Analisis Determinan Volume Ekspor Minyak Kelapa Sawit Provinsi Sumatera Utara

(1)

ANALISIS DETERMINAN VOLUME EKSPOR MINYAK

KELAPA SAWIT PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

NURYANSYAH PUTRA

087018058/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K

O L A

H P

A

S C

A S A R JA N


(2)

ANALISIS DETERMINAN VOLUME EKSPOR MINYAK

KELAPA SAWIT PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURYANSYAH PUTRA

087018058/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN VOLUME EKSPOR MINYAK KELAPA SAWIT PROVINSI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Nuryansyah Putra Nomor Pokok : 087018058

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui: Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si) (Drs. Rahmad Sumanjaya Hasibuan, M.Ec) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE., M.Ec) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 13 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si

Anggota : 1. Drs. Rahmad Sumanjaya Hasibuan, M.Si 2. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE., M.Ec 3. Dr. Murni Daulay, SE., M.Si


(5)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul:

“Analisis Determinan Volume Ekspor Minyak Kelapa Sawit Provinsi Sumatera Utara”.

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juni 2011 Yang membuat pernyataan,

Nuryansyah Putra 087018058/EP


(6)

ANALISIS DETERMINAN VOLUME EKSPOR MINYAK KELAPA SAWIT PROVINSI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Minyak kelapa sawit merupakan komoditi penting dalam mendorong perekonomian Indonesia dan Sumatera Utara. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong Pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan ekspor minyak kelapa sawit.

Penelitian ini menggunakan nilai tukar Rupiah, harga pupuk Kelapa Sawit, luas lahan Kelapa Sawit, dan harga ekspor minyak kelapa sawit sebagai variabel bebas dan volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara sebagai variabel terikat. Data penelitian diestimasi dengan menggunakan regresi linier berganda dengan memakai metode Ordinary Least Square.

Hasil Penelitian menunjukkan nilai tukar Rupiah, harga pupuk Kelapa Sawit, luas lahan kelapa sawit, dan harga ekspor minyak kelapa sawit memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara, dan luas lahan memiliki pengaruh paling dominan.

Kata Kunci: Volume Ekspor, Nilai Tukar Rupiah, Harga Pupuk, Luas Lahan, dan Harga Ekspor.


(7)

DETERMINANT ANALYZE OF EXPORT VOLUME CRUDE PALM OIL (CPO) PROVINCE OF SUMATERA UTARA

ABSTRACT

Crude Palm Oil (CPO) is an important commodity in boosting the economy of Indonesian and North Sumatera. CPO has a very good prospect in the future especially in the world’s natural oil trade, and had made the Indonesia’s government to increase CPO export.

This research used exchange rate (US$ - Rupiahs), fertilizer price, palm area, export price as independent variables and export volume as dependent variable. Data was estimated using multiple linier regression and Ordinary Least Square method.

The result showed exchange rate (US$ - Rupiahs), fertilizer price, palm area, export price had positive impact on CPO export volume, and palm area had the most impact.


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur terhadap Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penyusunan tesis ini.

Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Judul penelitian yang dilakukan penulis adalah: “Analisis Determinan Volume Ekspor Minyak Kelapa Sawit Provinsi Sumatera Utara”.

Selama melakukan penulisan tesis penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materiil dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, MSc, (CTM), SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si dan Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si selaku

Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan hingga selesainya tesis ini.


(9)

5. Ibu Dr. Murni Daulay, SE, M.Si, dan Drs. Rujiman, M.A. selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan-masukan demi penyempurnaan tesis ini.

6. Bapak (Alm) Drs. Iskandar Syarief, MA yang telah banyak memberikan ide-ide dalam penulisan tesis ini.

7. Seluruh Staf Pengajar Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Orang tua penulis, H. Gussofyan dan Hj. Afnijuita Harahap yang memberikan perhatian, motivasi, saran serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

9. Khusus kepada Istri penulis Srymiranti yang selama penulisan ini banyak membantu dan memberi semangat, penulis ucapkan terima kasih, dan Ananda Ryantio Pratama, terima kasih atas motivasi yang telah diberikan.

10.Rekan-rekan mahasiswa atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan pendidikan dan penulisan tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karuniaNya kepada kita. Amin.

Medan, Juni 2011 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Nuryansyah Putra

2. Agama : Islam

3. Tempat/Tgl. Lahir : P. Berandan, 29 April 1976

4. Pekerjaan : PNS Pemkab Langkat

5. Nama Orang Tua

Ayah : H. Gussofyan

Ibu : Hj. Afnijuita Harahap

6. Pendidikan

a. SD. Negeri Stabat : Lulus Tahun 1989 b. SMP. Negeri 1 Stabat : Lulus Tahun 1992 c. SMA Negeri 1 Stabat : Lulus Tahun 1995


(11)

DAFTAR ISI

Halama

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 6

1.3. Tujuan Penelitian... 6

1.4. Manfaat Penelitian... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Peranan Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi... 8

2.2. Kebijakan Pembangunan Pertanian... 9

2.2.1. Pengertian Pembangunan... 9

2.2.2. Kaitan Antara Pembangunan Pertanian dan Pembangunan Ekonomi... 10

2.3. ... Pengertian Perdagangan Luar Negeri, Tujuan dan Teori Perdagangan Internasional... 12 2.3.1. Pengertian Perdagangan Luar Negeri... 12

2.3.2. Tujuan Perdagangan Internasional... 14

2.3.3. Teori Perdagangan Internasional... 15

2.4. Ekspor... 24


(12)

2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor... 24

2.4.3. Prosedur Ekspor... 25

2.4.4. Peranan dan Manfaat Ekspor... 27

2.5. Minyak Kelapa Sawit... 28

2.5.1. Perkembangan Industri Kelapa Sawit... 28

2.5.2. Produk Minyak Kelapa Sawit ... 29

2.5.3. Manfaat Lain Minyak Kelapa Sawit... 29

2.6. Perkembangan Industri Minyak Kelapa Sawit Sumatera Utara.... 30

2.6.1. Perkembangan Luas Lahan Produksi... 30

2.7. Nilai Tukar (Kurs)... 32

2.7.1. Pengertian Nilai Tukar (Kurs)... 32

2.7.2. Pasar Valuta Asing... 33

2.8. Pupuk... 33

2.8.1. Penawaran Pupuk... 34

2.8.2. Permintaan Pupuk... 35

2.9. Harga Minyak Kelapa Sawit... 37

2.10. Penelitian Terdahulu... 39

2.11. Kerangka Pemikiran... 41

2.12. Hipotesis Penelitian... 41

BAB III. METODE PENELITIAN... 42

3.1. Ruang Lingkup Penelitian... 42

3.2. Jenis dan Sumber Data…..………. 42

3.3. Teknik Analisis Data... 42

3.4. Pengujian Statistik....………...…. 43

3.4.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)... 43

3.4.2. Uji t-statistik….………... 44

3.4.3. Uji F-statistik... 44

3.5. Uji Asumsi Klasik…..………... 45

3.5.1. Uji Otokorelasi……..………... 45


(13)

3.5.3. Uji Normalitas……….……….... 46

3.5.4. Uji Linieritas…..………... 46

3.6. Definisi Operasional Variabel Penelitian………... 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 48

4.1. Deskripsi Variabel Penelitian…... 48

4.1.1. Volume Ekspor Minyak Kelapa Sawit... 48

4.1.2. Nilai Tukar Rupiah……… 51

4.1.3. Harga Pupuk Kelapa Sawit……… 54

4.1.4. Luas Lahan Kelapa Sawit……….. 56

4.1.5. Harga Ekspor Minyak Kelapa Sawit per Kilogram... 58

4.2. Hasil Penelitian... 61

4.3. Pembahasan Penelitian... 62

4.4. Uji Asumsi Klasik... 66

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….. 69

5.1. Kesimpulan………... 69

5.2. Saran………. 71


(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1.1. Produksi dan Konsumsi Minyak Nabati Dunia…... 4

1.2. Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten Tahun 2008…... 5

4.1. Perkembangan Volume Ekspor Minyak Kelapa Sawit Sumut (ton)..….. 49

4.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah………... 52

4.3. Perkembangan Harga Pupuk Kelapa Sawit/Kg... 55

4.4. Perkembangan Luas Lahan Kelapa Sawit (Hektar)... 57

4.5. Perkembangan Harga Ekspor Minyak Kelapa Sawit (Rp/Kg)... 59

4.6. Estimasi Uji R2 (Hasil Regresi Antar Variabel Bebas)... 66

4.7. Uji Autokorelasi... ... ... 67 4.8. Uji Normalitas…... 68


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Skema Prosedur Ekspor... 26

2.2. Kerangka Pemikiran…... 41

4.1. Perkembangan Volume Ekspor Minyak Sawit Periode 1986-2009... 51

4.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar AS... 53

4.3. Perkembangan Harga Pupuk Sawit/Kg... 56

4.4. Luas Lahan Sawit Sumut Periode 1986 – 2009... 58


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Data Penelitian……... 75

2. Data Penelitian (Logaritma)…... 76

3. Regresi Linier Berganda... 77

4. Uji Multikolinieritas……... 78

5. Uji Autokorelasi... 82

6. Uji Normalitas……….. 83

7. Uji Linieritas………... 84


(17)

ANALISIS DETERMINAN VOLUME EKSPOR MINYAK KELAPA SAWIT PROVINSI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Minyak kelapa sawit merupakan komoditi penting dalam mendorong perekonomian Indonesia dan Sumatera Utara. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong Pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan ekspor minyak kelapa sawit.

Penelitian ini menggunakan nilai tukar Rupiah, harga pupuk Kelapa Sawit, luas lahan Kelapa Sawit, dan harga ekspor minyak kelapa sawit sebagai variabel bebas dan volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara sebagai variabel terikat. Data penelitian diestimasi dengan menggunakan regresi linier berganda dengan memakai metode Ordinary Least Square.

Hasil Penelitian menunjukkan nilai tukar Rupiah, harga pupuk Kelapa Sawit, luas lahan kelapa sawit, dan harga ekspor minyak kelapa sawit memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara, dan luas lahan memiliki pengaruh paling dominan.

Kata Kunci: Volume Ekspor, Nilai Tukar Rupiah, Harga Pupuk, Luas Lahan, dan Harga Ekspor.


(18)

DETERMINANT ANALYZE OF EXPORT VOLUME CRUDE PALM OIL (CPO) PROVINCE OF SUMATERA UTARA

ABSTRACT

Crude Palm Oil (CPO) is an important commodity in boosting the economy of Indonesian and North Sumatera. CPO has a very good prospect in the future especially in the world’s natural oil trade, and had made the Indonesia’s government to increase CPO export.

This research used exchange rate (US$ - Rupiahs), fertilizer price, palm area, export price as independent variables and export volume as dependent variable. Data was estimated using multiple linier regression and Ordinary Least Square method.

The result showed exchange rate (US$ - Rupiahs), fertilizer price, palm area, export price had positive impact on CPO export volume, and palm area had the most impact.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelapa sawit adalah salah satu komoditi yang diharapkan mampu memberikan kontribusinya dalam perekonomian yang berasal dari sub-sektor perkebunan. Kelapa sawit merupakan komoditi penting dalam mendorong perekonomian Indonesia dan Sumatera Utara, sebagai penghasil devisa negara kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong Pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan ekspor minyak kelapa sawit.

Minyak kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam perekonomian Indonesia. Minyak kelapa sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng, pasokan yang kontinyu ikut menjaga kestabilan harga minyak goreng. Kestabiian harga minyak goreng penting sebab minyak goreng merupakan salah satu dari 9 bahan pokok kebutuhan masyarakat sehingga harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Kelapa sawit juga merupakan komoditi pertanian andalan.


(20)

Pada tahun 1996, Pemerintahan Orde Baru merencanakan untuk mengalahkan Malaysia sebagai eksportir minyak sawit terbesar di dunia dengan cara menambah luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dua kali lipat, yaitu menjadi 5,5 juta hektar pada tahun 2000. Separuh dari luas perkebunan kelapa sawit ini dialokasikan untuk perusahaan perkebunan swasta asing. Pengembangan perkebunan kelapa sawit kebanyakan dibangun di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Irian Jaya. Pertambahan luas areal perkebunan kelapa sawit ini, pada awalnya (sebelum krisis ekonomi) diharapkan produksi minyak sawit Indonesia meningkat menjadi 7.2 juta ton pada tahun 2000 dan 10.6 juta ton pada tahun 2005 (Casson, 2000). Komoditi kelapa sawit dengan produk primer Minyak Sawit Kasar (Crude Palem Oil/CPO) dan Minyak Inti Sawit (Kernel Palm Oil/KPO) berperan signifikan terhadap perekonomian nasional, kontribusi perolehan Produk Domestik Bruto (PDRB) mencapai sekitar 20 triliun rupiah setiap tahun dan cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu komoditi kelapa sawit menyumbang lapangan kerja yang tidak sedikit, serta berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan.

Areal pertanaman kelapa sawit berkembang dengan pesat, di mana pada tahun 1978 luas areal baru 250 ribu Ha, sedangkan pada tahun 2000 sudah mencapai 3,4 juta Ha. Produksi minyak sawit Indonesia sudah mencapai sekitar 8 juta ton, merupakan produsen terbesar kedua setelah Malaysia, dengan produksi minyak sawit mencapai 11 juta ton. Pada tahun 2000, ekspor kelapa sawit tercatat 4,1 juta ton dengan nilai USS 1,087 milyar.


(21)

Saat ini total kebutuhan dunia disuplai oleh Indonesia sekitar 5 juta ton per tahun. Pada tahun 1968 luas kebun kelapa sawit semakin bertambah besar. Sampai dengan akhir tahun 1968 luas areal kelapa sawit mencapai 119.600 hektar. Pada tahun 1978 luas berkembang menjadi 250.116 hektar. Kemudian, sejak tahun 1979 hingga tahun 1997 laju pertambahan areal kelapa sawit mencapai rata-rata 150,000 hektar per tahun. Saat ini, total luas areal sawit di Indonesia telah jauh berkembang hingga lebih dari tiga juta hektar.

Hal itu, tentu saja mempengaruhi tingkat produksi yang terus berkembang. Periode tahun 1979 hingga tahun 1991 laju produksi rata-rata per tahun mencapai sekitar 230.000 ton. Sementara itu, laju pertumbuhan periode tahun 1992 hingga 1997 meningkat hingga 420.000 ton per tahun. Pada masa itu produksi sawit Indonesia mencapai lebih dari 5 juta ton per tahun.

Sejak dilakukan perdagangan bebas Perdagangan ASEAN – Cina (ACFTA), aktivitas ekspor CPO Sumut memang meningkat tajam pada kuartal I 2008, dari sekitar 566.580 ton menjadi 917.443 ton atau meningkat sebanyak 38,24 persen. Selama Januari 2010 volume ekspor CPO bernilai sekitar US$ 232.924.134, sedangkan pada periode yang sama tahun 2009 bernilai US$ 135.308.783, dengan kata lain mengalami peningkatan sebanyak 13,33 persen (Disperindag Sumut, 2010). China memang masih didominasi India dalam hal ekspor CPO, namun CPO Sumut juga rutin menembus pasar Singapura, Malaysia, Rusia, dan Afrika.

Dari berbagai perkembangan dan kajian yang ada, terlihat bahwa ke depan persaingan dalam usaha perkebunan kelapa sawit bukan saja terjadi antar sesama


(22)

negara produsen melainkan juga persaingan dengan jenis minyak nabati lainnya. Hal ini jelas terlihat dari gambaran tentang pangsa konsumsi dan produksi minyak nabati terlihat pada Tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Minyak Nabati Dunia

No Uraian 1993-1997 1998-2002 2003-2007 2008-2009 1 M. Sawit 15.500.382 20.752.640 25.340.360 29.949.312 2 M. Kedelai 17.756.278 19.915.840 22.376.016 25.174.784 3 M. Kanola 10.121.254 11.966.240 12.526.744 15.517.216 4 M. Bunga Matahari 8.351.804 9.790.560 12.526.744 12.044.832 5 M. lainnya 19.039.282 21.254.720 22.854.136 25.825.856 Total Produksi/Ton 70.778.000 83.680.000 95.624.000 108.512.000 1 M. Sawit 15.385.170 20.021.952 25.973.420 29.752.650 2 M. Kedelai 17.828.697 20.126.233 22.313.529 25.124.460 3 M. Kanola 10.045.611 11.783.753 13.577.015 15.471.378 4 M. Bunga Matahari 8.326.092 9.593.852 10.861.612 12.033.294 Total Konsumsi/Ton 90.501.000 104.281.000 118.061.000 132.234.000 5 M. lainnya 38.915.430 42.755.210 45.335.424 49.852.218

Sumber: Diolah dari Oil World, 2010

Lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan kepemilikannya terbagi atas milik pemerintah/BUMN, milik perusahaan swasta, dan milik rakyat. Data BPS (2009) menunjukkan bahwa kepemilikan sawit di Provinsi Sumatera Utara 50% dikelola oleh swasta, 30% oleh rakyat dan 20% oleh Pemerintah. Pengelolaan lahan kelapa sawit rakyat yang berada di Sumatera Utara masih terpusat di Daerah Kabupaten Labuhan Batu dengan luas lahan produkti sekitar 126.000 hektar, diikuti dengan Kabupaten Asahan dengan luas lahan produktif sebesar 49.000 hektar, sedangkan luas lahan sawit yang tidak produktif terdapat di Kabupaten Labuhan Batu sebesar 11.000 hektar, dan Kabupaten Langkat sebesar


(23)

1000 hektar. Berikut ini informasi perkebunan kelapa sawit milik rakyat di Sumatera Utara.

Tabel 1.2. Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten Tahun 2008

Kabupaten Luas Tanaman/Ha Produksi /Ton Belum Produktif

Produktif Tidak Produktif

Jumlah

1. Nias - - - - -

2. Mandailing Natal 5.835,33 8.515,76 - 14.351,09 179.206,25 3. Tapanuli Selatan 2.054,50 2.846,50 2,00 4.903,00 45.431,01 4. Tapanuli Tengah 1.176,00 1.381,00 - 2.557,00 26.236,58 5. Tapanuli Utara 14,50 10,50 18,25 43,25 2,37 6. Toba Samosir 161,00 607,00 10,00 778,00 11.243,62 7. Labuhan Batu 7.168,00 125.794,00 - 132.962,00 1.731.038,00 8. Asahan 10.641,40 49.345,70 1.100,60 61.087,70 83.887,64 9. Simalungun 2.207,09 24.219,46 3,10 26.429,65 493.315,03

10. Dairi 42,00 94,00 - 136,00 840,50

11. Karo 330,00 867,00 - 1.197,00 9.635,00 12. Deli Serdang 3.733,50 9.856,40 288,50 13.878,40 179.169,73 13. Langkat 4.124,00 36.381,00 1.026,00 41.531,00 535.814,00

14. Nias Selatan - - - - -

15. Hbg Hasundutan 211,00 185,00 - 396,00 325,10 16. Pakpak Bharat 728,60 771,00 150,00 1.649,60 6.146,00

17. Samosir - - - - -

18. Serdang Bedagai 2.574,80 8.914,30 - 11.489,10 152.724,83 19. Batu Bara 3.183,00 9.203,00 865,00 13.251,00 46.949,81 20. Padang Lawas Utara 8.210,00 17.282,00 174,00 25.666,00 264.889,90 21. Padang Lawas 6.479,00 24.780,00 87,00 31.346,00 384.923,73

22. Labuhan Batu Selatan x x x x x

23. Labuhan Batu Utara x x x x x

Jumlah/Total 2008* 58.873,72 321.053,62 3.724,45 383.651,79 4.151.779,10 2007r 53.163,00 309.508,50 4.069,63 367.741,13 4.647.609,24 2006 51.262,19 308.606,92 3.226,25 363.095,36 4.486.478,73 2005 48.149,21 262.877,35 3.187,37 314.213,93 4.167.262,98

Sumber: BPS (data diolah), 2010

Dengan melihat begitu pentingnya sumbangan yang diberikan oleh ekspor minyak kelapa sawit ini maka secara ekonomis mutlak diperlukan pengembangan yang lebih lanjut guna meningkatkan ekspor dan dalam usaha membangkitkan ekspor


(24)

non migas Indonesia dan dalam rangka peningkatan pertumbuhan Indonesia umumnya dan Sumatera Utara khususnya.

Atas dasar keterangan-keterangan tersebut maka penulis tertarik mengadakan penelitian yang berjudul: "Analisis Determinan Volume Ekspor Minyak Kelapa Sawit Provinsi Sumatera Utara".

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis membuat perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh nilai tukar Rupiah terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara?

2. Bagaimana pengaruh harga pupuk kelapa sawit terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengaruh luas lahan kelapa sawit terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara?

4. Bagaimana pengaruh harga ekspor minyak kelapa sawit terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan:

1. Untuk menganalisis pengaruh Kurs Rupiah-Dollar terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara.


(25)

2. Untuk menganalisis pengaruh harga pupuk kelapa sawit terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara.

3. Untuk menganalisis pengaruh luas lahan kelapa sawit terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara.

4. Untuk menganalisis pengaruh harga minyak kelapa sawit terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan kelak berguna bagi:

1. Penulis, sebagai aplikasi dalam melakukan sebuah kajian ilmiah yang kelak diharapkan bisa dipergunakan oleh penulis khususnya mengenai pengembangan industri kelapa sawit maupun ekspor kelapa sawit.

2. Pemerintah atau pembuat kebijakan, sebagai masukan dalam hal membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pengembangan industri kelapa sawit maupun ekspor kelapa sawit.

3. Peneliti/akademisi lainnya, sebagai masukan/rujukan dalam melakukan penelitian lain yang berhubungan dengan pengembangan industri kelapa sawit maupun ekspor kelapa sawit.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peranan Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi

Pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Pentingnya peranan ini menyebabkan bidang ekonomi diletakkan pada pembangunan ekonomi dengan titik berat sektor pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha.

Sektor pertanian di Indonesia mempunyai keunggulan komperatif hal itu disebabkan oleh karena:

1. Indonesia terletak di daerah khatulistiwa sehingga perbedaan musim menjadi jelas dan periodenya agak lama.

2. Lokasi Indonesia di khatulistiwa maka tanaman cukup memperoleh sinar matahari untuk keperluan fotosintesisnya.

3. Curah hujan umumnya cukup memadai.

4. Adanya politik pemerintah yang sedemikian rupa sehingga mendorong tumbuh dan berkembangnya sektor pertanian (Soekarwati, 2002).


(27)

Dengan memandang pentingnya dan besarnya peranan yang dapat diambil maka pertanian maka pemerintah berusaha untuk mengoptimalkan sektor pertanian tersebut dengan cara:

a. Mengembangkan hasil pertanian.

b. Mengembangkan pangsa pasar dari hasil pertanian. c. Mengembangkan faktor produksi pertanian.

Peranan sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak pada:

1. Menyediakan surplus pangan yang semakin besar pada penduduk yang semakin meningkat.

2. Meningkatkan permintaan akan produk industri, dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan sektor tersier.

3. Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian secara terus menerus.

4. Meningkatkan pendapatan masyarakat untuk dimobilisasi pemerintah. 5. Memperbaiki kesejahteraan masyarakat (Jhingan, 2000).

2.2. Kebijakan Pembangunan Pertanian 2.2.1. Pengertian pembangunan

Pembangunan merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan kalau terjadi pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan kearah yang lebih baik (Soekarwati, 2002).


(28)

Untuk mencapai hal tersebut maka harus ada langkah-langkah kebijakan yang harus diambil dalam pembangunan pertanian. Langkah langkah kebijakan yang harus diambil tersebut meliputi usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi, yang intinya tercakup dalam pengertian Trimatra Pembangunan Pertanian yaitu kebijakan usaha tani terpadu, komoditi terpadu dan wilayah terpadu, di samping itu juga harus diperhatikan tiga komponen dasar yang harus dibina yaitu petani, komoditi hasil pertanian dan wilayah pembangunan di mana kegiatan pertanian berlangsung. Pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga menghasilkan peningkatan pendapatan petani. Pengembangan komoditi hasil pertanian diarahkan berfungsi sebagai sektor yang menghasilkan bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku bagi industri. Pembinaan terhadap wilayah pertanian bertujuan dapat menunjang pembangunan wilayah seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah (Tricahyono, 2003).

2.2.2. Kaitan Antara Pembangunan Pertanian dan Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi adalah "Suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat secara terus-menerus dalam jangka panjang" (Sukirno, 2002).

Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting yaitu:

1. Suatu proses yang berarti perubahan secara terus-menerus. 2. Usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita.


(29)

Pembangunan ekonomi tersebut dipandang sebagai suatu proses saling berkaitan dan mempunyai hubungan antara faktor-faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari peningkatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat dari satu tahap pembangunan ketahap berikutnya. Peningkatan kesejahteraan dapat dilihat dari kenaikan pendapatan perkapita masyarakat. Proses pembangunan dapat menjadi wujud yang nyata, haruslah berlangsung secara berkesinambungan dan terus-menerus sehingga dapat dilihat suatu pembangunan ekonomi kearah positif, akan tetapi dalam prakteknya ada negara yang melihat laju pembangunan ekonominya dengan menggunakan tingkat pertambahan Produk Domestik Bruto, jika cara ini digunakan ada beberapa hal yang tidak diperhatikan, misalnya pertambahan kegiatan ekonomi masyarakat, pertambahan penduduk, sehingga oleh para ahli ekonomi membedakan pengertian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi yaitu kenaikan dalam Produk Domestik Bruto tanpa memperhatikan apakah kenaikan itu lebih besar dari tingkat pertambahan penduduk, atau perubahan dalam struktur ekonomi berlaku atau tidak.

Pembangunan ekonomi berarti kenaikan Produk Domestik Bruto melebihi tingkat pertambahan penduduk menurut Todaro (2000) tujuan pembangunan ekonomi ada 3, yaitu:

1. Menciptakan keadaan yang dapat membantu pertumbuhan harga diri: melalui pembangunan sistem dan lembaga sosial, politik, dan ekonomi yang dapat mengembangkan rasa harga diri dan rasa hormat terhadap kemanusiaan.


(30)

2. Mempertinggi tingkat penghidupan bangsa: yaitu tingkat pendapatan dan konsumsi pangan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan sebagainya melalui proses pembangunan ekonomi.

3. Mengembangkan kebebasan penduduk untuk memilih: dengan menambah keanekaragaman jenis barang dan jasa yang tersedia.

Melalui proses pembangunan ekonomi dapat mengangkat tingkat penghidupan bangsa dari segala aspek, bukan saja dalam peningkatan pendapatan, tetapi juga rasa harga diri sebagai manusia. Walaupun tingkat pendapatan tinggi tetapi tidak ada rasa aman selalu dihantui perasaan takut, maka tidak dapat dikatakan terjadi pembangunan ekonomi. Untuk itu diperlukan intervensi pemerintah dalam menetapkan formulasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan transformasi ekonomi yang penting, baik dalam institusional maupun masyarakat dalam waktu yang sesingkat mungkin.

2.3. Pengertian Perdagangan Luar Negeri, Tujuan dan Teori Perdagangan Internasional

2.3.1. Pengertian Perdagangan Luar Negeri

Pada masa ekonomi klasik, analisa mengenai hubungan antara perdagangan luar negeri dan pembangunan mendapat perbatian yang besar dari para ahli ekonomi. Menurut beberapa ahli ekonomi klasik seperti Ricardo, Smith, dan Mill dalam Todaro (2000) bahwa perdagangan luar negeri dapat memberikan beberapa sumbangan yang


(31)

dapat mempercepat laju perkembangan ekonomi suatu negara. Terdapat tiga sumbangan yang diberikan oleh perdagangan luar negeri, yaitu:

1. Bila suatu negara telah mencapai tingkat kesempatan kerja penuh, perdagangan luar negeri memungkinkan tercapainya tingkat konsumsi yang lebih tinggi daripada yang dicapai tanpa adanya kegiatan tersebut.

2. Memungkinkan suatu negara memperluas pasar dari hasil produksinya.

3. Memungkinkan negara yang menerima masukan teknologi yang telah dikembangkan di luar negeri, yang lebih baik keadaannya dari pada yang ada di dalam negeri.

Keuntungan yang diperoleh dari perdagangan luar negeri ini timbul sebagai akibat adanya perbedaan harga dari barang yang diperdagangkan. Adam Smith pertama kali mengemukakan keuntungan dari perdagangan luar negeri yaitu:

1. Dengan adanya perdagangan luar negeri, sesuatu negara dapat menaikkan produksi barang-barang yang tidak dapat dijual lagi di dalam negeri, tetapi dapat dijual di luar negeri.

2. Dengan adanya Ekspor, suatu negara dapat mengimpor barang-barang luar negeri bukan saja akan memperbesar tingkat produksi, tetapi juga akan menambah jumlah barang yang dapat dikonsumsi oleh pcnduduknya (Todaro, 2000).

Perluasan pasar ini akan mendorong sektor produktif untuk menggunakan teknik-teknik produksi yang lebih tinggi produktivitasnya. Menurut Mill dalam Todaro (2000), ada beberapa faktor yang menyebabkan perdagangan luar negeri dapat menciptakan kenaikan produktivitas yaitu:


(32)

1. Perluasan pasar yang diakibatkan oleh perdagangan luar negeri akan menciptakan dorongan untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam teknologi yang digunakan dalam proses produksi.

2. Perdagangan luar negeri akan mempertinggi tingkat spesialisasi dan mempertinggi efisiensi penggunaan mesin yang ada.

3. Mendorong usaha-usaha untuk memperbaiki efisiensi proses produksi dengan mengadakan pembaharuan pembaharuan.

Perdagangan luar negeri adalah: "Transaksi pertukaran barang dan jasa antara sesuatu negara dengan negara lain" (Nopirin, 2000). Setiap negara terlibat dalam perdagangan internasional, karena dengan perdagangan ini suatu negara dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya, di samping itu dengan perdagangan ini kemakmuran suatu negara dapat bertambah. Perdagangan ini meliputi pengiriman dan penerimaan barang dari suatu negara kenegara lain.

2.3.2. Tujuan Perdagangan Internasional

Menurut ahli ekonomi klasik dan modern, perdagangan luar negeri bertujuan untuk meningkatkan kegiatan perekonomian dunia yang dapat memenuhi kebutuhan manusia dengan mempergunakan tekhnologi canggih, sehingga dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Menurut beberapa ahli ekonomi klasik peranan perdagangan luar negeri terhadap pembangunan ekonomi ialah:

1. Perdagangan luar negeri memungkinkan tercapainya tingkat konsumsi yang lebih tinggi bila suatu negara sudah mencapai tingkat kesempatan kerja penuh.


(33)

2. Memperluas pasar dengan penggunaan faktor produksi seefisien mungkin pemanfaatan sumberdaya yang tersedia dan penggunaan manajemen yang tepat. 3. Penggunaan teknologi yang lebih baik, teknologi produksi yang lebih baik dan

mengimpor barang-barang modal baru dari luar negeri sehingga nantinya dapat meningkatkan produktivitas di dalam negeri

4. Mendapatkan keuntungan mutlak maupun keuntungan komparatif. 2.3.3. Teori Perdagangan Internasional

Teori perdagangan internasional adalah teori-teori yang mencoba memahami mengapa sebuah negara (perekonomian) mau melakukan kerja sama perdagangan dengan negara-negara lain. Teori-teori mengenai perdagangan internasional dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yakni teori-teori klasik dan teori-teori modern. Teori-teori klasik yang dikenal diantaranya teori keunggulan absolut (absolute advantages) yang dikembangkan oleh Adam Smith dan keunggulan komparatif (comparative advantages) yang dikembangkan oleh David Rivardo. Sedangkan teori faktor proporsi atau dikenal dengan sebutan teori H-0 termasuk diantara teori-teori modern.

1. Teori Keunggulan Absolut dari Adam Smith

Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja


(34)

yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of Value).

Teori Absolute Advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja, Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas. Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain.

Kelebihan dari Teori Absolute Advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, di mana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.

Bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (Hamdy, 2001). Teori Absolute Advantage ini didasarkan kepada beberapa asumsi pokok antara lain:

a. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja saja. b. Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama. c. Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang.


(35)

d. Biaya transpor ditiadakan.

2. Comparative Advantage dari J.S. Mill

Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar).

Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Dasar nilai pertukaran (term of trade) ditentukan dengan batas-batas nilai tujar masing-masing barang di dalam negeri. Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran di mana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh Teori Absolute Advantage.

3. Comparative Cost dari David Ricardo

a. Cost Comparative Advantage (Labor Efficiency)

Menurut Teori Cost Comparative Advantage (Labor Efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien. Berdasarkan contoh hipotesis di bawah ini maka dapat dikatakan bahwa Teori Comparative Advantage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage.


(36)

b. Production Comperative Advantage (Labor Productivity)

Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif.

Kelemahan Teori Klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara 2 negara. Sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya 1 negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam Cost Comparative Advantage atau

Production Comparative Advantage. Teori ini mencoba melihat kuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi:

a. Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, di mana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.

b. Perdagangna internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan barang. c. Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal

pemasaran.

d. Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala produksi tidak berpengaruh.


(37)

Faktor produksi sama sekali tidak mobile antar negara. Oleh karena itu, suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dan mengekspornya bilamana negara tersebut mempunyai keuntungan dan akan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan jika mempunyai kerugian dalam memproduksi.

e. Paham klasik dapat menerangkan comparative advantage yang diperoleh dari perdagangan luar negeri timbul sebagai akibat dari perbedaan harga relatif ataupun tenaga kerja dari barang-barang tersebut yang diperdagangkan.

Teori keunggulan absolut dari Adam Smith memiliki kelemahan yang akhirnya disempurnakan oleh David Ricardo dengan Teori Comparative Advantage

atau keunggulan komparatif, baik secara cost comparative (labor efficiency)maupun

production comparative (labor productivity).

Menurut Teori Cost Comparative (Labor Efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien.

Sedangkan menurut Production comparative advantage (labor productivity), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasioanal jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif (Hamdy, 2001).


(38)

4. Teori H-O

Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka/mahal dalam memproduksinya.

Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:

a. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.

b. Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.

Dalam analisisnya, teori H-O menggunakan dua kurva yaitu, kurva Isocost, kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama dan kurva Isoquant, yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama (Hamdy, 2001). Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu. Analisis teori H-O:

a. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.


(39)

b. Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya.

c. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.

d. Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.

Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.

5. Teori Paradoks Leontief

Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam analisis input-output matriks, melalui studi empiris yang dilakukannya pada tahun 1953 menemukan fakta, fakta itu mengenai struktur perdagangan luar negri (ekspor dan impor). Amerika serikat tahun 1947 yang bertentangan dengan teori H-O sehingga disebut sebagai Paradoks Leontief. Berdasarkan penelitian lebiih lanjut yang dilakukan ahli ekonomi perdagangan ternyata paradoks liontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab utama yaitu:

a. Intensitas faktor produksi yang berkebalikan. b. Tariff and Non tariff barrier.


(40)

c. Pebedaan dalam skill dan human capital.

d. Perbedaan dalam faktor sumberdaya alam.

Kelebihan dari teori ini adalah jika suatu negara memiliki banyak tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih banyak. Sebaliknya jika suatu negara kurang memiliki tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih sedikit.

6. Teori International Product Life Cycle (IPLC)

Ada ketidaksesuaian asumsi teori H-O sehingga menimbulkan berbagai pertanyaan. Teori siklus kehidupan produk merupakan jawaban atas kegagalan teori H-O yang dikemukakan oleh Raymond Vernon pada tahun 1966 yaitu bahwa jalan hidup suatu produk menimbulkan keunggulan komparatif pada tiap tahap menciptakan perdagangan. Menurut model ini, pada tahap awal penciptaan sebuah produk baru dan pengenalannya ke pasar, biasanya proses produksinya mensyaratkan tenaga kerja terampil namun begitu produk itu matang dan telah memperoleh pasar yang luas, maka produk itupun menjadi standar (Salvatore, 1997).

Menurut Sak Onkvisit dan John J. Shaw, berdasarkan teori IPLC terdapat lima tahapan, yaitu tahap I sampai tahap V yang memberi gambaran tentang perkembangan suatu produk. Tahapan-tahapan itu adalah (Hamdy, 2001):

a. Inovasi lokal

b. Inovasi di luar negeri c. Maturity

d. Imitasi di luar e. Pembalikan


(41)

7. Teori Opportunity Cost

Opportunity Cost digambarkan sebagai production possibility curve (PPC) yang menunjukkan kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan suatu negara dengan sejumlah faktor produksi secara full employment. Dalam hal ini bentuk PPC akan tergantung pada asusmsi tentang Opportunity Cost yang digunakan yaitu PPC

Constant cost dan PPC increasing cost.

8. Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD)

Teori Offer Curve ini diperkenalkan oleh dua ekonom Inggris yaitu Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan kesediaan suatu negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga.

Kelebihan dari offer curve yaitu masing-masing negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional yaitu mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga factor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan comparative advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional. Teori perdagangan yang baik untuk diterapkan adalah teori modern yaitu teori Offer Curve.


(42)

2.4. Ekspor

2.4.1. Pengertian Ekspor

Ekspor adalah kegiatan perdagangan internasional yang memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri-industri pabrik besar, bersama dengan struktur politik yang stabil dan lembaga sosial yang fleksibel. Dengan kata lain, ekspor mencerminkan aktivitas perdagangan antar bangsa yang dapat memberikan dorongan dalam dinamika pertumbuhan perdagangan internasional, sehingga suatu negara yang sedang berkembang kemungkinan untuk mencapai kemajuan perekonomian setara dengan negara-negara yang lebih maju (Todaro, 2000).

Kegiatan ekspor merupakan hal yang terpenting bahkan mendapat perhatian utama dalam kegiatan ekonomi mengingat peranannya yang sangat besar dalam menunjang setiap program pembangunan yang dilaksanakan yakni sebagai penggerak kegiatan ekonomi dan pembangunan (generating sector) alasan yang mendesak mengapa suatu negara perlu menggalakkan ekspor adalah untuk meningkatkan kekayaan negara yang berarti pula meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat. 2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor

1. Harga Internasional

Makin besar selisih antara harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi bertambah banyak.


(43)

2. Nilai Tukar Uang (Exchange Rate)

Makin tinggi nilai tukar uang suatu negara (mengalami apresiasi) maka harga ekspor negara itu dipasar internasional menjadi mahal. Sebaliknya, makin rendah nilai mata uang suatu negara (mengalami depresiasi) harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi lebih murah.

3. Quota Ekspor-Impor

Yakni kebijaksanaan perdagangan internasional berupa kuantitas (jumlah) barang.

4. Kebijakan Tarif dan Non Tarif

Kebijakan tarif adalah untuk menjaga harga produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau dapat mendorong pengembangan komoditi tersebut.

2.4.3. Prosedur Ekspor

Adapun prosedur ekspor menurut (Djamin, 2005) akan digambarkan dalam skema sebagai berikut:


(44)

LUAR NEGERI DALAM NEGERI

Gambar 2.1. Skema Prosedur Ekspor Keterangan:

1. Eksportir menerima order (pesanan) dari buyer di luar negeri (B-A).

2. Buyer membuka L/C melalui Opening Bank-Cara Bank-Eksportir (B-C-D-A) 3. Eksportir menempatkan pesanan kepada leveransir/pemilik barang produsen

(A-B).

4. Eksportir menyelesaikan semua formalitas ekspor dengan semua instansi Ekspor yang berwenang (A-G).

5. Eksportir memesan ruangan kapal (booking) dan mengeluarkan shipping order

pada dek pelabuhan (A-F) dan mengurus B/L.

6. Menyiapkan faktur-faktur dan dokumen dan pengapalan lainnya. 7. Menentukan asuransi laut dengan mask. Asuransi (A-H).

IMPORTIR

KEDUTAAN ASING MASKAPAI

ASURANSI INSTANSI

EKS / IMP MASKAPAI

PELAYARAN

BANK DALAM NEGERI EKSPORTIR

PRODUSEN


(45)

8. Menyusun konsular invoice/dengan trade counceler kedutaan negara importir (A-I).

2.4.4. Peranan dan Manfaat Ekspor

Ekspor adalah salah satu sektor pertanian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar antara beberapa di mana dapat mengadakan perluasan dalam sektor industri, sehingga mendorong dalam industri lain, selanjutnya mendorong sektor lainnya dari perekonomian (Baldwin, 2005). Dari definisi di atas dapat dilihat peranan sektor ekspor yaitu:

1. Memperluas pasar bagi barang-barang tertentu. Sebagaimana ditekankan oleh para ahli ekonomi klasik, suatu industri dapat tumbuh dengan cepat jika industri itu dapat menjual hasilnya ke luar negeri daripada hanya dalam negeri yang lebih sempit.

2. Ekspor menciptakan permintaan efektif yang baru, akibatnya permintaan akan barang-barang di pasar dalam negeri meningkat. Terjadinya persaingan mendorong industri industri dalam negeri mencari inovasi yang ditujukan untuk menaikkan produktivitas.

3. Perluasan kegiatan ekspor mempermudah pembangunan, karena industri tertentu tumbuh tanpa membutuhkan investasi dalam kapital sosial sebanyak yang dibutuhkannya seandainya barang-barang itu akan dijual di dalam negeri misalnya karena sempitnya pasar dalam negeri akibat tingkat pendapatan riil yang rendah atau hubungan transportasi yang belum memadai.


(46)

Dengan demikian, selain menambah peningkatan produksi barang untuk dikirim keluar negeri, ekspor juga menambah permintaan dalam negeri sehingga secara langsung ekspor memperbesar output industri-industri itu sendiri, dan secara tidak langsung permintaan luar negeri mempengaruhi industri untuk menggunakan faktor produksinya, misalnya modal, dan juga menggunakan metode-metode produksi yang lebih murah dan efisien sehingga harga dan mutu dapat bersaing di pasar perdagangan internasional.

2.5. Minyak Kelapa Sawit

2.5.1. Perkembangan Industri Kelapa Sawit

Kelapa sawit sebagai penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong Pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit.

Berkembangnya sub-sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan insentif, terutama kemudahan dalam hal perizinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola Perusahaan Inti Rakyat – Perkebunan (PIR-Bun) dan dalam pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta.


(47)

2.5.2. Produk Minyak Kelapa Sawit

Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak tidak lebih dari 2% pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5% FFA (Free Fatty Acid). Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1% - 22,2% (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7% - 2,1% (terendah) (http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit).

2.5.3. Manfaat Lain Minyak Kelapa Sawit

Manfaat lain dari proses minyak kelapa sawit antara lain: a. Sebagai bahan bakar alternatif biodiesel.

b. Sebagai nutrisi pakan ternak (cangkang hasil pengolahan). c. Sebagai bahan pupuk kompos (cangkang hasil pengolahan).

d. Sebagai bahan dasar industri lainnya (industri sabun, industri kosmetik, industri makanan).

e. Sebagai obat karena kandungan minyak nabati berprospek tinggi. f. Sebagai bahan pembuat particle board (batang dan pelepah).


(48)

2.6. Perkembangan Industri Minyak Kelapa Sawit Sumatera Utara

Dalam membahas permintaan ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara tidak bisa terlepas dari keadaan dan sumberdaya lingkungan fisik seperti perkembangan luas areal dan produksi, perkembangan harga minyak kelapa sawit dalam dan luar negeri, total produksi minyak kelapa sawit, sumbangan minyak kelapa sawit kepada pendapatan ekspor, sumbangan kepada tenaga kerja, perkembangan pasaran minyak kelapa sawit dunia, posisi dan kedudukan Minyak Kelapa Sawit Indonesia, pasaran minyak dan lemak dalam negeri, serta peranan kantor pemasaran bersama yang mungkin berpengaruh terhadap ekspor minyak kelapa sawit Sumatera utara.

2.6.1. Perkembangan Luas Lahan Produksi

Sampai akhir tahun 90-an, perkebunan didaerah Sumatera Utara terutama kebun kelapa sawit masih terkonsentrasi didaerah Sumatera Timur, yaitu sekitar wilayah eks kesultanan Deli yang sekarang menjadi wilayah Kota Medan, Kabupaten Langkat, Deli Serdang dan PTPN IV dan PTPN V di kawasan Torgamba serta perkebunan Aek Raso dan Aek Torop, yang terletak di Kabupaten Labuhan Batu.

Berkat rintisan kedua BUMN Deptan tersebut kini kabupaten Labuhan batu berubah menjadi salah satu sentra perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia, keberhasilan proyek perkebunan itu pun telah mendorong pihak swasta melakukan kegiatan yang sama di daerah Labuhan Batu, lalu meluas ke kabupaten tetangganya, Tapanuli Selatan.


(49)

Pesatnya perluasan kebun kelapa sawit khususnya antara 1980-an hingga awal 90-an telah menempatkan minyak kelapa sawit sebagai komoditi perkebunan utama di Sumatera Utara dan menggeser posisi karet yang begitu dominan hingga tahun 1980-an. Data yang disusun menunjukkan bahwa areal perkebunan kelapa sawit telah mencapai perkebunan kelapa sawit tersebut saat ini tersebar di 16 provinsi dari 32 provinsi di Indonesia. Areal terluas di pulau Sumatera (2.243.501 ha), khususnya di Provinsi Sumatera Utara (614.617 ha) dan Provinsi Riau (606.492 ha). Di pulau Kalimantan luas areal perkebunan kelapa sawit pada tahun 1999 adalah 562.901 ha, Di samping pulau Sumatera dan Kalimantan, perkebunan kelapa sawit terdapat diberbagai provinsi di pulau lainnya yaitu di Provinsi Jawa Barat (21.502 ha), Sulawesi Selatan (80.934 ha), Sulawesi Tengah (36.427 ha) dan Irian Jaya (29.855 ha).

Sejalan dengan perkembangan luas areal, perkembangan produksi minyak sawit juga telah berkembang pesat. Jika pada tahun 1968 produksi minyak sawit baru sekitar 182 ribu ton, pada tahun 1999 produksinya telah mencapai 5.989 ribu ton, atau meningkat sebesar hampir 32 kali lipat. Produksi tersebut sebesar 24,1% dihasilkan oleh perkebunan rakyat, 33,3% perkebunan negara dan 42,6% perkebunan besar swasta. Dimasa mendatang produksi tersebut akan terus meningkat karena masih luasnya Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) yaitu 1.055 ribu ha atau 35,5% dari total areal. Di pulau Sumatera yang saat ini merupakan sentra produksi kelapa sawit, produksi tertinggi terdapat di Provinsi Sumatera Utara (2.394 ribu ton pada tahun 1999) dan di Provinsi Riau (1.272 ribu ton).


(50)

2.7. Nilai Tukar (Kurs)

2.7.1. Pengertian Nilai Tukar (Kurs)

Dalam perdagangan internasional pertukaran antara satu mata uang dengan mata uang lain menjadi hal yang terpenting untuk mempermudah proses transaksi jual beli barang dan jasa. Dari pertukaran ini, terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut, dan inilah yang dinamakan kurs. Jadi secara umum, kurs atau nilai tukar dapat diartikan sebagai harga suatu mata uang asing atau harga mata uang luar negeri terhadap mata uang domestik (Lindert, 2000).

Kurs adalah harga mata uang domestik terhadap mata uang asing dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang nilai tukar riil dari negara mitra dagang Indonesia, nilai tukar rupiah Indonesia digunakan sebagai proyeksi dari nilai tukar negara mitra dagang Indonesia Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruhnya yang sedemikian besar bagi transaksi berjalan maupun terhadap variabel-variabel ekonomi lainnya kurs juga memainkan peranan sentral dalam perdagangan internasional,

Dalam mekanisme pasar, kurs dari suatu mata uang akan mengalami fluktuasi yang berdampak langsung pada harga barang-barang ekspor dan impor (Dominick, 2001). Perubahan yang dimaksud adalah:

1 Apresiasi, yaitu peristiwa menguatnya nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs


(51)

ini adalah harga produk negara itu bagi pihak luar negeri makin mahal, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah.

2 Depresiasi, yaitu peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs ini adalah produk negara itu bagi pihak luar negeri menjadi murah, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi mahal.

2.7.2. Pasar Valuta Asing

Kurs ditentukan oleh interaksi antara berbagai rumah tangga, perusahaan dan lembaga-lembaga keuangan yang membeli dan menjual valuta asing guna keperluan pembayaran internasional. Pasar yang memperdagangkan mata uang internasional disebut dengan pasar valuta asing (foreign exchange market).

Dengan kata lain, pasar valuta asing adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual dari berbagai mata uang asing (Krugman dan Obstfeld, 2002).

2.8. Pupuk

Pupuk merupakan salah satu input sangat esensial dalam proses produksi pertanian. Tanpa pupuk, penggunaan input lainnya seperti benih unggul, air dan tenaga kerja, hanya akan memberikan manfaat minimal sehingga produktivitas pertanian dan pendapatan petani akan rendah. Oleh karena itu, ketersediaan pupuk secara enam tepat, yaitu tepat jenis, tepat jumlah, tepat mutu, tepat lokasi, tepat waktu dan tepat harga, merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Keberhasilan revolusi


(52)

hijau yang menghantarkan Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984 tidak terlepas dari dukungan penyediaan pupuk secara memadai, di samping kebijakan lainnya yang terkait.

Banyak komoditas yang membutuhkan pupuk, baik yang termasuk ke dalam sektor pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan), maupun sektor sektor di luar pertanian yaitu kehutanan, perikanan dan perindustrian. Dari segi tipe manajemen pengusahaan, ada komoditas yang diusahakan oleh rakyat, dan ada pula yang diusahakan oleh perusahaan besar negara dan perusahaan besar swasta (domestik dan asing). Perusahaan besar umumnya terlibat dalam pengusahaan komoditas perkebunan, perikanan budidaya dan kehutanan.

2.8.1. Penawaran Pupuk

Pupuk merupakan unsur pokok dalam memproduksi komoditas pertanian secara efisien dan berkelanjutan. Untuk komoditas tertentu, pupuk merupakan komponen terbesar dari biaya variabel produksi. Selama beberapa tahun terakhir, harga pupuk cenderung meningkat secara dramatis karena meningkatnya biaya energi untuk produksi, terutama gas alam, meningkatnya biaya transportasi dan meningkatnya permintaan (Alley and Wysor, 2005).

Ada tiga kelompok jenis pupuk yang banyak digunakan, yaitu nitrogen, fosfat, dan kalium. Untuk pupuk nitrogen (N), menurut Alley and Wysor (2005), sumber utamanya adalah N2 di atmosfir yang berisi sekitar 78% N2. Menurut Summary Report: World Agricultural Situation and Fertilizer Demand, Global Fertilizer Supply and Trade 2003/04 – 2008/09 (Future National Fertilizer Industry


(53)

Association, Paris), banyak fasilitas pabrik baru pembuatan Urea yang dibangun di dunia. Kapasitas produksi diharapkan akan tumbuh tumbuh 17%. Asosiasi tersebut memprediksi bahwa kapasitas produksi dunia akan melebihi permintaan dunia sekitar 9-11% selama periode tersebut (dengan asumsi tidak ada penutupan pabrik di AS dan Eropa). Menurut negara pemasok utama, pasokan pupuk N untuk pasar dunia diperkirakan akan cukup.

Sisi penawaran/produksi memberikan beberapa kesimpulan mengenai pupuk yaitu untuk pupuk Urea, produksinya dipengaruhi secara signifikan terutama oleh kapasitas produksi dan harga pupuk tersebut di pasar domestik, kemudian diikuti oleh produksi tahun lalu dan terakhir harga gas. Implikasinya adalah bahwa upaya meningkatkan produksi Urea akan sangat efektif melalui peningkatan kapasitas produksi pabrik yang ada karena semua pabrik pupuk Urea di Indonesia umumnya berproduksi di bawah kapasitas produksi optimumnya. Untuk pupuk TSP, produksinya dipengaruhi secara signifikan oleh produksi tahun lalu, kemudian diikuti oleh kapasitas produksi dan harga pupuk tersebut di pasar domestik. Untuk pupuk KCl tidak dilakukan analisis penawaran karena Indonesia tidak memproduksi pupuk ini, di mana kebutuhan pupuk dipenuhi dari impor (Rachbini, 2006).

2.8.2. Permintaan Pupuk

Permintaan pupuk aktual di tingkat petani paling sedikit dipengaruhi oleh 10 faktor (Parthsarathy, 2004), yaitu: (1) Terciptanya keuntungan finansial cukup tinggi akibat penggunaan pupuk dan adanya kesadaran petani akan manfaat pupuk sehingga petani termotivasi untuk menggunakan pupuk; (2) Kemampuan petani membeli


(54)

pupuk dan likuiditas tunai yang secara cepat dapat dicairkan menjadi uang untuk membeli pupuk; (3) Ketersediaan pupuk secara tepat jenis, jumlah, waktu dan lokasi; (4) Curah hujan dan distribusinya sepanjang tahun mempengaruhi ketersediaan air yang selanjutnya mempengaruhi penggunaan pupuk; (5) Luas lahan berigasi yang mempengaruhi intensitas tanam yang kemudian berdampak pada kebutuhan pupuk; (6) Pola tanam, yang menentukan jumlah pupuk yang diperlukan; (7) Ketersediaan dan penggunaan benih varietas unggul yang responsif terhadap pupuk; (8) Karakteristik tanah dan kandungan nutrisi dalam tanah; (9) Total luas lahan yang diusahakan; dan (10) Luas garapan per petani, di mana penggunaan pupuk per hektare petani sempit petani sempit lebih banyak dibanding petani luas.

Dari berbagai penelitian dapat diketahui variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model permintaan pupuk, yaitu: harga jenis pupuk sendiri, harga jenis pupuk lain, harga input lain (pestisida dan tenaga kerja), harga output, biaya produksi selain pupuk, jarak ke tempat membeli pupuk, biaya angkut pupuk, luas garapan, luas areal intensifikasi, pendidikan kepala keluarga, intensitas penyuluhan, keikutsertaan petani dalam kelompok tani, dummy status garapan, dummy pengetahuan petani mengenai pupuk, dummy ketersediaan pupuk, dummy varietas tanaman, dummy irigasi, dummy musim, dan dummy daerah. Masing-masing penelitian menggunakan spesifikasi model dengan memilih beberapa variabel bebas.


(55)

2.9. Harga Minyak Kelapa Sawit

Menurut Pappas dan Hitschey (2001) permintaan adalah jumlah barang dan konsumen selama periode tertentu berdasarkan kondisi tertentu. Dalam membahas permintaan suatu barang tidak terlepas dari mempelajari tingkah laku konsumen, di mana seorang konsumen senantiasa ingin memaksimalkan kepuasan. Dengan demikian di pasar ada dua kekuatan yaitu produsen dan konsumen. Proses selanjutnya melalui mekanisme pasar yaitu tarik menarik antara kekuatan permintaan dan penawaran di peroleh harga dan kuantitas yang di sepakati. Dari sinilah analisa permintaan sangat penting dalam mengambil keputusan oleh produsen/pengusaha.

Menurut Pappas dan Mark Hitschey (1995: 97) fungsi dari permitaan adalah hubungan antara jumlah barang yang diminta (Q) dan variabel-variabel yang mempengaruhinya, sedangkan kurva permintaan adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara jumlah barang yang di minta dan harga barang yang diminta. Sehingga model matematis fungsi permintaan secara sederhana adalah sebagai berikut:

Qx = a + bPx + e

Dengan asumsi varibel-variabel lain dianggap tetap (cateris paribus), dengan demikian di asumsikan bahwa permintaan terhadap suatu barang hanya di pengaruhi oleh harga barang tersebut. Variabel yang mempengaruhi suatu permintaan barang antara lain:

1. Harga barang yang diminta (The Price of Goods. X = Px). Permintaan merupakan fungsi dari harga suatu barang. Apabila harga suatu barang itu naik, maka


(56)

permintaan akan turun. Sebaliknya apabila harga barang turun permintaan akan naik.

2. Harga barang lain (The Price of Relatid goods or service = Pr). Dengan kondisi: a. Hubungan barang substitusi. Pengaruh harga barang substitusi terhadap

barang tersebut adalah bahwa apabila ada kenaikan harga barang pokok, maka permintaan terhadap barang subsitusi naik. Hal ini disebabkan harga barang substitusi lebih mahal dibanding harga barang pokok.

b. Hubungan barang komplementer. Apabila harga barang komplementer naik, sehingga berakibat permintaan terhadap pokok juga naik.

3. Fakor-faktor lain. Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan permintaan suatu barang antara lain adalah faktor eksternal (peraturan pemerintah, kondisi ekonomi suatu negara/daerah dan lain-lain).

Dari faktor di atas maka permintaan suatu barang/jasa dapat dirumuskan sebagai berikut:

Odx = F(Px,Pr,O) Di mana:

Odx = kuantitas permintaan barang/jasa Px = harga dari barang/jasa X

Pr = harga dari barang lain yang berkaitan O = faktor-faktor spesifik lain

Dari indikasi di atas dapat dijelaskan bahwa permintaan terhadap suatu barang sangat dipengaruhi oleh suatu variabel. Masing-masing variabel akan mempunyai


(57)

pengaruh yang berbeda terhadap permintaan konsumen, harga barang/jasa. Variabel harga produk akan mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan konsumen. Suatu masyarakat dengan pendapatan per kapita rendah mempunyai daya beli yang rendah pula. Dalam membelanjakan uangnya mereka akan memberikan prioritas pada pemenuhan kebutuhan. Harga barang lain (substitusi) akan mempunyai pengaruh positif terhadap permintaan konsumen.

2.10. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang Pendapatan Ekspor Minyak Kelapa Sawit telah banyak dilakukan, antara lain:

Larson (1996) dalam penelitian yang berjudul Indonesia's Palm Oil Subsector, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa subsektor minyak kelapa sawit di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur pajak kelapa sawit menghambat perkembangan minyak kelapa sawit di Indonesia, dan adanya sistem penyanggah (buffer stock) minyak kelapa sawit menghambat pengembangan minyak kelapa sawit dan sebaiknya penjualan dilakukan langsung dari perkebunan masing.

Sari (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional, hasil penelitian menunjukkan bahwa pangsa pasar Indonesia berada pada posisi teratas kemudian disusul oleh Malaysia dan Colombia. Indonesia menguasai pangsa pasar pada tahun 2000 sampai tahun 2005, walaupun besarnya pangsa pasar Indonesia berfluktuatif tetapi cenderung mengalami kenaikan minyak kelapa sawit Indonesia memiliki


(58)

keunggulan komparatif yang tinggi. Kendala dalam pemasaran dan produksi minyak kelapa sawit Indonesia secara umum adalah kebijakan pemerintah yang menghambat, nilai dan produktivitas yang rendah, tingginya biaya ekspor, dan penyeludupan minyak kelapa sawit.

Abidin (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia, hasil penelitian menunjukkan bahwa harga minyak sawit domestik, harga minyak sawit internasional, nilai tukar dan harga minyak kelapa secara simultan berpengaruh nyata terhadap ekspor minyak sawit Indonesia, sedangkan nilai tukar rupiah secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ekspor minyak sawit Indonesia.

Sousma (2009) dalam penelitian yang berjudul Analisis Penawaran Ekspor Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil) Indonesia, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor minyak kelapa sawit Indonesia dan mengetahui besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap penawaran ekspor minyak kelapa sawit Indonesia. Hasil uji F menunjukkan harga minyak kelapa sawit dunia, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, dan waktu berpengaruh sangat nyata terhadap penawaran ekspor minyak kelapa sawit Indonesia. Hasil uji t menunjukkan harga minyak kelapa sawit dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika berpengaruh negatif, sedangkan waktu berpengaruh positif terhadap penawaran ekspor minyak kelapa sawit Indonesia.


(59)

2.11. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini memakai kerangka pemikiran seperti yang tertera berikut ini:

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

2.12. Hipotesis Penelitian

Penelitian ini menggunakan hipotesis sebagai berikut:

1. Nilai tukar Rupiah berpengaruh positif terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara, ceteris paribus.

2. Harga Pupuk berpengaruh negatif terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara, ceteris paribus.

3. Luas lahan berpengaruh positif terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara, ceteris paribus.

4. Harga Minyak Kelapa Sawit berpengaruh positif terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara, ceteris paribus.

Nilai Tukar Rupiah

Harga Pupuk

Luas Lahan

Volume Ekspor Minyak Kelapa Sawit


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya dibatasi pada variabel-variabel sebagai berikut harga minyak kelapa sawit, total produksi minyak kelapa sawit, nilai tukar rupiah, harga pupuk, luas lahan, dan volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder mulai dari tahun 1986 – 2009 dan bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan berbagai sumber lainnya yang relevan seperti jurnal, internet, buletin, buku, artikel, surat kabar, majalah dan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

3.3. Tehnik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan periode tahun 1986 – 2009, dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), untuk mengestimasi data penelitian digunakan Regresi linear berganda dibantu dengan menggunakan software Eviews 5.1, adapun model yang dipakai dalam penelitian ini adalah:


(61)

EKS = f { KURS, PPK, LHN, HRG}... (3.1) Selanjutnya dispesifikasikan ke dalam model ekonometrika sebagai berikut: logEKS = á0 + á1logKURS

+

á2logPPK +á3logLHN + á4logHRG +

å

.. (3.2) Di mana:

EKS = Volume Ekspor Minyak Kelapa Sawit (Ton) KURS = Nilai Tukar Rupiah dengan US Dollar (Rupiah) PPK = Jumlah Pupuk (Kilogram)

LHN = Luas Lahan Kelapa Sawit (hektar) HRG = Harga Minyak Kelapa Sawit (Rupiah/Kg) á1 - á4 = Koefisien regresi

á0 = Intercept

å = Error term

3.4. Pengujian Statistik

3.4.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji ini digunakan untuk mengetahui besarnya kemampuan variabel-variabel bebas menerangkan variabel tidak bebas pada model secara bersama-sama.

Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1. Semakin besar nilai R2, maka semakin besar pula kemampuan variabel-variabel bebas menerangkan variabel tidak bebas.


(62)

3.4.2. Uji t-statistik

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas dalam model secara terpisah mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas untuk tingkat kepercayaan =  dan df = n-k dengan hipotesa:

H0 : variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebas H1 : variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebas

Jika-t-tabel < t-hitung< t-tabel maka H0 diterima artinya variabel bebas secara terpisah tidak mempengaruhi vriabel tidak bebas.

Jika t-hitung < -t-tabel atau t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak artinya variabel bebas secara terpisah berpengaruh terhadap variabel tidak bebas.

3.4.3. Uji F- statistik

Uji ini digunakan untuk mengetahui variabel-variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel tidak bebas dengan hipotesis:

H0 : semua variabel bebas secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel tidak bebas.

H1 : semua variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel tidak bebas. Dengan tingkat keyakinan= dan df= (k-1) (N-k)

H0 diterima jika F-hitung < F-tabel H0 ditolak jika F-hitung > F-tabel


(63)

3.5. Uji Asumsi Klasik 3.5.1 Uji Otokorelasi

Yaitu suatu fenomena bahwa faktor pengganggu yang satu dengan yang lain saling berhubungan. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan metode Uji Langrange Multilier (LM) yaitu dengan membandingkan nilai ÷2 tabel dengan ÷2 hitung. Rumus untuk mencari ÷2 hitung sebagai berikut:

÷2 = (n-1) R2

dengan pedoman: bila nilai ÷2 hitung lebih kecil dibandingkan nilai ÷2 tabel maka tidak ada autokorelasi. Sebaliknya bila nilai ÷2 hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai ÷2 tabel maka ditemukan adanya autokorelasi.

3.5.2. Uji Multikolinieritas

Pada mulanya multikolinieritas berarti ada hubungan yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan:

logX1, logX2, logX1,...,LogXë

(di mana ë = 1 untuk semua pengamatan memungkinkan intersep), suatu hubungan Linear yang pasti ada apabila kondisi berikut terpenuhi:

0 V x â .... x â x â x

â1 12 23 3  k k 

Untuk menguji adanya multikolinieritas, karena multikolinieritas adalah kombinasi linear yang pasti menjelaskan lainnya. Salah satunya cara untuk mengetahui hubungan antar variabel logX yang satu dengan variabel logX yang lain adalah meregresi tiap logXi sisa variabel logX dan menghitung r2 yang cocok.


(64)

Pengujian terhadap masing-masing variabel independen tersebut didapat, kemudian dibandingkan dengan R2 yang didapat dari hasil regresi secara bersama-sama variabel independen. Jika r2 variabel melebihi R2 pada model regresi, maka dalam regresi tersebut terdapat multikolinieritas. Sebaliknya apabila r2 variabel < R2 pada model regresi, maka dalam regresi tersebut tidak terdapat multikolinieritas.

3.5.3. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari suatu populasi yang normal (Singgih Santoso, 2003: 379). Asumsi tersebut diuji dengan menggunakan uji Kolmogorof Smirnov dengan menggunakan komputer program SPSS 12.0. Jika probalilitas (p) > 0,05, Ho diterima. Ho diterima berarti data yang digunakan dalam penelitian tersebut mempunyai distribusi normal. Apabila probabilitas (p) < 0,05, maka Ho ditolak. Ho ditolak berarti data yang digunakan tersebut berdistribusi tidak normal. Model yang baik adalah model yang dibentuk oleh variabel yang mempunyai distribusi data normal atau mendekati normal.

3.5.4. Uji Linieritas

Menurut Imam Ghozali (2005: 155) uji linieritas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak. Apakah fungsi yang digunakan dalam suatu studi empiris sebaiknya berbentuk linear, kuadrat, atau kubik. Dengan uji linieritas akan diperoleh informasi apakah model empiris sebaiknya linear, kuadrat, atau kubik. Untuk menguji linieritas dengan menggunakan uji LM (Lagrange multiplier). Uji ini merupakan alternatif dari Ramsey test dan dikembangan oleh Engle tahun 1982. Estimasi dengan uji ini bertujuan untuk


(65)

mendapatkan nilai chi2 hitung atau (n x R2). Ketentuan uji dilakukan dengan membandingkan nilai chi2 tabel. Bila nila chi2 hitung lebih kecil dari nilai chi2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan adalah linier.

3.6. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel-varibel penelitian dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Volume Ekspor Minyak Kelapa Sawit merupakan jumlah keseluruhan minyak kelapa sawit yang diekspor dari pelabuhan Belawan ke luar negeri, dalam satuan ton.

2. Nilai tukar Rupiah merupakan nilai tukar tengah US Dollar terhadap Rupiah yang tercatat di Bank Indonesia, dalam satuan Rupiah.

3. Harga Pupuk merupakan harga rata rata penjualan pupuk kelapa sawit di Sumatera Utara, dalam satuan Rupiah.

4. Luas Lahan Kelapa Sawit merupakan total luas lahan kelapa sawit di Sumatera Utara baik milik Pemerintah maupun swasta, dalam satuan hektar.

5. Harga ekspor minyak kelapa sawit merupakan harga hasil penjualan minyak kelapa sawit yang berasal dari Sumatera Utara yang dijual di luar negeri, dinyatakan dalam Rupiah/Kilogram.


(1)

Dependent Variable: LOGLHN Method: Least Squares Date: 04/26/11 Time: 15:42 Sample: 1986 2009

Included observations: 24

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.86094 5.505291 1.972819 0.0625

LOGKURS 0.723558 0.498934 1.450208 0.1625

LOGPPK 0.671035 0.648191 1.035242 0.3129

LOGHRG -1.015420 0.772385 -1.314655 0.2035

R-squared 0.741023 Mean dependent var 13.98143

Adjusted R-squared 0.702176 S.D. dependent var 1.026914 S.E. of regression 0.560420 Akaike info criterion 1.830753 Sum squared resid 6.281420 Schwarz criterion 2.027095

Log likelihood -17.96903 F-statistic 19.07562


(2)

Dependent Variable: LOGHRG Method: Least Squares Date: 04/26/11 Time: 15:43 Sample: 1986 2009

Included observations: 24

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 7.347218 0.193846 37.90237 0.0000

LOGKURS -0.076839 0.080549 -0.953948 0.3515

LOGPPK 0.242180 0.092645 2.614057 0.0166

LOGLHN -0.037838 0.030516 -1.239935 0.2294

R-squared 0.273499 Mean dependent var 8.064696

Adjusted R-squared 0.164524 S.D. dependent var 0.118355 S.E. of regression 0.108182 Akaike info criterion -1.458998 Sum squared resid 0.234066 Schwarz criterion -1.262655

Log likelihood 21.50797 F-statistic 2.509739

Durbin-Watson stat 2.296954 Prob(F-statistic) 0.087998

p d fMachine

I s a pdf w rit er t ha t produces qua lit y PDF files w it h ea se!

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, if you can print from a windows application you can use pdfMachine.

Get yours now !


(3)

LAMPIRAN 5. UJI AUTOKORELASI

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.923223 Probability 0.416261

Obs*R-squared 2.351356 Probability 0.308610

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/26/11 Time: 15:55

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.248290 1.223096 -0.203001 0.8415

LOGKURS 0.009015 0.056684 0.159042 0.8755

LOGPPK -0.013358 0.081522 -0.163862 0.8718

LOGLHN -0.003067 0.031322 -0.097934 0.9231

LOGHRG 0.039484 0.162994 0.242241 0.8115

RESID(-1) -0.307467 0.250855 -1.225679 0.2370 RESID(-2) -0.212432 0.260217 -0.816363 0.4256 R-squared 0.097973 Mean dependent var -2.91E-15 Adjusted R-squared -0.220389 S.D. dependent var 0.070204 S.E. of regression 0.077556 Akaike info criterion -2.037148 Sum squared resid 0.102253 Schwarz criterion -1.693549

Log likelihood 31.44577 F-statistic 0.307741


(4)

LAMPIRAN 6. UJI NORMALITAS

0 1 2 3 4 5 6 7

-0.1 -0.0 0.1

Series: Residuals Sample 1986 2009 Observations 24

Mean -2.91e-15 Median -0.021945 Maximum 0.139136 Minimum -0.112854 Std. Dev. 0.070204 Skewness 0.356542 Kurtosis 2.060519 Jarque-Bera 1.391113 Probability 0.498797

83

p d fMachine

I s a pdf w rit er t ha t produces qua lit y PDF files w it h ea se!

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, if you can print from a windows application you can use pdfMachine.

Get yours now !


(5)

LAMPIRAN 7. UJI LINIERITAS

Ramsey RESET Test:

F-statistic 0.918987 Probability 0.350441

Log likelihood ratio 1.195063 Probability 0.274311

Test Equation:

Dependent Variable: LOGEKS Method: Least Squares Date: 04/26/11 Time: 16:06 Sample: 1986 2009

Included observations: 24

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -3.082397 2.834672 -1.087391 0.2912

LOGKURS -0.093348 0.058412 -1.598094 0.1274

LOGPPK -0.003853 0.086062 -0.044773 0.9648

LOGLHN 1.449681 0.352814 4.108909 0.0007

LOGHRG 0.069097 0.104237 0.662885 0.5158

FITTED^2 -0.013963 0.012651 -1.103714 0.2843

R-squared 0.995570 Mean dependent var 14.12884

Adjusted R-squared 0.994339 S.D. dependent var 1.028801 S.E. of regression 0.077407 Akaike info criterion -2.067164 Sum squared resid 0.107853 Schwarz criterion -1.772651

Log likelihood 30.80597 F-statistic 808.9713


(6)

LAMPIRAN 8. NILAI T TABEL DAN F TABEL

t-tabel

1.729133

f-tabel

2.895107

85

p d fMachine

I s a pdf w rit er t ha t produces qua lit y PDF files w it h ea se!

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, if you can print from a windows application you can use pdfMachine.

Get yours now !