Dampak Krisis Global Tahun 2008 Terhadap Harga dan Volume Ekspor Komoditi Perkebunan (Kelapa sawit, Karet dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara

(1)

DAMPAK KRISIS GLOBAL TAHUN 2008 TERHADAP HARGA DAN VOLUME EKSPOR KOMODITI PERKEBUNAN

(Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) DI PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH

DEWI LAILI YUSRINA 060304008

AGRIBISNIS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

DEWI LAILI YUSRINA (060304008), dengan judul skripsi “DAMPAK KRISIS GLOBAL TAHUN 2008 TERHADAP HARGA DAN VOLUME EKSPOR PERKEBUNAN (Kelapa Sawit. Karet dan Kakao) DI PROVINSI SUMATERA UTARA”. Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS., selaku Ketua Dosen Pembimbing dan Ibu Ir. Salmiah, MS., selaku Anggota Komisi Pembimbing.

Perkebunan merupakan sub sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Ekspor perkebunan baik itu kelapa sawit, karet dan kakao merupakan komoditi andalan utama yang memberikan devisa bagi negara serta mampu bersaing di pasar internasional sehingga mampu memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam devisa perdagangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan sebelum krisis global dan 2008 sesudah krisis global 2008 (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara. untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam meningkatkan volume ekspor komoditi perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga FOB(000 US$) ekspor Sumatera Utara sebelum adanya krisis global 2008 pada getah karet alam US$ 111.732 lemak dan minyak nabati sebesar US$ 185.193, dan kakao sebesar US$ 5.276 juta. sedangkan rata-rata volume ekspor Sumatera Utara sebelum adanya krisis global yaitu pada getah karet alam 53.871 ton, lemak dan minyak nabati 353.432 ton dan kakao 3.842 ton. Sebelum terjadinya krisis global 2008 harga dan volume ekspor menurun, dan setelah krisis global harga FOB dan volume ekspor Sumatera Utara sesudah krisis global tahun 2008 yaitu harga getah karet alam US$ 112.126 dengan volume 54.420 ton, harga lemak dan minyak nabati US$ 295.545 dengan volume 368.042 ton sedangkan kakao US$ 9.652 dengan volume 4.380. ton.Sesuhah terjadinya krisis global 2008 harga dan volume ekspordalah meningkat.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Esa yang telah memberikan rahmat dan

hidayahNya kepada kita semua, karena hanya atas karunia-Nya Skripsi ini dapat

terselesaikan. Skripsi ini disusun dengan tujuan memenuhi salah satu persyaratan yang untuk memperoleh gelar sarjana Pertanian di Universitas Sumatera Utara dengan judul: Dampak Krisis Global Tahun 2008 Terhadap Harga dan Volume Ekspor Komoditi Perkebunan (Kelapa sawit, Karet dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis juga akan menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan serta bantuan, maupun dorongan selama penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ibu Dr.Ir Tavi Supriana, MS selaku dosen pembimbing satu dan ibu Dr. Ir. Salmiah, MS., selaku dosen pembimbing kedua.

Penulis juga banyak menerima bantuan serta dorongan dari semua pihak, untuk

itu penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada

ayahanda Abdul Rahman dan ibunda Yon Ulfah berserta adik Azmi Rahman dan Zuksri Aulia Putra. Untuk sahabat dan teman-teman penulis khususnya stambuk 2006 Departemen Agribisnis Universitas Sumatera.

Penulis menyadari Skripsi ini masih jauh dari sempurna, kritik maupun saran diharapkan dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Januari, 2010


(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 6

Tujuan Penelitian ... 7

Kegunaan Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA TinjauanPustaka ... 8

LandasanTeori ... 13

KerangkaPemikiran ... 16

Hipotesis ... 18

METODE PENELITIAN Penentuan Komoditi Perkebunan ... 19

Metode Pengambilan Data ... 19

Metode Analisis Data ... 20

Defenisi dan Batasan Operasional ... 21

Defenisi ... 21

Batasan Operasional ... 22

DESKRIPSI WILAYAH Gambaran Umum wilayah Provinsi Sumatera Utara ... 23

Iklim... 23

Jumlah Penduduk ... 24

Perkebunan ... 24

Perdagangan Luar Negri ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Harga dan Volume Ekspor Komoditi Perkebunan (Kelapa sawit, Karet dan Kakao) Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 33


(6)

Harga dan Volume Ekspor Sesudah Krisis Global 2008 ... 34

Kebijakan Pemerintah dalam Meningkatkan Harga dan Volume Ekspor Komoditi Perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara Sesudah Krisis Global 2008 ... 44

Langkah Fundamental Jangka Pendek ... 46

Langkah Fundamental Jangka Panjang ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

Kesimpulan ... 50

Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

No

Halaman

1. LuasTanaman dan Produksi Karet Tanaman Perkebunan

Rakyat Menurut Kabupaten ... 25

2. Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman

Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten ... 26

3. Luas Tanaman dan Produksi Kakao Tanaman

Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten ... 27

4. Luas Tanaman Perkebunan PTPN II, III dan IV

menurut jenis Tanaman (Ha) pada tahun 2005-2008 ... 28

5. Produksi Tanaman Perkebunan PTPN II,III, dan IV

menurut Jenis Tanman (ton) pada tahun 2005-2008 ... 29

6. Produksi Beberapa Komoditi Perkebunan Rakyat

Di Sumatera Utara tahun (2004-2008)dalam Ribu Ton ... 30

7. Produksi Beberapa Komoditi Perkebunan Besar Milik

Pemerintah di Sumatera Utara tahun 2004-2008 ... 31 8. Harga dan Volume Ekspor Sebelum Krisis Global 2008 ... 33

9. Harga dan Volume Ekspor Sesudah Krisis Global 2008 ... 34 11a. Harga Ekspor Getah Karet Alam Sebelum dan

Sesudah Krisis Global 2008 ... 35 11b. Volume Ekspor Getah Karet Alam Sebelum dan

Sesudah Krisis Global 2008 ... 37 12a. Harga Ekspor Lemak dan Minyak Nabati Sebelum

dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 38

12b. Volume Ekspor Lemak dan Minyak Nabati Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 40


(8)

13a. Harga Ekspor Kakao Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 41


(9)

DAFTAR GAMBAR

No

Halaman


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. HargaFOB (000 US $) Getah Karet Alam, Lemak & Minyak Nabati,

dan Kakao Sebelum Krisis Global 2008, Mulai Januari

2006 – Oktober 2007 ... 54

2. Volume/ Berat bersih (ton) Getah Karet Alam, Lemak & Minyak

Nabati, dan Kakao Sebelum Krisis Global 2008, Mulai Januari 2006 –

Oktober 2007 ... 55

3. Harga FOB (000 US $) Getah Karet Alam, Lemak & Minyak Nabati,

dan Kakao sesudah Krisis Global 2008 Sesudah Krisis Global 2008,

Mulai November 2007- Agustus 2009 ... 56

4. Volume/ Berat Bersih (ton) Getah Karet Alam, Lemak & Minyak

Nabati, dan Kakao sesudah Krisis Global 2008 sesudah Krisis Global

2008 Mulai November 2007- Agustus 2009 ... 57 5a. Harga FOB (000 US $) Getah Karet Alam, Sebelum Dan Sesudah

Krisis Global Tahun 2008 ... 58 5b. Volume/ Berat bersih (ton) Getah Karet Alam, Sebelum dan Sesudah

Krisis Global 2008 ... 59 6a . Harga FOB (000 US $) Lemak & Minyak Nabati, Sebelum dan Sesudah

Krisis Global 2008 ... 60 6 b. Volume (ton) Lemak & Minyak Nabati, Sebelum dan Sesudah Krisis

Global 2008 ... 61 7a. Harga FOB (000 US $) Kakao , Sebelum dan sesudah Krisis Global

2008 ... 62 7 b. Volume/ Berat Bersih (Ton) Coklat , Sebelum Dan Sesudah Krisis

Global 2008 ... 63 8a. Uji beda rata-rata (Paried Sampels Test) Harga (000 US$) Getah Karet


(11)

8b. Uji beda rata-rata (Paried Sampels Test) Volume(ton) Getah Karet

Alam Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 65 9a. Uji beda rata-rata (Paried Sampels Test) Harga (000 US$) Lemak dan

Minyak Nabati Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 66 9b. Uji beda rata-rata (Paried Sampels Test) Volume (ton) Lemak dan

Minyak Nabati Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 67 10a. Uji beda rata-rata (Paried Sampels Test) Harga (000 US$) Kakao

Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 68 10b. Uji beda rata-rata (Paried Sampels Test) Volume (ton) Kakao Sebelum


(12)

DEWI LAILI YUSRINA (060304008), dengan judul skripsi “DAMPAK KRISIS GLOBAL TAHUN 2008 TERHADAP HARGA DAN VOLUME EKSPOR PERKEBUNAN (Kelapa Sawit. Karet dan Kakao) DI PROVINSI SUMATERA UTARA”. Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS., selaku Ketua Dosen Pembimbing dan Ibu Ir. Salmiah, MS., selaku Anggota Komisi Pembimbing.

Perkebunan merupakan sub sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Ekspor perkebunan baik itu kelapa sawit, karet dan kakao merupakan komoditi andalan utama yang memberikan devisa bagi negara serta mampu bersaing di pasar internasional sehingga mampu memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam devisa perdagangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan sebelum krisis global dan 2008 sesudah krisis global 2008 (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara. untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam meningkatkan volume ekspor komoditi perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga FOB(000 US$) ekspor Sumatera Utara sebelum adanya krisis global 2008 pada getah karet alam US$ 111.732 lemak dan minyak nabati sebesar US$ 185.193, dan kakao sebesar US$ 5.276 juta. sedangkan rata-rata volume ekspor Sumatera Utara sebelum adanya krisis global yaitu pada getah karet alam 53.871 ton, lemak dan minyak nabati 353.432 ton dan kakao 3.842 ton. Sebelum terjadinya krisis global 2008 harga dan volume ekspor menurun, dan setelah krisis global harga FOB dan volume ekspor Sumatera Utara sesudah krisis global tahun 2008 yaitu harga getah karet alam US$ 112.126 dengan volume 54.420 ton, harga lemak dan minyak nabati US$ 295.545 dengan volume 368.042 ton sedangkan kakao US$ 9.652 dengan volume 4.380. ton.Sesuhah terjadinya krisis global 2008 harga dan volume ekspordalah meningkat.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Krisis global adalah peristiwa dimana seluruh sektor ekonomi di pasar dunia mengalami keruntuhan (keadaan gawat) dan mempengaruhi sektor lainnya di seluruh dunia. Krisis global ini berawal pada negara adidaya Amerika Serikat (AS) dimana dimulai dari kredit macet perumahan di Amerika Serikat yang merupakan sentrum bagi perekonomian dunia. Akibat dari krisis global yang terjadi di AS, ini memberi dampak besar pada negara-negara asia, salah satunya adalah Indonesia pada ekspor perkebunan komoditi Kelapa sawit, Karet, dan Kakao. Ini memberikan tekanan yang cukup besar terhadap kinerja ekspor komoditi tersebut, dimana terjadinya penurunan harga berbagai komoditas ajlok akibat adanya perlambatan ekonomi dunia, sehingga peluang untuk memasarkan sangat sulit (Utaya D, 2008).

Krisis yang terjadi pada tahun 1997 dan 1998 disebabkan oleh stok hutang

luar negri swasta sangat besar dan umumnya berjangka pendek, banyak kelemahan

dalam sistem perbankan di indonesia. Pada 2008, sebagian orang menyebutnya sebagai krisis ekenomi global, tentu saja dengan sebab yang berbeda dibandingkan krisis 10 tahun silam (Utaya D, 2008).

Suatu krisis biasanya meliputi hilangnya kemampuan untuk mengatasi selama

sementara waktu, dengan perkiraan bahwa gangguan fungsi emosi dapat kembali seperti semula. Artinya jika seseorang mengatasi ancaman itu secara efektif, maka ia akan dapat kembali berfungsi seperti keadaan yang belum krisis.


(14)

Jadi kita lihat krisis ekonomi mempunyai empat unsur yang jelas. Unsur yang pertama adalah kejadian yang penuh resiko. Ini adalah kejadian yang mengawali suatu reaksi yang berantai dari kejadian-kejadian yang mencapai puncaknya dalam suatu krisis. Unsur yang kedua adalah keadaan rentan. Tidak semua peristiwa ini membawa seseorang kepada suatu krisis. Kalau krisis tidak rentan, pasti krisis itu tidak akan mungkin terjadi. Unsur yang ketiga adalah faktor-faktor yang menimbulkan krisis tersebut. Artinya faktor terakhir yang perlu di tambahkan adalah krisis yang aktif. Sedangkan arti istilah global dianggap berkaitan erat dengan “sedunia, secara masal, secara umum”. Jadi krisis global adalah suatu keadaan gawat, krisis yang terjadi di seluruh dunia atau mendapat dampak di seluruh dunia (Abdullah, 2008).

Menurut (Anonimous, 2008) adapun terjadinya krisis global di akibatkan adanya beberapa faktor antara lain:

1. Tingginya harga kebutuhan

2. Penyaluran kredit secara berlebihan sehingga tidak memperhatikan kemampuan

membayar dari konsumen.

3. Krisis kepercayaan dari para pelaku pasar, warga Negara, bahkan antar Negara

4. Spekulasi berlebihan dari para spekulan

5. Bidang usaha dari ekonomi makro tidak berjalan seiring dengan ekonomi mikro

Ditengah ancaman pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia akibat krisis keuangan, perekonomian Indonesia juga akan mendapat tekanan yang cukup berat. Pelemahan pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri memberikan tekanan


(15)

yang cukup besar terhadap kinerja ekspor komoditas, namun diharapkan dengan pangsa yang cukup besar dan adanya ekspektasi perbaikan perekonomian dunia dalam 2-3 tahun ke depan, ekspor komoditas masih tetap menjadi tumpuan perekonomian dalam jangka panjang. Ekspor komoditas yang selama ini menopang perekonomian pasca krisis 1997, diharapkan dapat kembali menjadi salah satu faktor penting dalam penguatan perekonomian Indonesia ke depan.

Kinerja ekspor Indonesia pada 2009 diperkirakan akan mengalami penurunan dibandingkan 2008 yang dikarenakan adanya penurunan permintaan barang ekspor sebagai dampak dari krisis global yang sangat berpengaruh terhadap permintaan pasar internasional. Salah satu cara untuk meningkatkan kinerja ekspor Indonesia adalah dengan peningkatan kegiatan ekspor, sehingga kestabilan ekspor dapat di pertahankan. Salah satunya yaitu dengan membuat pajak ekspr dan membeli serta menjualkan barang baik dalam negri maupun di luar negri (Astuty, 2000).

Melemahnya kinerja ekspor disebabkan oleh permintaan produk ekspor yang berkurang dan menurunnya harga komoditas ekspor. Apabila penurunan kinerja ekspor tersebut berkelanjutan maka kemungkinan terjadi penurunan cadangan devisa. Adapun batas aman nilai cadangan devisa adalah empat bulan ekspor dan pembayaran kewajiban atau kurang lebih US$50 miliar (Astuty, 2000).

Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya hasil perkebunan. Salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor adalah karet dan barang karet (pertumbuhan ekspor karet dan barang


(16)

karet mencapai sekitar 65% dalam 3 tahun terakhir) di samping CPO yang tetap menjadi primadona ekspor (Parhusip Basar A,2008).

Hal positif yang ditinggalkan oleh krisis 1998 itu adalah diuntungkannya sebagian masyarakat di daerah yang memiliki basis kegiatan di sektor pertanian/perkebunan, karena komoditas seperti karet, sawit dan kakao harganya melambung di pasar internasional, dimana hal positif yang di tinggalkan yaitu normalnya harga di pasaran sedangkan pada waktu yang bersamaan nilai rupiah pun merosot sampai 100%, artinya nilai rupiah terhadap mata uang dolar amerika serikat yang di sebabkan para valuta asing jatuh tempo pembayaran hutang, luar negri baik swasta maupun pemerintah, kurang percaya masyarakat terhadap rupiah, lemahnya perekonomian indonesia yang di lihat dari hutang luar negri.

Perolehan devisa dari ekpor minyak sawit sejak pulih kembali perekonomin setelah krisis mengalami meningkatan sangat luar biasa volume terus bertambah akhir-akhir ini juga mengalami peningkatan harga dan nilai tukar secara keseluruhan ekspor diatas 10 juta ton berhasil di lalui sejak tahun 2005 dengan perolehan devisa yang pada tahun 2008 telah melewati USD 10 juta meskipun ekpor tahun ini masih berlanjut. Hal ini terjadi karena faktor volume dan harga secara keseluruhan kedudukan perolehan devisa dari minyak sawit terhadap total nilai ekspor hasil industri juga menigkat mencapi diatas 5 % secar 2003 dan tahun 2007 mencapai diatas 10%. (Noer, 2008).


(17)

Hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi dalam waktu belakangan ini sudah menjadi perhatian berbagai kalangan. Perdagangan internasional khususnya ekspor diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam pertumbuhan ekonomi. Ekspor merupakan agregat output yang sangat dominan dalam perdagangan internasional. Suatu negara tanpa adanya jalinan kerjasama dengan negara lain akan sulit untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983.

Ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Ekspor memiliki peran yang penting dalam waktu-waktu mendatang, apalagi dengan digulirkannya perundingan-perundingan WTO menuju perdagangan dunia tanpa hambatan. Adapun perundingan- perundingan WTO adalah mendorong perdagagan bebas dengan mengurangi dan menghilangkan hambtan- hambatan perdagangan seperti tarif dan non tarif (misalnya regulasi menyediakan forum perundingan perdagangan internasional, menyediakan sengketa dagang dan memantau kebijakan perdagangan di antara anggotanya (Faisal, 2002).

Akibatnya bagi komoditi perkebunan adalah Perkebunan Indonesia terancam, tapi perkebunan Indonesia mempunyai modal dasar berupa keunggulan komparatif, dan beberapa komoditas (minyak kelapa sawit, karet, dan kakao), mempunyai daya saing yang cukup bagus. Namun justru komoditas-komoditas tersebut yang sangat mungkin mengalami goncangan terkuat dibandingkan komoditas perkebunan lainnya karena pasar ke tiga komoditas tersebut terkena resesi. Masalahnya, komoditas lain


(18)

terkait dengan daya saingnya yang lemah. Dari sisi pelaku, petani perkebunan rakyat relatif lemah sehingga mereka perlu diutamakan untuk diselamatkan. untuk menyelamatkan usaha perkebunan di Indonesia langkah antisipastif perlu dipersiapkan sekaligus mengimplementasikan, baik yang besifat fundamental maupun penunjang . sasarannya dalah agar komoditas dan produk perkebunan indonesia dapat di jual dengan beban biaya output minimum. Penjualan komoditas tersebut terutama di pasar ekspor (Krugman, 2005).

Salah satu perubahan mendasar yang terjadi di pasar internasional adalah

liberalisasi perdagangan untuk sektor pertanian, dimana beberapa produk perkebunan termasuk di dalamnya. Libralisasi perdagangan adalah meghapus dan mengurangi hanbatan hambatan yang terjadi di dalam perdagangan Liberalisasi perdagangan tersebut diperkirakan akan mempunyai dampak yang signifikan terhadap perkembangan komoditas perkebunan. Besarnya dampak untuk masing-masing komoditas perkebunan tentunya bervariasi bergantung besarnya intervensi pemerintah negara-negara yang terlibat dalam perdagangan komoditas perkebunan. Sebagai contoh, dampak liberalisasi terhadap minyak nabati, dimana CPO termasuk didalamnya, diperkirakan akan lebih besar dibandingkan karet yang relatif tidak banyak mengalami intervensi pemerintah (Abbot, 2003).


(19)

1. Bagaimana perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan sebelum krisis global 2008 dan sesudah krisis global 2008 (Kelapa sawit, Karet dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara?

2. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam meningkatkan harga dan volume ekspor

komoditi perkebunan (Kelapa sawit, Karet dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara sesudah krisis global 2008?

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan

sebelum krisis global dan 2008 sesudah krisis global 2008 (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam meningkatkan volume ekspor

komoditi perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan kemudian hari dapat digunakan sebagai:

1. Sumbangan dalam kajian terkait dengan masalah dampak krisis global 2008 terhadap harga dan volume ekspor komoditi perkebunan di Provinsi Sumatera Utara.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka

Ekspor merupakan salah satu sumber devisa. Untuk mampu mengekspor negara tersebut harus mampu menghasilkan barang-barang dan jasa yang mampu bersaing di pasar Internasional. Menurut Deliarnov (1995) Ekspor adalah salah satu komponen atau bagian dari pengeluaran agregat. Makin banyak jumlah barang yang dapat diekspor maka makin besar pengeluaran agregat dan makin tinggi pula pendapatan nasional negara yang bersangkutan. Akan tetapi hal yang sebaliknya belum tentu demikian, dimana pendapatan nasional yang tinggi akan menjamin ekspor akan tinggi pula.

Ekspor merupakan bentuk paling sederhana dalam perdangangan internasional dan merupakan suatu strategi dalam memasarkan produksi keluar negeri. Faktor- faktor seperti pendapatan negara yang di tinjau dari populasi penduduk merupakan dasar pertimbangan dalam perkembangan ekspor (Kotler dan Amstrong, 1996).

Menurut Nichalson (1998) ketika pendapatan meningkat dengan asumsi faktor lain tidak berubah (cateris paribus), maka kuantitas yang akan di beli untuk setiap orang juga akan berubah, namun peningkatan tersebut tergantung dari jenis barangnya, apabila barang yang di maksud adalah normal maka peningkatannya akan cendrung lambat.


(21)

Apabila suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain (Ekpor dan Impor) maka ada beberapa faktor yang harus di perhatikan. Salah satu diantaranya adalah harga yang akan di perdagangkan karena akan menentukan besar kecilnya jumlah barang yang akan di perdagangkan. teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan dengan jumlah permintaan dan harga barang yang merupakan suatu hipotesa yang menerangkan: “Makin rendah harga suatu barang, maka makin banyak permintaan akan barang tersebut, sebaliknya makin tinggi harga suatu barang, maka makin rendah permintaan akan barang tersebut (cateris paribus) “.

Faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan yaitu: 1. Harga barang itu sendiri

2. Harga barang- barang lain yang bersifat subsitutif terhadap barang tersebut

3. Pendaptan rumah tangga atau pendapatan masyarakat

4. Selera seseorang ataupun masyarakat

5. Jumlah penduduk (Nainggolan, dkk, 2005).

Kelapa sawit, terutama Minyak Kelapa Sawit / Crude Palm Oil merupakan komoditas non migas yang memiliki nilai devisa paling tinggi diantara komoditas – komoditas lainnya di Indonesia. Selain minyak kelapa sawit, produk turunan kelapa sawit lainnya seperti oleochemical, minyak inti sawit , dan produk limbah baik cair maupun padat merupakan sumber devisa negara lainnya serta mendorong pengentasan kemiskinan di Indonesia (Tim Redaksi, 2006).


(22)

Dalam priode puncak krisis (1997-1998) pertumbuhan ekspor komoditi perkebunan mengalami pertumbuhan negatif dan ini terjadi pada karet, kelapa sawit dan kopi. Penurunan tajam dan fantastik terjadi pada karet tak tanggung- tanggung merosot mencapai -17, diikuti kelapa sawit -5 serta kopi sebesar -1 persen. Sedangkan pada komoditi kakao meningkat tajam yaitu 20.6 %. Hal ini di sebabkan karena ekspor kakao di pasar dunia dengan menggunakan mata uang dolar, sementara itu yang terjadi tahun 1998 (puncak krisis) deprisiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar cukup tinggi (Astuty, 2000).

Nilai ekspor melalui pelabuhan muat di wilayah Sumatera Utara pada Pebruari 2009 sebesar 363,38 juta dolar AS atau menurun 10,76 persen dari nilai ekspor Januari 2009 sebesar 407,19 juta dolar AS. Penurunan ini dipicu oleh turunnya ekspor produk unggulan ini dibanding nilai ekspor pada bulan yang sama tahun 2008, nilai ekspor Pebruari 2009 turun 55,11 persen. nilai ekspor periode Januari-Pebruari 2009 melalui Sumut mencapai 770,57 juta dolar AS, mengalami penurunan hingga 48,98 persen jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar 1,51 miliar dolar AS.“Turunnya ekspor ini merupakan dampak dari krisis global karena yang masih eksis hanya ekspor kakao dan coklat ( Kompas, 2009).

Setelah mencapai puncaknya pada 2008 yang mencapai US$ 1200/ton, harga CPO terus merosot dan pada 2009 hanya tinggal sekitar US$ 440/ton. Saat ini meramalkan harga CPO menjadi semakin rumit. Sebelum tahun 2007, harga CPO lebih banyak ditentukan oleh mekanisme pasar minyak nabati yaitu pasar CPO dan


(23)

pasar minyak pesaingnya (minyak kedele, minyak bunga matahari, dan minyak kanola). Peran pemerintah dalam mengahdapi kemerosotan komoditi perkebunan adalah dengan dengan mencari pasar ekspor tambahan atau alternatif untuk komoditi perkebunan dengan tetap menjaga pasar yang ada, mengefektifkan skim-skim perkembangan dan perkebunan yang sudah ada yang belajar dari masa laau, waktu harga komoditas perkebunan jatuh petani menelantarkan kebunnya pada saat harga komoditi baik petani tidak mempunyai kemampuan yang cukup buat menabung untuk investasi. Kini peramalan harga CPO menjadi jauh lebih kompleks karena isu energi (biodiesel), dinamika harga BBM, pergerakan nilai tukar terhadap US$, dan ulah spekulan, ikut menentukan harga CPO ( Susila R, 2009)

Pada karet, turunnya permintaan karet disebabkan oleh negatifnya permintaan karet olahan bagi sektor manufaktur dan otomotif. Langkah-langkah pemulihan telah dilakukan oleh Indonesia bersama dengan dua negara eksportir karet terbesar di dunia

yaitu Malaysia dan Thailand atau yang tergabung dalam International Tripartite

Rubber Council (ITRC) menyepakati beberapa upaya dalam menyikapi penurunan harga karet diantaranya ialah mempercepat peremajaan karet dengan cara memperlambat penanaman pohon baru, selain itu organisasi triparti tersebut akan berusaha meningkatkan korrdinasi antara masing-masing anggota (Praytno J, 2009)

Perkembangan ekspor biji kakao dari Indonesia menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Sebagian besar biji kakao Indonesia diekspor ke luar negeri, walaupun pada saat ini sudah ada beberapa industri pengolahan biji kakao menjadi


(24)

produk setengah jadi. Kendala utama yang dihadapi komoditas kakao yang diekspor adalah kualitasnya. Mutu biji kakao Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan yang berasal dari negeri lain.

Penghasil kakao utama dunia berasal dari negara-negara di Afrika, Amerika latin dan Asia. Pesaing kakao Indonesia di pasar Uni Eropa cukup banyak dan datang dari negara-negara yang memperoleh fasilitas bebas bea masuk, seperti: Pantai Gading yang menguasi hampir setengah (41,54%) dari pasokan yang dibutuhkan UE, Ghana, Nigeria, Kamerun, Brazil, Ecuador dan Swiss. Hampir semua negara tersebut

kecuali Swiss merupakan negara beneficiaries dari General System of Preferences

(GSP) UE. Fasilitas yang diperoleh melalui skema GSP tersebut tidak sama antara satu negara dengan negara lainnya.

Negara produsen kakao yang merupakan negara miskin akan memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk. Sementara negara lain seperti Indonesia yang masuk dalam kelompok negara berkembang hanya memperoleh pengurangan tarif sebesar

3,5% dari tarif yang berlaku umum (Most Favoured Nations). Disamping itu,

perlakuan khusus juga diberikan bagi negara (Swiss dan Norwegia) yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan UE (Ibnu, 2001).

Menurut Sidobolak (2009) Harga ekspor kakao Sumatera Utara terus menguat dan kenaikan itu mengakibatkan tidak terlalu anjloknya penerimaan devisa ekspor non migas dari daerah itu pada tahun ini. nilai ekspor kakao Sumut menjadi 16,620


(25)

juta dolar AS atau naik 38,05 persen dari Januari. Padahal sebagian besar komoditi mengalami penurunan. Naiknya nilai ekspor kakao di Sumut ini karena masih tingginya permintaan. Eksportir kakao Sumut, naiknya harga jual kakao dipicu semakin sedikitnya volume ekspor dari Indonesia. Akibatnya, importir masih mau membeli harga tinggi menggingat kakao Indonesia masih menjadi kakao yang diandalkan karena kekhasan rasanya.

Landasan Teori

Secara teoritis ekspor suatu barang di pengaruhi oleh suatu penawaran (supply) dan permintaan (demand). Dalam teori perdagangan internasional disebut bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi ekpor dapat dilihat dari sisi permintaan dan penawaran (Krugman dan Obstpfetd, 2000) dari sisi permintaan ekspor di pengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar rill, pendapatan dunia dan kebijakan devaluasi. Sedangkan dari sisi penawaran , ekspor di pengaruhi oleh harga ekspor, harga domestik, nilai tukar rill, kapasitas produksi yang bisa di produksi melalui investasi, impor bahan baku dan kebijakan deregulasi.

Teori economic base bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi

suatu daerah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Proses produksi sektor industri di suatu daerah yang menggunakan sumberdaya produksi lokal, termasuk tenaga kerja, bahan baku, dan produktnya diekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per


(26)

kapita, dan penciptaan peluang kerja (job creation) di daerah tersebut (Arsyad. L, 1999).

Menurut Sopyan (2008) Krisis ekonomi global merupakan peristiwa di mana seluruh sektor ekonomi pasar dunia mengalami keruntuhan dan mempengaruhi sektor lainnya di seluruh dunia. Ini dapat kita lihat bahwa negara adidaya yang memegang kendali ekonomi pasar dunia yang mengalami keruntuhan besar dari sektor ekonominya.

Pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses yang mengukur perbedaan kegiatan ekonomi yang dilakukan dalam menciptakan output. Hal ini mengandung makna bahwa untuk menghasikan sesuatu output dalam suatu proses produksi maka penggunaan faktor-faktor produksi akan sangat menentukan. Tentunya dilakukan dengan titik tolak kepada prinsip efisensi sehingga memberikan hasil yang lebih bagi kepentingan pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Demikian juga keberadaan faktor- faktor produksi untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang saling berkaitan penggunaanya dalam memacu pertumbuhan ekonomi (Bakti dkk, 2010).

Kebijakan perdagangan merupakan kebijakan pemerintah yang secara langsung mempegaruhi jumlah barang dan jasa yang di impor atau di ekspor suatu negara. Salah satu kebijakan perdagangan yang umum adalah tarif yaitu pajak pada barang impor. Bentuk lain adalah kuota impor batas jumlah barang yang dapat di produksi di luar negri dan di jual di dalam negeri (Gregory,2006).


(27)

Perekonomian terbuka atau perekonomian empat sector adalah suatu sisten ekonomi yang melakukan kegiatan ekspor dan impor dengan Negara lain. Dalam perekonomian terbuka, kegiatan perekonomian dibagi dalam 4 sektor, yaitu:rumah tangga, perusahaan, pemerintah dan luar negri. Ekspor adalah pengiriman dan penjualan barang-barang yang di produksi dalam negri ke luar negri, sedangkan pada impor adalah kegiata membeli barang dari luar negri dan menimbulkan aliran ( pembayaran ) ke luar negeri.

Dalam perekonomian terbuka barang dan jasa yang diperjual belikan di dalam negeri dan barang yang di impor dari luar negri. Permintaan agregat meliputi lima komponen yaitu: permintaan rumah tangga ke atas barang yang di produksi dalam negri (C), investasi swasta (I), permintaan pemerintah (G), ekspor (X) dan permintaan ke atas impor (M).

Dalam keadaan keseimbangan, penarawan agragat sama dengan permintaan agregat. Dengan demikian, dalam perekonomian terbuka keseimbangan pendapatan nasional akan tercapai apabila:

Y = C + I + G + (X – M) Keterangan

(Y) = Pendapatan Negara

(C) = Permintaan rumah tangga ke atas barang yang di produksi dalam negri, (I)= Investasi swasta,


(28)

(G) = Permintaan pemerintah, (X) = Ekspor

(M) = Permintaan ke atas impor (Supriana , 2008).

Hendra B, (2009) CPO (Crude Palm Oil) adalah minyak sawit mentah yang merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia di bidang non migas khususnya produk lemak dan minyak hewani/nabati. Minyak ini merupakan pengolahan dari kelapa sawit yang mana perkebunannya tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Perkebunan kelapa sawit sendiri terbagi menjadi tiga yaitu, perkebunan

rakyat,perkebunan negara dan perkebunan swasta. Manfaat CPO bagi perekonomian Indonesia adalah: CPO memberikan devisa negara untuk mengisi pundi-pundi kas negara.

Menurut Syadat (2008) Perkebunan merupakan sub sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Dan perkebunan memiliki kontribusi besar dalam pendapatan nasional, penyediaan lapangan kerja, penerimaan ekspor, dan penerimaan pajak. Perubahan strategi nasional dan global tersebut mengisyaratkan, pembangunan perkebunan harus mengikuti dinamika lingkungan sekitarnya. Pembangunan perkebunan harus mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi perkebunan dan masyarakat sekitarnya selain itu juga mampu menjawab tantangan globalisasi.


(29)

Krisis global adalah krisis dimana seluruh ekonomi di pasar dunia mengalami reruntuhan dan sangat mempengaruhi pertumbuhan salah satunya adalah provinsi sumatera utara. Ekspor adalah kegiatan menjual atau mengirim barang dagangan ke luar negeri sedangkan Perkebunan merupakan subsektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional melalui kontribusi dalam pendapatan nasional, penyediaan lapangan kerja, penerimaan ekspor, dan penerimaan pajak.

Sebelum adanya krisis global pada tahun 2006-2007 ekspor perkebunan komoditi Kelapa sawit, Karet dan Kakao mengalami peningkatan yang sangat signifikan baik itu dilihat dari segi volume dan harga. Sedangkan sesudah krisi global pada tahun 2008-2009 terjadi dampak dari krisis ekonomi global yang berimbas terhadap komoditi unggulan pada sektor perkebunan yaitu kelapa sawit, karet dan kakao mengalami likuiditas dan harga komoditi perkebunan anjlok Krisis finansial global yang dampaknya tidak terkendali dan justru mengarah ke resesi global tentunya merupakan ancaman serius bagi kelangsungan pembangunan perkebunan.

Perbandingan antara sesudah dan sebelum terdapat peran pemerintah dimana pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan pemerintah dengan melakukan perubahan kebijakan produksi, pajak impor, pajak ekspor dan pajak pertambahan nilai.


(30)

Secara sistematis dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

Keterangan :

= Menyatakan Hubungan

Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

Krisis Global

Sebelum (2006-2007)

Sesudah (2008-2009)

Harga Ekspor: Kelapa sawit Karet

Kakao

Harga Ekspor: Kelapa sawit Karet

Kakao Volume Ekspor:

Kelapa Sawit Karet

Kakao

Volume Ekspor: Kelapa Sawit Karet

Kakao


(31)

1. Ada perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan sebelum krisis global 2008 dan sesudah krisis global 2008 di Provinsi Sumatera Utara

METODE PENELITIAN

Penentuan Komoditi Perkebunan

Perkebunan merupakan sub sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Ekspor perkebunan baik itu kelapa sawit, karet dan kakao merupakan komoditi andalan utama yang memberikan devisa bagi negara serta mampu bersaing di pasar internasional sehingga mampu memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam devisa perdagangan. oleh karena itu perkebunan di landasi oleh paradigma-paradigma bahwa ekspor harus di prioritaskan demi pertumbuhan ekonomi nasional.

Penelitian ini menggunakan data skunder. Menurut Azwar (1999) data skunder adalah data yang di perolah lewat pihak lain, tidak langsung di perolah dari peneliti dari subjek penelitiannya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dukungan jenis data skunder yang di perolah dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara dan Publikasi Instansi- instansi terkait.


(32)

Metode Pengambilan Data

Data yang di ambil dalam penelitian ini adalah harga dan volume ekspor sebelum terjadinya krisis global tahun 2006 – 2007 serta harga dan volume ekspor sesudah terjadinya krisis global tahun 2008 dan 2009.

Metode Analisis Data

Untuk menganalisis hipotesis (1) dianalisis dengan menggunakan metode pengujian dua sampel yang berhubungan (Paried Sampel t-test), melalui program SPSS (Statistical Product and Service and Solution). Uji ini digunakan untuk melihat ada atau tidaknya perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan sebelum krisis global2008 dan sesudah krisis global 2008 (Kelapa sawit, Karet dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara.

Pengukuran perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan sebelum krisis global 2008 dan sesudah krisis global 2008 (Kelapa Sawit, Karet dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara di uji dengan menggunakan uji t dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika –ttabel ≤ thitung≤ ttabel ; tolak H1: terima Ho

Jika –thitung≤ -ttabel atau thitung≥ ttabel: ditolak Ho; terima H1, berdasarkan propabilitas:

Hoditerima jika signifikan > 0.05


(33)

th =

S2=

Keterangan :

X1.i = Rata-rata harga getah karet alam sebelum krisis global 2008

X2..i = Rata-rata harga getah karet alam sesudah krisis global 2008

X1.j = Rata-rata harga lemak dan minyak nabati sebelum krisis global 2008

X2..j = Rata-rata harga lemak dan minyak nabati sesudah krisis global 2008

X1.z = Rata-rata harga kakao sebelum krisis global 2008

X2.z = Rata-rata harga kakao sesudah krisis global 2008

S1 = Simpangan baku dari variabel I S2 = Simpangan baku dari variabel II n1 = Jumlah Sampel Variabel I

n2 = Jumlah Sampel Variabel II (Sudjana, 2002)

Untuk masalah (2) Analisis kebijakan pemerintah dalam meningkatkan harga dan volume ekspor maka digunakan analisis deskriptif yaitu dengan melihat kebijakan-kebijakan apa saja yang dipakai pemerintah dalam meningkatkan volume ekspor perkebunan 1 2 2 1 1 1 X X S n n − + 2 2

1 1 2 2

1 2

(

1)

(

1)

(

) 2

n

s

n

s

n n

− + −

− −


(34)

Defenisi dan Batasan Operasional Defenisi

1. Ekspor diartikan sebagai pengiriman barang dan penjualan barang-barang yang

diproduksi didalam negeri ke luar negri.

2. Harga getah karet alam adalah seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh

dari penjualan getah karet alam dengan satuan (000 US $)

3. Harga lemak dan minyak nabati adalah seberapa besar keuntungan yang akan

diperoleh dari penjualan lemak dan minyak nabati dengan satuan (000 US $)

4. Harga coklat adalah seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh dari

penjualan coklat dengan satuan (000 US $)

5. Volume getah karet alam adalah seberapa banyak getah karet alam yang akan di

gunakan dengan satuan (Ton)

6. Volume lemak dan minyak nabati adalah seberapa banyak lemak dan minyak

nabati yang akan digunakan dengan satuan (Ton)

7. Volume coklat adalah seberapa banyak coklat yang akan digunakan dengan

satuan (Ton)

8. Lemak dan minyak nabati memiliki produk olahan menurut SITC beberapa

diantaranya yaitu biji minyak rami dan fraksinya (other lisneed oil and fractions),

minyak mentah sawit (CPO), Minyak mentah kelapa (copra), minyak kelapa

(copra) dan lain- lain

9. Getah Karet Alam memiliki produk olahan menurut SITC beberapa diantaranya


(35)

lembaran rokok ( Natural Rubber in smaoked sheet), Standart karet Indonesia

(Standart Indonesian Rubber Sir 3, dan lain-lain

10.Kakao memiliki produk olahan menurut SITC beberapa diantaranya adalah kakao

bens (Cocoa Beans), Bubuk kakao (Cocoa Powder), Pasta kakao(Cacao Paste),

kakao buter (Cacao Butter)

Batasan Operasional

1. Waktu Penelitian di mulai pada tahun 2010.

2. Data yang diambil adalah data dalam kurun waktu sebelum terjadinya krisis global yaitu pada tahun 2007 dan sesudah terjadinya krisis global yaitu pada tahun 2008 sampai pada tahun 2009.


(36)

DESKRIPSI WILAYAH

Gambaran Umum Wilayah Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera utara secara geografis, pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, yang pada tahun 2004 memiliki 18 Kabupaten dan 7 kota, dan

terdiri dari 328 kecamatan, secara keseluruhan Provinsi Sumatera Utara

mempunyai 5.086 desa dan 382 kelurahan. Luas daratan Propinsi Sumatera Utara 71.680 km 2 ,Sumatera Utara pada dasarnya dapat terbagi atas:

• Pesisir Timur

• Pengunungan Bukit barisan

• Pesisir Barat

Provinsi sumatera utara adalah salah satu provinsi yang terletak di pulau Sumatera Utara yang memiliki batas-batas sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) Sebelah Timur berbatasan dengan Malaysia di Selat Malaka

Sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia

Sebelah Selatan berbatsan dengan Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Kepulauan Riau

Iklim

Karena terletak dekat garis khatulistiwa, provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara,


(37)

sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter diatas permukaan laut, beriklim

cukup panas bisa mencapai 33,9 0 C sebagian daerah berbukit dengan kemiringan

yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang

suhu minimalnya mencapai 13.40C.

Sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai dengan September dan musim penghujan biasanya terjadi ada bulan November sampai dengan bulan Maret, diantara dua musim itu diselingi oleh musim pancaroba.

Jumlah Penduduk

Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Menurut hasi pencacahan angka sensus Penduduk 1990 penduduk Sumatera Utara keadaan tanggal 31 Oktober 1990 berjumlah 10,26 Juta Jiwa. Jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,5 juta jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun

1990 adalah 143 jiwa /km2 dan tahun 2008 meningkat menjadi 182 km2. laju

pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,0 persen pertahun, dan pada tahun 2000-2005 menjadi 1,37 persen pertahun. Dan laju pertumbuhan penduduk 2000-2008 mencapai 1,57 % .


(38)

Perkebunan

Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan di Indonesia. Perkebunan Sumatera Utara telah di buka sejak penjajahan belanda. Komoditi hasil perkebunan yang paling penting dari Sumatera Utara saat ini antara lain Kelapa sawit, Kopi, Karet, Kakao dan Tembakau. Bahkan di kota Bremen Jerman Tembakau Deli sangat terkenal.

Tabel 1, menunjukkan bahwa luas tanaman Karet Rakyat di Sumatera Utara selama priode 2005-2008 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 4,18 per tahun. Pada tahun 2007 luas tanaman Karet Rakyat adalah sebesar 362.67,20 Ha, menjadi 387.656,56 Ha pada tahun 2008. Kabupaten Mandailing Natal, Labuhan Batu, dan Langkat merupakan pusat perkebunan karet rakyat di Sumatera Utara. Di Ketiga daerah terbentang seluas 180.365,41 Ha kebun karet atau sama 46,52 % dari total luas kebun Karet Rakyat Sumatera Utara.

Tabel 1. Luas Tanaman dan Produksi Karet Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten

Luas Tanaman/ Area (Ha) Produksi

(ton)

No Kabupaten TBM TM TTM Jumlah

1 Nias 33.147 2.360 2.680 29.429 24.416

2 Mandailing Natal 83.461.1 43700,6 19025,7 71.072.41 34.782

3 Tapanuli selatan 5.082,75 9.449,5 1.1624,5 26.156,74 6.329,9

4 Tapanuli tengah 3.477 2.380 4.697 31.554 17.064,81

5 Tapanuli Utara 288 7.848 151 8.287 4.659.93

6 Toba Samosir 85 294 34 413 510.05

7 Labuhan Batu 2.036 64.830 924 67.790 31.578

8 Asahan 296 5.247 480.4 6.023.4 15109,92

9 Simalungun 427.4 11.897.2 144.9 12.469.5 11.026.99

10 Dairi 79 154 4 237 114,79

11 Karo 5 65 - 70 41,2


(39)

13 Langkat 1.982 38.979 542 41.503 29.460

14 Nias Selatan 7.053 15.971 58 23.082 8.788.5

15 Hbg Hasudutan 315.5 2.561.7 827 3704 2161,12

16 Pakpak Barat 1.238.5 507 85.3 1.830 435,66

17 Samosir - - - -

-18 Serdang Bedagai 1.159 10.220.5 23 1.1420.5 9.760.9

19 Batu Bara 9 365 80 454 106,57

20 Padang Lawas Utara 9.688 22.564 2.904 35.156 18.439.35

21 Padang Lawas 6.165 3977.5 1.154 11.296.5 3.320.48

22 LabuhanBatu Selatan x x x x x

23 Labuhan Batu Utara x x x x x

Jumlah/ 2008* 51.825.26 290.033.5 45.797,8 3.876.566 223.697.12

2007 42.735.75 268.885.7 51.065.75 362.687.2 223.793.06

2006 33.809.45 259.658.8 53.690.27 347.158.5 220.663.82

2005 32.821.2 260.308.8 49.938.9 343.068.9 211.080.87

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara Keterangan: *) Data Sementara

Tabel 2, menunjukkan bahwa luas tanaman perkebunan Kelapa Sawit rakyat Sumatera Utara Pada tahun 2008 sebesar 308.651,79 Ha dengan produksi 4.151.779,10 ton, tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara. Di daerah ini terdapat sebesar 132.962 Ha kebun sawit rakyat atau 34,66 % dari seluruh perkebunan kelapa sawit rakyat Sumatera Utara.

Tabel 2. Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten

Luas Tanaman/ Area (Ha)

Produksi TBS

No Kabupaten TBM TM TTM Jumlah

1 Nias 1381 - - -

-2 Mandailing Natal 5.835,33 8.515,76 - 14.351.09 179.206.25

3 Tapanuli selatan 2.054,5 2.846,5 2 4.909 45.431.01

4 Tapanuli tengah 1.176 1.381 - 2.557 26.236.58

5 Tapanuli Utara 14,5 10,5 18,25 43.2 2,37

6 Toba Samosir 161 607 10 778 1.124.62

7 Labuhan Batu 7.168 125.794 - 132.962 1.731.038

8 Asahan 1.0641,4 49.345,7 1.100,6 61.087.7 83.887,64


(40)

10 Dairi 42 94 - 136 840.5

11 Karo 330 867 - 1197 9.635

12 Deli Serdang 3.733,5 9.856,4 288 13.878.4 179.169.73

13 Langkat 4.124 36.381 1026 41.531 5358.14

14 Nias Selatan - - - -

-15 Hbg Hasudutan 211 185 - 396 325.1

16 Pakpak Barat 728,6 771 150 1.649.6 6.146.003

17 Samosir - -

-18 Serdang Bedagai 2.574,8 8.914,3 - 11.489,1 152.724,83

19 Batu Bara 3.183 9.203 865.003 13.251 46.949,81

20 Padang Lawas Utara 8.210 17.282 174 25.666 264.889,9

21 Padang Lawas 6.479 24.780 87 31.346 384.923,73

22 LabuhanBatu Selatan x x x x x

23 Labuhan Batu Utara x x x x x

Jumlah 2008* 58.873.72 321.053.6 3.724.45 383.651.8 4.154.779.1

2007 53.163 309.508.5 4069.63 367.741.1 4.647.609.24

2006 51.262.19 308.606.9 3.226.25 363.095.4 4.486.478.73

2005 48.149.21 2.628.77.4 3.187.37 314.213.9 416.262.98

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara Keterangan: *) Data Sementara

Tabel 3, menunjukkan bahwa luas tanaman perkebunan kakao rakyat Sumatera Utara pada tahun 2008 Kabupaten Simalungun merupakan pusat produksi kakao sebesar 4.677,66 ton, dengan jumlah 5.354,48. Kabupaten Asahan tandan buah segar (TBS) 4.468,40 dengan jumlah sebesar 11.479, 65 dan produksi sebesar 3.162,88 ton dapat di lihat pada tabel 3:

Tabel 3. Luas Tanaman dan Produksi Kakao Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten

Luas Tanaman/ Area (Ha)

Produksi TBS

No Kabupaten TBM TM TTM Jumlah

1 Nias 3030,00 3879,00 8,00 6917,00 3133,00

2 Mandailing Natal 940,28 3310,33 76,00 4326,61 2365,82

3 Tapanuli selatan 817,50 2389,50 242,00 3449,00 1812,17

4 Tapanuli tengah 1090,00 1588,00 - 2678,00 156,49

5 Tapanuli Utara 158,25 142,50 127,25 2707,00 817,82

6 Toba Samosir 60,74 46,14 14,00 120,88 67,82


(41)

8 Asahan 4468,40 6325,75 685,50 1147,65 3162,88

9 Simalungun 767,22 4576,76 10,50 5354,48 4677,66

10 Dairi 125,50 252,00 - 377,50 146,70

11 Karo 1474,50 1746,00 - 3220,50 955,50

12 Deli Serdang 2214,00 5399,77 149,00 7762,77 6171,27

13 Langkat 290,00 2124,00 9,00 2423,00 1699,00

14 Nias Selatan 937,00 2757,00 1110,00 4804,00 1274,00

15 Hbg Hasudutan 278,20 287,00 87,00 752,20 157,70

16 Pakpak Barat 36,00 124,00 71,50 231,50 85,50

17 Samosir 153,30 70,45 0,75 224,50 55,28

18 Serdang Bedagai 375,50 1243,10 17,00 1635,50 1223,78

19 Batu Bara 59,90 891,50 256,80 1208,20 1457,93

20 Padang Lawas Utara 221,00 415,00 37,00 673,00 237,90

21 Padang Lawas 90,50 77,00 10,00 177,50 40,50

22 LabuhanBatu Selatan x x x x x

23 Labuhan Batu Utara x x x x x

Jumlah 2008* 18679,69 39767,80 3011,30 61458,79 31339,51

2007 1578,30 38098,73 2543,45 56428,48 35313,82

2006 13433,47 34320,47 1418,00 49171,94 32781,38

2005 13027,33 30414,24 1074,40 4451,97 30290,35

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara Keterangan: *) Data Sementara

Tabel 4 menunjukan luas lahan perkebunan PTPN II, III dan IV menurut jenis tanaman dimana pada tanaman yang belum menghasilkan pada tanaman karet di tahun 2008 luas tanaman sekitar 14.731,27 ha, luas tanaman kelapa sawit 67.847,64 sedangkan jumlah total tanaman perkebunan PTPN tersebut pada tahun 2008, pada tanaman karet adalah 46.795,72 ha, kelapa sawit 304.770,52 dan pada coklat adalah 348,09 ha, dapat dilihat pada tabel 4:

Tabel 4. Luas Tanaman Perkebunan PTPN II, III dan IV menurut jenis Tanaman (Ha) pada tahun 2005-2008

Jenis Tanaman 2005 2006 2007 2008

Tanaman Belum

Menghasilkan 63126,09 86069,13 81984,90 82578,91

Karet 6853,13 12309,67 13633,78 14731,27

Kelapa Sawit 56217,92 73704,42 68351,12 67847,64


(42)

-Teh 55,04 55,04 -

-Tembakau - - -

-Tebu - - -

-Tanaman

Menghasilkan 257834,29 253446,71 258000,74 245240,06

Karet 33509,13 36176,67 32981,23 31207,25

Kelapa Sawit 202373,83 195385,56 204717,52 198939,82

Kakao 5784,89 1957,00 1240,96 16,02

Teh 5341,07 5341,00 7076,11 4711,08

Tembakau 2039,20 1360,00 11984,92

-Tebu 8786,17 13226,48 - 10365,89

Tanaman Tidak

menghasilkan 16852,32 16996,00 18424,00 39459,34

Karet 4831,89 - - 857,2

Kelapa Sawit 12020,43 16996.00 18424,00 37983,06

Kakao - - - 332,07

Teh - - - 287,01

Tembakau - - -

-Tebu - - -

-Jumlah Luas tanaman 337812,70 356511,84 358409,64 367278,31

Karet 45194,15 48486,36 46615,01 46795,72

Kelapa Sawit 270612,18 286085,98 291492,64 304770,52

Kakao 5784,89 1957,00 1240,96 348,09

Teh 5396,11 5396,04 5396,11 4998,09

Tembakau 2039,20 1360,00 1680,00

-Tebu 8786,17 13226,48 11984,92 10365,89

Sumber: PTPN II ,III, IV

Tabel 5 menunjukkan produksi tanaman Perkebunan PTPN II,III, IV menurut jenis, dimana pada produksi tanaman karet di tahun 2008 adalah 44.017 ton, kelapa sawit pada TBS 3.991.705 ton , minyak sawit 961.177 ton dan pada inti sawit 194.792 ton . Sedangkan pada kakao 8 ton, dapat dilihat pada tabel 5:

Tabel 5. Produksi Tanaman Perkebunan PTPN II,III, dan IV menurut Jenis Tanman (ton) pada tahun 2005-2008

Jenis Tanaman 2005 2006 2007 2008

Karet 44.315 45.954 43.109 44.017

Kelapa sawit

a. TBS 400.705 4.312.838 4.120.120 3.991.705


(43)

c. Inti sawit 197.296 203.493 197.492 194.792

Kakao 763 2.001 772 8

Teh 2.542 11.915 12.049 9.975

Tembakau 461 334 304 274

Kopi - - -

-Tebu - - -

-a. SHS 39.159 49.495 36.591 38.844

b. Tetes 31.472 48.015 34.254 36.006

Sumber: PTPN II, III, dan IV

Di Sumatera Utara terdapat tiga perkebunan besar BUMN dan ratusan perkebunan besar swasta. Sama seperti pada perkebunan rakyat, jenis tanaman perkebunan besar yang ada di Sumatera Utara diantaranya kelapa sawit, karet kakao, teh, tembaku, dan tebu.

Seperti halnya sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman perkebunan menunjukan perkembangan yang cukup mengembirakan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar. Secara umum produksi perkebunan besar lebih banyak di bandingkan dengan produksi perkebunan rakyat, kecuali produksi kopi dan jahe tidak di kelola oleh perkebunan besar.

Pada tahun 2008, sebagian besar komoditi perkebunan rakyat di Sumatera Utara mengalami penurunan kecuali kopi robusta dan kelapa. Sedangkan komoditi perkebunan lainnya mengalami penurunan yaitu karet dari 239 ribu ton di tahun 2007 menjadi 224 ribu ton tahun 2008, kelapa sawit dari 489 ribu ton tahun 2007 menjadi 415 juta ton tahun 2008, kopi arabika dari 44 ribu ton menjadi 39 ribu ton, kemenyan dari 6 ton tahun 2008 menjadi 5 ton, kemiri dari 14 ton tahun 2007 menjadi 12 ton tahun 2008, dan tebu dari 3 ton tahun 2007 menjadi 1 ton tahun 2008, ini dapat dilihat pada tabel 6:


(44)

Tabel 6. Produksi Beberapa Komoditi Perkebunan Rakyat Di Sumatera Utara tahun (2004-2008)dalam Ribu Ton

Jenis Tanaman

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Karet 198 211 221 239 224

Kelapa Sawit 3,1 4,1 4,4 4,8 4,1

Kopi Robusta 49 55 11 9 9

Kopi 19 41 38 44 39

Kelapa 100 97 99 104 128

Coklat 24 30 33 35 31

Kemiri 15 15 13 14 12

Tebu 3 0,7 2 3 1

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara

Tabel 6, Tanaman utama usaha perkebunaan besar di Sumatera Utara adalah Tanaman Kelapa Sawit, Karet , Teh, Kakao dan Tembakau. Sepanjang tahun 2008 hanya produksi tanaman karet, minyak sawit, dan tembakau yang mengalami kenaikan. Usaha tanaman karet meningkat dari 43 ribu ton di tahun 2007 menjadi 44 ribu ton pada tahun 2008, CPO meningkat dari 951 ribu ton di tahun 2007 menjadi 961 ribu ton pada tahun 2008, dan tebu dari 36 ribu ton di tahun 2007 menjadi 39 ribu ton pada tahun 2008. tanaman kelapa sawit (TBS) menurun dari 4.1 juta ton di tahun 2007 menjadi 3.9 juta ton pada tahun 2007, inti sawit dari 197 ribu ton ditahun 2007 menjadi 195 ribu ton pada tahun 2008 dan teh dari tahun 12 ribu ton di tahun 2007 menjadi 10 ribu ton pada tahun 2008.

Tabel 7. Produksi Beberapa Komoditi Perkebunan Besar Milik Pemerintah di Sumatera Utara tahun 2004-2008

Jenis Tanaman

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Karet 40 44 46 43 44

Kelapa Sawit (TBS) 4,0 4,0 4,3 4,1 3,9

Minyak Sawit (CPO) 862 915 989 951 961


(45)

Teh 73 2,5 12 12 10

Tebu 25 39 50 36 39

Tembakau 0,5 0,4 0,3 0,3 0,3

Sumber: Kantor Inpeksi PTPN Wilayah I

Menurunnya produksi tanaman perkebunan dalam (lima) tahun terakhir tampaknya harus segar di atasi oleh pemerintah sumatera utara. Hal tersebut di pandang perlu meningkatkan subsektor perkebunan khususnya perkebunan besar merupakan penyumbang terbesar dalam peningkatan kinerja sector pertanian.

Perdagangan Luar Negri

Pembangunan perdagangan di tujukan untuk meningkatkan pendapatan pengusaha dan sekaligus menjalin kepentingan konsume, untuk itu di perlukan suatu sistem tataniaga dan distribusi yang efisien dan efektif guna mendorong ekspor dan produksi. Untuk ekspor, perlu di tingkatkan daya saing, upaya penerobosan dan perluasan pasar luar negri, antara lain melalui usaha-usaha untuk meningakatkan efisiensi dan mutu hasil produksi. Menjamin kesinambungan dan ketetapan waktu penyerahan, penganekaragaman barang dan pasar ekspor penyempurnaan sarana pemasaran ekspor serta meningkatkan kerja sama perdagangan internasional

Dampak dari terjadinya krisis ekonomi di rasakan dengan naiknya harga barang dan jasa maupun nilai tukar mata uang asing. Setelah beberapa tahun berjalan, kondisi tersebut sudah mulai stabil bahkan cendrung membaik, keadaan ini terlihat dari neraca perdagangan luar negri sumatera utara yang terus meningkat dalam 5 tahun trakhir.


(46)

Menigkatnya pertumbuhan ekonomi sumatera utara pada tahun 2008 diikuti oleh meningkatnya neraca perdagangan pada tahun 2008 neraca perdagangan luar negri Sumatera Utara sebesar US$ 5,57 milyar lebih tinggi dari tahun 2007 yang mencapai US$ 4.97 milyar. Meningkatnya neraca perdagangan luar negri Sumatera Utara akibat dari meningkatnya nilai ekspor Sumatera Utara, pada tahun 2008, nilai ekspor Sumatera Utara meningkat menjadi US$ 9.26 milyar dari tahun 2007 yang mencapai US$ 7.08 milyar. Disamping itu nilai impor Sumatera Utara juga mengalami peningkatan menjadi US$ 3.70 milyar pada tahun 2008 dari US$ 2.11 milyar pada tahun 2007.


(47)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Harga dan Volume Ekspor Komoditi Perkebunan (Kelapa sawit, Karet dan Kakao) Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008

Ekspor komoditi perkebunan kelapa sawit, karet dan kakao memiliki produk rurunan diantaranya getah dan karet alam, lemak dan minyak nabati, dan kakao. Komoditi-komoditi ekspor digolongkan berdasarkan komoditi ekspor Sumatera Utara menurut komoditi tiga dijit STIC (Standart Trade Internasional Classification) yang berlaku.

Harga dan Volume Ekspor Sebelum Krisis Global 2008

Untuk mengidentifikasi harga dan volume ekspor sebelum ada krisis global 2008 dapat dilihat dari tabel 8.

Tabel 8. Harga dan Volume Ekspor Sebelum Krisis Global 2008

Keterangan Harga FOB (000 US$)

Total Rata-rata

Volume (Ton) Total Rata-rata Getah karet alam

Lemak dan minyak nabati Kakao

2.237.154 106.531 4.074.259 185.193 1.160.78 5.276

1.207.098 53.871 7.775.515 353.432 84.542 3. 842

Sumber: Data diolah dari lampiran 1 dan 2

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata harga FOB(000 US$) ekspor Sumatera Utara sebelum adanya krisis global 2008 pada getah karet alam US$ 111.732 lemak dan minyak nabati sebesar US$ 185.193, dan kakao sebesar US$ 5.276 juta. sedangkan rata-rata volume ekspor Sumatera Utara sebelum adanya krisis global yaitu pada getah karet alam 53.871 ton, lemak dan minyak nabati 353.432 ton


(48)

dan kakao 3.842 ton.

Sebelum ada krisis global harga dan volume ekspor adalah menurun, karena penurunan harga dan volume ekspor disebabkan oleh penurunan permintaan yang

cukup besar dan juga melemahnya kondisi perekonomian di negar-negara maju yang

sebelummya menjadi bagian dari pasar produk perkebunan. Pernurunan harga dan volume ekspor juga berpengaruh terhadap komoditas perkebunan di pasar internasional turun dan peluang untuk memasarkan produk-produk di pasr internasional sangat sulit. Tingkat harga komoditas perkebunan ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap komoditas tersebut. Apabila permintaan naik sedangkan penawaran atau produksi tertentu maka harga cendrung meningkat dan apabila produksi meningkat dan permintaan atau produksi tertentu maka harga cendrung turun.

Harga dan Volume Ekspor Sesudah Krisis Global 2008

Harga dan volume ekspor getah karet alam, lemak dan miyak nabati, dan kakao dapat dilihat dari tabel 9.

Tabel 9. Harga dan Volume Ekspor Sesudah Krisis Global 2008

Keterangan Harga FOB (000 US$)

Total Rata-rata

Volume (ton)

Total Rata-Rata Getah Karet alam

Lemak dan minyak nabati Kakao

2.466.770 112.126 6.502.000 295.545 212.347 9.652

1.121.231 54.420 8.096.934 368.042 9.6364 4.380

Sumber: Data diolah dari lampiran 3 dan 4

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rata-rata harga FOB dan volume ekspor Sumatera Utara sesudah krisis global tahun 2008 yaitu harga getah karet alam US$


(49)

112.126 dengan volume 54.420 ton, harga lemak dan minyak nabati US$ 295.545 dengan volume 368.042 ton sedangkan kakao US$ 9.652 dengan volume 4.380. ton.

Sesudah krisis global 2008 harga dan volume ekspor Sumareta Utara adalah naik dikarenakan naiknya nilai tukar dolar terhadap rupiah yang mengakibatkan harga riil berbagai komoditas perkebunan yang dihasilkan mengalami kenaikan.

Untuk mengidentifikasi harga dan volume ekspor getah karet alam, lemak dan minyak nabati dan kakao dapat digunakan dengan menggunakan analisis uji beda dengan t-hitng. Uji beda ini digunakan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan antara kedua kelompok sampel yang berpasangan (berhubungan), dimana sebuah sampel yang memiliki dua perlakuan yang berbeda.

Pada harga volume ekspor getah karet alam, lemak dan minyak nabati, dan kakao sebelum dan sesudah krisis global 2008 jika dihitung menggunakan uji beda rata-rata (t-test) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 10a. Harga Ekspor Getah Karet Alam Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008.

Untuk mengetahui perbedaan harga dan volume ekspor pada getah karet alamsebelum dan sesudah krisis global 2008, dengan menggunakan uji beda rata-rata (t-test). Uji beda rata-rata ini digunakan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan rata-rata yang diperoleh antara kedua kelompok sampel yang berpasangan.

Variabel Harga (000US $)

Sebelum 111.723

Sesudah 112.126 Perubahan 77.767.23


(50)

thitung -1.431

Signifikansi 0,131

Sumber: Data diolah dari lampiran 8a

Dari Tabel 10a dapat dilihat bahwa harga getah karet alam sebelum krisis global adalah US $ 111.723 dan sesudah krisis global US $ 112.126. Berdasarkan uji beda rata-rata di atas dapat dilihat bahwa thitung < ttabel (1.431< 2.080), maka dapat

diketahui bahwa H0 diterima dan H1 ditolak. Dari uji t dapat ditarik kesimpulan bahwa

secara signifikansi tidak ada perubahan harga ekspor sebelum dan sesudah krisis

global 2008. Hal ini didukung oleh nilai Pvalue atau dengan nilai signifikansi

0,131>0,05. Perubahan harga lemak dan minyak nabati sebelim dan sesudah krisis global 2008 adalah US$ 7.776.723.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa harga ekspor getah karet alam sesudah krisis global 2008 adalah meningkat dibandingkan sebelum krisis global 2008. Hal ini sesuai dengan (Suharto, 2009) yang menyatakan bahwa harga karet meningkat dikarenakan harga produk subsitusinya yaitu karet sintetik naik semenjak harga minyak bumi menjadi bahan baku juga meningkat harganya. Sepanjang 2009, lima komoditi utama yaitu kelapa sawit, karet, kakao, kopi dan tebu masih sebagai primadona ekspor dan memberikan kontribusi yang besar dalam ekspor komoditi primer sektor agribisnis. Selain volumenya besar., harga nya juga meningkat cukup tinggi selama beberapa tahun terakhir terutama semenjak harga minyak mentah dunia meningkat.

Secara statistik harga produk perkebunan mempunyai pengaruh yang


(51)

perkebunan naik maka akan mengurangi volume eskpor itu sendiri. Hal ini sejalan dengan teori dalam ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa permintaan barang terhadap jasa sangat ditentukan oleh tingkat harga produk tersebut. Apabila harga naik maka jumlah permintaan terhadap barang dan jasa yang bersangkutan akan turun dan sebaliknya apabila harga turun maka jimlah permintaan akan barang dan jasa yang bersangkutan akan mengalami kenaikan.

Tabel 10b.Volume Ekspor Getah Karet Alam Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008

Variabel Volume (Ton)

Sebelum 53.8711 Sesudah 54.420 Perubahan 67.075

thitung 3,968

Signifikansi 0,01

Sumber: Data diolah dari lampiran 8b

Dari Tabel 11b, dapat dilihat bahwa volume getah karet alam sebelum krisis global 2008 adalah 53.871 ton dan sesudah krisis global 2008 adalah. 54.420 ton. Berdasarkan uji beda rata-rata diatas dapat dilihat bahwa -thitung < -ttabel (-3,968 <

2.080) atau thitung>tabel (3,968>2.080), Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

volume ekspor sebelum dan sesudah krisis global terhadap volume getah karet alam. Dari uji t dapat ditarik kesimpulan bahwa secara signifikansi ada perubahan volume ekspor sebelum dan sesudah krisis global 2008. Hal ini didukung oleh nilai Pvalue atau

dengan nilai signifikansi 0,001< 0,05. Perubahan harga lemak dan minyak nabati sebelim dan sesudah krisis global 2008 adalah 67.075 ton. Dengan demikian dapat diketahui bahwa volume ekspor getah karet alam sesudah krisis global 2008 adalah meningkat dibandingkan sebelum krisis global 2008.


(52)

Hal ini sesuai dengan teori (Suharto. 2009) yang menyatakan bahwa harga karet meningkat dikarenakan harga produk subsitusinya yaitu karet sintetik naik semenjak harga minyak bumi menjadi bahan baku juga meningkat harganya. Sepanjuang 2009, 5 komoditi utama yaitu kelapa sawit, karet, kakao, kopi dan tebu masih sebagai primadona ekspor dan memberikan kontribusi yang besar dalam ekspor komoditi primer sektor agribisnis. Selain volumenya besar., harga nya juga meningkat cukup tinggi selama beberapa tahun terakhir terutama semenjak harga minyak mentah dunia meningkat.

Secara statistik harga roduk perkebunan mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap volume ekspor perkebunan cateris paribus. Bila harga produk perkebunan

naik maka akan mengurangi volume eskpor itu sendiri. Hal ini sejalan dengan teori dalam ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa permintaan barang terhadap jasa sangat ditentukan oleh tingkat harga produk tersebut. Apabila harga naik maka jumlah permintaan terhadap barang dan jasa yang bersangkutan akan turun dan sebaliknya apabila harga turun maka jimlah permintaan akan barang dan jasa yang bersangkutan akan mengalami kenaikan.

Tabel 11a. Harga Ekspor Lemak dan Minyak Nabati Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008

Variabel Harga (000US $)

Sebelum 185.193 Sesudah 295.545 Perubahan -1.103.520

thitung -3.277

Signifikansi 0.004


(53)

Dari tabel 11a, dapat dilihat bahwa harga lemak dan minyak nabati sebelum krisis global adalah US$ 185.193 dan sesudah krisis global US$ 295.545. Berdasarkan uji beda rata-rata di atas dapat dilihat bahwa thitung > ttabel (3,277>2,080),

maka dapat di ketahui H0 ditolak dan H1 diterima. Dari uji t dapat ditarik kesimpulan

bahwa secara signifikansi ada perubahan harga ekspor sebelum dan sesudah krisis global 2008. Hal ini didukung oleh nilai Pvalue atau dengan nilai signifikansi 0,004 <

0,05. Perubahan harga lemak dan minyak nabati sebelim dan sesudah krisis global 2008 adalah US$ -1.103.520. Dengan demikian dapat diketahui bahwa harga ekspor lemak dan minyak nabati sesudah krisis global 2008 adalah meningkat dibandingkan sebelum krisis global 2008.

Menurut (Suharto, 2009) yang menyatakan berbagai komoditi utama tersebut meliputi minyak nabati, karet dan barang karet dari alam, kayu dan barang dari kayu dan gas bahan bakar mineral, komoditi-komoditi utama tersebut mendapatkan kesempatan pertama yang akan mengalami peningkatan permintaan terkait pemulihan ekonomi global. Selain itu perkembangan produk/komoditi tersebut memegang peranan utama terhadap kinerja ekspor Indonesia. Hal ini sesuai dengan teori (Tagor, 2009) bahwa peningkatan ekspor disebabkan oleh meningkatnya ekspor migas yang disebabkan oleh naiknya eskpor minyak mentah, hasil minyak dan gas yang didorong oleh peningkatan harga. Sementara pertumbuhan eskpor non migas lemak dan minyak nabati, besi baja, bahan bakar mineral, karet dan barang dari karet., yang mengalami peningkatan ekspor yang disebabkan oleh peningkatan volume dan harga satuan yang cukup tinggi.


(54)

Secara statistik harga roduk perkebunan mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap volume ekspor perkebunan cateris paribus. Bila harga produk perkebunan

naik maka akan mengurangi volume eskpor itu sendiri. Hal ini sejalan dengan teori dalam ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa permintaan barang terhadap jasa sangat ditentukan oleh tingkat harga produk tersebut. Apabila harga naik maka jumlah permintaan terhadap barang dan jasa yang bersangkutan akan turun dan sebaliknya apabila harga turun maka jimlah permintaan akan barang dan jasa yang bersangkutan akan mengalami kenaikan.

Tabel 11b. Volume Ekspor Lemak dan Minyak Nabati Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008

Variabel Volume (ton)

Sebelum 353.430 Sesudah 368.042 Perubahan -1.461.000

thitung -0.479

Signifikansi 0.637

\Sumber: Data diolah dari lampiran 9b

Dari Tabel 11b, dapat dilihat bahwa volume lemak dan minyak nabati sebelum krisis global adalah 353.430 ton dan sesudah krisis global adalah 368.042 ton. Berdasarkan uji beda rata-rata di atas dapat dilihat bahwa -thitung > -ttabel (-0,479>

-2.080) atau thitung < ttabel (0,479>2.080). Dari uji t dapat ditarik kesimpuilan bahwa

secara signifikansi tidak ada perubahan volume ekspor sebelum dan sesudah krisis global 2008. Hal ini didukung kuat oleh nilai Pvalue atau nilai signifikansi 0,637 >

0,05. Perubahan volume lemak dan minyak nabati sebelum dan sesudah krisis global 2008 adalah -1.461.000 ton. Dengan demikian dapat diketahui bahwa volume ekspor lemak dan minyak nabati sesudah krisis global 2008 adalah meningkat dibandingkan


(55)

sebelum krisis global 2008.

Menurut (Suharto, 2009) yang menyatakan berbagai komoditi utama tersebut meliputi minyak nabati, karet dan barang karet dari alam, kayu dan barang dari kayu dan gas bahan bakar mineral, komoditi-komoditi utama tersebut mendapatkan kesempatan pertama yang akan mengalami peningkatan permintaan terkait pemulihan ekonomi global. Selain itu perkembangan produk/komoditi tersebut memegang peranan utama terhadap kinerja ekspor Indonesia.

Hal ini sesuai dengan teori (Tagor, 2009) bahwa peningkatan ekspor disebabkan oleh meningkatnya ekspor migas yang disebabkan oleh naiknya eskpor minyak mentah, hasil minyak dan gas yang didorong oleh peningkatan harga. Sementara pertumbuhan eskpor non migas lemak dan minyak nabati, besi baja, bahan bakar mineral, karet dan barang dari karet., yang mengalami peningkatan ekspor yang disebabkan oleh peningkatan volume dan harga satuan yang cukup tinggi.

Secara statistik harga roduk perkebunan mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap volume ekspor perkebunan cateris paribus. Bila harga produk perkebunan

naik maka akan mengurangi volume eskpor itu sendiri. Hal ini sejalan dengan teori dalam ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa permintaan barang terhadap jasa sangat ditentukan oleh tingkat harga produk tersebut. Apabila harga naik maka jumlah permintaan terhadap barang dan jasa yang bersangkutan akan turun dan sebaliknya apabila harga turun maka jimlah permintaan akan barang dan jasa yang bersangkutan akan mengalami kenaikan.


(56)

Tabel 12a: Harga Ekspor Kakao Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008

Variabel Harga (000US$)

Sebelum 5.276 Sesudah 9.652 Perubahan -4.375

thitung -6.045

Signifikansi 0.000

Sumber: Data diolah dari lampiran 10 a

Dari Tabel 12a dapat dilihat bahwa harga coklat sebelum krisis global 2008 adalah US $ 5.276 dan sesudah krisis global 2008 adalah US $ 9.652. Berdasarkan uji beda rata-rata di atas dapat dilihat bahwa -thitung<-ttabel (-6,045< -2.080) atau thitung

> ttabel (6,045>2.080), maka dapat di ketahui H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan uji t

dapat di tarik kesimpulan bahwa secara signifikansi ada perubahan harga ekspor kakao sebelum dan sesudah krisis global 2008. Hal ini didukung oleh nilai Pvalue atau

nilai signifikansi 0,00 < 0,05. Perubahan harga kakao sebelum dan sesudah krisis global 2008 adalah US $ -437.586. Dengan demikian dapat diketahui bahwa harga ekspor kakao sesudah krisis global 2008 adalah meningkat dibandingkan sebelum krisis global 2008.

Menurut Sidobolak (2009) Harga ekspor kakao Sumatera Utara terus menguat dan kenaikan itu mengakibatkan tidak terlalu anjloknya penerimaan devisa ekspor non migas. Harga ekspor kakao Sumut menjadi 16,620 juta dolar AS atau naik 38,05 persen dari Januari. Padahal sebagian besar komoditi mengalami penurunan. Naiknya nilai ekspor kakao di Sumut ini karena masih tingginya permintaan. Eksportir kakao Sumut, naiknya harga jual kakao dipicu semakin sedikitnya volume ekspor dari


(57)

Indonesia. Akibatnya, importir masih mau membeli harga tinggi menggingat kakao Indonesia masih menjadi kakao yang diandalkan karena kekhasan rasanya.

Secara statistik harga produk perkebunan mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap volume ekspor perkebunan cateris paribus. Bila harga produk

perkebunan naik maka akan mengurangi volume eskpor itu sendiri. Hal ini sejalan dengan teori dalam ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa permintaan barang terhadap jasa sangat ditentukan oleh tingkat harga produk tersebut. Apabila harga naik maka jumlah permintaan terhadap barang dan jasa yang bersangkutan akan turun dan sebaliknya apabila harga turun maka jumlah permintaan akan barang dan jasa yang bersangkutan akan mengalami kenaikan.

Tabel 12b. Volume Ekspor Kakao Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008

Variabel Volume (ton)

Sebelum 3.842 Sesudah 4.380 Perubahan -5.373

thitung -1.431

Signifikansi 0.167

Sumber: Data diolah dari lampiran 10 b

Dari Tabel 12b, dapat dilihat bahwa volume kakao sebelum krisis global adalah 3.842 ton dan sesudah krisis global krisis global adalah 4.380 ton. Berdasarkan uji beda rata-rata di atas dapat dilihat bahwa -thitung > -ttabel (1,431>

-2.080) atau thitung < ttabel (1,431>2.080), dengan demikian H0 diterima dan H1 ditolak.

Dari uji t dapat ditarik kesimpulan bahwa secara signifikansi tidak ada perubahan volume ekspor kakao sebelum dan sesudah krisis global 2008. Hal ini didukung oleh


(58)

nilai Pvalue atau nilai signifikansi 0.167 > 0.05. Perubahan volume kakao sebelum dan

sesudah krisis global 2008 adalah -5.373 ton. Dengan demikian dapat diketahui bahwa harga ekspor volume ekspor kakao sesudah krisis global meningkat dibandingkan sebelum krisis global 2008.

Menurut (Nurhidayani,dkk. 2010) harga kakao Internasional diduga berpengaruh positif terhadap volume ekspor, karena semakin tinggi harga kakao dipasar internasional, maka volume penawaran ekspor kakao di Indonesia semakin besar. Secara statistik harga produk perkebunan mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap volume ekspor perkebunan cateris paribus. Bila harga produk

perkebunan naik maka akan mengurangi volume eskpor itu sendiri. Hal ini sejalan dengan teori dalam ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa permintaan barang terhadap jasa sangat ditentukan oleh tingkat harga produk tersebut. Apabila harga naik maka jumlah permintaan terhadap barang dan jasa yang bersangkutan akan turun dan sebaliknya apabila harga turun maka jimlah permintaan akan barang dan jasa yang bersangkutan akan mengalami kenaikan.

Kebijakan Pemerintah dalam Meningkatkan Harga dan Volume Ekspor Komoditi Perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara Sesudah Krisis Global 2008

Kebijakan ekonomi adalah suatu kebijakan yang didalamnya terdapat ketetapan-ketetapan atau peraturan-peraturan yang di terapkan oleh suatu negara yang memiliki hubungan ekonomi antar satu Negara dengan Negara lain. Hal ini sesuai dengan Apridar (2009) Kebijakan ekonomi internasional diartikan sebagai berbagai


(59)

tindakan dan peraturan yang dijelaskan dalam suatu negara, baik secara langung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasinol dari ke negara tersebut. Dalam implementasinya,

perdagangan antara dua negara sering merugikan negara yang lemah (less developing

countries). Negara maju (developing countries) mendominasi perdangangan internasional. Tingkat harga lebih banyak ditentukan oleh negara maju, hal ini disebabkan oleh tingkat ketergantungan negara berkembang relatif lebih besar kepada negara maju dari pada sebaliknya.

Instrumen kebijakan perdagangan internasional dibidang ekspor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah transaksi serta kelancaran usaha untuk peningkatan devisa ekspor suatu negara.

Perekonomian nasional bisa terhindar dari dampak krisis keuangan global, tergantung pada langkah-langkah antisipasi dan respons pemerintah maupun pelaku usaha. Ini saatnya bagi Indonesia untuk lebih memanfaatkan peluang pasar domestik, melakukan difersifikasi pasar dan produk usaha.

Perusahaan yang akan survive adalah perusahaan-perusahaan dengan pasar yang terdiversifikasi antara pasar domestik dan ekspor. Diversifikasi pasar ekspor perlu terus dilakukan dengan memanfaatkan peluang pasar non tradisional Indonesia seperti negara-negara Eropa Timur dan Timur Tengah. Selain itu pengusaha harus meningkatkan daya saing produk serta melakukan diversifikasi jenis produk.


(60)

Pengusaha harus semakin kreatif mengantisipasi dampak krisis keuangan global ini.

Adapun dampak yang terjadi pada perekonomian di Sumatera Utara meliputi:

1. Krisis global menyebabkan terganggunya stabilitas makro nasional, ini di mulai

dengan lambatnya pertumbuhan Indonesia karena permintaan akan produk oleh pihak konsumen yang berada di luar negri menurun, yang memaksa industri harus memotong biaya produksi. Ini dilakukan dengan cara menggurangi tenaga kerja dan juga berkaitan dengan naiknya inflasi serta peningkatan suku bunga yang mengakibatkan meningkatnya pendapatan rumah tangga dengan besarnya biaya sehingga dikaitkan dengan tinggi dan rendahnya suku bunga.

2. Krisis global akan mengarah secara langsung dan tidak langsung industi nasional,

ini bagi perusahan industri, kenaikan harga komoditas akan meningkatkan biaya produksi langsung. Selain itu akan meningkatkan biaya harga komponen impor maupun lokal.

3. Peningkatan inflasi dan harga barang industri , serta kenaikan harga barang bakar minyak akan mengguras pendapatan rill, rumah tangga, yang mana pada gilirannya akan di manivestasi dalam bentuk penurunan tingkat konsumsi dan investasi domestic yang akan semakin menambahnya tekanan ke bawah tingkat pertumbuhan, maka dari itu pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan meningkatkan harga dan volume ekspor perkebunan di antaranya:

1. Langkah Fundamental Jangka Pendek


(61)

1. Langkah Fundamental Jangka Pendek

Langkah fundamental jangka pendek merupakan kejadian yang secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi kinerja eskpor perkebunan yang bersifat jangka pendek diantaranya adalah

a.Mencari pasar ekspor tambahan atau alternatif untuk komoditas perkebunan dengan

tetap menjaga pasar yang ada dalam ranga diversifikasi pasar.

Bahwa negara-negara tujuan ekspor utama komoditas perkebunan di Indonesia terimbas krisis global yang akan menurukan impor negara. Dalam rangka mempertahankan kinerja ekspor komoditas perkebunan perlu upaya mencari pasar-pasar alternative di negara-negara lain, yang tujuannya memperkuat posisi pasar-pasar ekspor produk perkebunan ke depan, dan juga meningkatkan keberagaman kualitas produk, dan meningkatkan nilai tambah agar produk ekspor mampu bersaing dipasar internasioanal melalui diversifikasi ini berguna untuk menciptkan pasar yang lebih kuat di negara-negara lain.

Hal ini sesuai dengan (Andhika, 2008) yang menyatakan bahwa mendorong peningkatan divesifikasi pasar tujuan ekspor peningkatan keberagaman, kualitas, dan citra produk ekspor. Pertama, meningkatkan produk ekspor bernilai tambah tinggi, terutama untuk produk-produk yang berbasis pada sumber daya alam serta memanfaatkan teknologi tingkat menengah, mendorong ekspor produk kreatif dan jasa yang terutama dihasilkan oleh usaha kecil dan menengah. Selanjutnya adalah mengupayakan diversifikasi pasar ekspor agar tidak bergantung pada negara tertentu


(1)

a. Peningkatan daya saing

Daya saing komoditas dan produk perkebunan dilihat hubungannya dari efisiensi operasi perusahaan relatif terhadap komoditas dan produk perkebunan yang dihasilkan perusahaan lain di luar negeri. Selain meningkatkan daya saing komoditas di pasar perlu juga di lakukan peningkatan permintaan produk yaitu dengan meningkatkan nilai tambah produk itu sendiri, meningkatkan mutu dan kualitas produksi hulu maupun hilir, penambahan dan perbaikan infrastrukturdan penataan kebijakan pemerintah mengenai pajak ekspor komoditas tersebut. menjaga kualitas produk agar tidak terjadi kerusakan baik itu kerusakan fisik maupun kerusakan non fisik.

b. Rehabilitasi atau peremajaan kebun-kebun yang rusak/tidak produktif.

Mendaur ulang kembali peremajaan kebun yang tidak produktif lagi menjadi kebun produktif dan layak di gunakan dan diolah kembali untuk menjamin keberlanjutan usaha perkebunan, terutama perkebunan rakyat, keberpihakkan pemerintah terhadap petani di perlukan baik secar langsung maupun tidak langsung melalui intermedasi lembaga keunagan dan perusaan perkebunan

c. Langkah Penunjang

1. Pemerintah harus giat mempromosikan produk perkebunan Indonesia ke berbagai negara baik dari dalam negri maupun dari luar negr,i dalam berbagai kesempatan dengan menggunakan berbagai media dan teknologi dan informasi yang telah ada.


(2)

harga yang telah di tetapkan oleh pemerintah

2. Pemerintah harus lebih mengefektifkan lobi-lobi perdagangan melalui lembaga-lembaga internasional dimana Indonesia sebagai anggota untuk selalu memasukkan komoditas dan produk perkebunan Indonesia sebagai salah satu andalan.

3. Dalam menangani ancaman dan masalah yang dihadapi sektor perkebunan, Pemerintah tetap harus mengatur dan mengontrol sektor perkebunan dengan dukungan legalitas supaya mempunyai kekuatan hukum yang kuat.

4. Pemerintah menyediakan informasi yang up to date tentang perkembangan pasar komoditas, pasar uang dan industri di luar negeri serta berbagai perkembangan ekonomi dan teknologi di negara-negara pengimpor komoditas dan produk perkebunan

5. Pemerintah mengembangkan pemikiran kreatif dengan belajar dari pengalaman masa lalu yang sejenis untuk tetap menangani masalah dengan tenang dan tidak panik.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Harga getah karet alam sebelum krisis global US $ 111.723 dan sesudah krisis global US $ 112.126 adalah meningkat, secara signifikansi tidak ada perubahan harga ekspor sebelum dan sesudah krisis global 2008. Volume getah karet alam sebelum krisis global 53.871 ton dan sesudah krisis global 54.420 ton adalah meningkat, secara statistik ada perubahan volume ekspor sebelum dan sesudah krisis global 2008. Harga lemak dan minyak nabati sebelum krisis global US$ 185.193 dan sesudah krisis global US$ 295.545 adalah meningkat, secara signifikansi ada perubahan harga ekspor sebelum dan sesudah krisis global 2008. Volume lemak dan minyak nabati sebelum krisis global adalah 353.430 ton dan sesudah krisis global adalah 368.042 ton adalah meningkat, secara signifikansi tidak ada perubahan volume ekspor sebelum dan sesudah krisis global 2008. Harga kakao sebelum krisis global 2008 adalah US $ 5.276 dan sesudah krisis global 2008 adalah US $ 9.652 adalah meningkat, secara signifikansi ada perubahan harga ekspor kakao sebelum dan sesudah krisis global 2008. Volume kakao sebelum krisis global 3.842 ton dan sesudah krisis global krisis global 4.380 ton adalah meningkat secara signifikansi tidak ada perubahan volume ekspor kakao sebelum dan sesudah krisis global 2008.


(4)

dan sesudah krisis global 2008 adalah pemerintah seharusnya melakukan pemanfaatan dan penyediaan sumber daya khususnya sumber daya lahan, memfasilitasi pembiayaan bagi usaha perkebunan melalui skim-skim pembiayaan yang menguntungkan dan mendorong terciptanya diversifikasi pasar.

Saran

Kepada Pemerintah

1. Hendaknya pemerintah agar segera menerapkan pajak ekspor untuk komoditas perkebunan yang tujuannya di harapkan dapat membuat daya beli produsen terhadap harga komoditas tersebut pada tingkat harga menjadi lebih baik.

2. Hendaknya Pemerintah dalam jangka panjang meningkatkan daya saing produk perkebunan, dan mempromosikan produk-produk perkebunan indonesia ke berbagai negara, dan pemerintah harus singgap dan cepat dalam mengatasi krisis yang telah terjadi untuk massa yang akan datang.

Kepada Peneliti

1. Diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut tentang dampak krisis global 2008 terhadap harga dan volume ekspor perkebunan sebelum krisis global 2008 dan sesudah krisis global 2008.

2. Diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut tentang perubahan harga dan volume ekspor sebelum (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan volume ekspor komoditi perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abbot. K.W, 2003. Development Policy In The New Mileniumand The Doha Development Round, Publication Stock No.161503, The Asian Development Bank, Philippine

Abdullah, 2008. Journal Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Sosial Ekonomi Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Anonimous. 2008. www.yahoo.com/.../mengapa terjadi krisis-global-dan-indonesia.html.Aridar. 2009. Ekonomi Internasional. Edisis Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Bagian Penerbit STIE YKPN. Yogyakatra Astuty Dwi E. 2000. Perkembangan Dan Kebijakan Ekpor Lima Komoditas Penting

Perkebunan Di Era Globalisasi. Jakarta

Andhika. 2008. Kebijakan-Kebijakan dibidang Internasional. Jakarta Apridar. 2009. Teori Perdagangan Internasional. Graha Ilmu. Medan Azwar S. 1999. Metode Penelitian. Pustaka Offst. Yogyakarta Bakti D, dkk. 2010. Pengantar Ekonomi Makro. USU Press. Medan

Faisal B. 2002. Perekonomian Indonesia : Tantangan Bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia. Jakarta. Erlangga

Gregory M. 2006. Principle of Economic Pengantar Ekonomi Makro. Penerbit Salemba Empat. Jakarta

Harian Kompas. 2009. Ekspor Komoditi Keunggulan Sumut Menurun. Medan

Hendra B. 2009. Dampak Krisis Keunagan Global Terhadap Ekspor CPO Di Indonesia. Jakarta


(6)

diperbuat untuk penyelematan sektor perkebunan Indonesia. Rumusan Diskusi Terbatas Ahli Ekonomi Pertanian, Lembaga Riset Penkebunan Indonesia.

Nainggolan dkk. 2005. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Pertama. Pondok Edukasi. Malang.

Nichalson W. 1998. Intrmedite Microeconomic and its Application 9 th Edition Thomson, Soutwestrn

Noer. 2008. Krisis global dan Faktor Penyebab Krisis Global. Riau Nurhidayani, dkk. 2010. Penawaran Ekspor Kakao. Jakarta

Parhusip B. 2008. Journal Potret Alam Indonesia M

Praytono. 2009. Karet dan Olahan di Negara Berkembang. Jakarta Suharto. 2009. Perkembangan Karet Alam. Jakarta

Supriana T. 2008. Ekonomi Makro. Mnedan.USU Pres Sudjana. 2002. Metode Statistika. Penerbit Tarsito. Bandung

Susila W R. 2009. Harga CPO Tahun 2009 Masih Tertekan. Penelitian di Lembaga Riser Perkebunan (LRPI)

Syadat, U. H. 2008. Perkebunan Rakyat. Pemerbit Andi. Yogyakarta Sidobolak A., 2009. Nilai Ekpor Kakao Sumut Terus Naik. Medan Sopyan. 2008. Krisis Global. Bandung

Tagor. 2009. Perkembangan Ekspor Komoditi Pertanian dan Perkebunan. Jakarta Utaya D, 2008. Krisis Finansial Global. Jakarta