PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN KEMAMPUAN KOGNITIF IPA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR.

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY TERHADAP

KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN KEMAMPUAN

KOGNITIF IPA SISWA KELAS V

SEKOLAH DASAR

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Dasar

Oleh:

SAMIRAH

NIM. 8146182048

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

i

ABSTRAK

SAMIRAH. 8146182048. Pengaruh Pembelajaran Discovery Terhadap Keterampilan Proses Sains dan Kemampuan Kognitif IPA Siswa Kelas V Sekolah Dasar.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Discovery lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan pembelajaran langsung (Direct Instruction); dan apakah kemampuan kognitif siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Discovery lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan pembelajaran langsung (Direct Instruction). Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Experiment dengan rancangan Random Pretest Postest Desain. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SDN 101739 Sei Mencirim, yaitu populasi 3 kelas berjumlah 128 orang sedangkan sampel 2 kelas berjumlah 88 orang. Instrumen yang digunakan yaitu observasi keterampilan proses sains dan tes kemampuan kognitif. Analisis data menggunakan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Discovery lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan pembelajaran langsung (Direct Instruction). Hal tersebut berdasarkan perolehan nilai rata-rata 89,85 pada pembelajaran Discovery lebih besar daripada pembelajaran langsung (Direct Instruction) dengan perolehan nilai rata-rata 82,95; dan (2) Kemampuan kognitif siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Discovery lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan pembelajaran langsung (Direct Instruction). Hal tersebut berdasarkan perolehan nilai rata-rata 78,27 pada pembelajaran Discovery lebih besar daripada pembelajaran langsung (Direct Instruction) dengan perolehan nilai rata-rata70,27. Kata kunci: Direct Instruction, Discovery, kemampuan kognitif, keterampilan proses sains.


(6)

ABSTRACT

SAMIRAH. 8146182048. The Effect of Discovery Learning towards Science Process Skills and Science Cognitive Ability of Fifth Grade Students on Elementary School.

This study aimed to analyze whether the science process skill of students taught by Discovery learning was better than Direct Instruction ; and whether science cognitive ability of students taught by Discovery learning was better than Direct Instruction. This study were all the quasi experimental with random pretest and postest design. Population and sample in this study are all fifth grade students on SDN 101739 Sei Mencirim. The instruments were the observation sheet about science proces skills and test about science cognitive ability. The data analyze used t-test. The results of this study showed that: Science process skill of students taught by Discovery learning better than Direct Instruction. That was based on the mean score Discovery learning is 89,85 was greater than Direct Instruction is 82,95 and science cognitive ability of students taught by Discovery learning better than Direct Instruction. That was based on mean score Discovery learning mean score 78,72 was greater than Direct Instruction mean score 70,27.

Keywords: Direct Instruction, Discovery, Science Cognitive Ability, Science Process Skills.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Discovery Terhadap Keterampilan Proses Sains dan Kemampuan Kognitif IPA Siswa Kelas V Sekolah Dasar”. Penulisan tesis ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Pendidikan pada Prodi Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Penulisan tesis ini tidak terlepas dari hambatan-hambatan yang dihadapi, namun tesis ini dapat terselesaikan dengan usaha peneliti dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd. selaku Rektor Unimed yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan perkuliahan. 2. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. selaku Direktur PPs Unimed.

3. Ibu Prof. Dr. Anita Yus, M.Pd. selaku Ketua Prodi Pendidikan Dasar, dan

Bapak Dr. Daulat Saragi, M.Hum selaku Sekretaris Prodi Dikdas

Pascasarjana Unimed.

4. Bapak Prof. Dr. Nurdin Bukit, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Bpk Prof. Dr. Sahyar, M.S., M.M. selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memotivasi penulis hingga selesai penulisan tesis ini dengan baik.

5. Bpk Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd, selaku narasumber/penguji, Dr.Adi Sutopo, M.T., M.Pd selaku dosen narasumber/penguji, dan Dr. Hasruddin, M.Pd selaku narasumber/penguji, yang telah banyak memberikan saran dan masukan yang membangun demi penyempurnaan tesis ini, serta Ibu Prof. Dr. Retno Dwi Suyanti, M.Si selaku Validator soal.

6. Bpk Dr. Deny Setiawan, M.Si, selaku mantan Ketua Prodi Dikdas yang sudah banyak memberikan masukan kepada penulis serta Bapak/Ibu dosen Prodi Pendikan Dasar yang telah memberikan ilmu, motivasi dan saran yang bermanfaat selama perkuliahan berlangsung.


(8)

7. Bpk Drs. Mulana Barus, M.Pd (Mantan Kasek SDN 101739), Bpk Suprihono, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SDN 101739 Sei Mencirim, Ibu Fitriyani, S.Pd guru Kelas V-A dan Bpk Ilham Nazaruddin, S.Pd guru Kelas V-B selaku observer, Ibu Tursina, M.Pd selaku validator soal beserta seluruh dewan guru yang telah memberikan waktu, kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

8. Teristimewa penulis sampaikan dan persembahkan kepada Ayahanda tersayang Bpk Sakam dan Alm. Ibunda Tercinta Sumiati, yang telah membesarkan penulis dan memberikan doa yang tulus, serta seluruh keluarga terutama suami tercinta Muhammad Abdullah, dan anak-anakku tersayang Mhd.Indra Sukma Utomo, Kharisma Rahmadinata, Adinda Rahmalia Putri, yang telah rela kehilangan waktu juga memberi motivasi dan dorongan serta doa-doanya hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Negeri Medan hingga selesainya tesis ini.

9. Teristimewa sahabat penulis, yaitu Rosida Aini, Abdi Imanuel Ginting, Tursina, Yayuk Rahmawati, Elman LS, Meysarah, Winda Asyifa, Linda Haryati, Sukma Lestari, Meta Munthe, juga teman seperjuangan di Kelas B-2 dan Kelas Konsentrasi IPA Dikdas Pascasarjana Unimed angkatan Tahun 2014 yang telah banyak membantu pemikiran dan masukan serta semangat pada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

10. Terkhusus penulis sampaikan kepada Guru-guru, Staf pegawai dan murid-murid SDN 106144 Sei Mencirim yang telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan serta menyelesaikan studi di Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti harapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Agustus 2016 Penulis

SAMIRAH NIM. 8146182048


(9)

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 10

1.3. Pembatasan Masalah ... 11

1.4. Rumusan Masalah ... 11

1.5. Tujuan Penelitian ... 12

1.6. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis... 14

2.1.1. Hakikat Pembelajaran ... 14

2.1.2. Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)... 16

2.1.3. Teori Belajar Bruner ... 29

2.1.4. Teori Belajar Konstruktivisme dan Kognitif Jean Piaget ... 31

2.1.5. Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky ... 34

2.1.6. Keterampilan Proses Sains ... 37

2.1.7. Kemampuan Kognitif... 43

2.1.8. Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)... 46

2.2. Penelitian Relevan ... 48

2.3. Kerangka Konseptual ... 50

2.4. Hipotesis Penelitian ... 52

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 54

3.3. Desain dan Variabel Penelitian ... 55

3.4. Definisi Operasional ... 56


(10)

3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.7. Uji Coba Instrumen ... 63

3.8. Hasil Uji Coba Instrumen ... 66

3.9. Teknik Analisis Data... 69

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 72

4.1.1. Deskripsi Keterampilan Proses Sains ... 72

4.1.2. Deskripsi Pretes Kemampuan Kognitif ... 77

4.1.3. Deskripsi Postes Kemampuan Kognitif ... 83

4.2. Pembahasan... 89

4.2.1. Keterampilan proses sains Siswa ... 89

4.2.2. Kemampuan Kognitif Siswa ... 93

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 97

5.2. Saran ... 98


(11)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 : Jenis Pembelajaran Penemuan ... 20

Tabel 2.2 : Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Discovery ... 26

Tabel 2.3 : Indikator dan Penerapan Keterampilan Proses Sains ... 42

Tabel 2.4 : Sintaks Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) ... 47

Tabel 2.5 : Penelitian Relevan ... 48

Tabel 3.1 : Desain Penelitian ... 54

Tabel 3.2 : Lembar Observasi Keterampilan Proses Sains ... 60

Tabel 3.3 : Kisi-Kisi Tes Kemampuan Kognitif ... 62

Tabel 3.4 : Hasil Uji Validitas ... 67

Tabel 3.5 : Hasil Uji Tingkat Kesukaran Tes Pilihan Berganda ... 67

Tabel 3.6 : Hasil Uji Tingkat Kesukaran Tes Essay ... 67

Tabel 3.7 : Hasil Uji Daya BedaTes Pilihan Berganda ... 68

Tabel 3.8 : Hasil Uji Daya BedaTes Essay ... 68

Tabel 4.1 : Hasil Nilai Keterampilan Proses Sains ... 72

Tabel 4.2 : Persentase Nilai Hasil Keterampilan Proses Sains ... 73

Tabel 4.3 : Deskripsi Hasil Nilai Keterampilan Proses Sains... 74

Tabel 4.4 : Uji Normalitas Keterampilan Proses Sains ... 75

Tabel 4.5 : Uji Homogenitas Keterampilan Proses Sains ... 75

Tabel 4.6 : Uji Perbedaan Keterampilan Proses Sains ... 76

Tabel 4.7 : Rentang Nilai Hasil Tes Kemampuan Kognitif ... 78

Tabel 4.8 : Hasil Pre Tes Kemampuan Kognitif ... 78

Tabel 4.9 : Interval Nilai Pre Tes ... 78

Tabel 4.10 : Hasil Nilai Pre Tes Kemampuan Kognitif ... 79

Tabel 4.11 : Deskripsi Pre Tes Kemampuan Kognitif ... 80

Tabel 4.12 : Uji Normalitas Pre Tes Kemampuan Kognitif ... 81

Tabel 4.13 : Uji Homogenitas Pre Tes Kemampuan Kognitif ... 82

Tabel 4.14 : Uji Perbedaan Pre Tes Kemampuan Kognitif ... 82

Tabel 4.15 : Hasil Nilai Postes Kemampuan Kognitif ... 83

Tabel 4.16 : Interval Nilai PosTes Kemampuan Kognitif ... 83

Tabel 4.17 : Hasil Nilai Pre Tes Kemampuan Kognitif ... 84

Tabel 4.18 : Deskripsi Pos tes Kemampuan Kognitif ... 84

Tabel 4.19 : Uji Normalitas Pos Tes Kemampuan Kognitif ... 87

Tabel 4.20 : Uji Homogenitas Pos Tes Kemampuan Kognitif ... 87


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 : Tahapan Pembelajaran Discovery ... 23 Gambar 3.1 : Bagan Alur Penelitian ... 59 Gambar 4.1 : Hubungan Pembelajaran dengan Nilai KPS ... 87 Gambar 4.2 : Hubungan Pembelajaran dengan Nilai Kemampuan Kognitif. 91


(13)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Silabus Pembelajaran

Lampiran 2a Rencana Pelaksanaan PembelajaranDiscovery

Lampiran 2b Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) Lampiran 3 Instrumen Penelitian

Lampiran 4 Hasil Uji Coba Instrumen

Lampiran 5a Data Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas Discovery

Lampiran 5b Data Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas Direct Instruction Lampiran 5c Pretes dan Postes Kemampuan Kognitif Siswa Kelas Discovery

Lampiran 5d Pretes dan Postes Kemampuan Kognitif Siswa Kelas Direct Instruction Lampiran 6 Tabel Nilai-Nilai dalam Distribusi T

Lampiran 7 Foto Dokumentasi Penelitian Lampiran 8 Daftar Nilai Lembar Observasi KPS Lampiran 9 Surat Keterangan


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Menurut Purwanto (2012) mata pelajaran IPA umumnya tidak disukai siswa, kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar mereka, dimana mereka menemukan kenyataan bahwa pelajaran IPA adalah pelajaran yang sangat berat dan serius yang tidak jauh dari persoalan konsep, pemahaman konsep, penyelesaian soal-soal yang rumit melalui pendekatan matematis.

Pendidikan tidak hanya ditekankan pada penguasaan materi, tetapi juga ditekankan pada penguasaan keterampilan. Siswa juga harus memiliki kemampuan untuk berbuat sesuatu dengan menggunakan proses dan prinsip keilmuan yang telah dikuasai, learning to know (pembelajaran untuk tahu), dan learning to do (pembelajaran untuk berbuat) harus dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Pada pembelajaran IPA siswa diarahkan untuk mengembangkan keterampilan proses sains yang meliputi kegiatan pengamatan dan penemuan. Hal ini senada dengan dikemukakan oleh Abdullah (2007) bahwa proses dalam hal ini merupakan interaksi semua komponen atau unsur pembelajaran yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan. Salah satu indikasinya adalah keberhasilan siswa untuk menghadapi persoalan dalam kehidupan sehari-hari.


(15)

2

Ketika proses pembelajaran berlangsung siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk mengahafal informasi. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, ketika anak didik lulus dari sekolah mereka pintar teoritis tetapi mereka miskin aplikasi.

Tujuan yang ingin dicapai melalui proses pendidikan mencakup bukan semata-mata segi kecerdasan saja, tetapi juga mencakup segi sikap, dan keterampilan. Tujuan pendidikan yang sedemikian luas ini tidak bisa dicapai hanya melalui proses pembelajaran, tetapi menuntut keaktifan belajar beraneka ragam, sesuai dengan tuntutan pencapaian tujuan pembelajaran.

Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan di beberapa sekolah seperti di SDN 101739 Sei Mencirim dan SDN.106144 Sei Mencirim pada siswa kelas V, guru mengajarkan mata pelajaran IPA dengan materi pelajaran tentang Gaya Magnet di kelas V menggunakan pembelajaran langsung yang diberikan oleh guru namun siswa belum terlatih untuk menemukan sendiri konsep belajar IPA tersebut. Pembelajaran Discovery (penemuan) belum diajarkan guru dikarenakan tidak memahami bagaiman cara mengajarkan IPA materi gaya magnet dengan menggunakan model pembelajaran Discovery tersebut. Sedangkan aspek penilaian belum menggunakan keterampilan proses sebagai hasil belajarnya. Pada kegiatan ini terlihat guru menjelaskan materi yang ada pada buku, sedangkan percobaan atau eksperimen tentang magnet dilakukan di depan kelas. Guru


(16)

3

menyiapkan alat dan bahan berupa sebuah magnet batang, paku, peniti, kertas, penggaris, kain (sapu tangan), pinsil, plastik dll. Guru menjelaskan kegunaan magnet dan bagaimana cara kerja magnet serta sifat-sifat magnet. Kemudian guru menunjukkan pada siswa bahwa sifat magnet adalah dapat menarik benda yang terbuat dari besi dan logam. Selanjutnya mempraktekkan dengan mendekatkan magnet kepada benda-benda yang telah disediakan tadi. Satu persatu benda di dekatkan dan jika ada benda yang menempel maka itulah benda yang terbuat dari besi dan logam. Kemudian setelah guru mempraktekan materi tersebut siswa diberi tugas dengan menyebutkan benda-benda yang dapat ditarik magnet dan benda yang tidak dapat ditarik magnet. Guru menggunakan alat yang seadanya dan penjelasan materi berdasarkan pada materi yang ada di buku tidak dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari yang di alami siswa.

Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan salah seorang guru kelas V di SDN 101739 Sei Mencirim terlihat bahwa siswa belum terlibat langsung dalam kegiatan proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar keterampilan proses sains sangat rendah. Hasil belajar yang diperoleh hanya berdasarkan pengetahuan kognitif yang ada pada buku saja yaitu berupa pertanyaan dan esay sedangkan penilaian keterampilan proses sains belum dilaksanakan. Pada kegiatan pembelajaran tersebut siswa hanya memperhatikan saja apa yang dilakukan guru dan hanya beberapa orang saja sebagai sampel di depan untuk membantu guru melakukan percobaan. Siswa hanya sebagai pemerhati dan mengamati apa yang disampaikan oleh guru. Setelah kegiatan


(17)

4

pembelajaran selesai guru membuat kesimpulan dan mengumpulkan nilai hasil belajar siswa.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan rendahnya hasil belajar kognitif mempengaruhi rendahnya hasil belajar keterampilan proses sains siswa. Hasil pembelajaran yang dilakukan guru tersebut diperoleh, dari 40 siswa sebanyak 23 orang (57,50%) memperoleh nilai di atas KKM sedangkan 17 orang (42,50%) masih belum tuntas di bawah KKM adapun target KKM yang diharapkan adalah 67,00.

Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa yaitu guru masih menerapkan pembelajaran langsung (Direct Instruction) yang berpusat pada guru yaitu metode ceramah, diskusi dan penugasan, serta penilaian juga masih mengacu pada pengetahuan sedangkan keterampilan dan sikap masih kurang. Selain itu juga siswa kurang tertarik pada pelajaran IPA, guru hanya menyajikan materi kemudian dijelaskan pada siswa tanpa ada pembuktian dari siswa itu sendiri. Artinya antara teori dengan praktek belum terintegrasi, siswa cenderung bersikap pasif, hanya lebih banyak sebagai pendengar, keaktifan siswa hanya terlihat dalam mengerjakan soal-soal IPA saja. Hal ini membuat siswa kurang termotivasi dan pembelajaran IPA kurang bermakna. Inilah yang membawa efek negatif terhadap hasil belajar IPA masih kurang memuaskan. Siswa cepat merasa bosan dan tidak tertarik dengan pembelajaran IPA, suasana kurang kondusif karena siswa asyik bercerita sendiri ketika guru menjelaskan materi, dan ada juga yang mengantuk serta keluar masuk kelas dengan alasan buang air kecil secara bergantian yang ternyata siswa hanya duduk di depan


(18)

5

kamar mandi menunggu waktu agar cepat selesai pembelajaran IPA yang menurut mereka menjenuhkan.

Hasil pengamatan yang penulis peroleh pada siswa kelas V SDN 101739 berdasarkan pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru di atas tentang gaya magnet bahwa nilai rata-rata siswa 65,00 masih di bawah target kriteria yang diharapkan yaitu KKM 67,00. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan dasar siswa untuk konsep gaya magnet masih rendah. Salah satu penyebab hal ini terjadi adalah kemampuan dasar siswa khususnya keterampilan proses sainsnya rendah. Berkaitan dengan lemahnya kemampuan dasar siswa terhadap materi tersebut (keterampilan proses). Kristianingsih, dkk. (2010) juga mengatakan bahwa akibat guru selama pembelajaran lebih banyak memberikan ceramah atau penyampai produk saja, maka siswa kurang terlatih untuk mengembangkan aplikasi konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata.

Kemampuan kognitif merupakan salah satu dari bidang pengembangan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai dengan tahap perkembangannya. Pengembangan kemampuan kognitif bertujuan agar anak mampu mengolah perolehan belajarnya, menemukan bermacam-macam alternative pemecahan masalah, pengembangan kemampuan logika matematika, pengetahuan ruang dan waktu, kemampuan memilah dan mengelompokkan, dan persiapan pengembangan kemampuan berpikir teliti.

Siswa dapat memahami konsep-konsep IPA secara mendalam dan bermakna, serta berpikir kritis dalam mengembangkan kemampuan kognitifnya memerlukan pembelajaran yang menyediakan kegiatan-kegiatan langsung untuk


(19)

6

siswa. Sehingga siswa dapat membangun pengetahuan serta dapat

mengembangkan pengetahuannya berdasarkan pengalaman yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan-kegiatan yang memberikan pengalaman langsung bagi siswa sekolah dasar, dapat dilakukan dengan hal-hal yang sederhana dan mudah. Siswa diberi kesempatan untuk langsung terlibat dalam aktivitas dan pengalaman ilmiah seperti apa yang dilakukan/dialami oleh ilmuwan. Dengan demikian siswa dididik dan dilatih untuk terampil dalam memperoleh dan mengolah informasi melalui aktivitas berpikir dengan mengikuti prosedur (metode) ilmiah, seperti terampil melakukan pengamatan, pengukuran, pengklasifikasian, penarikan kesimpulan, dan pengkomunikasian hasil temuan.

Pada proses pembelajaran, guru harus selalu berusaha untuk menciptakan pendekatan baru secara kreatif sehingga terbentuk pendekatan-pendekatan yang lebih baik dan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Salah satu pendekatan yang cocok digunakan untuk pembelajaran siswa Sekolah Dasar adalah pendekatan keterampilan proses. Menurut Sagala (2010) pendekatan keterampilan proses adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memberi kesempatan untuk menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep Siswa diberi keluasan untuk ikut dan terlibat secara langsung dalam segala bentuk proses penemuan pengetahuan dalam menyelesaikan semua problem yang dihadapinya. Pendekatan ini juga menekankan pada aktivitas dan kreatifitas siswa. Sehingga siswa aktif dalam proses pembelajaran dan memperoleh pengetahuan atau konsep secara langsung.


(20)

7

Melalui proses belajar tersebut diharapkan siswa dapat memperoleh hasil belajar tidak hanya pada aspek kognitif, tetapi juga pada aspek psikomotor dan afektif. Keterampilan proses menekankan pada proses belajar, aktifitas, dan kreatifitas siswa termasuk keterlibatan fisik, mental, dan sosial siswa dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai suatu tujuan. Keterampilan proses dapat dilakukan melalui serangkaian kegiatan ilmiah dalam proses pembelajaran, seperti praktikum atau percobaan, praktikum lapangan, maupun demonstrasi. Rangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan akan melatih siswa untuk mengembangkan kemampuan mengajukan hipotesis, mengajukan pertanyaan, melakukan percobaan atau pengamatan, mengkomunikasikan hasil yang diperoleh. Melalui kegiatan tersebut siswa mampu menemukan dan membangun konsep yang ditanamkan oleh guru berdasarkan konsep yang telah dimiliki, mengembangkan cara berpikir logis, sistematis, kritis, terbuka, serta dapat menumbuhkan keterampilan dan kecakapan dalam melakukan kegiatan ilmiah (Depdiknas, 2008).

Menurut Kurnianto, dkk (2010) pentingnya menerapkan keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar yaitu dilandasi oleh beberapa faktor, yaitu (1) perkembangan ilmu pengetahuan yang berlangsung begitu cepatnya, sehingga tidak mungkin lagi seorang guru memberikan semua fakta dan konsep kepada siswa, (2) pada prinsipnya anak mempunyai motivasi dari dalam dirinya sendiri untuk belajar, yang disebabkan oleh rasa ingin tahunya terhadap sesuatu, (3) semua konsep yang telah ditemukan melalui penyelidikan ilmiah tidak bersifat


(21)

8

mutlak, sehingga masih terbuka untuk dipertanyakan, dipersoalkan, dan diperbaiki, dan (4) adanya sikap dan nilai-nilai yang perlu dikembangkan.

Menurut Hakim (2009) dalam proses belajar bagaimana caranya belajar, pendekatan, strategi, dan metode yang digunakan tidak hanya semata-mata-mata dilakukan dengan jalan menghapal materi pembelajaran yang diterima dari guru, tetapi di samping menghapal dan memahami apa yang diterima guru, juga diupayakan menemukan sendiri konsep-konsep atau prinsip yang harus dikuasai, melalui kegiatan Discovery baik di bawah bimbingan guru maupun dilakukan sendiri tanpa bimbingan guru. Dengan demikian, hasil belajar menjadi lebih mantap dan lebih bermakna.

Menurut Joolingen & Van (2005) Discovery learning adalah suatu tipe pembelajaran dimana siswa membangun pengetahuan mereka sendiri dengan mengadakan suatu percobaan dan menemukan sebuah prinsip dari hasil percobaan tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut, salah satu alternatif pembelajaran yang bisa menumbuhkan keterampilan proses sains adalah pembelajaran berbasis masalah yaitu dengan menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses Sains (KPS) berorientasi pada Discovery (DL) dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan pembelajara IPA. Pembelajaran berbasis masalah siswa diarahkan pada masalah kontekstual.

Pembelajaran Discovery adalah salah satu model pembelajaran yang mengkondisikan peserta didik untuk terbiasa menemukan, mencari, dan mendikusikan sesuatu yang berkaitan dengan pengajaran. Model pembelajaran ini mengutamakan peran guru dalam menciptakan situasi belajar yang melibatkan


(22)

9

peserta didik belajar secara aktif dan mandiri. Kegiatan pembelajaran menekankan agar peserta didik terlibat langsung dalam pembelajaran sehingga peserta didik dapat mengalami dan menemukan sendiri konsep-konsep yang harus ia kuasai.

Pada proses belajar mengajar perlu adanya lingkungan yang menunjang untuk memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan kreatif. Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (mempresentasekan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat

perkembangannya. Sardiman (2014) mengemukakan bahwa dalam

mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar dari teacher oriented menjadi student oriented. (Modul Pelatihan Implementasi K.13)

Bruner (dalam Adriana, 2007) mengangap bahwa belajar dan persepsi merupakan suatu kegiatan pengolahan informasi yang menemukan


(23)

kebutuhan-10

kebutuhan untuk mengenal dan menjelaskan gejala yang ada di

lingkungan kita. Lebih lanjut Bruner (1977) mengatakan bahwa pengkategorian mempunyai beberapa keuntungan, antar lain mengurangi komplesitas dari benda atau kejadian alam sekitar kita. Dengan kategorisasi mengurangi keharusan untuk selalu belajar. Bruner beranggapan bahwa model belajar penemuan (Discovery learning) sesuai dengan hakiki manusia yang mempunyai sifat untuk selalu ingin mencari ilmu pengetahuan secara akti, memecahkan masalah dan informasi yang diperolehnya, serta akhirnya akan mendapatkan pengetahuan yang bermakna.

Sejalan dengan pernyataan di atas, maka pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran Discovery, karena pada proses pembelajaran ini siswa sendiri yang harus mengelola dan melakukan penemuan sehingga dapat menemukan konsep atau teori itu sendiri

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah penelitian sebagai berikut:

1. Keterampilan proses sains siswa masih rendah, hal ini dibuktikan dengan rendahnya hasil belajar IPA siswa.

2. Siswa kurang aktif belajar IPA dan cepat merasa bosan karena

pembelajaran masih bersifat monoton kurang bervariasi.

3. Pembelajaran yang dilakukan guru masih pembelajaran langsung (Direct Instruction) yaitu masih berpusat pada guru.

4. Guru belum menggunakan model pembelajaran Discovery yang dapat


(24)

11

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini agar lebih terarah adalah :

1. Penelitian ini berfokus pada aspek studi penerapan model pembelajaran Discovery kelas eksperimen sedangkan pada kelas kontrol diberikan pembelajaran langsung (Direct Instruction).

2. Hasil belajar yang diamati adalah pada aspek keterampilan proses sains dan kognitif siswa.

3. Materi pelajaran yang diajarkan adalah Gaya Magnetdi kelas V SDN 101739 Sei Mencirim.

1.4.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang diuraikan di atas, maka masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Discovery lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan pembelajaran langsung (Direct Instruction) pada materi gaya magnet di kelas V SDN 101739 Sei Mencirim?

2. Apakah kemampuan kognitif siswa yang diajarkan dengan pembelajaran Discovery lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan pembelajaran langsung (Direct Instruction) pada materi gaya magnet di kelas V SDN 101739 Sei Mencirim?


(25)

12

1.5.Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis apakah keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan pembelajaran Discovery lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan pembelajaran langsung (Direct Instruction) pada materi gaya magnet di kelas V SDN 101739 Sei Mencirim.

2. Menganalisis apakah kemampuan kognitif siswa yang diajarkan

dengan model pembelajaran Discovery lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan pembelajaran langsung (Direct Instruction) pada materi gaya magnet di kelas V SDN 101739 Sei Mencirim.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun secara praktis.

a. Bagi guru, Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan inovasi dan

mencari solusi tentang masalah-masalah pelajaran yang berhubungan dengan peningkatan hasil belajar sains siswa.

b. Bagi siswa, untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada pelajaran sains sekaligus dapat mengembangkan kemampuan kognitif siswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. c. Bagi sekolah, sebagai informasi untuk menerapkan model pembelajaran


(26)

13

d. Memberikan informasi secara tidak langsung kepada guru-guru agar lebih memperhatikan factor-faktor yang dapat meningkatkan kemampuan keterampilan proses dan kemampuan kognitif siswa.


(27)

96

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Model pembelajaran Discovery dan Direct Instruction memberikan pengaruh terhadap kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa. Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan hasil penelitian seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka diperoleh beberapan simpulan sebagai berikut:

1. Pengaruh model pembelajaran Discovery terhadap Keterampilan proses sains siswa lebih baik dibandingkan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran langsung (Direct Instruction) pada materi gaya magnet di kelas V SDN 101739 Sei Mencirim. Hal tersebut berdasarkan perolehan nilai rata-rata KPS pada pembelajaran Discovery adalah 89.85 sedangkan nilai rata-rata KPS pada pembelajaran langsung (Direct Instruction) adalah 82.95.

2. Pengaruh model pembelajaran Discovery terhadap kemampuan kognitif siswa lebih baik dibandingkan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran langsung (Direct Instruction) pada materi gaya magnet di kelas V SDN 101739 Sei Mencirim. Hal tersebut berdasarkan perolehan nilai rata-rata kemampuan kognitif pada pembelajaran Discovery adalah 78.27 sedangkan nilai rata-rata kemampuan kognitif pada pembelajaran langsung (Direct Instruction) adalah 70.27.


(28)

97

5.2. Saran

1. Pada saat pembelajaran di kelas, diharapkan guru menggunakan model pembelajaran yang mendorong keterampilan proses sains siswa seperti model pembelajaran Discovery. Beberapa upaya yang dapat dilakukan guru yaitu: membangun keinginan siswa untuk belajar, mendorong siswa agar merasa sangat butuh untuk belajar; memberikan penghargaan kepada siswa yang semangat belajar, menjadikan belajar sebagai kegiatan yang menarik, dan mengkondisikan lingkungan belajar agar kondusif.

2. Guru diharapkan menggunakan model pembelajaran Discovery untuk meningkatkan pembelajaran di kelas. Ketika pelaksanaan model pembelajaran Discovery, disarankan guru untuk melakukan upaya tertentu seperti: membentuk kelompok belajar siswa, memberikan masalah pembelajaran yang berhubungan dengan dunia siswa, mngorganisasi materi pembelajaran sesuai dengan masalah, memberikan siswa tanggung jawab untuk mengarahkan pembelajarannya sendiri, dan menuntut siswa untuk menampilkan apa yang telah mereka pelajari melalui kemampuan kognitif.

3. Perlu diadakan penelitian yang lebih lanjut tentang keterkaitan antara keterampilan proses sains dengan model pembelajaran dan keterkaitan antara kemampuan kognitif dengan model pembelajaran.


(29)

98

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Muhtadi, 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Topik Wujud dan

Perubahannya Untuk Meningkatkan Pemahaman Konep Dan

Keterampilan Proses Sains Siswa SMP. Tesis

Adriana, S.I. (2007). Penerapan Teori Belajar IPA dan Penalaran Siswa Sekolah Dasar. Surabaya Intelectual Club (SIC).

Anderson, Lorin W.,David R. Krathwohl. 2010. Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Assesment. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arends, (2008). Learning To Teach, Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Bicknell-Holmes, T. & Hoffman, P. S. (2000). Memperoleh, terlibat, pengalaman, menjelajahi: Penemuan belajar di Library Instruction. Layanan Referensi Ulasan. 28 (4), 313-322. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif serta Self-Efficacy dalam Pembelajaran Matematika Melalui Discovery Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu. Ade Nandang Mustafa, 2014

Bloom, Benjamin. S., (1965). Taksonomi of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals. Handbook 1 Cognitive Domain. New York: David McKay.

Bonwell, C. C. (1998). Pembelajaran Aktif: Energizing Kelas. Green Mountain Falls, CO: Active Learning.

Bruner, J. (1977). The Process of Education. A landmak in educational theory. Havard University Press.

Castranova, J.A.,(2002) Discovery Learning for the 21st Century: What is it and how does it compare to traditional learning in effectiveness in the 21st Century?http://www.googlewebligt.com.


(30)

99

Depdiknas. (2008). Strategi Pembelajaran MIPA. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.

Djamarah. (2002). Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT.Rineka Cipta. Hakim, L. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Bandung : Wacana Prima

Hamid, Abdul. (2007). Teori Belajardan Pembelajaran. Buku Edisis 1. Program Pasca Sarjana UNIMED. MEDAN

Harlen, W ., Erna(2015). Unesco Sourcebook For Science In the Primary School, Unesco, France. Efek model peembelajaran guided discovery berbasis kolaborasi dengan media flash terhadap keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif tinggi fisika siswa SMA. Tesis Pascasarjana Unimed, Prodi Fisika (2015).

Hosnan, M. (2014), PendekatanSaintifik Dan KontekstualDalamPembelajaran Abad 21,,Jakarta:Ghalia Indonesia

Irwan, W. (2016). Analisis Teory Vygotsky dan teori Piaget Dalam Proses Belajar Anak.

Joolingen, WR.Van. (2005). Comunication in Collaborative Discovery Learning. (Brittish Journal of Edication Psychology DOI: 10 75, 603-621).

Joyce. B., Weil. (2011). Models of Teaching. Model-model Pengajaran. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Kumari, U., N., Rao, D., B., (2008) Science Process Skill Of Students, Discovering, New Delhi : Publishing House PVT.LTD.

Kurnianto, P., Dwijananti, P. dan Khmaedi. (2010). Pengembangan Kemampuan Menyimpulkan dan Mengkomunikasikan Konsep Fisika Melalui Kegiatan Praktikum Sederhana. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 6 (1) : 54-59

Kristianingsih, D.D., Sukiswo. & Khanafiah, S. (2010). Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Inquiri dengan Metode Pictorial Riddle pada Pokok Bahasan alat-alat optik di SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6:10-13

Marzano, R.J.,1992, Dimensions of Thingking: AFramework for Curriculum and Instruction, Alexandria, Virginia : Assosiaciation for Supervision and Curriculum Develepmont.


(31)

100

Moore, K., Effektive Instructional Strategies, Amerika: Sage Publications.

Piaget (1973). Tawil. M, Liliasari. (2014). Keterampilan-keterampilan Proses Sains dan Implementasinya Dalam Pembelajaran IPA. Makasar: Badan Penerbit UNM

Purwanto, Candra E., Sunyoto., Wijayanto, (2012). Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery Pada Materi Pemantulan Cahaya untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis. (Jurnal Pendidikan Fisika Vol.1(1) 27-32.

Ratumanan, T.W., (2004). Belajar dan Pembelajaran, UNESA University. Prees, Surabaya..

Ruseffendi. 1998. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Rustaman, dkk. 2005. Strategi belajar Mengajar Biologi. Bandung : UPI Sani, R. A. (2013). Inovasi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara

Sardiman. (2005). Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013.

Kemendikbud. 2014.

Settlage, J., Southerland, S., A., (1998), Teaching Science Yo Every Chil, , New York : Routladge.

Slavin. (2000). Ratumanan, T.W., (2004). Belajar dan Pembelajaran, UNESA University. Prees, Surabaya

Suciati, Irawan P. 2005. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta : Depdiknas, Ditjen PT. PAUUT.

Sudjana, (2009), Metoda Statistika, Bandung: Tarsito,

Sudijono, A. (2001). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Sugiyono. (2009). Metoda Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : CV Alfabeta

Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi. A. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jilid 2. Jakarta: Bumi Aksara.


(32)

101

Suryobroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.

Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Tawil, Muh dan Liliasari (2014). Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam pembelajaran IPA. Makasar: Badan Penerbit UNM

Tawil, Muh dan Lilisari (2014). Keterampilan-Keterampilan Sains dan Implementasinya dalam Pembelajaran IPA. Makasar: Badan Penerbit UNM

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Rineka Cipta.

Yurahly, Dian, (2014). Model Pembelajaran Guided Discovery dan Direct Instruction Berbasis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Negeri 4 Palu. E-Jurnal Pend. Fisika Tadalako. Vol 2 (2): 5

Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT Grasindo Winkel, W.S. (2009). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi


(1)

96 5.1. Simpulan

Model pembelajaran Discovery dan Direct Instruction memberikan pengaruh terhadap kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa. Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan hasil penelitian seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka diperoleh beberapan simpulan sebagai berikut:

1. Pengaruh model pembelajaran Discovery terhadap Keterampilan proses sains siswa lebih baik dibandingkan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran langsung (Direct Instruction) pada materi gaya magnet di kelas V SDN 101739 Sei Mencirim. Hal tersebut berdasarkan perolehan nilai rata-rata KPS pada pembelajaran Discovery adalah 89.85 sedangkan nilai rata-rata KPS pada pembelajaran langsung (Direct Instruction) adalah 82.95.

2. Pengaruh model pembelajaran Discovery terhadap kemampuan kognitif siswa lebih baik dibandingkan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran langsung (Direct Instruction) pada materi gaya magnet di kelas V SDN 101739 Sei Mencirim. Hal tersebut berdasarkan perolehan nilai rata-rata kemampuan kognitif pada pembelajaran Discovery adalah 78.27 sedangkan nilai rata-rata kemampuan kognitif pada pembelajaran langsung (Direct Instruction) adalah 70.27.


(2)

97

5.2. Saran

1. Pada saat pembelajaran di kelas, diharapkan guru menggunakan model pembelajaran yang mendorong keterampilan proses sains siswa seperti model pembelajaran Discovery. Beberapa upaya yang dapat dilakukan guru yaitu: membangun keinginan siswa untuk belajar, mendorong siswa agar merasa sangat butuh untuk belajar; memberikan penghargaan kepada siswa yang semangat belajar, menjadikan belajar sebagai kegiatan yang menarik, dan mengkondisikan lingkungan belajar agar kondusif.

2. Guru diharapkan menggunakan model pembelajaran Discovery untuk meningkatkan pembelajaran di kelas. Ketika pelaksanaan model pembelajaran Discovery, disarankan guru untuk melakukan upaya tertentu seperti: membentuk kelompok belajar siswa, memberikan masalah pembelajaran yang berhubungan dengan dunia siswa, mngorganisasi materi pembelajaran sesuai dengan masalah, memberikan siswa tanggung jawab untuk mengarahkan pembelajarannya sendiri, dan menuntut siswa untuk menampilkan apa yang telah mereka pelajari melalui kemampuan kognitif.

3. Perlu diadakan penelitian yang lebih lanjut tentang keterkaitan antara keterampilan proses sains dengan model pembelajaran dan keterkaitan antara kemampuan kognitif dengan model pembelajaran.


(3)

98

Abdullah, Muhtadi, 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Topik Wujud dan Perubahannya Untuk Meningkatkan Pemahaman Konep Dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP. Tesis

Adriana, S.I. (2007). Penerapan Teori Belajar IPA dan Penalaran Siswa Sekolah Dasar. Surabaya Intelectual Club (SIC).

Anderson, Lorin W.,David R. Krathwohl. 2010. Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Assesment. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arends, (2008). Learning To Teach, Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Bicknell-Holmes, T. & Hoffman, P. S. (2000). Memperoleh, terlibat, pengalaman, menjelajahi: Penemuan belajar di Library Instruction. Layanan Referensi Ulasan. 28 (4), 313-322. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif serta Self-Efficacy dalam Pembelajaran Matematika Melalui Discovery Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu. Ade Nandang Mustafa, 2014

Bloom, Benjamin. S., (1965). Taksonomi of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals. Handbook 1 Cognitive Domain. New York: David McKay.

Bonwell, C. C. (1998). Pembelajaran Aktif: Energizing Kelas. Green Mountain Falls, CO: Active Learning.

Bruner, J. (1977). The Process of Education. A landmak in educational theory. Havard University Press.

Castranova, J.A.,(2002) Discovery Learning for the 21st Century: What is it and how does it compare to traditional learning in effectiveness in the 21st Century?http://www.googlewebligt.com.


(4)

99

Depdiknas. (2008). Strategi Pembelajaran MIPA. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.

Djamarah. (2002). Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT.Rineka Cipta. Hakim, L. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Bandung : Wacana Prima

Hamid, Abdul. (2007). Teori Belajardan Pembelajaran. Buku Edisis 1. Program Pasca Sarjana UNIMED. MEDAN

Harlen, W ., Erna(2015). Unesco Sourcebook For Science In the Primary School, Unesco, France. Efek model peembelajaran guided discovery berbasis kolaborasi dengan media flash terhadap keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif tinggi fisika siswa SMA. Tesis Pascasarjana Unimed, Prodi Fisika (2015).

Hosnan, M. (2014), PendekatanSaintifik Dan KontekstualDalamPembelajaran Abad 21,,Jakarta:Ghalia Indonesia

Irwan, W. (2016). Analisis Teory Vygotsky dan teori Piaget Dalam Proses Belajar Anak.

Joolingen, WR.Van. (2005). Comunication in Collaborative Discovery Learning. (Brittish Journal of Edication Psychology DOI: 10 75, 603-621).

Joyce. B., Weil. (2011). Models of Teaching. Model-model Pengajaran. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Kumari, U., N., Rao, D., B., (2008) Science Process Skill Of Students, Discovering, New Delhi : Publishing House PVT.LTD.

Kurnianto, P., Dwijananti, P. dan Khmaedi. (2010). Pengembangan Kemampuan Menyimpulkan dan Mengkomunikasikan Konsep Fisika Melalui Kegiatan Praktikum Sederhana. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 6 (1) : 54-59

Kristianingsih, D.D., Sukiswo. & Khanafiah, S. (2010). Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Inquiri dengan Metode Pictorial Riddle pada Pokok Bahasan alat-alat optik di SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6:10-13

Marzano, R.J.,1992, Dimensions of Thingking: AFramework for Curriculum and Instruction, Alexandria, Virginia : Assosiaciation for Supervision and Curriculum Develepmont.


(5)

Moore, K., Effektive Instructional Strategies, Amerika: Sage Publications.

Piaget (1973). Tawil. M, Liliasari. (2014). Keterampilan-keterampilan Proses Sains dan Implementasinya Dalam Pembelajaran IPA. Makasar: Badan Penerbit UNM

Purwanto, Candra E., Sunyoto., Wijayanto, (2012). Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery Pada Materi Pemantulan Cahaya untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis. (Jurnal Pendidikan Fisika Vol.1(1) 27-32.

Ratumanan, T.W., (2004). Belajar dan Pembelajaran, UNESA University. Prees, Surabaya..

Ruseffendi. 1998. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Rustaman, dkk. 2005. Strategi belajar Mengajar Biologi. Bandung : UPI Sani, R. A. (2013). Inovasi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara

Sardiman. (2005). Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Kemendikbud. 2014.

Settlage, J., Southerland, S., A., (1998), Teaching Science Yo Every Chil, , New York : Routladge.

Slavin. (2000). Ratumanan, T.W., (2004). Belajar dan Pembelajaran, UNESA University. Prees, Surabaya

Suciati, Irawan P. 2005. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta : Depdiknas, Ditjen PT. PAUUT.

Sudjana, (2009), Metoda Statistika, Bandung: Tarsito,

Sudijono, A. (2001). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Sugiyono. (2009). Metoda Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : CV Alfabeta

Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi. A. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jilid 2. Jakarta: Bumi Aksara.


(6)

101

Suryobroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.

Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Tawil, Muh dan Liliasari (2014). Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam pembelajaran IPA. Makasar: Badan Penerbit UNM

Tawil, Muh dan Lilisari (2014). Keterampilan-Keterampilan Sains dan Implementasinya dalam Pembelajaran IPA. Makasar: Badan Penerbit UNM

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Rineka Cipta.

Yurahly, Dian, (2014). Model Pembelajaran Guided Discovery dan Direct Instruction Berbasis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Negeri 4 Palu. E-Jurnal Pend. Fisika Tadalako. Vol 2 (2): 5

Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT Grasindo Winkel, W.S. (2009). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi