Kajian pengering gabah tipe resirkulasi menggunakan Konveyor Pneumatik dan bahan bakar campuran minyak Jarak dengan minyak tanah
BAHAN BAKAR CAMPURAN MINYAK JARAK DENGAN MINYAK TANAH
TOTOK PRASETYO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
(2)
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ” Kajian Pengering Gabah Tipe Resirkulasi Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran Minyak Jarak dengan Minyak Tanah” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Februari 2009
Totok Prasetyo
(3)
TOTOK PRASETYO. Study on Recirculation Dryer of Rough Rice Using Pneumatic Conveyor and blended kerosene and jatropha curcas oil. Supervisors : KAMARUDDIN ABDULLAH, I MADE KARTIKA DHIPUTRA, ARMANSYAH H. TAMBUNAN, AND LEOPOLD OSCAR NELWAN.
Post harvest losses of rice in Indonesia was estimated to reach 20 % in which drying alone accounted for 2.3%. Most farmers in this country use the traditional direct sun drying, although cheap in cost it has the demerit of being dependent on weather conditions, susceptible to damage by rodent and easy being contaminated with dusts and foreign materials which can reduce the quality of products. Any delay in drying due to bad weather conditions will lead to excess in respiration and fungal growth, and sprouting due to re-wetting of products causing great losses in rice quality. The effect of global warming, due to accumulated green house gas (GHG) emissions in our atmosphere has created global climate change and uncertainty in weather conditions. Rainy days may occur during golden harvest making sun drying impossible and consequently drying should be delayed. The use of artificial dryer is facing another problem where fossil fuel as source of hot air generation is becoming scarce and high price.
The aim of this study was to design a recirculation dryer of rough rice using pneumatic conveyor and blended fuel between kerosene and jatropha curcas oil to generate hot air for drying. This study comprises of five major components. First, is the study about the feasibility of using jatropha curcas oil as an energy source to produce drying air, second, experiments related to the influence of drying time and tempering durations on head rice yield (HRY) under non-flow static grain conditions, third, performance test of the proposed recirculation dryer, fourth computer simulation on recirculation dryer of rough rice using pneumatic conveyor and lastly, economic benefit of the proposed drying system.
A series of drying test using an average of 450 kg of rough rice, powered by 350 Watt pneumatic conveying system, had indicated that the best drying time every cycle was 11.8 minutes with 48.9 minutes tempering period, resulting in 74.3 % of head rice yield. The resulting HRY was about 7-9 % higher than those obtained using the conventional mechanical dryer. Results of this study had shown that, properly blended jatropha curcas oil and kerosene could be used as to generate the drying air and thereby reduce the quantity of kerosene which has become less available in the rice production area. The drying efficiency of the proposed drying system was between 22.2 % to 31.1 %, the specific energy consumption using non renewable energy was between 3.475- 4.785 MJ/kg water evaporated, fuel consumption at 0.95 to 1.15 (liters/hr) and the average drying rate was 0.9 %/hr. It was also found that a ratio between the durations of drying time and tempering has significant effect on the HRY beside air temperature. The recommended operation procedure using the dryer under study will be to conduct drying every 11.8 minutes/cycle followed by tempering 48.9 minutes. The power required for pneumatic conveying used was 1.028 Wh/kg as compared to 1.35 Wh/kg. The average deviations between computer simulation
(4)
and experimental data was between 7-10 % for drying time and 2-3 % in final moisture content of the dried products. Financial analysis had shown that assuming 15 percent of interest rate and 5 years of project lifetime would give positive NPV of Rp 8186391., 31.19 % IRR and 1.82 of net B/C ratio.
Key words : recirculation dryer, blended jatropha curcas oil, pneumatic conveyor, tempering, head rice yield.
(5)
TOTOK PRASETYO Kajian Pengering Gabah Tipe Resirkulasi Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran Minyak Jarak. Dibimbing oleh KAMARUDDIN ABDULLAH, I MADE KARTIKA DHIPUTRA, ARMANSYAH H. TAMBUNAN, dan LEOPOLD OSCAR NELWAN.
Kehilangan hasil panen dan pasca panen gabah akibat ketidak sempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20 %, termasuk didalamnya kehilangan pada proses pengeringan yang mencapai 2.3 %. Sebagian besar petanidi Indonesia menggunakan pengeringan matahari langsung, walaupun secara ekonomi murah, tetapi mempunyai kelemahan yaitu tergantung terhadap cuaca, mudah rusak karena binatang mengerat serta mudah terkontaminasi dengan debu dan benda-benda asing lainnya, yang dapat mengurangi kualitas produk. Penundaan pengeringan karena cuaca buruk akan menimbulkan jamur, dan kecambah yang menyebabkan penurunan kualitas produk. Akibat pemanasan global akibat akumulasi emisi gas rumah kaca (GHG) di atmosfir yang menyebabkan perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu. Sehingga dapat terjadi saat panen raya turun hujan, sehingga pengeringan langsung tidak mungkin dilakukan, konsekuensinya terjadi penundaan pengeringan. Penggunaan pengering mekanis juga masih menghadapi masalah dengan keterbatasan sumber bahan bakar fosil sebagai pembangkit udara panas, yang semakin langka dan mahal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang bangun pengering gabah resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik dan bahan bakar campuran minyak jarak dengan minyak tanah untuk pembangkit udara panas pengeringan. Penelitian ini terdiri dari lima komponen utama. Pertama adalah kajian kemungkinan pemanfaatan minyak jarak sebagai sumber energi untuk produksi udara panas, kedua kajian tentang pengaruh waktu pengeringan dan tempering terhadap mutu beras pada kondisi pengering statis, ketiga pengujian unjuk kerja pengering resirkulasi, keempat pembuatan simulasi komputer untuk pengeringan gabah resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik dengan bantuan software Visual Basic, dan yang terakhir analisis kelakyakan usaha jasa pengeringan gabah.
Sejumlah seri pengujian pengeringan dengan kapasitas rata-rata 450 kg gabah, dan sistem konveyor pneumatik yang digerakan dengan daya motor 350 Watt, menunjukkan waktu pengeringan setiap siklus 11.8 menit dan waktu tempering 48.9 menit menghasilkan rendemen beras kepala 74.3 %, hasil tersebut 7-9 % lebih tinggi daripada pengeringan konvensional. Hasil penelitian menunjukkan minyak jarak dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dengan baik. Efisiensi pengeringan antara 22.2 % hingga 31.1 %, dengan konsumsi energi komersial spesifik antara 3.475 – 4.785 MJ/kg air yang diuapkan, konsumsi bahan bakar 0.95-1.15 liter/jam dan laju pengeringan 0.9 %/jam. Juga didapat hasil bahwa ratio waktu pengeringan dan waktu tempering berpengaruh signifikan terhadap rendemen beras kepala, selain temperatur udara pengering. Daya yang digunakan untuk konveyor pneumatik adalah 1.028 Wh/kg lebih rendah dibandingkan daya yang diperlukan untuk bucket elevator
(6)
yang memerlukan 1.35 Wh/kg.Penggunaan simulasi komputer dapat membantu memprediksi karakteristik pengeringan, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya dalam pembuatan alat pengering mekanis, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan simulasi dengan percobaan adalah 7-10 % untuk memprediksi total waktu pengeringan dan hasil akhir pengeringan, dengan perbedaan antara 2–3 %. Hasil analisis finansial usaha pengeringan gabah dengan menggunakan pengering resirkulasi menunjukkan bahwa nilai NPV adalah sebesar Rp 8186391., net B/C sebesar 1.82, dan nilai IRR sebesar 31.19% .
Kata kunci : Pengering resirkulasi, campuran minyak jarak, konveyor pneumatik, tempering, rendemen beras kepala.
(7)
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB
(8)
KAJIAN PENGERING GABAH TIPE RESIRKULASI MENGGUNAKAN KONVEYOR PNEUMATIK DAN BAHAN BAKAR CAMPURAN MINYAK JARAK DENGAN MINYAK
TANAH
TOTOK PRASETYO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
(9)
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Dyah Wulandani, STP, M.Si
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Adhi S. Soembagijo, MSME Dr.Ir.Irzaman, M.Si
(10)
Judul Disertasi : Kajian Pengering Gabah Tipe Resirkulasi
Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran Minyak Jarak dengan Minyak Tanah Nama : Totok Prasetyo
NIM : F161030031
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah,MSA Prof. Dr.Ir.I Made K.D, Dipl-Ing
Ketua Anggota
Prof.Dr.Ir. Armansyah H.Tambunan,M.Sc Dr.Leopold O Nelwan, STP,M.Si
Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Keteknikan Pertanian
Prof.Dr.Ir.Armansyah H.Tambunan,M.Sc Prof.Dr.Ir.KhairilA.Notodiputro, MS
(11)
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penelitian serta penulisan disertasi dengan judul “Kajian Pengering Gabah Tipe Resirkulasi Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran Minyak Jarak dengan Minyak Tanah”.
Dalam penyelesaian disertasi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, dan koreksi konstruktif dari komisis pembimbing. Oleh karena itu, ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesarnya dan setulusnya penulis sampaikan kepada komisi pembimbing : Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah,MSA (ketua), Prof.Dr.Ir. I Made Kartika Dhiputra , Dipl-Ing, Prof.Dr.Ir.Armansyah H. Tambunan,M.Sc, dan Dr. Leopold Oscar Nelwan,STP,M.Si (masing-masing sebagai Anggota), serta kepada Dr. Dyah Wulandani,STP,M.Si sebagai penguji luar pada ujian tertutup, Dr. Adhi S. Soembagijo,MSME dan Dr.Ir.Irzaman,M.Si sebagai penguji luar pada ujian terbuka.
Penelitian disertasi ini sebagian besar didanai oleh Hibah Penelitian Tim Pascasarjana (HPTP) 2004-2006, karenanya penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah,MSA selaku ketua tim, Prof. Dr.Ir.Armansyah H. Tambunan, M.Sc, dan Dr.Ir. A.Harsono Soepardjo yang telah bersedia menerima penulis bergabung dalam penelitian HPTP. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir.Yogi S.G,MT, Dr.Ir. M.Saiful,M.Si, Dr.Ir. Yulianingsih, MT, Ir. Kudrat Sunandar, MT atas kebersamaan dan kerjasama selama bersama-sama di HPTP.
Terima kasih pula penulis sampaikan kepada:
1. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan program Doktor (S3) di IPB. Tak lupa pula staf pengajar dan pegawai yang ada di lingkup Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, atas segala ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.
(12)
2. Direktur Politeknik Negeri Semarang, Ketua Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang, atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor (S3) di IPB.
3. Dirjen DIKTI yang telah memberikan dukungan dana melalui BPPS. 4. Ayahanda Drs.H.Soedarsono dan Ibunda Djariah (alm) atas asuhan, didikan
dan kasih sayang, doa restu yang tulus, dorongan semangat dan motivasi agar ananda selalu tabah dan tegar menghadapi segala kesulitan selama menempuh pendidikan di IPB.
5. Istriku tercinta Umining Kadaryati dan anak-anakku tersayang Hertyaning Prasetyo dan Tommy Muhammad Prasetyo, atas doa, dorongan dan kesabaran, pengorbanan dan kebersamaan dalam penantian, serta seluruh keluarga besar Soedarsono atas segala dorongan semangat dan motivasinya. 6. Rekan-rekan staf pengajar Politeknik Negeri Semarang, atas doa dan
dukungannya.
7. Staf Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Pak Harto, Mas Firman, Mas Darma, Pak Parma, juga Mbak Via atas segala bantuan dan kemudahan fasilitas yang diberikan selamapenulis melaksanakan penelitian di laboratorium.
8. Rekan-rekan di Perwira 6 (mbak Nia, mbak Banun, Pak Cahyo, Mas Marno dll) atas jalinan persaudaraan dan kerjasama yang sangat baik selama ini, mas Renato dan mas Zali atas bantuannya.
Penulis mendoakan semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada semuanya. Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini memberikan manfaat bagi yang memerlukannya. Amiin ya Rabbal A’lamin
Bogor, Januari 2009
(13)
Penulis dilahirkan di Temanggung, Jawa Tengah pada tanggal 27 April 1962 dari Bapak Drs.H. Soedarsono AS dan Ibu Djariah (almarhum), merupakan putra keempat dari tujuh bersaudara. Pada tanggal 12 September 2004 penulis menikah dengan Umining Kadaryati dan dikaruniai dua anak yaitu Herthyaning Prasetyo dan Tommy Muhammad Prasetyo.
Pada tahun 1982 penulis diterima sebagai mahasiswa D III Politeknik Universitas Diponegoro Semarang Jurusan Teknik Mesin dan menyelesaikan studi pada September 1985, selanjutnya penulis mendapat kesempatan pendidikan S1 di Hudersfield Polytechnic Inggris pada jurusan Teknik Mesin dari tahun 1986 dan selesai pada tahun 1989, Pada tahun 1999 penulis mengikuti pendidikan S2 di Universitas Indonesia pada Jurusan Teknik Mesin, konsentrasi Konversi Energi, yang di selesaikan pada Februari 2002. Selanjutnya, sejak Agustus 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa program S3 di Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia dalam bentuk beasiswa BPPS.
Penulis adalah staf pengajar pada Program Studi Teknik Konversi Energi Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang mulai tahun 1989 sampai sekarang.
Karya Ilmiah yang berjudul Unjuk Kerja Penukar Panas Untuk Pengering, telah dipresentasikan pada International Seminar on Advanced Agricultural Engineering and Farm Work Operation di Bogor pada tanggal 25-26 Agustus 2004. Karya ilmiah bersama Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah berjudul Recirculation Dryer Using hybrid GHE solar dryer telah disajikan pada International Conference on Renewable Energy for Sustainable Development in the Asia Pasific Region, di Perth, Australia, 4–7 February 2007. Sebuah artikel berjudul Pengaruh waktu pengeringan dan tempering terhadap mutu beras pada pengeringan gabah lapisan tipis telah diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Semesta Teknika Volume.11.No.1, Mei 2008 (terakreditasi Dirjen Dikti N0 : 26/DIKTI/Kep/2005).
(14)
Artikel berjudul Performance Test of Small Diesel Generator by Using Downdraft Gasification telah diterbitkan pada Proceeding of International Seminar on Advanced Agricultural Engineering and Farm Work Operation Volume II (ISBN : 979-96105-2-4). Artikel lain berjudul Simulasi Pengering Gabah tipe Resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik akan diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Forum Pascasarjana IPB Vol. 32 No. 1, Januari 2009 (in press). Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
(15)
.
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
1.5 Ruang Lingkup dan Outlne disertasi ... 8
2 ANALISIS PEMANFAATAN MINYAK JARAK SEBAGAI BAHAN BAKAR UNTUK PROSES TERMAL 2.1 Pendahuluan ... 11
2.1.1 Latar Belakang ... 11
2.1.2 Tujuan Penelitian ... 12
2.2 Tinjauan Pustaka ... 13
2.2.1 Minyak Jarak ... 13
2.2.2 Teori Pembakaran ... 15
2.2.3 Ikatan polar dan non polar ... 17
2.2.4 Perkembangan kompor minyak jarak ... 19
2.2.5 Pendekatan disain kompor minyak jarak ... 21
2.3 Bahan dan Metode ... 21
2.3.1 Waktu dan Tempat ... 21
2.3.2 Bahan ... 22
2.3.3 Alat ... 22
2.3.4 Prosedur Percobaan ... 23
2.4 Hasil dan Pembahasan ... 24
2.4.1 Pengujian Kekentalan terhadap temperatur ... 24
2.4.2 Waktu pemanasan awal ... 27
2.4.3 Waktu untuk mencapai api biru ... 29
2.4.4 Konsumsi bahan bakar dan waktu yang diperlukan untuk mendidihkan 1 liter air ... 30
2.5 Kesimpulan ... 32
3 ANALISISI WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS 3.1 Pendahuluan ... 34
3.1.1 Latar Belakang ... 34
(16)
vii
3.2 Tinjauan Pustaka ... 35
3.2.1 Anatomi Gabah ... 35
3.2.2 Karakteristik Fisik Gabah ... 36
3.2.3 Karakteristik Fisik Beras ... 38
3.2.4 Sifat Termofisik Bahan ... 41
3.2.5 Proses Pengeringan ... 44
3.3 Bahan dan Metode ... 45
3.3.1 Bahan ... 45
3.3.2 Alat ... 45
3.3.3 Analisis Data ... 46
3.3.4 Prosedur Percobaan ... 47
3.4 Hasil dan Pembahasan ... 48
3.4.1 Temperatur dan waktu pengeringan ... 48
3.5 Kesimpulan dan Saran ... 53
4 DISAIN DAN SIMULASI PENGERING GABAH TIPE RESIRKULASI MENGGUNAKAN KONVEYOR PNEUMATIK 4.1 Pendahuluan ... 55
4.1.1 Latar Belakang ... 55
4.1.2 Tujuan ... 57
4.2 Tinjauan Pustaka ... 57
4.2.1 Metode Pengeringan ... 57
4.2.2 Persamaan Pengeringan Teoritis ... 61
4.2.3 Perkembangan Pengering Resirkulasi ... 65
4.2.4 Konveyor Pneumatik ... 67
4.2.5 Model Matematika ... 74
4.2.6 Persamaan Keseimbangan Massa ... 75
4.2.7 Persamaan Keseimbangan Energi ... 75
4.2.8 Persamaan Laju Pindah Panas ... 76
4.2.9 Persamaan Laju Pengeringan ... 76
4.3 Bahan dan Metode ... 79
4.3.1 Waktu dan Tempat ... 79
4.3.2 Bahan dan Alat ... 79
4.3.3 Prosedur Percobaan ... 81
4.3.4 Kalibrasi Pengukuran Kadar Air ... 83
4.4.4 Hasil dan Pembahasan ... 83
4.4.1 Hasil Disain ... 83
4.4.2 Kurva Pengeringan antara Simulasi dan Percobaan ... 84
4.4.3 Pengaruh Waktu Tempering terhadap beras kepala ... 88
4.4.4 Distribusi Temperatur Udara Pengering Masuk dan Keluar ... 88
4.4.5 Perubahan Temperatur Bahan ... 91
4.4.6 Penurunan Tekanan ... 92
(17)
5 ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI
5.1 Pendahuluan ... 95
5.2 Tinjauan Pustaka ... 96
5.2.1 Kajian Finansial ... 97
5.2.2 Analisis Data ... 101
5.3 Hasil dan Pembahasan ... 102
5.3.1 Biaya Investasi ... 102
5.3.2 Biaya Tetap ... 103
5.3.3 Biaya Tidak Tetap ... 103
5.3.4 Biaya Pokok Pengeringan ... 104
5.3.5 Analisis Titik Impas ... 104
5.3.6 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengeringan Gabah ... 104
5.3.7 Analisis Sensitivitas ... 105
5.4 Kesimpulan ... 108
6 PEMBAHASAN UMUM ... 110
7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 113
(18)
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kehilangan gabah ... 3
2 Kandungan asam lemak minyak jarak ... 13
3 Sifat fisik minyak jarak ... 15
4 Kekentalan campuran terhadap suhu ... 25
5 Percobaan dengan menggunakan minyak tanah ... 30
6 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (1:1) ... 30
7 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (3:2) ... 30
8 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (3:1) ... 30
9 Sub-tipe gabah berdasarkan perbandingan panjang terhadap lebar beras pecah kulit ... 35
10 Data gabah yang digunakan dalam percobaan ... 47
11 Data hasil pengeringan gabah Ciherang ... 47
12 Pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap penurunan kadar air .... 48
13 Pengaruh waktu tempering terhadap rendemen beras kepala ... 48
14 Parameter model pengeringan untuk gabah ... 63
15 Jenis bahan dan konstanta berdasarkan ukuran bahan α ... 67
16 Hubungan massa jenis tumpukan dan kecepatan udara pembawa ... 68
17 Perhitungan penurunan tekanan udara tanpa bahan ... 72
18 Sifat termofisik gabah ... 78
19 Beras kepala terhadap waktu tempering ... 85
20 Unjuk kerja alat secara umum ... 90
(19)
22 Analisis sensitivitas kenaikan upah operator ... 103 23 Analisis sensitivitas penurunan rata-rata jumlah gabah
yang dikeringkan per hari ... 104 24 Analisis sensitivitas penurunan harga Gabah Kering Giling (GKG) ... 104
(20)
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Diagram Alir Penelitian ... 10
2 Bagan proses pembuatan minyak jarak ... 14
3 Struktur penyebaran api laminer ... 16
4 Ikatan kimia air ... 18
5 Ikatan kimia karbon dioksida ... 18
6 Skala Paulin... 19
7 Bagian buah jarak pagar ... 20
8 Modifikasi pipa saluran minyak ... 22
9 Kompor tekan yang telah dimodifikasi ... 23
10 Hubungan kekentalan & temperatur ... 26
11 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran, diambil pada tanggal 25 Oktober 2008 ... 26
12 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran, diambil pada tanggal 30 Oktober 2008 ... 27
13 Proses pemanasan awal ... 28
14 Waktu pemanasan awal ... 28
15 Proses pencapaian api stabil (Api biru) ... 29
16 Waktu yang diperlukan untuk mencapai api biru ... 29
17 Waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air 1 liter ... 31
18 Konsumsi minyak yang diperlukan untuk mendidihkan air 1 liter ... 32
19 Struktur fisik butiran gabah... 36
(21)
21 Skematik alat percobaan ... 46
22 Rendemen beras kepala terhadap lama pengeringan dan tempering untuk gabah varietas Ciherang dengan kadar air awal 22.92 % basis basah. dengan suhu udara pengering 50 0 C...51
23 Rendemen beras kepala terhadap lama pengeringan dan tempering untuk gabah varietas Ciherang dengan kadar air awal 23.13 % basis basah. dengan suhu udara pengering 60 0 C...52
24 Sistem pengering resirkulasi ... 56
25 Klasifikasi pengering ... 59
26 Deretan pengering resirkulasi ... 66
27 Ilustrasi pengering cross-flow ... 74
28 Elemen volume untuk proses pengeringan cross flow ... 74
29 Grid finite difference untuk persamaan pengering resirkulasi cross-flow ... 77
30 Titik pengukuran pengering resirkulasi ... 80
31 Mekanisme kerja mesin pengering ... 82
32 Kalibrasi pengukuran kadar air ... 83
33 Alat pengering gabah resirkulasi hasil disain ... 84
34 Kurva penurunan kadar air antara percobaan dan simulasi untuk kadar air awal 23.5 % ... 85
35 Kurva penurunan kadar air antara percobaan dan simulasi untuk kadar air awal 22.3 % ... 86
36 Distribusi kadar air di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 11.8 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ... 87
37 Distribusi kadar air di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 303 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ... 87
38 Distribusi temperatur di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 11.8 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ... 89
39 Distribusi temperatur di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 446.2 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ... 89
(22)
xiii
40 Distribusi temperatur udara pengering secara simulasi ... 90 41 Distribusi temperatur udara keluar pengering, secara simulasi
dan percobaan……… 90
42 Grafik temperatur udara keluar pengering, secara simulasi
dan percobaan ...91 43 Simulasi perubahan temperatur bahan terhadap waktu pengeringan
(23)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Disain dan spesifikasi alat………. 120
2 Contoh Simulasi ………. 121
3 Flow Chart Program ………. 122
4 Listing Program simulasi ………... 123 5 Analisis biaya Tetap Pengeringan Kapasitas 500 kg ……… 140 6 Analisis biaya tida tetap pengeringan kapasiatas 500 kg ………. 141 7 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan kapasitas 500 kg……… 142 8 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan
harga bahan bakar 10 % ………143 9 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan
harga bahan bakar 12,5 % ……….145 10 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan
harga bahan bakar 15 % ………146 11 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan
harga bahan bakar 17,5 % ……….147 12 Analisis biaya tetap pengering gabah kapasitas 1000 kg………...148 13 Analisis biaya tidak tetap, pengering gabah kapasitas 1000 kg……….... 149 14 Analisis biaya tetap, pengering gabah kapasitas 2000 kg ……... 150 15 Analisis biaya tidak tetap, pengering gabah kapasitas 2000 kg………… 151 16 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan kapasitas 1000 kg……….. 152 17 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan kapasitas 2000 kg……….. 153
(24)
xv
Daftar Simbol A luas penampang objek, m2
Ab luas penampang bola, m2
Cd koefisien tarik objek yang jatuh, -
Cpa spesifik panas (panas jenis) udara, kJ/kg oC Cpl spesifik panas uap air, kJ/kg oC
Cpp spesifik panas bahan, kJ/kg oC Cpw spesifik panas air, kJ/kg oC d diameter bola objek , m db dry basis/basis kering, %
Fb daya apung yang bekerja pada objek, N Fd daya tarik yang bekerja pada objek, N g percepatan gravitasi, m/detik2 Ga laju aliran udara, kg/menit-m-2 Gp laju aliran bahan, kg/menit-m-2
H kelembaban mutlak, kg/kg udara kering hcv koefisien panas volumetrik air, kJ/menit-m3oK hfg panas laten penguapan, kJ/kg
k konstanta pengeringan, menit-1 L panjang/ jarak, m
Lem Bilangan Lewis, - Lf Panjang lidah api, m m massa, kg
M kadar air bahan rata-rata, %wb M0 kadar air bahan awal, %wb Me kadar air kesetimbangan, %wb P daya, Watt
q tekanan dinamik, N/m2
QF Laju aliran volum bahan bakar, m3/menit Qs debit aliran massa bahan, kg/menit Qu debit aliran udara, m3/menit RH kelembaban relatif, % T temperatur, oC
(25)
Ta temperatur udara, oC Tp temperatur bahan, oC
u kerapatan campuran massa bahan dan massa udara, kg/kg . Vt kecepatan terminal, m/s
W massa objek, kg
wb wet basis /basis basah, % YF Fraksi massa bahan bakar, kg/kg ν kekentalan kinematis, m2/s ρ massa jenis fluida, kg/m3 ρb massa jenis bahan, kg/m3 ρo massa jenis objek, kg/m
3
(26)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Padi merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia, karena merupakan makanan pokok dari hampir 90% penduduk. Tingkat konsumsi beras per kapita penduduk Indonesia sangat tinggi yaitu mencapai 139.15 kg/kapita/tahun (BPS, 2006). Dengan jumlah penduduk 220 juta, maka kebutuhan beras nasional adalah 30.613 juta ton beras, atau setara dengan 57.5 juta ton gabah kering panen (GKP). Konsumsi beras tersebut jauh lebih tinggi dibanding konsumsi negara lain, seperti Jepang yang konsumsi beras per kapitanya hanya 85 kg/kapita/tahun. Produksi padi nasional pada tahun 2006 mencapai 54.45 juta ton gabah kering panen, tahun 2007 meningkat menjadi 57.16 juta ton dan diperkirakan pada tahun 2008 dihasilkan gabah sebanyak 59.88 juta ton (BPS, 2008).
Peningkatan produksi nasional merupakan salah satu hasil optimasi di sektor budidaya padi, tetapi belum diikuti dengan optimasi dari sektor pasca panen, yang juga memiliki kontribusi besar dalam mengamankan produksi beras nasional. Menurut Komuro (1995) kehilangan hasil panen dan pasca panen akibat dari ketidaksempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20%, dan kehilangan pada proses pengeringan antara 2.3 hingga 2.6%, yang berarti pada tahun 2008 terdapat 1.47 juta ton gabah hilang karena pengeringan. Apabila harga per kg adalah Rp 2400, maka kehilangan tersebut setara dengan Rp 3.53 triliun.
Oleh karena itu dalam meningkatkan produksi padi (gabah), perlu juga diikuti dengan pengembangan teknologi pasca panen, terutama dalam menghadapi perubahan iklim akibat pemanasan global, dimana mendung ataupun hujan yang tidak menentu mengakibatkan pengeringan sebagai salah satu penanganan pasca panen sering tidak dapat dilakukan. Dengan demikian gabah tidak dapat kering dan akan menimbulkan kerusakan, seperti busuk, berjamur, tumbuh kecambah, butir kuning. Dalam kondisi demikian usaha peningkatan produksi padi menjadi kurang berguna.
(27)
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat aktifitas biologik dan kimia. Sedangkan menurut Bala (1997) pengeringan pada dasarnya merupakan proses pengurangan kadar air bahan dengan menggunakan panas untuk menguapkan air yang berada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Panas yang digunakan umumnya adalah dari udara yang dipanaskan, karena adanya perbedaan tekanan uap antara udara panas dan bahan akan menjadikan pergerakan kandungan air dari dalam ke permukaan bahan kemudian menguap dan udara pengering membawanya keluar.
Metoda pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan secara alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami adalah pengeringan yang menggunakan energi matahari sebagai sumber panasnya, dimana bahan yang dikeringkan dihamparkan ditempat terbuka sehingga mendapatkan panas dari matahari. Selama pengeringan bahan harus diaduk dan dibolak balik menggunakan alat penggaru agar pengeringan merata, cara ini oleh petani dianggap paling mudah, praktis serta biaya operasional yang murah, tetapi memiliki kelemahan-kelemahan seperti membutuhkan banyak tenaga, kebutuhan lahan yang sangat luas, mudah terkontaminasi kotoran, debu selama pengeringan sehingga dapat menurunkan mutu produk, tergantung pada cuaca, apabila terjadi perubahan iklim yang tidak menentu seperti dewasa ini, maka dapat menggagalkan proses pengeringan, seperti bahan busuk atau berjamur.
Masalah pengeringan padi secara alami di Indonesia adalah sukarnya untuk mendapatkan tingkat kekeringan yang merata, karena suhu dan kelembaban udara yang dipergunakan tidak terkendali, Menurut Djamila (1983) kelembaban udara dan suhu berpengaruh sekali terhadap hasil pengeringan. Sehingga apabila didalam pengeringan melalaikan tahap-tahap yang penting pada cara ini (misalnya harus membolak-balikan gabah) mengakibatkan banyak gabah retak (pada bagian endosperm) atau sun cracks , atau terbakar tumpukan (stock burn)dan jika digiling akan menghasilkan banyak beras patah.
Pengeringan secara alami pada bulan-bulan basah sulit untuk mencapai kadar air gabah 14%, apabila waktu yang diperlukan gabah untuk mencapai
(28)
3
tingkat kekeringan tahan simpan (kadar air 14%) sangat lambat maka akan memungkinkan gabah berkecambah dan gabah kuning, serta dapat menimbulkan susut kuantitatif yang cukup besar (1-5%) .
Di daerah Jatiluhur menunjukan, keberhasilan pengeringan pada bulan Juni-Agustus mencapai 80%, sedangkan pada bulan Desember - April keberhasilan pengeringan secara alami dapat berkurang hingga mencapai 17%, dengan demikian pada bulan-bulan tersebut pengeringan secara alami hampir tidak dapat dilakukan (Afif,1988).
Akibat terjadi pemanasan global, menyebabkan tidak menentunya kondisi cuaca. Akibatnya semakin sering terjadi bahwa pada musim panen raya cenderung terjadi hujan, sehingga proses pengeringan terpaksa ditunda , sedangkan keterlambatan atau penundaan pada pengeringan alami ini dapat meningkatkan kehilangan gabah (Djojomartono,1990). Besarnya kehilangan gabah akibat tertundanya pengeringan alami tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kehilangan gabah akibat penundaan pengeringan
Penundaan (hari) Besar kehilangan (%)
1 0 2 2 3 5 4 9 5 15 Sumber : Djojomartono, 1990
Pengering buatan atau pengering mekanis memerlukan bahan bakar minyak sebagai sumber energi panas serta energi listrik untuk berbagai fungsi, seperti untuk menggerakan konveyor, kipas dan lainnya. Kebutuhan energi spesifik pada alat pengering semacam ini berkisar antara 8 hingga 10 MJkg air yang diuapkan. Fungsi pembangkit energi panas sebenarnya dapat disubstitusikan dengan sumber energi terbarukan, seperti energi surya, bioenergi, sedangkan fungsi kipas angin dapat diganti umpamanya dengan menggunakan kincir angin atau menggunakan pembangkit listrik dari sistem pembangkit CHP. Hal ini diperlukan karena semakin berkurangnya cadangan
(29)
minyak bumi dan mahal serta langkanya bahan bakar minyak, terutama di desa-desa penghasil beras di Indonesia.
Berbagai jenis pengering mekanis telah dikembangkan seperti Batch dryers, Rotary dryers, Continuous-flow dryers, Fluidized - Bed dryers, Re-circulating dryers dan sebagainya. Kendala proses pengeringan terutama jenis batch adalah perbedaan kadar air antara tumpukan bagian bawah dan atas yang cukup besar, bahkan dapat terjadi overdry sehingga penggunaan energi yang tidak efisien
Beberapa parameter yang berpengaruh dalam pengeringan adalah temperatur udara pengering dan kelembaban udara lingkungan, laju aliran udara pengering, besarnya prosentase kadar air akhir bahan yang diinginkan, energi pengeringan, efisiensi alat pengering, serta kapasitas pengeringan, sedangkan pengaruh lainnya adalah berhubungan dengan sifat bahan yaitu: bentuk, ukuran, ketebalan bahan yang dikeringkan, serta tekanan parsialnya.
Temperatur udara pengering maksimum untuk padi, tipe batch menurut Bala (1997) adalah sebesar 43oC. Hal ini dikarenakan temperatur yang tinggi akan mengubah sifat fisik maupun kimia bahan, juga akan menaikan kerusakan serta mengurangi mutu dan hasil saat pengilingan. Untuk mempercepat pengeringan, diperlukan temperatur udara pengering yang tinggi, karena semakin tinggi temperatur udara pengering, akan menyerap kandungan air bahan lebih banyak, hal ini mengakibatkan kebutuhan laju aliran udara tiap satuan massa bahan lebih sedikit daripada untuk pengering dengan temperatur udara yang lebih rendah.
Penggunaan temperatur udara yang tinggi akan meningkatkan laju pengeringan sehingga dapat mempercepat waktu pengeringan, tetapi pengeringan yang cepat dapat mengakibatkan kerusakan bahan. Oleh karena itu diperlukan suatu rekayasa, dimana pengeringan dapat dipercepat tanpa harus mengurangi mutu hasil pengeringan tersebut.
Salah satu tipe alat pengering yang dimaksudkan untuk mempercepat pengeringan tanpa harus mengurang mutu hasil pengeringan adalah alat pengering resirkulasi, yang dapat menggunakan udara bertemperatur antara 60o hingga 80oC dengan laju kecepatan aliran udara 0.9 -1.6 m/detik per ton bahan.
(30)
5
Oleh karena dalam pengering tipe resirkulasi ini bahan kontak langsung dengan udara panas, maka diperlukan cara pencegahan terjadinya laju pengeringan yang terlalu cepat yang akan menimbulkan terjadinya cracking. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan tempering setelah mengalami pengeringan, agar kadar air bahan setiap butir sama antara bagian pusat dan permukaannya. Tempering juga merupakan proses relaksasi bahan yang dikeringkan.
Tempering dilakukan diantara dua tahap pengeringan. Tempering dimaksudkan untuk menurunkan gradien kadar air antara permukaan dan pusat bahan serta meningkatkan laju pengeringan (Nishiyama, 2005). Hal ini dikarenakan pada proses pengeringan akan terjadi gradient kadar air didalam bahan, yang menyebabkan tegangan tarik pada permukaan serta tegangan kompresif pada pusat bahan. Apabila tegangan itu melewati batas akan berakibat bahan retak saat digiling dan menurunkan kadar beras kepala.
Berbagai penelitian dalam upaya menghasilkan pengering resirkulasi telah dilakukan dalam rangka mengatasi kelemahan pengeringan langsung serta upaya untuk menekan biaya investasi, serta operasionalnya. Kachru et al (1986) telah mengembangkan pengering resirkulasi di India, dengan kapasitas 1.25 ton/batch, dan menggunakan bahan bakar sekam padi sebanyak 20 kg/jam serta membutuhkan daya listrik untuk bucket elevator 2 HP, alat tersebut seharga $ 4000, serta biaya pengeringan $ 4.5/ton.
Thahir.R. et al, (2001) telah merancang mesin pengering resirkulasi untuk biji kedelai, dengan menggunakan minyak tanah sebagai sumber energi untuk udara pengering. Performansi alat tersebut menunjukan efisiensi pengeringan 28.43% dengan konsumsi bahan bakar minyak tanah 5.12 l/jam, dengan laju penurunan kadar air 0.96%/jam. Alat tersebut menggunakan bucket conveyor dilengkapi dengan screw conveyor sebagai pengumpan dengan demikian kebutuhan daya untuk sistem konveyor menjadi besar untuk kapasitas 2 ton total energy listrik yang digunakan 2010 Watt, dan harga alat pada tahun 2001 sebesar Rp 20000000, jasa pengeringan Rp 375000/ton dan umur ekonomi alat direncanakan 5 tahun.
(31)
Kamaruddin et al (2007) telah menghasilkan pengering biji-bijian tipe resirkulasi dengan menggunakan energi surya, dengan tambahan bahan bakar arang kayu, energi listrik yang digunakan untuk motor getar 0.18 kW serta untuk blower 0.25 kW. Alat tersebut digunakan untuk mengeringkan gabah seberat 24 kg dengan kadar air awal 23% bb hingga menjadi 15.8%, membutuhkan arang kayu 12 kg dan lama pengeringan 7 jam, efisiensi pengeringan 1.93%.
Alat pengering mekanis menggunakan energi baik untuk memanaskan udara maupun untuk kebutuhan peralatan lainnya, apabila menggunakan sumber energi berbasis fosil, maka akan tidak ekonomis karena keterbatasannya sumber energi fosil dan harga minyak yang cenderung naik, dengan demikian perlu dikembangkan dan dikaji sumber energi alternatif yang handal dan ekonomis yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional serta Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (bioenergi) sebagai bahan bakar alternatif, maka perlu pula dikaji dan dikembangkan penggunaan sumber energi terbarukan, khususnya bioenergi sebagai bahan bakar pemanas dalam pengeringan.
1.2 Perumusan Masalah
Kehilangan hasil panen dan pasca panen gabah akibat ketidak sempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20% termasuk didalamnya adalah proses pengeringan yang mencapai 2.3%. Selama ini sebagian besar petani menggunakan lamporan untuk proses pengeringan, walaupun murah tetapi mempunyai masalah yaitu tergantung dengan cuaca, kemungkinan terkontaminasi dengan benda asing, susut karena tercecer sehingga dapat menurunkan mutu gabah.
Penggunaan pengering mekanis juga menghadapi masalah apabila menggunakan bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil sebagai sumber pembangkit udara panas, yaitu terbatasnya persediaan BBM, harga semakin mahal dan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara dan pemanasan
(32)
7
global. Permasalahan lainnya adalah penggunaan energi listrik yang masih besar, sehingga pemakaian energi spesifiknya meningkat.
Untuk mengatasi hal tersebut didalam penelitian ini dirancang suatu alat pengering mekanis tipe resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik yang menggunakan daya listrik lebih kecil untuk mengangkut jumlah bahan yang sama, serta lebih sederhana baik dalam konstruksi maupun operasinya, serta menggunakan bahan bakar campuran minyak jarak dengan minyak tanah.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan rancang bangun suatu alat pengering gabah dalam rangka mengatasi masalah pengeringan yang mengunakaan udara bertemperatur tinggi untuk mempercepat proses pengeringan, serta pemanfaatan sumber energi alterrnatif, dalam hal ini minyak jarak, sebagai bahan bakar pemanas udara pengering, untuk menghasilkan hasil pengeringan yang baik yaitu mempunyai kadar air seragam, dan rendemen beras kepala tinggi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dibagi dalam beberapa tujuan khusus yaitu :
1. Mendapatkan kinerja kompor tekan menggunakan bahan bakar campuran minyak jarak dengan minyak tanah.
2. Mendapatkan data sistem pengeringan bertahap sebagai dasar pengeringan resirkulasi.
3. Medapatkan proses pengeringan yang tepat dengan menggunakan teknik simulasi.
4. Mendapatkan nilai kelayakan usaha jasa pengeringan menggunakan pengering resirkulasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini adalah alat pengering tipe resirkulasi yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh kelompok petani atau industri serta, pemanfaatan energi terbarukan khususnya minyak jarak sebagai sumber panas
(33)
dalam pengeringan, sehingga diharapkan dapat sebagai pemacu diversifikasi energi.
1.5 Ruang Lingkup dan Outline disertasi
Penelitian ini mengkaji pengering resirkulasi untuk gabah yang menggunakan konveyor pneumatik, dengan minyak jarak sebagai sumber energi termal. Untuk melakukan kajian tersebut didisain pengering resirkulasi.
Terdapat empat tahapan didalam penelitian ini yaitu yang pertama, kajian terhadap kemungkinan penggunaan bahan bakar minyak jarak sebagai pengganti minyak tanah yang akan digunakan sebagai pemanas udara pengering. Didalam kajian tersebut dilakukan analisis yang meliputi karakteristik minyak jarak, analisis kemungkinan pencampuran minyak jarak dengan minyak tanah dan pembuatan kompor minyak jarak, pengujian kinerjanya untuk mengetahui keragaan kompor (lama nyala, warna api kontinuitas nyala). Pembahasan mengenai pemanfaatan minyak jarak tersebut dilakukan pada Bab 2, dan hasilnya akan digunakan pada Bab 4.
Bab 3 yang berisikan pembahasan mengenai kajian tahap berikutnya, yaitu melakukan kajian tentang pengaruh, temperatur,waktu, pengeringan dan waktu tempering terhadap tingkat rendemen beras kepala setelah gabah hasil pengeringan digiling. Kajian ini dilakukan untuk mendapatkan data pengaruh temperatur dan waktu pengeringan serta waktu tempering terhadap rendemen beras kepala dengan menggunakan alat pengering statis, dan mengasumsikan pengeringan lapisan tipis, yang digunakan sebagai dasar dalam pengeringan resirkulasi. Analisis menggunakan prosedur ANOVA dan pengujian dengan metoda Duncan 5%, menggunakan program SAS versi 8.0. Pola perbandingan waktu pengeringan dan waktu tempering, digunakan sebagai dasar perencanaan alat yang dibahas pada Bab 4.
Selanjutnya dalam Bab 4 dibahas tahapan ketiga dari penelitian ini yaitu melakukan rancangan bangun dan simulasi pengeringan resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik dengan bantuan software Visual Basic, untuk memberikan gambaran karakteristik pengeringan yang terjadi dalam pengering resirkulasi. Hasil simulasi kemudian dibandingkan dengan percobaan
(34)
9
langsung pada alat pengering yang telah dibuat berdasarkan rancangan dan perhitungan , untuk menguji kehandalan model simulasi.
Analisis ekonomi menjadi faktor penting untuk mengembangkan usaha pengeringan. Bab 5 membahas tentang kajian tahap keempat yaitu melakukan analisis ekonomi protipe yang telah didisain dalam Bab 4, untuk mengetahui kelayakan usaha pengeringan gabah menggunakan pengering resirkulasi. Data-data masukan untuk analisis ekonomi ini merupakan Data-data sekunder yang didapat dari harga-harga bahan yang digunakan dalam penelitian ini, diperhitungkan pada harga bulan September 2006 hingga Mei 2008. Perhitungan analisis ekonomi ini dapat digunakan untuk perubahan harga-harga, dengan merubah data masukan sesuai dengan nilai yang terjadi pada saat adanya perubahan.
Bab 6 membahas secara umum keuntungan dan keterbatasan system pengering serta prospek pengembangan kedepan.
Kesimpulan dan saran dari hasil penelitian ini sajikan pada Bab 7. Secara skematis, bagan alir atau tahapan penelitian secara keseluruhan disajikan pada Gambar 1.
(35)
Gambar 1 Diagram alir penelitian Analisis penggunaan
minyak jarak
Analisis pengaruh, temperatur,waktu pengeringan dan waktu tempering
terhadap mutu gabah
Simulasi pengering Gabah tipe resirkulasi
Analisis Biaya pengering gabah tipe resirkulasi
PENGERING GABAH TIPE RESIRKULASI MENGGUNAKAN KONVEYOR PNEMATIK DAN BAHAN BAKAR CAMPURAN MINYAK Campuran
minyak jarak dengan minyak tanah
Viskositas Campuran
Perhitungan : RH udara pengering ; Me ; konstanta pengeringan k; waktu
pengeringan dan tempering dalam satu siklus;
Perhitungan Kadar air
tidak
Print : Frequensi sirkulasi; kadar air akhir; lama pengeringanan tempering; total waktu pengeringan; kadar air akhir
ya
Perhitungan NPV, IRR, B/C ratio, BEP,
PBP, Sensitivitas
Analisis menggunakan Anova
Kadar air sudah 14%±0.5?
(36)
BAB II
ANALISIS PEMANFAATAN MINYAK JARAK SEBAGAI BAHAN BAKAR UNTUK PROSES TERMAL
2.1 PENDAHULUAN 2.1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan bahan bakar minyak bumi semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, dilain pihak hal ini tidak disertai dengan pembangunan kilang dan eksplorasi sumber minyak yang baru, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri dilakukan dengan mengimpor BBM.
Pemerintah telah menyiapkan berbagai peraturan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar minyak bumi yaitu dengan adanya Kebijakan Energi Nasional (KEN), dimana kebijakan utamanya adalah intensifikasi, diversifikasi dan konservasi energi serta salah satu kebijakan pendukung dalam KEN adalah optimalisasi energi mix, dan secara eksplisit juga ditentukan tentang target pengembangan energi terbarukan dimana ditargetkan sebesar 5% penggunaan energi terbarukan diluar energi tenaga air skala besar yang sudah ada. Bahkan telah dibuat payung hukum yaitu diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional serta Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (bioenergi) sebagai bahan bakar alternatif.
Pemerintah Indonesia bersemangat untuk melakukan program efisiensi dan hemat energi, selain mensosialisasikan pemanfaatan energi terbarukan, utamanya bioenergi, baik untuk sektor transportasi, industri maupan sektor rumah tangga.
Penggunaan minyak tanah sebagai sumber energi di Indonesia, pada tahun 2006 mencapai lebih dari 10 juta kilo liter, dan hanya 5% yang dikonsumsi oleh industri, sedangkan sisanya untuk kebutuhan memasak bagi rumah tangga.
(37)
Sehingga pemerintah akan menerapkan kebijakan tentang pengurangan penggunaan minyak tanah, dengan target tahun 2010 tidak ada lagi masyarakat yang mengkonsumsi minyak tanah untuk memasak.
Oleh karena itu sangat penting diperlukan metode alternatif, ataupun diversifikasi energi terutama untuk menggantikan fungsi minyak tanah, baik untuk kebutuhan rumah tangga ataupun industri, sebagai solusi masalah tersebut. Sebagai negara tropis Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai sebagai bahan bakar minyak, seperti: Bidaro, Bintaro, Jagung, Jarak, Karet, Padi (dedak) dan sebagainya. Apabila telah menjadi minyak nabati, sangat mudah penanganannya serta sangat aman penggunaannya.
Sebagian besar minyak nabati dapat digunakan untuk bahan bakar kompor baik yang menggunakan sumbu maupun kompor tekan, dan lampu minyak, dengan memodifikasi peralatan-peralatan tersebut. Terdapat dua kemungkinan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif terutama untuk kompor, yaitu yang pertama menggunakan langsung minyak nabati yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan minyak tanah atau memodifikasi minyak nabati sehingga karakteristiknya berbeda dan disesuaikan dengan kebutuhan kompor, walaupun harganya akan menjadi kurang lebih sama dengan minyak tanah.
Adapun kemungkinan kedua, ialah dengan memodifikasi kompor untuk disesuaikan dengan karakteristik minyak nabati tersebut. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah berdasarkan metode yang ke dua, memodifikasi kompor tanpa harus merubah karakteristik minyak nabati, dalam hal ini minyak jarak pagar, serta untuk mengkaji kinerja kompor tersebut.
2.1 Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan disain kompor yang dapat digunakan untuk proses pemanasan dengan menggunakan bahan bakar utama minyak jarak. 2. Mendapatkan data performansi kompor, dengan penggunaan berbagai
(38)
13
2.2 TINJAUAN PUSTAKA 2.2.1 Minyak Jarak
Tanaman jarak menghasilkan biji yang terdiri dari 60 persen berat kernel (daging biji) dan 40 persen berat kulit. Inti biji (kernel) tanaman jarak mengandung 33 - 50 persen minyak sehingga dapat diekstrak menjadi minyak jarak dengan cara mekanis ataupun ekstrakasi dengan pelarut seperti heksana. Minyak jarak pagar merupakan jenis minyak yang memiliki struktur molekul trigliserida yang mirip dengan minyak sawit, kandungan asam lemak esensial dalam minyak jarak cukup tinggi.
Produktivitas pohon jarak mencapai 2-2.5 kg biji kering perpohon, dalam 1 hektar lahan pohon dapat menghasilkan 4.4 - 4.9 ton biji kering dalam setahun dengan pengelolaan yang intensif (Agus. 2008). Bahkan dengan diluncurkannya varietas baru jarak pagar IP3 dari Puslitbang Perkebunan Badan Litbang Pertanian, tingkat produksi diharapkan dapat mencapai 8 ton/ha, sementara setiap ton biji kering akan menghasilkan 200 hingga 300 liter minyak jarak. Adapun proses pembuatan minyak jarak, hampir sama dengan pembuatan minyak nabati lainnya.
Dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak jarak tidak lebih kental. Komponen terbesar minyak jarak adalah tri-gliserida yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat.
Tabel 2 Kandungan asam lemak minyak jarak
Asam lemak Komposisi % berat
Asam oleat 43.2
Asam linoleat 34.3
Asam palmitat 14.2
Asam stearat 6.9
Sumber : Knoe Thig Vegetable Oil Sdn Bdh.2008
Minyak jarak, merupakan minyak tumbuhan (vegetable oil, plant oil) yang mempunyai karakteristik yang unik karena kandungan asetil atau hidroksilnya. Minyak jarak diperoleh melalui proses pressing dari biji jarak, proses untuk mendapatkan minyak jarak secara sekematik ditunjukkan pada Gambar 2.
(39)
Gambar 2 Bagan proses pembuatan minyak jarak
Minyak jarak mempunyai nilai kalor pembakaran sebesar 31.15 MJ/L dan mempunyai sifat fisik yang khas. Minyak jarak bersifat tidak larut dalam air, mempunyai kekentalan, indeks bias dan spesifik grafiti yang cukup tinggi, serta larut dalam pelarut hidrokarbon.
Pemanenan tandan buah jarak.
Biji yang telah kering ataupun dikeringkan
Pemasakan atau pemanasan biji. Dapat dilakukan dengan uap air 100˚C.
Daging biji dihancurkan dengan alat
ekstruder hingga lumat. Daging biji yang telah hancur siap dikempa (diperas)
Kulit biji
Daging biji dikempa dengan alat kempa hibrolik
Bungkil (ampas).
Minyak jarak (Jatropa oil) yang didapat dari alat kempa bersih dan berwarna kuning emas
(40)
15
Tabel 3 Sifat fisik minyak jarak
Sifat fisik Satuan Nilai
Titik Nyala ˚C 236
Densitas pada 15˚C g/cm3 0.9177
Kekentalan pada 30˚C mm2/s 49.15
Residu karbon %(m/m) 0.34
Kandungan abu sufat %(m/m) 0.007
Titik tuang ˚C -2.5
Kadar air ppm 935
Kandungan sulfur ppm < 1
Nilai Acid mg KOH/g 4.75
Nilai Iodine - 96.5
Sumber :Biodiesel Technocrats 2006
2.2.2 Teori Pembakaran
Berdasarkan teori pembakaran kekentalan bahan bakar minyak akan mempengaruhi nyala api yang terdiri dari: panjang lidah api (flame length Lf) , sudut api (angel of flame ) dan panas yang dilepaskan (heat release), serta kecepatan api (flame speed) (Turn.R.S 1996).
Nyala api hasil pembakaran bahan bakar pada berbagai aplikasi, seperti kebutuhan rumah tangga atau industri dikenal dengan nyala api laminar, struktur nyala api laminar ditunjukkan pada Gambar 3.
Bahan bakar yang mengalir sepanjang sumbu menyebar secara radial ke luar, sementara itu udara sebagai oksidator menyebar secara radial ke arah dalam. Ketika bahan bakar dan oksidator bertemu dalam keseimbangan stoichiometric akan membentuk permukaan api (flame surface), permukaan api ditetapkan sebagai tempat dimana equivalence ratio (Ф ) sama dengan satu.
(41)
o t l d p b b G Nyal oksidator, se tekan, maka lakosi aksial Ф (r= Panja diameter, tet panjang lida
QF=
Lf ≈ Untu bilangan Re bakar yang n
F 0,375R
Y = R ν ρ Rej= e e
Gambar 3 Str la api pem eperti pemba a panjang lid
l dimana: =0, x=Lf) = ang api yang
tapi dapat d ah api Lf terg
2 eπR
V stoic F F DY Q , 8 3 π ≈ uk bilangan eynold menj nilainya adal 1 ej ) [1
R x (
R − +
R
ruktur penye mbakaran y akaran yang dah api (Lf)
1
g keluar dar diasumsikan gantung pada c Schmidt, adi paramet lah : 2 2 ] 4 −
ebaran api lam yang kelebi
terjadi di da ) dapat seca
ri nosel terg dengan beb a laju aliran
ma mome Sc =
ter pengontr minar (Turn ihan udara, alam kompor ara sederhan antung pada berapa penye volume QF, y diffusivit ass diffusi entum
ol, YF adala
n.R.S 1996) , berarti b r gas ataupun na ditentuka a kecepatan ederhanaan, dimana D ν y y
vit = =
ah fraksi ma
berlebihan n kompor n dengan 2.1 awal dan sehingga 2.2
2.3 1 maka asa bahan
2.4
2.5
(42)
17
ρ
ν= 2.6
Parameter nyala api yang lain adalah sudut api (α) yang menunjukkan penyebaran api
tan , .
Berdasarkan persamaan-persamaan tersebut di atas dapat diketahui bahwa, jika kekentalan minyak kinematis persamaan 2.6 semakin tinggi, maka Rej semakin rendah (persamaan 2.5), berakibat panjang lidah api semakin panjang, sudut api semakin kecil, kecepatan api rendah dan pelepasan panasnya kecil. Sebaliknya, apabila kekentalan kinematis rendah, maka panjang lidah api semakin pendek, sudut api semakin lebar, kecepatan api menjadi tinggi dan pelepasan panasnya besar.
Dengan demikian penurunan kekentalan minyak jarak diperlukan tidak hanya karena masalah aliran fluida kental, akan membutuhkan tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan fluida berkekentalan rendah, tetapi juga karena masalah dalam pembakaran.
2.2.3 Ikatan polar dan non-polar
Ikatan polar merupakan ikatan kovalen yang terdapat pemisahan muatan antara ujung yang satu dengan ujung yang lain, dengan kata lain salah satu ujung sedikit positif dan ujung yang lainnya sedikit negatif. Dalam kasus tersebut, maka molekul dikatakan molekul polar yang berarti mempunyai pole elektrik. Air (H2O) adalah molekul polar, hal ini dikarenakan pada sisi yang satu positif dan sisi lainya negatif seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
(43)
Gambar 4 Ikatan kimia air (sumber Kurtus.R. 2005)
Didalam molekul non-polar, elektro-elektron terdistribusi lebih simetris dan karena itu tidak ada perbedaan antara sisi yang berlawanan, seperti halnya karbon dioksida (CO2) ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Ikatan kimia karbon dioksida (sumber Kurtus.R. 2005)
Selain bentuk molekul seperti tersebut di atas, untuk membedakan kepolaran suatu senyawa adalah dengan menghitung perbedaan elektronegatifitas atom pembentuk molekul (Electronegativity difference, ED). Elektronegatifitas merupakan ukuran kecenderungan atom menarik pasangan elektro ikatan, besarnya kelektronegatifitas ditentukan berdasarkan skala Pauling (Gambar 6). Perbedaan kelektronegatifitas antara dua atom yang berikatan dapat
(44)
19
menyebabkan kepolaran suatu senyawa, pada umumnya semakin besar perbedaan keelektronegatifitasnya, maka semakin polar senyawa tersebut.
Gambar 6 Skala Pauling (sumber Maelani.J, 2005)
Apabila suatu senyawa dicampurkan dengan senyawa lainnya, maka senyawa polar akan dapat larut dengan senyawa polar, dan senyawa non-polar larut terhadap senyawa non-polar. Minyak tanah adalah senyawa hidrokarbon dengan rumus empiris CnH2n+2 yang mempunyai panjang rantai karbon antara 11 hingga 14 termasuk dalam kelompok alkana, dan kebanyakan senyawa hidrokarbon adalah senyawa non-polar.
Adapun struktur minyak jarak yang mirip dengan minyak sawit, yakni struktur molekul tri-gliserida. Kepolarannya terletak pada gugus esternya yang tersusun atas gugus karbonil atau karboksilnya. Tetapi secara umum molekul minyak jarak adalah non-polar, karena sifat kepolaran gugus esternya tertutupi oleh panjangnya rantai karbon asam lemak (panjang rantai 4 hingga 24 atom karbon), yang membentuk molekul tri-gliserida yang bersifat non-polar. Jadi secara umum sifatnya sangat didominasi oleh panjang rantai karbon senyawa total. Dengan demikian minyak jarak dengan minyak tanah keduanya merupakan senyawa non-polar, sehingga saling larut satu dengan lainnya. Selain itu juga karena minyak bumi merupakan pelarut yang kuat.
2.2.4 Perkembangan kompor minyak jarak
Pengembangan kompor minyak nabati telah dilakukan oleh Reksowardojo.I.K. et al.(2008), yang telah mencapai generasi ke lima
(45)
menunjukkan hasil, untuk mendidihkan air sebanyak 0.6 liter, menggunakan minyak jarak dibutuhkan waktu 7 menit dengan laju aliran bahan bakar 0.336 liter/jam dibandingkan menggunakan minyak tanah yang membutuhkan waktu 6 menit dengan laju bahan bakar 0.408 liter/jam. Selain itu percobaan dilakukan dengan menggunakan minyak kelapa sawit, untuk mendidihkan air dalam jumlah yang sama memerlukan waktu 9 menit dengan laju aliran bahan bakar 0.414 liter/ jam.
Peneliti Deptan, melakukan pengujian minyak jarak digunakan sebagai bahan bakar kompor sumbu, menunjukkan hasil perambatan dalam sumbu, minyak jarak hanya 5.6 cm dalam waktu 60 menit, sedangkan menggunakan minyak tanah dalam waktu 10 menit, perambatan telah mencapai ketinggian 13 cm, sedangkan apabila digunakan untuk lampu sumbu, minyak jarak hanya mampu menyala selama 3 menit, sedangkan menggunakan minyak tanah mencapai 263 menit. Pencampuran minyak jarak dengan minyak tanah hingga 1:1 dianjurkan, karena dapat meningkatkan karakteristik pembakaran yang dicirikan dengan lama api menyala dan warna api.
Penelitian yang dilakukan REDI (Renewable Energies Development Institute) telah membuat kompor dengan bahan bakar minyak nabati, tetapi hasilnya belum dapat diketahui (jatropha stove.html). Peneliti dari Universitas Hohenheim Jerman (Stumpf, 2002), telah menghasilkan disain kompor tekan dengan bahan bakar minyak nabati hingga generasi ke dua, yang dapat menyala selama 30 jam tanpa pembersihan.
Penggunaan jarak sebagai bahan bakar juga dapat dilakukan langsung dari biji tanpa diolah menjadi minyak, ataupun dapat dibuat pasta, seperti yang telah dilakukan Alfy di Mataram (LombokNews, 2007) .
Gambar 7 Bagian buah jarak pagar
Biji jarak kering
(46)
21
2.2.5 Pendekatan disain kompor minyak jarak
Desain kompor minyak jarak ini dengan memodifikasi kompor minyak tekan yang beredar di pasar lokal, dengan memodifikasi pipa aliran bahan bakar dari tangki menjadi melingkar yang digunakan sebagai pemanas awal. Pipa ini menggunakan bahan tembaga dengan diameter 3 mm dan ketebalan 1.5 mm.
Bahan tembaga dipilih, karena mempunyai nilai konduktivitas yang tinggi sehingga baik untuk menghantarkan panas dan juga sifat tembaga yang lunak sehingga dapat lebih mudah dibentuk.
Terdapat dua bentuk pipa spiral yang pertama berada pada bagian keluaran dari tangki dengan panjang pipa 157 cm dibuat melingkar dengan diameter dalam lingkaran 2.6 cm, dan yang kedua melingkar pada mangkok burner dengan panjang pipa 80 cm dan diameter rata-rata 6 cm, panjang total pipa tembaga 300 cm, seperti ditunjukkan pada gambar 8 berikut.
Penurunan kekentalan minyak tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pemanas awal, dimana pipa saluran bahan bakar dipanaskan pada suhu tertentu sehingga temperatur minyak meningkat, hal ini ditunjukkan berdasarkan persamaan pindah panas (Holman.J.P. 1986) sebagai berikut :
πdL T T T mc T T .
2.3 BAHAN DAN METODE 2.3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian untuk analisis viskositas minyak jarak dan campuran minyak jarak dengan minyak tanah dilakukan di laboratorium pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, pembuatan dan pengujian kompor dilakukan di laboratorium Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Semarang, waktu penelitian Mei 2007 dan 7 November 2008 untuk pengujian viskositas.
(47)
2.3.2 Bahan
Percobaan dilakukan dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah, dan berbagai variasi campuran minyak jarak dengan minyak tanah, penggunaan minyak tanah sebagai bahan bakar acuan, dan campuran minyak jarak dengan minyak tanah sebagai bahan bakar yang dilakukan pengujian.
2.3.3 Alat
Alat yang digunakan adalah kompor tekan yang ada dipasaran dan dimodifikasi, dengan menambahkan pemanas awal yang terdiri dari, pipa spiral dan mangkok pemanas awal yang terbuat dari stainless steel yang digunakan untuk memanaskan pipa bahan bakar, sebelum penyalaan dimulai, sehingga minyak yang melalui pipa bahan bakar temperaturnya naik, dan kekentalan dapat diturunkan
Burner digunakan untuk pembakaran bahan bakar sehingga nyala api akan lebih terarah. Burner tersebut mempunyai nosel sebagai alat pengabut minyak.
pipa spiral melingkar burner panjang 80 cm
pipa spiral diameter lingkaran 2.6 cm, panjang 157 cm
Gambar 8 Modifikasi pipa saluran minyak
Burner yang digunakan tipe 212 Zeppellin dengan ukuran nosel berdiameter 0.042 cm, burner ini terbuat dari bahan campuran kuningan dan perak sehingga dapat memiliki titik lebur yang tinggi sehingga tidak mudah leleh.
(48)
23
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan beberapa alat ukur, seperti stopwatch, termometer digital, pressure gauge, flow meter dan timbangan digital kapasitas 2 kg.
Burner
Pressure gauge Pipa Bahan Bakar
Pengukuran temperatur pipa
Pemanas awal
Tangki Bahan Bakar Pengukuran laju aliran massa bahan bakar dengan timbangan digital
Gambar 9 Kompor tekan yang dimodifikasi
2.3.4 Prosedur Percobaan
Percobaan diawali dengan pengujian kekentalan minyak jarak terhadap temperatur, dengan mengunakan metode Ostwold, untuk mengetahui penurunan nilai kekentalan minyak jarak ketika dipanaskan, hal ini diperlukan agar dalam percobaan pemanasan awal minyak jarak dapat mencapai kekentalan yang diharapkan, sehingga aliran bahan bakar menjadi lancar.
Selain itu dilakukan pencampuran antara minyak jarak dengan minyak tanah kemudian juga dilakukan pengujian kekentalannya, serta mengetahui keadaan homoginitas campuran. Perbandingan campuran minyak jarak dengan minyak tanah dalam pengujian ini ditentukan antara 3:1 ; 1:1 dan 1:3.
Terdapat empat parameter yang diukur dalam percobaan ini yaitu : waktu yang diperlukan sebagai pemanasan awal (yang diperlukan untuk menguapkan bahan bakar), waktu yang diperlukan untuk mencapai api biru, waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air dan konsumsi bahan bakar, sebagai dasar jumlah air yang dididihkan adalah 1 liter. Dengan menggunakan empat macam
(49)
bahan bakar, yaitu minyak tanah sebagai bahan bakar acuan, campuran minyak jarak dengan minyak tanah dengan perbandingan 3:1 ; 1:1 dan 1: 3.
Pemanasan awal dilakukan dengan membakar alkohol yang didenaturasi dengan terusi CuSO4 sebanyak 10 ml pada mangkok pemanas, hingga temperatur pipa mencapai ± 280 oC, pengambilan data dimulai dengan mencatat waktu yang dibutuhkan, kemudian, membuka katup saluran bahan bakar dan dilanjutkan penyalaan kompor sehingga terbentuk nyala api merah.
Bukaan katup saluran bahan bakar diperbesar akan terjadi perubahan warna nyala api dari merah menjadi biru (stabil), data waktu yang dibutuhkan untuk mencapai warna biru diperlukan untuk mengetahui keragaan minyak. Untuk membandingkan dengan menggunakan minyak tanah digunakan metode Water Boiling Test (WBT) yaitu dengan mendidihkan air dalam bejana dengan menggunakan air sejumlah 1 liter, dan mencatat perubahan temperatur air terhadap waktunya. Data yang diperlukan adalah temperatur awal air, perubahan temperatur air, laju aliran bahan bakar, dan waktu yang diperlukan dalam perubahan temperatur tersebut, hingga air mendidih. Setiap percobaan dilakukan empat kali ulangan.
2.4 HASIL DAN PEMBAHASAN
2.4.1 Pengujian Kekentalan terhadap Temperatur
Berdasarkan pengujian dengan menggunakan metode Ostwold (AOAO, 974.07 ed 16 tahun 1999) yang dilakukan di Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, didapat hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4. Dengan kondisi sampel hasil campuran homogen, hal ini juga ditunjukkan dengan gambar campuran yang setelah didiamkan selama satu minggu, kondisi sampel tetap tercampur baik.
(50)
25
Tabel 4 Kekentalan campuran terhadap suhu
No Suhu (oC)
Kekentalan Minyak Tanah
(Centipoice)
Kekentalan Minyak Jarak (Centipoice)
Kekentalan Campuran Minyak Jarak : Minyak Tanah
(Centipoice)
1:1 3:1 1:3
1 30 2.2 45 10.06 17 3.46
2 35 39 9.18 15.9 3.38
3 40 30.5 9.15 12.9 3.37
4 45 25 8.91 12 3.32
5 50 22 7.66 10.5 3.32
6 55 19 7.49 9 3.29
7 60 15 7.45 7.5 3.21
Hasil tersebut di atas dapat digambarkan dengan grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 10 berikut. Nampak bahwa grafik untuk kekentalan minyak jarak terhadap temperatur menurun membentuk garis dengan persamaan
= 9967T-1.56 2.11
dengan koefisien diterminan (R2) = 0.99
Sedangkan kekentalan campuran minyak jarak dengan minyak tanah 1:1 menurun secara linier berdasarkan persamaan
= -0.088T+12,59 2.12
R2= 0.937
Untuk kekentalan campuran antara minyak jarak dengan minyak tanah menjadi 1:3 berdasarkan persamaan
=-0.006T+3.639 2.13
dengan R2= 0.93, untuk kekentalan campuran minyak jarak : minyak tanah 3:1 maka persamaan kekentalannya menjadi
= 958.4T-1.16 2.14
(51)
Gambar 10 Hubungan kekentalan & temperatur
Gambar 11 dan 12 menunjukkan kesetabilan campuran yang diamati secara visual, dengan membiarkan campuran berada dalam keadaan diam selama 6 hari, dan tidak terjadi pemisahan campuran.
Gambar 11 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran, diambil pada tanggal 25 Oktober 2008
Minyak tanah Minyak jarak
Campuran Minyak
jarak : minyak tanah Minyak jarak Campuran Minyak
jarak : minyak tanah
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
25 35 45 55 65 75
k
ekent
a
la
n
(
μ
)
cp
temperatur (T) C
minyak jarak campuran mj:mt 3:1 campuran mj:mt 1:1 campuran mj:mt 1:3 minyak tanah
(52)
27
Gambar 12 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran,diambil pada tanggal 30 Oktober 2008
2.4.2 Waktu Pemanasan Awal
Pemanasan awal dimaksudkan untuk menaikan temperatur bahan bakar yang digunakan agar kekentalannya dapat turun, setelah dinyalakan yang keluar dari nosel menjadi uap bahan bakar. Berdasarkan persamaan 2.5, apabila kekentalan turun, maka bilangan Reynold (Rej) naik, kenaikan bilangan Reynold mengakibatkan fraksi massa bahan bakar (YF) naik (persamaan 2.4), sehingga panjang lidah api turun (persamaan 2.3), kecepatan api menjadi tinggi.
Berdasarkan persamaan 2.8, dengan diameter (d) pipa 0.4 cm, panjang 157 cm, ketika temperatur pipa dipanaskan hingga mencapai (Tw) 280 oC, dengan temperatur minyak masuk pipa diasumsikan konstan Tb1 = 30 oC, laju aliran minyak = 0.06 x10-3 kg/detik, dan koefisien konveksi (h) didapat dari persamaan
. , , .
Didapat hasil temperatur minyak keluar pipa Tb2 menjadi 90 oC, Peningkatan temperatur minyak akan menurunkan angka kekentalan minyak tersebut.
Gambar 13 menunjukkan saat pembakaran menggunakan alkohol sebagai pemanasan awal.Waktu pemanasan awal campuran minyak jarak dengan minyak tanah 3:1 adalah 190 detik, lebih lama dibandingkan waktu pemanasan campuran yang lainnya, semakin banyak kandungan minyak jarak dalam
Minyak tanah Minyak jarak
Campuran Minyak jarak : minyak tanah
(53)
campuran semakin lama waktu pemanasan awalnya, hal ini dikarenakan untuk mencapai kekentalan yang mendekati kekentalan minyak tanah, campuran yang mengandung minyak jarak lebih banyak, membutuhkan temperatur lebih tinggi. Waktu pemanasan yang dibutuhkan untuk campuran 1:1 adalah 85 detik, lama waktu pemanasan untuk berbagai variasi campuran ditunjukkan oleh Gambar 14.
Gambar 13 Pemanasan awal
Gambar 14 Waktu pemanasan awal 0
20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Campuran 1:1 Campuran 3:2 Campuran 3:1
waktu
(detik) Variasi Campuran
minyak jarak : minyak tanah
(54)
29
2.4.3 Waktu Untuk Mencapai Api Biru
Apabila bahan bakar telah mencapai temperatur uapnya, warna nyala api akan berubah dari merah menjadi kebiruan (stabil) seperti ditunjukkan pada Gambar 15, sedangkan Gambar 16 menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan oleh minyak tanah jauh lebih cepat dibandingkan dengan campuran minyak jarak dengan minyak tanah. Hal ini disebabkan oleh karena minyak tanah memiliki nilai kekentalan yang rendah. Semakin tinggi nilai kekentalannya semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai api biru.
Gambar 15 Api biru
Gambar 16 Waktu yang diperlukan untuk mencapai api biru 0
50 100 150 200 250 300 350
Minyak tanah
Campuran 1:1
Campuran 3:2
Campuran 3:1
Wa
ktu
(detik)
(55)
2.4.4 Konsumsi Bahan Bakar dan Waktu yang diperlukan untuk mendidihkan Air 1 liter
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dengan berbagai variasi campuran dan digunakan memasak air sebanyak 1 liter, distribusi waktu dan temperaturnya seperti terlihat pada Tabel 5, 6, 7 dan 8 untuk campuran minyak jarak dan minyak tanah. Waktu yang diperlukan untuk mencapai temperatur 99 o
C dari temperatur awal 27 oC, menggunakan minyak tanah selama 5 menit 1 detik, sedangkan menggunakan campuran minyak jarak dan minyak tanah dengan perbandingan 1:1 dibutuhkan waktu 7 menit 3 detik, atau 2 menit lebih lama daripada menggunakan minyak tanah.
Tabel 5 Percobaan dengan menggunakan minyak tanah Percoba an Suhu air awal Suhu air akhir
Waktu Jml bh
bk ml
Nilai kalor 1 27 99
99 99 99
301 detik 19.24 41 MJ/l
2 27 303 detik 19.46
3 27 302 detik 19.36
4 27 300 detik 19.17
Rata-rata 301 detik 19.41
Tabel 6 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (1: 1) Percoba an Suhu air awal Suhu air akhir
Waktu Jml bh
bk ml
Nilai kalor 1 27 99
99 99 99
441 detik 13.23 36.075 MJ/l
2 27 439 detik 13.17
3 27 435 detik 13.05
4 27 436 detik 13.08
Rata-rata 438 detik 13.14
Tabel 7 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (3:2) Percobaa n Suhu air awal Suhu air akhir
Waktu Jml bahan
bakar ml
Nilai kalor
1 27 99
99 99 99
519 detik 13.41 35.09
MJ/l
2 27 515 detik 13.30
3 27 517 detik 13.36
4 27 516 detik 13.33
(56)
31
Tabel 8 Percobaan minyak jarak : minyak tanah 3 : 1 Percoba an Suhu air awal Suhu air akhir
Waktu Jumlah bh
bakar ml
Nilai kalor
1 27 99 545 detik 14.85 33.613
MJ/l
2 27 99 551 detik 14.85
3 27 99 551 detik 14.95
4 27 99 555 detik 14.87
Rata-rata 550 detik 14.88
Gambar 17 Waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air 1 liter
Kebutuhan energi untuk mencapai temperatur air dari 27 oC menjadi 99 o
C sebanyak 1 liter dengan menggunakan minyak tanah ternyata lebih besar yaitu 795.81 kJ, tetapi waktu yang lebih cepat, dibandingkan dengan menggunakan campuran minyak jarak dan minyak tanah, untuk perbandingan campuran 1:1, kebutuhan energinya 474.03 kJ, perbandingan 3:2 sebesar 468.45 kJ dan untuk perbandingan 3:1 sebesar 500.16 kJ. Kebutuhan energi yang besar dengan mengunakan minyak tanah dikarenakan, menggunakan kompor tekan yang telah dimodifikasi menggunakan pipa spiral yang dipanaskan, menyebabkan kekentalan minyak tanah yang semakin turun, sehingga laju aliran minyak tanah menjadi lebih banyak.
0 100 200 300 400 500 600 Minyak tanah Campuran 1:1 Campuran 3:2 Campuran 3:1 Wakt u u n tu k m endi dih ka n ai r 1li ter (detik) Jenis minyak
(57)
m p m y p t t p t a p 2 Gambar 1 Berd minyak jara pencampura menggunaka yang sama d pengamatan tanah pada p terjadi mas penyemprota terputus-putu adanya peng periodik nos 2.5 KES 1. Kom baka baka awal 8 Konsumsi dasarkan data
ak dapat dig an dengan an pemanas dibandingka secara visu perbandinga alah, tetapi an bahan b us dan meny ggumpalan k sel perlu dibe
SIMPULAN
mpor yang d r utama mi rnya dimod untuk menu
i minyak yan a-data perco gunakan untu minyak awal. Perlu an menggun ual, penggun an 1:1, hingg
i pada men bakar keluar yebabkan ny karbon. Pem ersikan N dapat diguna inyak jarak difikasi, den urunkan keke ng diperluka obaan terseb uk bahan ba tanah, sert u waktu leb akan minya naan campur ga 75 menit nit ke 90 r nosel, dim yala api tida mecahan masa
akan untuk adalah kom ngan dibuat
entalan miny
an untuk men ut di atas da akar kompo ta modifik bih lama un ak tanah. Sed
ran minyak j pertama set muncul s mana penye ak stabil, ha
alah tersebu proses pem mpor tekan sepiral aga yak. ndidihkan air apat diketah or dengan m kasi kompo ntuk mendid dangkan ber jarak dengan telah penyal suatu masa emprotan te l ini disebab ut adalah unt
manas denga yang salura ar terjadi pe
r 1 liter hui bahwa melakukan or tekan dihkan air rdasarkan n minyak laan tidak lah pada erganggu, bkan oleh tuk secara an bahan an bahan emanasan
(1)
Lampiran 11 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 500 kg dengan Kenaikan Harga Bahan Bakar 17.5%
Tahun Biaya Penerimaan
B-C DF 15% PV
(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B) (B-C)
0
10,000,000 - - 10,000,000 - (10,000,000) 1.0000 (10,000,000.00) 1 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.8696 1,946,086.96 2 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.7561 1,692,249.53 3 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.6575 1,471,521.33 4 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.5718 1,279,583.76 5 2,700,000 25,062,000 27,762,000 32,800,000 5,038,000 0.4972 2,504,776.39
NPV
(1,105,782.03) Biaya Penyusutan Harga awal Umur
ekonomis
Harga akhir (sisa) Pengering Rp
1,800,000 Rp 10,000,000 4 Rp 2,800,000
Mekanis IRR (%)
9.01
Tahun Biaya Penerimaan
B-C DF 15% PVB
(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B) 0
10,000,000 - - 10,000,000 - (10,000,000) 1.0000 0.00 1 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.8696 26086956.52 2 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.7561 22684310.02 3 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.6575 19725486.97 4 2,700,000 25,062,000 27,762,000 30,000,000 2,238,000 0.5718 17152597.37 5 2,700,000 25,062,000 27,762,000 32,800,000 5,038,000 0.4972 16307396.92 101,956,747.80 NPV(B-C)+ 8894217.97
NPV(B-C)- -10000000.00
Net B/C 0.89
Gross B/C 0.99
(2)
151
Lampiran 16 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 1000 kg
Tahun Biaya Penerimaan
B-C DF 15% PV
(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B) (B-C)
0 Rp 15,000,000 Rp - Rp - Rp 15,000,000 Rp - Rp
(15,000,000) 1.0000 (15,000,000) 1 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.8696 15,556,521.74 2 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.7561 13,527,410.21 3 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.6575 11,762,965.40 4 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.5718 10,228,665.56 5 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 66,700,000 Rp 22,090,000 0.4972 10,982,634.08 NPV 47,058,196.99 payback period terjadi pada tahun ke-2
Untuk mencari nilai akhir pada tahun ke-5
Biaya Penyusutan Harga awal Umur ekonomis Harga akhir (sisa) Pengering
Rp 2,700,000 Rp 15,000,000 Rp 4 Rp 4,200,000 Mekanis
IRR (%) 77.21
Tahun Biaya Penerimaan
B-C DF 15% PVB
(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B) 0 Rp 15,000,000 Rp - Rp - Rp 15,000,000 Rp -
Rp
(15,000,000) 1.0000 0.00
1 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.8696 54347826.09 2 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.7561 47258979.21 3 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.6575 41094764.53 4 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 62,500,000 Rp 17,890,000 0.5718 35734577.85 5 Rp 4,050,000 Rp 40,560,000 Rp 44,610,000 Rp 66,700,000 Rp 22,090,000 0.4972 33161688.24
211,597,835.91 NPV(B-C)+ 62058196.99
NPV(B-C)- -15000000.00
Net B/C 4.14
(3)
Lampiran 17 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 2000 kg
Tahun Biaya Penerimaan
B-C
DF 15%
PV
(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B)
(B-C)
0
30,000,000 - - 30,000,000 -
(30,000,000) 1.0000 (30,000,000) 1 8,100,000 81,960,000 90,060,000 120,000,000 29,940,000 0.8696 26,034,782.61 2 8,100,000 81,960,000 90,060,000 120,000,000 29,940,000 0.7561 22,638,941.40 3 8,100,000 81,960,000 90,060,000 120,000,000 29,940,000 0.6575 19,686,036.00 4 8,100,000 81,960,000 90,060,000 120,000,000 29,940,000 0.5718 17,118,292.17 5 8,100,000 81,960,000 90,060,000 128,400,000 38,340,000 0.4972 19,061,756.03
NPV
4,539,808.21
Untuk mencari nilai akhir pada tahun ke-5Biaya Penyusutan Harga awal Umur
ekonomis Harga akhir (sisa) Pengering Rp
5,400,000 Rp 30,000,000 4 Rp 8,400,000 Mekanis
IRR (%) 63.01
Tahun Biaya Penerimaan
B-C
DF 15%
PVB(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B) 0
30,000,000 Rp - Rp - Rp 30,000,000 Rp - Rp (30,000,000)
1.0000
0.00 1 Rp 1,045,450 81,960,000 83,005,450 120,000,000 Rp 36,994,5500.8696
104347826.1 2 Rp 1,045,450 81,960,000 83,005,450 120,000,000 Rp 36,994,5500.7561
90737240.08 3 Rp 1,045,450 81,960,000 83,005,450 120,000,000 Rp 36,994,5500.6575
78901947.89 4 Rp 1,045,450 81,960,000 83,005,450 120,000,000 Rp 36,994,5500.5718
68610389.47 5 Rp 1,045,450 81,960,000 83,005,450 128,400,000 Rp 45,394,5500.4972
63837492.81 406,434,896.34 NPV(B-C)+ 128187753.96NPV(B-C)- -30000000.00
Net B/C 4.27
(4)
153
Lampiran 18Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 500 kg dengan Kenaikan Harga Bahan Bakar 12.5%,Upah 15%
Tahun Biaya Penerimaan
B-C DF 15%
PV
(T) Investasi Biaya Tetap Biaya tak tetap Total (B) (B-C)
0 10,000,000 - - 10,000,000 - (10,000,000) 1.0000 (10,000,000.00) 1 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2,730,000 0.8696 2,373,913.04 2 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2,730,000 0.7561 2,064,272.21 3 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2,730,000 0.6575 1,795,019.31 4 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2,730,000 0.5718 1,560,886.36 5 2,700,000 24,990,000 27,270,000 32,800,000 5,530,000 0.4972 2,749,387.35 NPV 543,478.28 Untuk mencari nilai akhir pada tahun ke-5
Biaya Penyusutan Harga awal Umur ekonomis Harga akhir (sisa)
Hari kerja 240hari Pengering Rp
1,800,000
Rp
10,000,000 4 Rp 2,800,000
Mekanis IRR (%)
30.34
Tahun
Biaya
Penerimaan
B-C
DF 15%
PVB(T)
Investasi
Biaya tetap
Biaya tak tetap
Total
(B)
0
10,000,000 - - 10,000,000 Rp - (10,000,000.00) 1.0000 0.00 1 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2,730,000.00 0.8696 26086956.52 2 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2 ,730,000.00 0.7561 22684310.02 3 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2,730,000.00 0.6575 19725486.97 4 2,700,000 24,990,000 27,270,000 30,000,000 2,730,000.00 0.5718 17152597.37 5 2,700,000 24,990,000 27,270,000 32,800,000 5,530,000.00 0.4972 16307396.92
101,956,748 101,956,747.80 101,413,269.52
NPV(B-C)+ 10543478.28 NPV(B-C)- -10000000.00 Net B/C 1.054347828
(5)
TOTOK PRASETYO
. Study on Recirculation Dryer of Rough Rice Using
Pneumatic Conveyor and blended kerosene and
jatropha curcas
oil.
Supervisors : KAMARUDDIN ABDULLAH, I MADE KARTIKA DHIPUTRA,
ARMANSYAH H. TAMBUNAN, AND LEOPOLD OSCAR NELWAN.
Post harvest losses of rice in Indonesia was estimated to reach 20 % in
which drying alone accounted for 2.3%. Most farmers in this country use the
traditional direct sun drying, although cheap in cost it has the demerit of being
dependent on weather conditions, susceptible to damage by rodent and easy
being contaminated with dusts and foreign materials which can reduce the
quality of products. Any delay in drying due to bad weather conditions will lead
to excess in respiration and fungal growth, and sprouting due to re-wetting of
products causing great losses in rice quality. The effect of global warming, due
to accumulated green house gas (GHG) emissions in our atmosphere has created
global climate change and uncertainty in weather conditions. Rainy days may
occur during golden harvest making sun drying impossible and consequently
drying should be delayed. The use of artificial dryer is facing another problem
where fossil fuel as source of hot air generation is becoming scarce and high
price.
The aim of this study was to design a recirculation dryer of rough rice
using pneumatic conveyor and blended fuel between kerosene and
jatropha
curcas
oil to generate hot air for drying. This study comprises of five major
components. First, is the study about the feasibility of using
jatropha curcas
oil
as an energy source to produce drying air, second, experiments related to the
influence of drying time and tempering durations on head rice yield (HRY)
under non-flow static grain conditions, third, performance test of the proposed
recirculation dryer, fourth computer simulation on recirculation dryer of rough
rice using pneumatic conveyor and lastly, economic benefit of the proposed
drying system.
A series of drying test using an average of 450 kg of rough rice, powered
by 350 Watt pneumatic conveying system, had indicated that the best drying
time every cycle was 11.8 minutes with 48.9 minutes tempering period, resulting
in 74.3 % of head rice yield. The resulting HRY was about 7-9 % higher than
those obtained using the conventional mechanical dryer. Results of this study
had shown that, properly blended
jatropha curcas
oil and kerosene could be used
as to generate the drying air and thereby reduce the quantity of kerosene which
has become less available in the rice production area. The drying efficiency of
the proposed drying system was between 22.2 % to 31.1 %, the specific energy
consumption using non renewable energy was between 3.475- 4.785 MJ/kg
water evaporated, fuel consumption at 0.95 to 1.15 (liters/hr) and the average
drying rate was 0.9 %/hr. It was also found that a ratio between the durations of
drying time and tempering has significant effect on the HRY beside air
temperature. The recommended operation procedure using the dryer under study
will be to conduct drying every 11.8 minutes/cycle followed by tempering 48.9
minutes. The power required for pneumatic conveying used was 1.028 Wh/kg as
compared to 1.35 Wh/kg. The average deviations between computer simulation
(6)