Gelombang Soliter Internal pada Laut Dalam untuk Aliran yang Tunak

GELOMBANG SOLITER INTERNAL PADA LAUT DALAM UNTUK
ALIRAN YANG TUNAK

INTAN RATNA NURJANAH

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

GELOMBANG SOLITER INTERNAL PADA LAUT DALAM UNTUK
ALIRAN YANG TUNAK

INTAN RATNA NURJANAH
G54104009

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2008

ABSTRACT
INTAN RATNA NURJANAH. Internal Solitary waves at Deep sea for the Steady-State. Under
supervision by JAHARUDDIN and ALI KUSNANTO
Internal waves are waves that happened under sea surface. This wave emerges because of the mass
density difference at each sea layer. One of internal wave which has characteristic of maintaining
its form and speed is internal soliter wave. This research studied the motion of internal soliter
wave at deep sea. The equation derivation of internal wave motion at deep sea used assumption
that fluid flow is in Steady-State. In this case, the fluid gouverning equation is expressed in
Lagrange formulation with fluid height from its balance position that its Lagrange variable.
Method which is used to derivate an equation of internal wave motion is an asymthotic method. In
this method, internal wave deviation is expressed in asymthotic description. Then by balancing
non-Linear and dispersion factor, it can be obtained a derivation of wave motion Benjamin-Ono
(BO) equation form. The internal soliter wave formula of BO equation is used to study solitary
wave motion at two-layered fluid for deep sea. The result are soliter wave profile at each depth. An
internal soliter wave has biggest amplitude at its bound between both of fluid layer, while on the
surface it is relatively small.

ABSTRAK

INTAN RATNA NURJANAH. Gelombang Soliter Internal pada Laut Dalam untuk Aliran yang
Tunak. Dibimbing oleh JAHARUDDIN dan ALI KUSNANTO.
Gelombang internal adalah suatu gelombang yang terjadi di bawah permukaan air laut. Gelombang
ini muncul karena adanya perbedaan rapat massa di setiap lapisan air laut. Salah satu gelombang
internal yang memiliki sifat mempertahankan bentuk dan kecepatannya adalah gelombang soliter
internal. Penelitian ini mengkaji gerak gelombang soliter internal pada laut dalam. Penurunan
persamaan gerak gelombang internal pada laut dalam menggunakan asumsi bahwa aliran fluida
berbentuk tunak. Dalam hal ini persamaan dasar fluida dinyatakan dalam formulasi Lagrange
dengan ketinggian fluida dari posisi kesetimbangannya yang merupakan peubah Lagrangenya.
Metode yang digunakan untuk menurunkan persamaan gerak gelombang internal adalah metode
asimtotik. Dalam metode ini, simpangan gelombang internal dinyatakan dalam uraian asimtotik.
Selanjutnya dengan menyeimbangkan faktor taklinear dan dispersi, maka diperoleh persamaan
gerak gelombang berupa persamaan Benjamin-Ono (BO). Rumusan gelombang soliter internal dari
persamaan BO digunakan untuk mengkaji gerak gelombang soliter pada fluida dua lapisan untuk
laut dalam. Hasil yang diperoleh adalah profil gelombang soliter pada setiap kedalaman.
Gelombang soliter internal yang memiliki amplitudo terbesar dicapai pada batas antara kedua
lapisan fluida, sedangkan di permukaan gelombang relatif kecil.

GELOMBANG SOLITER INTERNAL PADA LAUT DALAM UNTUK
ALIRAN YANG TUNAK


Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

INTAN RATNA NURJANAH
G54104009

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul
Nama
NIM

: Gelombang Soliter Internal pada Laut Dalam untuk Aliran yang

Tunak
: Intan Ratna Nurjanah
: G54104009

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Jaharuddin, M. Si.
NIP. 132 045 530

Drs. Ali Kusnanto, M. Si.
NIP. 131 913 135

Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor


Dr. Drh. Hasim, DEA.
NIP. 131 578 806

Tanggal Lulus :

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul, Gelombang Soliter Internal Pada Laut Dalam
Untuk Aliran yang Tunak. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Karya ilmiah ini
saya persembahkan untuk keluarga tercinta : Apa, ibu, Teh Ageung, A Agung, Aden, Ua Bandung,
Ua Jemah, D Sifa, Ibi Cikampek dll yang telah banyak memberikan motivasi, inspirasi dan doa,
sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
Keterbatasan dan ketidaksempurnaan membuat penulis membutuhkan bantuan, dukungan dan
semangat dari orang-orang secara langsung ataupun tidak langsung berkontribusi besar dalam
pembuatan karya ilmiah ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Jaharuddin, M. Si dan Drs. Ali Kusnanto, M. Si masing-masing
sebagai pembimbing pertama dan kedua yang dengan sabar telah membimbing dan mengarahkan
selama penulisan karya ilmiah ini. Demikian juga kepada Drs. Siswandi, M. Si atas kesediaannya
menjadi penguji dalam karya ilmiah ini, dan Yudi Surya Lesmana (Aa tersayang) atas bantuan,

motivasi, saran, do’a dan kasih sayangnya.
Taklupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rina dan Roma, sahabat sekaligus
teman seperjuangan. Endit, Mba Situl, dan Tia atas kesediaannya menjadi pembahas dalam
seminar karya ilmiah ini, dan mahasiswa matematika angkatan 41 atas dukungan dan doanya.
Seluruh dosen Departemen Matematika atas segala ilmu yang telah diberikan. Staf dan karyawan
TU Matematika IPB, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis
menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat dibutuhkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi khususnya penulis dan bagi
pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2008

Intan Ratna Nurjanah

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 12 Nopember 1986 sebagai anak ketiga dari empat
bersaudara. Anak dari Bapak Saepujar Hidayat dan Ibu Enok Warilah.
Pada tahun 1992 penulis menyelesaikan pendidikan di TK Assalam. Kemudian pada tahun
1998, penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri Cibungbulang II. Penulis melanjutkan
pendidikan di SLTP Negeri 1 Cibungbulang pada tahun yang sama. Pada tahun 2000 penulis

pindah sekolah ke SLTP Negeri 1 Wado sumedang utara, karena penulis mengikuti Orang Tua
yang bekerja di Sumedang. Pada Tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1
Sumedang. Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian
Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Matematika, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.
Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan mahasiswa, seperti
sebagai ketua biro kewirausahaan Gugus Mahasiswa Matematika (Gumatika) IPB periode
2005/2006. Penulis juga aktif sebagai panitia pada beberapa acara antara lain Masa Perkenalan
Departemen tahun 2005, Pesta Sains tahun 2005, Ramah-tamah Civitas Matematika (RATACI).
Selain itu, penulis juga aktif menjadi asisten dosen mata kuliah “Kalkulus III” pada tahun ajaran
2006/2007 dan asisten dosen mata kuliah “Pemrograman Taklinear” pada tahun ajaran 2007/2008.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................................ 1
Tujuan ............................................................................................................................. 1
Sistematika Penulisan .................................................................................................... 1

LANDASAN TEORI
Persamaan Dasar Fluida ..................................................................................................
Syarat Batas ....................................................................................................................
Aliran Fluida Tunak ........................................................................................................
Metode Asimtotik ............................................................................................................

2
2
3
4

PEMBAHASAN
Formulasi Lagrange ........................................................................................................
Persamaan BO Tunak ......................................................................................................
Fluida Lapisan Atas ....................................................................................................
Fluida Lapisan Bawah .................................................................................................
Solusi Persamaan BO .......................................................................................................
Contoh Kasus Fluida Dua Lapisan ..................................................................................

5

6
6
6
7
8

SIMPULAN ............................................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 10
LAMPIRAN ............................................................................................................................ 11

vii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Domain Fluida dengan Kedalaman yang Besar ................................................................... 2
2. Perbandingan Solusi eksak MNA dengan Solusi MNA Metode Asimtotik ........................ 5
3. Simpangan Gelombang pada Fluida Dua Lapisan Untuk Orde Rendah .............................. 9

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1.
2.
3.
4.
5.

LAMPIRAN A ..................................................................................................................
LAMPIRAN B ...................................................................................................................
LAMPIRAN C ...................................................................................................................
LAMPIRAN D ..................................................................................................................
LAMPIRAN E ...................................................................................................................

viii

12
17
21
24
30


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laut dapat dianggap sebagai fluida ideal
yang bersifat takmampat dan takkental serta
terdiri atas beberapa lapisan air. Munculnya
lapisan ini disebabkan perbedaan rapat massa.
Perbedaan rapat massa di setiap lapisan
disebabkan adanya kadar garam (salinitas) dan
suhu. Kadar garam di lapisan bawah lebih
besar dibandingkan di atasnya, dan suhu di
lapisan atas lebih panas dibandingkan di
bawahnya karena dipengaruhi oleh sinar
matahari. Berdasarkan perbedaan tersebut,
terjadi aliran partikel di bawah permukaan laut
sehingga terjadi suatu gelombang yang
disebut
dengan
gelombang
internal.
Gelombang internal ini tidak terlihat secara
kasat mata tetapi dapat terdeteksi di
permukaan laut dengan menggunakan foto
satelit. Gelombang internal yang banyak
dipelajari adalah gelombang soliter internal.
Pengetahuan mengenai gelombang soliter
berasal dari hasil pengamatan gelombang di
laut dangkal, teluk yang curam, danau, dan
lapisan atmosfer. Gelombang soliter adalah
gelombang internal yang mempertahankan
bentuk dan kecepatannya. Pada karya ilmiah
ini hanya mengkaji gelombang soliter internal
pada laut dalam. Laut dalam menggunakan
asumsi bahwa kedalaman laut lebih besar
dibandingkan dengan panjang gelombang
yang ditinjau.
Gelombang soliter internal dapat terdeteksi
melalui Synthetic Aperture Radar (SAR)
sebagai pola gelap terang (riak gelombang)
yang tampak teratur di permukaan laut dan
hanya terjadi pada daerah perairan tertentu.
Misalnya di Laut Andaman (Thailand), dan
Laut Sulu (Philipina). Gelombang soliter yang
terjadi di Laut Andaman menyebar luas
beberapa mil dengan gerakan yang sangat
lambat kurang lebih 10 km per jam [Herman,
1992].
Beberapa peneliti meneliti berbagai
dampak yang ditimbulkan oleh gelombang
soliter internal, seperti naiknya polutan dari
dasar laut ke permukaan laut dan robohnya
tiang penyangga anjungan minyak yang
dibangun di laut. Hal ini perlu memperhatikan
besarnya kekuatan gelombang soliter ini.
Selain itu, gelombang ini juga dapat
mempengaruhi kehidupan habitat laut
[Garkema, 1994]. Dampak yang ditimbulkan
oleh gelombang ini memotivasi penulis untuk
lebih mengenali karakteristik dan besarnya
kekuatan gelombang soliter internal.

Karya ilmiah ini dimulai dengan
menurunkan suatu persamaan dasar fluida
ideal (takmampat dan takkental) yang
irrotasional dari hukum kekekalan massa dan
kekekalan momentum. Kemudian dengan
asumsi aliran tunak diperoleh suatu persamaan
yang dinyatakan dalam fungsi arus.
Persamaan ini disebut persamaan Long.
Selanjutnya, persamaan Long yang diperoleh
disederhanakan dengan menggunakan peubah
Lagrange sehingga diperoleh persamaan dasar
dalam formulasi Lagrange. Berdasarkan
persamaan dasar ini, diturunkan persamaan
gerak
gelombang
internal
dengan
menggunakan metode asimtotik. Asumsi yang
digunakan dalam penurunan ini adalah asumsi
fluida dalam. Persamaan gerak gelombang
internal yang diperoleh merupakan suatu
persamaan Benjamin-Ono (BO). Persamaan
BO
selanjutnya
diselesaikan
dengan
memisalkan penyelesaiannya dalam bentuk
gelombang soliter, yaitu suatu gelombang
berjalan yang memiliki ciri khusus.
Berdasarkan formulasi gelombang soliter
persamaan BO, maka dikaji suatu contoh
kasus. Contoh kasus yang dibahas dalam
karya ilmiah ini adalah kasus fluida dua
lapisan. Fluida dua lapisan adalah fluida yang
terdiri atas dua lapisan yang masing-masing
memiliki rapat massa konstan.
Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, karya
ilmiah ini adalah menurunkan persamaan
gerak
gelombang
internal
dengan
menggunakan
metode
asimtotik,
dan
menentukan penyelesaiannya dalam bentuk
gelombang soliter. Selain itu, menggunakan
formulasi gelombang soliter internal pada
fluida dalam untuk mengkaji kasus fluida dua
lapisan.
Sistematika Penulisan
Secara umum karya ilmiah ini meliputi
empat bab, yaitu bab pendahuluan yang
memaparkan latar belakang permasalahan dan
tujuan penulisan, bab landasan teori
menjelaskan teori-teori yang menunjang
pembahasan. Kemudian bab pembahasan
menjelaskan penurunan persamaan gerak
gelombang internal dengan formulasi
Lagrange dan penyelesaiannya dalam bentuk
gelombang soliter. Selain itu pada bab ini
dibahas pula studi kasus pada fluida dua
lapisan, dan terakhir adalah simpulan.

LANDASAN TEORI
Teori-teori yang digunakan pada bab ini
disarikan dari pustaka [David dkk, 1994],
[Grimshaw,
1997],
[Long,
1953],
[Jaharuddin, 2004], dan [Hinch, 1992].
Bagian pertama membahas penurunan
persamaan dasar fluida ideal yang takberotasi
pada fluida dalam dengan aliran tunak dan
bagian kedua dibahas konsep dasar metode
asimtotik.
Persamaan Dasar Fluida
Penurunan persamaan dasar fluida
menggunakan hukum kekekalan massa dan
kekekalan momentum. Hukum kekekalan
massa pada suatu sistem adalah laju
perubahan massa suatu sistem dalam elemen
luas sama dengan selisih antara massa yang
masuk ke dalam sistem dengan massa yang
meninggalkan sistem pada elemen luas
tersebut.
Misalkan ρ adalah rapat massa, u adalah
kecepatan partikel dalam arah horizontal dan
w adalah kecepatan partikel dalam arah
vertikal. Karena diasumsikan aliran partikel
fluida dalam dua dimensi, maka ρ , u, dan w
bergantung pada koordinat horizontal x dan
koordinat vertikal z yang merupakan fungsi
dari waktu t . Berdasarkan hukum kekekalan
massa, persamaan kontinuitas fluida yang
takmampat adalah:
ρ t + u ρ x + wρ z = 0 ⎫
(1)

u x + wz = 0.⎭
Hukum kekekalan momentum pada suatu
sistem adalah laju perubahan momentum sama
dengan selisih dari momentum yang masuk
pada sistem dengan momentum yang
meninggalkan sistem ditambah gaya-gaya
yang bekerja pada elemen luas. Sehingga,
diperoleh persamaan momentum berikut:
ρ ( ut + uu x + wu z ) + Px = 0 ⎫⎪
(2)

ρ ( wt + uwx + wwz ) + Pz + ρ g = 0, ⎪⎭
dengan P adalah tekanan dan g adalah gaya
gravitasi. Dengan demikian persamaan fluida
ideal diberikan sebagai berikut:
ρ t + u ρ x + wρ z = 0 ⎫
u x + wz = 0 ⎪⎪
(3)

ρ ( ut + uu x + wu z ) + Px = 0 ⎪
ρ ( wt + uwx + wwz ) + Pz + ρ g = 0 ⎭⎪
Syarat Batas
Syarat batas pada gerak partikel fluida terdiri
atas dua jenis, yaitu syarat batas dinamik dan

kinematik. Syarat batas dinamik terjadi karena
adanya gaya-gaya yang bekerja pada fluida.
Sedangkan syarat batas kinematik terjadi
karena gerak partikel.

z = η0

z =0

ρ0 ( z)

z = −h

Gambar 1. Domain fluida dengan kedalaman
yang besar
Asumsi syarat batas dinamik adalah tekanan
di udara sama dengan nol. Jika tekanan di
permukaan sama dengan tekanan udara, maka
tekanan di permukaan sama dengan nol
( P = 0 ) . Sedangkan syarat batas kinematik
yaitu di z = η0 ( x, t ) , kurva yang membatasi
antara
udara
dan
permukaan
yang
diilustrasikan pada Gambar 1.
Misalkan z = η0 merupakan persamaan
maka
permukaan. Jika
S = z − η0 = 0,
S = z − η0 dengan asumsi tidak ada satupun
partikel fluida yang menembus permukaan,
diperoleh
DS
= 0 di z = η0 ( x, t ) ,
(4)
Dt
dengan



D
= +u + w ,
Dt ∂t
∂x
∂z
yaitu turunan total terhadap waktu.
Persamaan (4) menjadi
w = η0t + uη0 x di z = η0 .
(5)
Selanjutnya, jika diasumsikan fluida memiliki
kedalaman yang besar, maka diperoleh
(6)
w = 0 di z → −∞ .
Jadi, pada kedalaman yang besar kecepatan
partikel fluida dalam arah vertikal adalah nol.
Sehingga syarat batas fluida diperoleh sebagai
berikut:
di z → −∞
w=0
w = η0t + uη0 x
di z = η0
P=0
di z = η0 .

3

Berikut ini akan diturunkan syarat batas
dinamik. Dalam notasi vektor, persamaan (2)
dapat ditulis
Dq
ρ
= −∇P + ρ g,
(7)
Dt
dengan g = ( 0, − g ) , dan q = ( u , w ) .

U ρ X + wρ z = 0.
Persamaan (3b) menjadi
U X + wz = 0.
Kemudian persamaan (3c) dan (3d) dapat
ditulis menjadi
ρ (Uu X + wu z ) + Px = 0

Jika menggunakan notasi turunan total,
diperoleh
Dq
(8)
= ∂ t q + (q.∇)q.
Dt
Persamaan (8) dapat ditulis
Dq
⎛1 2⎞
(9)
= ∂ t q + ((∇ × q) × q) + ∇ ⎜ q ⎟
Dt
⎝2

Berdasarkan asumsi partikel fluida takberotasi
(∇ × q) = 0 , maka terdapat suatu fungsi skalar

ρ (UwX + wwz ) + Pz + ρ g = 0.

φ ( x, z , t ) yang disebut kecepatan potensial
dan memenuhi ∇φ = q, ( u = φx dan w = φz ).
Persamaan (9) menjadi
Dq
⎛1

(10)
= ∂ t ( ∇φ ) + ∇ ⎜ (φx2 + φz2 ) ⎟ .
2
Dt


Selanjutnya, persamaan (10) disubstitusikan ke persamaan (7), setelah itu diintegralkan
terhadap koordinat ruang, maka diperoleh
1
P
φt + (φx2 + φz2 ) + + gz = C (t ) ,
(11)
2
ρ
dengan C (t ) fungsi sembarang dari t , peubah
z merupakan ketinggian partikel yang
diamati dari dasar. Karena P = 0 di z = η0
dan misalkan C (t ) = 0 , maka persamaan (11)
memberikan:
1
φt + (φx2 + φz2 ) + gη0 = 0 di z = η0 ( x, t ) . (12)
2
Persamaan (12) disebut syarat batas dinamik
pada permukaan fluida.
Aliran Fluida Tunak
Berikut ini akan dibahas persamaan dasar
untuk aliran yang tunak. Ilustrasi aliran tunak
adalah sebagai berikut. Misalkan suatu
gelombang difoto dan gelombang tersebut
bergerak seperti bingkai foto yang bergerak.
Sehingga kecepatan gelombang sama dengan
kecepatan bingkai. Misalkan gelombang
tersebut hanya bergerak ke arah kanan dengan
kecepatan c > 0, maka koordinat foto X
dapat ditulis X = x − ct sehingga
∂x = ∂X ,
∂ t = −c∂ X .
Selanjutnya, bentuk tunak dari persamaan
(3a) dapat ditulis
−c ρ X + u ρ X + wρ z = 0.
(13)
Misalkan U = u − c, maka persamaan (13)
menjadi

Untuk memudahkan penulisan, notasi X dan
U pada setiap persamaan ditulis dalam notasi
x dan u . Sehingga persamaan dasar fluida
ideal untuk aliran tunak adalah:
u ρ x + wρ z = 0 ⎫
u x + wz = 0 ⎪⎪
(14)

ρ ( uu x + wu z ) + Px = 0 ⎪
ρ ( uwx + wwz ) + Pz + ρ g = 0.⎪⎭
Misalkan q 2 = u 2 + w2 dan ξ = wx − u z .
Persamaan (14c) dan (14d) dapat ditulis
menjadi
∂ ⎛1 2⎞
ρ ⎜ q ⎟ − ρξ w + Px = 0
(a)
∂x ⎝ 2

∂ ⎛1 2⎞
(b)
ρ ⎜ q ⎟ + ρξ u + Pz + ρ g = 0.
∂z ⎝ 2

Eliminasi P pada persamaan (a) dan (b)
dengan terlebih dahulu persamaan (b)
diturunkan terhadap x dan persamaan (a)
diturunkan terhadap z . Kemudian, persamaan
(b) yang baru dikurangi oleh persamaan (a)
yang baru. Sehingga diperoleh
∂ ⎛ ∂ ⎛ 1 2 ⎞⎞ ∂ ⎛ ∂ ⎛ 1 2 ⎞⎞
⎜ ρ ⎜ q ⎟⎟ − ⎜ ρ ⎜ q ⎟⎟ +
∂x ⎝ ∂z ⎝ 2
⎠ ⎠ ∂z ⎝ ∂x ⎝ 2
⎠⎠


(15)
( ρξ u ) + ( ρξ w ) + ρ x g = 0,
∂x
∂z
dengan


D
=u +w .
Dt
∂x
∂z
Persamaan (15) dapat ditulis sebagai berikut
Dξ 1 ∂ρ ∂ ⎛ 1 2
2 ⎞
+
⎜ (u + w ) ⎟ −
Dt ρ ∂x ∂z ⎝ 2

g
1 ∂ρ ∂ ⎛ 1 2

ρ

2
= 0. (16)
⎜ (u + w ) ⎟ +
ρ ∂z ∂x ⎝ 2
⎠ ρ ∂x
Selanjutnya, misalkan ψ merupakan fungsi
arus (stream function) yang memenuhi
u = −ψ z dan w = ψ x .
(17)
Berdasarkan persamaan (14a), diperoleh

= 0,
Dt
sehingga ρ merupakan fungsi dari ψ , yang

dapat dinotasikan ρ = ρ (ψ ) .

4

Jika persamaan (17) disubstitusikan ke
persamaan (16) kemudian diintegralkan
terhadap koordinat ruang, maka diperoleh
1 dρ ⎛ 1

ψ zz + ψ xx +
σ (ψ z2 + ψ x2 ) + z ⎟ = H (ψ ),
σρ dψ ⎜⎝ 2

(18)
dengan H (ψ ) adalah konstanta yang
diperoleh
berdasarkan kondisi upstream
( x → ±∞ ) , dan σ suatu parameter. Kondisi
upstream adalah kondisi dimana garis arus
hampir berupa garis lurus jauh di kanan dan di
kiri. Misalkan rapat massa fluida dalam
keadaan setimbang dinyatakan ρ 0 ( z ) ,
sehingga
dalam
kondisi
upstream
ρ → ρ0 ( z ) . Diasumsikan pada kondisi
upstream kecepatan partikel fluida pada arah
horizontal u sama dengan c , dan kecepatan
partikel fluida pada arah vertikal w sama
dengan 0, maka ψ → cz sehingga persamaan
(18) memberikan
1 d ρ0 ⎛ σ 2 ψ ⎞
H (ψ ) =
c + ⎟.
(19)
c⎠
ρ 0σ dψ ⎜⎝ 2
Dengan demikian persamaan (18) menjadi
1 d ρ0 ⎛ 1

ψ zz + ψ xx +
σ (ψ z2 + ψ x2 ) + z ⎟ =
σρ 0 dψ ⎜⎝ 2

1 d ρ0 ⎛ σ 2 ψ ⎞
c + ⎟,
(20)
c⎠
ρ0σ dψ ⎜⎝ 2
atau
1 d ρ0
ψ zz + ψ xx +
σρ 0 dψ
⎛1
⎛ ψ ⎞⎞
2
2
2
⎜ σ (ψ z + ψ x − c ) + ⎜ z − ⎟ ⎟ = 0. (21)
c ⎠⎠

⎝2
Persamaan (21) disebut persamaan Long.
Selanjutnya
diperkenalkan
variabel
takberdimensi berikut:
ψ⎫
ψ' = ⎪
ch

x ⎪
'
x = ⎬
(22)
h ⎪
z ⎪
z' = . ⎪
h ⎭
Berdasarkan peubah baru tersebut, persamaan
(21) menjadi
1 d ρ0 ⎛ 1

ψ zz + ψ xx +
ψ 2 +ψ z 2 − 1 ⎟
ρ0 dψ ⎜⎝ 2 x

1 d ρ0
+
(23)
( z −ψ ) = 0,
σρ0 c 2 dψ

(

)

setelah tanda aksen dihilangkan. (Penurunan
persamaan (5), (6), (7), (8), (9), (11), (16),
(18), dan (23) dapat dilihat pada Lampiran A).

Metode Asimtotik
Metode asimtotik merupakan salah satu
cara untuk menyelesaikan masalah nilai batas
atau masalah nilai awal. Penyelesaian dengan
metode ini dinyatakan dalam bentuk uraian
asimtotik.
Misalkan f ( t , x, σ ) kontinu pada t ∈ \
dan x ∈ \ n , σ > 0 merupakan parameter
kecil. Fungsi f mempunyai uraian terhadap
parameter kecil σ . Untuk kasus khusus f
mempunyai uraian Taylor terhadap σ , yaitu
f ( t , x; σ ) = f ( t , x; 0 ) + f1 ( t , x ) σ + f 2 ( t , x ) σ 2

+... + f n ( t , x ) σ n

dengan koefisien f1 , f 2 ,..., f n bergantung
pada t dan x .
Misalkan masalah nilai awal diberikan

x − 2σ x + x = 0
(24)
dengan syarat awal x ( 0 ) = 1, x ( 0 ) = 0. Solusi
eksak yang diperoleh adalah
x ( t ) = eσ t cos

(

)

1−σ 2 t −σ

1
eσ t
1−σ 2

sin

(

)

1−σ 2 t .

Selanjutnya, persamaan (24) akan
ditentukan
solusinya
dengan
metode
asimtotik. Misalkan solusi persamaan (24)
dinyatakan dalam bentuk uraian asimtotik
berikut
(25)
x(t ) = x0 (t ) + σ x1 (t ) + σ 2 x2 (t ) + ...
Jika persamaan (25) disubstitusikan ke
persamaan (24), maka koefisien untuk σ 0
memberikan persamaan

x0 + x0 = 0
Sedangkan
persamaan

koefisien

σ1

memberikan


x1 + x1 − 2 x0 = 0.

Sedangkan koefisien σ n adalah

xn + x1 − 2 xn −1 = 0,
n = 1, 2,...
dan kondisi awal berikut
x0 ( 0 ) = 1,
x0 ( 0 ) = 0
xn ( 0 ) = 0,

xn ( 0 ) = 0,

(26)

n = 1, 2,...

Solusi persamaan diferensial untuk x0 dan x1
adalah
x0 ( t ) = cos t
x1 ( t ) = cos t − sin t + t cos t.

Jadi solusi masalah nilai awal (24) dengan
menggunakan metode asimtotik adalah
x ( t ) = cos t + σ ( cos t − sin t + t cos t + ...) .

5

Solusi eksak dan solusi dengan metode
asimtotik diilustrasikan pada Gambar 2,
dengan menggunakan σ = 0.02.
Pada Gambar 2, terlihat bahwa solusi
eksak dan solusi dengan metode asimtotik
tidak jauh berbeda. Sehingga dapat digunakan
untuk menyelesaikan suatu masalah nilai
awal.

1.5
1
0.5
0
-0.5

− solusi eksak
− solusi asimtotik

-1

-20

-10

0

10

20

Gambar 2. Perbandingan solusi eksak MNA
dengan solusi MNA dengan metode asimtotik.

PEMBAHASAN
Bagian ini akan membahas penurunan
persamaan gerak gelombang internal dengan
menggunakan metode asimtotik. Sebelumnya
persamaan dasar fluida diformulasikan dalam
formulasi Lagrange.

Formulasi Lagrange
Misalkan
z = f ( x,ψ )

dengan

menggunakan prinsip aturan rantai diperoleh
1

ψz =




fx
ψx = −


⎪⎪
(27)

1 ∂ ⎛ 1 ⎞

ψ zz =
⎜ ⎟

fψ ∂ψ ⎝⎜ fψ ⎠⎟

∂ ⎛ f x ⎞ f x ∂ ⎛ f x ⎞⎪
ψ xx = − ⎜ ⎟ +
⎜ ⎟⎪
∂x ⎜⎝ fψ ⎟⎠ fψ ∂ψ ⎜⎝ fψ ⎟⎠ ⎪⎭
Jika persamaan (27) disubstitusikan
ke
persamaan (23), maka diperoleh
⎛ ⎛ ⎛ ⎛ ⎞2 ⎛ ⎞2 ⎞ ⎞ ⎞
⎛ fx ⎞
f
1
1
2
2⎜
− ρ 0 c ⎜ ⎟ + c ρ 0 ⎜ ⎜ ⎜ ⎟ + ⎜ x ⎟ − 1⎟ ⎟ ⎟
⎜ f ⎟





⎟⎟⎟
fψ ⎟
2 ⎜ fψ

⎝ ψ ⎠x
⎠ ⎠ ⎟⎠ψ
⎝ ⎝ ⎝⎝ ⎠ ⎝ ⎠
+ ρ0ψ

1

σ

( z −ψ ) = 0.

Khususnya
z = f ( x, Z ) = Z + η ( x, Z )

1 2
⎛ ⎛
2 ⎞⎞
⎜ ⎜ η Z + 2 (η Z − η x ) ⎟ ⎟
⎛ ηx ⎞
2
ρ0 c ⎜
⎟⎟
⎟ + c ⎜ ρ0 ⎜
2
(1 + η Z )
⎜⎜ ⎜⎜
⎝ 1 + ηZ ⎠ x
⎟⎟ ⎟⎟
⎠ ⎠Z
⎝ ⎝
2

+ ρ0 N 2η = 0
(28)
(29)

dengan Z = ψ , persamaan (23) menjadi
1 2
⎛ ⎛
2 ⎞⎞
⎜ ⎜ η Z + 2 (η Z − η x ) ⎟ ⎟
⎛ ηx ⎞
2
ρ0 c ⎜
⎟⎟
⎟ + c ⎜ ρ0 ⎜
2
(1 + ηZ )
⎜⎜ ⎜⎜
⎝ 1 + ηZ ⎠ x
⎟⎟ ⎟⎟
⎠ ⎠Z
⎝ ⎝
2

+ ρ0 N 2η = 0.

Persamaan (30) berlaku pada daerah
−∞ < Z < 0. Pada kedalaman yang semakin
besar ( Z → −∞), maka gelombang yang
terjadi cukup kecil sehingga w = 0. Jadi untuk
Z → −∞ nilai η = 0. Sedangkan untuk
yaitu
di
permukaan
fluida,
Z = 0,
diasumsikan tekanan permukaan sama dengan
tekanan atmosfer (yaitu sama dengan nol),
sehingga
1 2
(31)
(ψ x +ψ z2 − c 2 ) + gz = 0 di Z = η.
2
Selanjutnya persamaan (27) dan (29)
disubstitusikan ke persamaan (31), maka
diperoleh
1

2
2 ⎞
⎜η Z + (η Z − η x ) ⎟
2
⎠.
η = σ c2 ⎝
(32)
2
(1 + ηZ )
Sehingga persamaan dasar fluida ideal untuk
aliran tunak dalam formulasi Lagrange adalah

(30)

(33)

dengan syarat batas
1

2
2 ⎞
⎜η Z + (η Z − η x ) ⎟
2
⎠ di Z = 0. (34)
η = σ c2 ⎝
2
(1 + ηZ )
Persamaan (33) akan ditentukan solusinya
dengan metode asimtotik berdasarkan syarat
batas pada persamaan (34), (penurunan
persamaan (27), (28), (30), (31) dan (32)
dapat dilihat pada Lampiran B).

6

Persamaan BO Tunak
Fluida Lapisan Atas
Misalkan lapisan atas didefinisikan pada
−h < Z ≤ 0. Jika persamaan (33) diuraikan,
maka diperoleh
⎛ η (1 + η Z ) − η xη xZ ⎞
c 2 ρ0 ⎜ xx
⎟⎟

(1 + η Z ) 2


+

c2

(1 + η Z )

2

−c ρ 0
2

( ρ (η
0

Z

(

+ 12 η Z 2 − η x 2

(

)))

Z

)

η Z + 12 η Z 2 − η x 2 2η ZZ

(1 + ηZ )

dengan
F = η1Z ( c02 ρ0η1Z ) − 2c02 ρ0η1ZZη1Z + 3ρ0 N 2η1η1Z
Z

1


+ ⎜ 2c0 c1 ρ0η1Z + c02 ρ 0η12Z ⎟ .
2

⎠Z

dan
1
G = 2η1Zη1 − 2σ c0 c1η1Z − σ c02η12Z .
(44)
2
η1
pada
persamaan
(40)
Jika
disubstitusikan ke persamaan (43) dan (44),
maka diperoleh
F = A2φZ ( c02 ρ 0φZ ) + ρ 0 A2φZ ( −2c02φZZ + 3 N 2φ )
Z

1


⎞⎤
+ ⎢c0 ρ 0 AφZ ⎜ 2c1 + c0 AφZ ⎟ ⎥
2

⎠⎦ Z


3

+ ρ N η = 0.
(35)
Kemudian kedua ruas pada persamaan (35)
2

(1 + ηZ ) ,
2
c ρ0 (1 + η Z ) (η xx (1 + η Z ) − η xη xZ )

dikalikan

3

dengan

diperoleh

( (

))
))

+c 2 (1 + η Z ) ρ 0 η Z + 12 (η Z 2 − η x 2 )

(

−2c ρ0η ZZ η Z +
2

1
2



2
Z

−ηx

2

(43)

+ ρ0 N 2η (1 + η Z ) = 0.
3

Z

(36)

Misalkan η dan c menyatakan dalam
bentuk uraian asimtotik sebagai berikut:
(37)
η ( X , Z ) = αη1 + α 2η 2 + α 3η3 + ...
(38)
c = c0 + α c1 + α c2 + ...,
dengan α adalah suatu parameter kecil yang
mengukur amplitudo gelombang dan X = α x
menyatakan koordinat horizontal yang
ditinjau cukup panjang. Jika persamaan (37)
dan (38) disubstitusikan ke persamaan (36),
maka koefisien α memberikan masalah nilai
batas berikut
(c0 2 ρ0η1Z ) Z + ρ0 N 2η1 = 0 , − h < Z < 0 ⎫⎪
⎬ (39)
η1 − σ c0 2η1Z = 0 , Z = 0. ⎪⎭
Dengan metode pemisahan peubah , misalkan
η1 = A ( X ) φ ( Z )
(40)
2

dengan A adalah fungsi sembarang dan
φ ( Z ) memenuhi masalah nilai eigen berikut:
(c0 2 ρ0φZ ) Z + ρ 0 N 2φ = 0 , − h < Z < 0 ⎫⎪

φ − σ c0 2φZ = 0 , Z = 0. ⎪⎭
Selanjutnya koefisien α 2 memberikan

(41)

(c0 2 ρ0η 2 Z ) Z + ρ0 N 2η 2 + F = 0 , − h < Z < 0 ⎪⎫

η2 − σ c0 2η 2 Z + G = 0 , Z = 0. ⎪⎭
(42)

(45)

dan
1


G = AφZ ⎜ 2 Aφ − 2σ c0 c1 − σ c02 AφZ ⎟ .
(46)
2


Sehingga diperoleh dua masalah nilai eigen
yaitu untuk φ pada persamaan (41) dan untuk

η 2 pada persamaan (42) (penurunan
persamaan (35), (36), (39), (42), (43) dan (44)
dapat dilihat pada Lampiran C).
Masalah nilai batas pada persamaan (42)
akan mempunyai penyelesaian jika memenuhi
kondisi terselesaikan (Solvability condition)
[Stokgold, hal 198], berikut
0

∫ Fφ dZ = c ρ (η φ
2
0

−h

0

2 Z

− η 2 Z φ ) ⎤⎦

Z =0
Z =− h

.

(47)

Nilai φ dan η 2 serta turunannya di Z = 0
telah diperoleh pada lapisan atas. Sedangkan
nilai φ dan η 2 serta turunannya di Z = −h
perlu memperhatikan lapisan bawah.
Fluida Lapisan Bawah
Misalkan lapisan bawah didefinisikan pada
Misalkan
η = αη (θ , Z )
− H ≤ Z ≤ −h.

dengan Z = α Z , rapat massa ρ0 ( z ) = ρ ∞
diasumsikan konstan, dan θ = x. Jika
pemisalan
tersebut disubstitusikan
ke
persamaan (36), maka koefisien α
menghasilkan persamaan berikut:
ηθθ + η ZZ = 0.
(48)
Jika dimisalkan X = αθ , maka diperoleh
MNB berikut:
α 2η XX + η ZZ = 0
(49)
dengan kondisi batas
η = 0 di Z = − H ⎫
(50)

η = η0 di Z = −h. ⎭

7

Dengan menggunakan integral Fourier, solusi
masalah nilai batas pada persamaan (49) dan
(50) adalah

sinh (α k ( H + Z ) ) ikX
1
η (X,Z) =
ηˆ0
e dk

2π −∞ sinh (α k ( H − h ) )

dengan
L ( A) =



∫ η ( X )e

2π −∞
Turunan pertama

− ikX

0

Z = −h adalah
α
ηZ ( X , −h ) =


dX .

η

(52)
Z di

terhadap



∫ k coth (α k ( H − h ) )e

ikX

ηˆ0 dk .

−∞

(53)
Untuk memperoleh nilai φ dan η 2 serta
turunannya terhadap Z di Z = − h, maka
penyelesaian η dan turunannya terhadap Z di
lapisan atas dan di lapisan bawah sama sampai
O (α 2 ) , yaitu

αη ( X , −h ) = αη1 ( X , − h ) + α 2η 2 ( X , − h ) ⎫⎪

αη Z ( X , −h ) = αη1Z ( X , −h ) + α 2η 2 Z ( X , −h ) ⎪⎭
Berdasarkan koefisien α
persamaan
(54a)
η0 = A ( X ) φ ( − h )
dan

(54)
dan α pada
memberikan
η 2 ( X , −h ) = 0.
2

untuk
Sedangkan koefisien α dan α
persamaan (54b) memberikan η1Z = 0 dan
persamaan (53), diperoleh φZ ( − h ) = 0 dan

η2 Z =

1




∫ k coth (α k ( H − h ) )e

ikX

ηˆ0 dk .

−∞

(55)
Jika dinormalkan φ ( −h ) = 1, maka diperoleh

η0 = A ( X ) ,
sehingga

(56)


1

η2 Z ( X , −h ) =



∫ k coth (α k ( H − h ) )e

−∞

F ( A ) dk ,

ikX

(57)

dengan
F ( A) =

1



− ikX
(58)
∫ A ( X )e dX .
2π −∞
Jika nilai φ dan η 2 serta turunannya terhadap
Z di Z = − h disubstitusikan ke persamaan
(47), maka diperoleh
1
−c1 A + μ A2 − δ L ( A ) = 0
(59)
2

−∞

ikX

F ( A ) dk

(60)

(61)

Misalkan T = α ( H − h), jika T → ∞ maka
persamaan (60) menjadi

1
ikX
L ( A) =
(62)
∫ k e F ( A) dk.
2π −∞
dengan menggunakan integral kompleks
diperoleh

eikX
− ikX
∫−∞ X − X dX = iπ ⎡⎣sgn ( k )⎤⎦ e .
Jadi k F ( A ) =





[

( A) e−ikX dX

−∞

dengan
[ ( A) =

2

αη 2 Z = η Z . Karena η Z = O (α ) , maka dari

∫ k coth (α k ( H − h ) )e

0

3 ∫ ( c02 ρ0φZ3 ) dZ ⎪

μ = −0h

2
2 ∫ ( c0 ρ0φZ ) dZ ⎪

−h

2
ρ∞ c0
δ= 0
.⎪

2 ∫ ( c0 ρ0φZ2 ) dZ ⎪
−h


dengan
1





dan koefisien μ dan δ adalah

(51)

ηˆ0 =

1

[

( A)

1

π





−∞

A( X )
dX .
X−X

(63)

merupakan transformasi Hilbert dari

A. Sehingga persamaan (62) dapat ditulis
menjadi
(64)
L ( A) = [ ( A)

dan persamaan (59) menjadi
1
−c1 A + μ A2 − δ [ ( A ) = 0,
(65)
2
dengan koefisien μ dan δ telah diberikan
pada persamaan (61). Persamaan (59) dan (65)
berturut-turut disebut persamaan ILW
(Intermediate Long Waves) dan persamaan
BO (Benjamin-Ono).
Solusi Persamaan BO
Jika
persamaan
(65)
dilakukan
transformasi Fourier dan menggunakan
teorema konvolusi dan transformasi Fourier
dari A, maka diperoleh


( c + δ k ) A = μ2 ∫ A ( k )A ( k − k ) dk
'

1

'

'

(66)

−∞

Misalkan solusi persamaan integral (66)
berbentuk

8

1
A ( k ) = abeb k .
(67)
2
Jika persamaan (67) disubstitusikan ke
persamaan (66), diperoleh
1
ab
μ
( c1 + δ k ) e(b k ) = 8 a 2b2 ⎛⎜ b + k ⎞⎟ e(b k ) ,
2



atau
ab ⎤ ( b k ) ⎡ μ 2 2 1 μ 2 2 ⎤ ( b k )
⎡ ab
= ⎢ a b + a b k ⎥e .
⎢ 2 c1 + δ k 2 ⎥ e
b 8


⎣8


Persamaan di atas terpenuhi jika dan hanya
jika
4c1 ⎫
μ ⎪⎪
(68)

4δ ⎪
.
b=
a μ ⎪⎭
Selanjutnya balikan transformasi Fourier dari
persamaan (67) adalah

1
ikX
A=
(69)
∫ A ( k )e dk ,
2π −∞
yang merupakan solusi dari persamaan (65).
Jika persamaan (67) disubstitusikan ke
persamaan (69) dan menggunakan rumus
integral kompleks berikut
a=

1




∫e

−∞

( b k + ikX )

dk =

2b
X + b2
2

,

(70)

maka diperoleh
ab 2
(71)
A( X ) =
.
2
X + b2
Jadi persamaan (71) merupakan solusi dari
persamaan (65) dengan
4c

.
a = 1 dan b =

μ
Persamaan (71) merupakan solusi persamaan
gerak gelombang internal (penurunan
persamaan (48), (51), (53), (59), (60), (61),
(62), (63), (64), dan (66) dapat dilihat pada
Lampiran D).
Parameter c1 menyatakan kecepatan phase
gelombang. Sedangkan parameter a dan b
berturut-turut merupakan amplitudo dan
panjang gelombang internal. Sedangkan μ
dan δ adalah koefisien persamaan BO. Untuk
mengetahui simpangan, panjang gelombang,
dan kecepatan phase gelombang internal,
harus diketahui data fisis, seperti rapat massa
dan kedalaman fluida. Adapun langkahnya
sebagai berikut. Langkah pertama menentukan
fungsi eigen φ dan nilai eigen c0 berdasarkan
persamaan (41), langkah kedua menghitung
koefisien persamaan BO yaitu μ dan δ
berdasarkan persamaan (61). Kemudian

langkah ketiga menentukan bentuk A ( X )
dengan a dan b dari persamaan (68). Untuk
lebih jelasnya diberikan contoh kasus berikut
ini.

Contoh Kasus Fluida Dua Lapisan
Contoh kasus yang dibahas dalam karya
ilmiah ini adalah masalah fluida dua lapisan.
Fluida dua lapisan ialah fluida yang terdiri
atas dua lapisan yang masing-masing
memiliki rapat massa konstan. Gelombang
internal yang muncul dikatakan sebagai
gelombang interfacial. Salah satu contoh
gelombang interfacial adalah aliran air dan
minyak dalam pipa, serta aliran lumpur di
suatu perairan.
Misalkan rapat massa dua lapisan yang
akan dibahas diberikan sebagai berikut :
⎧ ρ , −h ≤ Z ≤ 0
(72)
ρ0 ( Z ) = ⎨ 1
⎩ ρ 2 , −∞ < Z < − h
dan
2 ( ρ 2 − ρ1 )
.
σ=
(73)
ρ2 + ρ1
Jadi penyelesaian masalah nilai eigen pada
persamaan (41), yaitu fungsi eigen φ ( Z )
berbentuk:
⎧ Z
σ c2
+ 20
−h ≤ Z ≤ 0
⎪ 2
φ ( Z ) = ⎨σ c0 − h σ c0 − h

1
−∞ < Z < − h,

atau
⎧ Z σ c02
⎪ +
h
⎪⎪ h
, −h ≤ Z ≤ 0
φ ( Z ) = ⎨ σ c02
(74)
⎪ h −1

1
, −∞ < Z < − h,
⎪⎩
Sedangkan nilai eigen c0 diperoleh dengan
mengintegralkan persamaan (41a) dari −h − λ
ke −h + λ , kemudian dibuat λ → 0.
Sehingga diperoleh persamaan untuk c0 2
berikut :
σ c02 ( 2 + σ ) − 2σ h = 0.
(75)
Untuk menginterpretasikan parameterparameter tersebut, maka diberikan suatu
contoh data sebagai berikut.
Misalkan σ = 0.1, dan a = −0.1. Berdasarkan
dari persamaan (75), diperoleh
c0 = 0.976 h .

9

Z
, dan h = 1, maka
h
nilai eigen φ berbentuk
Jika dimisalkan Z ' =

⎧−0.905( Z '+ 0.095) , − 1 ≤ Z ' ≤ 0
φ ( Z ') = ⎨
1
, − ∞ < Z ' < −1.

(76)
Sedangkan koefisien persamaan BO, yaitu μ
dan δ , diperoleh dari persamaan (61) yaitu:
3
1.618
(77)
dan δ = 0.442h 2
μ=−
h
Untuk a = −0.1, maka dari persamaan (68)
diperoleh
0.040
c1 =
dan b = 10.927 h.
(78)
h

Oleh karena itu bentuk A ( X ) pada mode
internal adalah
A( X ) = −

11.940h 2
119.401h 2 + X

2

(79)

.

Jika X = θ h , maka
11.940
(80)
A (θ ) = −
.
2
119.401 + θ
yang grafiknya ditampilkan dalam Gambar 3.
(Penurunan persamaan (74) dan (75) dapat
dilihat pada Lampiran E).

Z'

θ

Gambar 3. Simpangan gelombang pada fluida dua lapisan untuk orde rendah.

10

Berdasarkan Gambar 3, kecepatan phase
gelombang adalah 1.016, panjang gelombang
0.1 .
internal 10.927, dan amplitudo

Amplitudo terbesar berada antara dua lapisan,
Z ' = −1.

SIMPULAN
Persamaan gerak gelombang internal pada
fluida dengan kedalaman yang cukup besar
dengan aliran tunak berbentuk persamaan
Benjamin-Ono (BO) yang berbentuk tunak.
Persamaan BO ini diturunkan dari persamaan
dasar dalam bentuk tunak (berupa persamaan
Long).
Persamaan
Long
diturunkan
berdasarkan hukum kekekalan massa dan
kekekalan momentum dengan menambahkan
asumsi irrotasional. Dengan metode asimtotik
diperoleh persamaan BO dari persamaan
Long. Persamaan BO tersebut menghasilkan
penyelesaian persamaan dalam bentuk
gelombang soliter.
Formulasi gelombang soliter digunakan
untuk menjelaskan gerak gelombang soliter
internal pada kasus fluida dua lapisan untuk
fluida dalam. Dalam formulasi ini, diperoleh

tiga parameter yaitu kecepatan phase
gelombang,
amplitudo,
dan
panjang
gelombang internal. Jika salah satu parameter
tersebut diketahui, maka dua parameter
lainnya dapat ditentukan. Dalam contoh kasus
ini, untuk batas kedua lapisan pada kedalaman
satu satuan panjang dengan amplitudo 0.1
memberikan kecepatan phase gelombang
sebesar 1.016 dan panjang gelombang
10.927
satuan
panjang.
Simpangan
gelombang soliter internal yang memiliki
amplitudo terbesar dicapai di batas antar dua
fluida (pada kedalaman satu satuan panjang).
Sedangkan
di
permukaan,
amplitudo
gelombang relatif kecil.

DAFTAR PUSTAKA
David, H. dan Robert R. 1994. Fisika.
Erlangga.
Duff. GFC. 1966. Differential Equation Of
Applied
Mathematics.
A
Willey
International Edition. Canada.
Gerkema, T. 1994. Nonlinear Dispersive
Internal Tide : Generations Models For A
Rotating Ocean. Phd-Thesis. Univ. of
Utrecht, Netherlands.
Grimshaw, R. 1980. A Second-Order Theary
For Solitary Waves In Deep Fluids.
University of Mebourne, Parkuille,
Victoria 3052, Australia.
Grimshaw, R. 1997. Internal Solitary Waves
“Advances in Coastal and Ocean
Engineering”, Ed. P. L. F Liu World
Scientific Pub. Company, 3, 1-30.
Herman, Russell. 1992. Solitary waves.
American Scientist, 80-350.
Hinch, E. J. 1992. Perturbation Methods.
Cambridge Univ. Press, Cambridge.

Jaharuddin, Pudjaprasetya, S. R. 2001.
Gelombang Soliter Interfacial Pada Aliran
Tunak. MIHMI, Vol 7, No.1, 31-38.
Jaharuddin. 2004. Gelombang Soliter di Selat
Lombok dan Simulasi Numeric Fenomena
Morning Glory. PhD-Thesis. ITB,
Bandung.
Long, R.R. 1953. Some Aspecta of The Flow
of Stratified Fluids, Tellus, 5, 42-58.
Saidah. 2007. Gelombang Soliter Internal
Pada Aliran Tunak [Skripsi]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Spiegel, M. R. 1981. Advanced Calculus.
McGraw-Hill
International
Book
Company, Singapore.
Stokgold, I. 1967. Boundary Value Problem
Of Mathematical Physics, Vol. 1. Mc.
Millan, Newyork.

LAMPIRAN

12

LAMPIRAN A
Penurunan persamaan (5)
Dengan menggunakan persamaan

D



= + u + w , persamaan (4) menjadi
∂x
∂z
Dt ∂t

DS
= 0 di z = η0 ( x, t )
Dt
D ( z − η0 )
=0
Dt

∂ ⎞
⎛∂
⎜ + u + w ⎟ ( z − η0 ) = 0



t
x
z⎠

∂η
∂η
∂z
∂z
∂z ∂η
+u + w − 0 −u 0 −w 0 = 0
∂t
∂x
∂z ∂t
∂x
∂z
w − η0t − uη0 x = 0
w = η0t + uη0 x di z = η0 .

Penurunan persamaan (6)
D



= + u + w , dan persamaan (4) serta diasumsikan
∂x
∂z
Dt ∂t
bahwa fluida memiliki kedalaman yang besar, maka diperoleh
DS

= 0, jika z = − h ( x ) . Sehingga
Dt
D ( z + h ( x ))
=0
Dt

∂ ⎞
⎛∂
⎜ + u + w ⎟ ( z + h ( x )) = 0
∂x
∂z ⎠
⎝ ∂t
∂h ( x )
∂h ( x )
∂z
∂z
∂z ∂h ( x )
+u + w −
−u
−w
=0
∂t
∂x
∂z
∂t
∂x
∂z
w − uhx = 0,

Dengan menggunakan persamaan



DS
= 0, jika z = −h. Sehingga
Dt

D ( z + h)
=0
Dt

∂ ⎞
⎛∂
⎜ + u + w ⎟ ( z + h) = 0
∂x
∂z ⎠
⎝ ∂t
∂z
∂z
∂z ∂h
∂h
∂h
+u + w − −u −w = 0
∂t
∂x
∂z ∂t
∂x
∂z
w = 0,
DS

= 0, jika z = −∞. Sehingga
Dt
D( z )
=0
Dt

∂ ⎞
⎛∂
⎜ + u + w ⎟(z) = 0



t
x
z⎠

∂z
∂z
∂z
+u + w = 0
∂t
∂x
∂z
w = 0.

13

Jadi pada fluida dengan kedalaman yang besar kecepatan partikel dalam arah vertikal adalah nol.

Penurunan persamaan (7)
Dari persamaan (2), diperoleh
ρ ( ut + uu x + wu z ) + Px = 0
ρ ( wt + uwx + wwz ) + Pz + ρ g = 0

ρ ( ut + uu x + wu z + wt + uwx + wwz ) + Px + Pz + ρ g = 0

+



∂ ∂
⎛∂
( u, w ) + u ( u, w ) + w ( u, w ) ⎞⎟ + ⎛⎜ , ⎞⎟ P + ρ g = 0
∂x
∂z
⎝ ∂t
⎠ ⎝ ∂x ∂z ⎠
∂q
∂q ⎞
⎛ ∂q
ρ ⎜ + u + w ⎟ + ∇P + ρ g = 0
∂x
∂z ⎠
⎝ ∂t
Dq
= −∇P + ρ g
ρ
Dt
dengan g = ( 0, − g ) .

ρ⎜

Penurunan persamaan (8)
Dengan menggunakan notasi turunan total, diperoleh
Dq ∂q
∂q
∂q
=
+u
+w
= qt + uq x + wq z
Dt ∂t
∂x
∂z
∂q
∂q
= ∂ t q + uq x + wq z = ∂ t q + u
+w
∂x
∂z
⎛u ⎞
⎛u ⎞
∂ ⎛u⎞
∂ ⎛u⎞
= ∂t q + u ⎜ ⎟ + w ⎜ ⎟ = ∂t q + u ⎜ x ⎟ + w ⎜ z ⎟
∂x ⎝ w ⎠
∂z ⎝ w ⎠
⎝ wz ⎠
⎝ wx ⎠
⎛ uu ⎞ ⎛ wu ⎞
⎛ uu + wu z ⎞
= ∂t q + ⎜ x ⎟ + ⎜ z ⎟ = ∂t q + ⎜ x

uw
ww
⎝ x⎠ ⎝ z⎠
⎝ uwx + wwz ⎠
∂ ⎞⎛ u ⎞
⎛ ∂
= ∂ t q + ⎜ u + w ⎟ ⎜ ⎟ = ∂ t q + ( q.∇ ) q.
∂z ⎠ ⎝ w ⎠
⎝ ∂x

Jadi persamaan (8) ditulis

Dq
= ∂ t q + (q.∇)q .
Dt

Penurunan persamaan (9)
Dari persamaan (8), diperoleh
⎛ uu + wu z ⎞
⎛ wu z − wwx ⎞ ⎛ uu x + wwx ⎞
Dq
= ∂ t q + (q.∇)q = ∂ t q + uq x + wq z = ∂ t q + ⎜ x
⎟ = ∂t q + ⎜
⎟+⎜

uw
ww
+
Dt
z ⎠
⎝ x
⎝ −uu z + uwx ⎠ ⎝ uu z + wwz ⎠
⎛ uu + wwx ⎞
= ∂ t q + ( ( wu z − wwx ) i + 0 j + ( −uu z + uwx ) k ) + ⎜ x

⎝ uu z + wwz ⎠
⎛ uu + wwx ⎞
= ∂ t q + w ( u z − wx ) i + 0 j − ( u ( u z − wx ) k ) + ⎜ x

⎝ uu z + wwz ⎠
i
j
k
⎛ uu + wwx ⎞
= ∂ t q + 0 ( u z − wx ) 0 + ⎜ x

uu + wwz ⎠
u
w ⎝ z
0

(

(

= ∂ t q + ( 0i

)

( uz − wx ) j

1 ⎞⎞

⎛1
0 k ) × q + ⎜ ( ∂ x , ∂ z ) ⎜ u 2 + w2 ⎟ ⎟
2
2 ⎠⎠



)

14



= ∂t q + ⎜





k


⎛⎛ ∂ ∂ ⎞⎛ 1
2 ⎞⎞
0
× q ⎟ + ⎜ ⎜ , ⎟ ⎜ u, w ⎟ ⎟
⎟ ⎝ ⎝ ∂x ∂z ⎠ ⎝ 2
∂z
⎠⎠

0 w

⎛1 2⎞
= ∂ t q + ((∇ × q) × q) + ∇ ⎜ q ⎟ .
⎝2

i

j


∂x
u

Penurunan persamaan (11)
Jika persamaan (10) disubstitusikan ke persamaan (7), maka

⎛1
⎞⎞
ρ ⎜ ∂ t ( ∇φ ) + ∇ ⎜ (φx2 + φz2 ) ⎟ ⎟ = −∇P + ρ g
2

⎠⎠


⎛1
⎞⎞
∇ρ ⎜ ∂ t (φ ) + ⎜ (φx2 + φz2 ) ⎟ ⎟ + ∇P − ρ g = 0.
⎝2
⎠⎠

Jika kedua ruas dibagi ρ , maka

⎛1
⎞ P⎞
∇ ⎜ ∂ t (φ ) + ⎜ (φx2 + φz2 ) ⎟ + ⎟ − g = 0,
2

⎠ ρ⎠

Kemudian kedua ruas diintegralkan terhadap koordinat ruang, diperoleh

P⎞
⎛1 2
2 ⎞
⎜ ∂ t (φ ) + ⎜ (φx + φz ) ⎟ + ⎟ + gz = C (t ) .
⎝2
⎠ ρ⎠

Dengan C (t ) adalah konstanta integral.

Penurunan persamaan (16)
Dari persamaan (14c) dan (14d) dan

D


= u + w , q 2 = u 2 + w2 , serta ξ = wx − u z ,
∂x
∂z
Dt

diperoleh:
• ρ ( uu x + wu z ) + Px = 0
∂ ⎛1 2 1 2⎞
⎜ u + w ⎟ + ρ wu z − ρ wwx + Px = 0
∂x ⎝ 2
2 ⎠
∂ ⎛1 2⎞
ρ ⎜ q ⎟ − ρξ w + Px = 0
∂x ⎝ 2


ρ

(i)

• ρ ( uwx + wwz ) + Pz + ρ g = 0

∂ ⎛1 2 1 2⎞
⎜ u + w ⎟ − ρ uu x + ρ uwx + Pz + ρ g = 0
∂z ⎝ 2
2 ⎠
∂ ⎛1 2⎞
ρ ⎜ q ⎟ + ρξ u + Pz + ρ g = 0.
∂z ⎝ 2

Jika pada persamaan (i) dan (ii) P dieliminasi, maka
∂ ⎛ ∂ ⎛ 1 2 ⎞⎞ ∂
⎜ ρ ⎜ q ⎟ ⎟ + ( ρξ u ) + Pxz + ρ x g = 0
∂x ⎝ ∂z ⎝ 2
⎠ ⎠ ∂x

ρ

∂ ⎛ ∂ ⎛ 1 2 ⎞⎞ ∂
⎜ ρ ⎜ q ⎟ ⎟ − ( ρξ w ) + Pxz = 0
∂z ⎝ ∂x ⎝ 2
⎠ ⎠ ∂z

(ii)




∂ ⎛ ∂ ⎛ 1 2 ⎞⎞ ∂ ⎛ ∂ ⎛ 1 2 ⎞⎞ ∂
⎜ ρ ⎜ q ⎟ ⎟ − ⎜ ρ ⎜ q ⎟ ⎟ + ( ρξ u ) + ( ρξ w ) + ρ x g = 0
∂z
∂x ⎝ ∂z ⎝ 2
⎠ ⎠ ∂x
⎠ ⎠ ∂z ⎝ ∂x ⎝ 2
∂ξ ⎞ ∂ρ ∂ ⎛ 1 2
∂ρ ∂ ⎛ 1 2
∂ρ
⎛ ∂ξ
2 ⎞
2 ⎞
ρ ⎜u + w ⎟ +
g = 0.
⎜ (u + w ) ⎟ −
⎜ (u + w ) ⎟ +
x
z
x
z
z
x
2
2











⎠ ∂x
Jika kedua ruas dibagi ρ , maka

15

1 ∂ρ ∂ ⎛ 1 2
Dξ 1 ∂ρ ∂ ⎛ 1 2
g ∂ρ
2 ⎞
2 ⎞
+
= 0.
⎜ (u + w ) ⎟ −
⎜ (u + w ) ⎟ +
Dt ρ ∂x ∂z ⎝ 2
⎠ ρ ∂z ∂x ⎝ 2
⎠ ρ ∂x

Penurunan persamaan (18)
Persamaan (17) disubstitusikan ke persamaan (16), dan
u = −ψ z dan w = ψ x , diperoleh
Dξ 1
+
Dt ρ
menjadi
Dξ 1
+
Dt ρ
Dξ 1
+
Dt ρ

1 ∂ρ ∂ ⎛ 1 2
∂ρ ∂ ⎛ 1 2
g ∂ρ
2 ⎞
2 ⎞
= 0,
⎜ (u + w ) ⎟ −
⎜ (u + w ) ⎟ +
∂x ∂z ⎝ 2
⎠ ρ ∂z ∂x ⎝ 2
⎠ ρ ∂x
1 ∂ρ ∂ ⎛ 1 2
g ∂ρ ∂ψ
∂ρ ∂ ⎛ 1 2
2 ⎞
2 ⎞
=0
⎜ (ψ z + ψ x ) ⎟ −
⎜ (ψ z + ψ x ) ⎟ +
∂x ∂z ⎝ 2
⎠ ρ ∂z ∂x ⎝ 2
⎠ ρ ∂ψ ∂x
∂ρ ∂ψ ∂ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ 1 ∂ρ ∂ψ ∂ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ g ∂ρ ∂ψ
=0
⎜ ψz + ψx ⎟−
⎜ ψz + ψx ⎟+
∂ψ ∂x ∂z ⎝ 2
2 ⎠ ρ ∂ψ ∂z ∂x ⎝ 2
2 ⎠ ρ ∂ψ ∂x

Dξ ⎛ 1
+⎜
Dt ⎝ ρ
Dξ ⎛ 1
+⎜
Dt ⎝ ρ

∂ρ ⎛ ∂ψ ∂ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ ∂ψ ∂ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ ⎞ ⎞ g ∂ρ ∂ψ
=0

⎜ ψz + ψx ⎟−
⎜ ψ z + ψ x ⎟⎟⎟ +
2 ⎠ ∂z ∂x ⎝ 2
2 ⎠ ⎠ ⎠ ρ ∂ψ ∂x
∂ψ ⎝ ∂x ∂z ⎝ 2
∂ρ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ ⎞ ⎛ ∂ψ ∂ ∂ψ ∂ ⎞ g ∂ρ ∂ψ

=0
⎜ ψ z + ψ x ⎟⎟⎜
⎟+
∂ψ ⎝ 2
2 ⎠ ⎠ ⎝ ∂x ∂z ∂z ∂x ⎠ ρ ∂ψ ∂x

1 ∂ρ ∂ψ ∂
Dξ ⎛ 1 ∂ρ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ ⎞ ⎛ ∂ψ ∂ ∂ψ ∂ ⎞ 1 ∂ρ ∂ψ ∂
+⎜

( gz ) −
( gz ) = 0.
⎜ ψ z + ψ x ⎟⎟⎜
⎟+
ρ ∂ψ ∂z ∂x
Dt ⎝ ρ ∂ψ ⎝ 2
2 ⎠ ⎠ ⎝ ∂x ∂z ∂z ∂x ⎠ ρ ∂ψ ∂x ∂z
1 ∂ρ ∂ψ ∂
Misalkan
( gz ) = 0, maka
ρ ∂ψ ∂z ∂x
⎞ ∂ψ ∂ ∂ψ ∂ ⎞
Dξ ⎛ 1 ∂ρ ⎛ 1 2 1 2 ⎞ ⎞ ⎛ ∂ψ ∂ ∂ψ ∂ ⎞ ⎛ 1 ∂ρ
+⎜


( gz ) ⎟ ⎛⎜
⎜ ψ z + ψ x ⎟⎟⎜
⎟+⎜
⎟=0
2 ⎠ ⎠ ⎝ ∂x ∂z ∂z ∂x ⎠ ⎝ ρ ∂ψ
Dt ⎝ ρ ∂ψ ⎝ 2
⎠ ⎝ ∂x ∂z ∂z ∂x ⎠
⎞⎞
Dξ D ⎛ 1 ∂ρ ⎛ ⎛ 1 2 1 2 ⎞
+

⎜ ⎜ ψ z + ψ x ⎟ + gz ⎟ ⎟ = 0
Dt Dt ⎝ ρ ∂ψ ⎝ ⎝ 2
2 ⎠
⎠⎠
⎛ 1 ∂ρ ⎛ ⎛ 1 2 1 2 ⎞
D⎛
⎞⎞⎞
⎜ξ + ⎜
⎜ ⎜ ψ z + ψ x ⎟ + gz ⎟ ⎟ ⎟⎟ = 0.

Dt ⎝
2 ⎠
⎠⎠⎠
⎝ ρ ∂ψ ⎝ ⎝ 2
jika integralkan terhadap koordinat ruang, maka
⎛ 1 ∂ρ ⎛ ⎛ 1 2 1 2 ⎞
⎞⎞
1 dρ ⎛ 1 2

2
ξ +⎜
⎜ ⎜ ψ z + ψ x ⎟ + gz ⎟ ⎟ = ψ zz + ψ xx +
⎜ (ψ z + ψ x ) + gz ⎟ = H (ψ ),
ρ
ψ
ρ
ψ
2
2
2
d




⎝⎝
⎠⎠

1
jika σ = . Sehingga persamaan terakhir menjadi
gh

ψ zz + ψ xx +

1 dρ ⎛ 1

σ (ψ z2 + ψ x2 ) + z ⎟ = H (ψ ).
σρ dψ ⎜⎝ 2


Penurunan persamaan (23)
Dari persamaan (21) diperoleh
1 d ρ0 ⎛ 1
⎛ ψ ⎞⎞
ψ zz + ψ xx +
σ (ψ z2 + ψ x2 − c 2 ) + ⎜ z − ⎟ ⎟ = 0,
σρ 0 dψ ⎜⎝ 2
c ⎠⎠

dengan mensubstitusikan persamaan (22) ke persamaan (21), maka persamaan (21) menjadi

16

2
2
⎛ ⎛
⎞⎞
d ρ0 ⎜ 1 ⎜ ⎛ ∂ (ψ ' ch ) ⎞ ⎛ ∂ (ψ ' ch ) ⎞
∂ ∂ (ψ ' ch )
∂ ∂ (ψ ' ch ) 1
+
+
+⎜
− c2 ⎟ ⎟



⎟ ⎟⎟
∂ ( z ' h ) ∂ ( z ' h ) ∂ ( x ' h ) ∂ ( x ' h ) ρ0 d (ψ ' ch ) ⎜⎜ 2 ⎜ ⎝⎜ ∂ ( x ' h ) ⎠⎟ ⎝⎜ ∂ ( z ' h ) ⎠⎟
⎠⎠
⎝ ⎝

+

(ψ ' ch ) ⎞
d ρ0 ⎛
⎜⎜ ( z ' h ) −
⎟=0
ρ0 d (ψ ' ch ) ⎝
c ⎟⎠
1

atau
1 d ρ0 ⎛ 1
1 d ρ0 ⎛ z ' ψ ' ⎞ ⎞
ch ⎛

ψ 'z ' z ' +ψ 'x ' x ' +
ψ ' x '2 + ψ ' z '2 − 1 ⎟ +

⎜ − ⎟ ⎟ = 0,
2 ⎜
ρ0 dψ ' ⎝ 2
h ⎝
⎠ σρ0 dψ ' ⎝ c 2 c 2 ⎠ ⎠
ch
karena 2 ≠ 0 . Sehingga
h
1 d ρ0 ⎛ 1
1 d ρ0

ψ 'z ' z ' + ψ 'x ' x ' +
ψ ' x '2 + ψ ' z '2 − 1 ⎟ +
( z '−ψ ') = 0

ρ0 dψ ' ⎝ 2
⎠ σρ0 c 2 dψ '

(

)

(

)

1
.
gh
Untuk memudahkan penulisan maka tanda aksen dihilangkan menjadi
1 d ρ0 ⎛ 1
1 d ρ0

ψ zz + ψ xx +
ψ 2 +ψ z 2 − 1 ⎟ +
( z −ψ ) = 0.
ρ0 dψ ⎜⎝ 2 x
⎠ σρ0 c 2