1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perjalanan pendidikan Islam telah berlangsung kurang lebih lima belas abad, dimulai semenjak Rosulullah SAW diutus menjadi Rasul. Ada saat-saat
periode kemajuan, kemunduran, dan kebangkitannya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran Islam diantaranya
adalah kekurangan pengetahuan yang dengan sebab ini sebenarnya lebih menghawatirkan dari pada kebodohan yang biasa, kerusakan budi pekerti,
hilangnya perangai yang selalu diperintahkan Al- Qur’an, kerusakan moral dan
kerusakan budi pekerti para ketua atau para pemimpin.
1
Para ahli pendidikan Islam telah meyediakan konsep-konsep pendidikanya dalam buku secara utuh atau tulisan yang menjadi bagian dalam tulisan lain
seperti Ibnu Kholdun 808 H 1405 M. yang menuangkan pemikiran kependidikannya kedalam Muqoddimah; Al-Nawawi 676 H. 1278 M. dalam
Adab Al-Daris wa Al-Mudarris; Ibnu Sahnun wafat 973 H. 1274 M. dalam kitab Adab Al-
Mua’allimin; Ibn Miskawaih dalam Tahdzib Al-Akhlaq; Al-Zarnuji wafat 600 H. 1203M. Dalam
Ta’lim Muta’allim Thuruq Al-Ta’allum; Ibn Jamah 733 H. 1333 M. Dalam Tadzkirat Al-
Sami’ wa Al-Mutakallim Fi Adab Al-
‘Alim wa Al-Muta’allim, dan sebagainya.
2
1
Al Amir Syakib Arsalan, Mengapa Kaum Muslimin Mundur,Jakarta: Bulan Bintang, 1954, h. 65-67
2
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, h. 132
Begitupun pada masa modern, tidak sedikit para intelektual muslim yang telah mampu menghadirkan karya-karya besarnya di bidang pendidikan. Sebut
saja diantaranya, K.H. Hasyim Asy’ari dengan karyanya Adab al-Alim wa al- Muta’alim Fi Alwal Ta’limih wama Yatawaqaf ‘ilaih al Muta’alim Fi Ahwal
Ta’limih wa ma Yatawaqof ‘alaih al-Mu’allim Fi Maqomat Ta’limih.
K.H. Hasyim Asy’ari membawa perubahan baru dalam pendidikan Islam dari Makkah dengan membuka Pesantren Tebuireng di Jombang yang terkenal
sampai sekarang. Dalam Pesantren Tebuireng beliau mengajarkan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab, mulai dari tingkatan rendah sampai tingkatan tinggi,
sehingga mengeluarkan alim ulama yang tidak sedikit bilangannya. Perubahan itu berjalan lancar dan tak ada gangguan dari Belanda, karena hanya semata-mata
perubahan dalam ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab saja dan tidak mencampuri politik pemerintah. Padahal dalam ilmu Agama itu telah termaktub soal-soal
politik, sehingga akhirnya menggerakan umat Islam merebut kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Kemudian lahir perubahan baru dalam pendidikan Islam di
daerah-daerah lain. Bagi K.H. Hasyim Asy’ari, kurikulum yang penting dan mulia haruslah
didahulukan ketimbang kurikulum lainnya. Ini artinya bahwa peserta didik dapat melakukan kajian terhadap kurikulum secara hirarkis.
Dalam pada itu, K.H. Hasyim Asy’ari memprioritaskan kurikulum al- Qur’an daripada lainnya. Mengedepankan kurikulum al-Qur’an ini agaknya tepat.
Sebab, sebagaimana pendapat Muhammad Faisal Ali Sa’ud, kurikulum al-Qur’an
merupakan ciri yang membedakan antara kurikulum pendidikan Islam dengan kurikulum pendidikan lain
Sungguhpun demikian, pemanfaatan terhadap kajian teoritis pendidikan Islam yang dilakukan oleh generasi muslim akhir sangat minim. Kalangan
intelektual muslim agaknya kurang memberi perhatian secara serius terhadap kekayaan Islam itu. Kajian yang lebih intens dilakukan justru berkutat pada
sebuah pengulangan kajian praktis yang menghasilkan teoritisasi yang terbatas, baik dilihat dari sisi ruang maupun waktu.
Melihat kenyataan diatas,tampak menjadi penting jika kemudian segera dilakukan kajian mengenai pendidikann Islam, terutama yang berkaitan dengan
khazanah pendidikan Islam. Melalui pengkajian yang dihasilkan tokoh pendidikan dimungkinkan akan menghasilkan tawaran-tawaran konsep pendidikan alternativ
untuk perkembangan dewasa ini. Atau paling tidak, khazanah pendidikan itu dapat diapresiasi dengan baik.
3
Muhammadiyah di Indonesia dikenal sebagai organisasi gerakan sosial keagamaan, kemanusiaan, dan pendidikan. Hampir di seluruh Indonesia dapat di
temukan pelbagai amal usahanya, baik berupa lembaga peribadatan, rumah sakit, panti asuhan maupun lembaga pendidikan.
4
Muhammadiyah lahir sebagai gerakan perwujudan gagasan kritis dan keberanian untuk mempelopori gerakan pemurnian pengamalam ajaran agama
Islam. Ia lahir sebagai hasil evaluasi keadaan umat Islam di zamanya. K.H. Djarnawi Hadikusumo menjelaskan bahwa sewaktu Muhammadiyah dilahirkan,
kaum muslimin Indonesia dalam keadaan kemunduran total di segala bidang kehidupanya, terutama kemunduran dalam pemahaman serta pelaksanaa ajaran
agama Islam. Maka K.H. Ahmad Dahlan bercita-cita untuk mengangkat martabat mereka serta meluruskan pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama Islam
sehingga sesuai dengan ajaran yang digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya. Situasi seperti itulah yang menggerakan beliau untuk berusaha memurnikan aqidah,
menghilangkan berbagai bentuk bid’ah, khurafat dan takhayul. K.H. Ahmad Dahlan disebut sebagai reformer, sebenarnya bukan terletak
pada pengalaman agamanya, melainkan terutama oleh keberaniannya melakukan apa yang telah dicita-citakannya dan cara mensosialisasikan ide tersebut. Beliau
seorang mujtahid, pemberani, dan gigih, penuh keyakinan akan keberhasilan cita- citanya, seorang yang penuh keikhlasan mengorbankan segalanya untuk mencapai
cita-citanya.
3
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, h. 132-134
4
MT. Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah, Jakarta:Dunia Pustaka, 1987, h. 9
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah