap larva spesies berada dalam sirkulasi darah kecuali Trichuris trichiura. Gejala klinis dipengaruhi oleh tingkat infeksi (jumlah cacing), jenis parasit, stadium parasit, lokalisasi parasit, dan lamanya kasus infeksi. Diagnosis penyakit ditegakkan dengan menemukan telur dalam feses, bilasan duodenum, larva dalam jaringan, uji serologis. Dalam siklus hidupnya cacing ini


(56)

membutuhkan kondisi lingkungan yang mempunyai temperatur dan kelembapan yang sesuai.

b. Nematoda Jaringan

Cacing dewasa hidup dalam sistem limfatik, subkutan, dan jaringan ikat dalam pada tubuh manusia. Mikrofilaria terdapat pada darah perifer/ jaringan kulit serta sifatnya sangat aktif. Spesies nematoda jaringan yang hidup pada manusia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, mansonella ozza rdi, Onchocerca volvulus, Loa load dan Dra cunculus medinensis. Pada umumnya manusia sebagai hospes definitive nematode jaringan, sedangkan hospes perantaranya adalah nyamuk dan lalat. Larva infektif berkembang dalam tubuh vektor dan ditularkan melalui gigitan dan tumbuh dewasa dalam hospes definitif (manusia dan mamalia lain). Cara menetapkan diagnosis nematoda jaringan dilakukan dengan menemukan microfilaria dala darah tepi, larva dalam jaringan, dan cacing dewasa yang diperoleh dari bahan biopsi.

2.3.2. Penyebab Kecacingan

Cacingan (atau sering disebut kecacingan) merupakan penyakit endemik dan kronik diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan tubuh manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat.

Infeksi cacing umumnya masuk melalui mulut, atau langsung melalui luka di kulit (cacing tambang dan benang). Cacing yang masuk dapat berupa telur, kista atau larvanya, yang ada di atas tanah terutama bila pembuangan kotoran (tinja) dilakukan


(57)

masuk ke dalam perut, maka ia akan segera menetas dan segera menggerogoti tubuh penderita (Zulkoni, 2010).

1. Platyhelminthes

Infeksi cacing ini disebut berbeda-beda tergantung pada jenisnya, seperti:

a. Taeniasis solium untuk penyakit akibat cacing pita babi. Manusia terinfeksi dengan cara memakan daging babi mentah atau kurang matang.

b. Taeniasis saginata untuk penyakit akibat cacing pita sapi. Infeksi pada manusia terjadi jika makan daging sapi atau kerbau yang masih mentah atau kurang matang.

c. Infeksi Fasciolopsis buski pada manusia umumnya terjadi karena makan tumbuhan air mentah dalam keadaan segar.

d. Schistosomasis merupakan infeksi akibat cacing pipih Schistisoma haematobium yang menyerang darah, ditularkan oleh vektor keong dan dapat menembus kulit.

2. Nemathelmintes

Infeksi cacing ini disebut berbeda-beda tergantung pada jenisnya, seperti:

a. Oxyuris untuk penyakit akibat cacing kremi, penularan terjadi dari mulut penderita atau terjadi karena memegang benda yang tercemar telur infektif, seperti alas tidur, bantal dan pakaian penderita.

b. Ancylostomiasis untuk penyakit akibat cacing tambang, penularan terjadi karena larva mampu menembus kulit manusia.

c. Ascariasis untuk penyakit akibat cacing gelang, penularan terjadi dari makanan dan minuman yang masuk ke dalam usus.


(58)

d. Trichuriasis untuk penyakit akibat cacing cambuk, infeksi terjadi jika tertelan cacing yang infektif akibat renahnya hygiene sanitasi perorangan dan lingkungan.

e. Filariasis untuk penyakit akibat cacing filarial, infeksi terjadi oleh perantaraan vektor.

2.4. Pengertian Hygiene

Yang dimaksud dengan hygiene ialah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit kerena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan (Aswar, 1996).

2.4.1. Hygiene Perorangan

Hygiene perorangan (kebersihan perorangan) adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka. Kebersihan perorangan sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan kebersihan perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan (Potter,2005). Kebersihan diri meliputi :

a. Kebersihan Kulit

Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan paling pertama memberi kesan. Oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik – baiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari – hari.


(59)

Untuk selalu memelihara kebersihan kulit kebiasaan sehat harus selalu memperhatikan seperti :

1. menggunakan barang – barang keperluan sehari – hari milik sendiri 2. mandi minimal 2x sehari

3. mandi memakai sabun 4. menjaga kebersihan pakaian

5. makan yang bergizi terutama sayur dan buah 6. menjaga kebersihan lingkungan

b. Kebersihan Rambut

Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat terpelihara dengan subur dan kesan indah sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan tidak berbau apek. Dengan selalu menjaga kebersihan rambut dan kulit kepala maka perlu diperhatikan hal sebagai berikut :

1. memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci sekurang – kurangnya 2x seminggu

2. mencuci rambut dengan menggunakan samphoo / bahan pencuci rambut lainnya

3. sebaiknya menggunakan alat peralatan rambut sendiri c. Kebersihan Gigi

Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan membersihkan gigi sehingga terlihat cemerlang. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan gigi adalah :


(60)

2. memakai sikat gigi sendiri

3. menghindari makanan yang merusak gigi

4. membiasakan makan buah yang menyehatkan gigi 5. memeriksa gigi secara teratur

d. Kebersihan Mata

Hal – Hal yang perlu diperhatikan dalam kesehatan mata adalah : 1. membaca di tempat terang

2. makan makanan yang bergizi 3. istirahat yang cukup dan teratur

4. memakai peralatan sendiri dan bersih (seperti handuk dan sapu tangan) 5. memelihara kebersihan lingkungan

e. Kebersihan Telinga

Hal yang diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah : 1. membersihkan telinga teratur

2. jangan mengorek – ngorek telinga menggunakan benda tajam f. Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku

Seperti halnya kulit, tangan, kaki dan kuku harus dipelihara dan ini tidak terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari – hari. Selain indah dipandang mata, tangan, kaki, dan kuku yang bersih juga menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan berbagai penyakit – penyakit tertentu.


(61)

2. memotong kuku secara teratur 3. membersihkan lingkungan 4. mencuci kaki sebelum tidur

Faktor hygiene yang mempengaruhi gangguan kulit adalah : a. kebersihan kulit

b. kebersihan rambut dan kulit kepala c. kebersihan tangan, kaki dan kuku

2.5. Alat Pelindung Diri

Terdapat berbagai upaya untuk menanggulangi bahaya-bahaya yang terdapat di lingkungan kerja, yaitu: pengendalian secara teknik (engineering control), pengendalian secara administratif (administrative control) dan pemakaian alat-alat pelindung diri (personal protective equipment).

Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, personal protective equipment atau Alat Pelindung Diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.

Alat pelindung diri yang efektif harus: 1. Sesuai dengan bahaya yang dihadapi

2. Terbuat dari material yang akan tahan terhadap bahaya tersebut 3. Cocok bagi orang yang akan menggunakannya

4. Tidak mengganggu kerja operator yang sedang bertugas 5. Memiliki konstruksi yang sangat kuat


(62)

6. Tidak mengganggu alat pelindung diri lain yang sedang dipakai secara bersamaan 7. Tidak meningkatkan risiko terhadap pemakainya (Ridley, 2008).

Ada berbagai macam alat pelindung diri, yaitu: a. Alat pelindung kepala

Tujuan dari penggunaan alat pelindung kepala adalah untuk mencegah: bahaya terbentur oleh benda tajam atau benda keras yang dapat menyebabkan luka gores, potong atau tusuk; bahaya kejatuhan benda-benda atau terpukul oleh benda-benda yang melayang atau meluncur di udara; bahaya panas radiasi, api, dan percikan bahan-bahan kimia yang korosif.

b. Alat pelindung wajah/ mata

Alat pelindung mata menurut bentuknya dapat dikategorikan menjadi: kacamata (spectacles), goggles (cup type/ box type), tameng muka (face screen/ face shields).

c. Alat pelindung telinga

Alat pelindung telinga berfungsi sebagai penghalang (ba rier) antara sumber bising dan telinga bagian dalam, juga melindungi telinga dari ketulian akibat kebisingan. Secara umum, alat pelindung telinga dibedakan menjadi sumbat telinga (ear plug) dan tutup telinga (ear muff).

d. Pemakaian masker

Pemakaian masker untuk melindungi pernapasan dari gas tertentu (Daryanto, 2007)


(63)

e. Alat pelindung tangan

Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang paling banyak digunakan. Dalam memilih sarung tangan perlu dipertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut: bahaya terpapar, apakah berbentuk bahan korosif, panas dingin, tajam, atau kasar; daya tahan terhadap bahaya-bahaya kimia.

f. Alat pelindung kaki

Alat pelindung kaki atau sepatu keselamatan kerja dipergunakan untuk melindungi kaki dari bahaya kejatuhan benda-benda berat, percikan cairan, dan tertusuk oleh benda-benda tajam.

g. Pakaian pelindung

Pakaian pelindung atau pakaian kerja dapat berbentuk Apron yang menutupi sebagian dari tubuh, pemakainnya yaitu mulai dari dada sampai lutut dan Overalls yang menutupi seluruh tubuh. Pakian pelindung digunakan untuk melindungi pemakai dari percikan bahan kimia dan cuaca kerja yang ekstrim. h. Sabuk dan tali pengaman

Sabuk dan tali pengaman dipergunakan untuk bekerja di tempat tinggi, misalnya pada palka kapal, sumur, atau tangki. Alat pengaman ini juga dipergunakan pada pekerjaan mendaki, memanjat, dan kontruksi bangunan (Sarwono, 2002).


(64)

2.6. Kerangka Konsep

2.7. Hipotesis Penelitian

Ha = Ada hubungan hygiene perorangan dengan keluhan gangguan kulit pada petugas pengangkut sampah.

Ho = Tidak ada hubungan hygiene perorangan dengan keluhan gangguan kulit pada petugas pengangkut sampah.

Ha = Ada hubungan hygiene perorangan dengan kecacingan pada petugas pengangkut sampah.

Ho = Tidak ada hubungan hygiene perorangan dengan kecacingan pada petugas pengangkut sampah.

Ha = Ada hubungan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan keluhan gangguan kulit.

Hygiene Perorangan

Pemakaian Alat Pelindung Diri

Keluhan gangguan kulit

Kecacingan

Ada Keluhan

Tidak Ada Keluhan

+ telur cacing


(65)

Ho = Tidak ada hubungan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan keluhan gangguan kulit.

Ha = Ada hubungan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan kecacingan pada petugas pengangkut sampah.

Ho = Tidak ada hubungan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan kecacingan pada petugas pengangkut sampah.


(66)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik dengan desain cross sectional, yaitu suatu pendekatan yang sifatnya sesaat pada suatu waktu dan tidak diikuti dalam suatu kurun waktu tertentu, untuk mengetahui hubungan hygiene perorangan dan penggunaan alat pelindung diri terhadap keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas pengangkut sampah.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar. Adapun alasan pemilihan lokasi ini karena :

1. Masih banyak petugas pengangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).

2. Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar merupakan satu instansi pemerintah yang belum lama terbentuk, dimana sebelumnya proses pengangkutan sampah dikelola oleh setiap kecamatan yang ada di Kota Pematangsiantar.

3. Belum pernah dilakukan penelitian yang sama di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar.

3.2.2. Waktu Penelitian


(67)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah petugas pengangkut sampah yang berjumlah 81 orang di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar pada tahun 2011.

3.3.2. Sampel

Oleh karena skala pengukuran variabel adalah kategorik, maka untuk perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut:

2               p p q p z q p z n a a a   Keterangan :

n = besar sampel penelitian

p = proporsi dari pustaka didapat 0,69

 p

pa ditetapkan 0,2 maka pa bernilai 0,89

q = 1p0 a

q = 1qa

Tingkat kemaknaan (α) 0,05 maka zbernilai 1,96 Power atau z ditetapkan 0,84

34 64 , 33 2 , 0 11 , 0 . 89 , 0 84 , 0 31 , 0 . 69 , 0 96 , 1 2             n n

Dari rumus di atas sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini minimal 34 responden dimana peneliti mengambil 45 responden.


(1)

Chi-Square Tests Value Pearson

Chi-Square

.a N of Valid Cases 45 a. No statistics are computed because Hygiene perorangan kategorik is a constant.

Hygiene Perorangan Kategorik * Pemeriksaan Kecacingan Pemeriksaan kecacingan

Total Ditemukannya telur

cacing pada tinja

Tidak ditemukannya telur caing pada tinja Hygiene perorangan

kategorik

Baik 5 40 45

Total 5 40 45

Pemakaian APD kategorik * Mengalami keluhan gangguan kulit Mengalami keluhan gangguan

kulit Total Ada keluhan Tidak ada keluhan Pemakaian APD kategorik

Memenuhi syarat Count 3 1 4

Expected Count 2,0 2,0 4,0

Tidak memenuhi syarat

Count 20 21 41

Expected Count 21,0 20,0 41,0

Total Count 23 22 45

Expected Count 23,0 22,0 45,0


(2)

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1,003a 1 ,317

Continuity Correctionb ,228 1 ,633

Likelihood Ratio 1,049 1 ,306

Fisher's Exact Test ,608 ,321

Linear-by-Linear Association

,980 1 ,322

N of Valid Cases 45

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,96. b. Computed only for a 2x2 table

Pemakaian APD kategorik * Pemeriksaan kecacingan Pemeriksaan kecacingan Total Ditemukannya telur cacing pada tinja Tidak ditemukannya telur caing pada

tinja Pemakaian

APD kategorik

Memenuhi syarat Count 0 4 4

Expected Count

,4 3,6 4,0


(3)

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square ,549a 1 ,459

Continuity Correctionb ,000 1 1,000

Likelihood Ratio ,990 1 ,320

Fisher's Exact Test 1,000 ,613

Linear-by-Linear Association

,537 1 ,464

N of Valid Cases 45

a. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,44. b. Computed only for a 2x2 table

syarat Expected Count

4,6 36,4 41,0

Total Count 5 40 45

Expected Count


(4)

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Salah Satu Truk Pengangkut Sampah


(5)

Gambar 3. Petugas Pengangkut Sampah yang Bekerja Tanpa Memakai APD

Gambar 4. Petugas Pengangkut Sampah yang Bekerja Hanya Menggunakan APD Alas Kaki Tertutup dan Topi


(6)

Gambar 5. Peneliti Melakukan Wawancara Saat Responden Beristirahat

Gambar 6. Peneliti Memberikan Objek Gelas kepada Responden Sebagai Tempat Sampel Feses Responden


Dokumen yang terkait

Hubungan Hygiene Perorangan Dan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dengan Keluhan Gangguan Kulit Pada Pekerja Pengupas Udang Di Kelurahan Pekan Labuhan Kecamatan Medan labuhan Tahun 2012

3 53 108

Hubungan Kebersihan Perorangan Dan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dengan Keluhan Gangguan Kulit Pada Petugas Pengelola Sampah Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010

11 92 95

Hubungan Hygiene Perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan Keluhan Gangguan Kulit dan Kecacingan pada Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar Tahun 2012

3 13 130

Hubungan Hygiene Perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan Keluhan Gangguan Kulit dan Kecacingan pada Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar Tahun 2012

0 0 14

Hubungan Hygiene Perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan Keluhan Gangguan Kulit dan Kecacingan pada Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar Tahun 2012

0 0 2

Hubungan Hygiene Perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan Keluhan Gangguan Kulit dan Kecacingan pada Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar Tahun 2012

1 3 6

Hubungan Hygiene Perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan Keluhan Gangguan Kulit dan Kecacingan pada Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar Tahun 2012

0 0 43

Hubungan Hygiene Perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan Keluhan Gangguan Kulit dan Kecacingan pada Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar Tahun 2012

0 0 3

Hubungan Hygiene Perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan Keluhan Gangguan Kulit dan Kecacingan pada Petugas Pengangkut Sampah Kota Pematangsiantar Tahun 2012

0 0 31

Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Alat Pelindung Diri (APD) Dengan Gangguan Kelainan Kulit Pada Petugas Pengangkut Sampah Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2016 Appendix

0 0 36