Formulasi Hamilton Untuk Menggambarkan Deformasi Gelombang Soliter Dengan Dasar Tidak Rata Pada Fluida Dua Lapisan

FORMULASI HAMILTON UNTUK MENGGAMBARKAN
DEFORMASI GELOMBANG SOLITER DENGAN DASAR
TIDAK RATA PADA FLUIDA DUA LAPISAN

AGATHA PRIMASARI SUTRISNO
G54103046

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUN ALAM
INSTITIUT PERTANIAN BOGOR
2007

ABSTRACT
AGATHA PRIMASARI SUTRISNO. Hamiltonian Formulation for Describing Deformation
Solitary Waves for Uneven Bottom in a Two-Layer Fluid . Under supervision by Jaharuddin and
Ali Kusnanto.
Internal waves are waves which appear under sea level so that these waves are not
perceived by eyes. Hamiltonian formulation is formulated to explain these waves motion. In this
case, it is assumed that the fluid considered consisted of two layers with each layer own constant
density. It is also assumed that each layer consists of incompressible and invicid fluid.
Hamiltonian formulation is formulated by considering a two-layer fluid which is bounded

above by a rigid boundary and the bottom by a rigid but horizontally-varying boundary.
Hamiltonian (total energy) is defined as the total of kinetic energy and its potential energy.
Because the kinetic energy are not expressed explicitly in fisis variable, an asymptotic method is
used to determine its total energy. In this case, we assumed that the interfacial waves are “rather
long and rather low” waves. If it is assumed that the interfacial waves only creep at one way then
we obtain the Korteweg de-Vries (KdV) equation, while if the wave creep second instruct then we
obtained Boussinesq equation.
Solution of the KdV equation is obtained by an asymptotic method. At the lower order is
obtained solution in the form of solitary wave. Deformation of this solitary waves will be
observed. Its result is an opposite relation between amplitude and deep of a layer fluid. While at
two-layer fluid, which it’s density equally the same, the higher order was not significant.

ABSTRAK
AGATHA PRIMASARI SUTRISNO. Formulasi Hamilton untuk Menggambarkan Deformasi
Gelombang Soliter dengan Dasar Tidak Rata Pada Fluida Dua Lapisan. Dibawah bimbingan
Jaharuddin dan Ali Kusnanto.
Gelombang internal adalah suatu gelombang yang muncul di bawah permukaan laut
sehingga gelombang ini tidak teramati secara kasat mata. Formulasi Hamilton dirumuskan untuk
menjelaskan gerak gelombang ini. Dalam hal ini diasumsikan bahwa fluida yang ditinjau terdiri
atas dua lapisan dengan masing-masing lapisan memiliki rapat massa yang konstan. Selain itu,

diasumsikan pula fluida yang ditinjau berupa fluida tak mampat (incompressible) dan tak kental
(invicid).
Formulasi Hamilton dilakukan dengan meninjau fluida dua lapisan yang berada pada
domain yang dibatasi oleh batas atas yang rata dan batas bawah yang tidak rata. Hamilton (energi
total)-nya didefinisikan sebagai penjumlahan antara energi kinetik dan energi potensialnya. Karena
energi kinetik tidak secara eksplisit dinyatakan dalam peubah fisis, maka digunakan metode
asimtotik untuk menentukan energi totalnya. Dalam hal ini diasumsikan bahwa gelombang
interfacial yang ditinjau cukup panjang, dan amplitudo yang cukup kecil. Persamaan Korteweg deVries (KdV) diperoleh, jika disumsikan bahwa gelombang interfacial hanya merambat pada satu
arah, sedangkan jika gelombang tersebut merambat ke dua arah, diperoleh persamaan Boussinesq.
Persamaan KdV yang diperoleh diselesaikan dengan metode asimtotik. Pada orde yang
rendah diperoleh penyelesaian dalam bentuk gelombang soliter. Deformasi gelombang soliter ini
selanjutnya diamati. Hasil yang diperoleh adanya hubungan terbalik antara amplitudo dengan
kedalaman fluida pada fluida satu lapisan. Sedangkan pada fluida dua lapisan dengan rapat massa
kedua lapisan yang hampir sama, pengaruh orde yang lebih tinggi tidak signifikan.

FORMULASI HAMILTON UNTUK MENGGAMBARKAN
DEFORMASI GELOMBANG SOLITER DENGAN DASAR
TIDAK RATA PADA FLUIDA DUA LAPISAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
AGATHA PRIMASARI SUTRISNO
G54103046

Departemen Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahun Alam
Institiut Pertanian Bogor
2007

Judul
Nama
NRP

: Formulasi Hamilton untuk Menggambarkan Deformasi Gelombang
Soliter dengan Dasar Tidak Rata Pada Fluida Dua Lapisan.
: Agatha Primasari Sutrisno

: G54103046

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Jaharuddin, M. Si.
NIP. 132 045 530

Drs. Ali Kusnanto, M. Si.
NIP. 131 913 135

Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanin Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koeswaryono, M.S.
NIP. 131 473 999


Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1985 dari ayah Trisno Triatmojo dan
ibu Susana Sri Agatsih Umi Santi. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 1997 penulis lulus dari SD St. Fransiskus Asisi, Jakarta. Tahun 2000 penulis lulus
dari SLTP St. Fransiskus Asisi, Jakarta. Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 26 Jakarta dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Agria Swara IPB pada tahun
2003. Penulis aktif dalam kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa
maupun oleh Gumatika. Penulis juga menjadi staf Departemen Keputrian pada Gumatika (Gugus
Mahasiswa Matematika) pada tahun 2005. Pada semester ganjil tahun ajaran 2005/2006 penulis
menjadi asisten untuk mata kuliah Kalkulus III.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas karunia dan kasih-Nya yang
besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih atas kasih yang begitu besar yang diberikan oleh
1. Bapak Dr. Jaharuddin, M. Si sebagai pembimbing skripsi pertama, yang atas bantuan dan
dorongan kepada penulis sehingga penulis dapat termotivasi untuk segera menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Drs. Ali Kusnanto, M. Si sebagai pembimbimg skripsi kedua, atas masukkan dan
bantuannya selama proses penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Siswandi, M.Si sebagai dosen penguji atas dukungan dan semangatnya
supaya penulis terus semangat saat seminar dan sidang.
4. Semua dosen Departemen Matematika atas ilmu, dan kasihnya.
5. Mas Deny, Bu Ade, Bu Susi, Bu Marisi, Mas Bono, Mas Yono, dan teteh.
6. Keluarga tercinta Papa, Mama, Sekar dan Adhi atas cinta, doa, perhatian, dan kasihnya
untuk mendukung penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.
7. Bram atas doa, masukkan, kritik, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
8. Teman-teman matematika 40, Ica (semangat), Sri dan Dwi sudah menjadi pembahas,
Walidah dan Herni atas doanya, Uli untuk bantuan setelah sidang, Mayang, Mufti, Sawa,
Mukafi berkenan hadir saat seminar, Septi (jaja, semangat ya), Ifni, Tiwi, Metha, Nisa
semangat, Gandronk (indah) dan Gogon (vina) jadi teman terbaik, Mita teman terbaik,
Aci, Ami, Mika, Abay, Rama, Komeng (yudi), Rusli (cepat sehat), Elis, Marlin, Nchi
(astri), Yuda, Berry, Aam, Lili, Ali, Ari, Ucup, Putra, Bedu, Prima, Anton, Demi, Manto,
Dimas, Febri, Jayu, Ulfa, terimakasih sudah berjuang bersama dalam susah dan senang.

9. Teman-teman matematika 39, kak Ari untuk bantuannya; 41, Dian, Ria, Adji; 42, Boy
untuk bantuannya, dan teman-teman 43 Emta, Jesika, Lenny untuk pinjaman catatan pm
dan matdasnya.
10. Teman-teman griya ananta crew yang paling kusayang, Jani tersayang untuk semangat
dan bantuan yang besar, Chenty tersayang yang tidak pernah bosan memulihkan
semangat, Novi untuk masukan dan kritik juga semangatnya, Evi untuk antarannya ke
departemen, Susan (ucank) untuk doa dan semangatnya, Tina untuk doa dan kritik juga
semangatnya, Erika untuk bantuannya saat sidang, Anin untuk bantuannya mentranslete,
Debya, Elpita, Lina untuk doa dan semangatnya menghadapi masa sulit penyusunan
skripsi ini.
11. Orang-orang yang mengasihi dan membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Semoga skripsi
ini berguna bagi para pembaca.

Bogor, April 2007

Agatha Primasari Sutrisno

DAFTAR ISI


Halaman
DAFTAR ISI . ............................................................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................................

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................................
Tujuan ..........................................................................................................................

1
1


LANDASAN TEORI
Persamaan Dasar ..........................................................................................................
Fluida Dua Lapisan ......................................................................................................
Sistem Hamilton ..........................................................................................................

2
3
3

PEMBAHASAN
Hampiran untuk φ .......................................................................................................
Hampiran untuk F1 dan F2 ..........................................................................................
Sistem Hamilton untuk Gelombang Dua Arah ...........................................................
Sistem hamilton untuk Gelombang Satu Arah ............................................................
Deformasi Gelombang Soliter .....................................................................................

5
7
7
8

9

KESIMPULAN ..........................................................................................................................

11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................

12

LAMPIRAN ...............................................................................................................................

13

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Domain fluida ............................................................................................................. 2
Gambar 2. Domain fluida dua lapisan .......................................................................................... 3
Gambar 3. Hubungan a dan h pada fluida satu lapisan untuk berbagai nilai ε ........................... 10


DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Penurunan persamaan (31) .......................................................................................
Lampiran 2. Penurunan persamaan (40) dan (41) ........................................................................
Lampiran 3. Penurunan persamaan (48) dan (49) ........................................................................
Lampiran 4. Penurunan persamaan (53), (54), (55) .....................................................................
Lampiran 5. Penurunan persamaan (57) .......................................................................................
Lampiran 6. Penurunan persamaan (58) .......................................................................................
Lampiran 7. Penurunan persamaan (67) .......................................................................................
Lampiran 8. Penurunan persamaan (74) dan (75b) ......................................................................
Lampiran 9. Penurunan persamaan (77) dan (78) ........................................................................
Lampiran 10. Penurunan persamaan (79) .....................................................................................
Lampiran 11. Penurunan persamaan (81) .....................................................................................
Lampiran 12. Program Gambar 3 .................................................................................................

14
14
15
16
17
18
18
19
20
21
22
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gelombang
internal
adalah
suatu
gelombang yang muncul di bawah permukaan
laut. Beberapa peneliti mengamati adanya
kerusakan yang diakibatkan oleh gelombang
internal ini seperti rusaknya tiang penyangga
anjungan minyak lepas pantai di laut
Andaman (Osborne 1980). Selain itu,
gelombang internal ini dapat mengakibatkan
naiknya polutan dari dasar laut ke permukaan,
sehingga mempengaruhi kehidupan habitat
laut (Gerkema 1994). Kerusakan yang dapat
ditimbulkan oleh gelombang ini dapat
diantisipasi, bila kekuatan gelombang internal
tersebut dapat diketahui. Formulasi matematik
untuk menentukan kekuatan gelombang
internal biasanya menggunakan formulasi
Euler, namun penafsiran terhadap hasil dari
formulasi ini rumit (Grimshaw 1981). Oleh
karena itu akan digunakan formulasi
Hamilton. Formulasi Hamilton yang akan
digunakan di sini diasumsikan bahwa fluida
yang ditinjau terdiri dari dua lapisan, masingmasing mempunyai rapat massa yang konstan.
Keuntungan dari formulasi Hamilton ini
adalah prosesnya yang sederhana dan
eksplisit, karena hanya bergantung pada
sistem fisis fluida, seperti rapat massa dan
kedalaman fluida.
Dalam tulisan ini, diasumsikan bahwa
kedua fluida pada fluida dua lapisan ini
masing-masing berupa fluida ideal, yaitu
fluida yang tak mampat (incompressible) dan
tak kental (invicid). Domain fluida dimisalkan
hanya
berdimensi
dua,
meskipun
kenyataannya berdimensi tiga. Hal ini dapat
dilakukan karena sifat homogen fluida, yaitu
garis-garis arusnya yang paralel dengan garisgaris arus yang lain pada suatu bidang tetap.
Garis arus adalah garis yang digambarkan
pada fluida yang memiliki kemiringan pada
tiap titik sama dengan kecepatan partikel
fluida di titik tersebut.
Pada kasus fluida dua lapisan, garis arus ini
tidak lain adalah bentuk gelombang internal
yang berada pada batas kedua lapisan tersebut.
Gelombang ini disebut gelombang interfacial.
Sebagai contoh gelombang interfacial adalah
gelombang yang terjadi pada pencampuran
air dan minyak dalam pipa, aliran lumpur di
suatu perairan, dan lain lain.
Metodologi penelitian ini dimulai dengan
meninjau persamaan dasar untuk fluida ideal
yang tak berotasi (irrotational)
yang

diturunkan dari persamaan kekontinuan dan
persamaan momentum, khususnya pada fluida
dua lapisan. Formulasi Hamilton pada tulisan
ini dilakukan dengan asumsi bahwa domain
fluida dua lapisan dibatasi oleh batas atas
yang rata dan batas bawah yang tidak rata
(berupa fungsi). Hamilton (energi total)-nya
didefinisikan sebagai penjumlahan antara
energi kinetik dan energi potensialnya. Karena
energi kinetik tidak secara eksplisit
dinyatakan dalam peubah fisis, maka
digunakan
metode
asimtotik
untuk
menentukan energi totalnya. Dalam hal ini
diasumsikan bahwa gelombang interfacial
yang ditinjau cukup panjang, dan amplitudo
yang cukup kecil. Persamaan Korteweg deVries (KdV) diperoleh, jika diasumsikan
bahwa gelombang interfacial hanya merambat
pada satu arah, sedangkan jika gelombang
tersebut merambat ke dua arah, diperoleh
persamaan Boussinesq.
Selanjutnya persamaan KdV dalam bentuk
sistem Hamilton yang diperoleh akan
dianalisis lebih lanjut. Dalam hal ini akan
ditentukan bagaimana pengaruh kedalaman
fluida (deformasi) gelombang soliter internal
persamaan KdV. Gelombang soliter adalah
gelombang berjalan yang memiliki satu
puncak dan bergerak tanpa mengalami
perubahan bentuk dan kecepatan.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian diatas, tujuan dari
penulisan ini adalah memformulasikan gerak
gelombang internal pada fluida dua lapisan
dengan dasar yang tidak rata dan permukaan
yang rata dalam sistem Hamilton. Langkah
selanjutnya adalah menentukan hubungan
amplitudo
gelombang
soliter
internal
persamaan KdV dengan kedalaman fluida.
Sistematika Penulisan
Bab landasan teori membahas persamaan
dasar fluida ideal yang tak berotasi, dan
konsep sistem Hamilton sebagai landasan
untuk memahami bagian pembahasan. Bab
pembahasan berisi penurunan persamaan
gerak yang merupakan suatu sistem Hamilton.
Salah satu diantaranya adalah persamaan
KdV. Pada bab ini juga dibahas bagaimana
pengaruh
kedalaman
fluida
terhadap
amplitudo gelombang soliter internal.
Kesimpulan akan diberikan pada bab terakhir
pada tulisan ini.

3

LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang
berkaitan dengan pembahasan. Teori-teori
tersebut meliputi persamaan dasar fluida dan
sistem Hamilton berdasarkan rujukan (David.
H dan Robert R 1994), (Grosen 1992),
(Grimshaw 1998), dan (Jaharuddin 2004).
Persamaan Dasar
Misalkan fluida yang ditinjau memiliki
rapat massa ρ ( x, z , t ) dengan x, z, t masingmasing koordinat horizontal, vertikal dan
waktu. Kecepatan partikel dalam arah
horizontal dan vertikal masing-masing
dinotasikan oleh u dan w. Domain fluida
diberikan pada gambar 1.

η 0 ( x, t )

D



= +u + w
Dt ∂t
∂x
∂z
r
q = u, w

dan

r
g = g ∇ z.

(4)

(5)

Kemudian, berdasarkan asumsi aliran fluida
yang tak berotasi (irrotational), diperoleh
adanya suatu fungsi φ yang disebut sebagai
fungsi potensial kecepatan, sehingga
r
q = ∇φ = φ x , φ z .
(6)
Berdasarkan persamaan (1) didapat
φxx + φzz = 0
pada domain fluida.

(7)

Berikut ini akan dibahas syarat batas yang
harus dipenuhi oleh gerak partikel fluida,
yaitu syarat batas kinematik dan syarat batas
dinamik.
Gambar 1
Domain fluida
Menurut hukum kekekalan massa, laju
perubahan massa dalam suatu sel adalah
selisih antara massa yang masuk dan massa
yang keluar dari sel tersebut. Berdasarkan
hukum ini, diperoleh persamaan kontinuitas
berikut
ρ t + u ρ x + wρ z = 0
sehingga didapat persamaan
u x + wz = 0
(1)
setelah menggunakan asumsi fluida yang tidak
mampat (incompressible).

Selanjutnya hukum kekekalan momentum
yang melibatkan kesetimbangan momentum
pada arah horizontal dan vertikal memberikan
persamaan momentum berikut :
ρ ( ut + uu x + wu z ) = − px
dan

ρ ( wt + uwx + wwz ) = − pz − ρ g
(2)
dengan p dan g masing-masing menyatakan
tekanan fluida dan percepatan gravitasi.

Dalam notasi vektor, persamaan (2) dapat
ditulis sebagai
r
Dq
r
ρ
= −∇p + ρ g
(3)
Dt
dengan

Misalkan

z = η 0 ( x, t )

adalah kurva yang

membatasi air dan udara. Kurva tersebut
dinyatakan dalam persamaan permukaan
S(x, z,t) = 0 dengan S(x, z, t) = η0 (x, t) − z . Syarat
batas kinematik pada permukaan adalah
η0t + uη0 x = w di z = η0 ( x, t )
(8)
atau
ηot + φxηox = φz di z = η0 ( x, t ).
(9)
Jika batas bawah fluida z = −h( x) , maka
diperoleh
uhx + w = 0
atau
φx hx + φz = 0
yang merupakan syarat batas kinematik pada
dasar fluida.
Untuk memperoleh syarat batas dinamik, ruas
kiri persamaan (3) akan dinyatakan dalam φ .
D
, diperoleh
Dt
r
r
Dq ∂q r r
=
+ ( q.∇)q.
Dt ∂t

Dari definisi

(10)

Suku kedua pada ruas kanan persamaan (10)
dapat dituliskan menjadi
1 r
r r r
r
( q.∇)q = qx(∇xq ) + ∇( | q |2 ) .
2

3

r
Karena q = ∇φ , maka
r r
1
( q.∇) q = ∇ (φx 2 + φz 2 )
2
sehingga persamaan (10) menjadi
r
Dq ∂
1
= ∇φ + ∇ (φx 2 + φz 2 ).
Dt ∂t
2

(11)

Jika persamaan (11) disubstitusikan ke dalam
persamaan (3), maka diperoleh
∂φ
1
1
r

+ ∇ (φ x 2 + φ z 2 ) = − ∇ p + g
2
ρ
∂t
atau
⎛ ∂φ 1

p
∇ ⎜ + (φx 2 + φz 2 ) + + gz ⎟ = 0.
(12)
ρ
⎝ ∂t 2

Jika persamaan (12) diintegralkan terhadap
koordinat ruang, maka diperoleh
∂φ 1 2
p
(13)
+ (φx + φz 2 ) + + gz = f (t )
∂t 2
ρ
dengan f(t) adalah fungsi sembarang dari t.
Peubah z menyatakan ketinggian partikel yang
diamati dari dasar. Karena f(t) hanya fungsi
dari t, maka dapat digabung ke fungsi φ ,
karena itu dapat dimisalkan f (t ) = 0 . Jika
tekanan udara diasumsikan nol, maka dari
persamaan (13) diperoleh
∂φ 1 2
(14)
+ (φx + φz 2 ) + gη0 = 0 di z =η0 (x,t).
∂t 2
Persamaan (14) merupakan syarat batas
dinamik pada permukaan fluida.
Dengan demikian persamaan dasar fluida
ideal yang tak berotasi pada dasar yang tidak
rata di z = −h( x) , diberikan oleh

φxx + φzz = 0
dengan syarat batas
ηot + φxηox = φz di z = η0 ( x, t )
φx hx + φz = 0 di z = −h( x)

φt + (φx2 + φz 2 ) + gη0 = 0 di z =η0 (x,t).
1
2

Berikut ini akan dibahas persamaan dasar
untuk fluida dua lapisan.

Fluida Dua Lapisan
Fluida dua lapisan adalah fluida yang
terdiri atas dua lapisan yang masing-masing
mempunyai rapat massa yang konstan.

Tinjau fluida dua lapisan dengan batas atas
horizontal yang kaku di z = h1 , dan batas
bawah yang berupa fungsi z = − h2 ( x) , seperti
diberikan pada gambar 2. Misalkan batas
bawah bersifat landai yaitu fungsi h2 ( x)
mendekati nilai konstan untuk x yang jauh di
∞ dan −∞ .

z = h1

z =η(x,t)
z = 0

z =−h2 (x)

Gambar 2
Domain fluida dua lapisan
Misalkan fluida lapisan atas dan bawah
masing-masing memiliki rapat massa ρ1 dan
ρ 2 dengan
ρ1 < ρ 2 . Batas kedua fluida
berada di z = η ( x, t ) dengan φ1 dan φ2
masing-masing
menyatakan
kecepatan
potensial pada lapisan atas dan lapisan bawah.
Berdasarkan asumsi fluida yang tak berotasi
(irrotational), diperoleh persamaan dasar
berikut
φ1 xx + φ1 zz = 0 di η < z < h1
(15)
φ 2 xx + φ 2 zz = 0 di −h2 ( x) < z < η
(16)
dengan syarat batas atas dan bawah masingmasing adalah
φ1z = 0 di z = h1
(17)

φ2 z = −φ2 x h2 x di z = −h2 ( x).

(18)

Syarat batas kinematik dari masing-masing
fluida adalah
ηt + φixη x = φiz di z = η , i = 1, 2.
(19)
Sedangkan syarat batas dinamik pada masingmasing lapisan didasarkan pada kekontinuan
tekanan. Berdasarkan persamaan (13),
diperoleh
1
2
ρ1 (φ1t + ∇φ1 + gη ) =
2
1
2
ρ 2 (φ2t + ∇φ2 + gη ) di z = η .
(20)
2
Selanjutnya, persamaan dasar untuk fluida dua
lapisan akan diformulasikan ke dalam sistem
Hamilton. Namun sebelumnya, berikut ini
akan dibahas konsep sistem Hamilton.

Sistem Hamilton

4

Didefinisikan fungsional pada ruang
linear M, yaitu pemetaan H : M → R dengan
H (υ ) =



∫ h ( x, υ , υ , υ
x

xx

,...)dx ,

(21)

−∞

dan h fungsi sembarang dari υ beserta
turunan-turunannya. Turunan variasi dari
fungsional H terhadap υ dengan notasi
δH
didefinisikan sebagai berikut

δυ
δ H ∂h d ⎛ ∂h ⎞ d 2 ⎛ ∂h ⎞
=
− ⎜
⎟+

⎟ − .... (22)
δυ ∂υ dx ⎝ ∂υ x ⎠ d x 2 ⎝ ∂υ xx ⎠

Suatu persamaan diferensial parsial dikatakan
sebagai suatu sistem Hamilton, jika terdapat
fungsional H dan operator simetri miring Γ
sehingga persamaan diferensial parsial
tersebut dapat dituliskan dalam bentuk
∂υ
δH

(23)
.
∂t
δυ
Operator
Γ : M → M dikatakan operator
simetri miring, jika setiap υ , s ∈ M ,
υ , Γ s = − Γυ , s .
Sebagai contoh, ∂ x yaitu operator turunan
terhadap x , merupakan suatu operator simetri
miring.
Hamilton H merupakan besaran yang tetap,
artinya bahwa jika υ ( x, t ) merupakan
penyelesaian dari persamaan (23), maka nilai
H (υ ( x, t ) ) tidak berubah terhadap waktu.

Sebagai contoh, sistem persamaan diferensial
parsial
⎛δ H ⎞


υ
δυ1 ⎟
⎛ 1⎞
∂ t ⎜ ⎟ = Γ ⎜⎜
⎟,
H
δ
⎝υ2 ⎠


⎜ υ ⎟
⎝ 2 ⎠
⎛ 0 −∂ x ⎞
Γ=⎜

⎝ −∂ x 0 ⎠
merupakan suatu sistem Hamilton, karena
Γ operator simetri miring.
Lalu, jika dua vektor v dan y memenuhi
v = By
dengan B suatu matriks, maka hubungan
sistem Hamilton kedua vektor tersebut
diberikan pada proposisi berikut.
Proposisi 1
Misalkan y memenuhi persamaan
δH
∂T y = Γ
.
δy
Jika v memenuhi v = B.y, maka
δH
∂T v = Γ
,
δv
dengan
Γ = B ΓB * ,
H (v) = H ( y ).
Bukti proposisi dapat dilihat pada (Grosen
1992).

Penjelasan untuk ini dapat dilihat pada
(Jaharuddin 2004).

Selanjutnya, berikut ini akan diberikan suatu
sistem Hamilton untuk fluida dua lapisan.

Berikut ini akan dibahas sistem persamaan
diferensial yang merupakan sistem Hamilton.
Definisikan fungsional H berikut
H (υ1 ,υ2 ) = ∫ h ( x,υ1 ,υ2 ,υ1x ,υ2 x ,υ1xx ,...)dx

Misalkan Hamiltonian (energi total) pada
fluida dua lapisan didefinisikan sebagai
penjumlahan Energi Kinetik dan Energi
Potensial. Dalam hal ini Hamiltoniannya
berbentuk :

dengan h fungsi sembarang dari υ1 dan υ2
beserta turunan-turunannya.
Suatu sistem persamaan diferensial parsial
dikatakan sistem Hamilton, jika terdapat
fungsional H dan operator simetri miring
Γ sehingga sistem persamaan diferensial
parsial tersebut dapat ditulis dalam bentuk
⎛δ H ⎞


δυ1 ⎟
⎛ υ1 ⎞
(24)
∂ t ⎜ ⎟ = Γ ⎜⎜

⎝υ2 ⎠
⎜δ H ⎟
⎜ δυ ⎟
⎝ 2⎠
dimana Γ berupa matriks berorde 2.



H=

∫ ( K + P )dx.

(25)

−∞

Besaran K dan P masing-masing adalah
h1
η
1
1
K = ∫ ρ2 | ∇φ2 |2 dz + ∫ ρ1 | ∇φ1 |2 dz.
(26)
2
−h2 ( x)
η 2
P=

1
g ( ρ 2 − ρ1 )η 2 .
2

(27)

Misalkan pula
φ = ρ 2φ2 − ρ1φ1 di z = η
(28)
dengan φ1 dan φ2 memenuhi persamaan (15)
hingga persamaan (20) dan kondisi batas
berikut

5

(29)
φ1z − φ1xη x = φ2 z − φ2 xη x di z = η .
Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19)
dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan
dalam sistem Hamiltonian berikut :
δH
φt = −
(30)

δη

δH
ηt =
.
δφ
Dengan mengenalkan variabel baru u = φx ,
maka persamaan (30) menjadi
⎛δH ⎞
ut = −∂ x ⎜

⎝ δη ⎠
(31)
⎛δH ⎞
ηt = −∂ x ⎜
.

⎝ δu ⎠
(penurunan dapat dilihat pada lampiran 1)
Persamaan (30) merupakan sistem Hamilton
untuk fluida dua lapisan dengan peubah φ
dan η . Sedangkan persamaan (31) merupakan

sistem Hamilton untuk fluida dua lapisan
dengan peubah u dan η .
Dalam persamaan (30), fungsi φ bergantung
pada φ1 dan φ2 yang merupakan penyelesaian
dari persamaan (15) hingga persamaan (20)
dan persamaan (29).
Fungsi φ1 dan φ2 ini, secara analitik dan
numerik sulit diselesaikan, karena adanya
faktor tak linear. Oleh karena itu, salah satu
tujuan penelitian ini adalah menentukan
hampiran analitik untuk fungsi φ1 dan φ2 .
Selain itu, akan ditentukan pula suatu sistem
Hamilton yang ekivalen dengan sistem
Hamilton (31), tetapi menggunakan peubah
fisis
sehingga
interpretasinya
mudah
dilakukan.

PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas suatu sistem
Hamilton dari persamaan dasar untuk fluida
dua lapisan yang ekivalen dengan sistem
Hamilton yang diberikan dalam persamaan
(31). Dalam persamaan (31), Hamilton dari
sistem tersebut tidak dinyatakan secara
eksplisit sehingga sulit ditentukan. Oleh
karena itu, dalam bab ini akan dibahas
bagaimana bentuk suatu sistem Hamilton
sehingga Hamiltoniannya dapat dinyatakan
secara eksplisit, yaitu hanya bergantung pada
sistem fisis fluida.

Hampiran untuk φ
Untuk menyelesaikan masalah nilai
batas (15) hingga (20) diasumsikan panjang
gelombang yang ditinjau cukup panjang
sehingga dimisalkan
X =εx
(32a)
T = εt ,
dengan ε suatu parameter.
Selanjutnya
diasumsikan
pula
bahwa
gelombang yang ditinjau memiliki amplitudo
yang cukup kecil dengan orde ε 2 , sehingga
dimisalkan
η = ε 2 A( X , T )
(32b)
u = ε 2U ( X , T ).

Dengan menggunakan persamaan (32), maka
masalah nilai batas (15) hingga (18) menjadi
ε 2φ1 XX + φ1zz = 0 ,
φ1z = 0 di z = h1
(33a)

ε 2φ2 XX + φ2 zz = 0 ,

φ2 z = −ε 2φ2 X h2 X di z = −h2 ( X ) .

(33b)

Masalah nilai batas (33a) dan (33b)
diselesaikan dengan menggunakan metode
asimtotik. Dalam metode ini, dimisalkan
solusi φ1 dan φ2 dalam bentuk :

φ1 = εφ1(1) + ε 3φ1(2) + ε 5φ1(3) + ...

(34a)

φ2 = εφ2 + ε φ2 + ε φ2 + ...
(34b)
(i )
(i )
dengan φ1 dan φ2 (i=1,2,...) yang akan
(1)

3

(2)

5

(3)

ditentukan.
Jika persamaan (34a) disubtstisusikan ke
persamaan (33a), maka diperoleh
εφ1zz(1) +ε 3 (φ1XX (1) +φ1zz(2) )
+ε 5 (φ1 XX (2) + φ1zz (3) ) + ... = 0
dan di z = h1 diperoleh

(35a)

φ1zz = εφ1zz (1) + ε 3φ1zz (2) + ε 5φ1zz (3) +... = 0 .
(35b)

6

Lalu, berdasarkan persamaan (35a) dan (35b),
koefisisen ε memberikan masalah nilai batas
berikut
(36a)
φ1zz (1) = 0

φ1z (1) = 0 di z = h1 .

(36b)

Jika persamaan (36a) diintegralkan terhadap z
dari z = h1 , maka diperoleh

φ1z (1) − φ1z (1) |z = h = 0 .

Fungsi φ1(1) tidak bergantung pada z, misalkan

φ

= F1 ( X , T )
(37)
dengan F1 ( X , T ) fungsi sembarang yang akan
ditentukan.
(1)
1

Selanjutnya koefisien ε 3 dan ε 5 pada
persamaan (35a) dan (35b), masing-masing
memberikan masalah nilai batas berikut :
(38a)
φ1 XX (1) + φ1zz (2) = 0
(38b)

dan di z = h1
(39)

Jika persamaan (38a) dan (38b) diintegralkan
terhadap z dari dasar
z = h1 , dan
menggunakan persamaan (39), maka didapat
φ1z ( 2) = − F1 X X ( z − h1 )
1
6

φ1z (3) = F1 XXX ( z − h1 )3 .
Kemudian jika kedua persamaan tersebut
diintegralkan lagi terhadap z dari dasar z = h1 ,
diperoleh
1
(40)
φ1 ( 2) = − F1 XX ( z − h1 ) 2
2
1
φ1(3) = F1 XXXX ( z − h1 ) 4 .
(41)
24
(penurunan dapat dilihat pada lampiran 2)
Selanjutnya,
jika
persamaan
(34b)
disubstitusikan ke persamaan (33a), maka
diperoleh
εφ 2 zz (1) + ε 3 (φ 2 XX (1) + φ 2 zz ( 2 ) )
+ ε 5 (φ 2 XX ( 2 ) + φ 2 zz ( 3 ) ) + ... = 0

(42)

dan di z = − h2 ( x)

φ2 z = −ε 2φ2 X h2 X .

(44b)

Jika persamaan (44a) diintegralkan terhadap z
pada z = −h2 ( X ) , maka diperoleh
2

Lalu dengan menggunakan persamaan (36b)
didapatkan
φ1z (1) = 0 .

φ1z (2) = 0 dan φ1z (3) = 0 .

φ2 z = −ε 2φ2 X h2 X di z = −h2 ( X ) .

φ 2 z (1) − φ 2 z (1) | z = − h = 0.

1

φ1 XX (2) + φ1zz (3) = 0 ,

Berdasarkan persamaan (42) dan (43)
koefisien ε memberikan masalah nilai batas
berikut
(44a)
φ2 zz (1) = 0

(43)

Lalu dengan menggunakan persamaan (44b),
maka φ 2 z (1) berupa fungsi yang tidak
bergantung pada z, misalkan
φ 2 (1) = F2 ( X , T ) .
(45)
Selanjutnya, koefisien ε 3
persamaan (42) memberikan
φ2 XX (1) + φ2 zz (2) = 0

dan

ε5

φ2 XX + φ2 zz = 0 ,
dan di z = − h2 ( X ) ,
(2)

(3)

φ2 z (2) = 0 dan φ2 z (3) = 0 .

pada
(46a)
(46b)
(47)

Jika persamaan (46a) dan (46b) diintegralkan
terhadap
z
dari
z = − h2 ( X )
dan
memperhatikan persamaan (47), maka didapat

φ2 z (2) − φ2 z (2) |z =−h2 = − F2 X ( X , T ) z |z =−h2
∂X
1 ∂
φ 2 z ( 3) =
( F2 X ( z ) 3 | z = − h2 ) .
6 ∂X 3
Kemudian, apabila persamaan di atas
diintegralkan terhadap z dari z = − h2 ( X ) ,
diperoleh
1 ∂
(48)
φ 2 ( 2) = −
( F2 X ( z 2 )) | z = − h2
2 ∂X
1 ∂
( F2 X ( z + h2 ) 4 ) .
φ2 (3) =
(49)
24 ∂X 3
(penurunan dapat dilihat pada lampiran 3)
Dengan demikian dari persamaan (37), (40),
(41) dan persamaan (45), (48), (49) didapat
φ1 = ε F1 ( X , T ) −

1 3
ε F1 X X ( z − h1 ) 2 +
2

1 5
ε F1 X X X X ( z − h1 ) 4 + ...
24

1
2

φ2 = ε F2 ( X , T ) − ε 3

(50)


( F2 X ( z + h2 ) 2 ) +
∂X

1 5 ∂
( F2 X ( z + h2 ) 4 ) + ... .
ε
24 ∂X 3

(51)

Persamaan (50) dan (51) masing-masing
adalah penyelesaian hampiran untuk φ1 dan

7

φ2 sehingga fungsi φ pada persamaan (28)
dapat ditentukan.
Berikut ini akan ditentukan persamaanpersamaan yang berlaku untuk F1 dan F2 .

Sistem Hamilton untuk gelombang dua
arah
Dengan menggunakan persamaan (32),
Hamiltonian pada persamaan (25) menjadi


Hampiran untuk F1 dan F2
Karena u = φx , maka dari persamaan
(28) dan fungsi φ1 dan φ2 pada persamaan
(50) dan (51), diperoleh
U = ρ 2 F2 ( X , T ) − ρ1 F1 ( X , T )

⎧ 1
+ε 2 ⎨− ρ 2
( F2 X ( z + h2 )2 ) +
∂X
⎩ 2
1

ρ1h1 F1 XX ( z − h1 ) 2 ⎬ + ....
(52)
2

Selanjutnya dengan menggunakan kondisi
kinematik pada (29) dan persamaan (32)
diperoleh
φ1z − φ2 z = ε 2η X (φ1 X − φ2 X )
sehingga
1

h1F1X + h2 F2 X = ε 2 ⎨ A(F1X − F2 X ) + h13 F1XXX +
6


1 ∂
6 ∂X

2


( h 2 3 F 2 X ) ⎬ + ....


⎧ −ρ (h + h )
(h2 ρ1 + h1ρ2 )F1X = −h2U + ε ⎨ 2 1 2 AU
⎩ (h2 ρ1 + h1ρ2 )
2

(54)

dengan
J=

1

ε4

( K + P) .

Jika bentuk K dan P masing-masing pada
persamaan (26) dan (27) disederhanakan
dengan menggunakan φ1 dan φ2 masingmasing pada persamaan (50) dan (51), maka
diperoleh
1
1
2 1
2
J = g(ρ2 − ρ1)A2 + ε 2ρ1hF
1 1X + ρ2h2 F2X
2
2
2
1
1
+ ε 2 ρ1h13 F1 XX 2 + ε 2 ρ 2 h23 F2 XX 2
6
6
1 2
2
(57)
+ ε ( ρ 2 F2 X − ρ1 F1 X 2 ) A + ....
2
(penurunan dapat dilihat pada lampiran 5)
Karena bentuk F1 dan F2 dapat dieliminasi
berdasarkan persamaan (54) dan (55), maka
bentuk J pada persamaan (57) menjadi
h1h2
1
1
J = g ( ρ 2 − ρ1 ) +
U2
2
2 ( h2 ρ1 + h1 ρ 2 )
+ε 2 ( β U X 2 + vAU 2 ) + ...
dengan
h 2 h 2 ( ρ1h1 + ρ 2 h2 )
β= 1 2
6 (h2 ρ1 + h1 ρ 2 ) 2

(58a)

(58b)

1 ( ρ 2 h12 − ρ1h2 2 )
.
(58c)
2 ( ρ1h2 + ρ 2 h1 ) 2
(penurunan dapat dilihat pada lampiran 6)
v=

Kemudian, jika persamaan (52) dikalikan
dengan h1 dan persamaan (53) dikalikan
dengan ρ1 , maka diperoleh
2 ⎧ −ρ1(h1 + h2 )
(h2ρ1 + h1ρ1)F2X = hU
AU +
1 +ε ⎨
⎩(ρ1h2 + ρ2h1)

1
1
1

ρ1h 13 h2 + ρ1h23h1 + ρ2 h12 h22

3
6
2
U XX ⎬ + ....
(ρ1h2 + ρ2 h1 )



(56)

−∞

(53)

Persamaan (52) dan (53) menghasilkan suatu
relasi untuk menentukan F1 dan F2 dalam U
dan A. Jika persamaan (52) dikalikan dengan
h2 , dan persamaan (53) dikalikan dengan ρ 2 ,
diperoleh

1
1 2 2⎞

⎛1
3
3
⎜ ρ2hh
1 2 + ρ2 h1 h2 + ρ1h1 h2 ⎟
⎪⎪
3
6
2



UXX ⎬ +....
(ρ1h2 + ρ2h1)

⎭⎪

H = ε 3 H = ε 3 ∫ JdX

(55)

(penurunan dapat dilihat pada lampiran 4)
Persamaan (54) dan (55) masing-masing
merupakan persamaan untuk menentukan F1
dan F2 .

Lalu dengan menggunakan persamaan (32)
dan (56), maka berdasarkan sistem
Hamiltonian (31) diperoleh
⎛ δH ⎞
U T = −∂ X ⎜

⎝ δA ⎠
⎛ δH ⎞
AT = −∂ X ⎜
(59a)
⎟,
⎝ δU ⎠
dengan


H฀
= ∫ JdX ,
−∞

dan J memenuhi persamaan (58).

(59b)

8

Persamaan (59) merupakan sistem Hamilton
untuk gelombang yang bergerak dalam dua
arah pada fluida dua lapisan.
Berdasarkan definisi turunan variasi pada
persamaan (22), dengan J pada persamaan
(58), maka persamaan (59) dapat dinyatakan
berikut
U T + ( g ( ρ 2 − ρ1 ) A + ε 2 vU 2 ) X + ... = 0

h1h2
AT + ∂ X ⎜
U
⎝ ( ρ1h2 + ρ 2 h1 )

(60)

+ 2ε 2 vAU + 2ε 2 β U XX ) + ... = 0.

Persamaan (60) dikenal sebagai persamaan
Boussinesq. Persamaan Boussinesq (60)
menunjukkan bahwa gelombang tersebut
bergerak dalam dua arah, ke kanan dan ke kiri.

Sistem Hamilton untuk gelombang satu
arah
Berikut ini akan ditinjau gelombang
yang merambat hanya dalam satu arah,
misalnya ke kanan saja. Oleh karena itu,
dikenalkan variabel baru R dan S, sebagai
berikut
A= R−S
(61a)
g ( ρ 2 − ρ1 )
(R + S )
U=
c
dengan
g ( ρ 2 − ρ1 )
.
(61b)
c2 =
ρ1h2 + ρ 2 h1
Jika persamaan (61a) disubstitusikan ke
persamaan (59b) dengan J pada persamaan
^
(58), maka diperoleh H = 2 g ( ρ 2 − ρ 1 ) H
dimana
^

H =





^

J dX

(62a)

−∞

dan
^

J=

g ( ρ 2 − ρ1 )
1 2
(R + S 2 ) + ε 2
2
2c 2
+ {− β ( RX + S X ) 2

+v( R + S ) 2 ( R − S )} + ... .

(62b)

Berdasarkan sistem Hamilton (59a) dalam
peubah U dan A, dan persamaan (61), maka
diperoleh sistem Hamilton dalam R dan S
yang merujuk pada proposisi 1 dalam bab
landasan teori. Sistem Hamilton dalam R dan
S tersebut berbentuk

1

−Γ − c X
⎛ RT ⎞ ⎜
2
⎜ ⎟=⎜
⎝ ST ⎠ ⎜ 1 c
Γ
⎜ X
⎝2

⎛ ^ ⎞
⎞⎜ δ H ⎟
⎟⎜ δ R ⎟
⎟⎜ ^ ⎟
⎟⎜ δ H ⎟


⎠⎜
⎝ δS ⎠

(63a)

dengan
1
(63b)
{c∂ X + ∂ X c} .
2
Karena ∂ X suatu operator simetri miring,
maka Γ juga operator simetri miring. Jadi
persamaan (63a) merupakan sistem Hamilton,
^
dengan Hamiltonian H .
Γ=

Selanjutnya, tinjau gelombang yang merambat
ke kiri yang dinyatakan oleh S dengan
persamaan gerak yang dominan berbentuk
1
(64)
ST = cS X + c X ( R + S ) + O(ε 2 ) .
2
Karena h2 X berorde O (ε 2 ) , maka bentuk S
bernilai sangat kecil, yaitu S ≈ 0 . Dengan
demikian sistem Hamilton (63) menjadi
^

δH
RT = −Γ
δR

(65)
^

^

dengan H pada (62a) dan J diberikan
berikut
^
g (ρ2 − ρ1 )
1
J = R2 + ε 2
{−β RX 2 + vR3}. (66)
2
2c2
Jika β dan v masing-masing pada persamaan
(58b) dan (58c) dan bentuk c 2 pada (61b)
digunakan, maka persamaan (66) menjadi
^
1
⎧ −λ 2 µ 3 ⎫
J = R2 + ε 2 ⎨
RX + R ⎬ + ...
(67a)
2
6 ⎭
⎩ 2
dengan
h h ( ρ h + ρ 2 h2 )
λ= 1 2 11
(67b)
6 ( ρ1h2 + ρ 2 h1 )
dan
3 ( ρ 2 h12 − ρ1h2 2 )
.
(67c)
µ=
2h1h2 ( ρ1h2 + ρ 2 h1 )
(penurunan dapat dilihat pada lampiran 7)
Karena S ≈ 0 , maka A ≈ R sehingga sistem
Hamilton (65) menjadi
^

1
δH
AT = − {c∂ X + ∂ X c}
δA
2
dengan
^

H =





−∞

dan

(68a)

^

J dX

(68b)

9

1 2
⎧ −λ 2 µ 3 ⎫
(68c)
A +ε2 ⎨
AX + A ⎬ + ...
2
6 ⎭
⎩ 2
Persamaan (68) merupakan sistem Hamilton
untuk gelombang yang bergerak dalam satu
arah pada fluida dua lapisan.
^

J=

Dengan menggunakan definisi turunan variasi,
maka persamaan (68) menjadi
−2 AT = 2cAX + c X A + ε 2 {2cλ AXXX

µ


A2 ⎬ (69)
2 ⎭
dengan λ dan µ masing-masing diberikan
oleh persamaan (67b) dan (67c). Persamaan
(69) dikenal sebagai persamaan KdV.
+2c µ AAX + c X λ AXX + c X

Selanjutnya, dengan cara yang sama untuk
memperoleh persamaan (73), koefisien σ 1
memberikan
⎛λ
⎞⎪⎫
c ∂ ⎪⎧ V0 − c
A1 + ε 2 ⎜ 2 A1ΦΦ + µ A0 A1 ⎟⎬
⎨−
V0 ∂Φ ⎪⎩ c
V
⎝ 0
⎠⎪⎭
+ F1 = 0
(75a)
dengan
3
2c
F1 = − V1 A0 Φ + 2 A0 Φ + cA0 s
V0
V0
⎧ V
µ
+ε 2 2c ⎨ µ 12 A0 A0Φ + A0 A0 s
2
⎩ V0


Deformasi Gelombang Soliter
Dalam bagian ini akan dikaji
bagaimana perubahan amplitudo gelombang
soliter terhadap perubahan kedalaman fluida
(deformasi gelombang soliter). Kajian ini akan
memanfaatkan persamaan KdV (69) yang
berupa sistem Hamilton. Persamaan ini
digunakan karena sifat Hamilton (energi) pada
fluida dua lapisan yang tetap (konstan)
terhadap perubahan waktu. Untuk itu,
misalkan amplitudo a( s ) dan kecepatan
gelombang V ( s ) sebagai fungsi dari variabel
s dengan s = σ X dan σ suatu parameter
dengan σ