PENERAPAN MODEL KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR.

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN

KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Dasar

Oleh

IKA WULANDARI UTAMINING TIAS NIM 1009632

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

========================================================== PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

SISWA SEKOLAH DASAR

Oleh

Ika Wulandari Utamining Tias UPI Bandung, 2014

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Prodi Pendidikan Dasar (Konsentrasi

IPA)

© Ika Wulandari Utamining Tias 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Maret 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN

KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR

Oleh

Ika Wulandari Utamining Tias 1009632

DISETUJUI OLEH Pembimbing I

Dr. Andi Suhandi, M.Si. NIP 196908171994031003

Pembimbing II

Dr. H. Wahyu Sopandi, MA. NIP 196605251990011001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Dasar

DR. Hj. Ernawulan Syaodih, M.Pd. NIP 196510011988022001


(4)

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENERAPAN MODEL KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA

SEKOLAH DASAR

Abstrak

Pembelajaran IPA di sekolah dasar masih sangat jarang menggunakan pendekatan inkuiri, dengan kegiatan pembelajaran seperti itu sudah dapat ditebak hasilnya yaitu rendahnya hasil belajar IPA baik dalam tataran aplikasi dan keterampilan proses. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains dengan menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata adalah model pembelajaran kontekstual CTL (Contextual Teaching and Learning). Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dengan desain randomized control group pretest-posttest. Subjek penelitiannya adalah kelas V SDN 8 Metro Timur. Data penelitian dikumpulkan melalui instrumen berupa tes pilihan ganda pada tahap pretest dan posttest serta LKS model CTL dalam proses pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum siswa yang memperoleh model pembelajaran CTL memiliki kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diterapkan model pembelajaran konvensional.

Kata kunci: Model Pembelajaran CTL, Kemampuan Kognitif, dan Keterampilan Proses Sains.


(5)

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

APPLICATION OF CONTEXTUAL MODEL TO IMPROVE COGNITIVE ABILITY AND SCIENTIFIC PROCESS SKILLS OF PRIMARY SCHOOL

STUDENTS

Abstract

Science teaching in primary schools is rarely use the inquiry approach, with today learning activities, easy to predict that the result will be low both at the level of science learning and the scientific process skills. This study was conducted to improve the cognitive abilities and scientific process skills by applying learning model that allows to help teachers associating their teaching material into real world situations on contextual learning model CTL ( Contextual Teaching and Learning ). This study was used a quasi-experimental design with randomized control group pretest-posttest. The research subject was grade 5 stundents in 8 East Metro Primary school. Data were collected through a multiple choice test instrument at pretest and posttest phase and a CTL model worksheets in the learning process. The results showed that in general students who applied learning model CTL model has better cognitive abilities and scientific process skills than the students who applied conventional learning models .

Keywords : Model CTL Learning , Cognitive Ability , and Science Process Skills .


(6)

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Daftar Isi

PERNYATAAN………. i

KATA PENGANTAR………... ii

ABSTRAK………. v

DAFTAR ISI………. vii

DAFTAR LAMPIRAN ……… ix

DAFTAR GAMBAR………. x

DAFTAR TABEL……….. xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah..………... 1

B. Rumusan Masalah………... 6

C. Tujuan Penelitian…...………. 6

D. Manfaat Penelitian………. 7

E. Definisi Operasional……….. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Contextual Teaching an Learning (CTL) .………..………... 10

B. Sintaks Contextual Teaching an Learning………... 16

C. Kemampuan Kognitif ….………..……...….. 18

D. Keterampilan Proses Sains……….………..……….. 26

E. Kerangka Pemikiran………...………..……….. 31

F. Hipotesis………….………..……….. 33

G. Hubungan antar Sintaks Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning dengan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains dalam Tiap Tahap Pembelajaran….……… 33

H. Analisis Materi Ajar Bahasan Pesawat Sederhana……….. 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode………..………... 38

B. Populasi dan Sampel Penelitian..……..………... 39


(7)

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

D. Instrumen Penelitian………... 39

E. Analisis Tes……….………. 40

F. Hasil Uji Coba Instrumen..………... 42

G. Teknik Analisis Data…….………... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ………...………... 52

1. Peningkatan Kemampuan Kognitif……….……….. 52

2. Peningkatan Keterampilan Proses Sains….…….………. 56

B. Pembahasan………...………. 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan……….……….……… 72

B. Saran……….……….……….………. 72


(8)

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

DAFTAR LAMPIRAN

A. Perangkat Pembelajaran 77

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pengungkit ………….………... 78

2. Kegiatan Pembelajaran dan LKS Kelas Eksperimen ……….. 82

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Bidang Miring .………. 83

4. Kegiatan Pembelajaran Bidang Miring dan LKS Kelas Eksperimen 87 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Katrol ……… 89

6. Kegiatan Pembelajaran Katrol dan LKS Kelas Eksperimen ……….. 93

7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ……… 96

B. Instrumen Soal 101 1. Kisi-Kisi Penyebaran Soal Kemampuan Kognitif Materi Pesawat Sederhana ……… 102

2. Kisi-Kisi Penyebaran Soal Keterampilan Proses Sains Materi Pesawat Sederhana……….……….………. 115

3. Instrumen Soal Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Proses Sains Siswa ……….………… 128

4. Pedoman Observasi Aktivitas Guru dengan Menggunakan Model Contextual Teaching and Learning ……… 141

5. Pedoman Observasi Aktivitas Siswa dengan Menggunakan Model Contextual Teaching and Learning ………... 143

C. Hasil Uji coba ………….………. 145

1. Hasil Uji coba Instrumen Kemampuan Kognitif ………... 146

2. Hasil Uji coba Instrumen Keterampilan Proses Sains ……….. 147

3. Hasil Perhitungan Reliabilitas Kemampuan Kognitif ……….. 148

4. Hasil Perhitungan Reliabilitas Keterampilan Proses Sains ……….. 149

D. Analisis Instrumen ….………. 150

1. Hasil Tes Kemampuan Kognitif Siswa Kelas Eksperimen ……….. 151

2. Hasil Tes Kemampuan Kognitif Siswa Kelas Kontrol ………. 152

3. Hasil Analisis Data Kemampuan Kognitif ……….. 153

4. Hasil Tes Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas Eksperimen …. 155 5. Hasil Tes Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas Kontrol ……… 156

6. Hasil Analisis Data Keterampilan Proses Sains ……….. 157


(9)

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Daftar Gambar

8. Lembar Observasi Keterlaksanaan oleh Siswa ……… 160

Gambar 3.1 Desain Penelitian……….. 38 Gambar 4.1 Diagram Batang Rata-rata Skor Pretest ,Postest Kemampuan

Kognitif Kelas Kontrol dan Eksperimen.……….... 52 Gambar 4.2 Diagram Batang Rata-rata Skor gain yang dinormalisasi

Kemampuan Kognitif Kelas Kontrol dan Eksperimen…….….. 53 Gambar 4.3 Diagram Batang Peningkatan Kemampuan Kognitif pada Ranah

Kognitif……… 55 Gambar4.4. Diagram Batang Rata-rata Skor Pretest dan Postest

Keterampilan Proses Sains pada Kelas Kontrol dan Esperimen… 56 Gambar 4.5 Diagram Batang Rata-rata Skor gain yang dinormalisasi

Keterampilan Proses Sains pada Kelas Kontrol dan Eksperimen 57 Gambar 4.6 Diagram Batang Peningkatan Keterampilan Proses Sains pada


(10)

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran CTL……….. 17

Tabel 2.2 Dimensi Proses Kognitif Anderson dan Krathwohl (2010)..….. 19

Tabel 2.3 Keterampilan Dasar Proses Sains…………..……… 27

Tabel 2.4 Keterampilan Proses Sains Terintegrasi………... 29

Tabel 2.5 Hubungan antara Sintaks Model Pembelajaran CTL dengan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains yang dilatihkan dalam Proses Pembelajaran………. 33 Tabel 2.6 Rumusan SK dan KD Pesawat Sederhana Kelas V Semester 2 36 Tabel 2.7 Materi Ajar Pesawat Sederhana………. 36

Tabel 3.1 Kategori Reliabilitas Tes……… 43

Tabel 3.2 Kategori Tingkat Kemudahan………... 44

Tabel 3.3 Kategori Daya Pembeda……… 45

Tabel 3.4 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Kognitif………... 45

Tabel 3.5 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Keterampilan Proses Sains….. 46

Tabel 3.6 Kriteria Rata-rata Skor N-Gain……… 47


(11)

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting terhadap dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. IPA mempelajari alam dan seisinya baik yang hidup maupun tak hidup. Pada hakikatnya, IPA dapat dipandang dari segi produk, proses dan pengembangan sikap ilmiah (Sulistyorini, 2007), artinya, IPA memiliki dimensi produk, proses, dan sikap yang saling terkait. Dimensi produk dalam IPA merupakan fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori IPA. Dimensi proses adalah proses mendapatkan IPA yang disusun dan diperoleh melalui metode ilmiah. Winaputra (Samatowa, 2006) mengemukakan bahwa IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau mahluk hidup tetapi merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara memecahkan masalah.

Tampak jelas bahwa IPA baik sebagai produk, proses, sikap, cara berpikir, cara memecahkan masalah, merupakan instrumen terpenting yang dapat membantu manusia dalam memudahkan mengarungi kehidupannya. Dalam kehidupannya manusia akan selalu menghadapi masalah yang harus dicari solusinya, dan dalam mencari solusi tentu manusia harus berpikir dan harus menempuh langkah-langkah kerja yang sistematis, teliti, komprehensif dan obyektif. IPA sebagai produk memberi landasan keilmuan untuk berpikir dan IPA sebagai proses memberi arahan langkah-langkah kerja yang sistematis dalam wujud metode ilmiah.

Atas dasar kepentingan itu IPA perlu dipahami dan dikuasai dengan baik oleh manusia. Perlu ada pengenalan dan pembekalan IPA secara utuh kepada segenap umat manusia. Dalam rangka itu IPA dijadikan salah satu mata pelajaran yang diselenggarakan di berbagai jenjang pendidikan formal, bahkan sejak level


(12)

2

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sekolah dasar (SD). Tujuannya tiada lain agar siswa dapat mengenal IPA sejak dini.

Dalam kurikulum pendidikan formal di Indonesia, pelajaran IPA juga termasuk salah satu mata pelajaran yang diselenggarakan sejak level SD. Pembelajaran IPA di sekolah dasar ditujukan untuk memupuk rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap alam, kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur. Aspek pokok dalam pembelajaran IPA adalah anak dapat menyadari keterbatasan pengetahuan siswa, memiliki rasa ingin tahu untuk menggali berbagai pengetahuan baru dan akhirnya dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Secara lebih spesifik, menurut Depdiknas (2006) pembelajaran IPA di sekolah dasar memiliki tujuan yang harus dicapai peserta didik sebagai berikut (1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; (2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; (4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; (5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; dan (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

Pada tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar nomor 2 dan 4 secara eksplisit dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran IPA adalah mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Sebagaimana telah dipaparkan di muka, kedua hal ini amatlah penting untuk dikuasai peserta didik karena akan memberikan landasan pengetahuan untuk berpikir dan langkah-langkah kerja sistematis dalam mencari solusi atas persoalan yang mereka hadapi dalam kehidupannya.


(13)

3

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Agar kedua aspek tersebut dapat dicapai oleh siswa dengan baik, tentu dalam pembelajarannya harus dipilih model, strategi, metode dan pendekatan yang tepat, sehingga dalam prosesnya terjadi pembekalan kemampuan kognitif dan pelatihan keterampilan proses sains tersebut. Karena IPA merupakan ilmu yang ditemukan oleh para ilmuwan atas dasar pengamatan empiris terhadap gejala alam yang dilanjutkan dengan segenap langkah kerja ilmiah (penyelidikan) hingga sebuah konsep, hukum, azas, dan prinsip dapat dikonstruk, maka dalam mempelajari IPA sebaiknya siswa difasilitasi untuk beraktivitas sebagaimana yang dilakukan para ilmuwan dalam membangun suatu konsep IPA, tentu dalam batas-batas kewajaran. Minimal ada dua keuntungan yang dapat diraih siswa jika pembelajaran dilakukan secara demikian, yaitu siswa dapat menguasai produk dan proses IPA sekaligus.

Pembelajaran IPA yang mendorong untuk menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah ketika mereka difasilitasi untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, dikenal sebagai pembelajaran IPA yang menggunakan pendekatan inkuiri ilmiah (scientific inquiry). Dengan pendekatan inkuiri siswa diberikan kesempatan untuk mencari sendiri tentang apa yang ingin mereka ketahui melalui pengamatan dan observasi menggunakan seluruh panca indera (penglihatan, pendengaran, penciuman dan perabaan). Pendekatan Inkuiri ilmiah sangat cocok digunakan dalam proses pembelajaran untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting dari kecakapan hidup (Depdiknas, 2006).

Sayangnya pendekatan inkuiri masih sangat jarang digunakan dalam pembelajaran IPA di sekolah Dasar di negara kita. Keadaan ini setidaknya teramati dari hasil observasi pelaksanaan pembelajaran IPA di salah satu SD Negeri di kota Metro, yang menunjukkan bahwa 1).Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru lebih dominan adalah metode ceramah, dimana guru berperan sebagai pusat pembelajaran; 2) Jarang sekali siswa terlibat aktif selama proses pembelajaran, terutama untuk aktivitas penyelidikan ilmiah 3) Pembelajaran IPA lebih dominan berorientasi pada produk dan bukan pada proses.


(14)

4

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dengan pembelajaran seperti itu sudah dapat ditebak hasilnya, jangankan dalam tataran aplikasi dan keterampilan proses dalam hal pengetahuan saja hasil belajar IPA mereka masih tergolong rendah. Hal ini tercermin dari rendahnya hasil tes kemampuan kognitif dan keterampilan proses siswa di SD tersebut pada saat studi lapangan dilakukan.

Kondisi tersebut di atas dapat terjadi dengan beberapa faktor penyebab, bisa faktor keengganan dari guru untuk menggunakan metode-metode pembelajaran IPA yang sesuai hakikat IPA atau ketidaktahuan guru-guru akan metode-metode pembelajaran IPA seperti itu. Jika penyebabnya adalah faktor kedua, maka perlu diperkenalkan metode-metode pembelajaran IPA yang sesuai hakikat IPA, tentu perlu disertai dengan gambaran hasil studi empirisnya yang membuktikan keampuhan metode tersebut dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran IPA, agar mereka lebih tertarik.

Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuan sendiri secara inkuiri ilmiah adalah model pembelajaran kontekstual CTL (Contextual Teaching and Learning) (Nurhadi, 2002 dalam Rusman, 2011). Menurut Yamin (2011), model pembelajaran CTL sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan pembelajaran bagi siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang bersifat lebih konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses (Rusman, 2011).

Siswa diberikan kesempatan untuk langsung terlibat dalam aktivitas dan pengalaman ilmiah seperti apa yang dilakukan / dialami oleh ilmuwan. Dengan demikian siswa dididik dan dilatih untuk terampil dalam memperoleh dan mengolah informasi melalui aktivitas berpikir dengan mengikuti prosedur (metode) ilmiah, seperti terampil melakukan pengamatan, pengukuran, pengklasifikasian, penarikan kesimpulan, dan pengkomunikasian hasil temuan.


(15)

5

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada model pembelajaran CTL terdapat ada 7 asas penting yang dikembangkan yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya. Dari 7 asas ini dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains. Model pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan suatu model pembelajaran yang mengaitkan antara subyek materi (konten/ isi) dengan keterampilan intelektual yang dimiliki siswa dalam situasi dan kondisi yang disesuaikan dengan psikologi kognitif siswa dan kebutuhan lingkungan (Komalasari, 2011). Penelitian terkait penggunaan model kontekstual salah satu nya penelitian Hayati, Supardi, dan Miswadi (2013) yang mengembangkan model kontekstual berbasis proyek untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan keterampilan proses sains dan terdapat peningkatan hasil belajar kognitif siswa. Pembelajaran kontekstual berbasis proyek cukup berpotensi meningkatkan keterampilan proses sains siswa, yaitu siswa akan terbiasa menumbuhkan keterampilan kinerja ilmiah dan keterampilan memecahkan masalah. Keuntungan pembelajaran kontekstual diantaranya adalah siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan kompleks, misalnya pemecahan masalah, berpikir tingkat tinggi, kolaborasi, komunikasi yang siswa akan terlibat langsung dan memiliki tanggung jawab besar pada pembelajaran mereka sendiri.

Beberapa penelitian terkait penggunaan model CTL dalam pembelajaran IPA serta gambaran pengaruhnya terhadap hasil belajar telah dilaporkan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Anak Agung Oka (2011) menemukan bahwa pembelajaran CTL dapat meningkatkan aktivitas belajar dan mempertahankan daya ingat siswa terhadap materi-materi pelajaran yang telah dipelajari dalam pembelajaran sains. Penelitian yang dilakukan oleh Suryanti, dkk (2006) menyimpulkan bahwa model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan inkuiri dengan setting kelompok kooperatif dapat meningkatkan aktivitas siswa di kelas dalam hal bertanya, mengemukakan pendapat/ide serta mendengarkan dengan aktif, serta dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pokok panas. Sementara penelitian yang dilakukan Dewi Ratnasari (2011) menunjukkan


(16)

6

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bahwa penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan komunikasi siswa dibandingkan penerapan pendekatan konvensional.

Atas dasar paparan di atas penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang implementasi model pembelajaran CTL dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar untuk mencari bukti empirik tentang potensi model CTL dalam membangun kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa sekolah dasar dengan diberi judul : Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar.

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “Apakah terdapat pengaruh penerapan model kontekstual terhadap peningkatan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains dibandingkan dengan pembelajaran model konvensional?”.

Untuk memperjelas rumusan masalah, maka perumusan di atas diuraikan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan kognitif siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model kontekstual (CTL) dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional?

2. Apakah peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model kontekstual (CTL) dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pengaruh penerapan model contextual teaching and learning (CTL) terhadap peningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains sekolah dasar. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:


(17)

7

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Mendapatkan gambaran tentang peningkatan kemampuan kognitif siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model contextual teaching and learning (CTL) dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional.

2. Mendapatkan gambaran tentang peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model contextual teaching and learning (CTL) dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bukti empiris tentang potensi model contextual teaching and learning (CTL) dalam meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa, yang nantinya dapat memperkaya hasil-hasil penelitian dalam kajian sejenis dan dapat digunakan sebagai rujukan, pembanding atau pendukung oleh berbagai pihak yang berkepentingan seperti guru, peneliti, mahasiswa calon guru, dan lain-lain.

E. Definisi Operasioal

Untuk menghindari kesalahan dalam mengartikan istilah-istilah penting yang digunakan dalam penelitian ini, maka diadakan pendefinisian secara operasional atas istilah-istilah yang digunakan sebagai berikut :

1. CTL didefinisikan sebagai pembelajaran yang membantu siswa menemukan makna dalam pelajaran dengan cara menghubungkan materi akademik dengan kehidupan konteks mereka, yang menekankan bekerja secara ilmiah dapat memecahkan masalah dengan pengalaman yang diperoleh dalam lingkungan sekolah yang diterapkan dalam lingkungan nyata di luar sekolah, dengan mengkonstruksi sendiri pemahaman siswa. Tahapan-tahapan pembelajaran CTL dari penelitian meliputi: invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan pengambilan tindakan (Sa’ud, 2008). Keterlaksanaan tahapan-tahapan model pembelajaran CTL diterapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Proses pembelajaran model CTL dilakukan dalam tiga kali


(18)

8

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pertemuan. Pertemuan pertama membahas pengungkit, pertemuan kedua membahas bidang miring, dan pertemuan ketiga membahas katrol.

2. Peningkatan keterampilan proses sains didefinisikan sebagai perubahan keterampilan proses sains ke arah yang lebih tinggi dari sebelum pembelajaran ke setelah pembelajaran. Peningkatan ini dihitung dengan menggunakan rumus N-Gain (Normalized gain) yang dikembangkan oleh Hake pada tahun 1999. Keterampilan proses sains ini diklasifikasikan menurut Rezba (1995) yang membagi keterampilan proses sains menjadi keterampilan dasar proses sains meliputi mengamati, mengkomunikasikan, mengklasifikasi, mengukur, menyimpulkan, dan memprediksi dan keterampilan proses sains yang terintegrasi meliputi mengidentifikasi variabel, membuat tabel data, menggambarkan grafik, menjelaskan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan menganalisis data, menganalisis investigasi, membuat hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, mendesain eksperimen, dan melakukan eksperimen. Dari kedua aspek yang diklasifikasikan oleh Rezba (1995) terdapat enam aspek yang ditinjau dalam penelitian ini yaitu merumuskan percobaan materi pengungkit, bidang miring, dan katrol, bertanya materi pengungkit, bidang miring, dan katrol, merumuskan hipotesis materi pengungkit, bidang miring, dan katrol, merencanakan percobaan materi pengungkit, bidang miring, dan katrol, menarik kesimpulan dan memprediksi untuk materi pengungkit, bidang miring, dan katrol. Keterampilan proses sains siswa diukur dari melalui pemberian tes pilihan ganda yang mencakup indikator-indikator keterampilan proses sains.

3. Peningkatan kemampuan kognitif didefinisikan sebagai perubahan kearah yang lebih tinggi dari sebelum pembelajaran ke setelah pembelajaran. Peningkatan ini dihitung dengan menggunakan rumus N-Gain (Normalized gain) yang dikembangkan oleh Hake pada tahun 1999. Kemampuan kognitif siswa pada penelitian ini berdasarkan kepada dimensi kognitif Anderson dan Krathwohl (2001). Dari enam ranah kognitif meliputi hafalan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan membuat


(19)

9

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(C6) dari keenam ranah kogntif hanya empat ranah yang diteliti dalam penelitian ini hanya mencakup aspek hafalan (C1) materi pengungkit, bidang miring, dan katrol, pemahaman (C2) materi pengungkit, bidang miring, dan katrol, aplikasi (C3) materi pengungkit, bidang miring, dan katrol, dan analisis (C4) materi pengungkit, bidang miring, dan katrol. Kemampuan kognitif siswa diukur menggunakan tes kemampuan kognitif dalam bentuk tes jenis pilihan ganda yang mengukur empat aspek kognitif yang ditinjau.

4. Menurut Bennet (1976) dalam Yamin (2011) pembelajaran konvensional didefinisikan sebagai proses pembelajaran guru sebagai penyalur ilmu pengetahuan, penekanan pada ingatan, dan proses pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Sejak dahulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau ceramah.


(20)

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen semu (quasi experiment) (Fraenkel,1993). Metode eksperimen semu dapat memberikan informasi yang merupakan perkiraan terhadap informasi yang dapat diperoleh melalui eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan.

Penelitian ini secara khusus bertujuan mengetahui peningkatan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains yang dicapai siswa sebagai hasil perlakuan pembelajaran kontekstual (CTL) dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Desain penelitian Randomized Control Group Pretest-Posttest. Desain ini terdapat kelompok yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal siswa tentang kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains sebelum pembelajaran. Desain penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. .

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Keterangan :

O1 = Tes Kemampuan Kognitif

O2 = Tes Keterampilan Proses Sains

X1 = Perlakuan pembelajaran konvensional

X2 = Perlakuan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Kelas

Eksperimen O1, O2 X1 O1, O2

Kelas

Kontrol O1, o2 X2 O1, O2

Waktu


(21)

39

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Kedua kelompok diberi tes yang sama persis pada awal dan akhir pembelajaran setelah ke dua kelompok diberi perlakuan, kemudian hasil tes kedua kelompok tersebut dibandingkan untuk melihat sejauh mana pengaruh pembelajaran CTL.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V pada salah satu SD Negeri di Kota Metro, kelas V ada 3 kelas yaitu kelas Va, Vb, dan Vc. Sampel penelitian dipilih dengan cara random dua kelas yaitu kelas eksperimen pada kelas Vc sebanyak 25 siswa yang diterapkan pembelajaran CTL dan kelas kontrol pada kelas Vb sebanyak 25 siswa dengan pembelajaran konvensional.

C. Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kontekstual, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains dan diketahui juga sebagai variabel kontrol pada penelitian adalah waktu pembelajaran dan materi pembelajaran.

D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah penelitian metode eksperimen kuasi dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

a. Studi literatur berupa buku-buku yang membahas tentang model pembelajaran CTL, kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains.

b. Observasi awal dilaksanakan dengan cara mengamati proses pembelajaran, sarana pendukung pembelajaran, dan mewawancarai guru IPA di sekolah tempat penelitian akan dilaksanakan dan menentukan jadwal pelaksanaan penelitian dan kelas yang akan digunakan untuk penelitian.


(22)

40

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

2. Menyusun instrumen penelitian berupa instrumen tes kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains dengan bentuk pilihan ganda untuk mengukur hasil belajar. Tes kemampuan kognitif ini disusun pada domain kognitif Bloom yang mencakup dengan aspek hafalan, pemahaman, aplikasi, dan analisis yang dapat menunjukkan tingkat kemampuan kognitif siswa. Tes keterampilan proses sains digunakan untuk mengevaluasi keterampilan proses sains siswa. Aspek-aspek yang diukur dalam penelitian ini meliputi: (1) merumuskan percobaan, (2) bertanya, (3) merumuskan hipotesis, (4) merencanakan percobaan, (5) menarik kesimpulan, dan (6) memprediksi. Selain instrumen tes, dilaksanakan instrumen non tes berupa lembar observasi kegiatan guru mengajar dengan model pembelajaran CTL. Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran digunakan untuk mengukur sejauh mana tahapan pembelajaran IPA yang telah direncanakan terlaksana dalam proses belajar mengajar.

3. Tahap pelaksanaan

a. Pelaksanaan tes awal (pretest) untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum perlakuan

b. Pelaksanaan model pembelajaran CTL, pada kelas ekperimen. c. Pelaksanaan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. 4. Teknik Mengumpulkan Data

Data penelitian dikumpulkan dengan cara melaksanakan tes untuk meningkatkan kemampuan kognitif.

E. Instrumen Penelitian 1. Jenis Instrumen Penelitian

a. Tes Kemampuan Kognitif

Tes ini merupakan tes berbentuk pilihan ganda yang dikembangkan dari beberapa aspek dan indikator. Jumlah pilihan yang diberikan sebanyak empat pilihan. Tes ini dibuat untuk menguji kemampuan kognitif siswa terhadap materi pesawat sederhana. Tes dilakukan sebelum dan


(23)

41

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

sesudah pembelajaran. Butir soal tes disusun dan dikembangkan berdasarkan indikator pembelajaran yang disesuaikan dengan indikator kemampuan kognitif yang terdiri dari mengingat, memahami, mengaplikasikan, dan menganalisis. Sebelum digunakan instrumen ini dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, penilaian instrumen oleh dosen dapat dilihat pada Lampiran B.1.

b. Tes Keterampilan Proses Sains

Tes ini merupakan tes berbentuk pilihan ganda yang dikembangkan dari beberapa aspek dan indikator. Jumlah pilihan yang diberikan sebanyak empat pilihan. Tes ini dibuat untuk menguji keterampilan proses sains siswa terhadap pada pesawat sederhana. Tes dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran. Butir soal tes disusun dan dikembangkan berdasarkan indikator pembelajaran yang disesuaikan dengan indikator keterampilan proses sains yang terdiri dari merumuskan percobaan, bertanya, merumuskan hipotesis, merencanakan percobaan, menarik kesimpulan, dan memprediksi. Sebelum digunakan instrumen ini dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, penilaian instrumen oleh para ahli dapat dilihat pada Lampiran B.2.

c. Format Observasi

Lembar observasi digunakan umtuk mengamati sejauh mana tahapan pembelajaran CTL yang telah direncanakan terlaksana dalam proses belajar dan pedoman untuk melakukan observasi aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Observasi yang dilakukan adalah observasi terstruktur dengan menggunakan daftar cek. Format observasi diisi oleh observer pada saat pembelajaran berlangsung. Format observasi berisi tahapan-tahapan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran B.4.


(24)

42

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

F. Analisis Tes 1. Validitas Tes

Judgement ahli bertujuan untuk mengetahui validitas isi dan konstruk

instrumen pemahaman konsep. Instrumen soal dinilai oleh 2 orang dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang berkompeten. Lembar validasi berisikan penilaian terhadap kesesuai soal dengan indikator dan kesesuaian soal. Berdasarkan analisis dari instrumen soal diperoleh hasil dari kedua penilai menyatakan instrumen tes kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains memiliki validitas konstruk dan validitas isi yang sesuai. Validitas konstruk dikatakan baik, dilihat dari 42 soal yang divalidasi, semua penilai menyatakan terdapat kesesuaian antara soal dengan indikator soal. Adapun perbaikan terhadap tes kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains sesuai yang disarankan penilai sebagian besar terletak pada penggunaan redaksi kata, dan penempatan gambar. Sedangkan untuk validitas isi dikatakan sesuai, terdapat kesesuaian antara soal dengan materi ajar.

2. Reliabilitas Tes

Menurut Sugiono (2012) reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang. Reliabilitas merupakan ukuran sejauh mana suatu alat ukur dapat memberikan gambaran yang benar-benar dapat dipercaya tentang kemampuan seseorang. Reliabilitas yang digunakan yaitu Tes-Retest method. Instrumen penelitian diujicoba beberapa kali pada responden. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan signifikan maka instrumen tersebut sudah dinyatakan reliable (Lampiran C3 dan C4). Koefisien korelasi dapat dihitung dengan rumus:


(25)

43

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

∑ ∑ ∑

√{ ∑ ∑ }{ ∑ ∑ } Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel

yang dikorelasikan

Untuk mengklasifikasi reliabilitas dapat digunakan pedoman kategori reliabilitas seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Kategori Reliabilitas Tes Koefisien reliabilitas Kategori

ri≤ 0,20 Sangat rendah 0,21 < ri ≤ 0,40 Rendah 0,41 < ri ≤ 0,60 Cukup (sedang) 0,61 < ri ≤ 0,80 Tinggi 0,81 < ri≤ 1,00 Sangat tinggi

3. Tingkat Kemudahan Soal

Tingkat kemudahan adalah bilangan yang menunjukkan mudah atau sukarnya suatu soal. Besarnya indeks kemudahan berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Soal dengan indeks kemudahan 0,00 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu mudah. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk berusaha memecahkan masalah. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya. Indeks kemudahan diberi simbol ‘P’ (proporsi) yang dapat dihitung dengan rumus: (Arikunto, 2005)


(26)

44

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

B P

JS

...(3.2)

Keterangan: P = indeks kemudahan

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Untuk mengklasifikasi indeks kemudahan dapat digunakan pedoman kategori tingkat kemudahan seperti pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Kategori Tingkat Kemudahan Indeks kemudahan Kategori soal

0,00 ≤ P < 0,30 Sukar 0,31 ≤ P < 0,70 Sedang 0,71 ≤ P ≤ 1,00 Mudah

4. Daya Pembeda Butir Soal

Pengertian daya pembeda dari sebuah butir soal adalah seberapa jauh butir soal tersebut mampu membedakan antara test yang memiliki kemampuan tinggi dengan test yang memiliki kemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Untuk menghitung indeks diskriminasi suatu tes dapat digunakan persamaan: (Arikunto, 2005)

A B

A B

A B

B B

DP P P

J J

   

...(3.3)

Keterangan: J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah


(27)

45

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

BB = banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Untuk mengklasifikasi indeks daya pembeda dapat digunakan pedoman kategoridaya pembeda seperti pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Kategori Daya Pembeda Indeks daya pembeda Kategori

D ≤ 0,20 Kurang 0,21 < D ≤ 0,40 Cukup 0,41 < D ≤ 0,70 Baik

0,71 < D ≤ 1,00 Baik sekali

G. Hasil Uji Coba Instrumen

Sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian, terlebih dahulu dinilai oleh pakar dan kemudian diuji cobakan pada siswa uji coba ini dilakukan kepada siswa yang memiliki kesamaan karakter dengan siswa yang menjadi sampel penelitian. Dalam penelitian ini, ujicoba ini dilakukan kepada siswa kelas VI di sekolah yang sama yang sudah mempelajari materi yang diujikan di kelas V. Untuk menghindari faktor lupa pada siswa, maka sebelum melakukan uji coba, siswa dikondisikan untuk mempelajari kembali materi pesawat sederhana. Data hasil uji coba kemudian dianalisis yang meliputi daya pembeda, tingkat kesukaran dan reliabilitas. Sehingga diperoleh instrumen tes yang baik dan layak untuk dijadikan instrumen penelitian. Hasil uji coba instrumen tes kemampuan kognitif dapat dirangkum pada Tabel 3.4.


(28)

46

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Tabel 3.4

Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Kognitif

No

Tingkat Daya

Keterangan

Kesukaran Pembeda Reliabilitas

Nilai Kategori Nilai Kategori

1 0,88 Mudah 0,24 Cukup Pakai 2 0,58 Sedang 0,35 Cukup Pakai 3 0,61 Sedang 0,52 Baik Pakai 4 0,55 Sedang 0,64 Baik Pakai 5 0,88 Mudah 0,24 Cukup Pakai

6 0,58 Sedang 0,58 Baik Pakai 0.678 7 0,61 Sedang 0,29 Cukup Pakai (Tinggi) 8 0,64 Sedang 0,35 Cukup

9 0,79 Sedang 0,17 Kurang Dibuang 10 0,26 Sukar 0,41 Baik Pakai 11 0,50 Sedang 0,29 Cukup Pakai 12 0,70 Sedang 0,58 Baik Pakai 13 0,50 Sedang 0,17 Kurang Dibuang 14 0,32 Sedang 0,05 Kurang Dibuang 15 0,32 Sedang 0,29 Cukup Pakai 16 0,61 Sedang 0,53 Baik Pakai 17 0,55 Sedang 0,53 Baik Pakai 18 0,44 Sedang 0,64 Baik Pakai 19 0,29 Sukar 0,47 Baik Pakai 20 0,50 Sedang 0,53 Baik Pakai 21 0,82 Mudah 0,23 Cukup Pakai 22 0,61 Sedang 0,41 Baik Pakai 23 0,47 Sedang 0,47 Baik Pakai 24 0,76 Mudah 0,47 Baik Pakai 25 0,79 Mudah 0,05 Kurang Dibuang 26 0,38 Sedang 0,41 Baik Pakai 27 0,67 Sedang 0,52 Baik Pakai 28 0,65 Sedang 0,58 Baik Pakai

Berdasarkan Tabel 3.4 di atas, dapat diketahui bahwa 75% soal dapat dipakai dan 25% soal dibuang karena memiliki daya pembeda dengan kategori jelek, sehingga soal yang memiliki daya pembeda yang jelek tidak bisa


(29)

47

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Untuk kategori tingkat kesukarannya sekitar 16% soal berkategori mudah, 72% soal berkategori sedang dan 12% berkategori sukar. Koefisien korelasi instrumen soal kemampuan kognitif memiliki nilai 0,678 dengan kategori reliabilitas tinggi.

Tabel 3.5.

Hasil Uji Coba Instrumen Tes Keterampilan Proses Sains

No

Tingkat Daya

Keterangan

Kesukaran Pembeda Reliabilitas

Nilai Kategori Nilai Kategori

1 0,88 Mudah 0,23 Cukup Pakai 2 0,85 Mudah 0,29 Cukup Pakai 3 0,82 Mudah 0,35 Cukup Pakai 4 0,79 Mudah 0,29 Cukup Pakai 5 0,67 Sedang 0,41 Baik Pakai

6 0,76 Mudah 0,24 Cukup Pakai 0.716 7 0,82 Mudah 0,24 Cukup Pakai (Tinggi) 8 0,64 Sedang 0,35 Cukup Pakai

9 0,61 Sedang 0,53 Baik Pakai 10 0,70 Sedang 0,58 Baik Pakai 11 0,44 Sedang 0,52 Baik Pakai 12 0,70 Sedang 0,47 Baik Pakai 13 0,32 Sedang 0,41 Baik Pakai 14 0,47 Sedang 0,23 Cukup Pakai 15 0,58 Sedang 0,47 Baik Pakai 16 0,73 Mudah 0,29 Cukup Pakai 17 0,73 Mudah 0,41 Baik Pakai 18 0,5 Sedang 0,64 Baik Pakai

Berdasarkan Tabel 3.5. di atas, dapat diketahui bahwa 100% soal dapat dipakai. Untuk kategori tingkat kesukarannya sekitar 50% soal berkategori mudah dan 50% soal berkategori sedang. Koefisien korelasi instrumen soal keterampilan proses sains memiliki nilai 0,716 dengan kategori reliabilitas tinggi.


(30)

48

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

H.Teknik Analisis Data

Analisis data hasil tes dimaksudkan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran CTL untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa SD. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu teknik statistik inferensial parameter, dimana teknik ini dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menghitung rata-rata hasil tes awal dan tes akhir pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

………(3.4)

2. Menghitung peningkatan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains individual sebagai impact penerapan model pembelajaran CTL dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Hake (1999):

Keterangan:

Spost = skor tes akhir Spre = skor tes awal

Smaks = skor maksimum ideal

3. Menghitung rata-rata peningkatan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains oleh siswa yang dikembangkan melalui pembelajaran dengan menggunakan rumus rata-rata skor gain yang dinormalisasi <g> (Hake, 1999).             pre maks pre post S S S S

g (3.6)

Keterangan :

<Spost > = rata-rata skor tes akhir

<Spre> = rata-rata skor tes awal


(31)

49

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Tabel 3.6. Kriteria Rata-rata Skor N-Gain

Batasan Kategori

<g> > 0.7 Tinggi 0.3 ≤ g ≤ 0.7 Sedang <g> < 0.3 Rendah

4. Uji Normalitas Data Gain yang Dinormalisasi

Teknik uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program statistik SPSS 19. Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui distribusi atau sebaran skor data kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa. Uji normalitas data menggunakan Kolmogorov Smirnov dengan taraf signifikansi α = 0,05. Bentuk hipotesis untuk uji normalitas adalah sebagai berikut:

H0 : data berasal dari populasi yang terdistribusi normal

H1 : data tidak berasal dari populasi yang tidak normal

Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak H0 berdasarkan P-value

adalah jika P-value < α maka H0 ditolak dan jika P-value ≥ α maka H0

diterima. Dalam program, SPSS 19 digunakan istilah significance yang disingkat sig untuk P-value, dengan kata lain P-value = sig.

5. Melakukan Uji Homogenitas Varians Data Gain yang Dinormalisasi Uji varians dilakukan setelah diketahui sampel terdistribusi normal. Uji ini dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa kedua sampel mempunyai varians yang sama sehingga kegiatan menaksir dan menguji hipotesis bisa dilakukan. Jika kedua sampel mempunyai varians yang sama besar, maka dikatakan homogen. Uji yang digunakan adalah uji Levene menggunakan SPSS 19. Hipotesis statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:

H0 : =


(32)

50

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Dengan H0 adalah skor kedua kelompok memiliki variansi homogen dengan

H1 adalah skor kedua kelompok memiliki variansi tidak homogen. Dasar

pengambilan keputusan, jika P-value > α maka H0 diterima dan H1 ditolak.

6. Menguji hipotesis dengan uji t

Uji perbandingan dua rerata pada penelitian ini dilakukan menggunakan uji t dua sampel melalui program SPSS 19 dengan taraf signifikansi α = 0,05. Uji t dua sampel digunakan untuk membandingkan selisih dua rerata dari dua sampel yang independen dengan asumsi data terdistribusi normal. Rumusan hipotesis statistik pada uji ini adalah sebagai berikut:

H0 :

H1 :

Dimana H0 adalah rata-rata skor N-gain kelas kontrol sama dengan rata-rata

skor N-gain kelas eksperimen dan H1 adalah rata-rata skor N-gain kelas

kontrol tidak sama dengan rata-rata skor N-gain kelas eksperimen. Dalam pengujian hipotesis kriteria untuk menolak atau tidak menolak H0

berdasarkan P-value adalah jika P-value < α maka H0 ditolak dan jika P-value

≥ α maka H1 diterima. analisis yang dipergunakan adalah analisis parametrik.

dengan (3.7)

Keterangan :

dsg adalah deviasi standar gabungan adalah rata-rata kelas eksperimen adalah rata-rata kelas kontrol

n1 adalah jumlah siswa kelas eksperimen

n2 adalah jumlah siswa kelas kontrol

Dengan ketentuan : jika -ttabel < thitung < ttabel , maka Ho diterima. Dalam


(33)

51

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

7. Lembar Observasi

Menganalisis lembar observasi untuk memperoleh deskripsi keterlaksanaan pembelajaran CTL. Tahapan yang terdiri atas beberapa kegiatan, maka persentase ketercapaiannya ditentukan dari rata-rata persentase tiap kegiatan. Nilai ini menunjukkan nilai keterlaksanaan kegiatan yang ada dalam pembelajaran CTL. Tingkat keterlaksanaan pembelajaran dapat dihitung dengan persamaan berikut (Sugiono, 2012) :

Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan pembelajaran CTL, dapat diinterpretasikan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7.

Kriteria Keterlaksanaan Model

KM (%) Kriteria

KM = 0 0<KM<25 25≤KM<50

KM=50 50<KM<75 75≤KM<100

KM=100

Tak satu kegiatan pun Sebagian kecil kegiatan Hampir setengah kegiataan

Setengah kegiatan Sebagian besar kegiatan Hampir seluruh kegiatan

Seluruh kegiatan

8. Membuat kesimpulan dan menyusun laporan. Berdasarkan analisis data hasil penelitian maka diperoleh hasil penelitian yang terdiri atas nilai keterlaksanaan program pembelajaran, N-gain kemampuan kognitif, keterampilan proses sains serta hasil penelitian yang bermanfaat pada penggunaan model pembelajaran tersebut. Hasil penelitian ini menjadi dasar pertimbangan untuk menarik kesimpulan hasil penelitian dan selanjutnya membuat laporan yang disusun dalam bentuk tesis.


(34)

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan sebelumnya, maka pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Peningkatan kemampuan kognitif kelompok siswa yang mendapat pembelajaran CTL lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan keterampilan proses sains kelompok siswa yang mendapat pembelajaran CTL lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ditemukan kendala dalam pelaksanaannya. Pembelajaran CTL berjalan kurang optimal, sehingga diharapkan merencanakan pembelajaran dengan lebih baik sesuai dengan tahapan-tahapan dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang menghubungkan antara materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan sebelum instrumen soal digunakan perlu ada analisis indikator soal utuk melihat kesesuaian soal dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari siswa, selain itu guru diharapkan dapat merancang metode dan media dalam pembelajaran konvensional untuk dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains.


(35)

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (2007). Modul: Teori dan Praktek Pembelajaran Pendidikan Dasar. Bandung : UPI Press.

Amin, A. (2010). Pentingnya Strategi Bertanya. [online]. Tersedia:

http://astutiamin.wordpress.com/2010/08/26/pentingnya-strategi-bertanya-dalam-pembelajaran/ [18 Oktober 2013]

Anderson, O. W. dan Krathwohl, D. R. (2010). Kerangka Landasan Untuk: Pembelajaran, Pengajaran, Dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anwarholil (2008). Keterampilan Proses Sains. [online]. Tersedia: (http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/keterampilan-proses.html) [18 Oktober 2013]

Arifin, Z. (2010). Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bandung: Bumi Aksara

Asy’ari, (2006). Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dalam

Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar Jakarta : Depdiknas. BSNP. (2006). Panduan Penyusunan KTSP. Jakarta: Depdiknas. Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Depdiknas.(2006). Kurikulum 2006 Sains SD dan MI. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas (2007). Kemampuan Kognitif. [online]. Tersedia:

http://education-vionet.blogspot.com/2012/04/pengertian-kemampuan-kognitif.html. [5 Agustus 2012]

Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Firman dan Widodo (2008). Panduan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SD/MI. Pusat Perbukuan : Depdiknas

Fraenkel, JR (1993). How To Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill


(36)

74

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Hake, R. (1999). “ Analyzing Change/Gain Score”. Indiana University 24245 Hatteras Street, Woodland Hills, CA, 91367 USA.

Hayati, MN., Supardi, KI. Miswadi, SS. (2013). Pengembangan IPA SMK dengan Model Kontekstual Berbasis Proyek. Innovative Journal of Curriculum and Educational Technology 2 (1). [online]. Tersedia: http:// journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujet/article/.../1287

Jacobsen, Eggen, Kauchak. (2009). Methods for Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Johnson, Elaine B (2011). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: Kaifa Learning

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) [online]. Tersedia: http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php [26 Oktober 2013] Komalasari, K. (2011). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi.

Bandung: PT Refika Aditama

Oka, A.A (2011). Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA di SMP melalui Pembelajaran Kontekstual. Bioedukasi Vol 2 No. 1. [online]. Tersedia: http://www.ummetro.ac.id/file_jurnal/9%20agung.pdf [5 Agustus 2012]

Ratnasari, D. (2011). Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Penguasaan Konsep Pencemaran Lingkungan dan Kemampuan Komunikasi Siswa. Bandung: UPI Press Rezba, R. J, Sprague. C, Field (1995). Learning and Assesing Process Skills.

Virginia: Kendal/Hunt Publisihing Company

Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Rusmana, A. (2009). Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Sikap Ilmiah Siswa SD. Bandung: UPI Press

Rustaman, N. (2011). Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Universitas Terbuka.


(37)

75

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Sagala, S. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabet Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran: Berorirntasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Samatowa, U. (2006). Bagaimana Membelajarkan IPA di SD. Jakarta: Depdikbud

Semiawan, C. (1986). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia Slavin, Robert E. (2010). Cooperative Learning. Bandung : Nusa Media Sriyono. (1992). Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta : PT. Rineka

Cipta.

Sudjana, N. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Roesdakarya.

Sulistyorini, S. (2007). Model Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dan Penerapannya dalam KTSP. Yogyakarta : UNNES dan Tirta Kencana Suryanti, Widodo, Rokhim (2006). Pembelajaran Kontekstual sebagai Upaya

Mengatasi Kesulitan Siswa Kelas V SD Laboratorium UNESA dalam memahami Materi Panas. Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 7, No. 1 hlm: 50—60

Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Tresnawati, T. (2012). Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA tentang Perubahan Kenampakan Bumi dan Benda Langit. Bandung: UPI Press

Widodo, Wuryastuti, Margaretha (2010). Pendidikan IPA di Sekolah Dasar. Bandung: UPI Press

Wirtha dan Rapi (2008). Pengaruh Model Pembelajaran dan Penalaran Formal terhadap Penguasaan Konsep Fisika dan Sikap Ilmiah Siswa

SMAN 4 Singaraja. [online]. Tersedia:

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/2181529.pdf [10 Juli 2012] Y. Subagyo, Wiryanto, P. Marwoto. (2009) Pembelajaran Sains dengan

Pendekatan Ketrampilan Proses untu Meningkatkan Hasi Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Vol. 5 No. 1 [online]. Tersedia http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/51096066.pdf [10 Juli 2012]


(38)

76

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Yamin, Martinis. (2011). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press


(1)

51

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

7. Lembar Observasi

Menganalisis lembar observasi untuk memperoleh deskripsi keterlaksanaan pembelajaran CTL. Tahapan yang terdiri atas beberapa kegiatan, maka persentase ketercapaiannya ditentukan dari rata-rata persentase tiap kegiatan. Nilai ini menunjukkan nilai keterlaksanaan kegiatan yang ada dalam pembelajaran CTL. Tingkat keterlaksanaan pembelajaran dapat dihitung dengan persamaan berikut (Sugiono, 2012) :

Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan pembelajaran CTL, dapat diinterpretasikan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7.

Kriteria Keterlaksanaan Model

KM (%) Kriteria

KM = 0

0<KM<25 25≤KM<50

KM=50

50<KM<75 75≤KM<100

KM=100

Tak satu kegiatan pun Sebagian kecil kegiatan Hampir setengah kegiataan

Setengah kegiatan Sebagian besar kegiatan Hampir seluruh kegiatan

Seluruh kegiatan

8. Membuat kesimpulan dan menyusun laporan. Berdasarkan analisis data hasil penelitian maka diperoleh hasil penelitian yang terdiri atas nilai keterlaksanaan program pembelajaran, N-gain kemampuan kognitif, keterampilan proses sains serta hasil penelitian yang bermanfaat pada penggunaan model pembelajaran tersebut. Hasil penelitian ini menjadi dasar pertimbangan untuk menarik kesimpulan hasil penelitian dan selanjutnya membuat laporan yang disusun dalam bentuk tesis.


(2)

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan sebelumnya, maka pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Peningkatan kemampuan kognitif kelompok siswa yang mendapat pembelajaran CTL lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan keterampilan proses sains kelompok siswa yang mendapat pembelajaran CTL lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ditemukan kendala dalam pelaksanaannya. Pembelajaran CTL berjalan kurang optimal, sehingga diharapkan merencanakan pembelajaran dengan lebih baik sesuai dengan tahapan-tahapan dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang menghubungkan antara materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan sebelum instrumen soal digunakan perlu ada analisis indikator soal utuk melihat kesesuaian soal dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari siswa, selain itu guru diharapkan dapat merancang metode dan media dalam pembelajaran konvensional untuk dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains.


(3)

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (2007). Modul: Teori dan Praktek Pembelajaran Pendidikan Dasar. Bandung : UPI Press.

Amin, A. (2010). Pentingnya Strategi Bertanya. [online]. Tersedia:

http://astutiamin.wordpress.com/2010/08/26/pentingnya-strategi-bertanya-dalam-pembelajaran/ [18 Oktober 2013]

Anderson, O. W. dan Krathwohl, D. R. (2010). Kerangka Landasan Untuk: Pembelajaran, Pengajaran, Dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anwarholil (2008). Keterampilan Proses Sains. [online]. Tersedia: (http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/keterampilan-proses.html) [18 Oktober 2013]

Arifin, Z. (2010). Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bandung: Bumi Aksara

Asy’ari, (2006). Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dalam

Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar Jakarta : Depdiknas. BSNP. (2006). Panduan Penyusunan KTSP. Jakarta: Depdiknas. Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Depdiknas.(2006). Kurikulum 2006 Sains SD dan MI. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas (2007). Kemampuan Kognitif. [online]. Tersedia:

http://education-vionet.blogspot.com/2012/04/pengertian-kemampuan-kognitif.html. [5 Agustus 2012]

Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Firman dan Widodo (2008). Panduan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SD/MI. Pusat Perbukuan : Depdiknas

Fraenkel, JR (1993). How To Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill


(4)

74

Hake, R. (1999). “ Analyzing Change/Gain Score”. Indiana University 24245 Hatteras Street, Woodland Hills, CA, 91367 USA.

Hayati, MN., Supardi, KI. Miswadi, SS. (2013). Pengembangan IPA SMK dengan Model Kontekstual Berbasis Proyek. Innovative Journal of Curriculum and Educational Technology 2 (1). [online]. Tersedia: http:// journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujet/article/.../1287

Jacobsen, Eggen, Kauchak. (2009). Methods for Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Johnson, Elaine B (2011). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: Kaifa Learning

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) [online]. Tersedia: http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php [26 Oktober 2013] Komalasari, K. (2011). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi.

Bandung: PT Refika Aditama

Oka, A.A (2011). Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA di SMP melalui Pembelajaran Kontekstual. Bioedukasi Vol 2 No. 1. [online]. Tersedia: http://www.ummetro.ac.id/file_jurnal/9%20agung.pdf [5 Agustus 2012]

Ratnasari, D. (2011). Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Penguasaan Konsep Pencemaran Lingkungan dan Kemampuan Komunikasi Siswa. Bandung: UPI Press Rezba, R. J, Sprague. C, Field (1995). Learning and Assesing Process Skills.

Virginia: Kendal/Hunt Publisihing Company

Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Rusmana, A. (2009). Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Sikap Ilmiah Siswa SD. Bandung: UPI Press

Rustaman, N. (2011). Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Universitas Terbuka.


(5)

75

Ika Wulandari Utamining Tias, 2014

Penerapan Model Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar

Sagala, S. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabet Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran: Berorirntasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Samatowa, U. (2006). Bagaimana Membelajarkan IPA di SD. Jakarta: Depdikbud

Semiawan, C. (1986). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia Slavin, Robert E. (2010). Cooperative Learning. Bandung : Nusa Media Sriyono. (1992). Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta : PT. Rineka

Cipta.

Sudjana, N. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Roesdakarya.

Sulistyorini, S. (2007). Model Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dan Penerapannya dalam KTSP. Yogyakarta : UNNES dan Tirta Kencana Suryanti, Widodo, Rokhim (2006). Pembelajaran Kontekstual sebagai Upaya

Mengatasi Kesulitan Siswa Kelas V SD Laboratorium UNESA dalam memahami Materi Panas. Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 7, No. 1 hlm: 50—60

Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Tresnawati, T. (2012). Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA tentang Perubahan Kenampakan Bumi dan Benda Langit. Bandung: UPI Press

Widodo, Wuryastuti, Margaretha (2010). Pendidikan IPA di Sekolah Dasar. Bandung: UPI Press

Wirtha dan Rapi (2008). Pengaruh Model Pembelajaran dan Penalaran Formal terhadap Penguasaan Konsep Fisika dan Sikap Ilmiah Siswa

SMAN 4 Singaraja. [online]. Tersedia:

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/2181529.pdf [10 Juli 2012] Y. Subagyo, Wiryanto, P. Marwoto. (2009) Pembelajaran Sains dengan

Pendekatan Ketrampilan Proses untu Meningkatkan Hasi Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Vol. 5 No. 1 [online]. Tersedia http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/51096066.pdf [10 Juli 2012]


(6)

76

Yamin, Martinis. (2011). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press