Hubungan Kebiasaan Menggosok Gigi dengan Timbulnya Karies Gigi pada Anak Usia Sekolah Kelas 4-6 di SDN Ciputat 6 Tangerang Selatan Tahun 2013.

(1)

KARIES GIGI PADA ANAK USIA SEKOLAH KELAS 4-6 DI SDN

CIPUTAT 6 TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2013

Disusun oleh : SITI ALIMAH SARI

NIM : 108104000009

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA TAHUN 2014


(2)

i Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Siti Alimah Sari

NIM : 108104000009

Program Studi : Ilmu keperawatan Tahun Akademik : 2008

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas kedokteran dan ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan (plagiat) dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Januari 2014


(3)

i Undergraduated Thesis, January 2014 Siti Alimah Sari, NIM : 108104000009

RELATIONSHIP BETWEEN TOOTH BRUSHING HABIT WITH THE INCIDENCE OF DENTAL CARIES IN SCHOOL AGE CHILDREN GRADES 4-6 AT SDN 6 CIPUTAT TANGERANG 2013

xiv + 69 Pages + 9 Tables + 2 Charts + 5 Appendices

ABSTRACT

The main health problems in the child’s mouth cavity is dental caries. The prevalence of dental caries tends to increase 60%-80%. The purpose of this study was to determine whether tooth brushing habit, how to brush, time to brush, frequency to brush the SDN Ciputat 6 Tangerang in Banten Provinsi. Using method of quantitative with cross sectional approach. Using proportionate random sampling technique in children 9-12 years old or grades 4-6. Atotal of 81 childrent. The instrumen used in the children, form of quetionnaries, observation of caries examination. The results of the analysis used chi square at α < 0,05. Results showed analysis there is not significant corelation between the independent variable it’s a toot brushing habit of children with dependent variable is dental caries, having p value = 0,346. This study is expected tobe referency for further research.

Keywords : School-Age Children, Tooth Brushing, Dental Caries Reference : 54 (1986-2010)


(4)

iii PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Januari 2014

Siti Alimah Sari, NIM : 108104000009

Hubungan Kebiasaan Menggosok Gigi dengan Timbulnya Karies Gigi pada Anak Usia Sekolah Kelas 4-6 di SDN Ciputat 6 Tangerang Selatan Tahun 2013.

xiv + 69 Halaman + 9 Tabel + 2 Bagan + 5 Lampiran

ABSTRAK

Masalah kesehatan utama mulut dalam rongga mulut anak adalah karies gigi. Prevalensi karies gigi di Indonesia cenderung meningkat 60%-80%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kebiasaan menggosok gigi, cara menggosok gigi, waktu menggosok gigi, frekuensi menggosok gigi pada anak usia sekolah di SDN Ciputat 6 Tangerang Selatan Provinsi Banten. Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional. Penelitian ini menggunakan teknik

Proportionate random sampling pada anak usia 9-12 tahun atau kelas 4-6 sebanyak 81 responden. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dan observasi pemeriksaan gigi. Analisis data menggunakan uji Chi Squarepada α < 0,05. Hasil analisis menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen yaitu kebiasaan menggosok gigi dengan variabel dependen yaitu karies gigi, yang memiliki p value = 0,346. Peneliti ini diharapkan dapat menjadi refrensi bagi penelitian selanjutnya untuk mengetahui faktor-faktor yang dominan.

Kata kunci : Anak Usia Sekolah, Menggosok Gigi, Karies Gigi Daftar bacaan : 54 (1986-2010)


(5)

(6)

(7)

(8)

vii

Nama : Siti Alimah Sari

Tempat Tanggal Lahir : Cirebon, 24 Juli 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Pejompongan Rt/Rw 004/006 kelurahan bendungan hilir kecamatan tanah abang - jakarta pusat

E-mail : alimahsari24@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. SDN III JAPURAKIDUL (1996-2002)

2. SMP MUHAMMADIYAH 6 (2002-2005)


(9)

i Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan proposal penelitian dengan judul: “ hubungan kebiasaan menggosok gigi dengan timbulnya karies gigi pada anak usia sekolah kelas 4-6 di Sekolah Dasar Negeri Ciputat 6 Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2013

Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW beserta segenap keluarga dan sahabat beliau, figure yang senantiasa memberikan inspirasi tentang berbagai hal dalam menyikapi kehidupan menuju Ridho-Nya.

Selama proses pendidikan dan menyusun skripsi ini, penulis sangat banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih banyak kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya.

2. Prof. Dr. dr. MK. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bpk Waras Budi Utomo S.Kep, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan.

4. Ibu Eni Nur’aini,S.kep.M.Sc selaku wakil Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan. 5. Ibu Maulina Handayani S.Kp, M.Sc dan Ibu Yenita, M.Kp, Sp.Mat,Ph.D selaku dosen


(10)

ix baiknya penyusunan skripsi ini.

6. Para dosen-dosen yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan, selama penulis mengikuti perkuliahan.

7. Seluruh Staff karyawan Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Jakarta (PSIK UIN Jakarta).

8. Ayahanda Bapak Abdullah dan Ibu Qoriyah yang selalu memberikan nasehat, motivasi serta do’a yang tiada henti-hentinya serta kakak tercinta Fatonah, Firman yang selalu memberikan warna dalam hidup.

9. Sahabat-sahabat ku (reni,rere,tika,ikhwan,monic) yang selalu memberikan semangat. 10.Teman-teman PSIK angkatan 2008 yang telah memberikan inspirasi, do’a dan

semangat dalam menyusun proposal penelitian.

Akhir kata semoga kita semua diberikan rahmat, hidayah serta karunia dari Allah SWT dan apa yang telah penulis peroleh selama pendidikan dapat diamalkan dengan baik.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Januari 2014

Siti Alimah Sari


(11)

i

HALAMAN JUDUL HALAMAN

SURAT PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... . iv

PANITIA SIDANG ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Ruang Lingkup Penelitian ...

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gigi ... B. Perkembangan Anak Usia Sekolah ... C. Perkembangan Kognitif Anak ...…...

1 6 6 7 8

9 11 14


(12)

xi BAB III

BAB 1V

E. Kebiasaan Menggosok Gigi ... F. Karies Gigi ... G. Etiologi Karies ... H. Pencegahan Karies ... I. Faktor-Faktor Penyebab Karies ... J. Penelitian Terkait ... K. Kerangka Teori ...

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep ………...

B. Hipotesa ……….

C. Definisi Operasional ………..

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian ………...

B. Waktu penelitian ... C. Lokasi Penelitian ... D. Populasi dan sampel ...

1. Populasi ... 2. Sampel ... E. Teknik Pengambilan Sampel ... F. Metode Pengumpulan Data ... 1. Instrumen Penelitian ... 2. Uji Validitas dan Reliabilitas ...

17 22 25 25 29 32 35 36 36 37 38 38 38 39 49 49 41 42 42 43


(13)

i BAB V

BAB VI

BAB VII

H. Teknik Analisis Data ... 1. Pengolahan Data ... 2. Analisa Data ... I. Alat Pengumpulan Data ... J. Etika Penelitian ...

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... B. Hasil Analisis Univariat ... C Hasil Analisis Bivariat ...

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Analisis univariat ... B. Pembahasan Analisis Bivariat ...

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN ... B. SARAN ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIR

45 45 46 47 48

50 50 53

56 61

64 65 66


(14)

xiii Tabel 3.1

Tabel 4.1 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3

Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6

Tabel 5.7

Definisi Operasional ... Proporsi Jumlah Sampel Penelitian ... Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ... Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Menggosok Gigi ... Distribusi Frekuensi Cara Menggosok Gigi ... Distribusi Frekuensi Responden Menurut Karies Gigi ... Hasil Analisis Hubungan Kebiasaan Menggosok Gigi Dengan Timbulnya Karies Gigi ... Hasil Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan Karies Gigi pada Usia Sekolah ...

37 42 50 51

51 52 53

53


(15)

i Bagan 2.1

Bagan 3.1

Kerangka Teori ... Kerangka Konsep ...

35 36


(16)

xv

Teringat lantunan do’a

-

do’a mu

Dalam hening kau tadahkan tanganmu

Tetes piluh dan airmatamu

Menyertai tiap titik perjuanganku

Demi masa depanku

Kau relakan kebahagiaanmu

Duhai mimi dan bapak tercinta

Terimalah buah dari perjuanganku ini

Sebagai persembahku untukmu

Ananda


(17)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan secara komprehensif karena dampaknya sangat luas sehingga perlu penanganan segera sebelum terlambat, kebiasaan menggosok gigi merupakan hal yang terpenting, berdasarkan data waktu menyikat gigi menunjukkan bahwa perilaku pelihara diri masyarakat Indonesia dalam kesehatan mulut masih sangat rendah. Hal ini ditunjukkan oleh data bahwa 91,1% penduduk Indonesia sudah menyikat gigi, namun hanya 7,3% yang berperilaku benar dalam menyikat gigi (Depkes, 2007).

Gambaran rendahnya persentase kebiasaan menggosok gigi di Indonesia juga di Provinsi Banten dan Kota Tangerang digambarkan dengan kebiasaan menggosok gigi masih kurang baik. Sebanyak 94,8% anak sekolah mempunyai kebiasaan menggosok gigi setiap hari dengan persentase yang menggosok gigi setelah makan pagi sebesar 95,7% dan sebelum tidur malam hanya 26,6%. Sementara itu, persentase masyarakat Kota Tangerang yang menggosok gigi setiap hari sesudah makan pagi dan sebelum tidur adalah 6,4%. Meskipun sebagian besar penduduk Banten sudah rajin menggosok gigi setiap hari namun ternyata persentase penduduk yang berperilaku benar dalam menggosok gigi masih sangat rendah yaitu hanya 4,8%. Berperilaku benar dalam menggosok gigi adalah bila seseorang mempunyai kebiasaan menggosok gigi setiap hari dengan cara dan pada waktu yang benar, yaitu dilakukan pada saat sesudah makan dan sebelum tidur (Listiono, 2012). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa


(18)

kebiasaan masyarakat Provinsi Banten dan Kota Tangerang dalam menggosok gigi masih sangat kurang.

Kebiasaan menggosok gigi yang masih sangat kurang dapat menyebabkan gangguan gigi dan mulut karena menurut (Potter & Perry, 2005). Menggosok gigi setelah makan di pagi hari bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa makanan yang menempel setelah makan dan sebelum tidur malam bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa makanan yang menempel setelah makan malam. Kebersihan gigi dan mulut yang buruk dapat berlanjut menjadi salah satu faktor resiko timbulnya berbagai penyakit dirongga mulut seperti penyakit karies gigi. Di Indonesia penyakit gigi dan mulut terutama karies masih banyak diderita, baik oleh anak-anak maupun dewasa. Data Kementrian Kesehatan RI tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi di Indonesia mencapai 60%-80%.

Hasil RISKESDAS tahun 2007 mengungkapkan bahwa prevalensi karies gigi aktif di provinsi Banten sebesar 37,3% dan di Kota Tangerang adalah 43,3%, karies gigi menjadi salah satu masalah kesehatan serius pada anak usia sekolah. Penduduk usia 10 tahun keatas yang berperilaku benar menggosok gigi (menyikat gigi setiap hari sesudah makan pagi dan sebelum tidur) masih sangat rendah. persentase yang menggosok gigi setiap hari sesudah makan pagi hanya 12,6% dan sebelum tidur malam hanya 28,7% (Listiono, 2012). Di Indonesia, prevalensi karies gigi mencapai 85% pada anak usia sekolah (Lukihardianti, 2011).

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penduduk Indonesia pada usia 10 tahun ke atas, sebanyak 46% mengalami penyakit gusi dan 71,2% mengalami karies gigi, sedangkan kelompok umur 12 tahun, sebanyak 76,2% mengalami karies atau gigi berlubang. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko penyakit lain (Depkes, 2007).


(19)

Karies gigi merupakan penyakit yang banyak menyerang anak-anak maupun dewasa, baik pada gigi susu maupun gigi permanen. Anak usia 6-14 tahun merupakan kelompok usia yang kritis dan mempunyai sifat khusus yaitu transisi/pergantian dari gigi susu ke gigi permanen (Wong, 2003).

Karies gigi merupakan sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi, penyakit ini menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak ditangani, penyakit ini akan menyebabkan nyeri, gangguan tidur, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus berbahaya dan bahkan kematian. Penyebab penyakit tersebut karena konsumsi makanan yang manis dan lengket, malas atau salah dalam menyikat gigi, kurangnya perhatian kesehatan gigi dan mulut atau bahkan tidak pernah sama sekali memeriksa kesehatan gigi (Listiono, 2012).

Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya dilakukan sejak usia dini. Usia sekolah dasar merupakan saat yang ideal untuk melatih kemampuan motorik seorang anak, termasuk diantaranya menggosok gigi. Kemampuan menggosok gigi secara baik dan benar merupakan faktor cukup penting untuk pemeliharaan gigi dan mulut (Riyanti, 2005).

Perkembangan motorik halus dan kasar semakin menuju ke arah kemajuan, oleh karena itu anak lebih dapat diajarkan cara memelihara kesehatan gigi mulut secara lebih rinci, sehingga akan menimbulkan rasa tanggung jawab akan kebersihan dirinya sendiri (Riyanti, 2005). Salah satu upaya dalam meningkatkan kesehatan gigi dan mulut adalah dengan metode pendidikan kesehatan. Menurut Angel (2005) keterampilan menggosok gigi harus diajarkan dan diterapkan pada anak disegala umur terutama usia anak sekolah karena usia itu mudah menerima dan menanamkan nilai-nilai dasar. Anak sekolah memerlukan pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan menggosok gigi.


(20)

Pemerintah Indonesia dan pihak swasta telah melakukan upaya untuk menanggulangi prevalensi karies gigi yang masih tinggi di Indonesia. Pemerintah Indonesia telah bekerja sama dengan pihak swasta dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) dalam program gerakan pemeriksaan gigi gratis dan edukasi tentang kebersihan gigi kepada anak-anak dan orang tua yang diselenggarakan pada Bulan Kesehatan Gigi Nasional (Lukihar dianti, 2011). Melalui program tersebut, masyarakat lebih mudah memeriksa gigi dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan gigi.

Penyakit karies pada anak, banyak dan sering terjadi namun kurang mendapat perhatian dari orang tua karena anggapan bahwa gigi anak akan digantikan gigi tetap. Orang tua menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan sebenarnya akan sangat besar bila tidak dilakukan perawatan untuk mencegah karies sejak dini pada anak. Peran orang tua sangat diperlukan dalam pemeliharaan kesehatan anak khususnya kebersihan gigi dan mulut karena anak masih bergantung pada orang tua. Disamping itu perawat perlu menjalankan tugan dan perannya dalam meningkatkan kebiasaan menggosok gigi yang baik dan menanggulangi prevalensi karies gigi yang tinggi pada anak usia sekolah. Perawat dapat memberikan promosi kesehatan di lingkungan keluarga dan sekolah. Perawat dapat menyelenggarakan promosi kesehatan tentang kesehatan gigi melalui kerja sama dengan pihak sekolah (Potter & Perry, 2005). Selain itu perawat dapat memberikan promosi kesehatan kepada orang tua agar dapat mengajarkan dan menerapkan kebiasaan kesehatan yang baik kepada anak.

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di 3 SDN yang melibatkan siswa kelas 4-6 SDN. SDN yang terlibat antara lain SDN Legoso, SDN 5 Ciputat dan SDN Ciputat 6 pada siswa kelas 4-6 SDN masing sebanyak 20 siswa di masing-masing SDN tersebut didapat data SDN Legoso terdapat 20 % anak yang mengalami


(21)

karies gigi, SDN 5 Ciputat terdapat 40 % anak yang mengalami karies gigi, dan SDN Ciputat 6 terdapat 55% anak yang mengalami karies gigi. Data yang di dapat adalah dengan melakukan pemeriksaan langsung pada gigi anak dan peneliti juga menanyakan kebiasaan menggosok gigi. Dengan data tersebut, maka peneliti tertarik ingin melakukan penelitian di SDN Ciputat 6 karena prevalensinya lebih tinggi dibandingkan dengan dua SDN lainnya.

B. Rumusan masalah

Karies gigi merupakan penyakit yang banyak menyerang anak-anak maupun dewasa, baik pada gigi susu maupun gigi permanen. Anak usia 6-14 tahun merupakan kelompok usia yang kritis dan mempunyai sifat khusus yaitu transisi/pergantian dari gigi susu ke gigi permanen. Karies gigi disebabkan oleh beberapa faktor utama yaitu mikroorganisme, saliva, dan substrat, sebagai faktor tambahan yaitu waktu

Penelitian tentang kebiasaan menggosok gigi dan karies gigi pada anak usia sekolah di Kota Tangerang perlu ditingkatkan. Hal ini disebabkan prevalensi karies gigi yang tinggi dan hanya 4,8% masyarakat Kota Tangerang yang menerapkan menggosok gigi. Karies gigi banyak dialami oleh anak usia sekolah. Prevalensi karies gigi yang tinggi sangat mengkhawatirkan karena karies gigi menimbulkan dampak negative bagi penderitanya. Selain itu, penelitian-penelitian sebelumnya tentang karies gigi belum banyak dilakukan pada anak usia Sekolah Dasar di Kota Tangerang. Oleh karena itu, penelitian tertarik untuk mengetahui tentang hubungan kebiasaan menggosok gigi dengan timbulnya karies gigi pada anak usia sekolah.


(22)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kebiasaan menggosok gigi dengan timbulnya karies gigi pada anak usia sekolah di SDN Ciputat 6 Kota Tangerang Selatan provinsi Banten Tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui kebiasaan menggosok gigi (frekuensi, waktu, cara) pada anak usia sekolah kelas 4-6 di SDN 6 Ciputat Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2013.

b. Diketahui adanya karies gigi pada anak usia sekolah kelas 4-6 di SDN Ciputat 6 Kota Tangerang Selatan Provinsi BantenTahun 2013.

c. Diketahui hubungan kebiasaan menggosok gigi dengan timbulnya karies gigi pada anak usia sekolah kelas 4-6 di SDN Ciputat 6 Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2013.

D.Manfaat Penelitian

1. Bagi Profesi Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi profesi keperawatan dalam pengembangan perencanaan keperawatan anak di komunitas, tentang pelaksanaan kebersihan gigi dan mulut salah satunya kebiasaan menggosok gigi yang bertujuan untuk dapat mencegah karies gigi.

2. Bagi Sekolah (UKS)

Sebagai masukan dalam upaya meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut pada anak usia sekolah di SDN Ciputat 6 Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2013.


(23)

3. Bagi siswa

Dengan adanya hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada siswa mengenai frekuensi menggosok gigi, cara menggosok gigi dan waktu menggosok gigi baik dalam kebersihan gigi dan mulut.

4. Bagi puskesmas

Menjadi masukan bagi puskesmas Ciputat dalam upaya mewujudkan kesehatan anak usia sekolah khususnya dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut. 5. Bagi Peneliti Berikutnya

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran atau informasi dasar untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan kesehatan gigi terutama kebiasaan menggosok gigi serta masalah karies gigi.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggambarkan kebiasaan menggosok gigi pada anak sekolah terhadap karies gigi. Penelitian ini dilakukan di SDN Ciputat 6 Tangerang Selatan pada tahun 2013. Populasi penelitian ini adalah anak usia sekolah kelas 4-6 di SDN Ciputat 6. Desain penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan kuantitatif, sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu dengan meneliti variabel terikat dan variabel bebas. Sebagai sampel penelitian dipilih siswa kelas 4-6 atau usia sekolah karena pada usia sekolah gigi mulai digantikan dari gigi susu ke gigi permanen.


(24)

8

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gigi

1. Pengertian Gigi

Gigi merupakan salah satu aksesoris dalam mulut dan memiliki struktur bervariasi dan banyak fungsi. Fungsi utama dari gigi adalah untuk merobek dan mengunyah makanan (Muttaqin dkk, 2010). Gigi normal terdiri dari tiga bagian; kepala, leher, dan akar. Gigi yang sehat tampak putih, halus, bercahaya, dan berjarjar rapi (Potter & Perry, 2005).

Gigi adalah jaringan tubuh yang paling keras dibandingkan yang lainnya strukturnya berlapis-lapis mulai dari email yang amat keras, dentin (tulang gigi) di dalamnya, pulpa yang berisi pembuluh darah, pembuluh saraf, dan bagian lain yang memperkokoh gigi (Rahmadhan, 2010).

2. Fungsi Gigi

Fungsi gigi menurut Rhamadhan, 2010 a. Pengunyahan

Gigi berperan penting untuk menghaluskan makanan agar lebih mudah ditelan serta meringankan kerja proses pencernaan.

b. Berbicara

Gigi sangan diperlukan untuk mengeluarkan bunyi ataupun huruf-huruf tertentu seperti huruf T, V, F, D, dan S. Tanpa gigi, bunyi huruf-huruf ini tidak terasa sempurna.


(25)

Sebuah senyum tidak akan lengkap tanpa hadirnya sederetan gigi yang rapih dan bersih.

3. Bagian-Bagian Gigi

Bagian-Bagian Gigi menurut Leeson, (1996) antara lain :

a. Email adalah bagian terluar dari gigi dan merupakan bagian paling keras dari seluruh bagian gigi bahkan lebih keras dari tulang. Bangunan kristalin yang kompleks dan padat ini mengandung mineral kalsium, fosfat dan flourida. Email meliputi seluruh mahkota gigi. Fungsi email melindungi gigi dari zat yang sangat keras dan melindungi gigi saat menggigit dan mengunyah.

b. Dentin adalah bagian yang paling terbesar dari seluruh gigi, dentin lebih lunak dari email. Dentin ini merupakan saluran yang berisi urat, darah dan limfe.

c. Pulpa adalah bagian gigi paling dalam, yang mengandung saraf dan pembuluh darah, fungsinya adalah berespon tehadap stimulus (panas dan dingin). Normalnya pulpa berespon terhadap panas dan dingin dengan nyeri yang ringan yang terjadi selama kurang dari 10 detik.

d. Sementum adalah bagian dari akar gigi yang berdampingan / berbatasan langsung dengan tulang rahang di mana gigi manusia tumbuh.

4. Bentuk dan fungsi gigi

Bentuk dan fungsi gigi menurut Tarwoto dkk, 2009

a. Gigi seri, jumlahnya ada delapan buah, yaitu empat buah gigi seri atas dan empat buah gigi seri di bawah. Berfungsi memotong dan menggunting makanan.

b. Gigi taring, jumlahnya ada empat buah, di atas dua dan di bawah dua. Gigi taring terletak di sudut mulut, bentuk mahkotanya runcing, berfungsi untuk mencabik makanan. Akar gigi taring ini hanya satu.


(26)

c. Gigi geraham kecil, jumlahnya ada delapan buah, empat buah di atas dan empat buah di bawah. Gigi geraham kecil ini merupakan pengganti gigi geraham sulung. Letaknya di belakang gigi taring, akar gigi geraham kecil ini semua satu, kecuali yang atas depan, memiliki dua akar. Gigi geraham kecil berfungsi untuk menghaluskan makanan.

d. Gigi geraham besar, jumlahnya dua belas buah, enam buah di atas dan enam buah di bawah. Gigi geraham besar terletak di belakang gigi geraham kecil, masing-masing sisi tiga buah permukaannya lebar dan bertonjol-tonjol, gigi ini yang bawah akarnya dua, yang atas tiga. Gigi geraham terakhir, sering kali akarnya bersatu menjadi satu dan berfungsi untuk menggiling makanan.

B. Perkembangan Anak Usia Sekolah

Usia sekolah adalah rentang usia 6 sampai 12 tahun sering disebut sebagai masa-masa yang rawan, karena pada masa-masa itulah gigi susu mulai tanggal satu persatu dan gigi permanen pertama mulai tumbuh (usia 6-8 tahun). Dengan adanya variasi gigi susu dan gigi permanen bersama-sama didalam mulut, menandai masa gigi campuran pada anak. Gigi yang baru tumbuh belum matang sehingga rentan terhadap kerusakan (Potter & Perry, 2005). Anak usia 6 sampai 7 tahun belum mampu menggosok gigi secara mandiri. Usia mempengaruhi perilaku seseorang sehingga mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya. Keterampilan menggosok gigi pada anak perempuan lebih baik dari pada laki-laki. Anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus dibandingkan dengan anak laki-laki (Sekar dkk, 2012).


(27)

Keterampilan menggosok gigi berkaitan dengan perkembangan motorik halus anak. Motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat, seperti mengamati sesuatu, menulis, dan sebagainya (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2006).

Keterampilan motorik halus pada usia 6 sampai 7 tahun dalam menggosok gigi adalah anak masih membutuhkan bantuan untuk menggosok gigi dengan seksama dan perlu diajarkan cara melakukan perawatan gigi secara mandiri (Potter & Perry, 2005). Oleh sebab itu, anak belum mampu menggosok gigi secara seksama dan mandiri pada usia 6 sampai 7 tahun. Peran orang tua sangat diperlukan dalam pemeliharaan kesehatan anak. Khususnya kebersihan gigi dan mulut karena anak masih bergantung pada orang tua. Orang tua mempunyai kewajiban dalam menjaga kesehatan anak.

Anak sudah mampu melakukan perawatan gigi secara mandiri pada saat usia 8 sampai 10 tahun. Hal ini dikarenakan, anak mengalami peningkatan keterampilan motorik halus yang membuat anak mampu melakukan perawatan gigi secara mandiri pada usia 8 sampai 10 tahun (Potter & Perry, 2005). Anak usia 10-12 tahun adalah usia yang dianjurkan WHO untuk dilakukan penelitian kesehatan gigi karena perilaku kesehatan gigi pada usia 10-12 tahun lebih kooperatif dari pada kelompok umur yang lebih muda dan juga dianggap sudah mandiri dalam kegiatan menggosok gigi gigi (Netty E, 2004). Usia 10-12 tahun juga merupakan periode kritis dalam pemeliharaan dan peningkatan gaya hidup seseorang. Pada tahap ini terjadi peningkatan proses metabolisme yang mengakibatkan kebutuhan energi meningkat, meningkatnya kebutuhan energi menyebabkan perilaku mengkonsumsi makanan atau mengemil pada anak juga meningkat dan pola makan yang tidak teratur dibandingkan usia anak lainnya (Santrok, 2007).


(28)

Anak usia 6 - 12 tahun, periode yang kadang-kadang yang disebut sebagai masa anak-anak pertengahan atau masa laten, mempunyai tantangan baru. Kekuatan kognitif untuk memikirkan banyak faktor secara simultan memberikan kemampuan pada anak usia sekolah untuk mengevaluasi teman-temannya. Sebagai akibatnya, penghargaan diri menjadi masalah sentral. Tidak seperti bayi dan anak pra-sekolah, anak-anak usia sekolah dinilai menurut kemampuannya untuk menghasilkan hasil yang bernilai social, seperti nilai-nilai atau pekerjaan yang baik. Karenanya, Erikson mengidentifikasi masalah sentral psikososial pada masa ini sebagai masa krisis antara keaktifan dan inferioritas (Behrman, dkk. 1999).

Keseimbangan antara sifat ketergantungan dan sifat mampu berdiri sendiri dilakukan secara baik oleh seorang anak usia 7 - 11 tahun, anak usia 7 - 11 tahun akan menganggap kurang pantas bila memperlihatkan sifat bergantung pada orang tuanya. Seorang anak usia 7 - 11 tahun yang secara terang-terangan memperlihatkan sifat bergantung kepada orang tuanya, menunjukan bahwa perkembangannya tidak wajar, sebab pada umur ini anak seharusnya sudah mulai memperhatikan corak kelakuan orang tuanya. Anak wajib mengembangkan kemampuan berdiri sendiri, rasa tanggung jawab dan merasa mempunyai kewajiban. Pada usia 7 - 11 tahun yang diperlukan anak adalah disiplin guna mengatasi kesukaran yang tidak dapat di selesaikan sendiri (Latif dkk, 1985).

Kemampuan meningkatkan motorik halus pada anak dalam pertengahan masa kanak-kanak membuat mereka sangat mandiri untuk mandi, berpakaian dan merawat kebutuhan personal lain. Mereka mengembangkan keinginan personal yang kuat yang dalam prosesnya kebutuhan ini akan terpenuhi (Potter & Perry, 2005). Pada masa ini keterampilan menggunakan anggota badan, kepandaian berfikir merupakan hal yang penting (Latif dkk, 1985).


(29)

C. Perkembangan Kognitif Anak

a. Tahap Sensorimotor (usia 0-2 tahun)

Tahap paling awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi baru lahir sampai sekitar 2 tahun, tahap ini disebut tahap sensorimotor oleh Piaget (Piaget & Inhelder, 1969; Piaget, 1981). Pada tahap ini, inteligensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap lingkungan, seperti melihat, meraba, menjamah, mendengar, membau, dan lain-lain. Bayi memperoleh pengetahuan tentang dunia dari tindakan-tindakan yang mereka lakukan bayi mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensorik dengan tindakan-tindakan fisik (Santrock, 2007). Pada tahap ini anak belum dapat berbicara dengan bahasa. Anak belum mempunyai bahasa simbol untuk mengungkapkan adanya suatu benda yang tidak berada didekatnya (Suparno, 2001).

b. Tahap Praoperasi (Usia 2-7 tahun)

Menurut piaget (1981), pemikiran anak pada umur 4 sampai 7 tahun berkembang pesat secara bertahap ke arah konseptualisasi. Ia berkembang dari tahap simbolis dan prakonseptual ke permulaan operasional. Tetapi, perkembangan itu belum penuh karena anak masih mengalami operasi yang tidak lengkap dengan suatu bentuk pemikiran semi-simbolis atau penalaran intuitif yang tidak logis. Dalam hal ini seorang anak masih mengambil keputusan hanya dengan “aturan-aturan intuitif” yang masih mirip dengan tahap sensorimotor.

c. Tahap Operasi Konkret (usia 8-11 tahun)

Tahap ini dicirikan dengan pemikiran anak yang sudah berdasarkan logika tertentu dengan sifat reversibelitas dan kekekalan. Anak ini sudah dapat berfikir lebih menyeluruh dengan melihat banyak unsur dalam waktu yang sama. Pemikiran anak dalam banyak hal sudah lebih teratur dan terarah karena sudah dapat berfikir


(30)

seriasi, klasifikasi dengan lebih baik, bahkan mengambil kesimpulan secara probabilitas. Konsep akan bilangan, waktu, dan ruang sudah semakin lengkap terbentuk. Ini semua membuat anak sudah tidak lagi egosentris dalam pemikiran. Meskipun demikian, pemikiran yang logis dengan segala unsurnya diatas masih terbatas diterapkan pada benda-benda yang konkret, pemikiran itu belum diterapkan pada kalimat verbal, hipotesis, dan abstrak. Maka, anak pada tahap ini masih tetap kesulitan untuk memecahkan persoalan yang mempunyai segi dan variabel terlalu banyak. Ia juga masih belum dapat memecahkan persoalan yang abstrak. Itulah sebabnya, ilmu aljabar atau persamaan tersamar pasti akan sulit baginya (Suparno, 2001). Pemikiran operasional konkret melibatkan operasi, konservasi, klasifikasi, seriasi, dan transitivity. Pemikiran tidak seabstrak pada perkembangan berikutnya (Santrock, 2011).

D. Tahap Pertumbuhan Gigi a. Masa usia bayi (0-12 bulan)

Gigi susu mulai tumbuh sekitar usia 5 bulan. Makanan yang padat dapat diterima mulut pada usia 5-6 bulan. Mengunyah dimulai usia 6-8 bulan dan pertumbuhan gigi pertama pada bayi muncul sekitar usia 6-8 bulan (Potter & Perry, 2005).

b. Masa usia balita (1-3 tahun)

Dua puluh gigi susu telah ada, usia 2 tahun anak mulai menggosok gigi dan belajar praktik higienis dari orang tua. Pada usia 6 tahun, gigi balita mulai tanggal dan diganti gigi permanen (Potter & Perry, 2005). Anak mulai menginginkan menggosok gigi secara mandiri pada usia 2 tahun, akan tetapi anak tetap membutuhkan pengawasan orang tua. Tujuan membersihkan gigi pada masa ini adalah mengangkat


(31)

plak yaitu deposit bakteri yang melekat pada gigi yang menyebabkan karies gigi. Salah satu metode yang paling efektif untuk mengangkat plak adalah menggosok gigi dengan sikat gigi yang kecil, berbulu pendek dan halus (Wong, 2003).

c. Masa usia prasekolah (3-5 tahun)

Memasuki masa usia prasekolah, pertumbuhan gigi primer telah lengkap. Perawatan gigi pada masa ini sangat penting untuk memelihara gigi primer. Kontrol motorik halus pada masa ini sudah membaik, tetapi anak masih membutuhkan bantuan dan pengawasan orang tua dalam menggosok gigi (Potter & Perry, 2005). d. Masa usia sekolah (6-12 tahun)

Gigi susu diganti dengan gigi permanen ada pada usia 12 tahun kecuali geraham kedua dan ketiga. Karies dan ketidakteraturan gigi dalam jarak gigi adalah masalah kesehatan yang penting (Potter & Perry, 2005).

E. Kebiasaan menggosok gigi

Menurut Potter dan Perry (2005), menggosok gigi adalah membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan, bakteri, dan plak. Dalam membersihkan gigi, harus memperhatikan pelaksanaan waktu yang tepat dalam membersihkan gigi, penggunaan alat yang tepat untuk membersihkan gigi, dan cara yang tepat untuk membersihkan gigi. Oleh karena itu, kebiasaan menggosok gigi merupakan tingkah laku manusia dalam membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan yang dilakukan secara terus menerus.

Menggosok gigi dengan teliti setidaknya empat kali sehari (setelah makan dan sebelum tidur) adalah dasar program hygiene mulut yang efektif (Potter & Perry, 2005). Kebiasaan merawat gigi dengan menggosok gigi minimal dua kali sehari pada waktu yang tepat pada pagi hari setelah sarapan pagi dan malam hari senelum tidur serta perilaku makan-makanan yang lengket dan manis dapat mempengaruhi terjadinya karies gigi (Kidd, 1992).


(32)

Menggosok gigi yang baik yaitu dengan gerakan yang pendek dan lembut serta dengan tekanan yang ringan, pusatkan pada daerah yang terdapat plak, yaitu di tepi gusi (perbatasan gigi dan gusi), permukaan kunyah gigi dimana terdapat fissure atau celah-celah yang sangat kecil dan sikat gigi yang paling belakang (Rahmadhan, 2010). Menggosok gigi harus memiliki pegangan yang lurus, dan memiliki bulu yang cukup kecil untuk menjangkau semua bagian mulut. Menggosok gigi harus diganti setiap 3 bulan. Cara menggosok gigi yang baik adalah membersihkan seluruh bagian gigi, gerakan vertical, dan bergerak lembut (Wong 2003). Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa seluruh permukaan gigi dalam, luar dan pengunyah harus disikat dengan teliti dan menggosok gigi dengan sekuat tenaga tidak dianjurkan karena dapat merusak email dan gusi dan akan menyebabkan perkembangan lubang karena vibrasi.

Membersihkan mulut merupakan hal yang penting sebagai suatu cara untuk menghindari terjadinya karies gigi, yaitu menggosok gigi secara baik dan benar serta teratur, setelah mengonsumsi makanan, terutama makanan yang terbuat dari karbohidrat yang telah diolah, yang sifatnya melekat erat pada permukaan gigi. Ketika menggosok gigi, sangat penting menyikat semua permukaan gigi, yang mana akan memakan waktu kurang lebih 2-3 menit.

1. Pembersihan Sendiri Gigi-Geligi

Sering dinyatakan bahwa mengunyah makanan yang berserat seperti buah-buahan, wortel sayuran dan sebagainya dan mengunyah permen karet mengakibatkan pembersihan sendiri gigi geligi. Dikatakan bahwa terjadinya pembersihan sendiri lewat ludah, pipi, lidah dan bibir. Tetapi ini semua tidak cukup. Oleh karena itu mengunyah apel atau permen karet bebas sakaros tidak menggantikan menggosok gigi (Houwink, 1993).


(33)

2. Cara/Metode menyikat gigi

Banyak teknik atau metode menggosok gigi yang bisa digunakan, akan tetapi untuk mendapatkan hasil yang baik maka diperlukan teknik menyikat gigi, teknik menggosok gigi tidak hanya satu teknik saja melainkan harus kombinasikan dengan sesuai dengan urutan gigi agar saat menggosok gigi semua bagian permukaan gigi dapat dibersihkan dan tidak merusak lapisan gigi (Houwink, 1993). Penelitian ini sesuai dengan penelitian Ihsan (1999) yang berjudul faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan status karies gigi pada anak usia sekolah dasar kelas 6 di kecamatan Idi Rayuek Kabupaten Aceh Timur tahun 1999 dengan uju statistik (0,033) terdapat hubungan yang bermakna antara cara menggosok gigi yang benar dengan karies gigi.

Berbagai metode menggosok gigi yang dikenal kedokteran gigi, dibedakan berdasarkan gerakan yang dibuat sikat. Pada prinsipnya terdapat enam pola dasar :

1. Metode Vertikal

Sikat gigi diletakkan dengan bulunya tegak lurus pada permukaan bukal untuk permukaan lingual dan palatina sikat gigi dipegang severtikal mungkin. Metode ini ditulis oleh Hirschfeld (1945), pada umumnya metode ini tidak dianjurkan, karena hasilnya kurang baik (Houwink, 1993).

2. Metode Horizontal

Pada metode ini bagian depan dan belakang gigi digosok dengan sikat yang digerakan maju-mundur/kedepan dan kebelakang, dengan bulu-bulunya tegak lurus pada permukaan yang dibersihkan. metode ini juga disebut metode menggosok (Houwink, 1993).

3. Metode Berputar

Metode berputar merupakan varian (bentuk yang dirubah) metode vertical. Disini dengan bulu-bulunya ke arah apical ditempatkan setinggi mungkin pada gingival,


(34)

kemudian dengan gerakan berputar tangkai singkat. Disarankan untuk membersihkan tiap daerah dengan gerakan horizontal (Houwink, 1993).

4. Metode Vibrasi/Bergetar

Pada metode Charters bulu-bulu sikat diletakkan pada sudut 450 terhadap poros

elemen-elemen dan agak tegak pada ruang aproksimal. Kemudian dibuat tiga sampai empat gerakan bergetar dengan sikat. Kemudian sikan diangkat dari permukaan gigi untuk mengulangi tiga sampai empat kali gerakan yang sama bagi tiap daerah yang dapat dicapai oleh ujung sikat. Metode bergetar dimaksudkan untuk orang dewasa dan terutama ditujukan pada pembersihan gusi selama ini dimungkinkan dengan sikat gigi (Houwink, 1993).

5. Metode Sirkular

Disini dengan gerakan memutar permukaan elemen-elemen dibersihkan. Pada metode Fones (1934) lengkungan gigi-geligi dalam oklusi dan permukaan bukal dibersihkan dengan melekat sikat tegak lurus dan membuat gerakan memutar. Gerakannya juga meluas sampai ke gusi. Dan permukaan lingual dibersihkan dengan gerakan sirkular kecil dan permukaan oklusal dengan gerakan menggosok. Metode ini hampir tidak diterapkan lagi dan tidak dikenal penelitian tentang evaluasinya (Houwink, 1993).

6. Metode Fisiologis

Metode ini diintroduksi oleh Smith (1940) dan beranjak dari pendirian bahwa gerakannya pada waktu menyikat harus mempunyai arah yang sama seperti arah makanan. Dengan sikat lunak elemen-elemen dibersihkan dengan gerakan menyapu dari mahkota ke gusi. Disamping itu pada daerah molar dianjurkan beberapa gerakan horizontal untuk membersihkan ulkus. Mengenai efektivitas cara ini tidak banyak dikenal. Mengenai hal ini harus diperhatikan dengan benar pada waktu melakukan evaluasi tanpa memperdulikan metode yang dipakai (Houwink, 1993).


(35)

3. Frekuensi dan Waktu Menyikat gigi

Frekuensi membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi baik buruknya kebersihan gigi dan mulut, dimana akan mempengaruhi juga angka karies dan penyakit penyangga gigi. Frekuensi menggosok gigi juga mempengaruhi kebersihan gigi mulut anak-anak. Ini dikuatkan dengan penelitian Silvia dkk, 2005 bahwa sekitar 46,9% anak yang menggosok gigi kurang dari 2 kali sehari memiliki tingkat kebersihan gigi dan mulut yang kurang. Pengalaman mendapatkan pendidikan kesehatan juga mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut hal ini ditunjukan dalam penelitian Riyanti (2005) bahwa dilakukan 4 kali pendidikan kesehatan lalu diukur tingkat kebersihan gigi mulutnya disetiap pertemuan.

Kesehatan mulut tidak dapat lepas dari etiologi, dengan plak sebagai faktor bersama pada terjadinya karies dan periodonsium. Penting disadari bahwa plak pada dasarnya dibentuk terus menerus. Dengan susah payah gigi-geligi dan gusi dibersihkan dari plak dan waktu setengah jam bakteri berkolonisasi diatasnya. Oleh karena itu sama sekali bebas plak secara maksimal hanyalah dalam waktu sangat pendek (Houwink, 1993).

F. Karies Gigi

Plak merupakan momok bagi mulut dan tidak terlihat oleh mata. Plak ini akan bergabung dengan air ludah yang mengandung kalsium, membentuk endapan garam mineral yang keras. Plak muncul sebagai substansi yang lembut dan liat/lengket yang melekat pada gigi hampir seperti selai melekat di sendok. Pertumbuhan plak dipercepat dengan meningkatnya jumlah bakteri dalam mulut dan terakumulasinya bakteri dan sisa makanan. Jika tidak dibersihkan, maka plak akan membentuk mineral yang disebut dengan karang gigi yang meningkatkan resiko karies gigi (Muttaqin dkk, 2010).


(36)

Karies gigi merupakan proses multifactor, yang terjadi melalui interaksi antara gigi dan saliva sebagai host, bakteri normal di dalam mulut, serta makanan terutama karbohidrat yang mudah difermentasikan menjadi asam melalui proses glikolisis. Bakteri yang berperan dalam glikolisis adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus acidophilus, sedangkan asam organic yang terbentuk antara lain asam piruvat dan asam laktat yang dapat menurunkan pH saliva, pH plak dan pH cairan sekitar gigi sehingga terjadi demineralisasi gigi (Kidd & Bechal, 1992).

Streptococcus mutans adalah organisme yang paling sering diisolasi dari lesi karies manusia. Bila kavitasi terjadi, laktobasili menjadi organisme yang menonjol (Alpers, 2006). Mineralisasi plak (pengerasan struktur plak karena pembentukan kristal kalsium, dan mineral-mineral lain dari saliva yang terkumpul dalam plak) terjadi setelah 24 jam, dan menjadi sepenuhnya mengeras dan berubah menjadi karang gigi (calculus) antara 12-20 hari. Setelah itu, plak baru akan terbentuk diatas kalkulus yang telah ada dan membentuk lapisan kalkulus yang baru. Oleh karena itu, kalkulus biasanya ditemukan berlapis-lapis (Muttaqin dkk, 2010).

Karies gigi merupakan penyakit multifaktorial dengan 4 faktor utama yang saling mempengaruhi yaitu hospes (saliva dan gigi), mikroorganisme, substrat atau diet, sebagai faktor tambahan yaitu waktu. Faktor sekunder lain yang penting adalah praktik hygiene oral, aliran saliva (Alpers, 2006). Karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi. Penyakit ini menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus berbahaya, dan bahkan kematian (Muttaqin dkk, 2010).

Karies gigi merupakan sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi, penyakit ini menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak ditangani, penyakit ini akan menyababkan nyeri, gangguan tidur, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus


(37)

berbahaya, dan bahkan kematian. Penyebab penyakit tersebut karna konsumsi makanan yang manis dan lengket, malas atau salah dalam menyikat gigi, kurangnya perhatian kesehatan gigi dan mulut atau bahkan tidak pernah sama sekali memeriksa kesehatan gigi (Listiono, 2012).

Menekankan pentingnya memasukkan aspek kualitas hidup dalam menilai hasil-hasil program pelayanan kesehatan gigi dan mulut, penelitian yang dilakukan oleh Situmorang yang melakukan penelitian tentang dampak karies gigi dan penyakit periodontal yaitu keterbatasan fungsi, rasa sakit, dan ketidaknyamanan psikis. Buruknya gambaran perilaku kesehatan gigi penduduk dapat dilihat dari tingginya presentasi penduduk yang meyakini semua orang akan mengalami karies gigi (79,16 %), karies gigi sembuh tanpa perawatan dokter (24,44%), perawatan gigi menimbulkan rasa sakit (31,94), demikian juga dalam hal kebiasaan menyikat gigi presentase penduduk yang menyikat gigi pada waktu yang tepat yaitu sesudah makan sangat rendah (27,50%) (Situmorang, 2005).

G. Etiologi Karies

Mulut kita penuh akan bakteri yang terdapat pada gigi dalam bentuk plak, yang berasal dari saliva, maupun berasal dari sisa-sisa makanan. Disini, bakteri-bakteri tersebut memakan sisa-sisa makanan tang tertinggal pada gigi, kemudian bakteri tersebut menghasilkan atau memproduksi asam. Asam yang dihasilkan oleh bakteri inilah yang memakan lapisan email gigi sehingga terbentuk suatu kavitas. Normalnya, ketika asam menggerogoti email, tidak terasa sakit. Tetapi karena tidak dirawat, asam yang menimbulkan kavitas tersebut menembus ke lapisan dentin dan sampai ke rongga pulpa dari gigi, sehingga dapat menimbulkan rasa sakit. Kavitas


(38)

yang tidak dirawat, lambat dapat menghancurkan lapisan dentin dan pulpa serta dapat mematikan syaraf dari gigi tersebut.

H. Pencegahan karies

Pencegahan karies didasarkan pada upaya penambahan resistensi gigi, mengurangi jumlah organisme dalam mulut, mengubah diet dan kebiasaan makan. Resistensi gigi dapat ditingkatkan dengan menggunakan optimal flourida dan menutup oklusi. Mengurangi jumlah mikroorganisme dicapai dengan pembuangan menyeluruh plak setiap hari dengan menyikat dan membilas. Menggosok gigi harus mulai sesegera mungkin pada gigi pertama erupsi. Benang sutera (floss) gigi digunakan untuk membersihkan daerah tempat gigi berkontak langsung dan tidak dapat disikat. Penyikatan dapat dipermudah dengan menggunakan pegangan (Houwink, 1993).

Perlindungan terhadap gigi dapat dilakukan dengan cara, yaitu silen dan penggunaan flour dan klorheksidin (Angela, 2005).

a. Klorheksidin

Klorheksidin merupakan antimikroba yang digunakan sebagai obat kumur, pasta gigi, permen karet.

b. Silen

Silen harus ditempatkan secara selektif pada pasien yang beresiko karies tinggi prioritas diberikan pada molar pertama permanen di antara usia 6-8 tahun, molar kedua permanen di antara usia 11-12 tahun. Bahan silen yang digunakan dapat berupa resin. Silen resin digunakan pada gigi yang telah erupsi sempurna.

c. Penggunaan flour

Flour telah digunakan secara luas untuk mencegah karies. Penggunaan flour dapat dilakukan dengan flourida air minum, pasta gigi dan obat kumur yang mengandung flour, pemberian tablet flour. Flour air minum merupakan cara yang paling efektif


(39)

untuk menurunkan masalah karies pada anak secara umum. Penyikatan gigi dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung flour terbukti dapat menurunkan karies. Obat kumur yang mengandung flour dapat menurunkan karies sebanyak 20-5-% (angela, 2005).

Menggunakan pasta gigi yang berflourida bisa menguatkan gigi dengan cara memasuki struktur gigi dan mengganti mineral-mineral yang hilang akibat pengaruh asam, proses ini disebut remineralisasi. Potter dan Perry (2005) mengungkapkan bahwa pemberian flour dalam air minum telah memainkan peran besar dalam mencegah karies gigi. Namun, semakin banyak menelan flourida akan mengakibatkan perubahan warna pada email gigi.

Pasta gigi pada umumnya berwarna putih. Sebagai bahan pemolis biasanya digunakan kalsium fosfat, kalsium karbonat atau alumunium hidroksida, maksudnya adalah agar dapat menghilangkan lebih baik endapan berwarna pada gigi. Juga bahan pengaktif permukaan dimaksudkan untuk meningkatkan pembersihan. Pasta gigi digunakan dalam menggosok gigi karena berbagai alasan, pertama menyenangkan menyikat gigi karena rasanya dan dengan demikian menaikkan kebersihan mulut (Houwink, 1993).

d. Diet makanan

Untuk mencegah kerusakan gigi, seseorang harus mengubah kebiasaan makan, mengurangi asupan karbohidrat, terutama kudapan manis diantara waktu makan. Makanan manis atau yang mengandung tepung akan menempel pada permukaan gigi. Setelah memakan yang manis, seseorang harus menggosok gigi dalam waktu 30 menit untuk mengurangi aksi plak. Makanan buah yang menganduk asam (mis. Apel dan makanan berserat seperti sayuran segar) juga mengurangi plak (Potter & Perry, 2005).


(40)

Kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula di anatara jam makan pada saat makan berhubungan dengan peningkatan karies yang besar. Faktor makanan yang dihubungkan dengan terjadinya karies adalah jumlah fermentasi, konsumsi dan bentuk fisik (bentuk cair, tepung) dari karbohidrat yang dikonsumsi, retensi dimulut, frekuensi makan dan snacks serta lamanya interval waktu makan. Anak yang beresiko karies tinggi sering mengkonsumsi makanan minuman manis di antara makan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Suyuti, terdapat 50 % yang suka makanan manis dan lengket (Suyuti, 2010).

Tindakan pencegahan karies tinggi lebih menekankan pada pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula yang tinggi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara nasehat diet dan bahan pengganti gula. Nasehat yang dianjurkan adalah memakan makanan yang cukup jumlah protein dan fosfat yang dapat menambah sifat basa dari saliva, memperbanyak makan sayuran dan buah-buahan yang berserat dan berair yang akan bersifat membersihkan dan merangsang sekresi saliva, menghindari makanan yang manis dan lengket serta membatasi jumlah makanan menjadi tiga kali sehari serta menekan keinginan untuk makan di antara jam makan.

Xylitol dan sorbitol merupakan bahan pengganti gula yang sering digunakan, berasal dari bahan alami serta mempunyai kalori yang sama dengan glukosa dan sukrosa. Xylitol dan sorbitol dapat dijumpai dalam bentuk tablet, permen karet, minuman ringan, farmasi dan lain-lain. Xylitol dan sorbitol mempunyai efek menstimulasi daya alir saliva dan menurunkan kolonisasi dari S. Mutans (Angela, 2005).


(41)

I. Faktor-Faktor Penyebab Karies gigi

Menurut Alpers, (2006) karies gigi merupakan multifaktor dengan 4 faktor utama yang saling mempengaruhi yaitu hospes (saliva dan gigi), mikroorganisme, substrat atau diet, sebagai faktor tambahan yaitu waktu.

F.1. Faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya karies gigi, antara lain :

a. Host (saliva)

Air liur yang sedikit mempermudah terjadinya karies karena fungsi saliva bukan saja sebagai pelumas yang membantu proses mengunyah makanan tetapi juga untuk melindungi gigi terhadap proses demineralisasi. Saliva ini berguna sebagai pembersih mulut dari sisa-sisa makanan termasuk karbohidrat yang mudah difermentasi oleh mikroorganisme mulut. Saliva juga bermanfaat untuk membersihkan asam-asam yang terbentuk akibat proses glikolisis karbohidrat oleh mikroorganisme (Kidd & Bechal, 1992)

b. Substrat (sukrosa)

Sukrosa adalah jenis karbohidrat yang merupakan media untuk pertumbuhan bakteri dan dapat meningkatkan koloni bakteri Streptococci mutans. Kandungan sukrosa dalam makanan seperti permen, coklat, makanan dengan manis merupakan faktor pertumbuhan bakteri yang pada akhirnya akan meningkatkan proses terjadinya karies gigi (Kidd & Bechal, 1992).

c. Mikroorganisme

Type dari mikroorganisme yang berkoloni pada plak gigi. Dalam hal ini bakteri yang paling penting dan kariogenik adalah streptococcus mutans dan laktobacillus acidophilus (Fitrohpiyah, 2009). Bakteri memetabolisir sukrosa sehingga menghasilkan asam laktat yang akan menurunkan pH, jika pH turun


(42)

dibawah 5,5 akan menyebabkan demineralisasi enamel yang akan berlanjut akan menghasilkan karies (Kidd & Bechal, 1992).

d. Waktu

Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies memberikan tanda bahwa proses karies terdiri dari periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti, oleh sebab itu saliva ada dalam lingkungan gigi maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan demikian dapat dilihat ada kesempatan untuk menghentikan terjadinya karies gigi (Kidd & Bechal, 1992).

F.2. Faktor luar sebagai faktor predisposisi dan penghambat yang berhubungan secara tidak langsung dengan proses terjadinya karies, antara lain :

a. jenis kelamin

jenis kelamin memperlihatkan terdapat perbedaan persentase karies pada jenis laki-laki sebesar 22,5% lebih rendah dibandingkan dengan perempuan sebesar 24,5% (Depkes, 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sekar dkk tahun 2012 keterampilan menggosok gigi pada anak perempuan lebih baik dari pada anak laki-laki.

b. Usia

Usia sekolah adalah usia 6-12 tahun yng sering disebut sebagai masa-masa yang rawan, karena pada masa-masa ini gigi susu mulai tanggal satu persatu dan gigi permanen pertama mulai tumbuh (Potter & Perry, 2005). Usia mempengaruhi perilaku seseorang sehingga mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia maka akan bertambah pula daya tangkap dan pola pikirnya (Sekar dkk, 2012).


(43)

c. Pengetahuan Anak

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahun yang tercakup dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan diantaranya yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Notoatmodjo, 2003).

Menurut penelitian Fitrohpiyah (2009), melakukan penelitian yang berjudul “ faktor-faktor yang berhubungan dengan karies gigi pada anak usia sekolah di sekolah dasar negeri kampung sawah III kota tangerang selatan tahun 2009” hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 89 anak yang mempunyai pengetahuan yang cukup baik tentang karies gigi sebanyak 68 (76,4%) anak yang memiliki karies gigi, sedangkan dari 2 anak yang mempunyai pengetahuan yang cukup baik tentang karies gigi sebanyak 1 (50,0%) anak yang memiliki karies gigi, dan dari 5 anak dengan pengetahuan yang kurang baik tentang karies gigi sebanyak 4 (80,0%) anak memiliki karies gigi. Kesimpulan anak yang memiliki pengetahuan baik tentang karies gigi cenderung memiliki karies gigi.

d. Kebiasaan menggosok gigi

Menurut Potter & Perry (2005), menggosok gigi adalah membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan, bakteri, dan plak. Dan tujuan menggosok gigi adalah membuang plak serta menjaga kesehatan gigi dan mulut. Menyggosok gigi yang baik yaitu dengan gerakan yang pendek dan lembut serta dengan tekanan yang ringan, pusatkan pada daerah yang terdapat plak yaitu ditepi gusi (Rahmadhan, 2010).


(44)

J. Penelitian terkait

Penelitian tesis yang dilakukan oleh Warni (2009), melakukan penelitian yang berjudul “ Hubungan perilaku murid SD kelas V dan VI pada kesehatan gigi dan mulut terhadap status karies gigi di wilayah kecamatan delitua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009”. Penelitian yang dilakukan meliputi status karies gigi, pengetahuan kesehatan gigi, kegunaan gigi, penyebab gigi berlubang, gigi berlubang dapat dicegah, waktu menggosok gigi, menggosok gigi yang baik dan benar, bahan pasta gigi, tindakan gigi berlubang, menyikat gigi selesai makan, menyikat gigi sebelum tidur malam, menggosok gigi sesudah memakan makanan manis, pemeriksaan gigi secara rutin, gigi berlubang karena malas menyikat gigi, mencegah gigi berlubang dengan menyikat gigi dengan teratur dan benar, menyikat gigi yang baik dan benar pada semua permukaan gigi, gigi sakit dan berlubang harus ditambal, gigi sehat lebih baik dipertahankan dari pada dicabut, berobat gigi lebih baik ke dokter gigi/puskesmas daripada ke dukun, jajanan manis dan melekat, frekuensi makan makanan jajanan dalam sehari, sumber informasi dengan status karies gigi, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua.

Hasil penelitian ini menunjukan sudah cukup baik dengan hasil status karies gigi rendah sebanyak 71 orang (74,0%). Kemudian setelah dilakukan analisis bivariat dengan α=0,05 diperoleh yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan sumber informasi dengan status karies gigi. Tindakan merupakan hasil analisa yang dapat berhubungan dengan status karies gigi.

Fitrohpiyah (2009), melakukan penelitian yang berjudul “ faktor-faktor yang berhubungan dengan karies gigi pada anak usia sekolah di SDN Kampong Sawah III Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2009” berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adalah anak-anak yang menjadi responden umumnya memiliki karies


(45)

gigi, dimana sebanyak (76%) memiliki karies gigi, dan sebanyak (24%) tidak memiliki karies gigi. Anak yang memiliki kebiasaan menggosok gigi yang baik cenderung lebih banyak yaitu sebanyak (86,5%), anak yang memiliki cara menggosok gigi baik cenderung lebih banyak yaitu sebanyak (82,3%).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setiyawan (2012) yang berjudul kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur dengan karies gigi, bahwa terdapat siswa yang mengalami karies gigi yaitu sebesar 50,8%. Sedangkan yang tidak mengalami karies gigi ya itu sebesar 49,2%.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2011) mengenai hubungan antara kebiasaan menggosok gigi dengan kejadian karies gigi pada siswa SD Negeri 04 Pasa Gadang di Wilayah Kerja Puskesmas Pemancungan Padang Selatan tahun 2012 maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden (64,9%) memiliki kebiasaan menggosok gigi dalam kategori tidak baik, dan sebagian besar responden (63,6%) menderita karies gigi. Dalam penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggosok gigi dengan kejadian karies gigi dengan p value 0,010 (<0,05).

K. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian teori tentang kebiasaan menggosok gigi yang berhubungan dengan karies gigi menyebutkan bahwa karies gigi disebabkan oleh multifaktor dimana terjadi interaksi dari tiga faktor utama yaitu host, mikroorganisme, substrat, dan faktor tambahan waktu.


(46)

Sumber : Potter & Perry, 2005; Wong 2003; Latif dkk, 1985. Tumbuh

kembang anak

Pertumbuhan dan perkembangan

gigi

Kebiasaan menggosok gigi

- Frekuensi - Cara - Waktu


(47)

31

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka konsep

Berdasarkan kerangka teori maka dibuat kerangka konsep dimana pada penelitian ini karies gigi merupakan variable dependent sedangkan kebiasaan menggosok gigi merupakan variable independent.

Bagan 3.2 : Hubungan menggosok gigi dengan karies gigi

Keterangan : Diteliti

3.2HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan kerangka konsep maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian yaitu “Ada hubungan antara kebiasaan menggosok gigi dengan karies gigi pada anak kelas 4 – 6 di SD 6 Ciputat kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2013”

Kebiasaan menggosok gigi - Frekuensi menggosok

gigi

- Cara menggosok gigi - Waktu menggosok gigi


(48)

A. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1. Kebiasaan

menggosok gigi

Merupakan tingkah

laku dalam

membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan yang dilakukan terus menerus. Menggosok gigi minimal 3 kali sehari pada pagi hari dan sebelum tidur merupakan program hygiene mulut yang efektif. Cara menggosok gigi yang

baik adalah

membersihkan

seluruh bagian gigi, gerakan vertical, dan gerakan lembut.

Wawancara kuesioner 0.kurang baik, jika jumlah skor ≤ nilai median (38,00) 1.Baik, jika jumlah skor > nilai median (38,00).

Ordinal

2. Karies gigi Karies gigi di tandai dengan adanya lubang pada jaringan karies gigi, dapat berwarna coklat atau hitam. Pemeriksaan Fisik Lembar Observasi 0.karies gigi 1.tidak karies gigi Ordinal


(49)

33

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Desain penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang akan digunakan dalam melakukan prosedur penelitian. Jenis penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian analitik dan desain cross sectional (potong lintang), yakni melakukan penelitian pada waktu yang bersamaan untuk menghubungkan antara variabel independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat) yang diteliti terhadap sampel dalam populasi yang ditentukan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah kebiasaan menggosok gigi dan variabel dependent dalam penelitian ini adalah karies gigi.Tujuannya untuk mengetahui hubungan kebiasaan menggosok gigi terhadap karies gigi.Variabel dalam penelitian ini adalah bivariat yaitu kebiasaan menggosok gigi terhadap karies gigi.

B. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November tahun 2013 C. Lokasi Penelitian

tempat penelitian di SDN Ciputat 6 karena berdasarkan studi pendahuluan di SDN 6 terdapat anak usia sekolah yang memiliki karies yang cukup tinggi sebesar 55%.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2008). Populasi dalam


(50)

penelitian ini adalah SDN Ciputat 6 kota Tangerang usia sekolah baik laki-laki maupun perempuan. Jumlah seluruhnya adalah 556 siswa.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi, atau sampel didefinisikan sebagai bagian dari populasi yang diambil untuk diketahui karakteristiknya (Hidayat, 2007). Adapun rumus yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah rumus estimasi :

n = N. Z21-a/2 . P(1-P) (N-1) . d2 + Z21-a/2 . P(1-P)

Keterangan :

n = besar sampel minimum

Z21-a/2 = nilai distribusi normal baku ( tabel Z) pada α tertentu P = harga proporsi di populasi

d = kesalahan (absolut) yang dapat di toleransi N = besar populasi

n = N. Z21-a/2 . P(1-P)

(N-1) . d2 + Z21-a/2 . P(1-P) n = 964 . 0,9750 . 0,72 (1-0,72)

(964-1) . (0,05)2 + 0,9750 . 0,72 (1-0,72) n = 939,9 . 0,2016

963 . 0,0025 + 0,19656 n = 194,1408


(51)

2,4075 + 0,19656 n = 194,1408

2,60406 n = 74,55 = 74 anak

Untuk menghindari terjadinya sampel yang drop out dan sebagai cadangan maka peneliti menambahkan 10% dari jumlah sampel minimal.

n2 = n1 + 10% . n1 = 74 + 7,4 = 81

Jadi jumlah sampel keseluruhan yang diambil untuk keperluan penelitian ini yaitu 81 responden. Pengambilan sampel menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sampel. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu:

1. Siswa kelas 4-6 SDN yang bersekolah di SDN Ciputat 6 Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

2. Siswa kelas 4-6 yang bersedia menjadi responden.

3. Siswa kelas 4-6 yang tidak menggunakan aksesoris atau alat bantu (kawat gigi dan gigi palsu).

E. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan proportionate random sampling yaitu membagi sampel yang diambil berdasarkan proporsi jumlah siswa perkelas yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Dengan menggunakan teknik


(52)

proportional random sampling di dapatkan jumlah sampel sebanyak 81 anak di SDN Ciputat 6. Adapun besar atau jumlah pembagian sampel untuk masing-masing kelas dengan menggunakan rumus Sugiyono (2007) :

n = jumlah sampel yang diinginkan setiap strata

N = jumlah seluruh populasi anak kelas 1-6 SDN 6 Ciputat N1 = sampel

x = jumlah populasi pada setiap strata.

Tabel 4.2

Proporsi Jumlah Sampel Penelitian kelas Jumlah Populasi Jumlah Sampel

4 165 24

5 173 25

6 218 32

Jumlah 556 81

F. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitian (Nursalam, 2011). Pengumpulan data dilakukan secara langsung memberikan kuesioner yang berisi pertanyaan untuk mendapatkan data mengenai Hubungan kebiasaan menggosok gigi dengan timbulnya karies gigi pada anak usia sekolah di SDN Ciputat 6 Tengerang Selatan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner atau angket. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden (Arikunto, 2006). Penelitian menggunakan


(53)

lembar kuesioner yang disusun secara struktur berdasarkan teori dan berisikan pertanyaan yang harus dijawab responden. Instrumen ini terdiri dari 3 bagian yaitu: a. Bagian (A) berisi variabel nama, umur, jenis kelamin. Dengan mengisi pada kolom

atau lembar yang tersedia.

b. Bagian (B) kuesioner untuk kebiasaan menggosok gigi berisi 11 pertanyaan tertutup dengan menggunakan skala Likert.

c. Bagian (C) lembar observasi karies gigi 2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Setelah instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner A, B dan C sebagai alat ukur penelitian selesai disusun untuk mengukur tentang kebiasaan menggosok gigi kemudian dilakukan uji validitas dan reabilitas.

Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data (Nursalam, 2009). Uji validitas dapat menggunakan rumus Pearson Product Moment, setelah itu diuji dengan menggunakan uji t dan lalu baru dilihat penafsiran dari indeks korelasinya (Hidayat, 2007).

Rumus Pearson Product Moment : rxy = N (∑xy) –(∑x∑y)

[ N∑x2 - (∑x)2 ][ N∑y2–(∑y)2] Keterangan :

r = koefisien korelasi setiap item dengan skor total x = skor pertanyaan

y = skor total N = jumlah subjek


(54)

Hasil perhitungan tiap-tiap item dibandingkan dengan tabel nilai product moment. Apabila hasil uji dari tiap item pertanyaan ternyata signifikan (p value > 5%) atau r hitung lebih besar dari r tabel, maka item pertanyaan tersebut valid dan dapat digunakan. Namun apabila tidak signifikan (p value < 5%) atau r hitung lebih kecil dari r tabel, maka item pertanyaan tersebut tidak valid.

Sebelum penelitian ini digunakan untuk mengukur variabel, terlebih dahulu dilakukan uji instrumen. Uji ini bertujuan untuk mengetaahui validitas dan reliabilitas instrumen agar dapat diperoleh data yang diperoleh akurat. Uji instrumen ini akan dilakukan kepada 30 responden ditempat yang memiliki karakteristik populasi yang sama dengan subjek penelitian yaitu SDN 02 Bendungan Hilir pada tanggal 25 November 2013. Hasil uji kuesioner memperlihatkan bahwa ada beberapa pertanyaan dengan nilai r hasil kurang dari r tabel (r 0,346). Pertanyaan dengan r hasil kurang dari r tabel dikeluarkan dari kuesioner, karena di anggap tidak valid. Beberapa yang tidak valid namun dianggap penting, tetap dimasukkan dalam kuesioner setelah diperbaiki redaksi. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2002).

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2009). Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus alpha Cronbach, instrument dikatakan reliabel bila nilai alpha mendekati angka 1.


(55)

G.Tahapan Pengambilan Data

Pengumpulan data dilakukan sesuai dengan tahapan, yaitu :

1. Peneliti melakukan penelitian dengan mendatangi SDN Ciputat 6 dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian dengan meminta persetujuan kepada responden apakah berkenan mengisi kuesioner.

2. Peneliti mulai membagikan kuesioner kepada responden yang bersedia diteliti dan memberikan penjelasan tentang cara pengisian.

3. Pada saat pengisian kuesioner berlangsung peneliti mendampingi dan memberikan penjelasan jika responden tidak memahami tentang pertanyaan yang diajukan.

4. Responden yang tidak dapat mengisi kuesiner akan dibantu oleh peneliti dalam pengisian kuesioner.

5. Mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh sampel dan meneliti kembali apakah seluruh pertanyaan yang disediakan sudah diisi oleh sampel penelitian.

6. Persetujuan dalam penelitian ini dinyatakan dalam bentuk pengisian seluruh pertanyaan yang disediakan dalam kuesioner penelitian dan penandatanganan lembar penelitian (informed consent).

7. Kuesioner yang telah diisi lengkap kemudian dilakukan pengolahan dan analisa data. H.Teknik Analisis Data

Analisia yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Pengolahan Data

a. Editing

Editing adalah proses pengecekan kembali lembar observasi yang telah diisi, pengecekan yang dilakukan meliputi kelengkapan, kejelasan, relevansi serta konsistensi jawaban responden. Editing dilakukan di tempat pengumpulan data,


(56)

sehingga apabila terdapat ketidaksesuaian atau kekurangan pada pengisian data dapat dilengkapi dengan segera.

b. Coding

Coding merupakan suatu metode untuk mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.

c. Processing/Entry

Setelah semua kuesioner terisi penuh dan sudah dilakukan pengkodean, maka langkah pengolahan selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner ke program komputer.

d. Cleaning data

Cleaning data merupakan proses pengecekan kembali data-data yang telah dimasukkan untuk melihat ada tidaknya kesalahan, terutama kesesuaian pengkodean yang dilakukan. Kesalahan mungkin terjadi pada saat meng-entry data ke komputer. 2. Analisa Data

a. Analisis univariat

Analisa ini digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel, baik variabel bebas (kebiasaan menggosok gigi) dan variabel terikat (karies gigi) dalam bentuk distribusi dan prosentase.

b. Analisis bivariat

Analisa ini digunakan untuk mendapatkan hubungan bebas (kebiasaan menggosok gigi) dan variabel terikat (karies gigi). Dalam analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji statistik dengan uji Chi Square dengan derajat kepercayaan 95%. Uji Chi-Square yaitu membandingkan frekuensi yang terjadi (observasi) dengan


(57)

frekuensi harapan (ekspektasi) untuk melihat kemaknaan perhitungan sistem dengan membandingkan p value < α (0.05) maka ada hubungan yang bermakna antara

variabel dependen dan independen. Sebaliknya jika p value > α (0.05) maka tidak

ada hubungan yang bermakna antara variabel dependen dan independen. I. Alat pengumpulan data

Alat ukur yang digunakan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner dan lembar observasi karies gigi, dimana responden mengisi kuesioner sendiri atau dibantu. Kuesioner ini dilakukan dengan cara membagikan daftar pertanyaan berupa formulir yang ditujukan secara tertulis kepada objek untuk mendapatkan jawaban. (Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan pertanyaan diatas alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Instrumen ini terdiri dari 3 bagian yaitu bagian A berisi data responden yaitu mencangkup nama, umur dan jenis kelamin responden. Bagian B berisi kuesioner tentang kebiasaan menggosok gigi yang berisi 11 pertanyaan positif dan pertanyaan tertutup, dengan menggunakan skala Likert yang terdiri dari lima kategori yaitu : S (sering) : menggosok gigi 7-5 hari dalam 1 minggu, KK (kadang-kadang) : 4-3 hari dalam 1 minggu, J (jarang) : 2-1 hari dalam 1 minggu, TD (tidak pernah) : responden tidak menggosok gigi sama sekali. responden diminta untuk membubuhkan tanda check list (√ ) pada kolom tersebut yang berisi 11 item. Pada penelitian ini, hasil ukur yang digunakan adalah nilai median karena data yang didapatkan tidak berdistribusi normal maka peneliti memakai nilai median (38,00). J. Etika penelitan

Masalah Etika Penelitian

a) Informed consent (lembar persetujuan)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent


(58)

tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien (Hidayat, 2007).

b) Anonimity (tanpa nama)

Anonimity merupakan masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2007).

c) Confidentiality (kerahasiaan)

Confidentiality merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua infomasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2007).


(59)

43

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SD Negeri Ciputat 6 mulai didirikan pada tahun 1983 dan mulai dipakai tahun 1983. Sekolah yang berada di Jl.KH. Dewantoro No 6 Ciputat ini memiliki jumlah siswa pada tahun 2006/2007 1053 siswa, 2007/2008 1112 siswa, 2008/2009 1171 siswa, dan 2009/2010 1194 siswa. Dan pada tahun 2013 sekolah ini memiliki jumlah keseluruhan sebanyak 556 siswa.

B. Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat ini meliputi karakteristik responden, aspek perilaku (umur, jenis kelamin, kebiasaan menggosok gigi, dan cara menggosok gigi).

1. Umur

Berdasarkan tabel 5.1 umur anak pada penelitian ini antara 9-12 tahun. Hasil analisis univariat terhadap umur anak menunjukkan bahwa presentase anak terendah adalah kelompok 12 tahun (11,1% ) dan presentase anak tertinggi adalah pada kelompok 10 tahun (33,3%). Variasi umur anak dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Responden Menurut umur di SD Negeri Ciputat 6 Tangerang Selatan Tahun 2013 Umur (tahun) Jumlah Presentase (%)

9 20 24,7

10 27 33,3

11 25 30,9

12 9 11,1


(60)

2. Jenis kelamin

Berdasarkan gambar 5.2 tentang frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin didapatkan hasil presentase jenis kelamin anak, diperoleh presentase terbesar sampel adalah anak perempuan, yaitu sebesar 44 siswa atau (54,3%) dan jumlah laki-laki sebesar 37 siswa atau (45,7%). Jumlah keduanya keduanya cukup seimbang antara anak laki-laki dan perempuan. Variasi jenis kelamin sampel dapat dilihat tabel berikut :

Gambar 5.2

Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin di SD Negeri Ciputat 6 Tangerang Selatan Tahun 2013 Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)

Laki-Laki 37 45,7

Perempuan 44 54,3

Total 81 100

3. Gambaran Kebiasaan Menggosok Gigi

Distribusi frekuensi menggosok gigi pada anak usia sekolah di SDN Ciputat 6 diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.3 berikut ini:

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Responden Menurut

Kebiasaan Menggosok Gigi di SD Negeri Ciputat 6 Tangerang Selatan Tahun 2013 Kebiasaan

menggosok gigi

Frekuensi Presentase (%)

Baik 43 53,1

Kurang baik 38 46,9

Total 81 100

4. Cara Menggosok Gigi

Tabel 5.4 menunjukan distribusi frekuensi cara menggosok gigi pada anak usia sekolah kelas 4-6 banyak anak yang sering melakukan menggosok gigi baik cara memutar, horizontal ataupun vertikal.


(1)

Pearson Chi-Square 2.125a 1 .145

Continuity Correctionb 1.403 1 .236

Likelihood Ratio 2.262 1 .133

Fisher's Exact Test .179 .117

Linear-by-Linear Association 2.098 1 .147

N of Valid Casesb 81

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,67. b. Computed only for a 2x2 table

8.

Crosstab

Karies_gigi

Total

ya tidak

menggunakanodol 0 Count 1 3 4

% within menggunakanodol 25.0% 75.0% 100.0%

1 Count 26 51 77

% within menggunakanodol 33.8% 66.2% 100.0%

Total Count 27 54 81

% within menggunakanodol 33.3% 66.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .131a 1 .717

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .138 1 .710

Fisher's Exact Test 1.000 .593

Linear-by-Linear Association .130 1 .719

N of Valid Casesb 81

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,33. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

9.

Crosstab

Karies_gigi

Total

ya tidak

gigiatasdalam 0 Count 8 19 27

% within gigiatasdalam 29.6% 70.4% 100.0%

1 Count 19 35 54

% within gigiatasdalam 35.2% 64.8% 100.0%

Total Count 27 54 81

% within gigiatasdalam 33.3% 66.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .250a 1 .617

Continuity Correctionb .062 1 .803

Likelihood Ratio .253 1 .615

Fisher's Exact Test .803 .405

Linear-by-Linear Association .247 1 .619

N of Valid Casesb 81

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,00. b. Computed only for a 2x2 table

10.

Crosstab

Karies_gigi

Total

ya tidak

gigidepanmemutar 0 Count 5 23 28

% within gigidepanmemutar 17.9% 82.1% 100.0%

1 Count 22 31 53

% within gigidepanmemutar 41.5% 58.5% 100.0%

Total Count 27 54 81


(3)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.612a 1 .032

Continuity Correctionb 3.609 1 .057

Likelihood Ratio 4.901 1 .027

Fisher's Exact Test .047 .027

Linear-by-Linear Association 4.555 1 .033

N of Valid Casesb 81

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,33. b. Computed only for a 2x2 table

11.

Crosstab

Karies_gigi

Total

ya tidak

gigidepanmajumundur 0 Count 4 24 28

% within

gigidepanmajumundur 14.3% 85.7% 100.0%

1 Count 23 30 53

% within

gigidepanmajumundur 43.4% 56.6% 100.0%

Total Count 27 54 81

% within

gigidepanmajumundur 33.3% 66.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6.987a 1 .008

Continuity Correctionb 5.738 1 .017

Likelihood Ratio 7.602 1 .006

Fisher's Exact Test .012 .007

Linear-by-Linear Association 6.900 1 .009


(4)

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,33. b. Computed only for a 2x2 table

12.

Crosstab

Karies_gigi

Total

ya tidak

gigidepanmutar 0 Count 14 32 46

% within gigidepanmutar 30.4% 69.6% 100.0%

1 Count 13 22 35

% within gigidepanmutar 37.1% 62.9% 100.0%

Total Count 27 54 81

% within gigidepanmutar 33.3% 66.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .402a 1 .526

Continuity Correctionb .157 1 .692

Likelihood Ratio .401 1 .526

Fisher's Exact Test .635 .345

Linear-by-Linear Association .398 1 .528

N of Valid Casesb 81

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,67. b. Computed only for a 2x2 table

13.

Crosstab

Karies_gigi

Total

ya tidak

gigisampingmemutar 0 Count 11 36 47

% within

gigisampingmemutar 23.4% 76.6% 100.0%


(5)

% within

gigisampingmemutar 47.1% 52.9% 100.0%

Total Count 27 54 81

% within

gigisampingmemutar 33.3% 66.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.967a 1 .026

Continuity Correctionb 3.960 1 .047

Likelihood Ratio 4.952 1 .026

Fisher's Exact Test .033 .023

Linear-by-Linear Association 4.906 1 .027

N of Valid Casesb 81

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,33. b. Computed only for a 2x2 table

14.

Crosstab

Karies_gigi

Total

ya tidak

gigisampingmajumundur3 0 Count 9 14 23

% within

gigisampingmajumundur3 39.1% 60.9% 100.0%

1 Count 18 40 58

% within

gigisampingmajumundur3 31.0% 69.0% 100.0%

Total Count 27 54 81

% within


(6)

Jenis_kelamin * karies_gigi Crosstabulation

karies_gigi

Total

tidak ya

Jenis_kelamin laki-laki Count 14 23 37

% within Jenis_kelamin 37.8% 62.2% 100.0%

perempuan Count 13 31 44

% within Jenis_kelamin 29.5% 70.5% 100.0%

Total Count 27 54 81


Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Kebiasaan Mengkonsumsi Jajanan Dengan Pengalaman Karies Pada Gigi Susu Anak Usia 4-6 Tahun Di TK Medan

13 91 62

PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN KEBERSIHAN MULUT, USIA, DAN KEBIASAAN MENGGOSOK GIGI TERHADAP TINGKAT KEJADIAN KARIES GIGI PADA ANAK USIA SEKOLAH DI SDN TUNGGULWULUNG 2 MALANG

0 8 32

Hubungan Pemberian Asi Eksklusif dengan Tingkat Keparahan Karies Gigi pada Anak usia 4 - 6 Tahun

0 2 1

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI PADA ANAK USIA 4-6 TAHUN

3 15 70

HUBUNGAN POLA JAJAN KARIOGENIK DAN KEBIASAAN MENGGOSOK GIGI TERHADAP KEJADIAN KARIES GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN PADA Hubungan Pola Jajan Kariogenik dan Kebiasaan Menggosok Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi Molar Pertama Permanen Pada Anak Usia 8-10 Tah

0 5 15

HUBUNGAN POLA JAJAN KARIOGENIK DAN KEBIASAAN MENGGOSOK GIGI TERHADAP KEJADIAN KARIES GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN PADA Hubungan Pola Jajan Kariogenik dan Kebiasaan Menggosok Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi Molar Pertama Permanen Pada Anak Usia 8-10 Tah

0 2 15

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARIES GIGI PADA ANAK USIA 4–6 TAHUN

0 0 10

Hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan manis dengan karies gigi anak usia sekolah

1 2 5

Hubungan Antara Konsumsi Makanan Kariogenik dan Kebiasaan Menggosok Gigi Terhadap Timbulnya Karies Gigi Sulung pada Anak Usia 4-6 Tahun di Tiga TK Kelurahan Sudiang Raya Kecamatan Biring Kanaya Kota Makassar - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 104

HUBUNGAN PERILAKU MENGGOSOK GIGI DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SD NEGERI 1 TAMANWINANGUN KEBUMEN TAHUN 2016 SKRIPSI

0 0 57