BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan dibidang kesehatan bertujuan untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang hidup dan berperilaku dalam lingkungan sehat dan mampu
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu Pedoman UKGS 2012. Agar derajat kesehatan masyarakat dapat tercapai dengan optimal, maka diperlukan upaya
– upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, pencegahan penyakit dan
penyuluhan kesehatan yang harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pembangunan dibidang kesehatan gigi dan mulut merupakan
salah satu bagian dari pembangunan kesehatan secara menyeluruh mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap peningkatan nilai derajat kesehatan gigi dan
mulut di masyarakat Anonim, 2013. Dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut, kebersihannya sangat penting
diperhatikan.Kondisi gigi dan mulut yang kotor tidak hanya dapat menimbulkan bau mulut, tapi juga dapat menyebabkan kerusakan gigi.Penyakit gigi dan mulut yang
terbanyak dialami masyarakat Indonesia adalah karies gigi dan penyakit periodontal Pedoman UKGS, 2012.Kerusakan pada gigi yang biasa disebut dengan karies gigi,
yaitu sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi Anonim, 2012.Pada manusia modern yang hidup dalam masyarakat industri yang sudah maju, karies
merupakan hal yang sudah biasa, tetapi frekuensi karies berbeda di tiap negeri dan di antara individu dalam negeri itu sendiri Kidd, 2012.
Hasil Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS, 2007 yang diselenggarakan Kementrian Kesehatan RI menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia rata-rata
memiliki kurang lebih 5 gigi rusak setiap orangnya. Menurut Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi, 2011, dalam Dewanti 2012, dari tahun ke tahun terjadi
kenaikan angka prevalensi kejadian karies pada penduduk Indonesia di tahun 1995 sebesar 63 menjadi 90 di tahun 2011. Sedangkan prevalansi karies gigi pada anak-
anak usia sekolah masih tinggi, mencapai 85 Republika 2011. Pada umumnya keadaan kebersihan gigi anak lebih buruk dan anak lebih banyak
makan makanan dan minuman yang menyebabkan karies disbanding orang dewasa. Anak-anak umumnya senang gula-gula, apabila anak terlalu banyak makan gula-gula
dan jarang membersihkannya, maka gigi-giginya banyak yang mengalami karies Purnaji, 2012. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Malang tahun 2012
untuk anak sekolah dasar, kariesdan gigi berlubang menjadi penyakit dengan angka kejadian tertinggi yaitu sebesar 46,54 dari 10 penyakit terbesardiantaranya serumen
22,02 ; refraksi mata 7,28 ; tonsil 3,61 ; ISPA 4,84 ; penyakit kulit 4,71 ; dan lain-lain sebesar 11.
Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut seharusnya dilakukan sejak dini. Usia sekolah dasar merupakan saat yang tepat untuk dilakukan upaya kesehatan gigi
dan mulut, karena pada usia tersebut merupakan awal tumbuh kembangnya gigi permanen dan merupakan kelompok umur dengan resiko kerusakan gigi yang tinggi
Dinkes Provinsi Jatim, 2012. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada anak sekolah selain dilaksanakan melalui kegiatan pokok di puskesmas juga diselenggaakan UKS
dalam bentuk program UKGS atau Usaha Kesehatan Gigi Sekolah. UKGS merupakan suatu paket pelayanan asuhan sistematik dan ditujukan bagi semua murid
sekolah dasar dalam bentuk paket promotif, promotif-preventif dan paket optimal. Upaya promotif dan promotif-preventif paling efektif dilakukan pada anak sekolah
dasar karena upaya memutus mata rantai kariesdengan tindakan pencegahan dan
perlindungan gigi sedini mungkin dan dilakukan secara terus menerus agar menjadi kebiasaan berperilaku sehatPedoman UKGS, 2012.
Upaya-upaya peningkatan kesehatan juga dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit, dalam hal ini faktor-faktor
terjadinya karies gigi. Menurut Suwelo 1992 ada 3 faktor utama terjadinya kariesyaitu : gigi dan saliva, mikroorganisme, dan subtrat serta waktu sebagai
tambahan. Tarigan 1993 menyebutkan faktor perusak yang bersifat predisposisi salah satunya adalah faktor usia, semakin bertambahnya usia seseorang maka
presentase karies makin berkurang. Karies gigi adalah suatu penyakit multikausal Houwink, 1993.
Dalam praktek keperawatan, teori mempunyai konstribusi pada pembentukan dasar praktek keperawatan Chinn Jacobs, 1995. Suatu metode untuk
menghasilkan dasar pengetahuan keperawatan ilmiah adalah melalui pengembangan dan memanfaatkan teori keperawatan Potter, 2005. Filosofi Watson 1987 tentang
asuhan keperawatan, berupaya untuk mendefinisikan hasil dari aktivitas keperawatan untuk berhubungan dengan aspek humanistik dari kehidupan. Tindakan keperawatan
mengacu langsung pada pemahaman hubungan antara sehat, sakit, dan perilaku manusia. Keperawatan memperhatikan peningkatan dan mengembalikan kesehatan
serta pencegahan terjadinya penyakit Potter, 2005. Perawat sebagai edukator juga memiliki peran penting di dalamnya. Perawat
membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit, bahkan tindakan yang diberikan atau health education, sehingga terjadi perubahan
perilaku dari klien setelah dilakuakan pendidikan kesehatan Indarwati, 2011. Tingkat pengetahuan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan
perilaku seseorang dalam pencegahan kejadian karies gigi. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain terpenting bagi terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap
hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terdapat tindakan seseorang Kholid, 2012.
Dalam perubahan perilaku yang didasari oleh pengetahuan, usia menjadi salah satu faktor perbedaan tingkat pengetahuan seseorang tersebut. Semakin cukup umur
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan semakin mantap dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih
dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya. Hal ini akibat dari pengalaman dari kematangan jiwa Nursalam, 2008.
Tidak hanya itu, terjadinya karies gigi juga dipengaruhi oleh faktor perilaku yang dilakukan setiap hari, yaitu kebiasaan menggosok gigi. Dalam mekanisme
pembentukan perilaku terdapat dua pendekatan, yaitu Aliran Behaviorisme, yang memandang bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk melalui proses pembiasaan
dan penguatan reinforcement dengan mengkondisikan atau menciptakan stimulus rangsangan tertentu dalam lingkungan; dan Aliran Holistik Humanisme, yang
memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik niat, motif, tekad dari dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan
suatu perilaku Kholid, 2012. Kedua pendekatan tersebut menjadikan faktor intrinsik dari dalam diri seseorang dan faktor ekstrinsik yang berasal dari lingkungan sebagai
pembentuk suatu tindakan seseorang yang berujung pada kebiasaan jika dilakukan setiap harinya.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat pengetahuan kebersihan mulut, usia, dan kebiasaan
menggosok gigi terhadap tingkat kejadian karies gigi pada anak usia sekolah dasar di SDN Tunggulwulung 2 kota Malang.
1.2 Rumusan Masalah