Pengaru Variasi Kuat Arus Listrik Dan Waktu Pengadukan Pada Proses Elektrokoagulasi Untuk Perjerniha Air Baku Pdam Tirtanadi Ipa Sungal

(1)

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LISTRIK DAN WAKTU

PENGADUKAN PADA PROSES ELEKTROKOAGULASI UNTUK

PENJERNIHAN AIR BAKU PDAM TIRTANADI IPA SUNGGAL

SKRIPSI

SOFIA NOVITA

080801031

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LISTRIK DAN WAKTU

PENGADUKAN PADA PROSES ELEKTROKOAGULASI UNTUK

PENJERNIHAN AIR BAKU PDAM TIRTANADI IPA SUNGGAL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SOFIA NOVITA 080801031

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

iii

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LISTRIK DAN WAKTU PENGADUKAN PADA PROSES

ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENJERNIHAN AIR BAKU PDAM TIRTANADI IPA SUNGGAL Kategori : SKRIPSI

Nama : SOFIA NOVITA

Nomor Induk Mahasiswa : 080801031

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, 31 Juli 2012

Diketahui/ Disetujui oleh Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua, Pembimbing 1

Dr. Marhaposan Situmorang Dr. Susilawati, S.Si, M.Si NIP : 195510301980031003 NIP:197412072000122001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LISTRIK DAN WAKTU PENGADUKAN PADA PROSES ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENJERNIHAN AIR BAKU

PDAM TIRTANADI IPA SUNGGAL

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, 31 Juli 2012

SOFIA NOVITA 080801031


(5)

v

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang sehingga dengan Rahmat dan Karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Variasi Kuat Arus Listrik Dan Waktu Pengadukan Pada Proses Elektrokoagulasi Untuk Penjernihan Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal” dengan baik.

Dengan rasa hormat penulis menyampaikan terimakasih yang setulus – tulusnya kepada: 1. Ibu Dr. Susilawati, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu

memberikan bimbingan kepada penulis serta memotivasi penulis selama masa persiapan penelitian hingga penelitian ini selesai dilaksanakan.

2. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku ketua jurusan Fisika FMIPA USU 3. Bapak Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA USU.

4. Bapak/ Ibu staff dosen Depertemen Fisika FMIPA USU.

5. Bapak Iwan Setiawan dan Ibu Cempaka sebagai tenaga ahli di PDAM Tirtanadi IPA Sunggal.

6. Para pegawai Departemen Fisika FMIPA USU.

7. Para pegawai PDAM Tirtanadi IPA Sunggal, yang selalu memberikan pelayanan terbaik.

8. Teman – teman mahasiswa Fisika stambuk 2012 Ika, Ai, Meilan, Lina, Nia, Cristi, Jannah, Rida, Melly, Rizky, Vivien, Dewi, Arifah, Rida, Tari, Deni, Surya, Hafiz, Dicky, Indra, Ajier dan semua teman lainnya.

9. Abang dan kakak senior di Fisika bg Oky (terimakasih untuk bantuan merangkai alatnya), bg Ilman, bg Ikhsan, Kak Mora, Kak Umi yang berbagi pengalaman kepada penulis.

10.Keluarga HMI Komisariat FMIPA USU, bg Veros si motifactor, bg Egy, Bg Mail, bg Hendy, bg Mahdian, Kak Fitri, Kak Ara, Bella, Elisa, Yuni, seluruh pengurus dan anggota, yang memberikan ‘rumah’ kepada penulis dalam suka maupun duka.

11.Teman – teman di Gelugur, kak Elga, Kak Suri, Kak Itha, yang selalu memberi semangat dan menemani penulis pada saat penulisan skripsi ini dilakukan

Terima kasih yang tak kunjung akhir juga penulis sampaikan untuk Ibunda tercinta Sri Mahyuni dan Ayahanda tersayang Haris Putra untuk dukungan disegala aspek kehidupan penulis, Kakanda Utami Sari Dewi, Keluarga besar Hamzah dan Keluarga besar Syarifuddin. Dan semua pihak yang selalu mendukung penulis dalam suka maupun duka. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian dengan pahala yang berlimpah, amin.


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan proses penjernihan air dengan proses elektrokoagulasi yang divariasikan dengan pengadukan. Sampel diambil dari bak sedimentasi PDAM Tirtanadi IPA Sunggal yang biasanya dijernihkan dengan menggunakan tawas. Penelitian ini dilakukan dengan kapasitas laboratorium dan dilakukan dengan menggunakan logam aluminium sebagai elektroda yang memiliki nilai konduktivitas 3,8 x 107Ω-1.m-1. Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan arus dan pengadukan pada saat elektrokoagulasi berlangsung dan setelah elektrokoagulasi selesai dengan waktu tiap pengadukan selama 3 menit. Waktu yang dibutuhkan selama proses elektrokoagulasi berlangsung yaitu selama 45 menit, dan arus yang digunakan sebesar 3 ampere. Untuk memperluas daerah penyebaran ion – ion A�+ sehingga pengikatan koloid dalam air dapat dimaksimalkan, pengadukan dilakukan dengan dua tahap yaitu pengadukan yang dilakukan pada saat elektrokoagulasi berlangsung dengan kecepatan 150 rpm dan pengadukan yang dilakukan setelah elektrokoagulasi selesai dilakukan dengan kecepatan pengadukan yang digunakan yaitu 50 rpm. Dari hasil uji menunjukkan bahwa air hasil penjernihan dengan metode elektrokoagulasi yang divariasikan dengan pengadukan mengalami penurunan warna hingga 100% dan penurunan kekeruhan hingga 95.78% dan beberapa parameter fisik lainnya juga mengalami perubahan seperti suhu, daya hantar listrik, pH, dan kadar logam Aluminium (Al) yang semuanya masih dibawah standard air minum.


(7)

vii

INFLUENCE OF ELECTRIC CURRENT AND MIXING IN

ELECTROCOAGULATION PROCESS FOR PURIFICATION OF BASIC WATER PDAM TIRTANADI IPA SUNGGAL

ABSTRACT

Has been carried out the process of purification of water by electrocoagulation process that combine with mixing. Sample was taken in the raw water tank of PDAM Tirtanadi IPA Sunggal that usual be purificated by alum. The research is conducted in laboratory capacity and using Aluminium as electrodes (anode and cathode) which has a conductivity is 3,8 x 107Ω-1.m-1. This electrocoagulation research is done with combine electric current and mixing when the electrocoagulation is performing and after electrocoagulation has been done for 3 minutes in each mixing. The time needed for the process of purification is 45 minutes and electric current as 3 ampere. To make the spreading of Al+ ion’s become more extensive, the mixing do with two parts. They are the mixing when electrocoagulation is performing that velocity is 150 rpm and the mixing when electrocoagulation has been done that velocity is 50 rpm. From the results that has been tested show that water as result for process of purification of water by electrocoagulation process that variate with mixing has decreasing of color until 100% and decreasing of turbidity until 95.78% and some of the other physic parameters has alteration like themperature, conductivity, pH and content of Aluminium metal that they are still above of drink water standard.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 5

1.3 Batasan Masalah 5

1.4 Tujuan Penelitian 6

1.5 Manfaat Penelitian 6

1.6 Sistematika Penulisan 6

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Air Baku 8

2.1.1 Defenisi Air Baku 8

2.1.2 Karakteristik Air Baku 10

2.2 Metode Pengolahan Air 11

2.3 Elektrokoagulasi 12

2.3.1 Defenisi Elektrokoagulasi 12 2.3.2 Proses Elektrokoagulasi 13

2.3.3 Mekanisme Elektrokoagulasi 14

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Elektrokoagulasi 15

2.4.1 Kelebihan Elektrokoagulasi 15

2.4.2 Kekurangan Elektrokoagulasi 16

2.5 Plat Elektroda 16

2.5.1 Reaksi Pada Elektroda 17

2.5.2 Logam Aluminium 18

2.5.3 Pelarutan Logam di Larutan 19

2.6 Arus Pada Elektroda 21

2.7 Pengadukan 23

2.7.1 Jenis Pengadukan 23

2.8 pH 25

2.9 Warna 26

2.10 Kekeruhan 26

2.11 Suhu 27


(9)

ix

Bab 3 Metode Penelitian

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 30

3.3.1 Waktu Penelitian 30

3.3.2 Lokasi Penelitian 31

3.2 Peralatan dan Bahan 31

3.2.1 Peralatan 31

3.2.2 Bahan 32

3.3 Diagram Alir (Flow Chart) Penelitian 32

3.4 Prosedur Penelitian 34

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Umum 38

4.2 Penjernihan Air Baku melalui Metode Elektrokoagulasi

dengan Memvariasikan Arus 39

4.3 Penjernihan Air Baku dengan Pengadukan 48

4.4 Penjernihan Air Baku melalui Metode Elektrokoagulasi

dengan Pemberian Pengadukan 51

4.5 Penjernihan Air Baku melalui Metode Elektrokoagulasi yang Dikombinasikan dengan Pengadukan 54

4.6 Karakteristik Air Baku Sebelum dan Setelah

diolah Menggunakan Metode Elektrokoagulasi dengan Pengadukan 56

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 58

5.2 Saran 59

Daftar Pustaka


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Karakteristik air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal 38 Tabel 4.2 Pengaruh kuat arus terhadap penjernihan air baku

PDAM TirtanadiSunggal dengan proses elektrokoagulasi 39 Tabel 4.3 Pengaruh waktu kontak terhadap penjernihan air baku

PDAM Tirtanadi Sunggal dengan proses elektrokoagulasi 40 Tabel 4.4 Pengaruh waktu terhadap jumlah logam terlarut secara praktik dan

Teori pada proses penjernihan air baku PDAM Tirtanadi Sunggal 46 Tabel 4.5 Pengaruh jumlah putaran pada pengadukan untuk

proses penjernihan air baku PDAM Tirtanadi Sunggal 49 Tabel 4.6 Pengaruh lamanya pengadukan pada proses penjernihan

air sedimentasi PDAM Tirtanadi Sunggal 50 Tabel 4.7 Pengaruh pengadukan terhadap penjernihan air baku

PDAM Tirtanadi Sunggal dengan proses elektrokoagulasi 52 Tabel 4.8 Pengaruh waktu kontak terhadap penjernihan air baku

PDAM Tirtanadi Sunggal dengan proses

elektrokoagulasi dengan pengadukan 53 Tabel 4.9 Pengaruh waktu kontak terhadap penjernihan air baku

PDAM Tirtanadi Sunggal dengan proses elektrokoagulasi

dengan pengadukan dan dilanjutkan kembali dengan pengadukan 55 Tabel 4.10 Karakteristik air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Hasil Penjernihan 57


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Gambar proses elektrokoagulasi 13

Gambar 2.2 Mekanisme elektrokoagulasi 15

Gambar 4.1 Grafik Persentase Penurunan Kekeruhan vs Waktu Kontak 41

Gambar 4.2 Grafik Nilai pH vs Waktu Kontak 44

Gambar 4.3 Grafik Suhu vs Waktu Kontak 45

Gambar 4.4 Grafik massa logam terlarut VS waktu kontak 47 Gambar 4.5 Grafik persentase penurunan kekeruhan vs waktu kontak 50 Gambar 4. 6 Grafik persentase penurunan kekeruhan vs waktu kontak 53 Gambar 4.7 Grafik persentase penurunan kekeruhan vs waktu kontak 55


(12)

ABSTRAK

Telah dilakukan proses penjernihan air dengan proses elektrokoagulasi yang divariasikan dengan pengadukan. Sampel diambil dari bak sedimentasi PDAM Tirtanadi IPA Sunggal yang biasanya dijernihkan dengan menggunakan tawas. Penelitian ini dilakukan dengan kapasitas laboratorium dan dilakukan dengan menggunakan logam aluminium sebagai elektroda yang memiliki nilai konduktivitas 3,8 x 107Ω-1.m-1. Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan arus dan pengadukan pada saat elektrokoagulasi berlangsung dan setelah elektrokoagulasi selesai dengan waktu tiap pengadukan selama 3 menit. Waktu yang dibutuhkan selama proses elektrokoagulasi berlangsung yaitu selama 45 menit, dan arus yang digunakan sebesar 3 ampere. Untuk memperluas daerah penyebaran ion – ion A�+ sehingga pengikatan koloid dalam air dapat dimaksimalkan, pengadukan dilakukan dengan dua tahap yaitu pengadukan yang dilakukan pada saat elektrokoagulasi berlangsung dengan kecepatan 150 rpm dan pengadukan yang dilakukan setelah elektrokoagulasi selesai dilakukan dengan kecepatan pengadukan yang digunakan yaitu 50 rpm. Dari hasil uji menunjukkan bahwa air hasil penjernihan dengan metode elektrokoagulasi yang divariasikan dengan pengadukan mengalami penurunan warna hingga 100% dan penurunan kekeruhan hingga 95.78% dan beberapa parameter fisik lainnya juga mengalami perubahan seperti suhu, daya hantar listrik, pH, dan kadar logam Aluminium (Al) yang semuanya masih dibawah standard air minum.


(13)

vii

INFLUENCE OF ELECTRIC CURRENT AND MIXING IN

ELECTROCOAGULATION PROCESS FOR PURIFICATION OF BASIC WATER PDAM TIRTANADI IPA SUNGGAL

ABSTRACT

Has been carried out the process of purification of water by electrocoagulation process that combine with mixing. Sample was taken in the raw water tank of PDAM Tirtanadi IPA Sunggal that usual be purificated by alum. The research is conducted in laboratory capacity and using Aluminium as electrodes (anode and cathode) which has a conductivity is 3,8 x 107Ω-1.m-1. This electrocoagulation research is done with combine electric current and mixing when the electrocoagulation is performing and after electrocoagulation has been done for 3 minutes in each mixing. The time needed for the process of purification is 45 minutes and electric current as 3 ampere. To make the spreading of Al+ ion’s become more extensive, the mixing do with two parts. They are the mixing when electrocoagulation is performing that velocity is 150 rpm and the mixing when electrocoagulation has been done that velocity is 50 rpm. From the results that has been tested show that water as result for process of purification of water by electrocoagulation process that variate with mixing has decreasing of color until 100% and decreasing of turbidity until 95.78% and some of the other physic parameters has alteration like themperature, conductivity, pH and content of Aluminium metal that they are still above of drink water standard.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Air merupakan suatu bahan pokok yang sangat diperlukan oleh setiap mahluk hidup yang ada di bumi. Keberadaan sumber air bersih pada suatu daerah sangat mempengaruhi kehidupan mahluk hidup. Jika terdapat banyak sumber air bersih pada suatu daerah dapat dipastikan akan banyak orang yang menempati daerah tersebut. Namun, yang menjadi permasalahan pada lingkungan masyarakat pada saat ini yaitu terdapat suatu daerah dengan kepadatan masyarakat yang tinggi namun tidak memiliki sumber air bersih yang mencukupi untuk kebutuhan mereka.

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan suatu badan usaha yang melayani masyarakat dalam penyediaan air minum. Dalam sistem produksinya, PDAM menggunakan sungai sebagai sumber penyedia air baku yang akan diolah dan kemudian didistribusikan ke seluruh masyarakat yang menjadi pelanggannya. Keberhasilan dari air olahan yang dihasilkan dapat dilihat dari tingkat kekeruhan, keasaman, maupun kandungan kontaminan – kontaminan lainnya yang membahayakan bagi manusia.


(15)

2

Pada kenyataannya air yang dihasilkan dari Perusahaan Daerah Minum (PDAM) yang telah dikonsumsi oleh masyarakat selama ini, masih menemukan beberapa masalah, yaitu jika air tersebut diendapkan atau didiamkan untuk beberapa saat, maka akan terbentuk endapan yang terkadang menghasilkan aroma yang kurang sedap. Bau dari air tersebut terkadang seperti berbau bahan kimia yaitu bau yang berasal dari Clorin atau yang dikenal masyarakat sebagai kaporit. Dan keadaan ini membuat masyarakat kurang puas akan air yang mereka dapatkan walaupun mau tidak mau mereka tetap menggunakan air tersebut.

Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk menjernihkan air baku yang digunakan Perusahaan Daerah Air Minum dalam sistem produksinya. Ada beberapa metode yang dilakukan untuk penjernihan air seperti metode oksidasi, adsorbsi, flokulasi, maupun koagulasi.

Metode oksidasi merupakan salah satu metode untuk menjernihkan air yang cukup aman, karena tidak menghasilkan suatu ikatan maupun senyawa yang berbahaya, namun pada metode ini biaya yang diperlukan relative tinggi dan juga memerlukan suatu peralatan penghasil ozon. Berbeda dengan oksidasi, metode adsorbsi merupakan suatu metode menjernihkan air dengan menggunakan adsorben yang berfungsi untuk menarik molekul asam humus ke bagian permukaan adsorben. Adsorben yang dapat digunakan dalam metode ini contohnya karbon aktif (charcoal), zeolit, resin dan tanah. Dalam metode ini efisiensi dari kejernihan air akan meningkat sejalan dengan bertambahnya luas dari penampang adsorben yang digunakan. Namun hampir sama dengan metode oksidasi, metode adsorbsi juga dianggap masih memerlukan biaya yang relative mahal terutama untuk mendapatkan adsorben yang akan digunakan.

Flokulasi adalah penggabungan dari partikel – partikel hasil koagulasi menjadi partikel yang lebih besar dan mempunyai kecepatan mengendap yang lebih besar,


(16)

dengan cara pengadukan lambat. Dalam hal ini proses koagulasi harus diikuti flokulasi yaitu pengumpulan koloid terkoagulasi sehingga membentuk flok yang mudah terendapkan atau transportasi partikel tidak stabil, sehingga kontak antar partikel dapat terjadi. Proses ini merupakan salah satu proses penjernihan air yang relative murah, namun dalam pelaksanaannya belum mendapatkan hasil yang maksimal jika tidak dikombinasikan dengan proses yang lain.

Koagulasi merupakan metode penjernihan air dengan sistem pembentukan koagulan pada air yang akan dijernihkan. Pada dasarnya koagulasi terdiri dari dua jenis, yaitu koagulan dengan menggunakan bahan kimia seperti yang dilakukan PDAM Tirtanadi dalam proses produksinya dan dengan menggunakan aliran arus listrik melalui plat elektroda menuju air yang akan dijernihkan yang dikenal dengan elektrokoagulasi. Salah satu kelemahan metode koagulasi dengan menggunakan bahan kimia yaitu proses yang dilakukan harus melalui banyak tahap dan juga biaya yang mahal untuk mendapatkan bahan kimia yang akan digunakan. Sedangkan koagulasi yang menggunakan arus listrik, merupakan suatu metode yang lebih praktis, karena hanya memerlukan tahap elektrokoagulasi dan tahap penyaringan. Selain itu penggunaaan arus yang kecil akan menyebabkan biaya produksi yang relative rendah, sehingga elektrokoagulasi merupakan salah satu sistem yang di anggap sangat cocok untuk dikembangkan menjadi sistem penjernihan air konvensional yang dapat dikembangkan oleh masyarakat. Adapun tujuan dari sistem elektrokoagulasi yang dilakukan pada air yaitu untuk memisahkan partikel – partikel pengganggu yang tidak dibutuhkan dalam air. Yang pada akhirnya partikel – partikel tersebut dapat dipisahkan kemudian difiltrasi sehingga air yang dihasilkan tidak akan mengandung partikel – partikel yang tidak diinginkan.

Elektrokoagulasi adalah proses penggumpalan dan pengendapan partikel – partikel halus yang terdapat dalam air dengan menggunakan energi listrik. Adapun prinsip kerja dari sistem ini adalah dengan menggunakan dua buah lempeng elektroda yang dimasukkan kedalam bejana yang telah diisi dengan air yang akan dijernihkan. Selanjutnya kedua elektroda dialiri arus listrik searah sehingga terjadilah proses elektrokimia yang menyebabkan kation bergerak menuju katoda dan anion bergerak menuju anoda. Dan pada akhirnya akan terbentuk suatu flokulan yang akan mengikat kontaminan maupun partikel – partikel dari air baku tersebut. Penelitian tentang


(17)

4

penjernihan air dengan sistem elektrokoagulasi ini sebenarnya sudah banyak dilakukan, dengan cara menggunakan elektroda berupa aluminium. Adapun hasil dari penelitian tersebut cukup bagus dalam menghasilkan air dengan kekeruhan rendah atau dapat dikatakan hampir jernih.

Pada penelitian sebelumnya oleh Moraida Hasanah pada tahun 2011, telah dilakukan proses penjernihan air gambut dengan menggunakan metode elektrokoagulasi. Dalam pelaksanaannya, digunakan PSA (Power Supply Adjust) sebagai sumber tegangan. Sehingga pada saat percobaan yang divariasikan adalah waktu kontak yang dan jumlah lempengan elektroda yang digunakan. Dan hasilnya, air gambut berhasil dijernihkan dengan menggunakan voltase atau tegangan senilai 12 volt dan waktu kontak selama 45 menit. Adapun pada percobaan tersebut, tawas digunakan sebagai koagulan yang berfungsi untuk mempercepat terjadinya pembentukan flok pada saat elektrokoagulasi berlangsung.

Proses elektrokoagulasi yang banyak dilakukan adalah dengan mevariasikan nilai tegangan, sedangkan dengan memvariasikan arus listrik belum banyak dilakukan. Pada tugas akhir ini akan dilakukan proses penjernihan air dengan menggunakan proses elektrokoagulasi yang dikombinasikan dengan pengadukan sebagai proses lanjutan. Adapun pada proses elektrokoagulasi akan divariasikan arus listrik yang akan digunakan dan jumlah putaran tiap menit pada pengadukan yang dilakukan pada saat proses elektrokoagulasi berlangsung dan setelah proses elektrokoagulasi selesai dilakukan, sehingga dapat diteliti seberapa jauh pengaruh proses elektrokoagulasi yang diberikan pengadukan pada saat proses elektrokoagulasi berlangsung dan setelah proses elektrokoagulasi selesai dilakukan untuk menjernihkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal.


(18)

1.2 Permasalahan

1. Bagaimana pengaruh variasi arus listrik yang dialirkan ke elektroda yang digunakan dalam proses elektrokoagulasi

2. Bagaimana pengaruh jumlah putaran yang digunakan pada pengadukan

3. Berapa arus dan jumlah putaran (rpm) optimum yang dibutuhkan untuk penjernihan air dengan metode elektrokoagulasi yang dikombinasikan dengan pengadukan 4. Apakah air hasil penjernihan dengan metode elektrokoagulasi yang dikombinasikan

dengan pengadukan telah memenuhi standar air minum berdasarkan Permenkes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum ditinjau pada beberapa parameter fisik seperti pH, suhu, rasa/bau, warna, kekeruhan, konduktivitas, dan kandungan kadar logam aluminium

5. Apakah pengolahan air dengan metode elektrokoagulasi yang dikombinasikan dengan pengadukan lebih efektif bila dibandingkan dengan metode yang digunakan PDAM Tirtanadi untuk menghasilkan air minum.

1.3Batasan Masalah

Ruang lingkup dan penelitian yang akan dilakukan di laboratorium adalah sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium

2. Sampel yang digunakan adalah sampel yang diambil dari bak pengendapan PDAM Tirtanadi Sunggal

3. Elektroda yang digunakan adalah elektroda aluminium

4. Arus yang akan digunakan divariasikan dari 350 mA, 500 mA, 1 A, 2 A,dan 3 A dan pengadukan divariasikan dari 50 rpm, 100 rpm, dan 150 rpm.


(19)

6

5. Parameter yang akan diuji ataupun dianalisis adalah pH, suhu, rasa/bau, warna, kekeruhan, konduktivitas, dan kandungan kadar logam aluminium

6. Pengujian dilakukan sebelum dan sesudah proses elektrokoagulasi

1.4Tujuan Penelitian

Sedangkan tujuan dari penelitian adalah :

1. Mengetahui arus optimum yang dibutuhkan terhadap efisiensi penjernihan air dengan metode elektrokoagulasi

2. Mengetahui pengadukan (rpm) optimum yang dibutuhkan terhadap efisiensi proses penjernihan air

3. Mengetahui pengaruh variasi arus dan pengadukan terhadap proses elektrokoagulasi yang dikombinasikan dengan pengadukan

4. Menghasilkan air minum yang memenuhi Permenkes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum ditinjau pada beberapa parameter fisik seperti pH, suhu, rasa/bau, warna, kekeruhan, konduktivitas, dan kandungan kadar logam aluminium

1.5Manfaat Penelitian

Dari Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan informasi bahwa metode elektrokoagulasi yang dikombinasikan dengan pengadukan dapat mengolah air baku dari PDAM Tirtanadi menjadi air minum


(20)

2. Memberikan salah satu alternatif teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah air baku PDAM menjadi air minum

1.6Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada masing – masing bab adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, permasalahan, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang waktu penelitian, lokasi penelitian, peralatan dan bahan penelitian, diagram penelitian, dan prosedur penelitian.

Bab IV : Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan pembahasan data yang diperoleh dari penelitian.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Baku

2.1.1 Defenisi Air Baku

Sumber air baku memegang peranan yang sangat penting dalam industri air minum. Air baku atau raw water merupakan awal dari suatu proses dalam penyediaan dan pengolahan air bersih. Sekarang apa yang disebut dengan air baku. Berdasar SNI 6773:2008 tentang Spesifikasi unit paket Instalasi pengolahan air dan SNI 6774:2008 tentang Tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air pada bagian Istilah dan Definisi yang disebut dengan Air Baku adalah :

“Air yang berasal dari sumber air pemukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum”

Sumber air baku bisa berasal dari sungai, danau, sumur air dalam, mata air dan bisa juga dibuat dengan cara membendung air buangan atau air laut. Evaluasi dan pemilihan sumber air yang layak harus berdasar dari ketentuan berikut :

1. Kualitas dan kuantitas air yang diperlukan 2. Kondisi iklim

3. Tingkat kesulitan pada pembangunan intake 4. Tingkat keselamatan operator

5. Ketersediaan biaya minimum operasional dan pemeliharaan untuk IPA 6. Kemungkinan terkontaminasinya sumber air pada masa yang akan datang 7. Kemungkinan untuk memperbesar intake pada masa yang akan datang


(22)

Dalam jumlah yang kecil, air bawah tanah, termasuk air yang dikumpulkan dengan cara rembesan, bisa dipertimbangkan sebagai sebuah sumber air. Kualitas air bawah tanah secara umum sangat baik bagi air permukaan dan dibeberapa tempat yang memiliki musim dingin bisa memanfaatkan salju sebagai sumber air. Hal ini bisa menghemat biaya operasional dan pemeliharaan karena secara umum kualitas air bawah tanah sangat baik sebagai air baku. Khusus untuk air bawah tanah yang diambil dengan cara pengeboran tentunya melalui perijinan. Hal ini untuk mencegah terjadinya eksploitasi secara besar-besaran. Akibat dari ekplotasi secara besar-besaran bisa mengakibatkan kekosongan air dibawah tanah karena tidak seimbangnya antara air yang masuk dengan air yang diambil, sehingga menyebabkan pondasi bangunan yang berada diatasnya bisa turun atau settlement seperti yang terjadi dibeberapa gedung di Jakarta, juga bisa mengakibatkan intrusi air laut yang masuk merembes menggantikan air tanah tersebut, akibatnya air menjadi asin dan tidak layak pakai seperti di utara Jakarta.

Disebutkan diatas bahwa tidak semua air baku bisa diolah, oleh karena itu dibuatlah ketentuan sebagai standar kualitas air baku yang bisa diolah. Dalam SNI 6773:2008 bagian Persyaratan Teknis kualitas air baku yang bisa diolah oleh Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) adalah :

1. Kekeruhan, maximum 600 NTU (nephelometric turbidity unit) atau 400 mg/l SiO2

2. Kandungan warna asli (appearent colour) tidak melebihi dari 100 Pt Co dan warna sementara mengikuti kekeruhan air baku.

3. Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat baku air baku sesuai PP No. 82 tahun 2000 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

4. Dalam hal air sungai daerah tertentu mempunyai kandungan warna, besi dan atau bahan organic melebihi syarat tersebut diatas tetapi kekeruhan rendah (<50 NTU) maka digunakan IPA system DAF (Dissolved Air Flotation) atau system lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.


(23)

10

Penyediaan air bersih, selain kuantitasnya, kualitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Dalam hal air bersih, sudah merupakan praktek umum bahwa dalam menetapkan kualitas dan karakteristik dikaitkan dengan suatu baku mutu air tertentu (standar kualitas air).Untuk memperoleh gambaran yang nyata tentang karakteristik air baku, seringkali diperlukan pengukuran sifat-sifat air atau biasa disebut parameter kualitas air, yang beraneka ragam. Formulasi- formulasi yang dikemukakan dalam angka-angka standar tentu saja memerlukan penilaian yang kritis dalam menetapkan sifat-sifat dari tiap parameter kualitas air .

Standar kualitas air adalah baku mutu yang ditetapkan berdasarkan sifat-sifat fisik, kimia, radioaktif maupun bakteriologis yang menunjukkan persyaratan kualitas air tersebut. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, air menurut kegunaannya digolongkan menjadi :

Kelas I : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kelas II : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, Peternakan, air untuk mengairi pertanaman atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kelas III : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.


(24)

2.2 Metode Pengolahan Air

Dalam mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan air bersih diperlukan penerapan teknologi pengolahan air yang sesuai dengan kondisi sumber air baku, kondisi sosial budaya, ekonomi, dan SDM masyarakat setempat. Metode Oksidasi, Metode Adsorpsi, Metode Koagulasi – Flokulasi dan Metode Elektrokoagulasi. Berikut ini penjelasan dari metode – metode tersebut.

a. Metode Oksidasi

Proses menggunakan Ozon ini pertama kali diperkenalkanNies dari Perancis sebagai metode sterilisasi air minum pada tahun 1906. Aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau hidrogen peroksida. Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga mendekati 100%.

b. Metode Flokulasi

Flokulasi adalah penggabungan dari partikel – partikel hasil koagulasi menjadi partikel yang lebih besar dan mempunyai kecepatan mengendap yang lebih besar, dengan cara pengadukan lambat. Dalam hal ini proses koagulasi harus diikuti flokulasi yaitu pengumpulan koloid terkoagulasi sehingga membentuk flok yang mudah terendapkan atau transportasi partikel tidak stabil, sehingga kontak antar partikel dapat terjadi.

c. Metode Adsorbsi

Adsorpsi (penyerapan) adalah suatu proses pemisahan dimana komponen dari suatu fase fluida/cairan berpindah ke permukaan zat padat yang menjerap (adsorban). Biasanya partikel-partikel kecil zat penyerap dilepaskan pada adsorpsi kimia, terbentuk ikatan kuat antara penjerap dan zat yang dijerap sehingga tidak mungkin terjadi proses yang bolak-balik. Pada adsorpsi digunakan istilah adsorbat dan adsorban, dimana adsorbat adalah substansi yang terjerap atau substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya,


(25)

12

sedangkan adsorban adalah merupakan suatu media penjerap yang dalam hal ini biasanya berbentuk padatan. Pada proses ini adsorbat menempel dipermukaan adsorban membentuk suatu lapisan tipis (film). Dalam proses purifikasi air adsorban yang digunakan biasanya berupa karbon sehingga dikenal istilah proses adsorbsi karbon.

d. Metode Koagulasi

Koagulasi merupakan suatu proses pengolahan air dengan menggunakan sistem pengadukan cepat sehingga dapat mereaksikan bahan kimia (koagulan) secara seragam ke seluruh bagian air di dalam suatu reactor ehingga dapat membentuk flok-flok yang berukuran lebih besar dan dapat diendapkan diproses sedimentasi. Pada dasarnya proses koagulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara kimia dan cara fisika. Koagulasi cara kimia yaitu proses penjernihan air dilakukan dengan memberikan penambahan bahan kimia sebagai koagulan berbentuk garam (aluminium sulfat) untuk mempercepat terjadinya pembentukan flok yang dapat diendapkan. Sedangkan koagulasi secara fisika yang sering dinamakan dengan elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air secara elektrokimia dimana pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam (biasanya aluminium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada katoda terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen (Holt et al, 2004)

2.3 Elektrokoagulasi

2.3.1 Defenisi Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi adalah proses penggumpalan dan pengendapan partikel – partikel halus yang terdapat dalam air dengan menggunakan energy listrik. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang di dalamnya terdapat dua buah penghantar arus listrik searah yang kita kenal sebagai elektroda. Adapun bagian dari elektroda yang tercelup ke dalam larutan limbah akan dijadikan sebagai elektrolit. Apabila dalam satu larutan elektrolit ditempatkan dua elektroda kemudian elektroda tersebut dialiri oleh arus listrik searah maka akan terjadi suatu proses elektrokimia yang berupa gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergherak ke katoda dan


(26)

menerima elektron yang direduksi dan ion negative (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi. Sehingga nantinya akan membentuk flok yang mampu mengikat kontaminan dan partikel – partikel dalam limbah.

2.3.2 Proses Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi dikenal juga sebagai elektrolisis gelombang pendek. Elektrokoagulasi merupakan suatu proses yang melewatkan arus listrik ke dalam air. Itu dapat digunakan menjadi sebuah uji nyata dengan proses yang sangat efektif untuk pemindahan bahan pengkontaminasi yang terdapat dalam air. Proses ini dapat mengurangi lebih dari 99% kation logam berat. Pada dasarnya sebuah elektroda logam akan teroksidasi dari logam M menjadi kation (Mn+). Selanjutnya air akan menjadi gas hydrogen dan juga ion hidroksil (OH).

Adapun prinsip kerja dari sistem ini adalah dengan menggunakan dua buah lempeng elektroda yang dimasukkan kedalam bejana yang telah diisi dengan air yang akan dijernihkan. Selanjutnya kedua elektroda dialiri arus listrik searah sehingga terjadilah proses elektrokimia yang menyebabkan kation bergerak menuju katoda dan anion bergerak menuju anoda. Dan pada akhirnya akan terbentuk suatu flokulan yang akan mengikat kontaminan maupun partikel – partikel dari air baku tersebut.

Gambar 2.1 Gambar proses elektrokoagulasi (Purwaningsih. 2009) Interaksi – interaksi yang terjadi dalam larutan yaitu :


(27)

14

1. Migrasi menuju muatan elektroda yang berlawanan (elektroporesis) dan netralisasi muatan.

2. Kation ataupun ion hidroksil membentuk sebuah endapan dengan pengotor. 3. Interaksi kation logam dengan OH membentuk sebuah hidroksida dengan sifat

adsorbsi yang tinggi selanjutnya berikatan dengan polutan (bridge coagulation). 4. Senyawa hidroksida yang terbentuk membentuk gumpalan (flok) yang lebih

besar.

5. Gas hydrogen membantu flotasi dengan membawa pollutan kelapisan bulk flok di permukaan cairan, (Holt P,2006).

2.3.3 Mekanisme Elektrokoagulasi

Apabila dalam suatu larutan elektrolit di tempat dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke anoda dan (anion) bergerak ke Anoda dan menyerahkan elektron menerima elektron yang dioksidasi. Sehingga membentuk flok yang mampu mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah. Elektrokoagulasi memiliki kemampuan untuk membersihkan berbagai polutan dengan berbagai kondisi mulai dari: zat-zat padat tersuspensi; logam berat; produk petroleum; warna dari larutan yang mengandung pewarna; humus cair; dan defluoridasi air.

Mekanisme yang mungkin terjadi pada saat proses elektrokoagulasi berlangsung yaitu arus dialirkan melalui suatu elektroda logam, yang mengoksidasi logam (M) menjadi kationnya. Secara simultan, air tereduksi menjadi gas hydrogen dan ion hidroksil (OH-). Dengan demikian elektrokoagulasi memasukkan kation logam in situ, secara elektrokimia, dengan menggunakan anoda yang dikorbankan (biasanya aluminium atau besi). Kation terhidrolisis di dalam air yang membentuk hidroksida dengan spesies - spesies utama yang ditentukan oleh pH larutan. Kation bermuatan tinggi mendestabilisasi setiap partikel koloid dengan pembentukan komplek polihidrosida polivalen. Komplek-komplek ini memiliki sifatsifat penyerapan yang tinggi, yang membentuk agregat dengan polutan. Evolusi gas hidrogen membantu dalam


(28)

percampuran dan karenanya membantu flokulasi. Begitu flok dihasilkan, gas elektrolitik menimbulkan efek pengapungan yang memindahkan polutan ke lapisan flok-foam pada permukaan cairan.

Gambar 2.2 Mekanisme elektrokoagulasi (Holt, P, 2006)

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Elektrokoagulasi

Menurut Purwaningsih (2008) dalam skripsi Moraida Hasanah (2011) terdapat banyak kelebihan dalam pengolahan air dengan metode elektrokoagulasi, begitu pula dengan kekurangannya, berikut ini penjelasan dari keduanya.

2.4.1 Kelebihan Elektrokoagulasi

1. Elektrokoagulasi memerlukan peralatan sederhana dan mudah untuk dioperasikan.

2. Elektrokoagulasi lebih cepat mereduksi kandungan koloid/partikel yang paling kecil, hal ini disebabkan pengaplikasian listrik kedalam air akan mempercepat pergerakan mereka didalam air dengan demikian akan memudahkan proses.


(29)

16

3. Gelembung-gelembung gas yang dihasilkan pada proses elektrokoagulasi ini dapat membawa polutan ke atas air sehingga dapat dengan mudah dihilangkan. 4. Dapat memberikan efisiensi proses yang cukup tinggi untuk berbagai kondisi,

dikarenakan tidak dipengaruhi temperatur 5. Tidak diperlukan pengaturan pH.

6. Tanpa menggunakan bahan kimia tambahan.

7. Endapan yang terbentuk dari proses elektrokoagulasi lebih mudah dipisahkan dari air

8. Dapat memindahkan partikel – partikel koloid yang lebih kecil 9. Dapat diatur arus listriknya.

2.4.2 Kelemahan Elektrokoagulasi

Adapun kekurangan dari proses elektrokoagulasi ini adalah:

1. Tidak dapat digunakan untuk mengolah cairan yang mempunyai sifat elektrolit cukup tinggi dikarenakan akan terjadi hubungan singkat antar elektroda.

2. Besarnya reduksi logam berat dalam cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus voltase listrik searah pada elektroda, luas sempitnya bidang kontak elektroda dan jarak antar elektroda.

3. Elektrodanya dapat terlarut sehingga dapat mengakibatkan terjadinya oksidasi 4. Penggunaan listrik yang mungkin mahal

2.5Plat Elektroda

Pada dasarnya, proses elektrokoagulasi merupakan pengembangan dari proses elektrolisis yang menggunakan elektroda sebagai titik tumpu pengendali prinsip kerja system ini. Elektrolisis merupakan penguraian elektrolit oleh arus listrik searah dengan menggunakan dua macam elektroda. Adapun elektroda yang digunakan yaitu berupa katoda dan anoda. Dalam prosesnya, katoda bertindak sebagai kutub negative. Pada


(30)

katoda terjadi reaksi reduksi, yaitu kation (ion positif) yang ditarik oleh katoda dan akan menerima tambahan elektron, sehingga bilangan oksidasinya berkurang.

Dalam prakteknya, katoda akan menghasilkan ion hydrogen yang mengangkat berbagai flokulan yang terbentuk pada saat proses elektrokoagulasi berlangsung, sehingga setelah proses elektrokoagulasi selesai, maka akan terlihat bercak – bercak putih yang terdapat pada katoda tanda dari keluarnya ion hydrogen pada bagian tersebut.

Berbeda dengan katoda maka pada proses elektrolisis maupun elektrokoagulasi, anoda berperan sebagai sebagai kutub negative. Pada anoda akan terjadi reaksi oksidasi, yaitu anion (ion negative) ditarik oleh anoda dan jumlah elektronnya akan berkurang sehingga oksidasinya bertambah. Maka hal inilah yang menyebabkan bahwa pada saat proses elektrokoagulasi berlangsung, flokulan – flokulan yang terbentuk akan banyak menempel pada anoda sebagai agen koagulan.

2.5.1 Reaksi pada Elektroda

Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, terdapat dua macam reaksi yang terjadi pada saat proses elektrokoagulasi berlangsung, yaitu reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi pada plat yang berbeda, maka berikut ini penjelasan mengenai kedua reaksi tersebut yang terjadi pada anoda maupun katoda.

a. Reaksi Pada Katoda

Reaksi pada katoda adalah reduksi pada kation. Sehingga yang akan menjadi pusat perhatian hanyalah pada bagian kation saja.

1. Jika larutan mengandung ion – ion logam alkali, ion – ion logam alkali tanah, ion logam Al3+ dan ion Mg2+, maka ion – ion logam alkali ini dapat direduksi dari larutan. Yang akan mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas hydrogen. Berikut reaksinya:


(31)

18

2H2O + 2e 2OH− + H2

2. Jika larutan mengandung asam, maka ion H dari asam akan direduksi menjadi gas hydrogen pada katoda.

2H+ + 2e H2

3. Jika larutan mengandung ion – ion lain, maka ion – ion logam ini akan direduksi menjadi logamnya dan logam yang terbentuk itu diendapkan pada permukaan batang katoda, (Suaib, 1994).

+

2

Fe + 2e Fe

+

2

Mg + 2e Mg

b. Reaksi Pada Anoda

1. Elektroda pada anoda, elektrodanya dioksida menjadi ionnya.

Al Al3+ + 3e

Zn Zn2+ + 2e

2. Dalam sistem elektrokimia dengan anoda terbuat dari aluminium, beberapa kemungkinan reaksi elektroda dapat terjadi sebagai berikut :

Anoda : Al Al3+ + 3e Katoda : 2H2O + 2e 2OH− + H2

2.5.2 Logam Aluminium

Aluminium merupakan salah satu logam anorganik yang dijumpai dalam air minum. Konsentrasi aluminium yang tinggi bisa mengendap sebagai aluminium hidroksida yang mempengaruhi kehidupan air. Perannya tidak bisa dihindari karena senyawa-senyawa aluminium ditambahkan bukan hanya ke suplai air tetapi juga kebanyak makanan dan obat yang diproses.


(32)

Aluminium merupakan unsure yang tidak berbahaya. Perairan alami biasanya memiliki kandungan aluminium kurang dari 1,0 mg/L. Perairan asam (acidic) memiliki kadar aluminium yang lebih tinggi. Untuk memelihara kehidupan organism akuatik sebaiknya tidak lebih dari 0,005 g/L bagi perairan dengan pH <6,5. Kadar aluminium pada perairan biasanya sekitar 0,01 mg/L. Percobaan toksisitas aluminium terhadap avertebrata Chironomus anthrocinus menunjukkan bahwa kadar aluminium 1mg/L pada perairan dengan pH 3,5 – 6,5 tidak mengakibatkan terjadinya tingkat mortalitas.

Pada perairan yang bersifat asam (pH sekitar 4,4 – 5,4) aluminium bersifat lebih toksik. Toksisitas aluminium maksimum terjadi pada pH 5,0 – 5,2. Diperairan, aluminium (Al) biasanya terserap ke dalam sedimen atau mengalami presipitasi. Aluminium dan bentuk oksida aluminium bersifat tidak larut. Akan tetapi, garam – garam aluminium sangat mudah larut. Sumber aluminium adalah mineral aluminosilicate yang terdapat pada batuan dan tanah secara melimpah. Pada proses pelapukan batuan, aluminium berada dalam bentuk residu yang tidak larut, misalnya bauxite.

Aluminium banyak digunakan di pabrik kertas, dyes, penyamakan, dan percetakan. Aluminium yang berupa alum (A�2(��4)3. 4�2�) digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan limbah. Adapun aluminium juga merupakan salah satu elektroda yang dapat digunakan dalam proses elektrokoagulasi karena nilai konduktivitasnya yang cukup tinggi sehingga dianggap baik untuk menghantarkan muatan – muatan listrik dalam proses tersebut.

2.5.3 Pelarutan Logam di Larutan

Pada proses elektrokoagulasi, penggunaan logam sebagai elektroda yang dialiri oleh arus listrik akan menyebabkan sebagian dari kandungan – kandungan logam terlepas pada air dan bahkan akan terlalut pada air itu sendiri. Jika dua elektroda dari logam,


(33)

20

misalnya Aluminium, dimasukkan dalam bejana diisi air yang didestilisasikan, yang satu dihubungkan dengan ujung positif dari sumber arus searah, yang lainnya dengan ujungnya yang negatif, maka tidak ada terdapat arus sama sekali. Jika sedikit asam misalnya asam sulfat (H2SO4), atau sodium hydroxide (NaOH), atau Aluminium Sulfat (Al2SO4), atau garam, maka larutan ini tahanannya cukup rendah sehingga arus dapat mengalir.

Tahanan larutan itu tergantung pada konsentrasi dan pada temperatur. Larutan yang menghantar arus listrik disebut elektrolit, fenomena penghantaran yang dibarengi oleh efek-efek kimia disebut elektrolisa. Bejana dimana elektrolit dan elektroda-elektroda itu disebut sel elektrolit. Elektroda-elektroda-elektroda platina di dalam larutan asam, zat air akan dibentuk sebagai gelembung-gelembung gas pada elektroda negative dan zat asam dibentuk dan dibebaskan sebagai gelembung - gelembung gas pada elektroda positif.

Pada tahun 1833, Michel Faraday mengamati bahwa air murni hampir merupakan isolator yang sempurna dan larutan dari sesuatu bahan menghantar listrik. Akibat aliran arus listrik searah ke dalam larutan elektrolit akan terjadi perubahan kimia dalam larutan tersebut. Menurut Michael Faraday (1834) lewatnya arus 1 F mengakibatkan oksidasi 1 massa ekivalen suatu zat pada suatu elektroda (anoda) dan reduksi 1 massa ekivalen suatu zat pada elektroda yang lain (katoda).

Hukum Faraday I: Massa zat yang timbul pada elektroda karena elektrolisis berbanding lurus dengan jumlah listrik yang mengalir melalui larutan.

Atau dapat diartikan bahwa Hukum faraday mengenai elektrolisa menjelaskan bahwa jumlah gram massa ekivalen dari zat yang menempel, dibebaskan, larut, atau bereaksi pada suatu elektroda sama dengan jumlah faraday (96.500 coul) dari muatan listrik yang dipindahkan melalui elektrolit. Jadi hukum Faraday dapat dirumuskan sebagai berikut:

w ~ Q w ~ I.t Q


(34)

� = ��� .� .� �

� = �� .� .�

�� (2.1)

w = massa zat yang diendapkan (g).

Q = jumlah arus listrik = muatan listrik (C) e = tetapan = (gek : F)

I = kuat arus listrik (A).

t = waktu (dt).

gek = massa ekivalen zat (gek) = 6,02 x 1023 e Ar = massa atom relatif.

n = valensi ion.

F = bilangan faraday (96 500 C)

2.6Arus Pada Elektroda

Arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang mengalir tiap satuan waktu. Muatan listrik bisa mengalir melalui kabel atau penghantar listrik lainnya. Pada zaman dulu, Arus konvensional didefinisikan sebagai aliran muatan positif, sekalipun kita sekarang tahu bahwa arus listrik itu dihasilkan dari aliran electron yang bermuatan negatif ke arah yang sebaliknya. Satuan SI untuk arus listrik adalah ampere (A). Arus listrik adalah banyak hal sering digambarkan arus listrik dalam suatu sirkuit menggunakan panah, salah satunya seperti pada diagram di atas. Panah tersebut bukanlah membutuhkan operasi vektor.

Arus listrik merupakan gerakan kelompok partikel bermuatan listrik dalam arah tertentu. Arah arus listrik yang mengalir dalam suatu konduktor adalah dari potensial tinggi ke potensial rendah (berlawanan arah dengan gerak elektron). Satu ampere sama dengan 1 couloumb dari electron melewati satu titik pada satu detik.


(35)

22

Muatan listrik bisa mengalir melalui kabel atau penghantar listrik lainnya. Pada zaman dulu, arus konvensional didefinisikan sebagai aliran muatan positif, sekalipun kita sekarang tahu bahwa arus listrik itu dihasilkan dari aliran elektron yang bermuatan negatif ke arah yang sebaliknya. Secara matematis, nilai arus listrik dapat dicari dengan cara membandingkan nilai dari beda potensial yang terdapat pada rangkaian dengan nilai hambatan yang terjadi. Adapun nilai dari arus listrik akan sebanding dengan beda potensial pada rangkaian tersebut. Berikut ini persamaan yang menyatakan hubungan ketiga besaran tersebut.

i =

V

R (2.2)

I : arus listrik (Ampere)

V : tegangan (Volt)

R : Resistansi (Ohm)

Menurut hukum ohm nilai resistansi R akan bergantung (berbanding lurus) pada panjang suatu bahan dan hambatan jenis dan berbanding terbalik dengan luas penampang bahan tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.

R =

ρ

l

A (2.3)

R : Resistansi (Ohm)

ρ : Hambatan jenis (Ohm.meter) l : Panjang bahan (meter)


(36)

2.7 Pengadukan

Pengadukan (mixing) merupakan suatu aktivitas operasi pencampuran dua atau lebih zat agar diperoleh hasil campuran yang homogen. Pada media fase cair, pengadukan ditujukan untuk memperoleh keadaan yang turbulen (bergolak). Aplikasi pada bidang teknologi lingkungan pengadukan digunakan untuk proses fisika seperti pelarutan bahan kimia dan proses pengentaian (thickening), proses kimiawi seperti koagulasi – flokulasi dan disinfeksi, proses biologis untuk mencampur bakteri dan air limbah.

Proses pengadukan sangat berpengaruh terhadap proses flokulasi yaitu proses penggabungan inti flok sehingga menjadi flok berukuran lebih besar. Pengadukan pada proses koagulasi merupakan suatu proses pemberian energi agar terjadi tumbukan antar partikel tersuspensi dan koloid agar terbentuk gumpalan (flok) sehingga dapat dipisahkan melalui proses pengendapan dan penyaringan.

Partikel dan koloid yang dihasilkan dari proses elektrokoagulasi pada umumnya bermuatan listrik sama yang menyebabkan terjadinya tumbukan antar partikel (terjadi gerak Brown). Hal ini berakibat terjadinya suatu suspense yang sangat stabil. Flokulator umumnya dibuat secara seri seiring penurunan kecepatan putaran agar diperoleh pencampuran sempurna, yaitu partikel dapat saling berkontak, sehingga diperoleh hasil akhir yang memuaskan.

2.7.1 Jenis Pengadukan

Jenis pengadukan dalam pengolahan air dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan pengadukan dan metode pengadukan. Berdasarkan metodenya, pengadukan dibedakan menjadi pengadukan mekanis, pengadukan hidrolisis, dan pengadukan pneumatic.


(37)

24

a. Pengadukan Mekanis

Pengadukan mekanis adalah metode pengadukan dengan menggunakan alat pengaduk berupa impeller yang digerakkan dengan motor bertenaga listrik. Umumnya pengadukan mekanis terdiri dari motor, poros pengaduk, dan gayung pengaduk (impeller).

b. Pengadukan Hidrolisis

Pengadukan hidrolisis adalah pengadukan yang memanfaatkan gerakan air sebagai tenaga pengadukan. Sistem pengadukan ini menggunakan energi hidrolik yang dihasilkan dari suatu aliran hidrolik. Energi hidrolik dapat berupa energy gesek, energy potensial (jatuhan) atau adanya lompatan hidrolik dalam suatu aliran.

c. Pengadukan Pneumatis

Pengadukan pneumatic adalah pengadukan yang menggunakan udara (gas) berbentuk gelembung yang dimasukkan kedalam air sehingga menimbulkan gerakan pengadukan. Injeksi udara bertekanan ke dalam suatu badan air akan menimbulkan turbulensi, akibat lepasnya gelembung udara ke permukaan air. Makin besar tekanan udara, kecepatan gelembung udara yang dihasilkan makin besar dan diperoleh turbulensi yang makin besar pula.

Jenis pengadukan dalam pengolahan air dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan pengadukan dan metode pengadukan. Berdasarkan kecepatan pengadukan dibedakan menjadi pengadukan cepat dan pengadukan lambat.

a. Pengadukan Cepat

Tujuan pengadukan cepat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan turbulensi air sehingga mendispersikan bahan kimia yang akan dilarutkan dalam


(38)

air. Secara umum, pengadukan cepat adalah pengadukan yang dilakukan pada gradient kecepatan berkisar antara 100 hingga 1000 per menit. Pengadukan cepat ini haruslah dilakukan pada aliran air yang menghasilkan energi hidrolik yang besar. Maka dalam hal ini dapat dilihat dari besarnya kehilangan energi atau perbedaan muka air

b. Pengadukan Lambat

Tujuan pengadukan lambat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan gerakan air secara perlahan sehingga terjadi kontak antar partikel untuk membentuk gabungan partikel yang berukuran besar. Pengadukan lambat digunakan pada proses flokulasi, hal ini bertujuan untuk pembesaran inti penggumpalan. Gradien kecepatan diturunkan secara perlahan agar gumpalan yang telah terbentuk tidak pecah lagi dan berkesempatan untuk bergabung dengan yang lain membentuk gumpalan yang lebih besar. Penggabungan inti gumpalan sangat tergantung pada karakteristik flok dan nilai gradient kecepatan.

Dalam hal mekanis, pengadukan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa konfigurasi. Diantaranya adalah konfigurasi dasar, daun, gerbang, jari maupun helix. Namun yang lebih sering digunakan adalah pengadukan dengan konfigurasi dasar, hal ini disebabkan karena konfigurasi ini dapat melakukan pengadukan cepat maupun pengadukan lambat.

2.8 pH

pH ( Power of Hydrogen), adalah derajat keasamanyang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan (alkalis), yang dimiliki oleh suatu larutan. Derajat keasaman ini didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia


(39)

26

bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional.

Air murni bersifat netral, dengan pH-nya pada suhu 25 °C ditetapkan sebagai 7,0. Jika suatu larutan memiliki nilai pH yang kurang daripada tujuh maka larutan tersebut bersifat asam yang biasanya terdapat pada larutan – larutan ataupun air di daerah sekitar rawa maupun lahan gambut yang tidak layak untuk minum dan larutan dengan pH lebih daripada tujuh dikatakan bersifat basa atau alkali. Pengukuran pH sangatlah penting dalam bidang yang terkait dengan kehidupan atau industri pengolahan kimia seperti kimia, biologi, kedokteran, pertanian, ilmu pangan, rekayasa (keteknikan), dan oseanografi.

2.9Warna

Warna timbul akibat suatu bahan terlarut atau tersuspensi dalam air, di samping adanya bahan pewarna tertentu yang kemungkinan mengandung logam berat. Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya (true color) dan warna yang tampak (apparent color). Warna sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan – bahan kimia terlarut. Pada penentuan warna sesungguhnya, bahan – bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi.

Warna dapat diamati secara visual (langsung) ataupun diukur berdasarkan platinum kobalt (Pt Co) dengan membandingkan warna air sampel dan warna standar. Intensitas warna cenderung meningkat dengan meningkatnya nilai pH. Warna perairan pada umumnya disebabkan oleh partikel koloid bermuatan negative sehingga penghilangan warna diperairan dapat dilakukan dengan penambahan koagulan yang bernilai positif misalnya aluminium dan besi. Warna dapat menghambat penetrasi cahaya kedalam air dan mengakibatkan terganggunya proses fotosintesi.


(40)

2.10 Kekeruhan

Kekeruhan air tergantung pada warna. Kekeruhan merupakan ukuran transpari perairan yang ditentukan secara visual . Kekeruhan menggambarkan sifat optic air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan – bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organic dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus) maupun bahan organic dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain. Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas yang setara dengan 1mg/L Si�2. Kekeruhan sering diukur dengan metode Nephelometric. Pada metode ini sumber cahaya dilewatkan pada sampel dan intensitas cahaya yang dipantulkan oleh bahan – bahan penyebab kekeruhan yang diukur dengan menggunakan suspense polimer formazin sebagai larutan standar.

Satuan kekeruhan yang diukur dengan metode nephelometric adalah nephelometric turbidity unit. Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tarsuspensi, nilai kekeruhan jga akan menjadi semakin tinggi. Kekeruhan pada perairan yang tergenang misalnya pada danau, lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan partikel – partikel halus. Sedangkan kekeruhan pada saungai pada saat banjir lebih banyak disebabkan oleh bahan – bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar, yang berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa oleh aliran air pada saat hujan

2.11 Suhu

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air.


(41)

28

Peningkatan suhu juga mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air. Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Cahaya matahari yang masuk ke perairan akan mengalami penyerapan dan perubahan menjadi energy panas. Proses penyerapan cahaya ini berlangsung secara lebih intensif pada lapisan atas sehingga lapisan atas perairan memiliki suhu yang lebih tinggi dan densitas yang lebih kecil dibandingkan dengan lapisan bawah.

2.12 Daya Hantar Listrik

Daya Hantar Listrik atau konduktivitas adalah gambaran numeric dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam – garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Reaktivitas, bilangan valensi, dan konsentrasi ion – ion pelarut sangat berpengaruh terhadap nilai DHL.

Asam, basa, dan garam merupakan penghantar listrik yang baik (konduktor) sedangkan bahan organic, misalnya sukrosa dan benzene yang tidak dapat mengalami disosiasi merupakan penghantar listrik yang jelek. Perairan laut memiliki nilai DHL yang sangat tinggi karena banyak mengandung garam terlarut.

Parameter yang menggambarkan karakteristik kimia dari air adalah konduktivitas. Konduktivitas larutan adalah ukuran kemampuan larutan tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Arus listrik dialirkan oleh ion-ion dalam larutan, oleh karena itu konduktivitas meningkat apabila konsentrasi ion meningkat. Perbedaan konduktivitas dipengaruhi oleh komposisi, jumlah ion terlarut dan salinitas suhu. Tinggi rendahnya daya hantar listrik pada air dapat menunjukkan banyaknya jumlah logam yang terlarut dalam air.


(42)

Nilai konduktivitas suatu bahan juga dapat diperhitungkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.

σ

=

1

ρ (2.4)

dengan :

σ : konduktivitas suatu bahan (Ω-1m-1) ρ : resistivitas jenis bahan (Ω.m)

Air murni adalah air yang bebas kandungan ion bebas sehingga tidak menghantarkan listrik. Namun, pengertian untuk air yang layak konsumsi bagi kita manusia justru bukan air murni, tapi air murni dengan sifat konduktifitas pada taraf wajar. Karena sifat konduktifitas wajar ini diperlukan bagi metabolisme tubuh kita.

Berdasarkan daya hantar listrik, larutan terbagi menjadi 2 (dua) golongan :

1. Larutan elektrolit

a. Dapat menghantarkan daya listrik b. Terjadi proses ionisasi

c. Lampu menyala dengan terang

2. Larutan non- elektrolit

a. Tidak dapat menghantar arus listrik b. Tidak terjadi ionisasi

c. Lampu menyala redupDaya Hantar Listrik (DHL) dapat dipakai sebagai indikator tingkat pencemaran parameter inorganik (terutama mineral terlarut). DHL juga merupakan parameter yang menunjukkan tingkat salinitas dari suatu badan air yang berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, pemanfaatan air baku, dan korosifitas.


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penjernihan air baku PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal dilakukan dalam skala laboratorium dengan menggunakan beaker glass. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka peneliti melakukan penjernihan air dengan metode elektrokoagulasi yang dikombinasikan dengan pengadukan sebagai proses lanjutan. Adapun pada proses elektrokoagulasi dilakukan dengan memvariasikan arus, dan diberikakan pengadukan pada saat proses elektrokoagulasi berlangsung dan setelah proses elektrokoaglasi selesai dilakukan. Tahap awal untuk mengetahui arus yang optimum, maka peneliti menggunakan rangkaian PSA yang dilengkapi dengan komponen elektronika sehingga arus dapat divariasikan. Sedangkan untuk parameter jumlah putaran per menit (rpm) maka penulis menggunakan alat jar test dan magnetic stirrer.

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3.1.1 Waktu


(44)

3.1.2 Lokasi Penelitian

Sampel diambil dari bak sedimentasi PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal. Dan penelitian dilakukan di Laboratorim Ilmu Dasar (LIDA) Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal. Untuk analisis pH, warna, kekeruhan, suhu dan daya hantar listrik di lakukan di laboratorium PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal.

3.2 Peralatan dan Bahan

3.2.1 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Komparator pH 2. Thermometer 3. Konduktivitimeter 4. Turbidimeter 5. Multimeter Digital 6. Penjepit buaya 7. Stopwatch 8. Colorimeter 9. Beaker glass 10.Magnetic Stirer 11.Jar Test


(45)

32

3.2.2 Bahan

1. Air baku PDAM Tirtanadi Sunggal 2. Plat Aluminium (Al) 2.5 cm x 10 cm

- Jumlah 2 ( 1 katoda dan 1 anoda) - Tebal 1 mm

3.3 Diagram Alir (Flow chart) penelitian

Penelitian dilakukan untuk mengolah air baku PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal menjadi air bersih yang dapat diaplikasikan ke lingkungan masyarakat maupun oleh pihak PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal sendiri agar air yang dihasilkan dapat memenuhi standar Permenkes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, tanggal 12 April 2010.

Pada penelitian ini, akan dilakukan tiga kali percobaan. Percobaan tahap pertama akan dilakukan proses penjernihan air dengan metode elektrokoagulasi dengan memvariasikan nilai arus yang digunakan. Percobaan tahap kedua adalah dengan melakukan penjernihan air hanya dengan pengadukan dan memvariasikan jumlah putaran yang digunakan. Setelah tahap pertama dan tahap kedua dilakukan, maka arus optimum yang didapat pada tahap pertama dan jumlah putaran optimum yang didapat pada tahap kedua akan digunakan untuk dijadikan sebagai arus dan jumlah putaran acuan yang akan digunakan untuk tahap ketiga. Berikut ini diagram alir dari kedua tahap yang akan dilakukan dalam penelitian ini.


(46)

Hasil Optimum

Mulai/ Start

Penjernihan Air Baku

Ketika EC berlansung dan

setelah EC

Jernih 2.7 NTU

Dengan elektrokoagulasi

Dengan Pengadukan

dan pengadukan

Dengan proses elektrokoagulasi

Ketika EC berlangsung

Jernih 7.64 NTU Keruh

57.43 NTU Jernih

11.64 NTU

Analisis air baku sesudah penjernihan

(pH, suhu, kekeruhan, warna, DHL, Kadar Aluminium)

Selesai

Analisis air baku sebelum penjernihan (pH, DHL, kekeruhan,

suhu, warna, kadar Al

Pengambilan Sampel (Air Baku)

Standar Air Minum Permenkes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010

Tentang Persyaratan Air Minum

menggunakan proses


(47)

34

3.4 Prosedur Penelitian

Sebelum melakukan percobaan, sampel air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal terlebih dahulu dianalisis parameter – parameternya, yaitu : pH, Warna, Kekeruhan, Suhu, DHL, dan kadar logam Aluminium.

3.4.1 Penjernihan Air dengan Metode Elektrokoagulasi Pada Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal

1. Pengaturan alat sesuai dengan rancangan percobaan

2. Dimasukkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal ke dalam beaker glass

sebanyak 500 ml

3. Dimasukkan sepasang elektroda ( 1 Katoda dan 1 Anoda) ke dalam beaker glass 4. Diatur jarak antar elektroda sejauh 2,5 cm

5. Elektroda dialiri arus listrik 350 mA dengan tegangan 12 Volt selama 15 menit 6. Diuji nilai turbidity (kekeruhan), pH, Konduktivitas, dan temperatur pada setiap

waktu kontak

7. Diulangi langkah 1 hingga langkah 5 dengan waktu kontak 30 menit, 45 menit dan 60 menit

3.4.2 Penjernihan Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal dengan Menggunakan Variasi Arus pada Metode Elektrokoagulasi

1. Pengaturan alat sesuai dengan rancangan percobaan.

2. Dimasukkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal ke dalam beaker glass

sebanyak 500 ml

3. Dimasukkan sepasang ( 1 Katoda dan 1 Anoda) elektroda ke dalam beaker glass 4. Diatur jarak antar elektroda sejauh 2,5 cm


(48)

5. Elektroda dialiri arus listrik 350 mA dengan tegangan 12 Volt dengan waktu kontak optimum pada percobaan 3.4.1

6. Diuji nilai turbidity (kekeruhan), pH, Konduktivitas, dan temperatur pada setiap nilai arus yang digunakan

7. Diulangi langkah 4 dan 5 dengan menggunakan sumber arus 500 mA, 1 A, 2 A dan 3 A

3.4.3 Penjernihan Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal dengan Menggunakan Variasi Waktu pada saat Pengadukan

1. Dimasukkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal ke dalam beaker glass

sebanyak 500 ml

2. Diaduk air sampel pada beaker glass dengan jumlah putaran 50 rpm selama 1 menit

3. Diuji nilai turbidity (kekeruhan), pH, Konduktivitas, dan temperatur pada setiap waktu kontak

4. Diulangi langkah 1 dan 2 dengan menggunakan waktu kontak selama 3 menit, 5 menit, dan 7 menit.

3.4.4 Penjernihan Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal dengan Menggunakan Variasi Putaran pada Pengadukan

1. Dimasukkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal ke dalam beaker glass

sebanyak 500 ml

2. Diaduk air sampel pada beaker glass dengan jumlah putaran 50 rpm dengan waktu kontak optimum pada percobaan 3.4.3

3. Diuji nilai turbidity (kekeruhan), pH, Konduktivitas, dan temperatur pada setiap jumlah putaran yang digunakan

4. Diulangi langkah 1 dan 2 dengan menggunakan jumlah putaran 100 rpm dan 150 rpm


(49)

36

3.4.5 Penjernihan Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal dengan Metode Elektrokoagulasi yang Dikombinasikan dengan Pengadukan Ketika Proses Elektrokoagulasi Berlangsung

1. Pengaturan alat sesuai dengan rancangan percobaan.

2. Dimasukkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal ke dalam beaker glass

sebanyak 500 ml

3. Dimasukkan sepasang elektroda ( 1 Katoda dan 1 Anoda) ke dalam beaker glass 4. Diatur jarak antar elektroda sejauh 2,5 cm

5. Elektroda dialiri tegangan 12 Volt dengan arus listrik optimum pada percobaan 3.4.2 dan dengan waktu kontak optimum pada percobaan 3.4.1

5. Pada saat waktu kontak berlangsung, air diaduk dengan jumlah putaran 50 rpm dengan waktu kontak optimum pada percobaan 3.4.3

6. Dimatikan sumber arus

7. Diuji nilai turbidity (kekeruhan), pH, Konduktivitas, dan temperatur pada setiap jumlah putaran yang digunakan

8. Diulangi langkah 1 hingga 7 dengan menggunakan jumlah putaran 100 rpm dan 150 rpm

3.4.6 Penjernihan Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal dengan Metode Elektrokoagulasi dan Pengadukan

1. Pengaturan alat sesuai dengan rancangan percobaan.

2. Dimasukkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal ke dalam beaker glass

sebanyak 500 ml

3. Dimasukkan sepasang elektroda (1 Katoda dan 1 Anoda) ke dalam beaker glass 4. Diatur jarak antar elektroda sejauh 2,5 cm

5. Elektroda dialiri tegangan 12 Volt dengan arus listrik optimum pada percobaan 3.4.2 dan dengan waktu kontak optimum pada percobaan 3.4.1

6. Pada saat waktu kontak berlangsung, air diaduk dengan jumlah putaran optimum berdasarkan percobaan 3.4.5 dengan waktu kontak optimum pada percobaan 3.4.3


(50)

8. Diaduk kembali air dengan jumlah putaran optimum pada percobaan 3.4.4 dengan waktu kontak optimum pada percobaan 3.4.3

9. Diuji nilai turbidity (kekeruhan), pH, Konduktivitas, dan temperatur pada setiap jumlah putaran yang digunakan dan kadar Logam Aluminium


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum

Pada bab ini akan dijelaskan hasil penelitian dan pembahasan tentang hasil eksperimen yang telah dilakukan dalam skala laboratorium. Adapun eksperimen dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama dan tahap kedua. Namun sebelum penjernihan air dengan metode elektrokoagulasi yang dikombinasikan dengan pengadukan dilakukan, air baku yang akan dijadikan sebagai sampel di uji terlebih dahulu, sehingga dapat diketahui karakteristiknya.

Tabel 4.1 Karakteristik Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal

NO Parameter Satuan Nilai Standar Air Minum*

1 pH - 7.2 6.5 – 8.5

2 Suhu oC 26.4 Suhu Udara ±3 oC

3 Warna Pt Co 50 15

4 Kekeruhan NTU 64 5

5 DHL ��.��−1 53 30-200

6 Logam AL mg/L 0 0.2

* = Permenkes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum pada tanggal 10 April 2010


(52)

4.2 Penjernihan Air Baku melalui Metode Elektrokoagulasi dengan Memvariasikan Arus

Pada tahap pertama dilakukan percobaan dengan menggunakan dua variabel, yaitu waktu kontak dan kuat arus. Waktu kontak yang digunakan divariasikan menjadi empat variasi, yaitu selama 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit. Sedangkan untuk arus listrik yang digunakan juga menggunakan lima variasi, yaitu 350 mA, 500 mA, 1 A, 2 A dan 3 A. Pada percobaan ini sumber yang digunakan yaitu menggunakan trafo yang dirangkai sedemikian rupa sehingga membentuk suatu rangkaian PSA. Adapun data yang didapat setelah percobaan dilakukan dapat dilihat dalam Tabel 4.2

Tabel 4.2 Pengaruh kuat arus terhadap penjernihan air baku PDAM Tirtanadi Sunggal dengan proses elektrokoagulasi

No Arus (A)

Waktu (menit)

Suhu (��) Ph

DHL (��.��−�)

Kekeruha n (NTU)

Penurunan Kekeruhan

(%)

1 0.35 15 25.2 7.2 53 35.58 44.4

2 0.5 15 25.6 7.2 52 33.72 47.3

3 1 15 25.9 7.15 52 32.064 49.9

4 2 15 26 7.1 53 28.88 54.86

5 3 15 26.3 7.1 53 24.24 62.11

Pembentukan ion Al3+ sebagai koagulan dapat terjadi karena adanya reaksi yang terjadi pada anoda dan katoda sebagai pasangan elektroda selama proses elektrokoagulasi. Pelepasan ion Al3+ yang berasal dari elektroda sangatlah dipengaruhi oleh besarnya arus yang mengalir pada elektroda. Semakin besar arus yang mengalir pada elektroda maka akan semakin banyak pula ion Al3+ yang dilepaskan dari anoda sebagai agen koagulan. Sehingga pengikatan polutan pengikat air menjadi semakin banyak. Dari Tabel 4.2 dapat terlihat jelas bahwasannya penurunan kekeruhan semakin meningkat dengan meningkatnya kuat arus yang digunakan. Sehingga pada arus optimum yang digunakan dapat menghasilkan air dengan nilai kekeruhan yang cukup


(53)

40

rendah. Sama halnya dengan kuat arus yang digunakan, waktu kontak juga mempengaruhi beberapa parameter fisik pada air, terutama pada nilai kekeruhan. Dari percobaan yang dilakukan maka didapatkan beberapa data pada beberapa parameter fisik pada air hasil penjernihan dengan menggunakan proses elektrokoagulasi dengan beberapa waktu kontak.

Tabel 4.3 Pengaruh waktu kontak terhadap penjernihan air baku PDAM Tirtanadi Sunggal dengan proses elektrokoagulasi

No Arus (A)

Waktu (menit)

Suhu (��) Ph

DHL (��.��−�)

Kekeruhan (NTU)

Penurunan Kekeruhan

(%)

1 3 15 26.3 7.1 53 24.24 62.11

2 3 30 26.3 7 53 22.54 64.78

3 3 45 26.4 6.9 54 11.64 81.8

4 3 60 26.4 6.8 54 10.56 83.5

Pada dasarnya, semakin lama waktu yang digunakan pada saat proses elektrokoagulasi maka akan memberikan kesempatan kepada anoda untuk semakin banyak melepaskan ion Al3+ yang akan mengikat polutan air. Dari data yang ditunjukkan pada Tabel 4.3 penurunan kekeruhan semakin meningkat dengan meningkatnya waktu kontak yang digunakan.

Kesimpulan yang dapat diambil bahwa kuat arus dan waktu kontak berbanding lurus dengan penurunan kekeruhan air hasil penjernihan dengan proses elektrokoagulasi. Atau dengan kata lain, semakin besar kuat arus yang digunakan semakin tinggi penurunan kekeruhan air, begitu pula dengan waktu kontak. Semakin lama waktu kontak yang digunakan pada proses elektrokoagulasi maka akan semakin tinggi pula penurunan kekeruhan air hasil penjernihan dengan proses elektrokoagulasi.


(54)

Adapun hubungan antara kuat arus dan waktu kontak yang digunakan terhadap persentase penurunan kekeruhan air dapat dilihat pada Gambar 4.1, dan data untuk tiap – tiap kuat arus dan waktu kontak dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 4.1 Grafik Waktu Kontak vs Persentase Penurunan Kekeruhan

Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa semakin besar arus yang digunakan dalam proses elektrokoagulasi, maka akan semakin meningkat pula persentase penurunan kekeruhan pada air baku, begitu pula dengan waktu kontak yang digunakan. Semakin lama waktu yang digunakan untuk mengaliri arus listrik dalam proses elektrokoagulasi, maka persentase penurunan kekeruhan juga menjadi semakin meningkat, sehingga air yang dihasilkan akan menjadi semakin jernih karena semakin besar waktu dan kuat arus yang digunakan pada saat proses elektrokoagulasi, maka akan semakin banyak ion Alumunium (Al3+) yang dilepaskan.

Pada prinsip kerjanya, ion – ion alumunium inilah yang berperan aktif sebagai koagulan. Yaitu pihak yang sangat bertanggung jawab untuk mengikat partikel – partikel koloid yang terdapat dalam air. Setelah ion alumunium berikatan dengan partikel – partikel pengganggu tersebut, maka keduanya akan membentuk suatu flok.

y = 0.495x + 35.63 ; R² = 0.947

y = 0.536x + 37.88 ; R² = 0.975

y = 0.654x + 37.79 ; R² = 0.959

y = 0.588x + 45.11 ; R² = 0.976

y = 0.541x + 52.75 ; R² = 0.881 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 10 20 30 40 50 60 70

P ers ent a se P enuruna n K ek eruha n (% )

Waktu Kontak (menit)

Grafik Waktu Kontak vs Persentase Penurunan Kekeruhan

0.35 Ampere 0.5 ampere 1 ampere 2 ampere 3 ampere


(55)

42

Semakin lama flok – flok tersebut akan bergabung dengan flok lainnya sehingga membentuk flok yang lebih besar.

Pada air hasil elektrokoagulasi, terdapat dua jenis flok yang terbentuk. Flok pertama adalah flok yang mengendap pada dasar wadah dan flok kedua adalah flok yang berada pada permukaan air hasil penjernihan. Adapun flok yang mengendap pada dasar wadah merupakan flok – flok yang berukuran besar sehingga pada saat air didiamkan maka flok tersebut akan bersedimentasi pada dasar wadah. Sedangkan flok yang terdapat pada permukaan air disebabkan karena adanya gas hydrogen yang dilepaskan dari katoda yang mengangkat flok yang masih melayang pada air menuju permukaan air. Adapun peristiwa ini dikenal dengan flotasi. Flotasi adalah peristiwa terangkatnya flok – flok yang terbentuk pada proses elektrokoagulasi oleh gas hydrogen yang dihasilkan katoda menuju permukaan air.

Keberadaan kedua jenis flok yang terbentuk merupakan salah satu kelebihan dari penjernihan air dengan proses elektrokoagulasi, karena dengan adanya flok yang terdapat pada permukaan air akan mempermudah proses pemisahan air hasil penjernihan dengan flok yang terbentuk.

Dari data yang terdapat pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa waktu dan arus optimum yang digunakan yaitu sebesar 3 ampere dengan waktu kontak 60 menit dapat menghasilkan persentase penurunan kekeruhan hingga 83.5 %. Dan setelah dikalkulasikan dengan nilai kekeruhan awal pada air baku sebelum dilakukan penjernihan dengan metode elektrokoagulasi yang bernilai 64 NTU, maka setelah dilakukan penjernihan air baku yang dihasilkan memiliki nilai kekeruhan hanya pada nilai 10.56 NTU. Air baku yang digunakan memang memiliki tingkat kekeruhan yang sangat tinggi. Karena pengambilan sampel dilakukan pada saat sungai dalam keadaan banjir sehingga kekeruhan meningkat tajam. Nilai kekeruhan awal yang sangat tinggi ini menyebabkan walaupun persentase penurunan kekeruhan cukup tinggi, air yang


(56)

dihasilkan belum memenuhi standar Peraturan Pemerintah No. 492 yang didalamnya menyatakan bahwa standar kekeruhan untuk air minum maksimal hanya berkisar pada nilai 5 NTU. Sedangkan air yang merupakan hasil proses elektrokoagulasi hanya mencapai 10.56 NTU, sangat jauh melebihi ambang batas persyaratan.

Hasil dari percobaan tahap pertama ini juga menegaskan teori bahwa, arus merupakan elektron yang mengalir, sehingga jika arus diperbesar, maka jumlah elektron yang mengalir dalam sel elektrolit (dari anoda ke katoda) juga akan semakin besar. Peningkatan jumlah elektron ini, juga meningkatkan jumlah OH- dan gelembung gas H2

yang dihasilkan pada saat elektrokoagulasi berlangsung. Adapun gas hydrogen yang terbentuk bermanfaat untuk mengangkat flok – flok yang telah terbentuk kebagian permukaan air. Berikut ini reaksi – reaksi yang terjadi pada katoda dan anoda pada saat elektrokoagulasi berlangsung.

Pada Katoda terjadi reaksi

2H+ + 2e H2

Setelah larutan terbentuk gas hydrogen maka

2H2O + 2e 2OH- + H2

Dan pada anoda terjadi reaksi

Al3+ + 3H2O Al(OH)3 + 3H- + 3e

Selain berpengaruh pada proses pengangkatan flok ke bagian permukaan air, gas hydrogen yang terbentuk pada saat proses berlangsung mengakibatkan penurunan pada nilai pH yang terdapat pada air tersebut.

Berikut ini grafik nilai Ph terhadap kuat arus pada berbagai waktu kontak, dan data penurunan pH untuk tiap – tiap kuat arus dan waktu kontak dapat dilihat pada Lampiran 3.


(57)

44

Gambar 4.2 Grafik Waktu Kontak vs Nilai pH

Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa semakin besar kuat arus dan waktu kontak yang digunakan pada metode elektrokoagulasi, maka akan terjadi penurunan pada nilai pH yang dimiliki oleh air. Hal tersebut disebabkan karena pada saat elektrokoagulasi berlangsung, pada katoda terjadi reaksi yang menghasilkan gas hydrogen yang berasal dari air, kemudian gas hydrogen tersebut bertugas untuk mengangkat flok ke permukaan air, sehingga kandungan hydrogen yang terdapat dalam air menjadi semakin berkurang.

Sebelumnya beberapa teori telah menyatakan bahwa pH ( Power of Hydrogen ), adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan (alkalis), yang dimiliki oleh suatu larutan. Derajat keasaman ini didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hydrogen (H+) yang terlarut. Sehingga jika semakin besar kuat dan waktu kontak yang digunakan, maka akan semakin banyak gas hydrogen yang terlepas. Dan hal inilah yang menyebabkan aktivitas ion hydrogen (H+) yang terlarut dalam air semakin berkurang, dan pada saat air dianalisa nilai pH yang dihasilkan juga menjadi turun. Memang perubahan yang terjadi

y = -0.001x + 7.225 ; R² = 0.8

y = -0.001x + 7.2 ; R² = 0.6

y = -0.001x + 7.175 ; R² = 0.8

y = -0.004x + 7.2 ; R² = 0.890

y = -0.006x + 7.2 ; R² = 1 6,75 6,8 6,85 6,9 6,95 7 7,05 7,1 7,15 7,2 7,25

0 10 20 30 40 50 60 70

pH

Waktu Kontak ( menit)

Grafik Waktu Kontak vs Nilai pH

0.35 ampere

0.5 ampere

1 ampere2

2 ampere


(58)

tidak begitu signifikan, sehingga walaupun terjadi penurunan namun derajat pH pada air tersebut masih dibawah standar yang telah ditetapkan.

Setelah proses elektrokoagulasi dilakukan, terjadi kenaikan suhu pada air hasil penjernihan. Walaupun kenaikan suhu yang terjadi pada air tidak terlalu mempengaruhi kualitas air yang dihasilkan, namun kenaikan suhu ini telah membuktikan bahwa adanya proses perubahan energi. Adapun perubahan energi yang terjadi yaitu perubahan energi listrik menjadi energi kalor. Energi inilah yang pada akhirnya menaikkan suhu air yang telah dialiri arus listrik melalui elektroda. Namun, jika kuat arus yang dihasilkan terlalu besar, maka suhu pada air akan semakin tinggi yang dapat menyebabkan pecahnya flok yang sudah terbentuk. Hal inilah yang menyebabkan penelitian ini hanya membatasi penggunaan kuat arus sampai pada nilai 3 ampere saja.

Dari data suhu air yang dihasilkan dari penjernihan air dengan proses elektrokoagulasi dengan variasi waktu kontak dan variasi nilai arus yang digunakan, dapat ditunjukkan dalam grafik seperti dibawah ini. Sedangkan data untuk perubahan suhu pada tiap – tiap kuat arus dan waktu kontak dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 4.3 Grafik Waktu Kontak vs Suhu

y = 0.008x + 25.05 ; R² = 0.8

y = 0.006x + 25.55 ; R² = 0.833

y = 0.006x + 25.75 ; R² = 0.833

y = 0.007x + 25.85 ; R² = 0.896

y = 0.002x + 26.25 ; R² = 0.8 25 25,2 25,4 25,6 25,8 26 26,2 26,4 26,6

0 20 40 60 80

Suhu

(C

)

Waktu Kontak (menit)

Grafik Waktu Kontak vs Suhu

0.35 ampere 0.5 ampere 1 ampere 2 ampere 3 ampere


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang pengolahan air sungai dengan metode elektrokoagulasi dengan menggunakan elektroda alumunium (Al) dikombinasikan dengan pengadukan yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Variasi kuat arus yang digunakan menunjukkan semakin besar arus yang digunakan maka semakin besar pula penurunan kekeruhan air baku, dan pada penelitian ini kuat arus yang maksimal digunakan adalah sebesar 3 ampere begitu pula pada waktu kontak yang digunakan maksimal pada saat waktu 45 menit.

2. Pemberian pengadukan dapat memberikan penurunan kekeruhan maupun penurunan waktu kontak pada penjernihan air dengan metode elektrokoagulasi dan kecepatan yang digunakan adalah 150 rpm untuk kecepatan pengadukan pertama dan 50 rpm untuk kecepatan pengadukan yang kedua

3. Proses elektrokoagulasi yang dikombinasikan dengan pengadukan dapat digunakan untuk menjernihkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal dan memenuhi standar minum jika ditinjau dari parameter fisik


(2)

59

4. Hasil uji terhadap karakteristik air baku yang sudah diteliti dapat diketahui bahwa, semua parameter – parameter yang telah diuji (parameter fisika) masih di bawah ambang batas yang telah ditetapkan dalam Permenkes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

5.2 Saran

Beberapa saran untuk penelitian selanjutnya yaitu:

1. Melakukan penelitian proses elektrokoagulasi dengan system pemberian putaran yang lebih efektif.

2. Menguji parameter – parameter lain yang sesuai dengan persyaratan air bersih berdasarkan Permenkes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum/Air Bersih

3. Menggunakan elektroda Aluminium yang murni yaitu tidak bercampur dengan logam berat sehingga tidak membahayakan kesehatan

4. Menggunakan sistem penyaringan yang efektif terhadap air hasil penjernihan dengan metode elektrokoagulasi


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Bresnick, Stephen.2002. Intisari Fisika.Hipokrates.Jakarta

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. UI-Press. Jakarta

Departemen Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan RI, Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010, Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum,

Gabriel,J.F. 2001. Fisika Lingkungan. Hipokrates. Jakarta

Hasanah,Moraida.2011. Efektivitas Elektroda Tembaga (Cu) Pada Proses Elektrokoagulasi Dalam Penjernihan Air Sungai Di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara. Skripsi.USU,Medan.

Holt, P.K., Barton, G.W., and Mitchell, C.A., (2004) Future for Electrocoagulation as A Localised Water Treatment Technology, Chemosphere, Elsevier Ltd

Holt, P.K., Barton, G.W., and Mitchell, C.A., (2004) Deciphering the Science Behind Electrocoagulation to Remove Suspended Clay Particles from Water, Water Science and Technology Vol. 50 No. 12 pp 177-184, IWA Publishing

Kendyq, Hendy. 2010. Konduktivitas Penghantar, http://hendiosingasli.blogspot.com /2010/01/konduktivitas-penghantar.html. diakses tanggal 15 Maret 2011.

Pengertian Air dan Persyaratan Air,


(4)

61

Purwaningsih, Indah. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Cv. Batik Indah Raradjonggrang Yogyakarta Dengan Metode Elektrokoagulasi Ditinjau Dari

Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) dan Warna. Tugas Akhir

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Lingkungan.UII. Yogyakarta.

Salim,Muhammad. 2011. Pengolahan Air Baku,

Soedojo, Peter.1998.Azas – Azas Ilmu Fisika. Jilid 2. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Suaib, S. B. (1994), Pengaruh Rapat Arus Listrik, Jumlah dan Jenis Elektroda Terhadap Efektifitas Penurunan Warna pada Air Gambut dengan Proses Eletrokoagulasi, Tesis Program Magister, Institut Teknologi Bandung

Susilawati, 2010. Model Pengolahan Air Gambut Untuk Menghasilkan Air Bersih Dengan Metode Elektrokoagulasi, Disertasi, USU, Medan.

Trapsilasiwi, Karina Rindang. 2010, Aplikasi Elektrokoagulasi Menggunakan Pasangan Elektroda Aluminium Untuk Pengolahan Air dengan Sistem Kontinyu, Tugas Akhir Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya.


(5)

Lampiran 1

Hasil perhitungan penentuan massa logam elektroda Aluminium (Al) yang terlarut di dalam sampel.

 Untuk waktu 15 menit (900 sekon) w =i × t × m

n × F

w =0.037 × 900 × 27

3 × 96500 w = 0.00311 gram w = 3.11 mg

 Untuk waktu 30 menit (1800 sekon)

w =i × t × m n × F

w =0.037 × 1800 × 27

3 × 96500

w = 0.00621 gram w = 6.21 mg

 Untuk waktu 45 menit (2700 sekon)

w =i × t × m n × F

w =0.037 × 2700 × 27

3 × 96500

w = 0.00932 gram w = 9.32 mg


(6)

63

 Untuk waktu 60 menit (3600 sekon)

w =i × t × m n × F

w =0.037 × 3600 × 27

3 × 96500

w = 0.01242 gram w = 12.42 mg