Analisis Peramalan Ekspor Indonesia Pasca Krisis Keuangan Eropa dan Global Tahun 2008 dengan Metode Dekomposisi

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PERAMALAN EKSPOR INDONESIA

PASCA KRISIS KEUANGAN EROPA DAN GLOBAL TAHUN 2008 DENGAN

METODE DEKOMPOSISI

OLEH

JIMMY HANDOKO BARUS 090501046

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Nama : Jimmy Handoko Barus

PERSETUJUAN PENCETAKAN

NIM : 090501046

Program Studi : Strata - 1 Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan Regional

Judul : Analisis Peramalan Ekspor Indonesia Pasca Krisis Keuangan Eropa dan Global Tahun 2008 dengan Metode Dekomposisi

Tanggal, Ketua Program Studi

NIP. 19710503 200312 1 003 Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D

Tanggal, Ketua Departemen

NIP. 19730408 199802 1 001 Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Nama : Jimmy Handoko Barus PERSETUJUAN

NIM : 090501046

Program Studi : Strata - 1 Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan Regional

Judul : Analisis Peramalan Ekspor Indonesia Pasca Krisis Keuangan Eropa dan Global Tahun 2008 dengan Metode Dekomposisi

Tanggal, Pembimbing

NIP. 19580602 198803 1 001 Prof. Dr. Ramli, SE, M.S

Tanggal, Pembaca Penilai

NIP. 19550830 198203 2 003 Dr. Murni Daulay, SE, M.Si


(4)

Lembar Pernyataan

Saya bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “ANALISIS PERAMALAN EKSPOR INDONESIA PASCA KRISIS KEUANGAN EROPA DAN GLOBAL TAHUN 2008 DENGAN METODE DEKOMPOSISI” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Medan, Januari 2013

NIM. 090501046


(5)

ABSTRAK

ANALISIS PERAMALAN EKSPOR INDONESIA PASCA KRISIS KEUANGAN EROPA DAN GLOBAL TAHUN 2008

DENGAN METODE DEKOMPOSISI

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peramalan nilai ekspor Indonesia pada sektor pertanian, industri, pertambangan, dan agregat dari ketiga sektor tersebut pasca krisis keuangan Eropa dan global tahun 2008 dengan metode dekomposisi. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data perkembangan nilai ekspor Indonesia pada sektor pertanian, industri, dan pertambangan, agregat dari ketiga sektor tersebut selama periode Januari 2002 s/d Desember 2011. Data ini digunakan untuk meramalkan nilai ekspor selama periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depannya dengan menggunakan metode dekomposisi. Selain itu penelitian ini juga akan mencoba membuktikan keakuratan metode dekomposisi dalam melakukan peramalan nilai ekspor Indonesia secara agregat dari ketiga sektor tersebut pada periode Januari 2002 s/d Desember 2011.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ekspor sektor pertanian, industri, pertambangan, agregat ketiga sektor tersebut yang dilakukan dengan metode dekomposisi untuk periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depan menghasilkan nilai ekspor yang cenderung meningkat. Dari hasil pengukuran tingkat keakuratan peramalan nilai ekspor Indonesia secara agregat dengan metode dekomposisi selama periode penelitian (Januari 2002 s/d Desember 2011), menghasilkan nilai MAPE sebesar 11%, artinya bahwa tingkat akurasi peramalan adalah tidak baik karena melebihi batas tingkat toleransi sebesar 5%.

Kata kunci : Ekspor Pertanian, Ekspor Industri, Ekspor Pertambangan, Krisis Keuangan, Dekomposisi


(6)

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF FORECASTING EXPORT OF INDONESIA IN THE AFTERMATH OF THE FINANCIAL CRISIS IN EUROPE AND GLOBALLY IN

2008 WITH THE DECOMPOSITION METHOD

This research aims to analyze the value of Indonesia's exports of forecasting on agriculture, industry, mining, and the aggregate of the third sector in the aftermath of the financial crisis in Europe and globally in 2008 with the decomposition method. In this study, the data used is Indonesia export value growth data on agriculture, industry and mining, the aggregate of all three of these sectors during the period January 2002 s/d December 2011. This Data is used to predict the value of exports during the period January 2011 s/d December 2017 in the future by using the method of decomposition. In addition, the study also will try to prove the accuracy of the method of decomposition in forecasting Indonesia export value in the aggregate of all three of these sectors during the period January 2002 s/d December 2011.

The results showed that the value of exports of agriculture, industry, mining, aggregate the third sector conducted by the method of decomposition for the period of January 2011 s/d December 2017 onwards produce export value that tends to increase. From the results of the measurement of the level of accuracy of forecasting the value of Indonesia's exports in the aggregate by the method of decomposition during the research period (January 2002 s/d December 2011), resulting MAPE value of 11%, which means that the accuracy of forecasting is not good because it exceeds the limits of the tolerance of 5 %

Keywords: Agricultural Exports, Industrial Exports, Mining Exports, Financial Crisis, Decomposition


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena hanya atas kasih dan anugerahNya skripsi yang berjudul “Analisis Peramalan Ekspor Indonesia Pasca Krisis Keuangan Eropa dan Global Tahun

2008 dengan Metode Dekomposisi” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Bapak H. Barus S.H dan Ibu tercinta, P. Br. Perangin-angin yang penuh kasih sayang memberikan bantuan semangat dan doa yang begitu besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, M.S selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat berguna, telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan masukan kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.

6. Ibu Dr. Murni Daulay, SE, M.Si selaku dosen pembaca penilai skripsi penulis, yang telah memberikan koreksi dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh dosen Ekonomi Pembangunan yang telah mengajar dan membimbing penulis selama perkuliahan.


(8)

8. Teman-teman seperjuangan Ekonomi Pembangunan stambuk 2009, kiranya Tuhan memberkati dan memimpin kehidupan kita semua.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada pembaca dan peneliti selanjutnya. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan ke depan.

Medan, Penulis

Januari 2013

NIM: 090501046 Jimmy Handoko Barus


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Peramalan ... 8

2.1.1 Definisi Peramalan ... 8

2.1.2 Jenis-Jenis Peramalan ... 8

2.1.3 Langkah-Langkah Peramalan ... 11

2.2 Metode Dekomposisi ... 12

2.2.1 Indeks Musiman ... 13

2.2.2 Trend ... 13

2.2.3 Siklik ... 13

2.3 Perdagangan Internasional ... 13

2.3.1 Latar Belakang Perdagangan Internasional ... 13

2.3.2 Teori Perdagangan Internasional ... 14

2.3.2.1 Teori Merkantilisme ... 14

2.3.2.2 Teori Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage Theory) ... 15

2.3.2.3 Teori Keunggulan Komperatif (Comparative Advantage Theory) ... 16

2.3.2.4 Teori Hecksher-Ohlin (H-O) ... 17

2.3.2.5 Teori Leontiev ... 18

2.3.2.6 Teori Stopler-Samuelson ... 19

2.3.2.7 Teori Rybczynski ... 19

2.4 Ekspor ... 19

2.4.1 Definisi Ekspor ... 19

2.4.2 Tujuan Ekspor ... 20

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor ... 21

2.4.4 Kebijakan Pemerintah Untuk Mendorong Ekspor ... 22


(10)

2.5.1 Definisi Ekspor ... 22

2.5.2 Jenis-Jenis Krisis ... 24

2.6 Penelitian Terdahulu ... 26

2.7 Kerangka Pemikiran ... 28

2.8 Hipotesis ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 30

3.2 Pendekatan Penelitian ... 30

3.3 Batasan Operasional ... 30

3.4 Definisi Operasional ... 30

3.5 Jenis dan Sumber Data ... 31

3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.7 Pengolahan Data ... 32

3.8 Teknik Analisis Data ... 32

3.8.1 Metode Dekomposisi ... 32

3.9 Teknik Evaluasi Hasil Peramalan ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia ... 37

4.2 Perkembangan Ekspor Pra Krisi Keuangan Eropa dan Global 2008 ... 39

4.2.1 Ekspor Sektor Pertanian ... 39

4.2.2 Ekspor Sektor Industri ... 41

4.2.3 Ekspor Sektor Pertambangan ... 43

4.3 Perkembangan Ekspor Pasca Krisis Keuangan Eropa dan Global 2008 ... 45

4.3.1 Ekspor Sektor Pertanian ... 45

4.3.2 Ekspor Sektor Industri ... 47

4.3.3 Ekspor Sektor Pertambangan ... 50

4.4 Analisis Data ... 51

4.4.1 Peramalan Ekspor Sektor Pertanian Indonesia Pasca Krisis ... 51

4.4.1.1 Indeks Musiman (It) ... 51

4.4.1.2 Trend (Tt) ... 51

4.4.1.3 Faktor Siklik (Ct) ... 53

4.4.1.4 Peramalan ... 53

4.4.2 Peramalan Ekspor Sektor Industri Indonesia Pasca Krisis ... 56

4.4.2.1 Indeks Musiman (It) ... 56

4.4.2.2 Trend (Tt) ... 58

4.4.2.3 Faktor Siklik (Ct) ... 58

4.4.2.4 Peramalan ... 58

4.4.3 Peramalan Ekspor Sektor Pertambangan Indonesia Pasca Krisis ... 61


(11)

4.4.3.2 Trend (Tt) ... 63

4.4.3.3 Faktor Siklik (Ct) ... 63

4.4.3.4 Peramalan ... 63

4.4.4 Peramalan Ekspor Secara Agregat Indonesia Pasca Krisis ... 66

4.4.5 Evaluasi Peramalan ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(12)

DAFTAR TABEL

No. Tabel

Judul

Halaman 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu ... 26 4.1 Indeks Musim Ekspor Sektor Pertanian ... 52 4.2 Peramalan Nilai Ekspor Sektor Pertanian Indonesia Periode

Januari 2012 s/d Desember 2017 ... 54 4.3 Indeks Musim Ekspor Sektor Industri ... 57 4.4 Peramalan Nilai Ekspor Sektor Industri Indonesia Periode

Januari 2012 s/d Desember 2017 ... 59 4.5 Indeks Musim Ekspor Sektor Pertambangan ... 62 4.6 Peramalan Nilai Ekspor Sektor Pertambangan Indonesia

Periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ... 64 4.7 Peramalan Nilai Ekspor Secara Agregat Indonesia Periode


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Judul

Halaman

1.1 Dampak Gejolak Ekonomi di Eropa dan Amerika bagi Pereko- nomian Domestik ... 3 2.1 Kerangka Pemikiran ... 28 4.1 Perkembangan Nilai Ekspor Sektor Pertanian Indonesia Pra

Krisis Keuangan Eropa dan Global 2008 ... 41 4.2 Perkembangan Nilai Ekspor Sektor Industri Indonesia Pra

Krisis Keuangan Eropa dan Global 2008 ... 43 4.3 Perkembangan Nilai Ekspor Sektor Pertambangan Indonesia

Pra Krisis Keuangan Eropa dan Global 2008 ... 45 4.4 Perkembangan Nilai Ekspor Sektor Pertanian Indonesia Pasca

Krisis Keuangan Eropa dan Global 2008 ... 47 4.5 Perkembangan Nilai Ekspor Sektor Industri Indonesia Pasca

Krisis Keuangan Eropa dan Global 2008 ... 49 4.6 Perkembangan Nilai Ekspor Sektor Pertambangan Indonesia

Pasca Krisis Keuangan Eropa dan Global 2008 ... 50 4.7 Original Data Nilai Ekspor Sektor Pertanian ... 51 4.8 Penyesuaian Nilai Ekspor Sektor Pertanian Dengan Indeks

Musim ... 52 4.9 Plot Peramalan Nilai Ekspor Sektor Pertanian Dengan Metode

Dekomposisi ... 55 4.10 Original Data Nilai Ekspor Sektor Industri ... 56 4.11 Penyesuaian Nilai Ekspor Sektor Industri Dengan Indeks

Musim ... 57 4.12 Plot Peramalan Nilai Ekspor Sektor Industri Dengan Metode

Dekomposisi ... 60 4.13 Original Data Nilai Ekspor Sektor Pertambangan ... 61 4.14 Penyesuaian Nilai Ekspor Sektor Pertambangan Dengan Indeks

Musim ... 62 4.15 Plot Peramalan Nilai Ekspor Sektor Pertambangan Dengan

Metode Dekomposisi ... 65 4.16 Plot Peramalan Nilai Ekspor Secara Agregat Dengan Metode

Dekomposisi ... 67 4.17 Evaluasi Hasil Peramalan Nilai Ekspor Secara Agregat Dengan

Metode Dekomposisi ... 69


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Data Perkembangan Nilai Ekspor Indonesia Sektor Pertanian, Industri, Pertambangan, Agregat

Periode Januari 2002 s/d Desember 2011

(juta USD) ... 76

2 Data Aktual dan Penyesuaian Nilai Ekspor Pertanian Dengan Indeks Musim ... 79

3 Data Aktual dan Penyesuaian Nilai Ekspor Industri Dengan Indeks Musim ... 80

4 Data Aktual dan Penyesuaian Nilai Ekspor Pertambangan Dengan Indeks Musim ... 80

5 Time Series Decomposition for pertanian ... 81

6 Time Series Decomposition for industri ... 82

7 Time Series Decomposition for pertambangan ... 83


(15)

ABSTRAK

ANALISIS PERAMALAN EKSPOR INDONESIA PASCA KRISIS KEUANGAN EROPA DAN GLOBAL TAHUN 2008

DENGAN METODE DEKOMPOSISI

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peramalan nilai ekspor Indonesia pada sektor pertanian, industri, pertambangan, dan agregat dari ketiga sektor tersebut pasca krisis keuangan Eropa dan global tahun 2008 dengan metode dekomposisi. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data perkembangan nilai ekspor Indonesia pada sektor pertanian, industri, dan pertambangan, agregat dari ketiga sektor tersebut selama periode Januari 2002 s/d Desember 2011. Data ini digunakan untuk meramalkan nilai ekspor selama periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depannya dengan menggunakan metode dekomposisi. Selain itu penelitian ini juga akan mencoba membuktikan keakuratan metode dekomposisi dalam melakukan peramalan nilai ekspor Indonesia secara agregat dari ketiga sektor tersebut pada periode Januari 2002 s/d Desember 2011.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ekspor sektor pertanian, industri, pertambangan, agregat ketiga sektor tersebut yang dilakukan dengan metode dekomposisi untuk periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depan menghasilkan nilai ekspor yang cenderung meningkat. Dari hasil pengukuran tingkat keakuratan peramalan nilai ekspor Indonesia secara agregat dengan metode dekomposisi selama periode penelitian (Januari 2002 s/d Desember 2011), menghasilkan nilai MAPE sebesar 11%, artinya bahwa tingkat akurasi peramalan adalah tidak baik karena melebihi batas tingkat toleransi sebesar 5%.

Kata kunci : Ekspor Pertanian, Ekspor Industri, Ekspor Pertambangan, Krisis Keuangan, Dekomposisi


(16)

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF FORECASTING EXPORT OF INDONESIA IN THE AFTERMATH OF THE FINANCIAL CRISIS IN EUROPE AND GLOBALLY IN

2008 WITH THE DECOMPOSITION METHOD

This research aims to analyze the value of Indonesia's exports of forecasting on agriculture, industry, mining, and the aggregate of the third sector in the aftermath of the financial crisis in Europe and globally in 2008 with the decomposition method. In this study, the data used is Indonesia export value growth data on agriculture, industry and mining, the aggregate of all three of these sectors during the period January 2002 s/d December 2011. This Data is used to predict the value of exports during the period January 2011 s/d December 2017 in the future by using the method of decomposition. In addition, the study also will try to prove the accuracy of the method of decomposition in forecasting Indonesia export value in the aggregate of all three of these sectors during the period January 2002 s/d December 2011.

The results showed that the value of exports of agriculture, industry, mining, aggregate the third sector conducted by the method of decomposition for the period of January 2011 s/d December 2017 onwards produce export value that tends to increase. From the results of the measurement of the level of accuracy of forecasting the value of Indonesia's exports in the aggregate by the method of decomposition during the research period (January 2002 s/d December 2011), resulting MAPE value of 11%, which means that the accuracy of forecasting is not good because it exceeds the limits of the tolerance of 5 %

Keywords: Agricultural Exports, Industrial Exports, Mining Exports, Financial Crisis, Decomposition


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 sampai 1998 lalu. Peristiwa ini telah membawa dampak yang merugikan bagi kondisi perekonomian Indonesia pada saat itu, dimana terjadi kemerosotan Produk Domestik Bruto (PDB), output menurun, banyak perusahaan yang bangkrut, perbankan hancur, pengangguran meningkat, kemiskinan meningkat.

Menjelang akhir triwulan III pada tahun 2008, dunia kembali dihadapkan kepada krisis keuangan global yang mulai muncul sejak bulan Agustus 2007, yaitu pada saat salah satu bank terbesar Perancis, BNP Paribas mengumumkan pembekuan beberapa sekuritas yang terkait dengan kredit perumahan berisiko tinggi Amerika Serikat (subprime mortgage). Keadaan ini selanjutnya memicu gejolak di pasar keuangan dan akhirnya merambat ke seluruh dunia. Intensitas krisis semakin membesar akibat bangkrutnya bank investasi terbesar Amerika Serikat, Lehman Brothers yang diikuti oleh kesulitan keuangan yang semakin parah di sejumlah lembaga keuangan berskala besar di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang (Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2014, Edisi Januari 2009).

Oleh banyak ekonom dunia, krisis ini disebut sebagai krisis ekonomi paling serius setelah depresi ekonomi besar yang terjadi pada dekade 30-an. Hal ini membuat banyak investor dunia mengalami kerugian besar yang tidak kalah


(18)

dahsyatnya dengan kerugian yang dialami oleh banyak investor di kawasan Asia pada saat krisis ekonomi 1997-1998. (Tambunan, 2011:106).

Menjelang berakhirnya krisis ekonomi global periode 2008, ekonomi zona Eropa sebenarnya sudah mulai menunjukkan gejala akan mengalami krisis besar karena masalah utang pemerintah Yunani yang tidak terbayarkan sehingga menyebabakan defisit keuangan pemerintah. Keadaan ini memicu terjadinya krisis di zona Eropa pada tahun 2011. Adanya krisis keuangan yang di hadapi global dan Eropa ini tentu akan berdampak juga terhadap kondisi perekonomian di Asia, termasuk Indonesia karena mengingat bahwa perekonomian Indonesia yang saat ini semakin terbuka. Krisis keuangan ini berdampak terhadap sektor keuangan domestik.

Berdasarkan dokumen yang di terbitkan Bappenas yang berjudul “Krisis Keuangan Eropa : Dampak Terhadap Perekonomian Indonesia”, menuliskan bahwa pengaruh krisis global terhadap perekonomian domestik mengalir melalui beberapa kemungkinan transmisi, yaitu :

1. Transmisi moneter dan keuangan melalui perubahan suku bunga, nilai tukar mata uang, kredit, dan yield surat utang pemerintah;

2. Transmisi fiskal seperti utang luar negeri;

3. Transmisi perdagangan berupa ekspor dan impor; 4. Transmisi investasi berupa FDI dan Portofolio;

5. Transmisi komoditas berupa perubahan harga komoditas.

Dampak gejolak ekonomi di Eropa dan Amerika bagi perekonomian domestik Indonesia dapat dilihat dalam gambar berikut ini


(19)

Sumber : William Walace, 2009 dalam Bappenas

Gambar 1.1

Dampak Gejolak Ekonomi di Eropa dan Amerika bagi Perekonomian Domestik

Pada gambar 1.1 di atas dapat dilihat bahwa krisis keuangan Eropa dan global berdampak terhadap sektor keuangan domestik, kondisi perekonomian global serta gejolak harga yang selanjutnya memberi dampak terhadap perekonomian domestik. Dampak terhadap pasar keuangan Indonesia adalah harga saham menurun, nilai tukar juga mengalami penurunan, terjadinya pengetatan kredit, serta terjadi kenaikan yield SUN. Selanjutnya, dampak krisis terhadap ekonomi domestik dapat di lihat bahwa lebih dirasakan oleh sektor riil, dimana terjadi penurunan volume dan nilai ekspor, pendapatan masyarakat melemah, investasi menurun, keadaan ini menyebabkan kebutuhan pembiayaan

Pelemahan Ekonomi Global Krisis Keuangan

Eropa dan AS Gejolak

Harga Komoditas

Pasar Keuangan IDN Pengetatan

Kredit Rupiah

menurun Harga

saham turun

Yield

SUN naik

Dampak Ekonomi Domestik

Kebutuhan Pembiayaan

Pemerintah Dampak

inflasi Pendapatan

masyarakat melemah Volume

dan nilai ekspor


(20)

pemerintah meningkat, dan pada akhirnya akan memicu terjadinya peningkatan inflasi.

Pada penelitian ini, penulis mencoba untuk meneliti bagaimana dampak krisis keuangan Eropa dan global terhadap ekonomi domestik Indonesia, khususnya terhadap ekspor Indonesia. Seperti yang dinyatakan dalam sebuah laporan tahunan berjudul Asian Development Outlook 2009 :

the main channel by which the global financial crisis and economic slump spread to developing Asia was the collapse of demand in major global markets, hitting the region’s exports. With a large proportion of regional trade in parts and components supporting supply chains, imports also buckled. The more open economies of East Asia and Southeast Asia-such as Hong Kong, China; Republic of Korea (henceforth Korea) ; Malaysia; Singapore; Taipei, China; and Thailand-were hardest hit, and their economies contracted significantly.... (ADB 2009a, halaman 2 dalam Tambunan, 2011:108).

Kesimpulan dari laporan ini adalah bahwa negara-negara Asia yang memiliki integrasi ekonomi dunia melalui ekspor seperti Hong Kong, Cina, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Taipei sangat terkena dampaknya dari krisis tersebut. Berdasarkan kondisi ini, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi juga terhadap Indonesia. Hal ini juga diperkuat dengan adanya kutipan dari berita harian Kompas (1 Oktober 2011) sebagai berikut : “sebagian besar pengusaha domestik, sampai dengan akhir September, belum menerima pesanan atau kontrak ekspor untuk tahun 2012. Hal ini merupakan dampak dari melambatnya perdagangan global akibat krisis keuangan yang kian meluas di Amerika Serikat dan Eropa”.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mencoba meneliti dan menganalisis bagaimana peramalan ekspor Indonesia kedepannya akibat adanya


(21)

krisis yang di hadapi oleh Eropa dan global tersebut. Dalam hal ini penulis melakukan suatu penelitian melalui penulisan skripsi yang berjudul: “Analisis Peramalan Ekspor Indonesia Pasca Krisis Keuangan Eropa dan Global Tahun 2008 dengan Metode Dekomposisi”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan pokok-pokok permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana peramalan nilai ekspor Indonesia pada sektor pertanian periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depan dengan metode dekomposisi. 2. Bagaimana peramalan nilai ekspor Indonesia pada sektor industri periode

Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depan dengan metode dekomposisi. 3. Bagaimana peramalan nilai ekspor Indonesia pada sektor pertambangan

periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depan dengan metode dekomposisi.

4. Bagaimana peramalan nilai ekspor Indonesia secara agregat dari ketiga sektor tersebut periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depan dengan metode dekomposisi.

5. Bagaimana tingkat kelayakan dalam peramalan nilai ekspor Indonesia secara agregat pada Januari 2002 s/d Desember 2011 dengan menggunakan metode dekomposisi.


(22)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis peramalan nilai ekspor Indonesia pada sektor pertanian selama periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depan dengan metode dekomposisi.

2. Untuk menganalisis peramalan nilai ekspor Indonesia pada sektor industri selama periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depan dengan metode dekomposisi.

3. Untuk menganalisis peramalan nilai ekspor Indonesia pada sektor pertambangan periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depan dengan metode dekomposisi.

4. Untuk menganalisis peramalan nilai ekspor Indonesia secara agregat dari ketiga sektor tersebut periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depan dengan metode dekomposisi.

5. Untuk menganalisis tingkat kelayakan dalam peramalan nilai ekspor Indonesia secara agregat pada periode Januari 2002 s/d Desember 2011 dengan menggunakan metode dekomposisi.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam ilmu yang penulis tekuni

2. Bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), eksportir, Kementerian Perdagangan Indonesia, diharapkan penelitian ini menjadi pertimbangan keputusan dalam melakukan kegiatan ekspor ke mitra dagang Indonesia.


(23)

3. Bagi akademisi, mahasiswa, dan penelitian selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat menjadi suatu bahan studi, literatur tambahan khususnya dengan topik penelitian yang sejenis


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peramalan

2.1.1 Definisi Peramalan

Peramalan merupakan studi terhadap data historis untuk menemukan hubungan, kecenderungan, dan pola yang sistematis (Sugiarto, 2000:1). Pendapat lain mengatakan bahwa peramalan merupakan kegiatan penerapan model yang telah dikembangkan pada waktu yang akan datang (Aritonang, 2009:2). Selanjutnya Makridakis et al (1999:14) mengatakan bahwa peramalan merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien.

Dari beberapa definisi diatas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa untuk melakukan suatu peramalan dibutuhkan adanya data, pola atau hubungan atas kejadian yang diamati, model peramalan.

2.1.2 Jenis-Jenis Peramalan

Aritonang (2009:4) membedakan jenis peramalan berdasarkan tiga kategori yaitu berdasarkan jangka waktu, ruang lingkup, dan metode yang digunakan. Berdasarkan jangka waktunya, peramalan terbagi atas dua yaitu peramalan jangka pendek dan jangka panjang. Peramalan jangka panjang biasanya dilakukan oleh para pimpinan puncak suatu perusahaan dan bersifat umum sedangkan peramalan jangka pendek biasanya dilakukan pimpinan pada tingkat menengah maupun bawah dan lebih bersifat operasional. Peramalan jangka panjang ini berfungsi sebagai dasar dalam pembuatan peramalan jangka pendek.


(25)

Berdasarkan ruang lingkupnya, peramalan terbagi atas dua yaitu peramalan mikro dan makro. Contoh peramalan secara mikro adalah misalnya seorang peneliti ingin meramalkan produksi suatu perusahaan untuk sepuluh tahun kedepan sedangkan contoh peramalan secara makro adalah peramalan perekonomian suatu negara selama sepuluh tahun kedepannya.

Berdasarkan metode yang digunakan, peramalan terbagi atas dua yaitu metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif biasanya didasarkan atas penilaian orang yang melakukan peramalan tersebut daripada pemanipulasian (pengelolaan dan analisis) data historis yang tersedia. Hal ini terjadi karena tidak ada atau tidak cukup tersedianya data historis, misalnya peramalan untuk penjualan produk baru. Adapun teknik-teknik yang lazim digunakan dalam peramalan kualitatif ini adalah teknik delphi, kurva pertumbuhan, penulisan skenario, penelitian pasar, kelompok fokus, dan sebagainya.

Peramalan kuantitatif adalah peramalan yang didasarkan atas pemanipulasian data historis yang tersedia secara memadai dan tanpa anggapan, intuisi, pendapat, maupun penilaian subjektif dari peneliti. Metode ini lazimnya didasarkan pada analisis statistik. Makridakis (1999:20) berpendapat bahwa peramalan kuantitatif dapat diterapkan apabila terdapat tiga kondisi berikut :

1. Tersedia informasi tentang masa lalu,

2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik,

3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa mendatang.


(26)

Selanjutnya, Makridakis (1999:21) juga berpendapat bahwa terdapat suatu dimensi tambahan untuk mengklasifikasikan metode peramalan kuantitatif yaitu dengan memperhatikan model yang mendasarinya. Terdapat dua jenis model peramalan yang utama, yaitu model deret berkala dan model regresi (kausal). Tujuan peramalan deret berkala adalah untuk menemukan pola dalam deret data historis mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan. Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala yang tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data sehingga metode yang paling tepat dengan pola tersebut dapat diuji.

Pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis siklis dan trend (Makridakis, 1999:21) yaitu :

1. Pola horizontal (H), terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata yang konstan. (Deret seperti itu “stasioner” terhadap nilai rata-ratanya).

2. Pola musiman (S), terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu).

3. Pola siklis (C), terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti dengan siklus bisnis.

4. Pola trend (T), terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data.

Model regresi (kausal) mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan suatu hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel bebas,


(27)

misalnya, penjualan = f (pendapatan, harga, iklan, persaingan). Model kausal ini bermaksud untuk menemukan bentuk hubungan tersebut dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari variabel tak bebas.

2.1.3 Langkah-Langkah Peramalan

Menurut Sugiarto (2000:10) ada empat langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam melakukan suatu peramalan, yaitu :

1. Mengumpulkan data

Langkah pertama yang sangat penting dalam peramalan merupakan pengumpulan data karena berlakunya prinsip “garbage in garbage out”. Apabila data yang dikumpulkan kurang tepat atau kurang memadai akan menyebabkan hasil peramalan yang kurang akurat.

2. Menyeleksi dan memilih data

Apabila data sudah terkumpul maka langkah selanjutnya adalah melakukan seleksi data yang ada. Data-data yang kurang relevan harus di buang supaya tidak mempengaruhi akurasi peramalan.

3. Memilih model peramalan

Langkah berikutnya adalah memilih model peramalan. Model peramalan yang tersedia cukup banyak, untuk itu harus dilakukan pemilihan metode yang akan dipakai. Salah satu kriteria yang sering dipakai adalah kesalahan peramalan. Semakin kecil kesalahan peramalan maka semakin baik metodenya karena hasil peramalan semakin mendekati data aktual dan sebaliknya semakin besar kesalahan peramalan maka semakin buruk metodenya karena hasil peramalan tidak mendekati data aktualnya.


(28)

4. Menggunakan model terpilih untuk peramalan

Setelah model peramalan dipilih maka langkah berikutnya adalah menggunakan model tersebut. Akurasi metode peramalan terpilih perlu selalu dipantau dengan membandingkan hasil peramalan dengan data aktualnya. Apabila akurasi model peramalan menurun karena terjadinya pola data, model tersebut perlu dievaluasi ulang dan diganti apabila perlu. 2.2 Metode Dekomposisi

Metode dekomposisi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan suatu peramalan.. Metode dekomposisi ini umumnya mencoba mengidentifikasi tiga komponen secara terpisah sebagai pola dasar yang menggambarkan karakteristik ekonomi dan bisnis sepanjang waktu tertentu, yaitu komponen faktor musiman (sesonal factor), kecendrungan (trend), siklik (cyclical).

Secara umum model matematik dari pendekatan metode analisis dekomposisi adalah (Gaspersz, 1991)

Y

t

= f (I

t

, T

t

, C

t

, E

t

)

dimana:

Yt = nilai deret waktu (data aktual) pada periode t.

Tt = komponen atau indeks musiman pada periode t.

Tt = komponen trend pada periode t.

Ct = komponen siklik pada periode t.

Et = komponen galat pada periode t.

Faktor galat merupakan selisih antara data aktual dan model yang tidak dapat diperkirakan tetapi dapat diidentifikasikan.


(29)

Metode dekomposisi memiliki dua sifat yaitu model dekomposisi yang bersifat aditif dan model dekomposisi yang bersifat multiplikatif.

Yt = It

+ T

t

+ C

t

+ E

t

(Metode analisis dekomposisi bersifat aditif)

Yt = It

x T

t

x C

t

x E

t

(Metode analisis dekomposisi bersifat multiplikatif)

2.2.1 Indeks Musiman

Indeks musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik yang relatif konstan dan disebabkan oleh faktor-faktor seperti: temperatur, curah hujan, bulan-bulan tertentu dalam setahun yang berkaitan dengan hari raya, upacara keagamaan, dan sebagainya.

2.2.2 Trend

Trend menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang, yang dapat bersifat menaik, menurun, atau tidak berubah

2.2.3 Siklik

Faktor siklik mengambarkan naik-turunnya ekonomi atau industri tertentu dan umumnya seperti deret data GNP (Gross National Product), indeks produksi industri, permintaan, penjualan barang-barang industri, perkembangan harga, tingkat bunga, penawaran uang, tingkat inflasi dan sebagainya.

2.3 Perdagangan Internasional

2.3.1 Latar Belakang Perdagangan Internasional

Historis lahirnya perdagangan internasional pada mulanya disebabkan oleh kebutuhan terhadap suatu barang yang saling ketergantungan dari penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain (Sumanjaya et al, 2010:9). Hal ini ini dapat terjadi karena sumber daya yang dimiliki oleh setiap negara relatif terbatas dan


(30)

berbeda-beda sehingga dalam pemenuhan kebutuhan tersebut dibutuhkan suatu perdagangan antar negara atau yang lazim disebut perdagangan internasional. Negara-negara melakukan perdagangan internasional disebabkan oleh dua alasan yaitu untuk mendapatkan keuntungan perdagangan (gains from trade ) dan negara berdagang satu sama lain dengan tujuan skala ekonomis (economies of scales) dalam proses produksi (Krugman, 2002:15).

2.3.2 Teori Perdagangan Internasional 2.3.2.1 Teori Merkantilisme

Aliran merkantilisme lahir di kawasan Eropa Timur dan salah satu tokoh yang paling berpengaruh adalah Thomas Mun (1571-1641). Aliran merkantilisme mempunyai pandangan bahwa untuk mencapai kesejahteraan diperoleh melalui proses akumulasi pengumpulan logam mulia atau emas. Selain itu, aliran merkantilisme berpendapat bahwa proses keuntungan perdagangan internasional hanya dapat diperoleh dari surplus neraca perdagangan (ekspor lebih besar dari impor atau X > M). Hal ini dapat dilakukan dengan memacu kegiatan ekspor sebagai tujuan utama untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (Sumanjaya et al, 2010:12). Merkantilisme memandang bahwa pemerintah harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong ekspor dan mengurangi atau membatasi impor.

Namun dalam perkembangannya, pandangan merkantilisme ini membawa dampak negatif yaitu terjadinya inflasi bagi perkembangan perekonomian domestik. Hal ini terjadi akibat adanya penumpukan logam mulia (emas) yang menyebabkan meningkatnya jumlah uang yang beredar sehingga memicu


(31)

terjadinya inflasi. Teori merkantilisme ini tidak bertahan lama karena pada masa merkantilisme, masyarakat dalam negeri mengalami tekanan yang ditandai dengan kenaikan harga barang yang berlangsung secara terus-menerus.

2.3.2.2 Teori Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage Theory)

Teori keunggulan mutlak ini dikemukakan oleh Adam Smith. Teori ini pada prinsipnya merupakan perbaikan dari teori merkantilisme yang menyatakan bahwa surplus perdagangan internasional sebagai suatu doktrin. Dasar dari pemikiran teori ini adalah bahwa suatu negara akan memperoleh keuntungan perdagangan internasional (gains of trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage) serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disadvantage).

Hady (2001) menyebutkan bahwa ada beberapa asumsi pokok yang berkaitan tentang teori absolute advantage ini, yaitu sebagai berikut :

1. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja, 2. Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama, 3. Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang, 4. Biaya transportasi diabaikan.

Namun sama halnya dengan teori merkantilisme sebelumnya, teori keunggulan mutlak ini juga mempunyai kelemahan, yaitu teori ini hanya berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi apabila negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, bila negara tersebut tidak memiliki keunggulan mutlak maka tidak akan terjadi perdagangan internasional.


(32)

2.3.2.3 Teori Keunggulan Komperatif (Comparative Advantage Theory)

Teori keunggulan komperatif ini dikemukakan oleh David Ricardo sebagai koreksi dari teori keunggulan mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith sebelumnya. Menurut David Ricardo perdagangan internasional dapat saja terjadi meskipun negara itu tidak memiliki keunggulan mutlak tetapi keunggulan komperatif (Sumanjaya et al, 2010:20).

Konsep teori keunggulan komperatif ini dibangun oleh beberapa asumsi (Sumanjaya et al, 2010:21) sebagai berikut :

1. Dua negara masing-masing memproduksi dua jenis komoditi dengan hanya menggunakan satu faktor produksi tenaga kerja,

2. Kedua komoditi bersifat identik (homogen),

3. Kedua komoditi dapat dipindahkan antar negara dengan biaya transportasi nol,

4. Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang bersifat homogen dalam suatu negara, namun heterogen tidak identik antar negara,

5. Tenaga kerja dapat bergerak antar industri dalam suatu negara namun tidak antar negara,

6. Pasar barang dan pasar tenaga kerja dalam kondisi persaingan sempurna. Teori keunggulan komperatif ini juga memiliki kelemahan. Adapun kelemahan teori ini (Pelly, 2009) adalah :

1. Teori ini menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan fungsi faktor produksi (tenaga kerja). Perbedaan ini menimbulkan terjadinya perbedaan produktivitas ataupun perbedaan


(33)

efisiensi. Akibatnya terjadi perbedaan harga barang yang sejenis diantara dua negara,

2. Jika fungsi faktor produksi (tenaga kerja) sama atau produktivitas dan efisiensi di kedua negara sama maka tentu tidak terjadi perdagangan internasional karena harga barang yang sejenis akan menjadi sama di kedua negara tersebut,

3. Pada kenyataannya, walaupun fungsi faktor prodiksi (produktivitas dan efisiensi) sama diantara kedua negara, ternyata harga barang yang sejenis dapat berbeda sehingga dapat terjadi perdagangan internasional. Dalam hal ini teori ini tidak dapat menjelaskan mengapa terjadi perbedaan harga untuk barang sejenis walaupun fungsi faktor produksi (produktivitas dan efisiensi) sama di kedua negara.

2.3.2.4 Teori Heckscher-Ohlin (H-O)

Teori Heckscher-Ohlin (H-O) dikembangkan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, dimana teori ini merupakan pengembangan dari teori comparative advantage yang dikemukakan oleh David Ricardo. Teori ini menyatakan bahwa perdagangan internasional digerakkan oleh perbedaan karunia sumber daya antar negara dengan proporsi penggunaan yang berbeda dalam memproduksi barang.

Menurut teori H-O, faktor produksi dominan bertumpu pada penggunaan input tenaga kerja dan barang-barang modal. Input yang dimaksud sebagai efisiensi produk. Advantage menghasilkan suatu barang sebagai spesialisasi dihadapkan kepada alternatif apakah padat karya (labor intensive) atau padat modal (capital intensive). Apabila suatu negara mengalami keuntungan bila


(34)

menghasilkan barang dengan padat karya maka negara tersebut mengekspor tenaga kerja dan sebaliknya apabila negara tersebut lebih untung dengan alternatif padat modal maka negara tersebut akan mengekspor barang-barang modal.

Ada beberapa asumsi yang digunakan dalam teori H-O bagi kedua negara yang melakukan perdagangan internasional (Sumanjaya et al, 2010:35) yaitu :

1. Negara yang melakukan perdagangan internasional mempunyai karakteristik yang berbeda terhadap tenaga kerja yang berlimpah dan sebaliknya berlimpah barang-barang modal,

2. Kedua negara mempunyai kesamaan teknologi, 3. Selera adalah identik bagi kedua negara,

4. Kedua komoditas diproduksi berdasarkan constant return to scale, 5. Masing-masing negara melakukan spesialisasi produk,

6. Kompetitif adalah sempurna sehingga barang ditentukan oleh masing-masing pihak,

7. Tidak terdapat biaya transportasi, tarif, atau bentuk lainnya yang akan menghambat pola perdagangan internasional,

8. Semua sumber daya dapat diperoleh dengan mudah dan produktif, 9. Perdagangan internasional dilakukan secara seimbang.

2.3.2.5 Teori Leontiev

Teori Leontiev ini diperkenalkan oleh Wessily Leontiev. Teori ini timbul akibat dari teori H-O yang tidak menyoroti perbedaan labor cost dan capital cost bagi negara yang berbeda, apalagi diantara negara maju dengan negara yang sedang berkembang atau bahkan negara miskin. Hal ini membuktikan bahwa


(35)

betapa luasnya pengertian advantage dalam proses perdagangan internasional (Sumanjaya, 2010:43).

2.3.2.6 Teori Stopler-Samuelson

Teori ini dikemukakan oleh Wolf Gang Stopler dan Paul Samuelson dalam artikelnya yang berjudul “Proteksi dan Upah Riil” tahun 1941. Teori Stopler-Samuelson menggunakan instrumen tarif dalam perdagangan internasional sehingga negara yang bersumber dari tarif digunakan untuk memperluas kesempatan kerja sekaligus meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja.

2.3.2.7 Teori Rybczynski

Dalam teori Rybczynski hampir sama dengan teori Stopler-Samuelson sebelumnya, yaitu hanya menyoroti bagaimana upaya yang perlu dilakukan dalam perdagangan internasional untuk melindungi tenaga kerja sekaligus meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, hanya saja dalam teori Rybczynski ini instrumen yang digunakan adalah dengan membatasi input capital (restriksi). Namun dalam perkembangannya instrumen restriksi dan tarif ini mengakibatkan terjadinya perang sebagai suatu dasar perselisihan. Suatu negara yang menggunakan tarif dalam upaya perlindungan terhadap tenaga kerja maka hal yang sama akan dilakukan oleh negara lain sebai tindakan balasan dan demikian pula terhadap restriksi.

2.4 Ekspor

2.4.1 Definisi Ekspor

Secara fisik, ekspor diartikan sebagai pengiriman dan penjualan barang-barang buatan dalam negeri ke negara-negara lain. Pengiriman ini akan


(36)

menimbulkan aliran pengeluaran yang masuk ke sektor perusahaan. Dengan demikian pengeluaran agregat akan meningkat sebagai akibat dari kegiatan mengekspor barang dan jasa dan pada akhirnya keadaan ini menyebabkan peningkatan dalam pendapatan nasional (Sukirno, 2004:203).

Dalam pengertian lain, ekspor merupakan upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing, serta melakukan komunikasi dengan memakai bahasa asing (M.S, 2004:1). Kegiatan ekspor merupakan suatu hal yang penting dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Selanjutnya, Todaro (2000:167) mendefinisikan ekspor sebagai kegiatan perdagangan yang memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri dan pabrik besar, bersamaan dengan struktur politik yang stabil dan lembaga sosial yang efisien.

2.4.2 Tujuan Ekspor

Menurut M.S (2004:99) ada beberapa tujuan ekspor, diantaranya :

1. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba),

2. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka pasar ekspor). Dengan demikian komoditi yang diproduksi mempunyai pasar luas, tidak lagi sekadar pasar dalam negeri, tapi juga mampu melayani konsumen mancanegara,


(37)

3. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang sehingga tercapai kapasitas optimum dalam berproduksi yang dapat menekan biaya minimum perusahaan,

4. Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat dan terhindar dari sebutan “jago kandang”, apalagi menghadapi globalisasi dan liberalisasi di milenium kedua yang akan segera tiba.

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor

Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ekspor menurut Darmansyah (Surbakti, 2007) dalam yaitu :

1. Harga internasional.

Semakin besar selisih antara di pasar internasional dengan harga domestik maka akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan di ekspor menjadi bertambah banyak.

2. Nilai tukar uang.

Makin tinggi nilai mata uang suatu negara (mengalami apresiasi) maka harga itu di pasar internasional menjadi mahal. Sebaliknya makin rendah nilai mata uang suatu negara (mengalami depresiasi) maka harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi lebih rendah.

3. Kuota ekspor-impor.

Yaitu merupakan kebijaksanaan perdagangan internasional berupa pembatasan kuantititas (jumlah) barang ekspor.


(38)

4. Kebijaksanaan tarif non tarif.

Kebijaksanaan tarif adalah untuk menjaga harga produk dalm negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau dapat mendorong pengembangan komoditi tersebut, sedangkan kebijakan non tarif adalah untuk mendorong tujuan diversifikasi ekspor.

2.4.4 Kebijakan Pemerintah Untuk Mendorong Ekspor

Menurut Ritonga (2004:8) ada beberapa kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah unruk mendorong ekspor, yaitu :

1. Meningkatkan volume dengan menambah jenis komoditas, 2. Meningkatkan volume dengan memperbanyak negara tujuan, 3. Meningkatkan nilai dengan cara perbaikan mutu dan daya saing, 4. Mendorong ekspor dengan berbagai bentuk fasilitas dan subsidi, 5. Pengendalian harga atau inflasi dalam negeri,

6. Devaluasi mata uang, dan

7. Lobi dan kerja sama (bilateral dan multilateral) 2.5 Krisis Ekonomi

2.5.1 Definisi Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu situasi dimana ekonomi dari sebuah negara mengalami penurunan secara mendadak yang disebabkan oleh suatu krisis keuangan. Krisis keuangan itu sendiri terjadi pada saat dalam ekonomi/negara, jumlah permintaan uang melebihi jumlah penawaran uang. (Tambunan, 2011:9).


(39)

Krisis ekonomi dapat berupa resesi atau depresiasi. Perbedaan kedua hal ini terletak pada jangka waktu atau lamanya suatu krisis yang terjadi. Suatu negara dikatakan mengalami resesi apabila penurunan Produk Domestik Brutonya (PDB) berlangsung selama enam bulan (dua semester berturut-turut). Resesi ekonomi pada umumnya berlangsung tidak lebih dari satu tahun dan efeknya lebih ringan dari depresi.

Depresi ekonomi didefinisikan sebagai titik terendah dalam sebuah siklis ekonomi. Depresi ekonomi dimana saat ekonomi nasional secara total mengalami kelesuhan sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak heran jika pada umumnya orang lebih takut mengalami depresi daripada resesi. Menurut Tambunan (2011:10) ciri-ciri suatu negara mengalami depresi ekonomi adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan belanja masyarakat menurun,

2. Jumlah pengangguran sangat besar (lebih dari 50 persen dari jumlah tenaga kerja),

3. Permintaan atau konsumsi menurun sehingga menimbulkan kelebihan supply di pasar domestik,

4. Harga-harga mengalami kejatuhan atau harga-harga naik namun dengan laju yang lebih rendah dari laju normal,

5. Upah atau gaji dihampir semua sektor ekonomi dalam negeri berkurang atau mengalami kenaikan dengan persentase lebih kecil daripada laju pada saat ekonomi mengalami kondisi normal,


(40)

2.5.2 Jenis-Jenis Krisis

Dalam kenyataannya, jenis krisis sangat ditentukan oleh sumbernya. Menurut Tambunan (2011 :11) ada beberapa jenis krisis, diantaranya :

a. Krisis Produksi

Krisis ini termasuk krisis yang bersumber dari dalam negeri, dimana terjadi penurunan volume produksi domestik secara mendadak dan dalam jumlah besar. Misalnya, gagal panen padi yang membuat produksi beras turun drastis.

b. Krisis Perbankan

Krisis perbankan (krisis keuangan) merupakan salah satu jenis krisis yang paling sering terjadi di banyak negara. Contohnya, krisis keuangan Asia 1997/1998. Dampak langsung atau fase pertama dari krisis ini adalah pada kesempatan kerja dan pendapatan di subsektor keuangan tersebut. Pada fase pertama ini di dalam ekonomi telah terjadi penambahan jumlah pengangguran dan penurunan per kapita akibat krisis keuangan. Selanjutnya, pada fase kedua dari krisis perbankan ini merembet ke perusahaan-perusahaan yang selama itu sangat tergantung pada sektor perbankan dalam pembiayaan kegiatan-kegiatan produksi/bisnis.

Kenaikan suku bunga pinjaman bisa terjadi sangat drastis pada krisis perbankan ini. Hal ini dikarenakan oleh dua sebab. Pertama, permintaan kredit yang besar dari dunia usaha, namun di sisi lain pada waktu bersamaan, dana yang terkumpul dari perbankan dari pihak ketiga untuk disalurkan sebagai kredit usaha terbatas. Kedua, bank-bank yang masih


(41)

dapat bertahan atau yang kondisi keuangannya yang tidak terlalu buruk menjadi sangat hati-hati menyalurkan kredit ke masyarakat dengan maksud untuk memperkecil risiko.

c. Krisis Nilai Tukar

Krisis nilai tukar terjadi apabila suatu nilai tukar (kurs) dari sebuah mata uang sendiri (misalnya, rupiah) terhadap mata uang asing (misalnya, dolar AS) mengalami penurunan atau depresiasi sangat besar yang terjadi secara mendadak atau prosesnya berlangsung terus membentuk sebuah trend meningkat.

Dampak langsung dari perubahan kurs adalah pada volume ekspor dan impor. Menurut teori konvensional mengenai perdagangan internasional, depresiasi nilai tukar dari suatu mata uang, misalnya rupiah terhadap dolar AS akan membuat daya saing harga dari produk-produk buatan Indonesia membaik yang selanjutnya membuat volume ekspor Indonesia meningkat. d. Krisis Perdagangan

Krisis perdagangan ini berasal dari sumber-sumber eksternal. Di jalur perdagangan itu sendiri terdapat dua subjalur, yaitu ekspor dan impor. Dalam jalur ekspor, suatu krisis bagi eksportir bisa terjadi karena harga di pasar internasional dari komoditas yang di ekspor turun drastis atau permintaan dunia terhadap krisis komoditas tersebut menurun secara signifikan. Dalam hal impor, suatu kenaikan harga dunia yang signifikan atau penurunan secara tiba-tiba dan dalam jumlah besar dari persediaan dunia untuk komoditas yang diperdagangkan di pasar global dapat menjadi


(42)

krisis ekonomi serius bagi negara-negara importir jika komoditas itu sangat krusial.

e. Krisis Modal

Krisis modal terjadi karena adanya pelarian modal, baik yang berasal dari sumber dalam negeri maupun modal asing, terutama investasi jangka pendek dalam jumlah besar dan terjadi secara mendadak.

2.6 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu

No Peneliti Metode Hasil Penelitian

1 Dwi Mega Sari (2008)

Trend, Double Exponential Smoothing, Dekomposisi, Winters, ARIMA

Melakukan penelitian tentang peramalan harga dan produksi tembakau di Indonesia. Hasil yang didapat bahwa metode ARIMA (0,1,1) merupakan metode paling akurat dalam memberikan nilai ramalan untuk harga tembakau dengan nilai MSE sebesar 0,02573. Sedangkan untuk produksi tembakau, metode dekomposisi aditif merupakan metode peramalan terbaik dengan

MSE sebesar 392.222.286. Peramalan harga tembakau Indonesia dengan metode ARIMA (0,0,1) dalam 18 tahun ke depan menghasilkan harga tembakau Indonesia yang cenderung stabil walaupun ada peningkatan tiap periodenya, tetapi tidak begitu besar. Metode dekomposisi aditif menunjukkan tingkat produksi tembakau yang berfluktuasi


(43)

2 Gusti Digja Ramadhan (2011)

ARIMA, Rank

Spearman,

Combining Forecast.

Meneliti mengenai Peramalan ekspor, konsumsi domestik, dan produk Crude Palm Oil (CPO). Model ARIMA yang tepat untuk peramalan ekspor CPO adalah model ARIMA (2,2,2). Sedangkan model ARIMA untuk peramalan konsumsi domestik adalah model ARIMA (1,2,0) dan model peramalan produksi adalah ARIMA (0,2,1).

Berdasarkan hasil analisis asosiasi, ekspor CPO Indonesia berpengaruh positif terhadap harga CPO Rotterdam. Namun ekspor CPO tidak berpengaruh secara signifikan terhadap selisih harga CPO Rotterdam-Medan sedangkan hasil analisis selanjutnya menunjukkan bahwa impor tidak memiliki hubungan dengan harga CPO Malaysia maupun selisih harga CPO Medan-Malaysia. Namun impor CPO memiliki hubungan negatif terhadap produksi CPO Indonesia.

3 Dewi Laili

Yusrina (2010)

Paired Sample t-Test Meneliti mengenai dampak krisis

global tahun 2008 terhadap harga dan volume ekspor perkebunan (kelapa sawit, karet, kakao) di SumateraUtara.Sebelum terjadinya krisis global 2008 harga dan volume ekspor menurun sedangkan sesudah terjadinya krisis global 2008 harga dan volume ekspor adalah meningkat.


(44)

2.7 Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

KRISIS KEUANGAN EROPA DAN GLOBAL

Berdampak Kepada Ekonomi Domestik

Nilai Ekspor

Data Nilai Ekspor Indonesia Sektor Pertanian (Januri 2002-Desember 2011) D E K O M P O S I S I

Data Pada Selama 5 Tahun Mendatang

(Januari 2012-Desember 2017) Data Nilai Ekspor

Indonesia Sektor Industri (Januri 2002-Desember

2011)

Data Nilai Ekspor Indonesia Sektor Pertambangan (Januri 2002-Desember 2011) Hasil Peramalan Evaluasi Hasil Peramalan (Januari 2002-Desember 2011) Data Nilai Ekspor

Indonesia Agregat (Pertanian, Industri, Pertambangan) (Januri 2002-Desember 2011) Keputusan


(45)

2.8 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian yang masih perlu dibuktikan atau diuji lagi kebenarannya secara empiris. Berdasarkan permasalahan diatas maka hipotesisnya adalah sebagai berikut :

1. Peramalan nilai ekspor sektor pertanian Indonesia yang dilakukan dengan metode dekomposisi untuk periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depan diduga menghasilkan nilai ekspor yang cenderung menurun.

2. Peramalan nilai ekspor sektor industri Indonesia yang dilakukan dengan metode dekomposisi untuk periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depan diduga menghasilkan nilai ekspor yang cenderung menurun.

3. Peramalan nilai ekspor sektor pertambangan Indonesia yang dilakukan dengan metode dekomposisi untuk periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depan diduga menghasilkan nilai ekspor yang cenderung menurun.

4. Peramalan nilai ekspor secara agregat dari ketiga sektor yang dilakukan dengan metode dekomposisi untuk periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depan diduga menghasilkan nilai ekspor yang cenderung menurun.

5. Hasil pengukuran tingkat akurasi peramalan nilai ekspor Indonesia secara agregat dengan metode dekomposisi diduga menghasilkan hasil yang baik


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis tentang peramalan nilai ekspor Indonesia pasca krisis keuangan Eropa dan global tahun 2008 dengan metode dekomposisi selama periode Januari 2011 s/d Desember 2017 ke depan.

3.2 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian terapan. Penelitian terapan merupakan penelitian yang tujuannya untuk menerapkan, menguji, mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis (Gay dalam Sugiono, 2010:9)

3.3 Batasan Operasional

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data perkembangan nilai ekspor Indonesia pada sektor pertanian, industri, pertambangan, serta agregat dari ketiga sektor tersebut dari periode Januari 2002 s/d Desember 2011 yang digunakan untuk meramalkan nilai ekspor Indonesia periode Januari 2012 s/d periode Desember 2017 ke depan. Sedangkan untuk mengetahui tingkat kelayakan hasil peramalan, penulis menggunakan data agregat nilai ekspor Indonesia pada periode Januari 2002 s/d Desember 2011.

3.4 Definisi Operasional

1. Yt pertanian = Nilai ekspor Indonesia sektor pertanian yang akan


(47)

2. Yt industri = Nilai ekspor Indonesia sektor industri yang akan diramal

pada waktu ke-t.

3. Yt pertambangan = Nilai ekspor Indonesia sektor pertambangan yang akan

diramal pada waktu ke-t

4. Yt agregat = Nilai ekspor Indonesia agregat (pertanian, industri,

pertambangan) yang akan diramal pada waktu ke-t 5. It = Suatu gerakan yang mempunyai pola tetap dari waktu ke

waktu.

6. Tt = Suatu gerakan yang menunjukkan arah perkembangan

secara umum.

7. Ct = Suatu gerakan / variasi jangka panjang di sekitar garis trend dan bisa terulang setelah jangka waktu tertentu. 8. Et = Faktor galat.

3.5 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh langsung dari instansi-instansi resmi atau publikasi-publikasi resmi. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data perkembangan nilai ekspor Indonesia pada sektor pertanian, industri, dan pertambangan dari periode Januari 2002 s/d Desember 2011. Sumber data ini diperoleh da

3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan


(48)

melalui bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, artikel, jurnal, serta laporan-laporan penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan pencatatan langsung berupa data urut waktu (time series) selama periode Januari 2002 s/d Desember 2011 dari

3.7 Pengolahan Data

Dalam penulisan skripsi, penulis menggunakan program Microsoft Word 2007, disamping itu penulis juga menggunakan program Microsoft Excel 2007 dalam pembuatan tabel, grafik, serta untuk mempermudah perhitungan. Sedangkan untuk analisis datanya, penulis menggunakan program komputer Minitab 16 untuk meramalkan nilai ekspor Indonesia baik di sektor pertanian, industri, pertambangan, serta agregat dari ketiga sektor ini dengan metode dekomposisi untuk periode Januari 2012 s/d Desember 2017 ke depannya

3.8 Teknik Analisis Data 3.8.1 Metode Dekomposisi

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode dekomposisi. Metode ini merupakan metode peramalan yang mengidentifikasikan tiga komponen secara terpisah sebagai pola dasar yang menggambarkan karakteristik ekonomi dan bisnis sepanjang waktu tertentu . Adapun ketiga komponen yang dimaksud adalah kecenderungan (trend), siklik (cyclical), dan faktor musiman (seasonal factor).

Faktor trend menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang yang dapat menaik, menurun, atau tidak berubah, faktor siklik menggambarkan


(49)

naik-turunnya ekonomi atau industri, faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik yang relatif konstan.

Menurut Gaspersz (1991), data yang muncul dalam metode dekomposisi disebabkan oleh :

data = pola (model) + galat (error) = f (trend, siklik, musiman) + galat

Konsep dasar dari metode analisis dekomposisi adalah pertama memisahkan secara empirik pengaruh dari faktor musiman, kemudian pengaruh trend, dan terakhir adalah pengaruh siklik. Faktor galat merupakan sisaan (selisih antara data aktual dan model) tidak dapat diperkirakan tetapi dapat diidentifikasikan. Secara umum, model matematik dari pendekatan dekomposisi adalah:

... (3.1) dimana :

Yt = nilai deret waktu (data aktual) pada periode t

It = komponen atau indeks musiman pada periode t

Tt = komponen trend pada periode t

Ct = komponen siklik pada periode t

Et = komponen galat pada periode t

Metode dekomposisi mempunyai dua sifat yaitu model dekomposisi aditif dan model dekomposisi multiplikatif. Bentuk fungsi (3.1) di atas tergantung pada metode dekomposisi mana yang dipergunakan.

Bila kita menggunakan model aditif, maka bentuk fungsi (3.1) akan menjadi fungsi (3.2) berikut :

. . . (3.2) (metode dekomposisi model aditif)

Y

t

= f (I

t

, T

t

, C

t

, E

t

)


(50)

Namun bila kita menggunakan metode dekomposisi besifat multiplikatif, maka fungsinya menjadi :

... (3.3) (metode dekomposisi model multiplikatif) Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode dekomposisi yang bersifat multiplikatif. Adapun langkah-langkah penyelesaiaan dengan menggunakan model multiplikatif ini adalah sebagai berikut (Gaspersz, 1991:369):

1. Dari data aktual Yt, tentukan rata-rata bergerak (moving average) 12 bulan

apabila data deret waktu bersifat bulanan, atau rata-rata bergerak 4 triwulan apabila data deret waktu bersifat triwulanan, atau rata-rata bergerak 7 hari apabila data deret waktu bersifat harian. Tujuannya untuk memperoleh dugaan dari pengaruh trend (Tt) dan siklik (Ct). Dengan demikian akan

diperoleh:

M

t

= T

t

x C

t

. . .

(3.4)

2. Untuk memperoleh pengaruh musiman (It), maka bagilah fungsi (3.3)

terhadap fungsi (3.4) sehingga diperoleh:

)

(

t t

M

Y

= I

t

x E

t

. . .

(3.5)

3. Identifikasi pengaruh trend yang sesuai dengan data (apakah linear, eksponensial, kuadratik, dan lain-lain) dengan menggunakan metode kuadrat terkecil sebagaimana halnya pada model regresi.


(51)

4. Untuk mendapatkan pengaruh siklik (Ct), maka bagilah persamaan (3.4)

terhadap Tt, sehingga diperoleh:

)

(

t t

T

M

= C

t

. . . (3.6)

5. Untuk keperluan peramalan, maka gunakan ketiga faktor yang telah dipisahkan tersebut, sebagai berikut:

Ŷ

= I

t

x T

t

x C

t

. . .

(3.7)

3.9 Teknik Evaluasi Hasil Peramalan

Evaluasi hasil peramalan digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan dalam peramalan. Menurut Arsyad (1995), ada beberapa teknik untuk mengevaluasi hasil peramalan diantaranya:

1. Mean Absolute Deviation (MAD) atau Simpangan Absolut Rata-rata. MAD = ∑��=1

(Yt

Ŷ

t

) /�

MAD ini sangat berguna jika seorang analis ingin mengukur kesalahan peramalan dalam unit ukuran yang sama seperti data aslinya.

2. Mean Squared Error (MSE) atau Kesalahan Rata-rata Kuadrat. MSE = ∑��=1

(Yt

Ŷ

t

)² /�

Pendekatan ini penting dilakukan karena menghasilkan kesalahan yang moderat yang lebih disukai oleh suatu peramalan yang biasanya menghasilkan kesalahan yang lebih kecil tetapi kadang-kadang menghasilkan kesalahan yang sangat besar.


(52)

3. Mean Absolute Percentage Error (MAPE) atau Persentase Kesalahan Absolute Rata-rata.

MAPE =

[

∣Yt−Ŷt∣

�� �

�=1

] / n

Pendekatan ini sangat berguna karena jika ukuran variabel peramalan merupakan faktor penting dalam mengevaluasi akurasi peramalan tersebut. MAPE memberikan petunjuk seberapa besar kesalahan peramalan dibandingkan dengan nilai sebenarnya dari series tersebut.

4. Mean Precentase Error (MPE) atau Persentase Kesalahan Rata-rata. MPE =

[

(��−Ŷ�)

�� �

�=1

] / n

Pendekatan ini diperlukan untuk menentukan apakah suatu model peramalan bias atau tidak. Jika pendekatan peramalan tersebut tidak bias, maka hasil perhitungan MPE akan menghasilkan persentase mendekati nol. Untuk mengetahui evaluasi hasil peramalan dengan menggunakan metode dekomposisi dari periode Januari 2002 s/d Desember 2011 maka penulis memilih menggunakan metode MAPE (Mean Absolute Percentage Error) atau Persentase Kesalahan Absolut Rata-Rata.


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia

Terjadinya krisis keuangan global yang berawal pada tahun 2007 di Amerika Serikat telah mengubah tatanan perekonomian dunia. Krisis tersebut telah mempengaruhi kegiatan-kegiatan bisnis kunci di dunia terutama sektor-sektor keuangan dan perdagangan, yang selanjutnya menurunkan laju pertumbuhan ekonomi global dan tingkat pendapatan riil per kapita di dunia.

Di Indonesia sendiri, dampak krisis ini mulai terasa menjelang akhir tahun 2008. Data Bank Dunia mencatat bahwa Indonesia memiliki laju pertumbuhan tertinggi pada kisaran 6,1% sampai pada kuartal pertama tahun 2009, Indonesia dapat juga mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tetap positif walau laju menurun selama periode krisis. Pada kuartal pertama tahun 2009, ekonomi Indonesia tumbuh sekitar 6,2%, tetapi menurun sedikit ke level 5,2% pada kuartal terakhir di tahun yang sama.

Hal yang menarik adalah Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan PDB yang positif di tengah-tengah keterpurukan serius akibat krisis global yang ada, namun secara keseluruhan, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2009 hanya bisa mencapai sekitar 4,5%, jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2007 dan tahun 2008. Hal ini memberi kesan bahwa ekonomi Indonesia juga terkena dampak krisis global tersebut. Terjadinya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif, walaupun dalam persentase kecil ternyata disebabkan


(54)

adanya permintaan agregat di dalam negeri yang tumbuh dengan baik, khususnya permintaan rumah tangga dan konsumsi pemerintah.

Dalam hal perdagangan internasional, khususnya ekspor, adanya krisis global ini menyebabkan menurunnya permintaan dunia terutama terhadap produk-produk manufaktur. Selain ekspor, impor juga berkurang, penurunan impor selama periode krisis tersebut merefleksikan tiga hal utama. Pertama, penurunan harga minyak di pasar internasional, dan bagi Indonesia yang semakin banyak mengimpor minyak sama juga berarti penurunan nilai impor minyak. Kedua, melemahnya kegiatan-kegiatan ekonomi domestik. Ketiga, akibat peningkatan intensitas impor dari produksi ekspor.

Dalam hal kesempatan kerja, adanya krisis ini membuat kesempatan kerja menurun atau dengan kata lain terjadinya peningkatan jumlah penggangguran, yang berarti juga menurunnya pendapatan. Di Indonesia, berdasarkan laporan BPS menunjukkan bahwa dalam periode antara akhir Desember 2008 dan Desember 2009, jumlah pekerja di semua kegiatan ekonomi sektor formal banyak mengalami PHK.

Sedangkan berdasarkan studi yang di lakukan oleh PBB mengenai ketenagakerjaan (ILO), laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat akibat krisis telah membuat suatu penurunan signifikan dalam laju penambahan keempatan kerja di sektor formal, yang tumbuh hanya sekitar 1,4% selama periode Februari 2008-Februari 2009, dibandingkan dengan 6,1% selama periode yang sama pada satu tahun yang lalu.


(55)

Memasuki tahun 2008-2011, dunia kembali di goncangkan dengan krisis yang melanda di zona Eropa akibat masalah utang pemerintahan Yunani. Untuk mengantisipasi dampak krisis di zona Eropa merembes semakin besar ke Indonesia maka peran pasar domestik Indonesia sangat diperlukan, hal ini menjadi penting karena mengingat pasar dalam negeri sebagai pennyelamat perekonomian Indonesia semasa krisis global tahun 2008 silam yang mana ekonomi Indonesia tetap tumbuh walau lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.

4.2 Perkembangan Ekspor Pra Krisis Keuangan Eropa dan Global 2008 4.2.1 Ekspor Sektor Pertanian

Perkembangan ekspor sektor pertanian Indonesia pra krisis keuangan Eropa dan global tahun 2008 (dalam hal ini peneliti membahas perkembangannya dari periode Januari 2002 s/d Desember 2007) cukup fluktuatif. Pada tahun 2002 pada bulan Januari, nilai ekspor pertanian Indonesia sebesar 182,60 juta USD, memasuki Februari 2002 nilai ekspor Indonesia menjadi 184,4 juta USD, nilai ini meningkat sebesar 0,98% dari bulan sebelumnya. Namun peningkatan nilai ekspor pertanian tidak bertahan lama, ini terlihat dengan terjadi penurunan nilai ekspor sebesar 7,75% pada Maret 2002 sehingga nilai ekspor pertanian Indonesia pada bulan Maret 2002 menjadi 170,1 juta USD.

Pada April 2002 terjadi peningkatan nilai ekspor pertanian yang cukup menggembirakan, dimana terjadi peningkatan yang tajam sebesar 19,69% dari bulan sebelumnya sehingga nilai ekspor pertanian menjadi 203,6 juta USD, peningkatan ini terus berlanjut sampai Juni 2002. Pada bulan Juli 2002 ternyata Indonesia tidak mampu mempertahankan peningkatan nilai ekspor pertanian, ini


(56)

terlihat dari penurunan nilai ekspor sebesar 6,69% pada bulan Juli dan nilai ini terus menurun sampai September 2002. Pada bulan Oktober terjadi peningkatan nilai ekspor sebesar 27,44%, nilai ini cukup membanggakan karena mengingat bahwa pada selama 3 bulan terakhir nilai ekspor Indonesia mengalami penurunan. Pada bulan November sampai Desember 2002 ternyata terjadi penurunan nilai ekspor Indonesia yang masing-masing sebesar 7,87% dan 4,13 %.

Perkembangan nilai ekspor pertanian Indonesia pada tahun 2003 ternyata tidak jauh berbeda dengan perkembangan nilai ekspor tahun 2002 sebelumnya, dimana tetap terjadi kenaikan dan penurunan yang relatif berubah-ubah tiap bulannya. Pada tahun 2003 pertumbuhan nilai ekspor pertanian Indonesia diawali dengan pertumbuhan yang cukup mengecewakan, dimana pada bulan Januari 2003 nilai ekspor sebesar 178 juta USD atau pertumbuhannya sebesar -11,59% dan nilai pertumbuhan tertinggi hanya sebesar 18,14% pada bulan September. Nilai ini cukup rendah bila dibandingkan pada tahun 2002 sebelumnya dimana pertumbuhan nilai ekspor pertanian Indonesia pada waktu itu dapat mencapai 27, 44% pada Oktober 2002. Penurunan nilai ekspor pertanian ini terjadi akibat menurunnya ekspor coklat, buah-buahan, kopi, teh dan rempah-rempah pada waktu itu.

Nilai ekspor pertanian yang buruk pada awal bulan juga terjadi pada tahun 2004. Pada bulan Januari 2004 nilai ekspor pertanian Indonesia sebesar 179,6 juta USD atau pertumbuhannya sekitar -25,78%. Penurunan tersebut terutama bersumber dari turunnya nilai ekspor udang dan kopi yang merupakan komoditi utama sektor pertanian. Memasuki bulan April sampai September 2004 nilai


(57)

ekspor Indonesia mulai meningkat sehingga pada Oktober 2004 nilai ekspor pertanian mengalami nilai terbesar yaitu sebesar 264,6 juta USD. Selanjutnya pada periode Januari 2005 sampai Desember 2007, nilai ekspor pertanian Indonesia relatif terus mengalami peningkatan sampai pada akhirnya pada Desember 2007 nilai ekspor Indonesia mencapai nilai tertinggi selama periode Januari 2002 s/d Desember 2007 yaitu sebesar 372, 5 juta USD, terjadinya kenaikan yang cukup tinggi ini disebabkan oleh adanya kenaikan harga komoditas ekspor pertanian. Untuk lebih jelasnya, perkembangan ekspor sektor pertanian Indonesia pra krisis keuangan Eropa dan global dapat dilihat dalam gambar 4.1 dibawah ini.

Sumber: Kemendag, data diolah

Gambar 4.1

Perkembangan Nilai Ekspor Sektor Pertanian Indonesia Pra Krisis Keuangan Eropa dan Global 2008

4.2.2 Ekspor Sektor Industri

Sektor industri dapat dikatakan sebagai leading sector dalam perekonomian Indonesia karena memberikan kontribusi terbesar dalam menambah pendapatan nasional. Bila kita melihat perkembangan nilai ekspor sektor industri Indonesia

0 50 100 150 200 250 300 350 400 Ja n -02 M ei -02 S ep -02 Ja n -03 M ei -03 S ep -03 Ja n -04 M ei -04 S ep -04 Ja n -05 M ei -05 S ep -05 Ja n -06 M ei -06 S ep -06 Ja n -07 M ei -07 S ep -07 pertanian


(58)

pra krisis keuangan Eropa dan global (periode Januari 2002 s/d Desember 2007) secara umum mengalami trend yang meningkat dari bulan ke bulan.

Adapun komoditi andalan di sektor industri ini diantaranya adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), barang-barang listrik, alas kaki, kertas, produk kayu, minyak sawit, mesin dan pesawat mekanik, produk logam, plastik, produk karet, produk kimia.

Selama tahun 2002 dari bulan Januari sampai Desember, perkembangan ekspor industri mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Pada bulan Januari, ekspor industri Indonesia sekitar 2,8 milyar USD selanjutnya pada bulan Februari mengalami peningkatan sehingga menjadi 2,99 milyar USD, peningkatan ini berlanjut sampai pada bulan Oktober. Memasuki bulan November sampai Desember, nilai ekspor industri Indonesia menurun pada level 2,95 milyar USD dan 2,94 milyar USD. Penurunan ini terjadi akibat menurunnya komoditi TPT yang selama ini menjadi komoditi unggulan yang dikarenakan iklim usaha dalam negeri yang kurang kondusif pada waktu itu.

Memasuki tahun 2003, perkembangan ekspor industri menunjukkan nilai yang cukup stabil, dimana nilainya rata-rata diatas 3,2 milyar USD tiap bulan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya permintaan dunia terhadap komoditi utama ekspor seperti minyak sawit, produk kimia, produk logam, dan barang-barang dari karet.

Peningkatan nilai ekspor industri ini terus berlanjut memasuki tahun 2004, bahkan pada bulan Oktober 2004, nilai ekspor industri mencapai 5,21 milyar USD. Selanjutnya memasuki tahun 2005 sampai tahun 2007, ekspor industri


(59)

semakin menunjukkan perkembangan yang menggembirakan karena nilai ekspor yang relatif terus mengalami peningkatan. Untuk lebih jelasnya, perkembangan nilai ekspor sektor industri Indonesia pra krisis Eropa dan global dapat dilihat melalui gambar 4.2 di bawah ini:

Sumber: Kemendag, data diolah

Gambar 4.2

Perkembangan Nilai Ekspor Sektor Industri Indonesia Pra Krisis Keuangan Eropa dan Global 2008

4.2.3 Ekspor Sektor Pertambangan

Sektor pertambangan juga memegang peranan penting dalam peningkatan pendapatan negara. Ini terlihat dari selama masa pra krisis keuangan Eropa dan global (periode Januari 2002 s/d Desember 2007), nilai ekspor pertambangan menunjukkan trend yang relatif naik dari bulan ke bulan.

Pada Januari 2002, nilai tertinggi ekspor pertambangan dicapai pada bulan Desember dengan nilai ekspor sebesar 534,6 juta USD, hal ini terjadi karena adanya sumbangan terbesar dari ekspor tembaga dan batu bara. Peningkatan ini terjadi karena kenaikan harga internasioanl yang didorong oleh meningkatnya

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 Ja n -02 M ei -02 S ep -02 Ja n -03 M ei -03 S ep -03 Ja n -04 M ei -04 S ep -04 Ja n -05 M ei -05 S ep -05 Ja n -06 M ei -06 S ep -06 Ja n -07 M ei -07 S ep -07 industri


(1)

190 171 152 133 114 95 76 57 38 19 1 700

600

500

400

300

200

100

Index

p

e

r

t

a

n

ia

n MAPE 10,90

MAD 31,78 MSD 1669,95 Accuracy Measures

Actual Fits Trend Forecasts Variable

Time Series Decomposition Plot for pertanian

Multiplicative Model

Lampiran 5

Time Series Decomposition for pertanian

Multiplicative Model

Data pertanian Length 120 NMissing 0

Fitted Trend Equation Yt = 164,76 + 2,32*t

Seasonal Indices Period Index 1 0,88220 2 0,93500 3 0,89398 4 0,86956 5 0,99292 6 1,02192 7 1,18911 8 1,09751 9 1,05688 10 1,04711 11 0,97536 12 1,03845

Accuracy Measures MAPE 10,90 MAD 31,78 MSD 1669,95

Forecasts

Period Forecast 121 393,239 122 418,946 123 402,644 124 393,663 125 451,818 126 467,386 127 546,612 128 507,054 129 490,736 130 488,633 131 457,415 132 489,413 133 417,823 134 445,002 135 427,557 136 417,895 137 479,488 138 495,864 139 579,749

140 537,638 141 520,188 142 517,812 143 484,595 144 518,351 145 442,408 146 471,057 147 452,470 148 442,127 149 507,158 150 524,342 151 612,886 152 568,223 153 549,640 154 546,992 155 511,776 156 547,289 157 466,992

158 497,113 159 477,383 160 466,359 161 534,827 162 552,820 163 646,023 164 598,807 165 579,092 166 576,172 167 538,956 168 576,228 169 491,576 170 523,169 171 502,295 172 490,591 173 562,497 174 581,298 175 679,160


(2)

190 171 152 133 114 95 76 57 38 19 1 14000

12000

10000

8000

6000

4000

2000

I ndex

in

d

u

s

t

r

i MAPEMAD 59010

MSD 663226 Accuracy Measures

Actual Fits Trend Forecasts Variable

Time Series Decomposition Plot for industri

Multiplicative Model

176 629,392 177 608,544 178 605,352 179 566,136 180 605,166 181 516,161

182 549,225 183 527,208 184 514,823 185 590,167 186 609,776 187 712,297

188 659,976 189 637,996 190 634,532 191 593,317 192 634,105

Lampiran 6

Time Series Decomposition for industri

Multiplicative Model

Data industri Length 120 NMissing 0

Fitted Trend Equation Yt = 2362 + 58,4*t

Seasonal Indices Period Index 1 0,93629 2 0,92919 3 1,00871 4 0,98009 5 1,04356 6 1,01934 7 1,02461 8 1,03022 9 1,02455 10 1,05493 11 0,93335 12 1,01515

Accuracy Measures MAPE 10 MAD 590 MSD 663226 Forecasts

Period Forecast 121 8823,6 122 8810,9 123 9623,8 124 9408,0 125 10078,2 126 9903,8 127 10014,7 128 10129,7

132 10218,6 133 9479,4 134 9461,8 135 10330,3 136 10094,4 137 10809,1 138 10617,7 139 10732,4

143 9994,4 144 10929,6 145 10135,1 146 10112,6 147 11036,8 148 10780,9 149 11540,0 150 11331,7


(3)

190 171 152 133 114 95 76 57 38 19 1 5000

4000

3000

2000

1000

0

I ndex

p

e

r

t

a

m

b

a

n

g

a

n

MAPE 35 MAD 256 MSD 108194 Accuracy Measures

Actual Fits Trend Forecasts Variable

Time Series Decomposition Plot for pertambangan

Multiplicative Model

154 11973,6 155 10648,1 156 11640,6 157 10790,9 158 10763,4 159 11743,3 160 11467,4 161 12270,9 162 12045,7 163 12167,7 164 12294,4 165 12286,6 166 12712,5

167 11301,9 168 12351,6 169 11446,7 170 11414,2 171 12449,8 172 12153,8 173 13001,9 174 12759,6 175 12885,3 176 13016,0 177 13004,2 178 13451,4 179 11955,6

180 13062,7 181 12102,5 182 12065,0 183 13156,3 184 12840,3 185 13732,8 186 13473,6 187 13603,0 188 13737,6 189 13721,8 190 14190,3 191 12609,3 192 13773,7

Lampiran 7

Time Series Decomposition for pertambangan

Multiplicative Model

Data pertambangan Length 120

NMissing 0

Fitted Trend Equation Yt = -197,4 + 22,4*t

Seasonal Indices Period Index 1 0,94639 2 0,77814 3 1,02761 4 0,95648 5 1,03190 6 0,95102 7 1,02542 8 1,02363 9 1,09031 10 1,04226 11 0,96935 12 1,15748

Accuracy Measures MAPE 35 MAD 256 MSD 108194


(4)

20000

15000

10000

5000

a

g

re

g

a

t MAPEMAD 74311

MSD 1010994 Accuracy Measures

Actual Fits Trend Forecasts Variable Time Series Decomposition Plot for agregat

Multiplicative Model Forecasts

Period Forecast 121 2381,76 122 1975,79 123 2632,26 124 2471,53 125 2689,55 126 2500,06 127 2718,66 128 2736,88 129 2939,61 130 2833,43 131 2656,98 132 3198,59 133 2636,50 134 2185,24 135 2908,86 136 2728,97 137 2967,30 138 2756,04 139 2994,66 140 3012,40 141 3233,08 142 3113,97 143 2917,89 144 3510,14

145 2891,23 146 2394,68 147 3185,45 148 2986,42 149 3245,05 150 3012,01 151 3270,66 152 3287,92 153 3526,54 154 3394,50 155 3178,80 156 3821,68 157 3145,96 158 2604,13 159 3462,04 160 3243,87 161 3522,80 162 3267,99 163 3546,67 164 3563,44 165 3820,01 166 3675,04 167 3439,72 168 4133,23

169 3400,69 170 2813,57 171 3738,63 172 3501,32 173 3800,55 174 3523,97 175 3822,67 176 3838,96 177 4113,48 178 3955,58 179 3700,63 180 4444,78 181 3655,42 182 3023,02 183 4015,23 184 3758,77 185 4078,29 186 3779,94 187 4098,67 188 4114,48 189 4406,95 190 4236,11 191 3961,54 192 4756,33

Lampiran 8

Time Series Decomposition for agregat

Multiplicative Model

Data agregat Length 120 NMissing 0

Fitted Trend Equation Yt = 2323 + 83,2*t Seasonal Indices Period Index 1 0,95512 2 0,92234 3 1,00652 4 0,96829 5 1,03178 6 1,01366 7 1,01708 8 1,04558 9 1,02424


(5)

Accuracy Measures MAPE 11 MAD 743 MSD 1010994

Forecasts

Period Forecast 121 11836,5 122 11506,9 123 12641,0 124 12241,4 125 13130,0 126 12983,7 127 13112,1 128 13566,6 129 13374,9 130 13977,5 131 12390,5 132 13505,9 133 12790,3 134 12428,0 135 13646,1 136 13208,3 137 14160,3 138 13996,0 139 14127,8 140 14610,7 141 14397,7 142 15039,7 143 13326,2 144 14519,4

145 13744,1 146 13349,1 147 14651,2 148 14175,3 149 15190,7 150 15008,3 151 15143,5 152 15654,9 153 15420,6 154 16101,8 155 14261,8 156 15532,8 157 14697,9 158 14270,1 159 15656,4 160 15142,3 161 16221,1 162 16020,5 163 16159,2 164 16699,0 165 16443,4 166 17164,0 167 15197,4 168 16546,3

169 15651,8 170 15191,2 171 16661,5 172 16109,2 173 17251,4 174 17032,8 175 17174,9 176 17743,2 177 17466,2 178 18226,1 179 16133,1 180 17559,8 181 16605,6 182 16112,3 183 17666,7 184 17076,2 185 18281,8 186 18045,1 187 18190,6 188 18787,3 189 18489,1 190 19288,3 191 17068,7 192 18573,3


(6)