Formulasi Hamiltonian untuk Menggambarkan Gerak Gelombang Internal pada Laut Dalam

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN
GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM

RINA PRASTIWI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Formulasi
Hamiltonian untuk Menggambarkan Gerak Gelombang Internal pada Laut Dalam
adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing, dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009


Rina Prastiwi
NIM G551070381

ABSTRACT
RINA PRASTIWI. Hamiltonian Formulation for Internal Waves Motion in Deep
Ocean. Supervised by JAHARUDDIN and ALI KUSNANTO.
The ocean is considered as layers of water with different densities. Internal
waves are waves occured under surface of the ocean that caused by density
difference in each fluid layer. Interfacial wave is one of internal waves between
two layers of fluid. In this thesis, the series expansion of the Hamiltonian is used
to derive the model equation for the wave motion at the interface between fluids
in the case when the lower layer has infinite depth and the upper layer has a
certain depth. In the formulation, Hamiltonian is defined as the sum of kinetic and
potential energy. The Hamiltonian system is obtained from reduction of kinetic
energy by using the Dirichlet-Neumann operator. The coefficients of Hamiltonian
equation depend on the density and the depth of fluids. Assuming the interfacial
wave as solitary wave, its motion equation could be used as to predict the
amplitude and the phase speed of the wave. The result of numerical simulation
shows that Hamiltonian remains unchanged for a long period of time, in other

words, it is consistent in time.
Keywords: Hamiltonian formulation, internal waves, deep ocean, series
expansion,
Dirichlet-Neumann
operator.

RINGKASAN
RINA PRASTIWI. Formulasi Hamiltonian untuk Menggambarkan Gerak
Gelombang Internal pada Laut Dalam. Dibimbing oleh JAHARUDDIN dan ALI
KUSNANTO.
Laut dapat dianggap terdiri dari lapisan-lapisan air yang memiliki rapat
massa yang berbeda. Perbedaan rapat massa air laut dapat disebabkan oleh
perbedaan kadar garam dan temperatur pada setiap lapisan air laut. Akibat
perbedaaan rapat massa ini, maka muncul suatu gelombang. Gelombang internal
adalah suatu gelombang yang terjadi di bawah permukaan, yang merupakan batas
dua lapisan air laut karena adanya perbedaan rapat massa pada setiap lapisan air
laut. Pada penelitian ini akan dibatasi pada fluida dua lapisan dengan kedalaman
yang cukup besar. Diasumsikan bahwa kedua lapisan fluida ini masing-masing
mempunyai rapat massa yang konstan dan berupa fluida ideal, yaitu fluida yang
tak mampat (incompressiable) dan tak kental (inviscid). Gelombang interfacial

terjadi pada batas kedua lapisan fluida (interface).
Persamaan gerak gelombang internal pada laut dalam yang diasumsikan
pada fluida dua lapisan diformulasikan menggunakan formulasi Hamiltonian yang
melibatkan operator Dirichlet-Neumann. Domain fluida dua lapisan dibatasi oleh
lapisan atas mempunyai ketebalan yang berhingga dan lapisan bawah mempunyai
ketebalan yang cukup besar. Ketebalan yang cukup besar ini dapat dilihat dari
perbandingan amplitudo gelombang dengan kedalaman fluida, yaitu nilai
amplitudo gelombang jauh lebih kecil dari kedalaman fluida. Untuk menentukan
persamaan Hamiltonian yang eksplisit dibutuhkan asumsi gelombang panjang dan
amplitudo kecil.
Persamaan gerak gelombang interfacial yang diperoleh berupa sistem
Hamiltonian dengan Hamiltonian yang bergantung pada simpangan gelombang
interfacial dan kecepatan partikel fluida untuk arah horizontal. Berdasarkan sistem
Hamiltonian ini diperoleh persamaan gerak gelombang yang merambat dalam dua
arah. Selanjutnya dengan menggunakan definisi transformasi untuk simpangan
gelombang yang bergerak dalam arah kanan dan arah kiri, diperoleh persamaan
gerak gelombang interfacial yang berupa sistem Hamiltonian dengan
Hamiltoniannya yang bergantung pada simpangan gelombang yang bergerak
dalam arah kanan dan arah kiri. Untuk menentukan persamaan gelombang
interfacial yang merambat hanya dalam satu arah digunakan asumsi simpangan

gelombang yang merambat dalam arah kiri sangat kecil sehingga diperoleh
persamaan gerak gelombang interfacial yang merambat dalam satu arah, yaitu
arah kanan.
Untuk mencari penyelesaian persamaan gerak gelombang interfacial yang
telah diperoleh sebelumnya, diasumsikan gelombang interfacial yang terbentuk
dalam bentuk gelombang soliter. Formulasi gelombang soliter interfacial
memberikan tiga parameter, yaitu amplitudo, panjang gelombang dan kecepatan
phase gelombang. Jika salah satu parameter tersebut diketahui, maka dua
parameter lainnya dapat ditentukan.

Berdasarkan penyelesaian persamaan gerak gelombang soliter interfacial
dapat disimpulkan apabila rapat massa fluida lapisan atas sangat kecil maka
kecepatan phase gelombang yang dihasilkan tinggi. Jika rapat massa fluida lapisan
atas mendekati nilai rapat massa fluida lapisan bawah, maka kecepatan phase
gelombang yang dihasilkan semakin rendah atau mencapai nol. Nilai amplitudo
gelombang soliter interfacial bernilai negatif. Dengan kata lain gelombang soliter
interfacial yang terjadi berupa depresi. Dengan menyubstitusikan penyelesaian
persamaan gerak gelombang soliter interfacial ke dalam persamaan Hamiltonian
yang bergantung pada simpangan gelombang yang bergerak dalam arah kanan
diperoleh nilai Hamiltonian yang tetap atau tidak berubah terhadap waktu.

Kata kunci: Formulasi Hamiltonian, gelombang internal, laut dalam, perluasan
deret,
operator
Dirichlet-Neumann.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1.

2.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN
GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM

RINA PRASTIWI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Matematika Terapan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S.

Judul Tesis : Formulasi Hamiltonian untuk Menggambarkan Gerak Gelombang
Internal pada Laut Dalam
Nama

: Rina Prastiwi
NIM
: G551070381

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Jaharuddin, M.S.
Ketua

Drs. Ali Kusnanto, M.Si.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Matematika Terapan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S.

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 19 Agustus 2009

Tanggal

Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Formulasi Hamiltonian untuk
Menggambarkan Gerak Gelombang Internal pada Laut Dalam”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak terdapat
kekurangan, hal ini karena pengetahuan yang dimiliki oleh penulis sangat terbatas.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada yang terhormat
1. Bapak Bapak Dr. Jaharuddin, M.S. dan Bapak Drs. Ali Kusnanto, M.Si.
selaku pembimbing, pendidik dan pengajar yang dengan penuh kesabaran

memberikan bimbingan, arahan, nasehat serta motivasi kepada penulis.
2. Ibu Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. selaku penguji, pendidik dan pengajar
yang telah memberikan saran dan kritikannya kepada penulis.
3. Departemaen Agama RI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis
untuk melanjutkan Sekolah Pascasarjana pada Institut Pertanian Bogor periode
2007 s.d 2009.
4. Ketua Departemen, ketua Program Studi dan seluruh staf pengajar, serta staf
administrasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang turut
membantu proses penyelesaian tesis ini.
5. Kepala sekolah dan seluruh staf pengajar MTs Al-Islamiyah Srengseng yang
turut mendoakan dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Suami, anak dan kedua orang tua yang senantiasa mendoakan penulis di setiap
waktu dalam menyelesaikan tesis ini.
7. Seluruh teman-teman yang turut membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis doakan semoga segala bantuan, bimbingan dan pengarahan yang
diberikan mendapat ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT, dan semoga
tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bogor, Agustus 2009
Rina Prastiwi


FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN
GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM

RINA PRASTIWI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Formulasi
Hamiltonian untuk Menggambarkan Gerak Gelombang Internal pada Laut Dalam
adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing, dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Agustus 2009

Rina Prastiwi
NIM G551070381

ABSTRACT
RINA PRASTIWI. Hamiltonian Formulation for Internal Waves Motion in Deep
Ocean. Supervised by JAHARUDDIN and ALI KUSNANTO.
The ocean is considered as layers of water with different densities. Internal
waves are waves occured under surface of the ocean that caused by density
difference in each fluid layer. Interfacial wave is one of internal waves between
two layers of fluid. In this thesis, the series expansion of the Hamiltonian is used
to derive the model equation for the wave motion at the interface between fluids
in the case when the lower layer has infinite depth and the upper layer has a
certain depth. In the formulation, Hamiltonian is defined as the sum of kinetic and
potential energy. The Hamiltonian system is obtained from reduction of kinetic
energy by using the Dirichlet-Neumann operator. The coefficients of Hamiltonian
equation depend on the density and the depth of fluids. Assuming the interfacial
wave as solitary wave, its motion equation could be used as to predict the
amplitude and the phase speed of the wave. The result of numerical simulation
shows that Hamiltonian remains unchanged for a long period of time, in other
words, it is consistent in time.
Keywords: Hamiltonian formulation, internal waves, deep ocean, series
expansion,
Dirichlet-Neumann
operator.

RINGKASAN
RINA PRASTIWI. Formulasi Hamiltonian untuk Menggambarkan Gerak
Gelombang Internal pada Laut Dalam. Dibimbing oleh JAHARUDDIN dan ALI
KUSNANTO.
Laut dapat dianggap terdiri dari lapisan-lapisan air yang memiliki rapat
massa yang berbeda. Perbedaan rapat massa air laut dapat disebabkan oleh
perbedaan kadar garam dan temperatur pada setiap lapisan air laut. Akibat
perbedaaan rapat massa ini, maka muncul suatu gelombang. Gelombang internal
adalah suatu gelombang yang terjadi di bawah permukaan, yang merupakan batas
dua lapisan air laut karena adanya perbedaan rapat massa pada setiap lapisan air
laut. Pada penelitian ini akan dibatasi pada fluida dua lapisan dengan kedalaman
yang cukup besar. Diasumsikan bahwa kedua lapisan fluida ini masing-masing
mempunyai rapat massa yang konstan dan berupa fluida ideal, yaitu fluida yang
tak mampat (incompressiable) dan tak kental (inviscid). Gelombang interfacial
terjadi pada batas kedua lapisan fluida (interface).
Persamaan gerak gelombang internal pada laut dalam yang diasumsikan
pada fluida dua lapisan diformulasikan menggunakan formulasi Hamiltonian yang
melibatkan operator Dirichlet-Neumann. Domain fluida dua lapisan dibatasi oleh
lapisan atas mempunyai ketebalan yang berhingga dan lapisan bawah mempunyai
ketebalan yang cukup besar. Ketebalan yang cukup besar ini dapat dilihat dari
perbandingan amplitudo gelombang dengan kedalaman fluida, yaitu nilai
amplitudo gelombang jauh lebih kecil dari kedalaman fluida. Untuk menentukan
persamaan Hamiltonian yang eksplisit dibutuhkan asumsi gelombang panjang dan
amplitudo kecil.
Persamaan gerak gelombang interfacial yang diperoleh berupa sistem
Hamiltonian dengan Hamiltonian yang bergantung pada simpangan gelombang
interfacial dan kecepatan partikel fluida untuk arah horizontal. Berdasarkan sistem
Hamiltonian ini diperoleh persamaan gerak gelombang yang merambat dalam dua
arah. Selanjutnya dengan menggunakan definisi transformasi untuk simpangan
gelombang yang bergerak dalam arah kanan dan arah kiri, diperoleh persamaan
gerak gelombang interfacial yang berupa sistem Hamiltonian dengan
Hamiltoniannya yang bergantung pada simpangan gelombang yang bergerak
dalam arah kanan dan arah kiri. Untuk menentukan persamaan gelombang
interfacial yang merambat hanya dalam satu arah digunakan asumsi simpangan
gelombang yang merambat dalam arah kiri sangat kecil sehingga diperoleh
persamaan gerak gelombang interfacial yang merambat dalam satu arah, yaitu
arah kanan.
Untuk mencari penyelesaian persamaan gerak gelombang interfacial yang
telah diperoleh sebelumnya, diasumsikan gelombang interfacial yang terbentuk
dalam bentuk gelombang soliter. Formulasi gelombang soliter interfacial
memberikan tiga parameter, yaitu amplitudo, panjang gelombang dan kecepatan
phase gelombang. Jika salah satu parameter tersebut diketahui, maka dua
parameter lainnya dapat ditentukan.

Berdasarkan penyelesaian persamaan gerak gelombang soliter interfacial
dapat disimpulkan apabila rapat massa fluida lapisan atas sangat kecil maka
kecepatan phase gelombang yang dihasilkan tinggi. Jika rapat massa fluida lapisan
atas mendekati nilai rapat massa fluida lapisan bawah, maka kecepatan phase
gelombang yang dihasilkan semakin rendah atau mencapai nol. Nilai amplitudo
gelombang soliter interfacial bernilai negatif. Dengan kata lain gelombang soliter
interfacial yang terjadi berupa depresi. Dengan menyubstitusikan penyelesaian
persamaan gerak gelombang soliter interfacial ke dalam persamaan Hamiltonian
yang bergantung pada simpangan gelombang yang bergerak dalam arah kanan
diperoleh nilai Hamiltonian yang tetap atau tidak berubah terhadap waktu.
Kata kunci: Formulasi Hamiltonian, gelombang internal, laut dalam, perluasan
deret,
operator
Dirichlet-Neumann.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1.

2.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN
GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM

RINA PRASTIWI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Matematika Terapan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S.

Judul Tesis : Formulasi Hamiltonian untuk Menggambarkan Gerak Gelombang
Internal pada Laut Dalam
Nama
: Rina Prastiwi
NIM
: G551070381

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Jaharuddin, M.S.
Ketua

Drs. Ali Kusnanto, M.Si.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Matematika Terapan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S.

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 19 Agustus 2009

Tanggal

Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Formulasi Hamiltonian untuk
Menggambarkan Gerak Gelombang Internal pada Laut Dalam”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak terdapat
kekurangan, hal ini karena pengetahuan yang dimiliki oleh penulis sangat terbatas.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada yang terhormat
1. Bapak Bapak Dr. Jaharuddin, M.S. dan Bapak Drs. Ali Kusnanto, M.Si.
selaku pembimbing, pendidik dan pengajar yang dengan penuh kesabaran
memberikan bimbingan, arahan, nasehat serta motivasi kepada penulis.
2. Ibu Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. selaku penguji, pendidik dan pengajar
yang telah memberikan saran dan kritikannya kepada penulis.
3. Departemaen Agama RI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis
untuk melanjutkan Sekolah Pascasarjana pada Institut Pertanian Bogor periode
2007 s.d 2009.
4. Ketua Departemen, ketua Program Studi dan seluruh staf pengajar, serta staf
administrasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang turut
membantu proses penyelesaian tesis ini.
5. Kepala sekolah dan seluruh staf pengajar MTs Al-Islamiyah Srengseng yang
turut mendoakan dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Suami, anak dan kedua orang tua yang senantiasa mendoakan penulis di setiap
waktu dalam menyelesaikan tesis ini.
7. Seluruh teman-teman yang turut membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis doakan semoga segala bantuan, bimbingan dan pengarahan yang
diberikan mendapat ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT, dan semoga
tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bogor, Agustus 2009
Rina Prastiwi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 1981 dari bapak
Sakimin dan ibu Nazimah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 47 Jakarta dan lulus seleksi
masuk Universitas Negeri Jakarta melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (UMPTN) pada Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam dan selesai pada tahun 2004.
Tahun 2005 penulis lulus seleksi penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dan ditugaskan mengajar pada MTs Al-Islamiyah Srengseng menjadi guru
Matematika. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Program Magister pada
Program Studi Matematika Terapan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Beasiswa Utusan Daerah Departemen Agama Republik Indonesia.

“Karya ilmiah ini ku persembahkan untuk: Bapak, Ibu, Suami, Adikadikku, Anakku, dan semua orang yang kusayangi”

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………...
I

xiv

PENDAHULUAN …………………………………………………...

1

1.1 Latar Belakang …………………………………………………...
1.2 Tujuan Penelitian ………………………………………………...

1
2

II LANDASAN TEORI ………………………………………………...

3

2.1 Persamaan Dasar Fluida ………………………………………....
2.2 Sistem Hamiltonian ………………………………………….......

3
6

III METODOLOGI PENELITIAN ………………………………….......

9

IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………........

11

4.1 Formulasi Hamiltonian …………………………………………..
4.2 Gerak Gelombang Interfacial ……………………………………
4.3 Gelombang Soliter Interfacial ……………………………………

11
13
18

V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................

22

5.1 Simpulan ………………………………………………………..
5.2 Saran ……………………………………………………………

22
23

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

24

LAMPIRAN .............................................................................................

25

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Domain fluida dua lapisan ...............................................................

2

Hubungan kecepatan phase gelombang terhadap perbandingan

5

rapat massa …………......................................................................

20

3

Gelombang soliter untuk persamaan gerak gelombang interfacial ..

21

4

Hubungan nilai Hamiltonian H terhadap waktu t ............................

21

5

Kesetimbangan massa ......................................................................

26

6

Kesetimbangan momentum pada arah horizontal ….......................

27

7

Kesetimbangan momentum pada arah vertikal …………………...

29

8

Domain fluida satu lapisan ………………………………………..

30

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Penurunan Persamaan (2.1), (2.2), (2.3), (2.6), (2.7), (2.8) dan
(2.11) ………………………………………………………..

26

Lampiran 2 Penurunan Persamaan (4.8), (4.9), (4.10) dan (4.11) ………...

35

Lampiran 3 Penurunan Persamaan (4.14), (4.15), (4.23), (4.25), (4.28),
(4.29), (4.30) dan (4.31) ……………………………………...

38

Lampiran 4 Penurunan Persamaan (4.32) dan (4.36) ..................................

50

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian besar wilayah bumi merupakan lautan. Laut dapat dianggap
terdiri dari lapisan-lapisan air yang memiliki rapat massa yang berbeda. Akibat
perbedaaan rapat massa ini, maka muncul suatu gelombang. Gelombang yang
dapat diamati secara langsung adalah gelombang permukaan. Gelombang
permukaan adalah suatu gelombang yang terjadi di permukaan, yang merupakan
batas antara air dan udara karena rapat massa air berbeda dengan rapat massa
udara. Selain itu ada juga gelombang yang tidak dapat diamati secara langsung
karena terjadinya di bawah permukaan. Gelombang semacam ini disebut
gelombang internal. Gelombang internal adalah suatu gelombang yang terjadi di
bawah permukaan, yang merupakan batas dua lapisan air laut karena adanya
perbedaan rapat massa pada setiap lapisan air laut. Perbedaan rapat massa air laut
dapat disebabkan oleh perbedaan kadar garam dan temperatur pada setiap lapisan
air laut.
Pada penelitian ini akan dibatasi pada fluida dua lapisan dengan
kedalaman yang cukup besar. Diasumsikan bahwa kedua lapisan fluida ini
masing-masing mempunyai rapat massa yang konstan dan berupa fluida ideal,
yaitu fluida yang tak mampat (incompressiable) dan tak kental (inviscid).
Gelombang interfacial terjadi pada batas kedua lapisan fluida (interface). Contoh
gelombang interfacial adalah gelombang yang terjadi pada percampuran air dan
minyak dalam pipa, aliran lumpur di suatu perairan dan lain-lain. Persamaan gerak
pada fluida dua lapisan diformulasikan menggunakan formulasi Hamiltonian yang
melibatkan operator Dirichlet-Neumann dengan asumsi gelombang panjang dan
amplitudo kecil.
Penelitian mengenai gelombang internal di laut dilakukan oleh ilmuwan
dari berbagai bidang ilmu, antara lain oceanografi, matematika terapan, dan fisika.
Dengan demikian hasil penelitian ini akan berguna bagi kemajuan ilmu dan
teknologi secara umum. Masalah gelombang permukaan air pada laut dalam dapat
ditinjau sebagai sistem Hamiltonian dan melibatkan integral Dirichlet telah dikaji
oleh Zakharov (1968). Choi dan Camassa (1996) meneliti tentang gelombang

internal pada fluida dua lapisan yang masing-masing berupa fluida ideal dengan
batas atas berupa permukaan bebas dan batas bawah berupa dasar rata. Mereka
menurunkan persamaan gerak gelombang internal dengan menggunakan formulasi
Lagrange. Formulasi Hamiltonian pada fluida dua lapisan dengan batas atas dan
batas bawah berupa permukaan rata telah dibahas oleh Benjamin dan Bridges
(1997).
Penaksiran tentang gerak gelombang internal di laut berguna untuk
merencanakan pembangunan tiang-tiang pancang penyangga anjungan minyak di
tempat yang berpotensi terjadinya gelombang internal. Osborne dan Burch (1980)
melaporkan bahwa gelombang internal telah merusak tiang penyangga anjungan
minyak di Laut Andaman. Selain itu, gelombang internal berguna untuk pelayaran
kapal selam. Informasi tentang kekuatan gelombang internal perlu diketahui guna
menghindari tumbukan kapal selam dengan gelombang tersebut.

1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian adalah :
1 Menggunakan formulasi Hamiltonian untuk memformulasikan gerak
gelombang interfacial pada fluida dua lapisan dengan lapisan atas dibatasi
oleh permukaan rata dan lapisan bawah memiliki ketebalan yang cukup
besar.
2 Menentukan persamaan gerak gelombang interfacial yang merambat hanya
dalam satu arah berdasarkan sistem Hamiltonian yang diperoleh.
3 Menentukan ketergantungan parameter gelombang soliter internal
(amplitudo,

panjang

gelombang,

dan

kecepatan

perbandingan rapat massa kedua lapisan fluida.

phase)

terhadap

II LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan beberapa konsep yang mendasari penelitian
ini. Konsep dinamika fluida yang disajikan berdasarkan Ambrosi (2000) dan teori
sistem Hamiltonian dirangkum dari Groesen dan Jager (1994) dan Jaharuddin
(2004).

2.1 Persamaan Dasar Fluida
Persamaan dasar fluida diperoleh dengan menggunakan dua hukum yang
mempengaruhi setiap gerak partikel fluida, yaitu hukum kekekalan massa dan
hukum kekekalan momentum. Misalkan partikel-partikel fluida yang ditinjau
memiliki rapat massa   x, y, t  dan diasumsikan bergerak dalam dua dimensi
sehingga x merupakan koordinat untuk partikel fluida yang bergerak dalam arah
horizontal, y merupakan koordinat untuk partikel fluida yang bergerak dalam arah
vertikal dan t merupakan waktu. Kecepatan gerak partikel fluida untuk arah
horizontal dinotasikan oleh u dan arah vertikal oleh w.
Menurut hukum kekekalan massa, laju perubahan massa dalam suatu
bidang adalah selisih antara massa yang masuk dan massa yang keluar pada
bidang tersebut. Jika digunakan asumsi fluida tak mampat (incompressible), maka
didapatkan persamaan kontinuitas berbentuk:

 t  u x  w  y  0 ,
u x  wy  0 .

(2.1)

Menurut hukum kekekalan momentum, laju kesetimbangan momentum
dalam suatu bidang adalah selisih antara momentum yang masuk dengan yang
keluar ditambah dengan gaya-gaya yang bekerja pada bidang tersebut. Dalam
kesetimbangan momentum, tekanan P dan gravitasi g mempengaruhi gaya pada
permukaan fluida. Jadi persamaan momentum pada arah horizontal (arah sumbu x) adalah

 (ut  uu x  wu y )  Px  0 ,

(2.2)

dan persamaan momentum pada arah vertikal (arah sumbu -y) adalah

 ( wt  uwx  wwy )  Py   g  0 .

(2.3)

Selanjutnya akan dibahas syarat batas yang harus dipenuhi gerak partikel
fluida, yaitu syarat batas kinematik yang disebabkan oleh adanya gerak partikel
fluida dan syarat batas dinamik yang disebabkan oleh gaya-gaya yang bekerja
pada fluida. Misalkan fluida dibatasi oleh batas bawah yang rata di y = -h dan
batas atas y  0  x, t  , maka berlaku syarat batas berikut:

0t  u0 x  w

di y  0  x, t  ,

w=0

di y = -h,

p=0

di y  0  x, t  .

(2.4)

Berdasarkan asumsi fluida tak berotasi (irrotational) diperoleh adanya
suatu fungsi skalar  yang disebut kecepatan potensial dan memenuhi
q  (u , w)     x ,  y  .

Dengan demikian persamaan dasar fluida ideal yang tak berotasi berbentuk
persamaaan Laplace berikut

 xx   yy  0 .

(2.5)

Selanjutnya akan dibahas syarat batas yang harus dipenuhi gerak partikel
fluida, yaitu syarat batas kinematik yang disebabkan oleh adanya gerak partikel
fluida dan syarat batas dinamik yang disebabkan oleh tekanan partikel fluida.
Misalkan fluida dibatasi oleh batas bawah yang rata di y = -h dan batas atas

y  0  x, t  , maka berlaku syarat batas berikut.
Syarat batas kinematiknya berbentuk:

0t   x0 x   y  0

di y   0  x, t  ,

(2.6)

y  0

di y = -h,

(2.7)

dan syarat batas dinamik berbentuk
1 2

 x   y2   g0  0,
2



t  





atau

t 

1
2
  g0  0.
2

(2.8)

Dalam penelitian ini akan dibatasi pada fluida dua lapisan. Fluida dua
lapisan dibahas sebagai berikut.

Fluida dua lapisan adalah fluida yang terdiri atas dua lapisan yang masingmasing mempunyai rapat massa yang konstan. Misalkan fluida lapisan atas dan
bawah masing-masing memiliki rapat massa 1 dan  2 dengan  2 > 1 . Batas
kedua lapisan di y   2  x, t  dengan 1 dan  2 berturut-turut menyatakan
kecepatan potensial pada lapisan atas dan lapisan bawah dengan batas atas y  h1
dan batas bawah y   , seperti yang diberikan pada Gambar 1
y

1

h1

y  h1

y   2  x, t 

0
x

2

y  

Gambar 1 Domain fluida dua lapisan

Berdasarkan asumsi fluida tak berotasi (irrotational) diperoleh persamaan
berikut:

1xx  1 yy  0

pada fluida lapisan atas

(2.9a)

 2 xx   2 yy  0

pada fluida lapisan bawah,

(2.9b)

dengan syarat batas kinematik sebagai berikut:

 2 y   2 . N  0

di y  



 2t   2 y   2 x 2 x   2 N 2 1   x 2



1
2 2



 2t  1 y   2 x1x  1  N 2  1   x 2
1 .N1  0
dengan N = (0 1)T , N 2 

1
1  22x

dinamik di y   2  x, t  adalah

 2 x

(2.10)

di y   2  x, t 



1
2 2

di y   2  x, t 

(2.11)

di y = h1

(2.12)

1 , dan N1 = (0 1)T, dan syarat batas
T




 2   2t 

1
 2
2

2

1
2



 g 2   1  1t  1  g 2 
2




di y   2  x, t  .

(2.13)

Penurunan persamaan (2.1) – (2.11) dapat dilihat pada Lampiran 1.
Persamaan dasar (2.9) – (2.13) di atas akan diformulasikan menjadi suatu sistem
Hamiltonian. Konsep sistem Hamiltonian diberikan berikut ini.

2.2 Sistem Hamiltonian
Didefinisikan fungsional pada ruang M, yaitu pemetaaan H : M  R
dengan
H v 



 h( x, v, v , v
x

xx

,...) dx

v  M ,

(2.14)



dan h adalah fungsi sembarang dari v beserta turunannya. Turunan variasi dari
fungsional H terhadap v didefinisikan sebagai berikut. Jika terdapat operator
simetri miring  di ruang M sehingga untuk setiap bilangan real  berlaku


d
H (v  s ) | 0   sdx
d


s  M ,

(2.15)

maka  disebut turunan variasi dari H terhadap v, ditulis dengan notasi

 v H (Groesen dan Jager 1994). Turunan variasi  v H dapat ditentukan dengan
cara berikut. Perhatikan fungsional
H (v   s ) 



 h( x, v   s , v

x

  sx , vxx   sxx ,...) dx .



Misalkan r  v  s , maka diperoleh

 h dr h drx

dH
h drxx
  


 ...dx
d  r d rx d rxx d



=

 h

h

  r s  r



x

sx 


h
s xx  ...dx
rxx




 h d h
d h
 ... sdx .
 2
=   
r dx rx dx rx

 

Setelah dilakukan integrasi parsial berulang dan untuk  = 0, diperoleh

(2.16)

vH 

H d  h
 
v dx  v x

 d2
  2
 dx

 h

 v xx


  ...


(2.17)

Selanjutnya operator  : M  M disebut operator simetri miring, jika

v, s   v, s ,

v , s  M

(2.18)

dengan .,. adalah notasi untuk perkalian dalam. Pada penelitian ini perkalian
dalam yang digunakan berbentuk


v, s 

 vsdx .

v, s  M

(2.19)



Suatu persamaan diferensial parsial dikatakan sebagai sistem Hamiltonian jika
terdapat fungsional H dan operator simetri miring  sehingga persamaan
diferensial parsial tersebut dapat ditulis dalam bentuk
 t v   v H .

(2.20)

Hamiltonian H merupakan besaran yang tetap, artinya jika v(x,t) merupakan
penyelesaian dari sistem Hamiltonian (2.20), maka nilai H(v(x,t)) tidak berubah
terhadap waktu. Penjelasan mengenai hal ini adalah sebagai berikut
Jika r  v   t v , maka

d
dH (r ) r
H vx, t  
dt
dr t

=
 0

dH (r ) r
dr 

=

dH (r )
d  0

=

d
H v x, t    t v   0 ,
d

 0

(2.21)

sehingga diperoleh
dH
  v H , t v .
dt

(2.22)

Jika persamaan (2.20) disubstitusikan ke persamaan (2.22), maka diperoleh
dH
  v H ,  v H .
dt

(2.23)

Karena  operator simetri miring, maka  v H ,  v H  0 sehingga
dH
0.
dt

(2.24)

Hal ini menunjukan bahwa nilai H (v(x, t)) tidak berubah terhadap waktu t.
Berikut ini akan dibahas sistem persamaan diferensial parsial yang
merupakan sistem Hamiltonian.
Definisikan fungsional H yaitu pemetaan H : M  M  R dengan
H v 



 h( x, v, v , v
x

xx

,...) dx ,



dan h adalah fungsi sembarang dari v beserta turunannya. Turunan variasi dari
fungsional H terhadap v , yaitu  v H memenuhi
d
H (v   s ) | 0   v H , s , s  M .
d
Suatu sistem persamaan diferensial parsial dikatakan sistem Hamiltonian, jika
terdapat fungsional H dan operator simetri miring  sehingga sistem persamaan
diferensial parsial tersebut dapat ditulis dalam bentuk
 v H 
v 
t  1     1  ,
v H 
 v2 
 2 

dengan  berupa matriks berorde 2.
Sebagai contoh, sistem persamaan diferensial parsial
 v H 
v 
1
 , dengan
t  1    


v

H
 2
v
 2 

 0

  x

 x 
,
0 

merupakan suatu sistem Hamiltonian, karena  operator simetri miring. Jika dua
vektor v dan y memenuhi v  B. y , dengan B suatu matriks, maka hubungan sistem
Hamiltonian kedua vektor tersebut diberikan pada proposisi berikut.
Proposisi 1
Misalkan y memenuhi persamaan  t y   y H
Jika v memenuhi v  B. y , maka  t v   v H ,
dengan
  B B * ,

H v  H  y  .
Bukti proposisi dapat dilihat pada (Groesen dan Jager 1994).

III METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dimulai dengan mempelajari dan menurunkan ulang
persamaan dasar untuk fluida ideal beserta syarat batas fluida. Persamaan dasar
untuk fluida ideal diperoleh berdasarkan hukum kekekalan massa dan hukum
kekekalan momentum. Syarat batas untuk gerak partikel fluida adalah syarat batas
kinematik dan syarat batas dinamik. Syarat batas kinematik terjadi karena gerak
partikel fluida dan syarat batas dinamik terjadi karena adanya gaya-gaya yang
bekerja pada fluida. Setelah itu, kedua persamaan tersebut dan syarat batasnya
digunakan untuk menurunkan persamaan dasar fluida dua lapisan. Diasumsikan
bahwa domain fluida dua lapisan dibatasi oleh lapisan atas berupa permukaan rata
dan lapisan bawah mempunyai ketebalan yang cukup besar. Persamaaan gerak
yang diperoleh pada fluida dua lapisan lebih sederhana. Formulasinya yang
eksplisit dan sederhana memungkinkan diperolehnya pemahaman masalah
gelombang interfacial.
Persamaan gerak pada fluida dua lapisan diformulasikan menggunakan
formulasi Hamiltonian. Hamiltonian didefinisikan sebagai energi total, yaitu
penjumlahan energi kinetik dengan energi potensial. Energi kinetik tidak secara
eksplisit dinyatakan dalam peubah fisis sehingga energi kinetik direduksi
menggunakan

operator

Dirichlet-Neumann.

Selanjutnya,

dengan

asumsi

gelombang panjang dan amplitudo kecil diperoleh sistem persamaan tak linear
bagi gerak gelombang interfacial dalam sistem Hamiltonian.
Sistem Hamiltonian yang diperoleh, digunakan untuk mendapatkan
persamaan gerak gelombang interfacial antar fluida yang lapisan bawahnya
mempunyai ketebalan yang cukup besar dan lapisan atas mempunyai ketebalan
yang berhingga. Penurunan persamaan gerak gelombang interfacial dilakukan
dengan asumsi, perbandingan amplitudo dan ketebalan lapisan atas dengan
perbandingan ketebalan lapisan atas dan panjang gelombang memiliki orde yang
sama. Dengan kata lain, amplitudo dan panjang gelombang interfacial yang
ditinjau memiliki nilai yang sebanding. Selanjutnya, berdasarkan persamaan gerak
gelombang interfacial akan dirumuskan persamaan untuk gelombang soliter
interfacial.

Formulasi gelombang soliter interfacial dilakukan untuk memperoleh
parameter gelombang soliter, yaitu amplitudo, panjang gelombang dan kecepatan
phase gelombang. Hasilnya disajikan secara grafik dengan menggunakan bantuan
software Mathematica 6.0. Berdasarkan grafik yang diperoleh ini akan ditentukan
ketergantungan parameter gelombang soliter interfacial terhadap perbandingan
rapat massa kedua lapisan fluida.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut ini persamaan dasar fluida dua lapisan yang telah diperoleh pada
bagian sebelumnya akan diformulasikan menjadi suatu sistem Hamiltonian.
Pembahasan masalah ini berdasarkan rujukan Craig, Guyenne, dan Kalisch
(2005). Hamiltonian H didefinisikan sebagai energi total, yaitu penjumlahan
energi kinetik K dan energi potensial P yang dinyatakan oleh

H = K + P.

(4.1)

4.1 Formulasi Hamiltonian

Energi kinetik K dan energi potensial P berturut-turut didefinisikan
sebagai berikut:
1
K 
2฀
P

2 ( x )



 2  2

 h2

2 ( x )

฀  h2

Misalkan



h

2

1 1
2
dydx    1 1 dydx
2 ฀ 2
h1

g  2 ydydx  






dan



1  x   1 x,

 x 

2

g 1 ydydx =

1

 2 g

(4.2)

2
2

( x )(  2  1 ) dx . (4.3)

2

 x  .



2 ( x)



 2  x    2 x ,

Didefinisikan

operator Dirichlet- Neumann untuk domain fluida di batas kedua lapisan sebagai
berikut:



G2 2   2  2 .N 2 1   x2



G1 2  1  1.N 2 1   x2
dengan N 2 

1
1 

 2 x1

T

2
2x



1
2 2



1
2 2

(4.4)
,

(4.5)

yakni vektor normal satuan di y  2  x, t  . Jadi

energi kinetik pada persamaan (4.2) dapat dinyatakan sebagai berikut

1
1

K     2  2G2 2   2  11G1 2  1  dx .
2
2

฀ 

(4.6)

Berdasarkan definisi operator Dirichlet- Neumann, syarat batas kinematik pada
persamaan (2.11) dapat dinyatakan oleh:

2t  G2 2   2

2t  G1 2  1 ,
dengan

penyelesaian

(4.7)
masing-masing

berbentuk

1  G11 2 2t dan

 2  G21 2 2t . Selanjutnya, didefinisikan Lagrangian L  K  P , maka dengan
menggunakan persamaan (4.3) dan (4.6) diperoleh:
L( 2 , 2t ) 

1
(  2 2t G21  2  2t  1 2t G11  2  2t )dx
2 ฀
1
  g   2  1  22  x  dx.
2฀

(4.8)

Definisikan peubah  2  x   2 t L , diperoleh

2  x    2G21 2 2t  1G11 2 2t
= 2 2  x   11 ,

(4.9)

dan berdasarkan persamaan (4.7) dan (4.9) diperoleh
G1  2   2   1G2  2    2G1  2    2

G2  2   2    2G1  2   1G2  2   1 ,

(4.10)

sehingga Hamiltonian H pada persamaan (4.1) menjadi
H  2 ,  2  

1
1
 2G1  2    2G1  2   1G2  2    G2 2    2 dx

2฀

1
  g 22   2  1  dx .
2


(4.11)

Jadi sistem persamaan bagi gerak gelombang interfacial dinyatakan dalam sistem
Hamiltonian berikut:
   0 1   2 H 
t  2   
,

  2   1 0    2 H 
atau dapat ditulis sebagai berikut:
 t 2   2 H
 t 2  2 H ,

dengan H diberikan pada persamaaan (4.11).

(4.12)

Nilai H yang diberikan pada persamaan (4.11) masih sulit ditentukan, karena
masih bergantung pada 2 yang tidak dinyatakan secara eksplisit. Penurunan
persamaaan (4.8) - (4.11) dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.2 Gerak Gelombang Interfacial

Sistem Hamiltonian yang diperoleh pada bagian sebelumnya akan
digunakan untuk mendapatkan persamaan gerak gelombang interfacial antar
fluida yang lapisan bawahnya mempunyai ketebalan yang cukup besar dan lapisan
atasnya mempunyai ketebalan yang berhingga. Berdasarkan persamaan gerak
gelombang interfacial akan diformulasikan gerak gelombang soliter interfacial.
Penurunan persamaan gerak gelombang interfacial dilakukan dengan asumsi,
perbandingan amplitudo dan ketebalan lapisan atas dengan perbandingan
ketebalan lapisan atas dan panjang gelombang memiliki orde yang sama. Dengan
kata lain, amplitudo dan panjang gelombang interfacial yang ditinjau memiliki
nilai yang sebanding, sehingga diperkenalkan parameter kecil  pada penskalaan
berikut:

x'   x,

2 ' 

2
,


2 '  2 ,

(4.13)

dimana  ฀  h1 /   ฀  a / h1  ฀ 1 .
Parameter dan penskalaan pada persamaan (4.13) akan diaplikasikan pada
bentuk Hamiltonian pada persamaan (4.11). Agar bentuk Hamiltonian H
dinyatakan secara eksplisit, maka operator Dirichlet-Neumann pada persamaaan
(4.4) dan (4.5) dinyatakan dalam uraian deret Taylor yang masing-masing
berbentuk:



G2 2   D  D2 D  D 2 D  O 2

2

D

3

,

G1 2   D tanh  h1 D    D2 D  D tanh  h1 D 2 D tanh  h1 D  



 O 2

2

D

3

,

(4.14)

dengan D  i x . Penurunan persamaan (4.14) dapat dilihat pada Lampiran 3.
Jika persamaan (4.13) digunakan, maka persamaan (4.14) yang masing-masing
berlaku untuk fluida lapisan bawah dan atas menjadi

G2  2 '    D '   3  D ' 2 ' D ' D '  2 ' D '  ,

(4.15)

dan
 D ' 2 ' D '

G1  2 '    D ' tanh   h1 D '    3 

  D ' tanh   h1 D ' 2 ' D ' tanh   h1 D ' 

Uraian deret Taylor dari G1 2'  terhadap  adalah

 





 

G1  2'   2 h1 D '2   3  D ' 2 ' D '   O  4 ,

(4.16)

dengan D   D ' .
Selanjutnya, tuliskan Hamiltonian H pada persamaan (4.11) sebagai berikut
H  2 ,  2  

1
1
 2G1  2  B 1  G2  2    2 dx   g 22   2  1  dx ,

2฀
2


(4.17)

dengan operator B berikut

B  2G1 2   1G2 2  .
Berdasarkan persamaan (4.15) dan (4.16), operator B menjadi
B   2  2 h1 D '2   3  2 D ' 2 ' D ' 1 D '   3 1  D ' 2 ' D ' D '  2 ' D ' 

(4.18)
sehingga invers dari operator B adalah

B 1 

1
.
  2 h1 D '    2 D '2 ' D ' 1 D '   3 1  D '2 ' D ' D ' 2 ' D ' 
2

2

3

Kemudian, uraian deret Taylor dari B 1 terhadap  adalah

B 1 

D '2 h1  2
1

2
D ' 1
D ' 12

 D '




2



D ' 2' 12  D ' 2' 12  D '2 D ' 2' 1  2  D '4 h12  22 
3

D' 
3

3
1

 2 D '4 D ' h12' 12  2  2 D '2 D ' 3 h12' 12  2 
3

  2  o  
4
4 
4
'
2
6 3 3

D ' 1  2 D ' D ' h12 1  2  D ' h1  2

1

(4.19)
Jika bentuk B 1 pada persamaan (4.19) diuraikan dengan deret Taylor terhadap D,
diperoleh

B 1 

h  D '2
1
 12 2 2
D ' 1 1 D '



 2'  2 D '2 
3
2
D
D
D
'
'
'





  D ' 2  
2
 1 


3
D ' 1






2  h12  2  D '2   2
3
 D '  D '  
  

12
3




 O  
4
D'
(4.20)

Jika persamaan (4.15), (4.16) dan (4.20) digunakan, maka diperoleh bentuk

 

 

G1  2' B 1G2  2' 

D '2 h1 2

1

 h 2  D '2 D ' D ' 2 D '  3
4
   1 2 2

   O  
1
1 


sehingga
 D '2 h1 2  h12  2 D '2 D ' D ' 2 D '  3 
 

    2
2
 1


1
1

 


 2G1 2'  B 1G2 2'   2   2 

(4.21)
Jika persamaan (4.21) digunakan, maka bentuk H pada persamaan (4.17) menjadi
 D '2 h1 2  h12  2 D '2 D ' D '2 D '  3 
1
 

H 2 ,  2     2 
    dx
2 ฀  1
12
1   2

1
  g22   2  1  dx
2


(4.22)

Selanjutnya, misalkan  2 dan turunan-turunannya terhadap x menuju nol di
x   , dan notasikan u   x 2   x ' 2' , maka diperoleh

H 2 , u  

 h1 2

 2  2 h12
2
u
dx
g
dx
u  x udx








2
1  2
2 1 ฀
2
2 12 ฀


2
2u 2 dx  O   3  .


2 1 ฀

(4.23)

Penurunan persamaan (4.15) dan (4.23) dapat dilihat pada Lampiran 3.
Dengan demikian sistem Hamiltonian pada persamaan (4.12) menjadi
 t 2   1 x u H

 t u   1 x2 H ,

(4.24)

dengan Hamiltonian H diberikan pada persamaan (4.23).
Dengan menggunakan rumus turunan variasi dan Hamiltonian H pada persamaan
(4.23) terhadap  2 dan u , maka persamaan (4.24) menjadi
 t2  

h1

1

 xu  

 2 h12

 x  x u   x (2u ) ,
2
1
1

 t u   g   2  1   x 2 


u u .
1 x

(4.25)

Persamaan (4.23) merupakan persamaan gerak gelombang interfacial yang
merambat dalam dua arah. Penurunan persamaan (4.25) dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Berikut ini akan dibahas persamaan gerak interfacial yang merambat
hanya dalam satu arah. Untuk membahas gerak gelombang tersebut, maka
didefinisikan transformasi berikut:
 g 1   2  1 
4
4h1
r 


 
 s   g 1   2  1 
4
4h1




4 g 1   2  1   2 
 ,
 u 
h1
4

4 g 1   2  1  
h1

4

(4.26)

dengan r dan s masing-masing menyatakan simpangan gelombang yang bergerak
dalam arah kanan dan kiri. Dengan menggunakan proposisi 1 pada bagian
landasan teori, maka sistem Hamiltonian pada persamaan (4.24) menjadi
 t r   x r H
 t s   x s H ,

(4.27)

dengan
H  r, s  

gh1   2  1   r 2  2rs  s 2 

 dx
2
1





2 ฀




2 ฀

gh1   2  1   r 2  2rs  s 2 

 dx
2
1



 2  h2
  2 21
2 ฀ 1


2
2

1

 2



1

4

g 1   2  1 
4h1
g 1   2  1 
4h1

(4.28)

 r  s   x  r  s  dx

r

3



 r 2 s  rs 2  s 3 dx

Penurunan persamaan (4.28) dapat dilihat pada Lampiran 3.
Selanjutnya asumsikan bahwa gelombang yang ditinjau hanya merambat dalam
satu arah sehingga dimisalkan s ฀ O   2  . Jadi Hamiltonian H pada persamaan
(4.28) menjadi
gh1   2  1 

H 

4 1



r 2 dx 

 2  2 h12 g 1   2  1 
r  x rdx
2 ฀ 12
4h1

1 g 1   2  1  3
4
 
r dx.
2 ฀ 2 1
4h1

2

(4.29)

Dengan menggunakan rumus turunan variasi terhadap Hamiltonian H pada
persamaan (4.29), maka diperoleh persamaan gerak gelombang r sebagai berikut
t r  

gh1   2  1 

1
3 2

4 1

4

xr 

  2 h12
2 12

g 1   2  1 
h1

g 1   2  1 
h1

 x  xr

(4.30)

r  x r.

Selanjutnya gunakan penskalaan
X  x  c0t

  t ,
gh1   2  1 

dengan c0 

1

,

maka persamaan (4.30) menjadi
 r 

g 1   2  1 

 2 h12
2 12

h1

X X r 

3 2
4 1

4

g 1  2  1 
h1

r X r .

(4.31)

Penurunan persamaan (4.29), (4.30) dan (4.31) dapat dilihat di Lampiran 3.
Persamaan (4.31) dapat dinyatakan dalam bentuk

r   rrX   H  rXX   0 ,
dengan   



3 2
4 1

 2 h12
2 12

4

(4.32)

g 1   2  1 
h1

g 1   2  1 
h1

.

,

(4.33)

Notasi H merupakan notasi untuk transformasi Hilbert yang diberikan berikut

1
H  rXX  
2





k F  rX  e  ikX dk ,



dengan F merupakan transformasi Fourier yang diberikan berikut
F  rX  



r e
X

ikX

dX .



Penurunan persamaan (4.32) dapat dilihat pada Lampiran 4.

4.3 Gelombang Soliter Interfacial

Misalkan penyelesaian persamaan (4.32) diasumsikan dalam bentuk
gelombang berjalan, yaitu
r  r ( ) ,

(4.34)

dengan   X  c1 .
Jika persamaan (4.34) disubstitusikan ke dalam persamaan (4.32), maka diperoleh
c1r   rr   H (r )  0 .

Kemudian setiap ruas diintegralkan terhadap  , diperoleh
c1r 


2

r 2   H ( r )  0 .

(4.35)

Selanjutnya, jika transformasi Fourier dilakukan pada persamaan (4.35),
kemudian menggunakan teorema konvolusi (Kreyzig 1993), maka diperoleh


(c1   k )r (k ) 
2



 r (k ')r (k  k ')dk

(4.36)



Penurunan persamaan (4.36) dapat dilihat pada Lampiran 4.
Misalkan penyelesaian persamaan integral (4.36) dalam bentuk
1
r (k )  ab exp(b k ) ,
2

(4.37)

dengan a dan b yang akan ditentukan berikut ini.
Substitusikan persamaan (4.37) ke dalam persamaan (4.36), diperoleh ruas kanan
persamaan (4.36) dalam bentuk



1

a 2b 2   k  exp  b k  ,
8
b


seda