Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Perubahan Kadar Enzim AST, ALT serta Perubahan Makroskopik dan Histopatologi Hati Mencit Jantan (Mus musculus L) strain DDW setelah diberi Monosodium Glutamate (MSG) diban

(1)

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis

(Garcinia mangostana L) terhadap Perubahan Kadar Enzim ALT, AST

serta Perubahan Makroskopik dan Histopatologi Hati Mencit Jantan

(Mus musculus L) strain DDW setelah diberi Monosodium Glutamate

(MSG) dibandingkan dengan Vitamin E

TESIS

Oleh:

Nora Maulina

107008011

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis

(Garcinia mangostana L) terhadap Perubahan Kadar Enzim ALT, AST

serta Perubahan Makroskopik dan Histopatologi Hati Mencit Jantan

(Mus musculus L) strain DDW setelah diberi Monosodium Glutamate

(MSG) dibandingkan dengan Vitamin E

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Biomedik Dalam Program Studi Ilmu Biomedik

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

OLEH:

Nora Maulina

107008011

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Perubahan Kadar Enzim AST, ALT serta Perubahan Makroskopik dan Histopatologi Hati Mencit Jantan (Mus musculus L) strain DDW setelah diberi Monosodium Glutamate (MSG) dibandingkan dengan Vitamin E

Nama Mahasiswa : Nora Maulina Nomor Induk Mahasiswa : 107008011

Program Studi : S2 Ilmu Biomedik Minat Studi : Fisiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Gusbakti Rusip,M. Sc,PKK, A.I.F.M)

Ketua Anggota

(dr. Betty, M.Ked (PA),Sp.PA)

Ketua Program Studi Dekan

(dr.Yahwardiah Siregar, Ph.D) (Prof. dr. Gontar A Siregar, Sp.PD,KGEH)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 13 Juni 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Gusbakti Rusip, M. Sc, PKK, A.I.F.M Anggota : 1. dr. Betty, M.Ked (PA), Sp. PA

2. dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D


(5)

ABSTRAK

Ekstrak kulit manggis saat ini banyak digunakan sebagai alternatif pengobatan oleh masyarakat sebagai anti-oksidan tanpa mengetahui efek sampingnya. Konsumsi Monosodiumglutamate (MSG) yang digunakan sebagai penambah rasa makanan di masyarakat dapat menimbulkan berbagai efek samping karena terbentuknya radikal bebas di tubuh antara lain gangguan fungsi hati. Vitamin E yang selama ini dikenal sebagai anti-oksidan banyak digunakan masyarakat untuk mencegah radikal bebas. Metode penelitian menggunakan true experimental designs yang bertujuan membandingkan pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis (EEKM) pada kerusakan hati akibat pemberian MSG terhadap pemberian vitamin E. Dari 20 ekor sampel mencit jantan strain DDW, yang dibagi atas 4 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol/aquadest (P0), kelompok pemberian MSG (P2), kelompok pemberian MSG dan EEKM (P3), dan kelompok MSG dan vitamin E (P4). Kemudian dinilai fungsi hati (kadar serum AST/ALT), perubahan makroskopik dan mikroskopik hati mencit dengan pewarnaan heamatoksilin eosin, serta penilaian tingkat kerusakan hati dengan pewarnaan imunohistokimia TNF-α(NBP1-67821, pAb, pengenceran 1:50). Pemberian ekstrak etanol kulit manggis mempunyai kemampuan yang sama dengan vitamin E (p>0,05) dalam menurunkan AST, kecuali dalam menurunkan kadar serum ALT(p<0,05). Penilaian makroskopik dan mikroskopik hati mencit setelah pemberian EEKM dan vitamin E tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam memperbaiki kerusakan hati akibat pemberian MSG (p>0,05). Ekstrak etanol kulit manggis dan vitamin E sama-sama dapat memperbaiki tampilan imunohistokimia ekspresi proses inflamasi TNF-α akibat pemberian MSG (p>0,05).

Kata Kunci : Monosodium glutamate(MSG), Ekstrak etanol kulit manggis (EEKM), vitamin E, ALT, AST, TNF-α.


(6)

ABSTRACT

Mangosteen peel extract is now widely used as an alternative treatment by society as an anti-oxidant without knowing the side effects. The consumption of Monosodium Glutamate (MSG) as food additive can cause various side effects due to the formation of free radicals in body such as liver dysfunction. Vitamin E is widely used as anti-oxidants to prevent free radical communities. The research method uses true experimental design and aims to compare the effect of ethanol extract of mangosteen peel (EEKM) on the damage of liver that is caused by MSG giving to vitamin E. From 20 samples of mice, DDW strain male mice divides into four treatment groups, namely; control group / distilled water (P0), MSG giving group (P2), the giving of MSGand EEKM(P3) group and the last is MSG group and vitamin E (P4) . Thus, some assessments are done to the liver function (serum levels of AST / ALT) and macroscopic together with microscopic changing in the liver of mice with heamatoksilin eosin staining. As well as evaluating the damage level of immunohistochemical staining with TNF-α (NBP1-67 821, pAb, 1:50 dilution). The giving of Ethanol extract of Mangosteen peel has the same power with vitamin E (p> 0.05) in lowering AST, except in serum ALT levels (p <0,05). The Macroscopic and microscopic assessment of mice after giving EEKM and vitamin E did not show any significant differences in fixing the damage of liver from MSG giving (p> 0,05). Ethanol extract of mangosteen peel and vitamin E both are able to improve the look of immunohistochemical expression of TNF-α inflammatory process that is caused by MSG giving (p>0,05).

Keywords : Monosodium glutamate (MSG), ethanol extract of mangosteen peel (EEKM), vitamin E, ALT, AST, TNF-α.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatn hidayat-Nya sehingga penulis dengan izin-Nya dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ”Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Perubahan Kadar Enzim AST, ALT serta Perubahan Makroskopik dan Mikroskopik Hati Mencit Jantan (Mus musculus L) strain DDW setelah diberi Monosodium Glutamate (MSG) dibandingkan dengan Vitamin E”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Biomedik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.DR.dr.Syahril Pasaribu DTM&H,M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A Siregar, Sp.PD-KGEH beserta jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Biomedik Universitas Sumatera Utara dr. Yahwardiah Siregar Ph.D sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing penulis dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.


(8)

4. Ketua komisi pembimbing Prof. dr. Gusbakti Rusip,M. Sc,PKK, A.I.F.M dan anggota komisi pembimbing dr. Betty, M.Ked (PA),Sp.PA atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran, dan perhatian selama proses hingga penulisan tesis ini selesai. 5. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2

Ilmu Biomedik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada orangtua Ayahanda almarhum H. Djamaluddin Amin dan Ibunda Hj. Aida Rosmani serta Kakanda Dr. Nanda Susanti, M.ked.ped, Sp.A, Dr. Dara Juliana M.Kes, Romi Sahputra, SE, dan Dwi Fitri, S.Sos. MA juga keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan. 8. Teristimewa untuk suami tercinta Dr. Nazaruddin dan ananda Siti Khalila,

Muhammad El Zavier atas kesabaran, dorongan materi dan semangat hingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi ini.

9. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Biomedik, Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juni 2013 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

Nama : Nora Maulina

Tempat / Tanggal Lahir : Lhokseumawe, 06 januari 1982

Agama : Islam

Alamat : Jl.Remaja. No.9. Keude Aceh. Kota Lhokseumawe. Provinsi Aceh

Telp / Hp : +628126911988

Email

B. Riwayat Pendidikan

SD N 10 Lhokseumawe : Tamat Tahun 1993 SMP N 1 Lhokseumawe : Tamat Tahun 1996 SMA N 1 Lhokseumawe : Tamat Tahun 1999

C. Riwayat Pekerjaan

2010-Sekarang : Dosen tetap Program Studi Pendidikan Kedokteran. Malikussaleh, Aceh Utara. Provinsi Aceh


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Gambar ... viii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Singkatan ... x

Bab I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan Umum ... 9

1.3.2 Tujuan Khusus ... 9

1.5. Hipotesis ... 10

1.6. Manfaat penelitian ... 10

Bab II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. GarciniaMangostinLinn ... 11

2.1.1. Sejarah ... 11

2.1.2. Kandungan Kimia Ekstrak Kulit Manggis ... 12

2.2.Monosodium Glutamate ... 15

2.2.1.Sejarah ... 15

2.2.2. Sifat Kimia dan Metabolisme MSG ... 17

2.2.3 Efek Biologi MSG ... 20

2.2.4. Ajinomoto ... 22

2.3. Vitamin E ... 22

2.4. Hati ... 23

2.4.1 Anatomi dan Histologi ... 23

2.4.2 Fisiologi Hati ... 28

2.4.3 Proses Biotransformasi di Hati ... 30

2.4.4 Kerusakan Hati ... 30

2.4.5 Morfologi Kerusakan Hati ... 35

2.4. Radikal Bebas ... 38

2.5. Kerangka Konsep ... 40

Bab IIIMETODEPENELITIAN ... 41

3.1. Desain Penelitian ... 41

3.2. Tempat dan waktu penelitian ... 41

3.3. Populasi dan sampel ... 41

3.3.1. Populasi Penelitian ... 41


(11)

3.4. Kriteria inklusi dan kriteria ekslusi ... 42

3.4.1 Kriteria inklusi ... 42

3.4.2 Kriteria ekslusi ... 42

3.5. Variabel Penelitian ... 43

3.6. Kerangka Alur Penelitian ... 44

3.7. Definisi Operasional ... 44

3.8. Etika penelitian ... 52

3.9. Bahan dan alat penelitian ... 52

3.10. Pelaksanaan penelitian ... 53

3.10.1Persiapan dan pemeliharaan hewan mencit ... 53

3.10.2Prosedur pembedahan hewan mencit ... 54

3.10.3 Pembuatan ekstrak etanol kulit buah manggis ... 55

3.10.4 Prosedur pemeriksaan kadar enzim ALT / AST ... 56

3.10.5Prosedur pembuatan preparat histologi hati mencit. ... 56

3.11. Analisis data ... 59

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60

4.1. Hasil ... 60

4.1.1 Hasil pemeriksaan kadar serum AST ... 60

4.1.2 Hasil pemeriksaan kadar serum ALT ... 61

4.1.3 Kerusakan hati ... 63

4.1.4 Gambaran histopatologi hati ... 65

4.2. Pembahasan ... 67

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

5.1 Kesimpulan.. ... 73

5.2 Saran ... 74

Daftar pustaka ... 76 Lampiran


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Garcinia Mangostana Linn ... 12

2.2 Struktur kimia GarciniaMangostanaLinn ... 14

2.3 Monosodium Glutamate………….………... 16

2.4 2.5 Struktur kimia monosodium glutamate……….……… Struktur kimia vitamin E... 17 22 2.6 Struktur anatomi hati…….………....…… 25

2.7 Gambaran sinusoid hati………. 27

2.8 Struktur gambaran histologi sel hati ……… 27

2.9 Struktur aktivasi makrofag…..……….…… 34 2.10 2.11 2.12 2.13 3.1 4.1 4.2

Gambaran sel normal….. ………..………... Gambaran sel nekrosis dan apoptosis……… Jejas ireversibel dan reversibel……….…………. Kerangka Teori………... Kerangka konsep penelitian... Grafik hasil kadar AST... Grafik hasil kadar ALT...

36 37 38 40 44 60 62


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 3.1 4.1 4.2 4.3

Sitokin dalam proses inflamasi... Skor nekrosis sentrilobular... Derajat kerusakan hati secara makroskopis... Skor histopatologi nekrosis sentrilobular dengan pewarnaan Haematoksilin Eosin ……….……….. Tampilan pewarnaan imunohistokimia TNF-α pada sel hati (hepatosit)………

33 50 64 65 66


(14)

DAFTAR SINGKATAN

ALT AB AK AST Ca2+

BPOM DAB DNA DDW DPPH EEKM FMIPA GML GR GST GPX HPLC K+ IL LDL MDA MEDA MSG MK MB NADPH Na+ NASH NHS NK NMDA PAM ROS SGPT SGOT TBS TNF-α UGT WHO Alanin Transaminase Air Sampel Basah

Air Sampel Kering

Aspartate Transaminase Calsium

Balai Pengawasan Obat dan Makanan Diamino Benzidin

Deoxi Nucleid Acid Double Ditsch Webster

Diphenil Picril Hydrasil Hydrate Ekstrak Etanol Kulit Manggis

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Garcinia Mangostana Linn

Glutathione Reductase Glutathione-S-Transferase Glutathione Peroxidase

High Performance Liquid Chromathography Kalsium

Inter Leukin

Low Density Lipoprotein Malondialdehide

Herbarium Medanense Monosodium Glutamate Metanol Sampel Kering Metanol Sampel Basah

Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate Natrium

Non-Alkoholic Steatohepatitis Normal horse serum

Natural Killer N-metil-D-Aspartat Perusahaan Air Minum Reactive Oxygen Species

Glutamate Piruvate Transaminase Glutamate Oksaloasetat Transaminase Tris Buffered Saline

Tumor Nekrosis Faktor alfa UDP-glukuronil-transferase World Health Organization


(15)

ABSTRAK

Ekstrak kulit manggis saat ini banyak digunakan sebagai alternatif pengobatan oleh masyarakat sebagai anti-oksidan tanpa mengetahui efek sampingnya. Konsumsi Monosodiumglutamate (MSG) yang digunakan sebagai penambah rasa makanan di masyarakat dapat menimbulkan berbagai efek samping karena terbentuknya radikal bebas di tubuh antara lain gangguan fungsi hati. Vitamin E yang selama ini dikenal sebagai anti-oksidan banyak digunakan masyarakat untuk mencegah radikal bebas. Metode penelitian menggunakan true experimental designs yang bertujuan membandingkan pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis (EEKM) pada kerusakan hati akibat pemberian MSG terhadap pemberian vitamin E. Dari 20 ekor sampel mencit jantan strain DDW, yang dibagi atas 4 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol/aquadest (P0), kelompok pemberian MSG (P2), kelompok pemberian MSG dan EEKM (P3), dan kelompok MSG dan vitamin E (P4). Kemudian dinilai fungsi hati (kadar serum AST/ALT), perubahan makroskopik dan mikroskopik hati mencit dengan pewarnaan heamatoksilin eosin, serta penilaian tingkat kerusakan hati dengan pewarnaan imunohistokimia TNF-α(NBP1-67821, pAb, pengenceran 1:50). Pemberian ekstrak etanol kulit manggis mempunyai kemampuan yang sama dengan vitamin E (p>0,05) dalam menurunkan AST, kecuali dalam menurunkan kadar serum ALT(p<0,05). Penilaian makroskopik dan mikroskopik hati mencit setelah pemberian EEKM dan vitamin E tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam memperbaiki kerusakan hati akibat pemberian MSG (p>0,05). Ekstrak etanol kulit manggis dan vitamin E sama-sama dapat memperbaiki tampilan imunohistokimia ekspresi proses inflamasi TNF-α akibat pemberian MSG (p>0,05).

Kata Kunci : Monosodium glutamate(MSG), Ekstrak etanol kulit manggis (EEKM), vitamin E, ALT, AST, TNF-α.


(16)

ABSTRACT

Mangosteen peel extract is now widely used as an alternative treatment by society as an anti-oxidant without knowing the side effects. The consumption of Monosodium Glutamate (MSG) as food additive can cause various side effects due to the formation of free radicals in body such as liver dysfunction. Vitamin E is widely used as anti-oxidants to prevent free radical communities. The research method uses true experimental design and aims to compare the effect of ethanol extract of mangosteen peel (EEKM) on the damage of liver that is caused by MSG giving to vitamin E. From 20 samples of mice, DDW strain male mice divides into four treatment groups, namely; control group / distilled water (P0), MSG giving group (P2), the giving of MSGand EEKM(P3) group and the last is MSG group and vitamin E (P4) . Thus, some assessments are done to the liver function (serum levels of AST / ALT) and macroscopic together with microscopic changing in the liver of mice with heamatoksilin eosin staining. As well as evaluating the damage level of immunohistochemical staining with TNF-α (NBP1-67 821, pAb, 1:50 dilution). The giving of Ethanol extract of Mangosteen peel has the same power with vitamin E (p> 0.05) in lowering AST, except in serum ALT levels (p <0,05). The Macroscopic and microscopic assessment of mice after giving EEKM and vitamin E did not show any significant differences in fixing the damage of liver from MSG giving (p> 0,05). Ethanol extract of mangosteen peel and vitamin E both are able to improve the look of immunohistochemical expression of TNF-α inflammatory process that is caused by MSG giving (p>0,05).

Keywords : Monosodium glutamate (MSG), ethanol extract of mangosteen peel (EEKM), vitamin E, ALT, AST, TNF-α.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di era industri seperti saat ini, meningkatnya pencemaran berdampak negatif pada kesehatan yang diakibatkan oleh banyaknya radikal bebas. Tetapi radikal bebas tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal saja, pola makan dan kebiasaan kurang sehat yang kita lakukan atau kita makan pun ikut menentukan. Radikal bebas yang menyerang struktur tubuh mengakibatkan bermacam penyakit seperti kanker, diabetes, kelahiran prematur, kerusakan liver, pernafasan, gangguan saraf, dan lain-lain. Untuk menanggulangi hal tersebut yang harus kita lakukan adalah memperbaiki pola makan yang lebih sehat, tidak merokok, makan makanan yang tidak berpengawet, pewarna, penyedap rasa yang banyak mengandung bahan kimia berbahaya, olah raga teratur dan makan buah atau sayuran yang banyak mengandung anti-oksidan (Prawirohardjono et al., 2000). Penelitian Neeven (2010) menyebutkan stres oksidatif yang didapatkan dari pemaparan MSG juga bisa menyebabkan degenerasi sel saraf contohnya seperti Parkinson, dan Alzheimer.

Monosodium glutamate (MSG) sudah lama digunakan di seluruh dunia sebagai penambah rasa makanan dengan L-glutamic acid sebagai komponen asam amino (Geha et al., 2000) disebabkan penambahan MSG akan membuat rasa makanan menjadi lebih lezat. Konsumsi MSG terbanyak dijumpai pada masyarakat Korea yang mencapai 1,6 gr/hari, sedangkan di Indonesia sekitar 0,6 gr/hari. Taiwan adalah negara yang paling tinggi konsumsi MSG per kapita,


(18)

mencapai 3 gr/hari, sedangkan Amerika adalah negara yang paling rendah konsumsi MSG per kapita, hanya 0,5 gr/hari (Uke, 2008). Konsumsi tersebut bisa tergantung pada isi kandungan MSG dalam makanan dan pilihan rasa seseorang (Geha et al., 2000), berkisar antara 0,1 % dan 0,8 % dari makanan yang disajikan. Glutamat yang dikonsumsi secara oral diabsorbsi di rongga usus dan masuk secara langsung melalui vena portal ke dalam hati, di dalam hati glutamat yang diabsorbsi itu, konsentrasinya diubah sesuai kebutuhan.

Telah dilaporkan bahwa pemberian MSG pada dosis 3 dan 6 gr/grBB pada mencit dewasa secara oral selama 14 hari berturut-turut dapat menghambat perkembangan sel-sel hati. Bahkan dosis oral 6 gr/hari selama 14 hari terus menerus akan merangsang efek parasimpatik dan menghasilkan asetilkolin dalam darah sehingga kolinesterase meningkat dalam plasma, masuk ke dalam hati dan menyebabkan dilatasi vena sentral, lisis eritrosit, kerusakan hepatosit secara akut, nekrosis serta atropi (Eweka, 2008). Dilaporkan pula pemberian MSG dosis tinggi melalui penyuntikan dapat menyebabkan nekrosis pada neuron, kemandulan, dan berkurangnya jumlah anak (Verity, 1981). Bahkan pemberian lebih dari 6 gr/hari akan menyebabkan terganggunya fungsi hati (Eweka, 2008). Di Amerika serikat, Food and Drugs Administration (FDA, 1995) mengkategorikan MSG sebagai bahan yang aman dikonsumsi dan Prawirohardjono et al. (2000) melaporkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok orang sehat yang mengkonsumsi MSG 1,5 gr/hari selama tiga hari, kelompok orang sehat yang mengkonsumsi MSG 3 gr/hari selama tiga hari, dan kelompok plasebo (Prawirohardjo et al., 2000). Tetapi ada laporan yang menyatakan asupan MSG


(19)

dalam jumlah besar pada orang yang sensitif dapat menimbulkan beberapa gejala seperti nyeri pada bagian belakang leher yang berangsur-angsur menjalar ke lengan dan punggung, badan lemah dan jantung berdebar, gejala-gejala ini dikenal sebagai Chinese restaurant syndrome (Geha et al.,2000).

Penelitian terhadap mencit dewasa yang disuntikkan MSG secara subkutan selama enam hari dengan dosis 4 mg/grBB dan 8 mg/grBB menyebabkan peningkatan kadar glukosa eritrosit, meningkatkan kadar peroksidasi lipid, kadar total glutation, dan protein yang terikat glutation serta peningkatan aktivitas enzim glutathione reductase (GR), glutathione-S-transferase (GST), dan glutathione peroxidase (GPX). Hal ini menggambarkan bahwa dengan pemberian MSG 4 mg/grBB mengakibatkan terjadinya stres oksidatif yang diantisipasi tubuh dengan meningkatkan kadar glutation dengan cara meningkatkan aktifitas enzim metaboliknya (Ahluwalia et al., 1996).

Penggunaan obat tradisional dalam pengobatan dapat mengurangi biaya, dan tanpa harus konsultasi sebelumnya kepada dokter. Sebuah survei dari Amerika Serikat (Parkin DM et al., 2008) menyatakan, prevalensi penggunaan obat tradisional tanpa memikirkan efek sampingnya mencapai 37,5 - 67% (Fialka Moser, 2003; dan Tasmuth T, 2006).

Pengobatan tradisional di Indonesia telah berlangsung sejak dahulu kala, dan juga telah digunakan secara luas secara turun-temurun. Pada umumnya obat tradisional digunakan untuk memelihara kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan (Dirjen BPOM, 2000). Sampai saat ini, telah banyak pemanfaatan tanaman obat tradisional oleh masyarakat Indonesia


(20)

untuk menanggulangi berbagai penyakit. Manfaat obat tradisional sebagai pengobatan telah dirasakan secara luas oleh masyarakat. Hal ini juga tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan obat tradisional, yang diikuti peningkatan produksi obat dari industri-industri obat tradisional. Seiring dengan adanya slogan “back to nature”, dan dilatarbelakangi oleh krisis ekonomi yang berkepanjangan sehingga mengakibatkan daya beli masyarakat terutama masyarakat golongan menengah ke bawah menurun, dan penggunaan obat tradisional menjadi alternatif pengobatan di samping obat-obatan modern (Prihatman, 2007).

Hati merupakan tempat utama untuk memetabolisme obat dan zat toksik, dikenal sebagai proses biotransformasi. Hasil akhir dari reaksi ini berupa bahan yang tidak aktif dan lebih larut dalam air, sehingga secara cepat dapat di ekskresi melalui empedu atau urin. (Morgan, 1996). Gejala awal hepatotoksik ditandai dengan peningkatan enzim-enzim transaminase dalam serum. Ada dua jenis aminotransferase yang sering diukur yaitu SGPT (glutamate pyruvate transaminase) / ALT (alanin transaminase) dan SGOT (glutamate oksaloasetat transaminase)/AST (aspartate transaminase) (Morgan, 1996; Huriawati, 2002; Siti, 1995). Kedua enzim ini ikut serta dalam mengkatalisisis reaksi kimia tanpa mengalami perubahan secara kimia, mengatur metabolisme dan ikut serta dalam semua fungsi sel. Adanya enzim di dalam sel, menyebabkan peningkatan jumlah enzim yang merupakan konsekuensi dari jejas sel sehingga molekul-molekul intrasel dapat lolos keluar. (Huriawati, 2002). Bila kedua enzim aminotransferase


(21)

meningkat, ini mengindikasikan bahwa terdapat kerusakan pada hati. (Huriawati, 2002; Siti,1995; Sherlock, 2002).

Sel hepatosit adalah sel-sel parenkim hati, yang akan segera beregenerasi bila mengalami trauma baik fisik maupun kimiawi. Pada penelitian terhadap organ hati mencit yang telah menjalani hepatektomi, sebagian organ hati yang tersisa akan beregenerasi dan mencapai masa seperti organnya semula dalam kurun waktu 3 minggu. Trauma pada tingkat sel dapat menyebabkan kerusakan ireversibel dalam waktu 20-60 menit pertama. Perubahan ireversibel akan berakhir dengan kematian sel yang meliputi kerusakan membran, pembengkakan lisosom dan vakuolisasi mitokondria yang mengakibatkan penurunan kapasitas ATP. Berkurangnya ATP dan penurunan sintesisnya, dapat disebabkan keadaan hipoksia dan toksik (trauma kimia). Bila terjadi gangguan fungsi mitokondria dan membran sel, maka sel-sel hepatosit akan mengeluarkan enzim-enzim transminase. Peningkatan enzim transminase merupakan penanda dini hepatotoksik (Kumar et al., 2005).

Tumor Necrosis Factor (TNF) merupakan faktor pertama dalam

peningkatan inflamasi dan berguna dalam mengaktifkan makrofag pada pertahanan host terhadap mikroba yang menginvasi selama terjadinya infeksi. Sehingga TNF dapat memediasi efek menguntungkan dan efek merugikan tergantung pada keadaan proses penyakitnya. Tumor Necrosis Factor kini diketahui terlibat dalam merangsang produksi sitokin, meningkatkan ekspresi molekul adhesi dan aktivasi netrofil, juga merupakan stimulator tambahan untuk aktivasi sel T dan produksi antibodi oleh sel B. Meskipun tingkat sirkulasi level


(22)

TNF sangat bervariasi, peningkatan regulasi dari ekspresi gen telah dilibatkan dalam patogenesis berbagai jenis penyakit dengan komponen inflamasi, autoimun, proses infeksi akut dan kronis (Jimena Cuenca, 2001).

Sel tubuh manusia yang selama kehidupannya bermetabolisme menghasilkan energi selalu menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) yang selanjutnya menghasilkan senyawa radikal bebas. Telah lama diketahui bahwa radikal bebas berpengaruh buruk terhadap kehidupan dan diyakini dapat menimbulkan kerusakan pada komponen sel seperti lipid, protein dan asam nukleat serta dapat menyebabkan mutasi dan bersifat karsinogenik (Thannical, 2000; Clarkson, 2000; Droge, 2002). Tingkat kerusakan oksidatif sel atau jaringan tubuh akibat radikal bebas dapat ditentukan dengan mengukur kadar malondialdehide (MDA) di dalam darah dan pantane di dalam pernafasan yang merupakan indikator untuk peroksidasi lipid (Clarkson, 2000).

Kadar radikal bebas di dalam tubuh dapat meningkat melalui beberapa proses seperti aktivitas fisik yang berat sehingga metabolisme juga meningkat, reperfusi iskemik, sinar matahari, radiasi, toksin, dan peningkatan enzim lipoksigenase dan siklooksigenase (Tjokroprawiro, 1993; Thannical, 2000; dan Droge, 2002). Akhir-akhir ini kehidupan dengan aktivitas fisik yang berat dan pengaruh lingkungan dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang sulit dihindari. Anti-oksidan diketahui dapat mencegah terbentuknya radikal bebas. Anti-oksidan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu anti-oksidan enzimatik dan non-enzimatik. Anti-oksidan enzimatik yang di kenal juga sebagai anti-oksidan pencegah terdiri atas superoxide dismutase, catalase dan glutathione


(23)

peroksidase. Anti-oksidan non-enzimatik disebut juga anti-oksidan pemutus rantai meliputi vitamin C, vitamin E, dan juga beta karoten (Tjokroprawiro, 1993; Ji, 1999; dan Chevion, 2003). Selain vitamin C dan vitamin E, beberapa flavonoid yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan terbukti berkhasiat sebagai anti-oksidan. seperti antosianin (zat pewarna alami). Kadar antosianin yang cukup tinggi terdapat pada berbagai macam tumbuh-tumbuhan seperti bilberries (Vaccinium myrtillus), red wine, grape (Craig, 2002). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kulit buah manggis mengandung antosianin sebanyak 59,3mg/100gr kulit buah manggis (Wiwin et al., 2010).

Beberapa jenis vitamin telah terbukti memiliki aktivitas anti-oksidan yang cukup tinggi. Contoh vitamin yang banyak berperan sebagai senyawa anti-oksidan di dalam tubuh adalah vitamin C dan vitamin E (Alstucl et al., 1995). Vitamin E berperan dalam menjaga kesehatan berbagai jaringan di dalam tubuh, mulai dari jaringan kulit, mata, sel darah merah hingga hati. Selain itu, vitamin ini juga dapat melindungi paru-paru manusia dari dengan kerja vitamin E di dalam tubuh sebagai senyawa Vitamin E banyak ditemukan pada ikan, ayam, kuning telur, ragi, dan minyak tumbuh-tumbuhan. Walaupun hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit, kekurangan vitamin E dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang fatal bagi tubuh, antara lai saraf dan otot akan mengalami gangguan yang berkepanjangan (Hidgon, 2002).

Manggis (dalam bahasa Latin dikenal sebagai GarciniamangostanaLinn) merupakan buah tropis, yang termasuk dalam family Clusiaceae (Guttiferae),


(24)

buahnya terasa manis dengan campuran sedikit rasa asam dan beraroma wangi, dagingnya putih, lunak dan gurih, sehingga buah manggis dikenal juga sebagai "ratu buah". Kulitnya (pericarp) yang tebal, keras dan berwarna ungu tua, telah banyak digunakan dalam pengobatan pada negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Srilanka, Philipina dan Thailand. Masyarakat luas menggunakan ekstrak kulit manggis untuk menyembuhkan diare, luka infeksi, nyeri perut, peradangan dan penyembuhan berbagai penyakit (Pedraza-Chaverri et al., 2008). Buah manggis dengan anti-oksidannya yang terdapat pada kulitnya dikenal sebagai anti-oksidan yang efektif, karena mengandung senyawa biologi xanthones. (Sitiatava, 2011).

Penelitian terhadap toksisitas ekstrak kulit manggis perlu dilakukan untuk melindungi masyarakat dari efek yang mungkin merugikan. Efek toksik obat-obatan sering terjadi di dalam hati, karena hati merupakan tempat utama untuk memetabolisme semua obat dan bahan-bahan asing yang masuk ke dalam tubuh. Hati akan mengubah struktur obat yang lipofilik menjadi hidrofilik sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh melalui urin atau empedu (Setiawati dkk., 2007). Ekskresi melalui empedu memungkinkan terjadinya penimbunan xenobiotik di organ hati sehingga akan menimbulkan efek hepatotoksik (Donatus, 2001).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan pemeriksaan pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana Linn) terhadap perubahan kadar enzim ALT, AST serta perubahan gambaran makroskopik dan histopatologi hati mencit jantan (Mus musculus L) strain DDW


(25)

(Double Ditsch Webster) setelah diberi Monosodium glutamate (MSG) bila dibandingkan dengan vitamin E.

1.2 Rumusan Masalah

Adakah pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis terhadap perubahan kadar enzim ALT, AST serta perubahan gambaran makroskopik dan histopatologi hati mencit jantan strain DDW setelah diberi MSG dibandingkan dengan vitamin E?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis terhadap perubahan kadar enzim ALT, AST serta perubahan makroskopik dan histopatologi hati mencit jantan strain DDW setelah diberi MSG dibandingkan dengan vitamin E.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian MSG terhadap perubahan kadar enzim AST dan ALT pada hati mencit jantan strain DDW yang diberi ekstrak etanol kulit manggis dan vitamin E.

2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian MSG terhadap perubahan hati secara makroskopik (berat, perubahan warna, konsistensi dan permukaan) pada hati mencit jantan strain DDW yang diberi ekstrak etanol kulit manggis dan vitamin E.


(26)

3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian MSG terhadap histopatologi hati mencit jantan strain DDW yang diberi ekstrak etanol kulit manggis dibandingkan vitamin E dinilai dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. 4. Untuk mengetahui pengaruh pemberian MSG terhadap sel hati mencit

jantan strain DDW yang diberi ekstrak etanol kulit manggis dibandingkan vitamin E dinilai dengan tampilan pewarnaan imunohistokimia TNF-α .

1.4 Hipotesis

Ada perbedaanpengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis terhadap perubahan kadar enzim ALT, AST serta perubahan makroskopik dan histopatologi hati mencit jantan strain DDW setelah diberi MSG dibandingkan dengan vitamin E.

1.5 Manfaat Penelitian

− Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang manfaat ekstrak etanol kulit manggis dan dijadikan bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk menggunakan ekstrak etanol kulit manggis sebagai anti-oksidan alamiah dalam mencegah kerusakan hati akibat radikal bebas dari MSG.

− Penelitian ini dapat berguna sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan obat-obatan tradisional, khususnya potensi sebagai anti-oksidan dan mencegah terjadinya inflamasi pada tingkat selular.


(27)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Manggis 2.1.1 Sejarah

Manggis dengan nama Latinnya Garcinia mangostana Linn (GML), dikenal juga sebagai Queen of the Tropical Fruits di luar negeri. Tanaman ini dibudidayakan di hutan hujan tropis pada beberapa Negara diAsia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, Filipina, dan Thailand. Masyarakat di berbagai Negara ini telah menggunakan kulit GML sebagai obat tradisional untuk pengobatan sakit perut, diare, disentri, luka yang terinfeksi, dan gastritis kronis. Penelitian lain telah menunjukkan bahwa ekstrak GML memiliki khasiat sebagai anti-oksidan, anti-tumor, anti-alergi, anti-inflamasi, anti-bakteri, dan anti-virus. Ekstrak kulit GML merupakan sumber xanthones dan zat bioaktif. Xanthones merupakan bahan yang terisolasi dari GML yaitu dari kulit buah yang utuh, batang, maupun daunnya dan ini telah dipelajari secara luas. Xanthones terdiri atas bagian α, β, γ - mangostins, garcinone- E, 8-deoxygartanin, dan gartanin (Jose et al., 2008).

Klasifikasi buah manggis digolongkan dalam divisi Spermatophyta (tumbuhan berbiji); sub-divisi Angiospermae (berbiji tertutup); kelas Dicotyledonae (biji berkeping dua); family Guttiferae; genus Garcinia; spesies GarciniaMangostanaL.


(28)

Gambar 2.1. Garcinia Mangostana L (Budidaya pertanian, 2010).

Menurut Raffi Paramawati, salah satu obat herbal yang mempunyai sifat anti-inflamasi yang tinggi adalah manggis, yang terdapat di bagian kulitnya dan dapat dikonsumsi dengan cara diminum seperti teh atau dibuat jus (Sitiatava, 2011).

2.1.2 Kandungan kimia ekstrak kulit manggis

Xanthones adalah senyawa organik dengan rumus molekul C13H8O2.

Strukturnya berbentuk cincin segi enam dengan ikatan karbon. Xanthones juga digunakan dalam penyusunan xanthydrol, yang digunakan dalam penentuan kadar urea dalam darah, anti-kanker, pengendalian diabetes, dan mencegah oksidasi kolesterol darah Low Density Lipoprotein (LDL) serta mengurangi kerusakan jaringan dari radikal bebas dalam peradangan. Sampai saat ini, telah dikenal terdapat lebih dari 40 unsur xanthones dalam buah manggis yang berperan sebagai anti-oksidan (Jung et al., 2006).


(29)

Xanthones merupakan bahan kimia alami yang tergolong dalam senyawa polyhenolic. Kulit manggis mengandung bahan: 3-isomangostein, α-mangostin, garcinone A, garcinone B. garcinone C, garcinone D, garcinone E, maclurin dan mangostenol (Paramawati., 2010). Xanthones atau 9H-xanthen-9 (Dibenzo-γ -pirone) merupakan salah satu bahan dasar dari oksigenheterocycles yang perannya penting di dalam kimia obat (Pinto, 2005).

Ho et al.(2002) menyatakan bahwa senyawa xanthones yang diisolasi dari kulit buah manggis dan paling aktif didalam farmakologi adalah garcinone E yang memiliki efek yang paling toksik terhadap sel di dalam proses karsinogenesis, seperti keganasan pada organ hati, lambung dan paru. Kemudian Jung et al. (2006), berhasil mengidentifikasi kandungan ekstrak xanthones yang terlarut di dalam diklorometana, berupa dua xanthones yang sudah teroksidasi yaitu 8-hidroksikudraksanton G, dan mangostingon7-metoksi-2(3-metil-2-butenil )-8-(3-metil-2-okso-3-butenil)-1,3,6 trihidroksiksanton dan 12 xanthones lainnya yaitu: (1). Kudraksanton G, 8-deoksigartanin; (2). Garsimangostin; (3). Garsinon; (4). Garsinon-E; (5). Gartanin; (8). 1-isomangostin; (9). Alfamangostin; (10). Gamma-mangostin; (11). Mangostinon smeathxanthon A; dan (12). TovofillinA.

Akhir-akhir ini, tanaman obat telah dikenal diberbagai Negara industri di seluruh dunia dan telah dikembangkan secara pesat dari pengobatan rumah dan ramuan menjadi produk farmasi. Kurangnya penstandaran dan pengendalian mutu untuk tanaman obat ini sampai saat ini masih menjadi masalah, dan masih dibutuhkan penentuan fitokimia produk herbal yang bertujuan untuk memastikan kehandalan farmakologis dan kemungkinan efek samping yang ditimbulkan oleh


(30)

senyawa aktif, serta untuk meningkatkan kualitas kontrol produk (Liang et al., 2004).

High Performance Liquid Chromathography (HPLC) merupakan salah satu metode pengontrolan kualitas produk untuk menganalisis obat-obatan herbal yang bersifat akurat, tepat dan tidak dibatasi oleh stabilitas senyawa lainnya (Jandera et al., 2005; Holcapek et al., 2005; Klejdus et al., 2007; Hellstrom dan Mattila, 2008; dan Lee et al., 2008)

Struktur kimia dari kandungan ekstrak kulit manggis terdapat pada gambar berikut di bawah ini (Gambar 2.2).

Gambar 2.2. Struktur kimia Garcinia Mangostana Linn (Jung et al., 2006).

Salah satu fungsi utama xanthone sebagai anti-oksidan adalah dapat mencegah dan penanganan terhadap kanker yang mematikan (Sitiavata, 2011). Xanthones merupakan senyawa polifenol alami yang terdapat di dalam tanaman, dan telah di sintesis secara luas dan memiliki efek anti-oksidan (Mahabusarakam et al., 2000; dan Chang et al., 1994).


(31)

2.2 Monosodium Glutamate

2.2.1 Sejarah penemuan Monosodium Glutamate

Glutamat adalah salah satu asam amino yang paling umum ditemukan di alam. Ini adalah komponen utama dari banyak protein dan peptida, dan ada di sebagian besar jaringan. Glutamat juga diproduksi dalam tubuh dan memainkan peran penting dalam metabolisme tubuh. Hampir setiap makanan mengandung glutamat yang merupakan komponen utama paling banyak mengandung protein alami seperti daging, ikan, susu dan beberapa sayuran. MSG adalah garam natrium glutamat dan hanya glutamat, air dan natrium (Institute of Food Technologists, 1987; Filer dan Fernstrom, 2000).

Monosodium Glutamate (MSG) pertama kali ditemukan oleh Ikeda pada tahun 1907 dari mengisolasi tumbuhan laut ganggang Japonica (genus laminaria) atau disebut “konbu” di Jepang yang berisi antara asam glutamat 1-2%. Glutamat

dapat ditemukan secara alami dibeberapa makanan seperti kedelai, jamur, tomat, keju, dan ekstrak herbal. (Halpren, 2002). Memiliki cita rasa yang khas yang disebut umami suatu elemen rasa yang dijumpai pada kaldu. Karakteristik umami berbeda dengan empat rasa yang lain pahit, manis, asin, dan asam, umami berupa rasa sedap, lezat dan enak (Loliger, 2002). Rasa umami ini bertahan lama, didalamnya terdapat komponen L-glutamate (suatu asam amino non esensial) dan 5’-ribonucleotide (Yamaguci dan Ninomiya, 2000). MSG banyak digunakan pada masakan Cina dan Asia tenggara yang dikenal dengan nama ajinomoto, sasa, vet-sin, miwon, atau weichaun (Geha et al., 2000). Setelah penggunaannya selama bertahun-tahun ternyata bila MSG dikonsumsi dalam jumlah besar, dapat


(32)

menimbulkan berbagai macam gejala berupa rasa kebas dan jantung berdebar-debar, mual dan sakit kepala, gejala ini kemudian dikenal dengan Chinese restaurant syndrome (Stegink et al., 1981).

Sejak ditemukannya gejala-gejala tersebut, penelitian terhadap efek MSG dengan menggunakan hewan coba banyak dilakukan. Luca dan Newhouse (1997), meneliti bahwa suntikan secara subkutan asam glutamate pada bayi tikus menyebabkan degenerasi neuron pada lapisan dalam retina. Onley (1969) menemukan kerusakan nucleus arcuatus hypothalamus pada tikus akibat MSG. Juga dilaporkan adanya ablasi yang spesifik pada sel neuron di nucleus arcuatus. Sehingga para peneliti menyimpulkan bahwa pemberian MSG pada awal kehidupan akan menganggu aksis neuroendokrin reproduksi melalui lesi pada nucleus arcuatus hypothalamus.

Bentuk Monosodium Glutamate dapat dilihat pada gambar berikut ini (Gambar 2.3).


(33)

2.2.2 Sifat kimia dan metabolisme MSG

Monosodium glutamate mempunyai rumus kimia C5H8NNaO4.H2O yang

bersifat sangat larut dalam air (Geha et al., 2000) glutamat yang terdapat dalam MSG merupakan asam amino yang banyak dijumpai pada makanan, kandungan glutamat 20% dari total asam amino pada beberapa makanan baik bebas maupun terikat dengan peptida ataupun protein (Grattini, 2000). Sementara glutamat yang terdapat dalam MSG dan yang berasal dari hidrolisis protein tumbuhan merupakan glutamat dalam bentuk bebas. Konsumsi glutamat bebas akan meningkatkan kadar glutamat dalam plasma darah (Gold, 1995). Selanjutnya glutamat di dalam mukosa usus halus akan diubah menjadi alanin dan di dalam hati akan diubah menjadi glukosa dan laktat. Adapun kadar puncak glutamat yang dicapai hewan dewasa setelah konsumsi oral 1 gr/kgBB, kadar terendah dijumpai pada kelinci dan meningkat progresif pada monyet, anjing, tikus dan marmut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan asam glutamat plasma adalah cara pemberian (oral, subkutan, intraperitoneal) konsentrasi MSG dalam larutan (2%, 10%) dan usia (hewan baru lahir memetabolisme asam glutamat lebih rendah dari dewasa) (Garattini, 2000). Struktur kimia dari MSG dapat dilihat pada gambar berikut ini (Gambar 2.4).


(34)

MSG telah diproduksi dengan tiga metode: (1). Hidrolisis protein nabati

dengan asam hidroklorida untuk memutuskan ikatan peptida (1909-1962), (2). Sintesis kimia langsung dengan akrilonitril (1962-1973), dan (3). Fermentasi

bakteri, metode yang digunakan saat ini. Menurut Chiaki (2009), pada awalnya untuk hidrolisis digunakan gluten gandum karena mengandung lebih dari 30gr glutamat dan glutamin dalam 100gr protein. Seiring meningkatnya produksi untuk memenuhi permintaan MSG yang terus bertambah, maka dilakukan penelitian terhadap proses-proses produksi baru berupa sintesis kimia dan fermentasi.

Industri fibe

MSG. Saat

ini, sebagian besar produksi MSG dunia dilakukan dengan fermentasi bakteri dalam proses yang mirip dengan produksi anggur, cuka, yoghurt, dan bahkan cokelat. Natrium (sodium) ditambahkan pada tahap netralisasi. Selama fermentasi, bakteri terpilih (coryneform bacteria) yang dikultur dengan amonia dan karbohidrat dari bit gula, tebu gula, tapioka, atau molase, mengeluarkan asam amino ke dalam kultur kaldu, yang kemudian L-glutamat diisolasi. Kyowa Hakko Kogyo Co. Ltd., mengembangkan fermentasi industri yang pertama untuk memproduksi L-glutamat. Akhir-akhir ini, tingkat hasil konversi dan tingkat produksi dari gula menjadi glutamat terus meningkat dalam industri MSG, hal ini memotivasi industri untuk terus memenuhi permintaan MSG. Produk akhir setelah filtrasi, konsentrasi, pengasaman, dan kristalisasi adalah glutamat murni, natrium, dan air. Wujudnya adalah serbuk kristal berwarna putih dan tidak berbau yang dalam larutan terdisosiasi menjadi glutamat dan natrium. Bahan ini sangat mudah


(35)

larut dalam air, tetapi tidak bersifat higroskopis dan praktis tidak larut dalam pelarut organik umum seperti eter (Yoshida, 1970). Secara umum, MSG stabil dalam kondisi pemprosesan makanan biasa. Selama pemasakan, MSG tidak terurai, tetapi seperti asam amino lainnya, perubahan menjadi kecoklatan atau

(Yamaguchi, 2008).

Diperkirakan seseorang dengan berat badan 70 kg setiap harinya mendapat asupan asam glutamat sekitar 28 gr yang berasal dari makanan dan hasil pemecahan protein dalam usus. Pertukaran asam glutamat setiap harinya dalam tubuh sekitar 48 gr, namun jumlahnya di dalam darah hanya sedikit yaitu sekitar 20 mg karena cepat mengalami ekstraksi dan digunakan oleh beberapa jaringan termasuk otot dan hati (Garattini, 2000).

Glutamat merupakan suatu neutotransmitter yang penting untuk komunikasi antar neuron, jika berlebihan akan dipompakan kembali ke dalam sel glial di sekitar nefron, dan akan menyebabkan neuron tersebut mati (Gold, 1995; Garattini, 2000). Glutamat akan membuka saluran kalsium neuron sehingga kalsium masuk ke dalam sel. Reaksi kimia yang berlangsung di dalam sel, akan melepaskan bahan-bahan kimiawi secara cepat yang dapat merangsang neuron yang berada didekatnya. Asam arakidonat merupakan salah satu hasil reaksi kimia yang akan bereaksi dengan enzim dan menghasilkan radikal bebas seperti radikal hidroksil (Gold, 1995).


(36)

2.2.3 Efek biologi MSG

Normalnya MSG yang berlebihan tidak dapat melewati sawar darah otak, tetapi terdapat beberapa bagian di dalam otak yang tidak dilindungi oleh sawar darah otak seperti hypothalamus, batang otak, kelenjar hipofisis dan testosterone (Gold, 1995), sehingga pemberian MSG secara subkutan pada mencit baru lahir dapat menimbulkan nekrosis neuron yang bersifat akut pada otak termasuk hypothalamus yang ketika dewasa akan mengalami hambatan perkembangan tulang rangka, timbul gejala seperti kebas pada leher belakang menjalar di kedua lengan dan punggung, perasaan lemah dan jantung berdebar-debar (Stegink et al., 1981), sakit kepala, rasa terbakar, tekanan pada wajah dan nyeri dada (Schaumburg et al., 1969). Kumpulan gejala tersebut dikenal dengan istilah

Chinese restaurant syndrome yang umumnya timbul setelah mengkonsumsi

masakan Cina yang banyak mengandung MSG (Kenney, 1986).

Penelitian terhadap tikus dengan makanan standarnya ditambah MSG 100 gr/kgBB/hari, setelah 45 hari memperlihatkan adanya disfungsi metabolik berupa peningkatan kadar glukosa darah, trigliserol, insulin, dan leptin. Keadaan tersebut disebabkan stres oksidatif berupa peningkatan kadar hiperoksidasi lipid dan penurunan bahan-bahan anti-oksidan, tetapi hal tersebut dapat dicegah dengan menambahkan serat pada makanannya (Diniz et al., 2005). Penelitian yang dilakukan dengan pemberian MSG 4 mg/grBB secara subkutan selama 10 hari pertama kelahiran dan pada hari ke-25 memperlihatkan peroksidasi lipid dapat meningkat secara bermakna. Keadaan stres oksidatif juga dijumpai setelah pemberian MSG sebanyak 4 mg/grBB pada tikus ditandai dengan peningkatan


(37)

pembentukan malondialdehyde (MDA) pada hati, ginjal, dan otak (Farombi dan Onyme, 2006).

Penelitian terhadap tikus Sprague-Dawley baru lahir yang mengalami lesi pada nucleus arcuatus setelah penyuntikan MSG 4 mg/kgBB secara subkutan pada hari ke-1, 3, 5, 7, dan 9, selanjutnya 10 minggu kemudian memperlihatkan adanya plak arteriosklerotik pada permukaan lumen dinding aorta, degenerasi endothelium, inti endothelium mengalami oedema, adanya vesikel dengan berbagai ukuran pada jaringan subendotelium serta sel otot polos mengalami migrasi dari tunika media ke tunika intima melalui interna elastika yang robek. Juga disertai peningkatan kadar kolestrol total, low density lipoprotein (LDL), kadar nitrit oxide berkurang, sedangkan kadar high density lipoprotein (HDL) tidak berubah (Xiao-hong et al., 2007).

Marwa dan Manal (2011) melaporkan, ada dua mekanisme asam glutamat dalam menginduksi kematian sel, yaitu melalui jalur eksositotoksik dan oksidatif. Mekanisme eksositotoksik melibatkan peningkatan aktivasi reseptor glutamat, yaitu N-metil-D-Aspartat (NMDA) pada membran sel yang memicu peningkatan masuknya (influx) Ca2+ ke dalam sel, sedangkan jalur oksidatif ditandai dengan

penurunan kadar glutation sebagai akibat produksi radikal bebas secara berlebihan. Kondisi ini berdampak pada kerusakan mitokondria sehingga produksi ATP menjadi terhenti, yang mengakibatkan terjadi aktivasi kaspase yang menginduksi apoptosis disertai pelepasan enzim ALT ke dalam serum (Madesh dan Hajnoczky, 2001).


(38)

2.2.4 Ajinomoto

Ajinomoto (Kabushiki-gaisha) adalah makanan Jepang dan merupakan nama dari perusahaan kimia yang memproduksi bumbu, minyak goreng, pemanis, asam amino dan farmasi. Terjemahan harfiah dari Aji – no - Moto adalah "Essence of Taste," digunakan sebagai merek dagang untuk MSG asli (The journal food and culture, 2011). Produk utama Ajinomoto adalah MSG yang merupakan bumbu masakan yang pertama kali dipasarkan di Jepang pada tahun 1909, ditemukan dan dipatenkan oleh Kikunae Ikeda. Ia menemukan senyawa yang paling penting dalam kaldu rumput laut, yang digunakan untuk umum sebenarnya adalah garam glutamat, yang diidentifikasi dengan rasa umami, yang artinya rasa yang menyenangkan atau savoriness. Garam yang paling sederhana untuk di konsumsi manusia, popularitas MSG membantu perusahaan cepat memperluas ke negara-negara lain, dengan Ajinomoto USA, Inc. didirikan pada tahun 1956 (Wikipedia, 2013).

2.3 Vitamin E

Vitamin memiliki peran yang sangat penting di hampir semua bio-reaksi kimia dan merupakan anti-oksidan yang mampu melindungi jaringan dari stres oksidatif (Kanter et al,. 2006 and Cadenas, 2002). Rumus kimia vitamin E dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini.


(39)

Vitamin E α-tokoferol atau α-Toc adalah membran utama yang tidak bebas, bersifat larut di dalam lemak, anti-oksidan yang melindungi membran sel terhadap peroksidasi lipid (Bulger and Maier, 2003). Tokoferol merupakan anti-oksidan non-enzimatik dengan mekanisme mendonorkan ion hidrogen dan dapat mengubah radikal peroksil menjadi radikal tokoferol yang kurang reaktif sehingga tidak mampu menyerang rantai asam lemak (Astuti, 2009).

Gangguan absorbsi lemak dapat menyebabkan defisiensi vitamin E karena sifat tokoferol yang larut dalam lemak makanan, akan dibebaskan dan diserap saat lemak dicerna. Vitamin E tersimpan dalam jaringan adiposa karena itu kondisi defisiensi vitamin E dapat ditemukan pada kondisi steatore (metabolisme dari lemak yang tidak sempurna sehingga akan menghasilkan feses yang berwarna putih, indikasi terjadinya malabsorbsi dan terkadang diare) kronis, penyakit hepar kolestatik, kistik fibrosis dan pasien yang menjalani operasi reseksi usus (Murray, et al., 2003).

2.4 Hati

2.4.1 Anatomi dan histologi

Hati merupakan organ/kelenjar yang terbesar di dalam tubuh. Hati dianggap sebagai kelenjar, karena dapat menghasilkan empedu (fungsi eksokrin dan endokrin). Hati dibungkus oleh jaringan fibrous tipis yang disebut kapsula fibrosa perivascularis (Glisson) yang terdapat dilapisan viseral peritoneum. Dari kapsul ini muncul septa yang masuk ke dalam parenkim hati. Sel-sel hati (hepatosit) tersusun berupa untaian mutiara dan terdapat sinusoid-sinusoid di antara untaian hepatosit tersebut. Hepatosit menghasilkan cairan empedu yang


(40)

akan disekresikan melalui kanalikuli biliaris, yang selanjutnya disalurkan ke dalam duktulus biliaris. Duktus biliaris akan bercabang membentuk duktus hepatikus kanan dan duktus biliaris kiri, yang selanjutnya membentuk duktus hepatikus komunis yang meninggalkan hati (Daniel, 2009).

Hati terletak di bagian atas abdomen, dan meluas di bawah arkus kosta dan diafragma, yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan (homeostasis) metabolisme di dalam tubuh, termasuk pengolahan diet asam amino, karbohidrat, lemak, vitamin, sintesis protein, dan detoksifikasi serta ekskresi empedu ke dalam produk limbah endogen dan xenobiotik. Jadi, tidak mengherankan bahwa hati rentan terhadap berbagai macam metabolisme, mikroba beracun, dan kontaminasi peredaran darah. Keterlibatan hati secara sekunder sering ditemukan pada beberapa penyakit, seperti dekompensasi jantung, diabetes, dan infeksi ekstra hepatik (Robbins et al., 2010). Berat hati rata-rata 1350gr, konsistensi kenyal, permukaan rata, halus, dan berwarna merah kecoklatan yang terdiri atas empat lobus yaitu: lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudatus dan lobus kuadratus. Lobus kanan merupakan lobus yang terbesar (Daniel, 2009). Struktur anatomi hati seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut ini (Gambar 2.6).


(41)

Gambar 2.6 Struktur anatomi hati (Netter, 2010)

Hati memiliki cadangan fungsional yang besar, sehingga regenerasi sel hepatosit dapat terjadi pada kelainan organ hati. Operasi pengangkatan hati dapat menimbulkan kerusakan hati sebesar 60% dari hati, namun hati mampu beregenerasi membentuk sebagian besar massa hati dalam waktu 4-6 minggu. Pada orang dengan nekrosis retikuli hepatoseluler dan hati yang utuh, restorasi hampir sempurna dapat terjadi jika individu dapat bertahan hidup. Cadangan fungsional dan kapasitas regeneratif dari permukaan hati sampai batas tertentu merupakan dampak klinis awal kerusakan hati. Namun, dengan penyebaran penyakit, gangguan aliran sirkulasi atau kelainan empedu dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati yang mengancam jiwa (Robbins et al., 2010).

Secara fungsional unit terkecil hati adalah lobulus yang berbentuk heksagonal memiliki sebuah vena sentral. Dari vena sentral untaian sel-sel hati yang berbentuk balok-balok berderet secara radial ke arah perifer. Sudut-sudut pertemuan antara lobulus disebut segitiga Kiernan (trias portal) yang terdiri l dari vena sentralis, arteri hepatika dan duktus biliaris (Gambar 2.7). Struktur


(42)

mikroskopis sel hati berbentuk polihedral, berdiameter 20-25 µ pada hewan dewasa dan 2-7 µ pada hewan muda. Inti bentuk bulat terletak di tengah, kadang dapat dijumpai inti lebih dari satu. Lobus hati terdiri dari sel parenkim (hepatosit) dan sel non-parenkim (sel sinusoidal, sel Kupffer, sel stellata, sel dendritik, dan sel pit atau dikenal sebagai natural killer cell) (Kaneda, 1999 dan Wake, 1999 dalam Naito et al., 2004).

Pada tahun 1954, Rappaport melaporkan asinus hati sebagai unit fungsional hati (Rappaport et al., 1954 dalam Malarkey et al., 2005). Mikroskopis lobus hati dapat dibagi menjadi 3 daerah yaitu: (1). Daerah periportal (zona 1) yang terletak dekat arteriola hepatica dan didominasi oleh enzim-enzim metabolisme oksidatif dan glikogenesis, (2). Daerah tengah (mid-zona / zona 2) dengan fungsi yang bervariasi, mengandung enzim-enzim zona 1 dan zona 3, serta (3). Daerah sentrilobular (zona 3) yang terletak di dekat ujung asinus, banyak mengandung enzim glikolisis untuk memetabolisme lemak dan obat-obatan. Aliran darah aferen mengalir masuk dari tepi lobulus klasik dan keluar melalui vena sentral. Hepatosit pada zona 1 paling banyak mendapatkan oksigen dan nutrien, sedangkan asupan darah pada daerah sekitar vena sentralis (zona 3) mempunyai kandungan kadar oksigen dan nutrien yang relatif sedikit, daerah ini merupakan daerah yang paling sering mengalami kerusakan akibat zat kimia. Secara skematis gambaran sinusoid sel hepatosit dapat dilihat pada gambar berikut ini (Gambar 2.7).


(43)

Gambar 2.7. Gambaran sinusoid hati (Robbins et al., 2007)

Mikro sirkulasi in vivo menunjukkan unit fungsional pada hati adalah asinus. Asinus terdiri dari hepatosit yang membentuk dua lapis sel dan kanalikuli empedu berada diantaranya di sepanjang sinusoid. Sinusoid hati adalah celah di antara barisan hepatosit yang mengandung sinusoid kapiler. Berikut ini gambaran mikroskopis sel hepatosit (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Histologi hati (Junqueira, 2005).

(A) Pusat (sentrilobular) vena. Gambaran hati yang membentuk anastomosis bebas, membatasi ruang yang ditempati oleh sinusoid. (B) Ruang portal dengan karakteristik arteri kecil, pembuluh getah bening, dan saluran empedu dikelilingi oleh jaringan ikat. (C) Serat retikular kolagen dalam lobulus.


(44)

2.4.2 Fisiologi Hati

Fungsi hati selain sebagai pusat metabolisme, juga berfungsi sebagai tempat pembentukan dan sekresi empedu, tempat penyimpanan glikogen untuk menjaga keseimbangan glukosa darah, sintesa urea, metabolisme kolesterol dan lemak, sintesa dan sekresi endokrin untuk plasma protein termasuk faktor pembekuan darah, detoksifikasi berbagai macam obat dan racun, membersihkan bakteri dari darah, prosesing beberapa hormon steroid dan sumber vitamin D, serta sebagai katabolisme hemoglobin dari sel darah merah yang sudah tidak terpakai lagi (Daniel, 2009; Netter, 2010; dan Snell, 1997).

Hati juga memproduksi enzim. Salah satu enzim yang dihasilkan oleh hepatosit adalah Alanin aminotransferase (ALT) dan Aspartat aminotransferase (AST) merupakan keluarga enzim transferase. Enzim ini penting untuk memetabolisme glukosa dan sebagai katalisis protein, mengubah alanin dan 2-oxsoglutarat menjadi pyruvat dan glutamat. Enzim ini digunakan sebagai penanda kerusakan hati dan uji toksisitas preklinik (Panjaitan et al., 2007). ALT merupakan enzim penting untuk metabolisme glukosa dan protein, mengkatalisis transaminasi alanin dan α-ketoglutarat menjadi piruvat dan glutamat. Menurut Girindra (1988) kadar enzim ALT sering digunakan untuk menganalisis kerusakan hati, dan merupakan indikator kerusakan hati. Enzim ini banyak dijumpai di mitokondria dan sitosol (Panjaitan et al., 2007). ALT akan meningkat pada infeksi virus, sirosis hepatik, non-alkoholic steatohepatitis (NASH), zat-zat kimia beracun dan keracunan obat-obatan. ALT diproduksi terutama di dalam hati, mengkatalisis perubahan kelompok diantara L-alanin dan glutamat untuk kebutuhan fisiologi


(45)

sedangkan AST mengkatalisis transaminasi aspartat dan α-ketoglutarat menjadi glutamat dan oksaloasetat (Yang et al., 2009).

Bila hati mengalami cedera atau peradangan, kadar enzim ALT di dalam darah meningkat, sedangkan AST banyak ditemukan di mitokondria semua sel pada berbagai jaringan tubuh termasuk jantung, otot, ginjal otak dan paru. AST juga terdapat di dalam hepatosit. Pada hati yang mengalami kerusakan, AST akan dilepaskan dalam aliran darah. Jumlah AST di dalam darah dapat dihubungkan langsung dengan kerusakan jaringan. Meskipun kedua enzim ini meningkat pada pasien yang mengalami kerusakan hati, ALT lebih spesifik untuk menentukan kerusakan hati, kerja ALT lebih panjang dibandingkan AST (Johnston, 1999).

Pengunaan obat herbal secara terus menerus dapat menimbulkan kerusakan jaringan hati melalui bebagai mekanisme, seperti melalui induksi enzim dan radikal bebas. Efek penggunaan obat herbal secara akut di hati nampaknya lebih ringan bila dibandingkan dengan pengunaan obat-obatan secara kronis, namun belum ditemukan data yang pasti. Berbagai macam zat kimia yang dikonsumsi dapat berdampak terhadap berbagai organ di dalam tubuh, termasuk organ hati karena hati berfungsi sebagai tempat untuk proses detoksifikasi. Transportasi aktif dan pengikatan ke komponen jaringan merupakan mekanisme yang digunakan oleh hati untuk membuang bahan toksis dari darah, namun masih dibutuhkan penelitian lanjutan terhadap fungsi detoksifikasi hati (Mansur, 2008).


(46)

2.4.3 Proses biotransformasi obat dihati

Tujuan metabolisme obat adalah untuk mengubah obat yang bersifat non-polar (larut lemak) menjadi non-polar (larut air) agar dapat diekskresikan melalui ginjal dan empedu. Reaksi metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan reaksi fase II. Reaksi fase I terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah obat menjadi polar, sehingga obat akan menjadi bersifat inaktif, lebih aktif atau kurang aktif. Sedangkan reaksi fase II merupakan reaksi konjugasi dengan substrat endogen seperti asam glukoronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino, dan akibatnya hampir selalu menjadi tidak aktif. Obat dapat mengalami reaksi fase I saja, atau reaksi fase II saja, atau reaksi fase I diikuti reaksi fase II (Guytonet al., 2007).

2.4.4 Kerusakan hati

Kerusakan hati karena zat toksik dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis zat kimia yang terlibat, dosis yang diberikan, dan lamanya paparan zat tersebut. Kerusakan hati dapat terjadi segera atau setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan. Kriterianya adalah setiap individu mengalami kerusakan hati bila diberikan zat kimia dosis tertentu, beratnya kerusakan hati tergantung dosis, lesi hepatik yang jelas, mempunyai interval waktu yang singkat antara obat yang dicerna dan reaksi perlawanan. Banyak reaksi obat yang toksik terjadi karena konversi oleh hati terhadap obat menjadi metabolit berupa kimia reaktif yang kovalen yang mengikat protein nukleofilik pada hepatosit hingga nekrosis Kerusakan dapat berbentuk nekrosis hepatosit, kolestatis atau timbul disfungsi


(47)

hati secara perlahan-lahan. Obat-obatan yang dapat menyebabkan kerusakan hati disebut obat-obat hepatotoksik (Lauralee, 2001).

Kerusakan hati oleh obat yang tidak dapat diduga disebut juga sebagai kerusakan yang bersifat idiosinkrasi. Meskipun jarang, hal ini timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disertai demam, bercak kulit, eosinofilia. Agen atau metabolitnya berlaku sebagai hapten untuk membentuk anti-gen yang sensitif (Daniel, 2009).

TNF-α adalah salah satu sitokin yang dapat mengindikasikan adanya kerusakan pada hati akibat zat toksik, karena selain dihasilkan oleh makrofag, sel endothelial, dan sel mast, TNF-α juga bisa dihasilkan oleh sel yang terjejas akibat zat toksik yang menyebabkan peradangan dan kerusakan pada hati. TNF-α adalah sitokin pleiotropik dengan fungsinya yang beragam, yang bisa dijumpai juga pada penyakit-penyakit patologis seperti kanker, penyakit jantung, dan diabetes mellitus type-2 (DMT2) (Simona et al., 2005).

TNF-α juga merupakan sitokin mediator utama yang berperanan di dalam proses inflamasi akut untuk mengaktivasi endothelial lokal (menampilkan molekul adhesi), menimbulkan demam, menyebabkan nyeri, anoreksia, hipotensi, dan penurunan permeabilitas pembuluh darah (shok) (Robin and Cotran, 2010). TNF-α dapat berfungsi sebagai biomarker peradangan dan sebagai indikator penting untuk intervensi terapi (Shoelson, 2006). Sekresi TNF dan IL-1 dapat dirangsang oleh endotoksin dan produk mikroba lainnya, kompleks imun, cedera fisik, dan berbagai rangsangan inflamasi. Peran TNF dan IL-1 yang terpenting dalam proses inflamasi adalah efek pada endothelium, leukosit, dan fibroblas,


(48)

serta induksi reaksi sistemik pada fase akut (Gambar 2.9). Secara khusus TNF dan IL-1 menginduksi ekspresi molekul adhesi endotel, sintesis mediator kimia, termasuk sitokin lain, chemokines , faktor pertumbuhan, eikosanoid, dan NO. Sitokin-sitokin yang berperan dalam proses peradangan akut maupun kronis dapat dilihat pada tabel 2.1 (Robins et al., 2010).

TNF-α berperan dalam berbagai aspek respon terhadap inflamasi, termasuk menginduksi sitokin untuk inflamasi (IL-1, IL-6). TNF-α juga menimbulkan perubahan pada sel endotel dinding pembuluh darah, mengaktifkan monosit dan neutrofil, serta menghancurkan sel yang terinfeksi. Selain itu TNF-α juga berfungsi sebagai mediator utama dalam shok septik dan dapat mempengaruhi penyimpanan dan metabolisme lipid sehingga dapat menimbulkan kaheksia (keadaan kurus kering karena kekurangan gizi). TNF (cachexin atau cachectin), sebelumnya dikenal sebagai tumor necrosis factor-alpha atau TNF-α adalah sitokin yang terlibat dalam peradangan sistemik dan merupakan anggota dari kelompok sitokin yang merangsang reaksi inflamasi fase akut. Hal ini terutama dihasilkan oleh makrofag yang teraktifasi, selain itu dapat diproduksi oleh berbagai jenis sel lainnya sebagai limfosit CD4+, sel NK dan neuron (Locksley et al., 2001).


(49)

Tabel 2.1 Sitokin dalam proses peradangan akut dan kronik (Robins et al., 2010)

Cytokine Principal Sources Principal Actions in Inflamations IN ACUTE INFLAMATION

TNF Macrophages,

mastcells,T lymphocytes

Stimulates expression of endothelial adhesion molecules and secretion of other cytokines; systemic effects IL-1 Machropages, endothelial cells,

some epithelial cells

Similar to TNF; greater role in fever IL-6 Machropages, other cells Systemic effects (acute-phase

response) Chemokines Machropages, endothelial cells, T

lymphocytes, mast cells, other cell types

Recruitmen of leukocytes to sites of inflammation; migration of cells to normal tissue

IN CHRONIC INFLAMATION

IL-12 Dendritic cells, machropages Increased production of IFN-γ IFN-γ T lymphocytes, NK cells Activation of machropages (increased

ability to kill microbes and tumor cells)

IL-17 T lymphocytes Recruitmen of neutrophils and monocytes

Pengembangan dari antagonis TNF-α berubah terhadap inhibitor molekul kecil. Sitokin TNF, IL-1, IL-6 dan chemokines adalah mediator yang paling penting dari reaksi fase inflamasi akut dapat dilihat pada tabel 2.1 (Robin et al., 2010)

Hubungan TNF dan IL-1 pada proses inflamasi secara lokal dan sistemik seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut ini (Gambar 2.9).


(50)

Gambar 2.9 Peran Tumor Nekrotik Factor (TNF) dan Interleukin-1 (IL-1) pada efek lokal dan efek sistemik (Robin et al., 2010)

Sitokin diproduksi oleh leukosit (dan jenis sel lainnya) sebagai respon terhadap infeksi atau reaksi kekebalan tubuh dan dilepaskan secara sistemik. Seringkali TNF menginduksi produksi IL-1 yang dapat merangsang produksi IL-6, membentuk kaskade sitokin. TNF dan IL-1 memiliki tindakan biologis yang sama, meskipun melalui cara yang berbeda. IL-6 merangsang sintesis hepatik dari sejumlah protein plasma (Reimold, 2002).

Sitokin dihasilkan oleh efektor dari imunitas bawaan dan imunitas yang didapat melalui berbagai sel dan jaringan secara bertahap. Meskipun sitokin bereaksi pada konsentrasi yang sangat rendah, efeknya sangat berhubungan dengan sirkulasi. Sehingga, deregulasi dari ekspresi gen yang meningkatkan produksi sitokin dapat mengubah homeostasis sebuah organisme, yang mengakibatkan kegagalan spesifik organ atau bahkan kegagalan sistemik.


(51)

Ketidakseimbangan sitokin berperan dalam patogenesis dari patogen penyakit infeksi yang berbeda dan penyakit inflamasi. TNF bersama sitokin lainnya, mempunyai peran utama di dalam proses ini (Jimena Cuenca, 2001 dan Ifor, 2008).

2.4.5 Morfologi kerusakan hati

Perubahan struktur terjadi pada kerusakan hati dapat berupa: (1). Inflamasi (hepatitis), yaitu jejas pada hati karena masuknya sel radang akut atau kronik. Reaksi granuloma dapat dicetuskan oleh organisme benda asing, atau obat-obatan (akibat langsung toksin); serta (2). Degenerasi dan penimbunan intraseluler. Sel adalah unit terkecil yang menunjukkan semua sifat dari sebuah kehidupan. Aktifitasnya memerlukan energi dari luar untuk proses pertumbuhan, perbaikan dan reproduksi. Ketika sel mengalami stres fisiologis atau rangsangan patologis, sel bisa beradaptasi mencapai kondisi baru dan mempertahankan kelangsungan hidup. Namun bila kemampuan adaptif sel berlebihan, sel akan mengalami jejas. Dalam batas tertentu bersifat reversibel dan kembali ke kondisi semula. Stres yang berat atau menetap menyebabkan jejas ireversibel dan menyebabkan kematian sel (Cotran et al., 2003).


(52)

Gambar 2.10 Skema gambaran sel normal (Robbins et al., 2007).

Dengan kerusakan sel yang terus menerus, menyebabkan jejas yang ireversibel, sel tidak dapat kembali ke kondisi semula dan menyebabkan kematian. Ada dua jenis kematian sel yaitu, nekrosis dan apoptosis dimana keduanya berbeda dalam morfologi, mekanisme, fisiologi dan kaitannya dengan penyakit.


(53)

Gambar 2.11 Sel nekrosis dan apoptosis (Robbins et al., 2007).

Penyebab dari kerusakan sel bisa disebabkan karena adanya trauma fisik yang mengakibatkan kerusakan gen tunggal dapat menyebabkan kerusakan enzim sebagai dasar dari suatu penyakit metabolik tertentu. Penyebab kerusakan sel dapat di kategorikan sebagai berikut: deprivasi oksigen, infeksi, reaksi imun, defek genetik, ketidakseimbangan nutrisi, obat-obatan dan bahan kimia. Respon seluler terhadap rangsangan tergantung pada jenis cedera, durasi, dan beratnya. Dengan demikian, racun dosis rendah atau durasi iskemia yang singkat dapat menyebabkan jejas sel reversibel, sedangkan dosis toksin yang lebih besar atau interval iskemia yang lebih panjang dapat menyebabkan jejas sel ireversibel dan menyebabkan kematian (Robbins et al., 2007).


(54)

Gambar 2.12 Jejas sel ireversibel dan reversibel (Robbins et al., 2007).

2.5 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya. Radikal bebas dapat merusak semua bagian sel induk. Radikal bebas juga menggangu produksi normal Deoxi Nuclei Acid (DNA), merusak lipid pada membran sel & lapisan lipid pada dinding sel, mempengaruhi pembuluh darah, dan memproduksi prostasiklin. Bagian dari radikal bebas yang terpenting dalam tubuh adalah radikal bebas derivat oksigen yang disebut kelompok oksigen reaktif(Reactive Oxygen Species/ROS), termasuk di dalamnya adalah triplet (3O2), singlet (1O2), anion superoksida (O2-), radikal hidroksil

(OH), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit (HOCl), hydrogen peroksida (H2O2), radikal alkoxyl (RO-), peroksida lipid (LOOH), dan radikal peroksil

(ROO-) (Marks, 2000; Arief, 2009).

Reactive oxygen species (ROS) dapat bereaksi dan dapat menyebabkan kerusakan pada banyak molekul di dalam sel termasuk dalam sel hati, tempat


(55)

dimana semua zat toksik di metabolisme (Devlin, 2002). Reactive oxygen species (ROS) selain dapat merusak membran sel juga merusak komponen intrasel termasuk asam nukleat, protein, dan lemak. DNA mitokondria tidak tahan terhadap serangan radikal bebas sehingga membran mitokondria rusak. Peroksidasi lipid selanjutnya mengubah DNA mitokondria dan mengganggu kestabilan membran sel, propagasi siklus stres oksidatif secara besar-besaran yang diikuti dengan peradangan. Peningkatan level oksidatif digambarkan dengan megamitokondria dan steatohepatitis non-alkoholik (Day, 2004). Menurut Mohssen (2001), radikal bebas dapat menyebabkan stres oksidatif yang ditandai dengan kerusakan membran sel dan protein, termasuk enzim, akibat gangguan pada permeabilitas membran dan fungsi membran itu sendiri. Peningkatan radikal bebas akibat zat toksik akan mengaktifkan tumor necrosis factor (TNF-α) yang berperan terhadap nekrosis dan inflamasi hati.

Radikal bebas terbentuk dari proses metabolik dalam tubuh ataupun dari sumber luar yang lain seperti melalui reaksi enzimatik dan non-enzimatik. Terbentuknya radikal bebas melalui reaksi enzimatik melibatkan rantai respirasi dalam proses fagositosis, sintesis prostaglandin dan sistem sitokrom p450 enzim yang berfungsi sebagai katalis oksidator pada lintasan metabolisme steroid, asam lemak, obat, racun dan karsinogen, sedangkan radikal bebas yang diproduksi secara reaksi non-enzimatik melibatkan proses radiasi ionisasi yaitu apabila tubuh terpapar dengan sumber radiasi, kerusakan dapat terjadi pada jaringan yang mengandung lebih banyak oksigen sehingga akan terbentuk radikal bebas. Oleh karena radikal bebas tidak mempunyai pasangan elektron, maka radikal bebas


(56)

tersebut akan bebas didalam tubuh dan berusaha untuk mencapai kestabilan dengan menyerang molekul yang terdekat untuk mencari pasangan elektron sehingga akan merusak bentuk molekul tersebut. Akibat dari aktivitas radikal bebas ini maka sel-sel makromolekul seperti protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat akan hancur (Barawijaya, 2006).

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.13 Kerangka Teori

Reactive Oxygen Species (ROS) ↑

Stres oksidatif ↑

Peroksidasi lipid

Hati Ekstrak etanol

kulit manggis

Perubahan kadar ALT dan AST, makroskopik dan histopatologi (inti sel

& TNF-α MSG


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah desain eksperimental murni (true experimental designs) laboratorium dengan rancangan post test only control group designs dengan cara membandingkan hasil observasi pada kelompok perlakuan (eksperimen) dengan kelompok kontrol.

3.2 Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU sebagai tempat dimulainya proses aklimatisasi, pemberian perlakuan dan pembedahan hewan coba selama 5 minggu, Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU untuk pembuatan dan pembacaan preparat histopatologi hati. Laboratorium Farmasi USU untuk pembuatan ekstrak etanol kulit manggis dan Laboratorium Klinik Pramita Sumatera Utara untuk menilai kadar enzim ALT dan AST serum darah mencit. Penelitian ini dilaksanakan mulai Desember 2012 sampai dengan April 2013.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih jantan strain DDW, sehat, umur 8-12 minggu, mempunyai berat badan berkisar 25-30 gr, belum pernah digunakan untuk percobaan penelitian dan diperoleh dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. USU.


(58)

3.3.2 Sampel Penelitian

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan rumus Federer:

{(t – 1) (n -1)} ≥ 15

Dimana :

n = besarsampel dalam kelompok perlakuan

t = banyaknya kelompok perlakuan (4 kelompok perlakuan) Banyak sampel yang dibutuhkan dalam kelompok adalah:

{(4 – 1) (n -1)} ≥ 15 3 (n – 1) ≥ 15 3n – 3 ≥ 15 3n ≥ 19 n≥5

Sampel penelitian adalah 20 ekor mencit jantan yang dipilih dengan tekhnik acak sederhana. Sampel dikelompokkan atas 4 kelompok, yakni kelompok I sebagai kontrol, sedangkan kelompok II sampai IV adalah kelompok perlakuan.

3.4 Kriteria inklusi dan kriteria eksklusi

Sampel penelitian diperoleh dari populasi secara simple random sampling, dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4.1 Kriteria inklusi

a. Mencit putih jantan strain DDW b. Umur 8 - 12 minggu


(59)

d. Selama observasi 7 hari sebelum perlakuan tidak sakit, aktivitas dan tingkah laku normal.

3.4.2 Kriteria eksklusi

Mencit tampak sakit ditandai dengan gerakan yang tidak aktif

3.5 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas:

a. Ekstrak etanol kulit manggis b. MonosodiumGlutamate (MSG) c. Vitamin E

2. Variabel tergantung:

a. Kadar serum enzim ALT dan AST dalam darah mencit jantan strain DDW

b. Gambaran makroskopik hati: − Berat hati

− Perubahan warna hati − Konsistensi hati − Permukaan hati

c. Tampilan histopatologi jaringan hati mencit dengan pewarnaan Hematoksilin eosin


(60)

3.6 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 3.1 Kerangka Alur Penelitian

3.7 Definisi Operasional

1. Mencit (Mus musculus) adalah anggota

berukuran kecil, sebagian besar mencit diperoleh dari peternak hewan laboratorium untuk digunakan dalam penelitian biomedis, pengujian, dan pendidikan. Pada penelitian ini yang digunakan adalah mencit putih jantan

Mencit

Aklimatisasi ± 1 minggu

Randomisasi dalam 4 kelompok

P0 (n = 5) Aquadest 0,3ml/grBB

(35 hari)

P1 (n = 5)

MSG 8mg/grBB (21 hari)

P3 (n = 5)

MSG 8mg/grBB (21 hari) + Vit.E 0,2 mg/grBB (hari ke-22 s/d 35)

Terminasi

Yang dianalisa:

 Kadar serum AST / ALT darah mencit

 Makroskopik (berat hati, konsistensi hati, perubahan warna hati dan permukaan hati mencit)

 Histopatologi hati mencit ( inti sel & TNF-α )

Jaringan Hati

P2 (n = 5)

MSG 8mg/grBB (21 hari) + Ekstrak kulit manggis

600 mg/grBB (hari ke-22 s/d 35)


(61)

strain DDW, umur 8 - 12 minggu, berat badan 25 - 30gr, yang berasal dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.

2. Aklimatisasi merupakan suatu upaya penyesuaia

dari suatu

dimasukinya. Hal ini didasarkan pada kemampuan organisme untuk dapat

mengatur

Beberapa kondisi

yang pada umumnya disesuaikan adala

(pH), dan kadar

yang cukup bervariasi tergantung dari jauhnya perbedaan kondisi antara lingkungan baru yang akan dihadapi, dapat berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa minggu (Rittner, 2005).

3. Randomisasi adalah suatu metode untuk menempatkan subjek penelitian dalam uji klinis menjadi dua kelompok atau lebih secara acak (random).

Satu kelompok menerima perawatan at

kelompok menerima

pun. Subjek penelitian akan dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok dengan berbagai metode.

Pada penelitian ini dibagi atas 4 kelompok perlakuan dengan masing- masing kelompok perlakuan:

A. Kelompok I (P0): kelompok kontrol tanpa diberi MSG, Vitamin E dan Ekstrak manggis, hanya diberi aquadest sebanyak 0,3 ml/mencit/hari


(1)

P3

82.40000

57.17993

1.000

-97.9112

262.7112

P3

P0

-19.40000

57.17993

1.000

-199.7112

160.9112

P1

-319.40000

*

57.17993

.000

-499.7112

-139.0888

P2

-82.40000

57.17993

1.000

-262.7112

97.9112

.

Trans_AL

T

P0

P1

-.54668

*

.15664

.023

-1.0406

-.0527

P2

.18910

.15664

1.000

-.3049

.6830

P3

-.17567

.15664

1.000

-.6696

.3183

P1

P0

.54668

*

.15664

.023

.0527

1.0406

P2

.73578

*

.15664

.001

.2418

1.2297

P3

.37101

.15664

.280

-.1229

.8650

P2

P0

-.18910

.15664

1.000

-.6830

.3049

P1

-.73578

*

.15664

.001

-1.2297

-.2418

P3

-.36477

.15664

.305

-.8587

.1292

P3

P0

.17567

.15664

1.000

-.3183

.6696

P1

-.37101

.15664

.280

-.8650

.1229

P2

.36477

.15664

.305

-.1292

.8587

Berat Hati

P0

P1

.24600

.17726

1.000

-.3130

.8050

P2

.26800

.17726

1.000

-.2910

.8270

P3

-.18600

.17726

1.000

-.7450

.3730

P1

P0

-.24600

.17726

1.000

-.8050

.3130

P2

.02200

.17726

1.000

-.5370

.5810

P3

-.43200

.17726

.243

-.9910

.1270

P2

P0

-.26800

.17726

1.000

-.8270

.2910

P1

-.02200

.17726

1.000

-.5810

.5370

P3

-.45400

.17726

.186

-1.0130

.1050

P3

P0

.18600

.17726

1.000

-.3730

.7450


(2)

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank

Kerusakan Hati

P0 5 5.50

P1 5 23.00

P2 5 15.50

P3 5 15.50

Total 20

Nekrosis sentrilobular

P0 5 5.50

P1 5 23.00

P2 5 15.50

P3 5 15.50

Total 20

Intens.Warna x L.Tampilan

P0 5 23.00

P1 5 3.00

P2 5 15.50

P3 5 8.00

Total 20

Test Statisticsa,b

Kerusakan Hati Nekrosis sentrilobular

Intens.Warna x L.Tampilan

Chi-Square 24.000 24.000 24.000

df 4 4 4

Asymp. Sig. .000 .000 .000

a. Kruskal Wallis Test


(3)

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Kerusakan Hati

P1 5 8.00 40.00

P2 5 3.00 15.00

Total 10

Nekrosis sentrilobular

P1 5 8.00 40.00

P2 5 3.00 15.00

Total 10

Intens.Warna x L.Tampilan

P1 5 3.00 15.00

P2 5 8.00 40.00

Total 10

Test Statisticsa

Kerusakan Hati Nekrosis sentrilobular

Intens.Warna x L.Tampilan

Mann-Whitney U .000 .000 .000

Wilcoxon W 15.000 15.000 15.000

Z -3.000 -3.000 -3.000

Asymp. Sig. (2-tailed) .003 .003 .003

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b .008b .008b a. Grouping Variable: Kelompok

b. Not corrected for ties.

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Kerusakan Hati

P2 5 5.50 27.50

P3 5 5.50 27.50

Total 10

Nekrosis sentrilobular

P2 5 5.50 27.50

P3 5 5.50 27.50

Total 10

Intens.Warna x L.Tampilan

P2 5 8.00 40.00

P3 5 3.00 15.00


(4)

Test Statisticsa

Kerusakan Hati Nekrosis sentrilobular

Intens.Warna x L.Tampilan

Mann-Whitney U 12.500 12.500 .000

Wilcoxon W 27.500 27.500 15.000

Z .000 .000 -3.000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 1.000 .003

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b 1.000b .008b a. Grouping Variable: Kelompok

b. Not corrected for ties.

Tampilan TNF-

α

dengan Imunohistokimia

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Kelompok TNF-α N Mean Rank

TNF -α (IHC)

P0 5 3.00

P1 5 13.00

P2 5 13.00

P3 5 13.00

Total 20

Test Statisticsa,b

TNF-α (IHC)

Chi-Square 29.000

Df 4

Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Kelompok TNF


(5)

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok TNF-α N Mean Rank Sum of Ranks

TNF -α (IHC)

P1 5 5.50 27.50

P2 5 5.50 27.50

Total 10

Test Statisticsa

TNF -α (IHC)

Mann-Whitney U 12.500

Wilcoxon W 27.500

Z .000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b a. Grouping Variable: Kelompok TNF

b. Not corrected for ties.

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok TNF-α N Mean Rank Sum of Ranks

TNF -α (IHC)

P1 5 5.50 27.50

P3 5 5.50 27.50

Total 10

Test Statisticsa

TNF-α (IHC)

Mann-Whitney U 12.500

Wilcoxon W 27.500

Z .000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b a. Grouping Variable: Kelompok TNF


(6)

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok TNF-α N Mean Rank Sum of Ranks

TNF -α (IHC)

P2 5 5.50 27.50

P3 5 5.50 27.50

Total 10

Test Statisticsa

TNF -α (IHC)

Mann-Whitney U 12.500

Wilcoxon W 27.500

Z .000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b a. Grouping Variable: Kelompok TNF

b. Not corrected for ties.

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok TNF-α N Mean Rank Sum of Ranks

TNF -α (IHC)

P3 5 3.00 15.00

P4 5 8.00 40.00

Total 10

Test Statisticsa

TNF -α (IHC)

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -3.000

Asymp. Sig. (2-tailed) .003

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008b a. Grouping Variable: Kelompok TNF


Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Limpa Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

1 107 58

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Struktur Kraniofacial Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

2 104 74

Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L)

6 78 96

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA.L) TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIS, MIKROSKOPIS PADA GINJAL MENCIT JANTAN (MUS MUSCULUS.L) STRAIN DDW YANG DI PAPARI MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG) DIBANDINGKAN DENGAN VITAMIN E.

0 2 12

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L) TERHADAP PERUBAHAN KADAR ENZIM ALT, AST HATI MENCIT JANTAN (MUS MUSCULUS L) STRAIN DDW SETELAH DIBERI MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG) DIBANDINGKAN DENGAN VITAMIN E.

0 4 12

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L) TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIK HATI MENCIT JANTAN (MUS MUSCULUS L) STRAIN DDW SETELAH DIBERI MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG)

0 0 8