Teknik penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu (Saccharum officinarum) menggunakan akar kawao (Millettia Sericea) dan kulit batang manggis (Garcinia mangostana L.)

(1)

TEKNIK PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM

NIRA TEBU (Saccharum officinarum) MENGGUNAKAN

AKAR KAWAO (Millettia sericea) DAN KULIT BATANG

MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

FITRY FILIANTY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

(Saccharum Officinarum) Menggunakan Akar Kawao (Millettia Sericea) dan Kulit Batang Manggis (Garcinia Mangostana L.). Dibimbing oleh SAPTA RAHARJA dan PRAYOGA SURYADARMA.

Akar kawao (Millettia sericea) dan kulit batang manggis (Garcinia mangostana) termasuk bahan pengawet yang sering dipakai petani aren tradisional agar nira aren tidak cepat rusak. Aplikasi penggunaan kedua bahan pengawet alami tersebut dalam nira tebu memerlukan kondisi proses tertentu agar dihasilkan kinerja pengawetan yang optimal. Pengaturan pH, suhu dan waktu reaksi mempengaruhi laju reaksi enzimatis dan mikrobiologis. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian untuk menguji kemampuan akar kawao dan kulit batang manggis menghambat laju degradasi sukrosa dalam nira tebu perlu dilakukan. Aplikasi kedua bahan pengawet alami tersebut juga perlu diuji dengan kondisi proses tertentu agar menghasilkan aktivitas optimal untuk menghambat laju degradasi sukrosa dalam nira tebu.

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk (1) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi sukrosa dalam nira tebu dengan penambahan bahan pengawet (akar kawao dan kulit batang manggis) dan (2) mengetahui perubahan kualitas nira tebu selama penyimpanan. Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahapan percobaan. Tahap pertama melakukan karakterisasi nira tebu dan bahan pengawet yang digunakan (akar kawao dan kulit batang manggis). Tahap kedua melakukan pengujian faktor yang mempengaruhi degradasi sukrosa dalam nira tebu. Tahap ketiga melakukan pengukuran perubahan kualitas nira tebu selama penyimpanan. Parameter yang diukur meliputi kadar sukrosa, gula pereduksi, total asam dan nilai pH.

Hasil penelitian ini menunjukan kadar sukrosa dalam nira tebu yang digunakan dalam percobaan bernilai cukup tinggi yaitu 10,29%, dengan kandungan gula pereduksi 2,43% untuk glukosa dan 0,94% untuk fruktosa, total asam 62,5 mleq dan nilai pH 5,1. Akar kawao dan kulit batang manggis mengandung komponen fitokimia yang hampir sama, dimana komponen utamanya terdiri dari alkaloid, flavonoid dan glikosida. Komponen lain seperti saponin, fenolik, triterpenoid dan steroid terdapat dalam jumlah yang kecil.

Hasil analisis pengaruh faktor menunjukan bahwa faktor suhu dan nisbah pengawet memberikan pengaruh positif, baik terhadap kadar sukrosa maupun gula pereduksi. Sedangkan faktor nilai pH dan lama inkubasi memberikan pengaruh negatif, baik terhadap kadar sukrosa maupun gula pereduksi. Suhu dan pengawet memberikan pengaruh positif terhadap kadar sukrosa masing-masing sebesar 0.452% dan 2.019% dengan signifikansi 94.6% dan 94%. Kedua faktor tersebut juga memberikan pengaruh positif terhadap kadar gula reduksi masing-masing sebesar 0.554% dan 2.072% dengan signifikansi 97.9% dan 97.3%. Nilai pH dan lama inkubasi memberikan pengaruh negatif terhadap kadar sukrosa masing-masing sebesar 4.423% dan 0.125% dengan signifikansi 94.5% dan 93.5%. Kedua faktor tersebut juga memberikan pengaruh positif terhadap kadar gula reduksi masing-masing sebesar 3.820% dan 0.126% dengan signifikansi yang sama yaitu 97%.

Perubahan kualitas nira tebu berdasarkan perubahan kadar sukrosa menunjukan bahwa penambahan bahan pengawet (akar kawao dan kulit batang manggis) dapat menghambat degradasi sukrosa yang tampak jelas setelah menit ke 80. Hal tersebut juga didukung oleh perubahan kadar gula pereduksi, total asam dan nilai pH yang menunjukan pengaruh bahan pengawet dapat menurunkan laju kerusakan sukrosa dalam nira tebu.


(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis saya dengan judul Teknik Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu (Saccharum officinarum) Menggunakan Akar Kawao (Millettia Sericea) dan Kulit Batang Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah benar-benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun serta belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

Bogor, 30 Juli 2007

Fitry Filianty NRP F351030161


(4)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya


(5)

TEKNIK PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM

NIRA TEBU (Saccharum officinarum) MENGGUNAKAN

AKAR KAWAO (Millettia sericea) DAN KULIT BATANG

MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

FITRY FILIANTY

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(6)

Sericea) dan Kulit Batang Manggis (Garcinia mangostana L.) Nama : Fitry Filianty

NRP : F351030161

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Prayoga Suryadarma, STP, MT Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(7)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2005 ini adalah pengawetan nira tebu, dengan judul Teknik Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu (Saccharum officinarum) menggunakan Akar Kawao (Millettia sp.)dan Kulit Batang Manggis (Garcinia mangostana L.)

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA dan Bapak Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku komisi pembimbing, serta Bapak Dr. Ir Sukardi, MM yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi untuk memberikan masukan-masukan yang berharga untuk menyempurnakan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Pemerintah Provinsi Riau atas bantuan pendidikan untuk mahasiswa pascasarjana asal Riau dan Program B yang telah membantu memfasilitasi penelitian ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan tim penelitian gula (Rheni, Nisa, Rian dan Ikhsan), Tiners‘38 dan Tiners’39 yang bersama-sama berjuang di laboratorium TIN. Demikian juga kepada laboran - laboran TIN, Pak Edi, Pak Sugi, Bu Rini dan Bu Ega atas bantuannya kepada penulis selama penelitian.

Tesis ini penulis persembahkan untuk almarhum ayahanda tercinta yang selalu memotivasi untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi selama hidupnya. Akhirnya ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta lainnya, mama, suami, abang dan adik-adik atas doa, kasih sayang, pengorbanan serta dukungan moril dan materil yang tak terhingga dalam menyelesaikan studi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2007


(8)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 1978 dari ayah Drs Chaerul Suflan, BBA (Alm) dan Ibu Zuretty. Penulis merupakan putri kedua dari enam bersaudara dan istri dari Tonny F. Kurniawan.

Tahun 1997 penulis lulus dari SMU Negeri 8 Pekanbaru dan pada tahun yang sama diterima di Program Studi Teknologi Pangan Universitas Padjadjaran melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Penulis menamatkan program sarjana pada tahun 2003 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang pascasarjana Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB. Beasiswa pendidikan penulis dapatkan dari bantuan Pemerintah Provinsi Riau, sedangkan dana penelitian diperoleh dari proyek Program B jurusan Teknologi Industri Pertanian.


(9)

ABSTRACT

FITRY FILIANTY. Inhibition Process Method on Sucrose Degradation in Sugar Cane (Saccharum officinarum) Juice Using Kawao Root (Millettia sericea) and Mangosteen Bark (Garcinia mangostana L.). Supervised by SAPTA RAHARJA dan PRAYOGA SURYADARMA.

The inhibition process method on sucrose degradation in sugar cane juice was studied by using kawao root and mangosteen bark. The degradation caused by invertation reaction and microorganism activity. Kawao root and mangosteen bark often use as preservative on sugar juice by traditional farmer to inhibit the degradation process. Temperature, pH value and time of incubation also influence the enzymatic reaction and microorganism activity. Refer to the condition, the research need to conduct to measure the inhibition ability of kawao root and mangosteen bark at certain condition.

This research aim to (1) knowing factors influencing the sucrose degradation sugar cane juice by adding preservative (kawao root and mangosteen bark) (2) knowing quality change of sugarcane juice during incubation.

This research was conducted in three steps. First step conduct characterization of sugarcane juice and preservative material (kawao root and mangosteen bark). Second phase conduct factor examination influencing sucrose degradation in sugarcane juice. Third phase conduct quality change measurement of sugarcane juice during incubation. The measurements consist of sucrose content, reduction sugar content, acid total and pH value.

The result of this research showed the amount of sucrose in higher level, (10,29%), reduction sugar is 2,43% of glucose and 0,94% of fructose, acid value is 62,5 mleq and pH value is 5,1. Kawao root and mangosteen bark consist of alkaloid, flavonoid, triterpenoid and glycoside in large number and saponin, fenolik, triterpenoid and steroid in small number.

The result of factor influence analysis that temperature and preservative ratio factor give positive influence in sucrose content and reduction sugar. While factor of pH value and time of incubation give negative influence in sucrose content and reduction sugar. Temperature and preservative ratio factor give positive influence to sucrose content each equal to 0.452% and 2.019% by significance 94.6% and 94%. Both of the factors also give positive influence to reduction sugar content each equal to 0.554% and 2.072% by significance 97.9% and 97.3%. The pH value and time of incubation give negative influence to sucrose content each equal to 4.423% and 0.125% by significance 94.5% and 93.5%. Both of the factors also give negative influence to reduction sugar content each equal to 3.820% and 0.126% by significance 97%.

Changes of quality of sugarcane juice refer to the change of sucrose content showed that preservative addition (kawao root and mangosteen bark) can inhibit sucrose degradation, specifically after 80 minute. The mentioned was also supported by change of reduction sugar content, acid value and pH value that showed influence of preservative ability to inhibit sucrose degradation in sugarcane juice. Sugarcane juice with preservative (kawao root and mangosteen bark) showing quality which had better than sugarcane juice without preservative.


(10)

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

Ruang Lingkup Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Tanaman Tebu ... 7

Nira Tebu ... 8

Kerusakan pada Nira Tebu ... 10

Sukrosa dan Degradasinya ... 10

Invertase ... 11

Invertase dalam Nira Tebu ... 12

Mikroorganisme dalam Nira Tebu ... 14

Penghambatan Kerusakan Nira Tebu... 16

Pengaruh Suhu dan pH ... 16

Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet ... 18

Fitokimia sebagai Bahan Pengawet ... 19

Kawao (Millettia sp) ... 19

Manggis (Garcinia mangostana L.) ... 22

METODOLOGI PENELITIAN ... 26

Waktu dan Tempat... 26

Bahan dan Alat ... 26

Tahapan Penelitian ... 26

Prosedur Penelitian ... 27

Rancangan Percobaan ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

Karakterisasi Nira Tebu ... 31

Karakteristik Kawao (Millettia sericea) ... 33

Karakteristik Kulit Batang Manggis (Garcinia mangostana L.)... 36

Pengaruh Faktor Suhu, pH, Bahan Pengawet dan Waktu... 38

Sukrosa ... 39

Gula Pereduksi ... 48

Perubahan Kualitas Nira Tebu... 56

Kadar Sukrosa ... 56

Kadar Gula Pereduksi ... 59

Total Asam ... 62


(11)

TEKNIK PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM

NIRA TEBU (Saccharum officinarum) MENGGUNAKAN

AKAR KAWAO (Millettia sericea) DAN KULIT BATANG

MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

FITRY FILIANTY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(12)

(Saccharum Officinarum) Menggunakan Akar Kawao (Millettia Sericea) dan Kulit Batang Manggis (Garcinia Mangostana L.). Dibimbing oleh SAPTA RAHARJA dan PRAYOGA SURYADARMA.

Akar kawao (Millettia sericea) dan kulit batang manggis (Garcinia mangostana) termasuk bahan pengawet yang sering dipakai petani aren tradisional agar nira aren tidak cepat rusak. Aplikasi penggunaan kedua bahan pengawet alami tersebut dalam nira tebu memerlukan kondisi proses tertentu agar dihasilkan kinerja pengawetan yang optimal. Pengaturan pH, suhu dan waktu reaksi mempengaruhi laju reaksi enzimatis dan mikrobiologis. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian untuk menguji kemampuan akar kawao dan kulit batang manggis menghambat laju degradasi sukrosa dalam nira tebu perlu dilakukan. Aplikasi kedua bahan pengawet alami tersebut juga perlu diuji dengan kondisi proses tertentu agar menghasilkan aktivitas optimal untuk menghambat laju degradasi sukrosa dalam nira tebu.

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk (1) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi sukrosa dalam nira tebu dengan penambahan bahan pengawet (akar kawao dan kulit batang manggis) dan (2) mengetahui perubahan kualitas nira tebu selama penyimpanan. Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahapan percobaan. Tahap pertama melakukan karakterisasi nira tebu dan bahan pengawet yang digunakan (akar kawao dan kulit batang manggis). Tahap kedua melakukan pengujian faktor yang mempengaruhi degradasi sukrosa dalam nira tebu. Tahap ketiga melakukan pengukuran perubahan kualitas nira tebu selama penyimpanan. Parameter yang diukur meliputi kadar sukrosa, gula pereduksi, total asam dan nilai pH.

Hasil penelitian ini menunjukan kadar sukrosa dalam nira tebu yang digunakan dalam percobaan bernilai cukup tinggi yaitu 10,29%, dengan kandungan gula pereduksi 2,43% untuk glukosa dan 0,94% untuk fruktosa, total asam 62,5 mleq dan nilai pH 5,1. Akar kawao dan kulit batang manggis mengandung komponen fitokimia yang hampir sama, dimana komponen utamanya terdiri dari alkaloid, flavonoid dan glikosida. Komponen lain seperti saponin, fenolik, triterpenoid dan steroid terdapat dalam jumlah yang kecil.

Hasil analisis pengaruh faktor menunjukan bahwa faktor suhu dan nisbah pengawet memberikan pengaruh positif, baik terhadap kadar sukrosa maupun gula pereduksi. Sedangkan faktor nilai pH dan lama inkubasi memberikan pengaruh negatif, baik terhadap kadar sukrosa maupun gula pereduksi. Suhu dan pengawet memberikan pengaruh positif terhadap kadar sukrosa masing-masing sebesar 0.452% dan 2.019% dengan signifikansi 94.6% dan 94%. Kedua faktor tersebut juga memberikan pengaruh positif terhadap kadar gula reduksi masing-masing sebesar 0.554% dan 2.072% dengan signifikansi 97.9% dan 97.3%. Nilai pH dan lama inkubasi memberikan pengaruh negatif terhadap kadar sukrosa masing-masing sebesar 4.423% dan 0.125% dengan signifikansi 94.5% dan 93.5%. Kedua faktor tersebut juga memberikan pengaruh positif terhadap kadar gula reduksi masing-masing sebesar 3.820% dan 0.126% dengan signifikansi yang sama yaitu 97%.

Perubahan kualitas nira tebu berdasarkan perubahan kadar sukrosa menunjukan bahwa penambahan bahan pengawet (akar kawao dan kulit batang manggis) dapat menghambat degradasi sukrosa yang tampak jelas setelah menit ke 80. Hal tersebut juga didukung oleh perubahan kadar gula pereduksi, total asam dan nilai pH yang menunjukan pengaruh bahan pengawet dapat menurunkan laju kerusakan sukrosa dalam nira tebu.


(13)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis saya dengan judul Teknik Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu (Saccharum officinarum) Menggunakan Akar Kawao (Millettia Sericea) dan Kulit Batang Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah benar-benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun serta belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

Bogor, 30 Juli 2007

Fitry Filianty NRP F351030161


(14)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya


(15)

TEKNIK PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM

NIRA TEBU (Saccharum officinarum) MENGGUNAKAN

AKAR KAWAO (Millettia sericea) DAN KULIT BATANG

MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

FITRY FILIANTY

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(16)

Sericea) dan Kulit Batang Manggis (Garcinia mangostana L.) Nama : Fitry Filianty

NRP : F351030161

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Prayoga Suryadarma, STP, MT Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(17)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2005 ini adalah pengawetan nira tebu, dengan judul Teknik Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu (Saccharum officinarum) menggunakan Akar Kawao (Millettia sp.)dan Kulit Batang Manggis (Garcinia mangostana L.)

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA dan Bapak Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku komisi pembimbing, serta Bapak Dr. Ir Sukardi, MM yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi untuk memberikan masukan-masukan yang berharga untuk menyempurnakan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Pemerintah Provinsi Riau atas bantuan pendidikan untuk mahasiswa pascasarjana asal Riau dan Program B yang telah membantu memfasilitasi penelitian ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan tim penelitian gula (Rheni, Nisa, Rian dan Ikhsan), Tiners‘38 dan Tiners’39 yang bersama-sama berjuang di laboratorium TIN. Demikian juga kepada laboran - laboran TIN, Pak Edi, Pak Sugi, Bu Rini dan Bu Ega atas bantuannya kepada penulis selama penelitian.

Tesis ini penulis persembahkan untuk almarhum ayahanda tercinta yang selalu memotivasi untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi selama hidupnya. Akhirnya ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta lainnya, mama, suami, abang dan adik-adik atas doa, kasih sayang, pengorbanan serta dukungan moril dan materil yang tak terhingga dalam menyelesaikan studi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2007


(18)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 1978 dari ayah Drs Chaerul Suflan, BBA (Alm) dan Ibu Zuretty. Penulis merupakan putri kedua dari enam bersaudara dan istri dari Tonny F. Kurniawan.

Tahun 1997 penulis lulus dari SMU Negeri 8 Pekanbaru dan pada tahun yang sama diterima di Program Studi Teknologi Pangan Universitas Padjadjaran melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Penulis menamatkan program sarjana pada tahun 2003 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang pascasarjana Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB. Beasiswa pendidikan penulis dapatkan dari bantuan Pemerintah Provinsi Riau, sedangkan dana penelitian diperoleh dari proyek Program B jurusan Teknologi Industri Pertanian.


(19)

ABSTRACT

FITRY FILIANTY. Inhibition Process Method on Sucrose Degradation in Sugar Cane (Saccharum officinarum) Juice Using Kawao Root (Millettia sericea) and Mangosteen Bark (Garcinia mangostana L.). Supervised by SAPTA RAHARJA dan PRAYOGA SURYADARMA.

The inhibition process method on sucrose degradation in sugar cane juice was studied by using kawao root and mangosteen bark. The degradation caused by invertation reaction and microorganism activity. Kawao root and mangosteen bark often use as preservative on sugar juice by traditional farmer to inhibit the degradation process. Temperature, pH value and time of incubation also influence the enzymatic reaction and microorganism activity. Refer to the condition, the research need to conduct to measure the inhibition ability of kawao root and mangosteen bark at certain condition.

This research aim to (1) knowing factors influencing the sucrose degradation sugar cane juice by adding preservative (kawao root and mangosteen bark) (2) knowing quality change of sugarcane juice during incubation.

This research was conducted in three steps. First step conduct characterization of sugarcane juice and preservative material (kawao root and mangosteen bark). Second phase conduct factor examination influencing sucrose degradation in sugarcane juice. Third phase conduct quality change measurement of sugarcane juice during incubation. The measurements consist of sucrose content, reduction sugar content, acid total and pH value.

The result of this research showed the amount of sucrose in higher level, (10,29%), reduction sugar is 2,43% of glucose and 0,94% of fructose, acid value is 62,5 mleq and pH value is 5,1. Kawao root and mangosteen bark consist of alkaloid, flavonoid, triterpenoid and glycoside in large number and saponin, fenolik, triterpenoid and steroid in small number.

The result of factor influence analysis that temperature and preservative ratio factor give positive influence in sucrose content and reduction sugar. While factor of pH value and time of incubation give negative influence in sucrose content and reduction sugar. Temperature and preservative ratio factor give positive influence to sucrose content each equal to 0.452% and 2.019% by significance 94.6% and 94%. Both of the factors also give positive influence to reduction sugar content each equal to 0.554% and 2.072% by significance 97.9% and 97.3%. The pH value and time of incubation give negative influence to sucrose content each equal to 4.423% and 0.125% by significance 94.5% and 93.5%. Both of the factors also give negative influence to reduction sugar content each equal to 3.820% and 0.126% by significance 97%.

Changes of quality of sugarcane juice refer to the change of sucrose content showed that preservative addition (kawao root and mangosteen bark) can inhibit sucrose degradation, specifically after 80 minute. The mentioned was also supported by change of reduction sugar content, acid value and pH value that showed influence of preservative ability to inhibit sucrose degradation in sugarcane juice. Sugarcane juice with preservative (kawao root and mangosteen bark) showing quality which had better than sugarcane juice without preservative.


(20)

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

Ruang Lingkup Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Tanaman Tebu ... 7

Nira Tebu ... 8

Kerusakan pada Nira Tebu ... 10

Sukrosa dan Degradasinya ... 10

Invertase ... 11

Invertase dalam Nira Tebu ... 12

Mikroorganisme dalam Nira Tebu ... 14

Penghambatan Kerusakan Nira Tebu... 16

Pengaruh Suhu dan pH ... 16

Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet ... 18

Fitokimia sebagai Bahan Pengawet ... 19

Kawao (Millettia sp) ... 19

Manggis (Garcinia mangostana L.) ... 22

METODOLOGI PENELITIAN ... 26

Waktu dan Tempat... 26

Bahan dan Alat ... 26

Tahapan Penelitian ... 26

Prosedur Penelitian ... 27

Rancangan Percobaan ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

Karakterisasi Nira Tebu ... 31

Karakteristik Kawao (Millettia sericea) ... 33

Karakteristik Kulit Batang Manggis (Garcinia mangostana L.)... 36

Pengaruh Faktor Suhu, pH, Bahan Pengawet dan Waktu... 38

Sukrosa ... 39

Gula Pereduksi ... 48

Perubahan Kualitas Nira Tebu... 56

Kadar Sukrosa ... 56

Kadar Gula Pereduksi ... 59

Total Asam ... 62


(21)

vii

Hubungan perubahan kadar gula pereduksi, total asam dan nilai pH... 66

Analisis kebutuhan bahan pengawet untuk industri gula ... 67

SIMPULAN DAN SARAN ... 70

Simpulan ... 70

Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi kimia nira tebu ... 9 2. Kemampuan penghambatan aktifitas invertase oleh

berbagai produk metabolit dan ion logam ... 14 3. Beberapa jenis tanaman millettia dengan komponen fitokimianya... 21 4. Nilai rendah dan tinggi perlakuan ... 29 5. Matrik satuan percobaan uji pengaruh faktor penghambatan

laju degradasi sukrosa dalam nira tebu dengan rancangan

komposit fraksional berfaktor 2IV4-1 ... 30

6. Karakterisasi nira tebu... 31 7. Hasil uji fitokimia kawao (Milletia sericea) ... 34 8. Hasil uji fitokimia kulit batang manggis... 37 9. Koefisien, signifikansi dan persen pengaruh berdasarkan

analisis kadar sukrosa ... 40 10. Koefisien, signifikansi dan persen pengaruh berdasarkan


(23)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tanaman tebu (Saccharum officinarum) ... 8 2. Struktur molekul sukrosa ... 10 3. Reaksi invertase atau hidrolisis sukrosa ... 11 4. Pengaruh pH terhadap aktivitas invertase pada tebu ... 13 5. Pengaruh suhu terhadap aktivitas invertase pada tebu ... 13 6. Tahapan reaksi fermentasi pada nira tebu ... 15 7. Grafik hubungan perubahan pH dan suhu terhadap aktivitas enzim... 17 8. Tanaman kawao (Millettia) ... 20 9. Struktur kimia rotenoid dan flavonoid lain yang diisolasi

dari spesies millettia ... 22 10. Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) ... 23 11. Struktur Mangostin ... 25 12. Diagram Alir Tahapan Penelitian ... 27 13. Pola interaksi faktor suhu dan pH terhadap kadar sukrosa... 46 14. Pola interaksi faktor suhu dan nisbah pengawet terhadap

kadar sukrosa ... 47 15. Pola interaksi faktor suhu dan lama inkubasi terhadap

kadar sukrosa ... 48 16. Pola interaksi faktor suhu dan pH terhadap kadar gula pereduksi ... 53 17. Pola interaksi faktor suhu dan nisbah pengawet terhadap kadar

gula pereduksi ... 55 18. Pola interaksi faktor suhu dan lama inkubasi terhadap kadar

gula pereduksi ... 56 19. Grafik perubahan kadar sukrosa pada nira murni dan nira tebu

yang ditambahkan pengawet ... 58 20. Grafik perubahan kadar gula pereduksi selama inkubasi 48 jam ... 60 21. Grafik perubahan total asam selama inkubasi 48 jam... 63 22. Grafik perubahan nilai pH selama inkubasi 48 jam ... 65


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur analisis nira tebu ... 78 2 . Hasil pengujian fitokimia akar kawao dan kulit batang manggis ... 79 3 . Pengaruh faktor terhadap kadar sukrosa (dalam brix) ... 80 4 . Pengaruh faktor terhadap kadar gula pereduksi (dalam mM) ... 82 5 . Perubahan nira tebu selama penyimpanan 240 menit ... 84 6 . Perubahan nira tebu selama penyimpanan 48 jam ... 85


(25)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kebutuhan konsumsi gula di Indonesia sejak tahun 1970-an selalu melebihi kapasitas produksi dalam negeri sehingga menyebabkan Indonesia menjadi negara pengimpor gula. Indonesia telah mengimpor gula sejak tahun 1980-an dengan kapasitas impor yang terus meningkat hingga sekarang. Pemerintah Indonesia mengatur tataniaga gula tersebut secara langsung karena komoditas tersebut menguasai hajat hidup sebagian besar masyarakat Indonesia.

Pemerintah sebelumnya pernah mencanangkan swasembada gula pada tahun 1991 namun tidak tercapai karena masih rendahnya kapasitas produksi gula secara nasional. Rendahnya produksi gula dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari pemilihan bibit, teknologi tanam, budidaya, pemanenan, dan pengolahan gula di pabrik. Di Indonesia, produksi gula diperoleh dari pengolahan tebu (Saccharum officinarum). Pengalaman produksi dalam dasawarsa 1980-an lebih menekankan pada perluasan areal tanaman tebu tanpa diikuti peningkatan produktivitas dalam semua tahap produksi. Contohnya, peningkatan produksi melalui perluasan areal tanaman tanpa memperhatikan kualitas bibit tebu (rendemen rendah) hanya akan memberatkan instalasi pabrik sehingga produksi menjadi tidak ekonomis dan boros. Kondisi mesin pengolahan di pabrik yang sering rusak saat proses produksi berlangsung (downtime) juga mempengaruhi penurunan rendemen gula yang diperoleh.

Industri gula sebagai industri yang sudah lama berkembang, saat ini sedang mencapai tahap pematangan. “Trend” teknologi yang sedang diupayakan oleh industri-industri gula khususnya di negara maju mengarah pada peningkatan kecepatan pengolahan sambil memperbaiki proses recovery gula. Teknologi yang dikembangkan pada industri gula tersebut meliputi komputasi aliran dinamik, pencarian bahan baku baru, peralatan elektronik digital, pemilihan peralatan pengolahan yang efisien, otomatisasi mesin dan pengembangan teknologi informasi (Alvarez dan Johnson, 2003). Berbagai metode pengukuran cepat pada tebu, nira tebu dan gula hasil pengolahan telah banyak dikembangkan industri gula di negara-neraga maju seperti metode pengukuran dextran pada nira secara cepat (Day dan Rauh, 2003) dan metode pengukuran karakteristik gula mentah menggunakan spektrometer inframerah (Madsen II,


(26)

White dan Rein. 2003). Semua peralatan pengukuran terinstalasi pada pabrik sehingga memudahkan proses pengontrolan. Perkembangan lain dari industri gula adalah penggunaan membran sebagai metoda pemurnian nira tebu, diantaranya dengan menggunakan membran ultrafiltrasi yang dapat menghasilkan nira dengan warna lebih cerah, mengurangi dextran hingga 100% dan mengurangi polisakarida hingga 76% (Kaseno, Wulyoadi dan Koesnandar, 2003). Kinerja produksi industri gula juga diperbaiki melalui pengembangan berbagai metode manajemen, misalnya aplikasi sistem manajemen perawatan terkomputerisasi (Computerized Maintenance Management System / CMMS) (Elliott, 2003) yang dapat mengatasi dampak downtime pabrik dan mengoptimalkan produksi. Semua upaya-upaya yang dijelaskan diatas ditujukan untuk meningkatkan kapasitas produksi gula yang bermutu sekaligus meningkatkan keuntungan perusahaan.

Perkembangan industri gula di negara-negara maju didukung dengan teknologi yang aplikasinya membutuhkan investasi yang cukup besar. Kenyataannya industri gula di Indonesia, khususnya industri gula milik pemerintah, kurang didukung dengan investasi yang memadai, terutama investasi untuk peralatan pengolahan. Pemilihan penerapan teknologi industri gula di Indonesia diupayakan tidak membutuhkan investasi yang terlalu besar untuk keuntungan maksimal (rendemen gula tinggi).

Salah satu permasalahan yang menyebabkan rendemen gula rendah di pabrik-pabrik gula di Indonesia adalah masalah downtime pabrik yang disebabkan kerusakan mesin yang sudah tua usia teknisnya. Masalah downtime

pabrik adalah terhentinya proses produksi, sehingga nira yang sedang diolah menjadi terbuang atau tetap digunakan tetapi kadar sukrosa dalam nira sudah sangat rendah akibat kerusakan enzimatis dan mikrobiologis. Upaya mengganti mesin yang sering rusak dengan membeli mesin baru membutuhkan investasi besar terutama bila dilakukan secara bersamaan untuk seluruh pabrik. Hal lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan penambahan bahan pengawet ke dalam nira tebu agar kadar sukrosa didalamnya dapat dipertahankan secara maksimal. Sukrosa adalah gula yang akan dikristalkan dalam pengolahan nira tebu dan secara langsung jumlahnya menunjukan rendemen tebu. Selain downtime yang disebabkan kerusakan mesin pengolahan, terdapat downtime lain berupa waktu pencucian evaporator dari endapan-endapan gula yang juga dapat mempercepat reaksi invertase. Inversi


(27)

3

sukrosa menjadi meningkat setelah terbentuknya endapan, 3-4 hari setelah pembersihan evaporator (Eggleston, Monge dan Ogier, 2003).

Penurunan kadar sukrosa juga dapat terjadi selama proses pengolahan, terutama sejak tahap ekstraksi hingga evaporasi. Kondisi proses pengolahan dapat mempengaruhi aktivitas enzimatis dan mikrobiologis dalam nira tebu. Kondisi proses pengolahan tersebut meliputi pH, suhu, waktu, migrasi komponen logam peralatan pengolahan dan pengadukan. Permasalahan ini dapat diatasi dengan pemilihan kondisi proses pengolahan yang tepat dan dapat juga ditambahkan pengawet yang bersifat inhibitor enzim atau antimikrobial ke dalam nira tebu.

Tanaman tebu (Saccharum sp.) adalah salah satu sumber bahan baku industri gula. Sumber gula lainnya adalah tanaman sugar beet yang banyak dikembangkan di Eropa Utara dan Amerika Utara. Pemanenan tanaman tebu ditandai dengan pencapaian kadar sukrosa dalam batang tebu yang maksimal. Berbagai penelitian tentang akumulasi sukrosa dalam batang tebu telah banyak dilakukan, diantaranya adalah pemodelan akumulasi sukrosa dalam tebu (Rohwer, dan Frederik, 2001), efek suhu terhadap metabolisme sukrosa dalam tebu selama pertumbuhan (Lingle, 2004), pemodelan estimasi kematangan tebu (Scarpari, dan de Beauclair, 2004) dan hubungan akumulasi sukrosa dengan aktivitas invertase (Zhu, Komor dan Moore, 1997).

Penurunan kadar sukrosa dalam proses pengolahan nira tebu menjadi gula dapat disebabkan oleh tiga hal yaitu reaksi enzimatis (terutama invertase), reaksi mikrobiologis dan kondisi proses yang secara tidak langsung mempercepat reaksi enzimatis dan mikrobiologis (pH, suhu, waktu, agitasi, dan lain-lain).

Reaksi enzimatis yang memicu kerusakan nira tebu karena penurunan kadar sukrosa adalah reaksi invertasi. Reaksi invertasi dikatalis oleh enzim invertase yang terdapat dalam nira tebu, menginvertasi sukrosa sehingga menghasilkan glukosa dan fruktosa. Aktivitas invertase ini menyebabkan kadar sukrosa semakin berkurang dalam nira tebu. Invertase pada tanaman tebu telah diteliti aktivitasnya, optimum pada pH 7.2 dan suhu 600 C (Rahman, Palash dan Fida, 2004, Vorster dan Frederik, 1998).

Aktivitas invertase dalam nira tebu hasil ekstraksi adalah aktivitas yang harus dicegah agar kadar sukrosa dapat dipertahankan (rendemen gula tidak menurun). Reaksi invertasi pada sukrosa dengan katalis invertase dapat


(28)

dihambat oleh substrat (sukrosa) dan produk (glukosa dan fruktosa) reaksi itu sendiri dengan model inhibisi non-kompetitif (Filho, Hori dan Ribero, 1999). Substrat sukrosa dapat menghambat reaksi invertasi pada konsentrasi 80% (b/v). Produk reaksi invertasi adalah, glukosa dan fruktosa, dapat menghambat aktivitas invertase masing-masing sebesar 27% dan 37% (Vorster dan Frederik, 1998). Aplikasi glukosa dan fruktosa sebagai inhibitor invertase pada proses pengolahan nira tebu menjadi gula menimbulkan permasalahan lain yaitu rendahnya rendemen proses kristalisasi gula karena terhambat oleh glukosa dan fruktosa yang terakumulasi dalam sirup. Jenis inhibitor lain yang dapat menghambat aktivitas invertase adalah beberapa jenis garam, terutama HgCl2,

FeCl2, CuCl2 dan CdCl2, yang dapat menurunkan aktifitas hingga 45-99%

(Mahbubur Rahman, et.al., 2004, Vorster dan Frederik, 1998). Aplikasi garam-garam tersebut dalam pengolahan nira tebu juga tidak dapat dilakukan karena garam-garam tersebut bukan golongan food grade.

Penyebab lain kerusakan nira tebu adalah reaksi mikrobiologis. Salah satu mikroba yang dapat mengkontaminasi tebu dan niranya adalah Leuconostoc mesenteroides, dengan kemampuannya mengkonversi sukrosa menjadi fruktosa dan dextran. Kerusakan lebih lanjut dari degradasi sukrosa adalah terbentuknya asam-asam organik seperti asam laktat dan asetat (Mathlouthi, 2000). Upaya mencegah kerusakan akibat reaksi mikrobiologis ini salah satunya adalah dengan menambahkan antimikrobial, seperti natrium benzoat dan larutan amoniak (Bobadilla dan Preston, 1981, Duarte, Elliott dan Preston, 1981).

Secara tradisional petani nira menggunakan bahan-bahan alami tertentu sebagai pengawet seperti akar kawao, kulit dan buah manggis, laru janggut, kulit batang kusambi, remasan daun jambu mete, tangkal dan kulit batang nangka, serta kulit batang ralu (Sedarnawati, Suliantari dan Iwan, 1999) dan mendidihkan nira secepat mungkin selama menunggu waktu proses pengolahan. Tujuan pemanasan selain membunuh mikroorganisme dalam nira dapat juga berfungsi menginaktivasi enzim. Bahan-bahan alami yang selama ini dipakai oleh petani belum banyak diidentifikasi komponen aktifnya, apakah bersifat inhibitor enzim atau antimikrobial. Selama ini penggunaan bahan-bahan tersebut hanya didasarkan pada pengalaman bahwa dengan penambahan bahan-bahan tersebut terbukti mencegah nira menjadi asam yang pada akhirnya gula padat atau kristal yang dihasilkan lebih banyak.


(29)

5

Akar kawao (Millettia sericea) dan kulit batang manggis (Garcinia mangostana) termasuk bahan pengawet yang sering dipakai petani aren tradisional. Menurut Teysmann dalam Menninger (1970), orang Jawa memberikan sepotong akar kawao dalam cairan palem yang masih segar agar cairan tersebut (nira) tidak menjadi asam. Bila petani tidak menemukan akar kawao, mereka menggantinya dengan kulit batang atau buah manggis sebagai pengawet.

Aplikasi penggunaan pengawet dalam nira tebu memerlukan kondisi proses tertentu agar dihasilkan kinerja pengawetan yang optimal. Pengaturan pH, suhu dan waktu reaksi mempengaruhi laju reaksi enzimatis dan mikrobiologis. Waktu reaksi berhubungan dengan lamanya reaksi bahan pengawet bekerja hingga kehilangan aktivitas pengawetannya disebabkan kehabisan bahan aktif. Optimasi produksi diperlukan dengan mengkombinasikan kondisi-kondisi proses tertentu dengan konsentrasi tertentu bahan pengawet.

Berdasarkan pemaparan diatas maka penelitian untuk menguji kemampuan akar kawao dan kulit batang manggis menghambat laju degradasi sukrosa dalam nira tebu perlu dilakukan. Aplikasi kedua bahan pengawet alami tersebut juga perlu diuji dengan kondisi proses tertentu agar menghasilkan aktivitas optimal untuk menghambat laju degradasi sukrosa dalam nira tebu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi sukrosa dalam nira tebu dengan penambahan bahan pengawet (akar kawao dan kulit batang manggis) dan (2) mengetahui perubahan kualitas nira tebu selama penyimpanan.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan untuk (1) mendapatkan informasi faktor-faktor penghambat degradasi nira tebu dengan aplikasi bahan pengawet akar kawao dan kulit batang manggis, (2) menyediakan data yang dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya, (3) memberikan masukan kepada peneliti dan pengelola pabrik nira tebu untuk mendapatkan produksi gula dari nira tebu yang lebih baik.


(30)

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Karakterisasi nira tebu

2. Analisis fitokimia akar kawao dan kulit batang manggis.

3. Pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi sukrosa dalam nira tebu berupa pengujian suhu, pH, nisbah pengawet dan lama inkubasi terhadap perubahan kadar sukrosa dan gula pereduksi.

4. Pengujian perubahan kualitas nira tebu berupa perubahan kadar sukrosa, gula pereduksi, total asam dan nilai pH selama penyimpanan.

5. Perhitungan kebutuhan bahan pengawet (akar kawao dan kulit batang manggis) untuk aplikasi industri gula dari nira tebu.


(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Tebu

Tanaman tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman tahunan dari famili Gramineae (keluarga rumput) yang sudah dibudidayakan sejak lama di daerah asalnya di Asia, Papua Nugini. Tanaman tebu memiliki kemiripan bentuk fisik dengan tanaman jagung dan sorgum. Tanaman tebu dikembangkan sebagai salah satu sumber gula komersil sejak tahun 1800an dan menjadi sumber ekonomi utama dari gula bersama gula bit. Tanaman tebu diklasifikasikan dalam divisi Maqnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Cyperales, famili Poaceae (Gramineae) (Barnes, 1973). Tanaman ini dapat tumbuh di daerah beriklim tropik dan subtropik dengan kelembaban tahunan minimum 600 mm. Tanaman tebu termasuk tanaman yang paling efisien dalam berfotosintesis dimana hanya membutuhkan 2% saja dari energi matahari untuk dikonversi menjadi biomassa (Sharpe, 1998).

Lebih dari 100 negara melakukan budidaya tanaman tebu, dengan luas keseluruhan lahan sekitar 130.000 km2. Jumlah tebu yang dipanen oleh 20 negara terbesar penghasil tebu mencapai 1200 juta m3 dalam tahun 2002 untuk diolah menjadi gula. Hal tersebut berarti 6 kali lebih besar daripada produksi gula bit (Sharpe, 1998). Selama 100 tahun terakhir produksi gula dari tanaman tebu di dunia mengalami peningkatan yang pesat hasil dari perbaikan proses budidaya, penggunaan pupuk, pengontrolan hama dan penyakit tanaman, perbaikan proses di pabrik, mekanisasi produksi dan penggunaan varietas yang menghasilkan rendemen gula tertinggi. Negara yang terbesar dalam memproduksi gula dari tebu ini adalah Brazil, India dan Cina.

Bagian dari tanaman tebu yang diambil untuk pembuatan gula adalah batangnya. Batang tebu diekstrak untuk memperoleh sukrosa. Batang tebu berdiri tegak dengan diameter 3-4 cm dan tinggi 2-5 meter serta tidak bercabang (Soebroto, 1983). Batang terdiri dari ruas-ruas dan dibatasi dengan buku-buku, dimana setiap buku terdapat mata ruas. Gambar tanaman tebu dapat dilihat pada Gambar 1.


(32)

Gambar 1 Tanaman tebu (Saccharum officinarum)

Tanaman tebu dipanen pada usia 8-12 bulan. Pemanenan merupakan tahapan yang penting dalam penanganan tebu. Makin mendekati umur panen, kadar sukrosa dalam batang tebu semakin meningkat dan setelah melampaui umur panen terjadi penurunan kadar sukrosa yang diikuti peningkatan kadar glukosa dan frukrosa. Penurunan kadar sukrosa tersebut disebabkan oleh aktifitas enzim invertase dalam batang tebu yang meningkat aktifitasnya. Peningkatan aktifitas invertase dalam jaringan tanaman disebabkan karena adanya signal kebutuhan energi bagi tanaman untuk metabolisme selanjutnya (Foyer et. a/. 1997). Energi tersebut dapat diserap tanaman dalam bentuk gula sederhana (glukosa dan frukrosa) sehingga aktifitas invertase pada sukrosa terpacu untuk bekerja.

Nira Tebu

Nira tebu adalah suatu ekstrak cairan yang berasal dari batang tebu, mengandung kadar gula relatif tinggi, dijadikan bahan baku pembuatan gula kristal. Selain tebu, sumber nira lain yang banyak digunakan dalam pembuatan gula adalah aren, kelapa, lontar dan sugarbeet. Dalam pabrik gula, proses ekstraksi nira tebu dari batangnya dilakukan dengan cara pencacahan dan penggilingan. Nira tebu hasil ekstraksi selain mengandung sukrosa yang akan menjadi bahan baku pembuatan gula kristal, juga mengandung komponen lain seperti gula pereduksi (glukosa dan fruktosa), serat, zat bukan gula dan air.


(33)

9

Komposisi nira tebu tidak akan selalu sama, tergantung pada jenis tebu, kondisi geografis, tingkat kematangan serta cara penanganan selama penebangan dan pengankutan (Reece, 2003). Umumnya nira terdiri atas 73-76% air, 11-16% serat dan 11-16% padatan-padatan terlarut dan tersuspensi (James dan Chen, 1985). Komposisi kimia nira tebu hasil ekstraksi dalam susunan rata-rata disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia nira tebu

Komposisi Kimia Jumlah (%)

Sukrosa Gula pereduksi

Zat organik Zat anorganik

Serat

Zat warna, wax, gum Air

11-14 0.5 - 2.0

0.5-2.5 0.15-0.20

10-15 7.5-15 60-80 Sumber : Moerdokusumo (1993)

Beberapa jenis polisakarida lain juga terdapat dalam nira tebu sebagai hasil metabolisme tanaman seperti dextran, levan, pektin, selulosa, hemiselulosa, pati dan gum (Cuddihy et.al., 2000). Semua bahan selain sukrosa dapat memberikan efek negatif terhadap proses pembuatan gula kristal, seperti memberi kesempatan mikroorganisme untuk tumbuh, mempersulit proses pemurnian dan menghambat proses kristalisasi. Keberadaan pati yang relative tinggi nira lebih kental sehingga menyebabkan filtrasi berjalan lambat dan larutan tampak lebih keruh.

Menurut Paine (1953) nira tebu mengandung komponen senyawa nitrogen organik berupa protein tinggi (albumin), protein sederhana (albuminosa dan peptosa), asam amino (glisin, asam aspartat) dan asam amida (asparagin, glutamin). Selain itu nira tebu juga mengandung komponen asam organik lain seperti akonitat, oksalat, suksinat, glikolat dan malat. Kandungan garam organik yang teridentifikasi dalam nira tebu diantaranya adalah fosfat, klorida, sulfat, silikat dan nitrat dari Na, K, Ca, Al dan Fe. Menurut Legaz et. al. (2000), nira tebu dapat mengandung glikoprotein bila nira tersebut dihasilkan dari batang yang mengalami kerusakan atau terserang mikroorganisme pathogen.

Dalam keadaan segar, nira tebu berwarna coklat kehijau-hijauan dengan pH 5,0-6,0 (Goutara dan Wijandi, 1975). Menurut Gillet (1985) zat warna yang


(34)

terdapat dalam nira tebu adalah klorofil yang berasosiasi dengan xantofil, karoten, antosianin, tannin dan sakretin. Sedangkan warna coklat timbul akibat reaksi pencoklatan enzimatis dari polifenol.

Proses pengolahan nira tebu menjadi gula terbagi dalam 2 bagian (Pancoast dan W. Ray, 1980). Pertama, proses ekstraksi batang tebu untuk diambil niranya, kemudian dilakukan rafinasi sebagian dan kristalisasi, menghasilkan gula mentah (raw sugar). Bahan selain sukrosa dipisahkan semaksimal mungkin dengan proses-proses defekasi, sulfitasi, karbonatasi, defekasi-sulfitasi serta kombinasi keempat proses tersebut. Kedua, proses purifikasi gula mentah dan kristalisasi lebih lanjut, menghasilkan gula (refine sugar). Proses kerusakan banyak terjadi pada tahap pertama pembuatan gula dimana nira tebu masih memiliki aktivitas enzimatis dan mikrobiologis.

Dalam proses pembuatan gula kristal, degradasi sukrosa (inversi atau hidrolisis) harus dicegah sebesar mungkin. Degradasi sukrosa menghasilkan molekul glukosa dan fruktosa, yang dikenal sebagai gula invert. Glukosa dan fruktosa bersifat tidak dapat dikristalkan dan menghambat proses kristalisasi sukrosa dalam pengolahan gula. Hal tersebut menyebabkan rendemen gula menjadi rendah. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan degradasi sukrosa diantaranya adalah peningkatan keasaman, suhu dan lama inkubasi nira tebu pada suhu yang terus meningkat.

Kerusakan pada Nira Tebu Sukrosa dan Degradasinya

Sukrosa adalah jenis gula disakarida yang dikenal juga sebagai "gula meja", berwarna putih, berbentuk kristal padat dengan rasa manis dan dapat membentuk caramel serta terdekomposisi pada suhu 186°C. Pada saat sukrosa mengalami dekomposisi akan menghasilkan karbondioksida dan air serta menghasilkan warna coklat pada produknya. Rumus empirik sukrosa adalah C12H22O11, sama seperti laktosa dan maltosa tetapi berbeda struktur molekulnya (lihat Gambar 2).


(35)

11

Dalam molekul sukrosa, molekul penyusunnya (glukosa dan fruktosa) diikat oleh ikatan glikosidik 1→2-α, -. Dengan demikian secara sistemik sukrosa dinamakan sebagai α-D-glucopyranosyl-(1→2)-β-D-fructofuranoside. Sukrosa memiliki sifat-sifat lainnya sebagai berikut (Chaplin. 2004) :

• Dapat larut dalam air dengan kelarutan 2,1 g dalam 1 g air pada suhu 25°C • Menunjukan indeks refraktif pada larutannya 10%

• Suhu melting pada 186°C • Densitas energi: 17 kJ/g • Berat molekul: 342,3 g/mol

Degradasi sukrosa, khususnya pada nira tebu, terjadi disebabkan oleh reaksi invertasi terhadap molekul sukrosa. Reaksi invertasi merupakan reaksi hidrolisis irreversible dimana satu molekul sukrosa dan satu molekul air menghasilkan satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Proses ini dipercepat dengan panas. Invertasi molekul sukrosa murni diproses paling cepat sampai mendekati 5000 kali pada 90°C dibanding pada 20°C. Pada prakteknya reaksi ini terjadi pada pH dibawah 7 dan proses dipercepat dengan penurunan pH. Reaksinya adalah indotermik dengan energi aktivasi 25,9 kilokalori per mol pada 20°C. Reaksi ini dapat juga melalui katalisis biokimia dengan beberapa enzim, khususnya invertase (Pennington dan Charles, 1990 dan Wang, 2004). Proses inversi dapat terjadi secara sempurna selama 48 - 72 jam pada suhu 50°C dengan pH 4,5 (Chaplin. 2004). Reaksi invertasi atau hidrolisis sukrosa selengkapnya disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Reaksi invertasi atau hidrolisis sukrosa

Invertase

Nama lain dari invertase adalah -fructofuranosidase yang menunjukan reaksi yang dikatalis enzim ini adalah reaksi hidrolisis pada gugus ujung non-reduksi -fructofuranoside dalam -fructofuranosides. Selain itu reaksi tersebut juga dapat menghidrolisis gugus α-D-glucosidase yang merupakan gugus ujung


(36)

unit glukosa. Selain oleh invertase, sukrosa juga dapat dihidrolisis dalam kondisi lingkungan yang asam walaupun tanpa adanya enzim (Wang, 2004).

Invertase dapat dihasilkan oleh beberapa jenis mikroorganisme dengan menggunakan substrat sukrosa. Secara komersil invertase dihasilkan dari jenis

khamir Saccharomyces cerevisiae atau Saccharomyces carisbergensis.

Walaupun berasal dari kultur yang sama, invertase dapat memiliki bentuk yang berbeda-beda. Sebagai contoh, invertase intraselular mempunyai berat molekul 135.000 dalton sedangkan invertase ekstraselular mempunyai berat molekul 270.000 dalton (Wang, 1999).

Berbeda dengan kebanyakan enzim, invertase memiliki kisaran wilayah pH yang cukup besar yaitu pH 3,5-5,5, dengan pH optimum 4,5. Aktivitas invertase optimum pada suhu sekitar 55°C. Pada beberapa jenis enzim, nilai Michaelis-Mentennya mempunyai kisaran nilai Km antara 2 mM dan 5 mM, namun pada invertase mempunyai nilai Km sekitar 30 mM.

Invertase Dalam Nira Tebu

Dalam tanaman tebu mengandung berbagai jenis enzim, diantaranya adalah enzim invertase yang berperan dalam reaksi invertasi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Selain dalam tanaman tebu, invertase juga teridentifikasi dalam buah apel (Qiu Hong PAN, et. a/., 2005), umbi kentang (Ewing et. a/., 1977, Pressey dan Row Shaw, 1966, Ewing et. a/., 1977), buah tomat (Pressey, 1994) dan ubi (Matsushita dan Uritani, 1976).

Tanaman tebu mengandung invertase dalam bentuk yang sama (isoform) dengan keberadaan atau posisi yang berbeda-beda sebagai berikut : invertase netral (neutral invertase), invertase asam vakuola (vacuolar acid invertase),

invertase asam yang terikat pada dinding sel (cell-wall bound acid invertase) dan invertase asam apoplastik terlarut (apoplastic soluble acid invertase) (Vorster dan Botha, 1998). Pengelompokan invertase juga dapat didasarkan pada pH optimum aktifitasnya, yaitu : invertase asam, invertase netral dan invertase alkali. Pengelompokan invertase lainnya adalah berdasarkan lokalisasi terhadap intraseluler yaitu : invertase terlarut dan invertase terikat (Mahbubur et.al. 2004).

Menurut Zhu et.al. (1997), aktifitas invertase asam yang terlarut memiliki korelasi dengan akumulasi sukrosa dalam batang tebu. Sementara itu hal yang sama tidak terjadi pada invertase netral. Menurut Vorster dan Botha (1998), akumulasi sukrosa dan aktifitas spesifik invertase netral dalam batang tebu tidak


(37)

13

menunjukan korelasi yang signifikan. Invertase netral memiliki aktifitas spesifik yang lebih tinggi daripada invertase asam terlarut (apoplastik dan vakuola). Invertase asam yang terikat pada dinding sel teridentifikasi keberadaannya dalam batang tebu sejak sebelum batang tebu matang atau siap panen.

Invertase pada tebu termasuk jenis glikoprotein dengan kadar gula 7,29% dan berat molekul 218 kDa (Mahbubur et. al., 2004). Aktifitas invertase maksimal pada pH 7,2 dan suhu 60°C. Pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas invertase dalam nira tebu selengkapnya disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Kemampuan penghambatan aktivitas invertase oleh berbagai produk metabolit dan ion logam disajikan pada Tabel 2.

0 20 40 60 80 100 120

0 2 4 6 8 10 1

pH A k ti v it a s r e la ti f 2

Gambar 4 Pengaruh pH terhadap aktivitas invertase pada tebu (Mahbubur et.al., 2004)

0 20 40 60 80 100 120

0 20 40 60 80 10

Suhu (oC)

A k ti v it a s r e la ti f 0

Gambar 5 Pengaruh suhu terhadap aktivitas invertase pada tebu (Mahbubur et.al., 2004)


(38)

Tabel 2 Kemampuan penghambatan aktivitas invertase oleh berbagai produk metabolit dan ion logam (Vorster, dan Frederik, 1998)

Komponen Inhibisi (%)

1Tris 1Fruktosa 1Glukosa

2Glukosa + fruktosa 3PEP

3Sitrat 3MgATP 3MgADP 3MgAMP

85 ± 5,3 37 ± 4,1 27 ± 7,4 14 ± 5,3 1 ± 1,3 2 ± 1,5 0 ± 0,68 2,1 ± 3,5 0,84 ± 1,7 3HgCl 2 3ZnCl 2 3AgNO 3 3CuSO 4 3 CoCl2 3 CaCl2 3 MgCl2 3 MnCl2

100 ± 7,3 99 ± 2,4 98 ± 2,1 97 ± 2,6 32 ± 1,8 0 ± 7,0 0 ± 1,7 0 ± 2,5 Keterangan : 1 10 mM, 2 5 mM, 3 1 mM

Mikroorganisme dalam Nira Tebu

Kerusakan pada nira tebu juga dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme melalui proses fermentasi. Beberapa jenis mikroba dapat juga memproduksi invertase seperti Cladosporium cladosporioides (Almeida et. a/., 2000) dan kamir methylotropik (Hansenula polymorpha dan Pichia pastoris)

(Niuris et.al., 2000) sehingga kontaminannya dapat meningkatkan konsentrasi invertase dalam nira tebu. Kontaminasi mikroorganisme ke dalam nira tebu dimulai sejak pemanenan hingga berlangsungnya proses pengolahan, termasuk kontaminasi dari peralatan pengolahan.

Salah satu jenis mikroorganisme yang sering teridentifikasi mengkontaminasi nira tebu adalah Leuconostoc mesenteroides yang mempunyai kemampuan menghasilkan enzim untuk mengkonversi sukrosa menjadi fruktosa dan dextran. Dekstran dihasilkan oleh reaksi enzim dextransucrase pada sukrosa. Dekstran memiliki struktur sukrosa dan menghambat kristalisasi sukrosa.

Kerusakan lebih lanjut dari degradasi sukrosa adalah terbentuknya asam-asam organik seperti asam-asam laktat dan asetat (Mathlouthi, 2000). Leuconostoc mesenteroides dapat mengkonsumsi sukrosa dengan sangat cepat (8.05 g/l/jam pada suhu 25 °C and 8.46 g/l/jam pada suhu 30 °C) selama 6 jam (Cerutti de


(39)

15

Guglielmone et. a/., 2000 di dalam Mathlouthi, 2000 ). Proses fermentasi tersebut berarti terjadi kehilangan sukrosa sebanyak 59% pada suhu 25 °C dan 62% pada suhu 30 °C. pada suhu yang lebih tinggi (37 °C and 40 °C) persentase konsumsi sukrosa dapat menurun menjadi 47% dan 27% (Mathlouthi, 2000).

Jenis mikroorganisme lain yang teridentifikasi mengkontaminasi nira tebu adalah Flavobacterium rigenes, Brevibacterium sulferens, Flavobacterium devorans, Candida pulcherrima, Klebsiela azaenae, Chromabacterium lividum, Bactobacillus arabinosus dan Saccharomyces lactis. Mikroba lain yang dapat mengkontaminasi nira tebu adalah Saccharococcus sacchari yang diindikasikan dengan terbentuknya glikoprotein dalam batang tebu (Legaz et. a/., 2000).

Kerusakan nira akibat aktivitas mikroorganisme ditandai dengan rasa asam pada nira, berbuih putih dan berlendir dengan reaksi kimia seperti yang disajikan pada Gambar 6 (Goutara dan Wijandi, 1985). Menurut Legaz et. a/., (2000), adanya glikoprotein juga menjadi indikasi kontaminasi mikroba dalam nira tebu dan telah terjadi kerusakan terlebih dahulu pada batang tebu.

C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6

sukrosa glukosa fruktosa

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

glukosa/fruktosa etanol

C2H5OH + O2 CH3COOH + H2O

etanol asam asetat

Gambar 6 Tahapan reaksi fermentasi pada nira tebu

Pada reaksi pertama terjadi reaksi invertasi pada sukrosa dengan katalis invertase atau reaksi hidrolisis karena adanya asam. Pada reaksi kedua, hasil reaksi invert atau hidrolisis sukrosa dapat dikonsumsi oleh mikroorganisme dan diubah menjadi alkohol dan selanjutnya dioksidasi menjadi asam asetat. Terbentuknya asam menyebabkan reaksi hidrolisis sukrosa terjadi lagi dan nira menjadi asam. Menurut Goutara dan Wijandi (1985), proses degradasi sukrosa diikuti dengan pembentukan warna coklat tua. Semakin tinggi jumlah dekomposisi sukrosa makin nyata warnanya. Selanjutnya komponen glukosa dan fruktosa yang telah terbentuk dari reaksi hidrolisa sukrosa, mengalami proses fermentasi membentuk etil alkohol. Etil alkohol kemudian dioksidasi menjadi asam asetat. Kondisi nira yang asam akan semakin meningkatkan inversi sukrosa di dalam nira tebu.


(40)

Pertumbuhan mikroorganisme secara umum mengikuti pola tertentu yang terdiri atas 6 fasa yaitu fasa awal, fasa penyesuaian, fasa eksponensial, fasa pelambatan, fasa stasioner dan fasa penurunan. Perubahan antar fasa merupakan fungsi dari waktu pertumbuhan. Fasa awal adalah masa penyesuaian mikroorganisme sejak mengkontaminasi bahan. Pada fasa ini terjadi sintesis enzim oleh sel yang diperlukan untuk metabolisme metabolit. Setelah fasa awal selesai, mulai terjadi reproduksi sel mikroorganisme. Konsentrasi sel mikroorganisme atau biomassa meningkat, mula-mula perlahan kemudian makin lama makin meningkat. Pada saat laju pertumbuhan sel mikroorganisme mencapai titik maksimal, maka terjadi pertumbuhan secara eksponensial. Pada fasa ini keadaan pertumbuhan mikroorganisme mantap. Penurunan laju pertumbuhan atau fasa pelambatan terjadi pada saat substrat yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhan mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk penghambat pertumbuhan. Fasa pertumbuhan akan terhenti dan terjadi modifikasi struktur biokimiawi sel mikroorganisme pada fasa stasioner. Fasa selanjutnya adalah fasa penurunan , dimana jumlah sel mikroorganisme berkurang akibat terjadi kematian yanbg diikuti autolisis oleh enzim selular.

Penghambatan Kerusakan Nira Tebu Pengaruh Suhu dan pH

Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh perubahan pH dan suhu. Setiap enzim memiliki pH dan suhu optimum untuk aktivitasnya. Pada saat reaksi berjalan dibawah titik optimum, kecepatan reaksi berlangsung semakin cepat hingga titik optimum. Setelah melampaui titik optimumnya, kecepatan reaksi berlangsung semakin menurun, bahkan pada menjadi inaktif. Perubahan kecepatan aktivitas enzim akibat pengaruh pH dan suhu disebabkan karena perubahan struktur tersier enzim dan ikatan kovalen yang mempengaruhi bentuk enzim (seperti interaksi ion dan ikatan hydrogen). Sebagai contoh, perubahan pH akan mengubah posisi ionisasi asam amino yang akhirnya akan mempengaruhi aktivitas katalitiknya sebagai enzim. Sementara itu ikatan hydrogen juga sangat dipengaruhi oleh peningkatan suhu, dimana pada suhu tinggi ikatan hydrogen akan putus, sehingga struktur enzim akan berubah dan kemampuannya bereaksi dengan substrat akan hilang (Harrow dan Mazur, 1958). Grafik hubungan perubahan pH dan suhu terhadap aktivitas enzim disajikan pada Gambar 7.


(41)

17

Pengaruh suhu dan pH dapat digunakan sebagai faktor untuk mencegah aktifitas enzim yang tidak dikehendaki. Dengan penggunaan suhu yang menyebabkan inaktivasi enzim maka kerusakan enzimatis dapat dicegah. Pada nira tebu, enzim yang sangat berperan dalam kerusakan nira tebu adalah invertase. Enzim ini terdapat secara alami dalam nira tebu dan juga dihasilkan oleh mikroorganisme kontaminan, khususnya Saccharomices cereviceae.

4 6 8 10 12

pH ak ti vi tas en z im Ak tiv itas enz im akt ivi tas en z im Ak tiv itas enz im

10 20 30 40 50 60

suhu (C)

pH Suhu (C)

Gambar 7 Grafik hubungan perubahan ph dan suhu terhadap aktivitas enzim

Kerusakan pada nira tebu dapat dihambat dengan mengontrol reaksi kerusakan melalui pengaturan pH dan suhu. Kedua parameter tersebut memiliki peran besar mempengaruhi aktivitas enzimatis dan mikrobiologis. Setiap enzim memiliki kondisi pH dan suhu tertentu untuk reaksinya, demikian pula aktifitas mikrobiologi. Enzim invertase dalam tebu memiliki aktivitas maksimal pada pH 7,2 dan suhu 60° C, dan mencapai setengah aktivitas maksimalnya pada pH 6,4 dan 8,2 (Mahbubur et.al., 2004, Vorsterdan Frederik, 1998). Untuk mengurangi kehilangan sukrosa pada tahap pemurnian dan evaporasi, pH harus diatur agar mencapai 6,3-6,4 pada akhir evaporator (Eggleston et.al., 2003). Penggunaan suhu tinggi selain membunuh mikroorganisme dalam nira dapat juga berfungsi menginaktivasi enzim seperti invertase yang aktivitasnya terhenti dengan pemanasan selama 2 menit pada suhu 90° C (Vorster dan Frederik, 1998).

Suhu dan pH juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Seperti halnya enzim, mikroorganisme juga memiliki batas optimum agar dapat bertahan hidup. Umumnya mikroorganisme tidak dapat bertahan hidup pada kondisi suhu dan pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.


(42)

Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet

Upaya pencegahan kerusakan akibat reaksi enzimatis dan mikrobiologis juga dapat dilakukan dengan penambahan bahan pengawet, baik yang bersifat inhibitor enzim ataupun antimikrobial. Inhibisi enzim atau penghambatan aktifitas enzim merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam penelitian yang menyangkut kesehatan. Misalnya Pb, Hg dan logam berat lainnya bersifat sangat beracun pada manusia karena kerjanya sebagai penghambat kerja enzim. Meskipun mekanisme penghambatan kerja invertase oleh logam-logam berat berbeda dengan mekanismenya pada enzim lain, namun dapat dipastikan bahwa logam-logam berat tersebut sangat menghambat kerja invertase. Sebagai contoh, ion Ag++ menyerang rantai sisi histidin pada molekul invertase dan menyebabkan invertase tidak aktif.

Beberapa jenis logam sangat efektif menghambat aktivitas enzim invertase seperti HgCI2, ZnCI2, AgNO3, dan CuSO4 (Vorster dan Frederik, 1998, Mahbubur et.al., 2004). Natrium benzoat dan larutan amoniak dalam jumlah 0.05% dan 0.32% dapat menghentikan fermentasi pada nira tebu selama 2-3 hari, pada konsentrasi 0.10% dan 1.28% dapat menghentikan fermentasi hingga 6 hari (Bobadilla dan Preston, 1981, Duarte et. al., 1981).

Inhibisi enzim juga dapat dilakukan oleh selektif enzim, pestisida atau herbisida yang cara kerjanya adalah dengan menghambat pertumbuhan atau pertahanan organisme yang menghasilkan invertase. Berbagai perlakuan untuk penyakit juga dapat bersifat penghambat enzim. Jenis inhibitor lainnya adalah substrat dan produk reaksi enzimatis itu sendiri. Pada invertase, sukrosa dan gula invertnya dapat menghambat kerja invertase pada konsentrasi yang tinggi (Wang, 1999).

Aplikasi penambahan pengawet pada pembuatan gula dari nira tebu harus mengikuti aturan pemerintah dan mengikuti standar food grade.

Penggunaan beberapa jenis bahan kimia dalam bahan pangan seperti formalin dan borax kini sangat dilarang karena membahayakan kesehatan. Berbagai bahan alami kini dikembangkan sebagai pengawet seperti yang dilakukan oleh petani-petani nira aren sejak lama, yaitu memanfaatkan akar kawao, kulit dan buah manggis, laru janggut, kulit batang kusambi, remasan daun jambu mete, tangkal dan kulit batang nangka (Sedarnawati et. al,, 1999). Pemanfaatan komponen kimia dari ekstrak tanaman atau komponen fitokimia telah diaplikasikan sejak lama, yang diketahui melalui pengalaman empiris. Pada


(43)

19

masa kini komponen-komponen fitokimia tersebut banyak diteliti untuk diidentifikasi lebih lanjut.

Fitokimia sebagai Bahan Pengawet

Fitokimia adalah segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan. Fitokimia dapat berperan sebagai antimikroba, antivirus, antiimflamantori, perlakuan pengobatan penyakit dan bahan pengawet. Penelitian berbagai fitokimia telah banyak dilakukan dalam rangka pemanfaatan lebih lanjut senyawa tersebut. Beberapa senyawa fitokimia yang banyak dimanfaatkan adalah (Murray, 1996):

• Glikosida, suatu molekul yang dibangun oleh struktur molekul gula (glikon) dan non-gula (aglikon). Biasanya senyawa non-gula (aglikon) penyusun glikosida adalah senyawa fitokimia lain yang akan membebaskan jdiri jika diperlukan. Struktur glikosida dapat pecah disebabkan oleh reaksi hidrolisis dan enzimatis. Pemanfaatan glikosida akan didasarkan oleh kemampuan senyawa aglikonnya. Glikosida juga dapat digunakan sebagai pengikat toksik.

• Flavonoid, termasuk didalamnya adalah isoflavonoid, biasa digunakan sebagai antioksidan. Fitokimia ini juga berperan dalam pigmentasi (merah, kuning dan biru), bersifat antimikroba, antialergik, antiimflamantori, dan antikanker.

• Alkaloid, merupakan turunan senyawa amina, bersifat racun dan dapat membentuk garam dengan asam (asam mineral dan organik). Senyawa ini bersifat anastetik dan analgesik, sering dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan.

• Terpenoid, terdiri atas beberapa unit isopren, berperan dalam menghasilkan aroma, rasa dan warna pada tanaman. Senyawa ini juga bersifat antimikroba dan antineoplastik.

• Tannin, senyawa yang dapat mengendapkan protein, bersifat antidiare, hemostatik dan antihemordial.

Kawao (Millettia sp.)

Kawao (millettia) merupakan tanaman perdu yang memanjat, tegak, panjang 10 - 30 m, tumbuh di hutan hutan dan di tepi-tepi sungai mulai dari dataran rendah sampai ± 1000 m di atas permukaan laut (Menninger, 1970).


(44)

Tanaman kawao atau Millettia termasuk dalam famili Fabaceae (sub-famili papillionoidae). Tanaman ini memiliki 200 spesies dengan bentuk pohon, tanaman merambat dan perdu, yang tersebar di daerah tropis Afrika (Irvine, 1961), Asia, Australia, and America (Thulin, 1983). Pada Gambar 8 disajikan salah satu jenis tanaman kawao atau millettia.

Gambar 8 Tanaman kawao (Millettia).

Tanaman kawao (millettia) mengandung komponen fitokimia, diantaranya adalah alkaloid, diterpenoid, coumarin, flavonoid dan isoflavonoid (Amgsa et. a/., 1994; Dewick, 1994; Wanda, 2006). Jenis isoflavon pada millettia yang telah diidentifikasi oleh Yankep et. al., (1997; 1998; 2001) adalah chalcone, a rotenoid, a phenylcoumarine dan beberapa jenis isoflavon lain. Komponen-komponen tersebut diekstraksi dari bagian akar dengan menggunakan heksan. Pada Tabel 3 disajikan beberapa jenis tanaman Millettia dengan komponen fitokimianya.

Tanaman millettia banyak dimanfaatkan sebagai trypanocidal, anti-plasmodial, insektisida, piscisida, molluscicida (Teesdale, 1954; Singhal et al., 1982; Amgsa et. al., 1994). Akar tanaman ini digunakan sebagai obat tradisional oleh sebagian masyarakat Indonesia seperti obat cacing, mata dan luka luar (Menninger, 1970). Menurut Teysmann dalam Menninger (1970), orang Jawa memberikan sepotong akar dalam cairan palem yang masih segar agar cairan tersebut (nira) tidak menjadi asam. Tanaman ini juga dimanfaatkan dalam bidang pengobatan (Gamgsa et. al., 1993;) Millettia conraui, Millettia laurantii and Millettia sanagana digunakan sebagai obat sakit perut yang disebabkan parasit pada anak (Singhal, 1982). Millettia zechiana digunakan sebagai obat bronchial rhinopharyngial. Ekstrak akar dan batang Millettia griffoniana digunakan sebagai obat tradisional, insektisida, mengurangi peradangan yang disebabkan penyakit paru dan asma, infertilitas, smenorrhea dan masalah menopause (Sandberg and Cronlund, 1977). Ekstrak akar Millettia griffoniana mengandung isoflavon Griffonianone D yang bersifat mengurangi peradangan (antiimflamantory) (Yankep et. al., 2003).


(45)

21

Tabel 3. Beberapa jenis tanaman Millettia dengan komponen fitokimianya

Jenis millettia Komponen fitokimia Aktifitas kimia

Millettia erythrocalyx1 Flavonoid: • 6-methoxy-[2",3":7,8]- furanoflavanon • 2,5-dimethoxy-4-hydroxy-[2",3":7,8]-furanoflavan • 3,4-methylenedioxy-2',4'-dimethoxychalcone

• 1 -(4-hydroxy-5-benzofuranyl)-3-phenyl-2-propenone

• Derricidin • purpurenone • pongaglabol • ponganone I • ovalitenone • pongamol • milletenone • ponganone V • lanceolatin B

Racun ikan Insektisida

Millettia puguensis 2

Isoflavonoid:

2'-methoxy-4',5'-methylenedioxy-7,8-[2-(1-methylethenyl)furo]isoflavone • lupeol • (-)-maackiain • 6,7-dimethoxy-3',4'-methylenedioxyisoflavone • 7,2'-dimethoxy-4',5'- methylenedioxyisoflavone cytotoksik antileishmanial Millettia

griffoniana Baili 3

alkaloid

diterpenoid isoflavonoid:

4'-methoxy-7-O-[(E)-3-methyl-7hydroxymethyl-2,6 octadienyl]isoflavone (7-O-DHF)

• Griffonianone C (Griff C)

• 7-O-geranylformononetin (7-O-GF) • 3',4'-dihydroxy-7-O-[(E)-3,7-dimethyl-2,6-octadienyl] isoflavone (7-O-GISO)

• Griffonianone E (Griff E)

• 4'-O-eranylisoliquiritigenin (4-O-GIQ)

Oestrogenik

Millettia erythrocalyx 4

24 turunan fenolik

Flavonoid : 3',5'-dimethoxy-[2",3"7,8]-furanoflavon

Antiviral

Millettia laurentif 5,6

Alkaloid Guanidin: millaurine

• O-acetylmillaurine

-

Keterangan : 1

Conrad et. al. (1999) 2

Kapingu et. al. (2006) 3

Wanda (2006) 4

Likhitwitayawuid et. al. (2005) 5

Amgsa et. al. (1994) 6


(46)

Tanaman kawao (millettia) juga mengandung komponen rotenoid yang dikenal sebagai salah satu insektisida alami, termasuk untuk membasmi larva nyamuk Aedes aegypti (Abe et al., 1985). Menurut Yenesew et. al., 2003) rotenoid bersifat larvisida sebagaimana penelitiannya pada jenis millettia : M. dura, M. lasiantha, M. leucantha, M. oblata, M. tanaensis and M. Usaramensis.

Struktur kimia rotenioid dan flavonoid lain yang diisolasi dari spesies Millettia

disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Struktur kimia rotenoid dan flavonoid lain yang diisolasi dari salah satu spesies millettia (Yenesew et. a/., 2003)

Manggis (Garcinia mangostana L.)

Tanaman manggis (Garcinia mangostana L) termasuk dalam famili Clusiaceae (Guttiferae). Tanaman manggis berbentuk pohon yang selalu hijau dengan tinggi 6-20 m. Batangnya tegak dengan batang pokok yang jelas. Kulit batang berwarna coklat dan memiliki getah kuning. Asal usul tanaman manggis tidak diketahui. Waktu berbunga dimulai pada bulan Mei hingga bulan Januari. Tanaman ini dapat tumbuh di Jawa pada ketinggian 1-1000 m di atas permukaan laut, pada berbagai tipe tanah (pada tanah liat dan lempung yang kaya bahan organik), sering sebagai tanaman buah. Iklim yang diperlukan adalah adanya


(47)

923

kelembaban dan panas dengan curah hujan yang merata (IPTEKnet, 2005). Pada Gambar 10 disajikan bentuk pohon, daun dan buah tanaman manggis

(Garcinia mangostana L).

Gambar 10 Tanaman manggis (Garcinia mangostana)

Kulit kayu, kulit buah dan lateks kering Garcinia mangostana mengandung sejumlah zat warna kuning yang berasal dari dua metabolit yaitu mangostin dan -mangostin yang berhasil diisolasi. Mangostin merupakan komponen utama sedangkan -mangostin merupakan konstituen minor (IPTEKnet, 2005). Dari hasil suatu penelitian dilaporkan bahwa Mangostin (1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis(3metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on) hasil isolasi dari kulit buah mempunyai aktivitas antiinflamasi dan antioksidan. Dari hasil studi farmakologi dan biokimia dapat diketahui bahwa mangostin secara kompetitif menghambat tidak hanya reseptor histamin H, mediator kontraksi otot lunak tetapi juga epiramin yang membangun tempat reseptor H1, pada sel otot lunak secara utuh. Mangostin merupakan tipe baru dari histamine (IPTEKnet, 2005).

Dalam penelitian lain ditemukan komponen fitokimia dalam batang manggis adalah tannin (Abbiw, 1990), α-mangostin dan -mangostin (Sakagami et. al., 2005; linuma et. al., 7996; Dharmaratne et al., 2005; Suksamrarn et. a/., 2002) dan xantonin (Ee et. al., 2006; Nilar e.t al., 2002; Gopalakrishnan et. al., 1997). Menurut Ee et. al., (2006) komponen xantonin pada batang manggis yang telah diidentifikasi adalah


(48)

(2,6-dihydroxy-8-methoxy-5-(3-methylbut-2-enyl)-xanthone) dan 6 jenis xantonin prenilat yaitu : α-mangostin, -mangostin, garcinone D, 1,6-dihydroxy-3,7-dimethoxy-2-(3-methylbut-2-enyl)-xanthone, mangostanol dan 5,9-dihydroxy-8-methoxy-2,2-dimethyl-7-(3-methylbut-2-enyl)-2H,6H-pyrano-[3,2-b]-xanthene-6-one. Komponen xantonin juga terdapat pada lateks batang manggis hingga 75% (Dharmaratne et. al., 2005). Ekstraksi komponen xantonin dilakukan menggunakan heksan (Nilar e.t al., 2002).

Komponen-komponen fitokimia dalam batang manggis memiliki sifat antibacterial, anti-inflammatory, antifungal, larvisida, antiviral, antioksidan dan sejumlah aktifitas biologi lainnya (Dharmaratne et. al., 2005; Sundaram et. al., 2002; Ee et. al., 2006; Perry, 2007). Senyawa α-mangostin telah diteliti bersifat antimikroba, khususnya pada Enterococci and S. aureus, dengan nilai konsentrasi penghambatan minimum atau minimum inhibitory concentration

(MIC) masing-masing 6,25 dan 12,5 microg/ml (Sakagami et. al., 2005; linuma et. al., 1996). Pada Mycobacterium tuberculosis, α- and -mangostins memiliki nilai konsentrasi penghambatan minimum atau minimum inhibitory concentration

(MIC) 6.25 μg/ml (Suksamrarn et. al., 2002). Beberapa xantonin yang diekstrak dari manggis bersifat antifungal (Geetha et. al., 1997; Gopalakrishnan et. al., 1997). Ekstrak komponen batang manggis juga telah diuji bersifat larvisida, khususnya pada larva nyamuk Aedes aegypti (Ee et. al., 2006). Dalam beberapa penelitian, komponen dalam manggis berupa mangostin dan xantonin bersifat inhibitor terhadap beberapa jenis protein, enzim dan reaksi kimia lain (Chairungsrilerd, 2002; Mahabusarakam et. al., 2002; Furukawa et. al., 2002; Jinsart et. al., 2002). Dengan sifat-sifat yang telah dijelaskan, batang manggis digunakan untuk berbagai keperluan, diantaranya sebagai obat seperti diare, disentri dan penyakit lainnya (Jayaweera, 1981; Quisumbing, 1978; Morton, 1987; Sakagami et. al., 2005).


(49)

1125

Gambar 11. Struktur Mangostin (Nilar e.t al., 2002)

α-mangostin R1 = H. R2 = CH3 -mangostin R1 = H. R2 = H -mangostin R1 = H. R2 = H

Tanaman manggis juga digunakan oleh sebagian petani aren untuk mencegah kerusakan niranya, dengan memasukan kulit batang atau buah manggis ke dalam larutan nira. Kulit batang manggis juga digunakan sebagai antioksidan karena mengandung xantones (α dan y-mangostens) dengan kemampuan yang lebih baik daripada antioksidan BHA dan α-tocopherol


(50)

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioindustri TIN Fateta IPB, Laboratorium Teknologi Kimia TIN Fateta IPB dan Laboratorium Rekayasa Bioproses PAU IPB. Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai bulan September 2006.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi nira tebu (Saccharum Officinarum), akar kawao (Millettia sp.) dari kawasan agropolitan leuwiliang, kulit batang manggis (Garcinia mangostana L.), kapur (CaO) dan bahan-bahan kimia untuk analisis.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pemeras tebu, saringan, tangki berpengaduk dengan pengatur suhu, refraktometer, pH-meter, spektrofotometer, HPLC (High Performance Liquid Chromatografi) dan alat-alat gelas.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahapan percobaan. Tahap pertama melakukan karakterisasi bahan yang akan digunakan dalam penelitian yaitu : nira tebu dan bahan pengawet (akar kawao dan kulit batang manggis). Tahap kedua melakukan pengujian faktor yang mempengaruhi degradasi sukrosa dalam nira tebu, meliputi faktor suhu, pH, nisbah pengawet (akar kawao dan kulit batang manggis) dan lama inkubasi dengan parameter pengamatan kadar sukrosa dan gula pereduksi. Tahap ketiga melakukan pengukuran perubahan kualitas nira tebu selama penyimpanan dengan parameter pengamatan kadar sukrosa, gula pereduksi, total asam dan pH. Bagan tahapan penelitian selengkapnya disajikan pada Gambar 12.


(51)

27

Mulai

Selesai

Penentuan Perubahan Kualitas Nira Tebu Selama Penyimpanan

Penentuan Pengaruh Faktor

Suhu, pH, Nisbah Pengawet, Lama inkubasi Karakterisasi Bahan

Nira Tebu, Akar Kawao, Kulit Batang Manggis

Gambar 12 Diagram alir tahapan penelitian

Prosedur Penelitian

Karakterisasi nira tebu dilakukan terhadap hasil ekstraksi batang tebu menggunakan alat penggiling atau pemeras tebu sehingga diperoleh niranya. Parameter yang diukur dari nira tebu tersebut meliputi kadar sukrosa, gula pereduksi, total asam dan nilai pH. Kadar sukrosa dan gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) diukur menggunakan HPLC, total asam diukur dengan metoda titrasi dengan NaOH 0,005N dan nilai pH diukur menggunakan alat pH-meter.

Karakterisasi akar kawao dan kulit batang manggis dilakukan dengan membawa kedua jenis bahan tersebut ke tempat pengujian fitokimia bahan yaitu di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Cimanggu, Bogor. Pengukuran dilakukan secara kualitatif terhadap parameter komponen fitokimia, yaitu alkaloid, saponin, tannin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid dan glikosida. Standar pengukuran komponen fitokimia mengikuti standar yang disepakati oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).

Pengujian pengaruh faktor yang mempengaruhi degradasi sukrosa pada tahap kedua dari penelitian ini meliputi faktor suhu, pH, nisbah pengawet dan lama inkubasi. Parameter yang diukur pada tahapan ini meliputi kadar sukrosa dan gula pereduksi. Metoda pengukuran kadar sukrosa dilakukan menggunakan metoda refraktometrik yaitu nira tebu hasil perlakuan diukur nilai brixnya menggunakan refraktometer kemudian hasil pembacaan brix tersebut


(1)

Lampiran 4 . Pengaruh faktor terhadap kadar gula pereduksi (dalam mM) suhu pH pengawet waktu gula red (mM) gula red (%)

65 7.5 3 50 158.875 0.766 65 7.5 7 110 169.625 0.912 65 9.5 3 110 54.375 0.000 65 9.5 7 50 162.875 0.820 85 7.5 3 110 172.875 0.956 85 7.5 7 50 175.125 0.987 85 9.5 3 50 179.125 1.041 85 9.5 7 110 173.375 0.963 75 8.5 5 80 175.875 0.997 75 8.5 5 80 173.375 0.963

————— 6/18/1998 22:22:08 ————————————————————

The following terms cannot be estimated and were removed: pH*pengawet

pH*waktu pengawet*waktu suhu*pH*pengawet suhu*pH*waktu suhu*pengawet*waktu pH*pengawet*waktu

Factorial Fit: gula red versus suhu, pH, pengawet, waktu

* NOTE * Data in the worksheet do not appear to match the center point column.

* NOTE * This design has some botched runs. It will be analyzed using a regression approach.

Estimated Effects and Coefficients for gula red (coded units) Term Effect Coef SE Coef T P Constant 174.63 1.2500 139.70 0.005 suhu 38.69 19.34 0.6250 30.95 0.021 pH -26.69 -13.34 0.6250 -21.35 0.030 pengawet 28.94 14.47 0.6250 23.15 0.027 waktu -26.44 -13.22 0.6250 -21.15 0.030 suhu*pH 28.94 14.47 0.6250 23.15 0.027 suhu*pengawet -30.69 -15.34 0.6250 -24.55 0.026 suhu*waktu 22.44 11.22 0.6250 17.95 0.035 suhu*pH*pengawet*waktu -37.69 -18.84 1.3975 -13.48 0.047 S = 1.76777 R-Sq = 99.98% R-Sq(adj) = 99.78%

Analysis of Variance for gula red (coded units)

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Main Effects 4 7490.5 7490.53 1872.63 599.24 0.031 2-Way Interactions 3 4565.1 4565.09 1521.70 486.94 0.033 4-Way Interactions 1 568.1 568.14 568.14 181.80 0.047 Residual Error 1 3.1 3.13 3.13

Pure Error 1 3.1 3.13 3.13 Total 9 12626.9


(2)

83

Unusual Observations for gula red

St Obs StdOrder gula red Fit SE Fit Residual Resid 1 1 158.875 158.875 1.768 -0.000 * X 2 2 169.625 169.625 1.768 -0.000 * X 3 3 54.375 54.375 1.768 -0.000 * X 4 4 162.875 162.875 1.768 -0.000 * X 5 5 172.875 172.875 1.768 -0.000 * X 6 6 175.125 175.125 1.768 -0.000 * X 7 7 179.125 179.125 1.768 -0.000 * X 8 8 173.375 173.375 1.768 -0.000 * X X denotes an observation whose X value gives it large influence. Estimated Coefficients for gula red using data in uncoded units Term Coef

Constant 89072.3 suhu -1418.88 pH -8971.36 pengawet -1236.62 waktu -95.7891 suhu*pH 134.138 suhu*pengawet 38.2551 suhu*waktu 2.62841 suhu*pH*pengawet*waktu -0.0314063

* NOTE * Some factors have more than 2 levels, no alias table was printed.

Perhitungan persen pengaruh

% pengaruh = F x 100 %

a0 ( Xh - Xl )

keterangan :

F : koefisien pengaruh a0 : intersep

Xh : Nilai tinggi perlakuan

Xl : Nilai rendah perlakuan

Suhu (x1)

% pengaruh suhu = 19,34 x 100 % = 0,554 %

174,63 ( 85 – 65 ) pH (X2)

% pengaruh pH = 13,34 x 100 % = 3,820 %

174,63 ( 9,5 – 7,5 ) Nisbah pengawet (x3)

% pengaruh nisbah pengawet = 14,47 x 100 % = 2,072 %

174,63 ( 7 - 3 ) Lama inkubasi(X4)

% pengaruh lama inkubasi = 13,22 x 100 % = 0,126 %


(3)

Lampiran 5 . Perubahan nira tebu selama penyimpanan 240 menit a. Perubahan kadar sukrosa (dalam brix)

menit ke- nira murni pengawet

0 7.6 7.6 15 7.5 7.5 80 7.2 7.2 140 7 7.2 240 6.9 7.1

b. Perubahan kadar gula pereduksi (dalam %) menit ke murni pengawet

0 0.72595 0.72595

5 0.772034 0.696726

10 0.460163 0.458898

20 0.458477 0.376706

60 0.403873 0.237634

80 0.320585 0.245052

100 0.263598 0.255168

140 0.299341 0.275063

180 0.305074 0.257191

240 0.28619 0.244715

c. Perubahan total asam (dalam mleq) menit ke murni pengawet

0 62.5 62.5

20 44.5 32.0 40 73.5 37.5 80 48.5 28.0 130 48.5 27.5 180 56.5 25.8 240 63.3 47.8

d. Perubahan nilai pH

menit ke murni pengawet

0 5.1 6.7 5 5.2 6.9 10 5.2 6.7 15 5.0 6.4 40 4.5 6.4 180 4.4 5.9 240 4.3 5.2 300 4.3 5.3


(4)

85

Lampiran 6 . Perubahan nira tebu selama penyimpanan 48 jam a. Perubahan kadar sukrosa (dalam %)

jam ke- murni pengawet

0 11.934 11.934 2 11.514 10.797 4 12.779 9.420 6 9.443 9.189 8 11.370 9.930 10 10.418 11.437 16 10.183 10.842 24 10.822 10.294 36 12.328 10.979 48 10.709 10.796

b. Perubahan kadar gula pereduksi (dalam %) jam ke- murni pengawet

0 0.196 0.196 2 0.225 0.198 4 0.283 0.214 6 0.308 0.323 8 0.350 0.335 10 0.372 0.359 12 0.427 0.482 16 0.564 0.550 24 0.690 0.562 36 1.016 1.156 48 0.311 0.883

c. Perubahan total asam (dalam mleq) jam ke- murni pengawet

0 11 11 4 7 9 8 19 17 12 20 15 18 30 23 24 27 24 36 37 27 48 45 30

d. Perubahan nilai pH

jam ke- murni pengawet

0 4.7 4.7 2 6.1 6.3 4 4.6 4.6 6 4.5 4.6 8 4 4.3 12 3.6 3.9 18 3.5 3.7 24 3.3 3.6 36 3.2 3.5 48 3 3.3


(5)

Simpulan

Akar kawao dan kulit batang manggis mengandung komponen fitokimia alkaloid, flavonoid dan glikosida dalam jumlah besar serta komponen lain berupa triterpenoid, saponin dan steroid dalam jumlah yang lebih kecil. Diantara komponen tersebut, alkaloid,flavonoid dan triterpenoid diduga yang berperan sebagai pengawet dalam nira tebu, yang bersifat sebagai inhibitor enzim dan antimikroba.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap degradasi sukrosa dalam nira tebu adalah suhu, pH, nisbah pengawet dan lama inkubasi. Faktor-faktor tersebut memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar sukrosa sebesar 0,452% untuk faktor suhu dengan signifikansi 94,6%, 4,423% untuk faktor pH dengan signifikansi 94,5%, 2,019% untuk faktor nisbah pengawet dengan signifikansi 94% dan 0,125% untuk faktor lama inkubasi dengan signifikansi 93,5%. Faktor-faktor yang diuji pada penelitian ini juga berpengaruh terhadap perubahan kadar gula pereduksi sebesar 0,554% untuk faktor suhu dengan signifikansi 97,9%, 3,820% untuk faktor pH dengan signifikansi 97%, 2,072% untuk faktor nisbah pengawet dengan signifikansi 97,3% dan 0,126% untuk faktor lama inkubasi dengan signifikansi 97%.

Perubahan kualitas terhadap nira tebu selama 48 jam mempengaruhi pola perubahan sukrosa, gula pereduksi, total asam dan nilai pH. Selama inkubasi 24 jam, kualitas nira tebu yang ditambahkan pengawet hanya menunjukan sedikit kerusakan dibandingkan nira tebu murni yang tidak ditambahkan bahan pengawet (akar kawao dan kulit batang manggis). Pada inkubasi 48 jam, perubahan kualitas nira tebu yang ditambahkan pengawet menunjukan peningkatan kerusakan nira tebu, yang ditandai dengan penurunan kadar gula pereduksi dan peningkatan total asam yang tinggi.


(6)

70

Saran

Berdasarkan penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang identifikasi komponen aktif dalam akar kawao dan kulit batang manggis yang berperan dalam pengawetan nira tebu berikut dengan mekanisme pengawetannya. Untuk aplikasi akar kawao dan kulit batang manggis lebih lanjut, perlu dilakukan penelitian pada skala yang lebih besar dan analisis ekonomi agar pemanfaatan kedua bahan pengawet tersebut menguntungkan dalam skala industri.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Perubahan Kadar Enzim AST, ALT serta Perubahan Makroskopik dan Histopatologi Hati Mencit Jantan (Mus musculus L) strain DDW setelah diberi Monosodium Glutamate (MSG) diban

1 68 118

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

3 289 97

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn.) pada bakteri Streptococcus mutans sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar dengan Metode Dilusi In Vitro

6 111 48

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Fusobacterium nucleatum sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar secara in Vitro

8 89 59

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

2 96 63

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

Teknik penghambatan degradasi sukrosa dalam nira tebu (Saccharum officinarum) menggunakan akar kawao (Millettia Sericea) dan kulit batang manggis

0 7 99