Adsorpsi asam lemak bebas dan zat warna menggunakan campuran kaolin-limbah padat tapioka

ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS DAN ZAT WARNA
MENGGUNAKAN CAMPURAN KAOLIN-LIMBAH PADAT
TAPIOKA

VICTORIA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

ABSTRAK
VICTORIA. Adsorpsi Asam Lemak Bebas dan Zat Warna menggunakan
Campuran Kaolin-Limbah Padat Tapioka. Dibimbing oleh KOMAR SUTRIAH
dan HENNY PURWANINGSIH SUYUTI.
Adsorpsi asam lemak bebas pada minyak goreng bekas dan zat warna biru
metilena dikaji dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
campuran kaolin dan limbah padat tapioka merupakan adsorben asam lemak
bebas dan zat warna yang potensial. Pengaruh berbagai perlakuan aktivasi kaolin,
seperti suhu pemanasan dan penggunaan asam juga dipelajari. Hasil aktivasi

terbaik untuk kaolin yang digunakan pada adsorpsi asam lemak bebas adalah
aktivasi dengan suhu 750 °C dilanjutkan dengan perlakuan H2SO4 30%,
sedangkan untuk adsorpsi biru metilena cukup dengan perlakuan H2SO4 30%.
Aktivasi limbah padat tapioka menggunakan H3PO4 30%. Kondisi optimum
adsorpsi, kapasitas adsorpsi, dan efisiensi penjerapan adsorben campuran kaolin
dan limbah padat tapioka menunjukkan hasil yang berbeda dan khas untuk setiap
jenis adsorbat yang digunakan. Adsorpsi asam lemak bebas dicapai pada waktu 90
menit menggunakan adsorben sebanyak 1 gram dengan nisbah campuran kaolin
dan limbah padat tapioka yang telah diaktivasi adalah 25:75 (1:3). Sementara itu,
adsorpsi biru metilena dicapai pada waktu 30 menit dengan nisbah campuran
kaolin dan limbah padat tapioka yang telah diaktivasi adalah 75:25 (3:1) dengan
jumlah adsorben yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe isoterm
untuk adsorpsi asam lemak bebas adalah isoterm Freundlich, sedangkan untuk
adsorpsi biru metilena adalah isoterm Langmuir.

ABSTRACT
VICTORIA. Free Fatty Acid and Dye Adsorption Using Mixture of Activated
Kaolin and Tapioca Solid Waste. Supervised by KOMAR SUTRIAH and
HENNY PURWANINGSIH SUYUTI
Adsorption of free fatty acids in used cooking oil and methylene blue dye is

studied. The results showed that the mixture of kaolin and tapioca solid waste is a
potential adsorbent for the adsorption free fatty acids and dyes. The effect of
kaolin activation treatment, such as heating temperature and the use of acid is also
studied. The best activation results for the kaolin activation used in the free fatty
acid adsorption was heating treatment at 750 °C followed by treatment with
H2SO4 30%, whereas for methylene blue adsorption by acid treatment only.
Activation of tapioca solid waste was using 30% H3PO4 treatment. Optimum
conditions for adsorption, adsorption capacity, and adsorption efficiency of a
mixture of kaolin and tapioca solid waste showed different results and specific for
each type of sample used. For the same amount of adsorbent, free fatty acid
adsorption was reached in 90 minutes using the ratio of activated kaolin and
tapioca solid waste of 25:75 (1:3). Meanwhile, methylene blue adsorption was
achieved at 30 minutes with the ratio of activated kaolin and tapioca solid waste
of 75:25 (3:1). The results showed that the type of adsorption isotherm for free
fatty acids was Freundlich isotherm, whereas for methylene blue adsorption was
Langmuir isotherm.

ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS DAN ZAT WARNA
MENGGUNAKAN CAMPURAN KAOLIN-LIMBAH PADAT
TAPIOKA


VICTORIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN ILMU KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Judul

: Adsorpsi Asam Lemak Bebas dan Zat Warna menggunakan
Campuran Kaolin-Limbah Padat Tapioka
: Victoria
: G44050091


Nama
NIM

Menyetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Komar Sutriah, M.S.
NIP 19630705 199103 1 004

Henny Purwaningsih Suyuti, S.Si, M.Si.
NIP 19741201 200501 2 001

Mengetahui
Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S.

NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan
April sampai Oktober 2009 di Laboratorium Kimia Fisik, Departemen Kimia
FMIPA IPB, dan Laboratorium Terpadu, IPB. Karya ilmiah yang berjudul
Adsorpsi Asam Lemak Bebas dan Zat Warna menggunakan Campuran KaolinLimbah Padat Tapioka ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana sains pada Departemen Kimia FMIPA IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Komar Sutriah,
M.S. selaku pembimbing pertama dan Ibu Henny Purwaningsih Suyuti, S.Si,
M.Si. selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, saran, dan
dorongan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
Ungkapan terima kasih penulis berikan kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan
adik-adikku (Ita, Risma, dan Eben) yang selalu memberikan semangat, doa, dan
kasih sayang. Terima kasih juga kepada Bapak Nano, Ibu Ai, Bapak Ismail,
Bapak Eman atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penelitian. Ucapan

terima kasih juga disampaikan kepada Mbak Nisha, Dwi, Rita, Mega, Ema, Dian,
Jayanti, Ired, Aurel, dan Maria yang turut membantu, memberikan semangat dan
dukungannya dalam penyusunan karya ilmiah.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Desember 2009

Victoria

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 03 September 1987 sebagai anak
pertama dari empat bersaudara dari pasangan Hotlan Landy Tampubolon dan
Lisbeth Christina Hutahaean. Tahun 2005, penulis lulus dari SMU Negeri 44
Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Tahun 2007,
penulis mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di PT Kimia Farma, Pulogadung,
dengan judul Analisis Produk Ruahan Kapsul Tetrasiklin 250mg. Selama
mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Fisik
Layanan tahun ajaran 2008/2009 dan 2009/2010, Kimia Dasar pada tahun ajaran

2009/2010.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
PENDAHULUAN ..............................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Kaolin ......................................................................................................
Limbah Padat Tapioka ............................................................................
Selulosa ...................................................................................................
Adsorpsi ..................................................................................................
Isoterm Adsorpsi .....................................................................................
Minyak Goreng .......................................................................................
Asam Lemak Bebas.................................................................................
Zat Warna ................................................................................................


2
2
3
3
3
4
4
5

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ........................................................................................
Metode.....................................................................................................

5
5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Optimum Adsorpsi Asam Lemak Bebas ................................... 8
Kondisi Optimum Adsorpsi Zat Warna .................................................. 9

Kapasitas Adsorpsi dan Efisiensi Penjerapan Adsorben Lain ................ 10
Isoterm Adsorpsi ..................................................................................... 11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................. 12
Saran........................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 13
LAMPIRAN ........................................................................................................ 15

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5
6
7

Komposisi kimia limbah padat tapioka ..........................................................
Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit .................................................

Modifikasi contoh...........................................................................................
Data adsorpsi asam lemak bebas dengan berbagai jenis adsorben .................
Data adsorpsi biru metilena dengan berbagai jenis adsorben........................
Nilai konstanta n dan k dari persamaan Freundlich .......................................
Nilai konstanta α dan β dari persamaan Langmuir .........................................

2
5
6
11
11
12
12

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Serbuk kaolin ..................................................................................................
2 Struktur kaolinit ..............................................................................................
3 Limbah padat tapioka .....................................................................................
4 Struktur selulosa .............................................................................................

5 Struktur trigliserida.........................................................................................
6 Struktur biru metilena .....................................................................................
7 Skema interaksi proton dengan struktur kaolin .............................................
8 Waktu optimum adsorpsi asam lemak bebas .................................................
9 Bobot optimum adsorpsi asam lemak bebas ..................................................
10 Perlakuan optimum adsorpsi asam lemak bebas ............................................
11 Waktu optimum adsorpsi biru metilena .........................................................
12 Bobot optimum adsorpsi biru metilena ..........................................................
13 Perlakuan optimum adsorpsi biru metilena ....................................................
14 Isoterm Langmuir adsorpsi asam lemak bebas ...............................................
15 Isoterm Freundlich adsorpsi asam lemak bebas .............................................
16 Isoterm Langmuir adsorpsi biru metilena ......................................................
17 Isoterm Freundlich adsorpsi biru metilena .....................................................

2
2
2
3
4
5
8
8
8
9
10
10
10
11
11
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ...................................................................................
2 Data optimasi waktu kontak terhadap asam lemak bebas ..............................
3 Data optimasi bobot adsorben terhadap asam lemak bebas ...........................
4 Data optimasi perlakuan adsorben terhadap asam lemak bebas.....................
5 Data adsorpsi asam lemak bebas dengan adsorben lain .................................
6 Data asam oleat sebelum dijerap ....................................................................
7 Data asam oleat setelah dijerap ......................................................................
8 Data efisiensi penjerapan................................................................................
9 Data isoterm Langmuir dan Freundlich untuk adorpsi asam lemak bebas .....
10 Data kadar asam lemak bebas pada minyak goreng bekas .............................
11 Data kadar asam lemak bebas pada minyak goreng baru ...............................
12 Data optimasi waktu kontak adsorben terhadap biru metilena.......................
13 Data optimasi bobot adsorben terhadap biru metilena ...................................
14 Data optimasi perlakuan adsorben terhadap biru metilena ...........................
15 Data adsorpsi biru metilena dengan adsorben lain .........................................
16 Data isoterm Langmuir dan Freundlich untuk adsorpsi biru metilena ...........

16
17
18
18
20
20
20
20
21
21
21
21
22
22
23
23

1

PENDAHULUAN
Kaolin adalah salah satu golongan mineral
aluminasilikat. Kelompok mineral kaolin
meliputi kaolinit, nakrit, dikit, dan haloisit.
Kaolinit
ditemukan dalam jumlah yang
paling banyak dalam mineral kelompok
kaolin. Kaolinit merupakan mineral liat tipe
1:1 yang paling banyak dijumpai di Indonesia.
Mineral kaolinit umumnya terbentuk pada
lingkungan reaksi tanah masam dengan
drainase tanah yang relatif baik. Kaolinit
dapat terbentuk oleh Al dan Si yang dilepaskan
oleh mineral-mineral primer ataupun sekunder
(Prasetyo et al. 2001). Selain digunakan dalam
pengolahan limbah, kaolin juga dapat
digunakan sebagai adsorben pada tahap
pemucatan (bleaching) dalam pemurnian
minyak goreng.
Selain jenis adsorben dari golongan
mineral aluminasilikat, saat ini banyak
digunakan adsorben yang mengandung
selulosa, salah satunya adalah limbah padat
tapioka yang dihasilkan pada saat pembuatan
tepung tapioka. Ketersediaan limbah padat
tapioka terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya produksi tapioka. Limbah padat
tapioka diketahui sebagai bahan sumber
energi yang memiliki kadar protein kasar
rendah, tetapi kaya akan karbohidrat. Oleh
karena itu, limbah padat tapioka dapat
digunakan sebagai pakan ternak. Beberapa
penelitian tentang pemanfaatan limbah padat
tapioka telah dilakukan (Tjiptadi 1985,
Rinaldy 1987, Ali 2008, dan Widiarto et al.
2008). Namun demikian, pemanfaatan limbah
padat tapioka sebagai adsorben dalam
pengolahan minyak goreng bekas belum
banyak dilakukan.
Kebutuhan Indonesia terhadap minyak
goreng sebagai bahan untuk mengolah
makanan semakin meningkat. Penggunaan
minyak berulang kali sangat membahayakan
kesehatan. Hal ini dikarenakan selain semakin
banyaknya kotoran yang terkandung dalam
minyak goreng akibat penggorengan bahan
makanan sebelumnya dan semakin banyaknya
senyawa-senyawa asam karboksilat bebas di
dalam minyak serta warna minyak goreng
yang semakin tidak jernih jika dipakai
berulang kali. Selama proses penggorengan,
terjadi pemanasan dan minyak berubah
menjadi berwarna gelap karena terjadinya
reaksi kimia. Pembuangan minyak goreng
bekas secara langsung ke lingkungan akan
menimbulkan pencemaran (Buchori dan
Widayat 2009).

Minyak goreng bekas tersebut tidak
disarankan untuk digunakan kembali dan
harus segera diganti dengan minyak goreng
yang baru. Frekuensi penggantian minyak
goreng ini menjadi salah satu kendala yang
dihadapi industri makanan karena akan
mempengaruhi biaya operasional. Salah satu
cara mengatasi masalah tersebut adalah
mengolah minyak goreng bekas dengan
metode adsorpsi. Suhu yang tinggi pada
proses penggorengan yang berulang-ulang ini
akan menghasilkan asam lemak bebas. Asam
lemak bebas terbentuk akibat panas dan
keberadaan air dari bahan yang akan digoreng
sehingga terjadi reaksi hidrolisis (Ketaren
1986). Kadar asam lemak bebas merupakan
karakteristik yang paling umum untuk
mengendalikan mutu minyak goreng. Minyak
goreng
dengan
kualitas
yang
baik
mengandung asam lemak bebas maksimal 0.6
mg KOH/g (SNI 01-3741-2002). Dengan
demikian diperlukan adanya upaya untuk
menghilangkan asam lemak bebas yang
terdapat dalam minyak goreng bekas tersebut,
yaitu dengan cara menjerap asam lemak bebas
(Romaria 2008).
Permasalahan industri di Indonesia tidak
hanya minyak goreng bekas yang digunakan
oleh industri makanan, contoh lainnya adalah
masalah limbah yang mengandung zat warna.
Masuknya limbah zat warna ke perairan akan
mencemari lingkungan. Pengelolaan dan
pengolahan limbah tersebut sangat diperlukan
untuk mencegah kerusakan lingkungan.
Metode yang umum digunakan untuk
pengolahan limbah zat warna adalah metode
adsorpsi. Beberapa penelitian yang terkait
dengan adsorpsi limbah zat warna telah
banyak dilakukan di antaranya pemanfaatan
tongkol jagung sebagai biosorben zat warna
biru metilena (Fahrizal 2008), biosorpsi biru
metilena oleh kulit buah kakao (Alamsyah
2007), dan adsorpsi biru metilena oleh kaolin
(Ghosh dan Bhattacharyya 2002).
Penelitian ini menggabungkan kaolin dan
limbah padat tapioka dengan nisbah tertentu
yang masing-masing telah diaktivasi secara
kimia
maupun
pemanasan,
kemudian
gabungan keduanya digunakan sebagai
adsorben. Dalam penelitian ini juga
ditentukan kapasitas adsorpsi dari adsorben
tersebut terhadap dua adsorbat yang memiliki
karakter permukaan yang berbeda, yaitu asam
lemak bebas yang bersifat nonpolar dan zat
warna biru metilena yang bersifat polar.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Kaolin
Kaolin termasuk jenis mineral liat dengan
rumus kimia Al2O3.2SiO2.2H2O. Kaolin
merupakan batuan yang tersusun dari material
lempung atau mineral liat dengan kandungan
besi yang rendah dan umumnya berwarna
putih atau agak keputihan (Gambar 1).

Gambar 1 Serbuk kaolin.
Kelompok mineral kaolin meliputi
kaolinit, nakrit, dikit, dan haloisit. Kaolinit,
nakrit, dan dikit mempunyai komposisi kimia
yang ideal, yaitu Al2Si2O5(OH)4. Ketiga
mineral tersebut dibedakan oleh susunan
lapisan 1:1. Pengertian lapisan 1:1 adalah
untuk setiap satuan mineral terdiri atas satu
lapisan oksida-Si (lapisan silikat) dan satu
lapisan hidroksioksida-Al (lapisan aluminat).
Satuan-satuan ini berikatan kuat sesamanya
dengan ikatan hidrogen dan van der Waals.
Hal ini mengakibatkan kation atau anion dan
molekul air tidak dapat masuk ke lapisan
silikat maupun aluminat sehingga efektivitas
penjerapannya terbatas hanya di permukaan
saja. Sifat penukar kation atau anion hanya
berasal dari bagian ujung mineral yang
mengalami pemutusan/pematahan (Muhdarina
dan Linggawati 2003).
Dalam kelompok mineral kaolin, kaolinit
ditemukan dalam jumlah yang paling banyak.
Komposisi kimia dari kaolinit, yaitu SiO2
46.54%, Al2O3 39.50%, dan H2O 13.96%
(Sarapaa dan Al-Ani 2008). Molekul air
dalam struktur kristal kaolinit dapat
ditemukan pada ruang antarlapisannya.
Struktur kaolin disajikan pada Gambar 2.

Muatan negatif tersebut berasal dari subtitusi
atom dalam struktur kristal yang tidak
mempengaruhi struktur kristal tersebut,
misalnya dengan adanya atom Al yang
bermuatan +3 yang menggantikan atom Si
yang bermuatan +4 menyebabkan kerangka
kaolinit kekurangan muatan positif atau
kelebihan muatan negatif (Faruqi et al. 1967).
Limbah Padat Tapioka
Proses pengolahan ubi kayu (Manihot
utilissima) menjadi tepung tapioka akan
menghasilkan limbah padat dan hasil buangan
berupa cairan yang disebut sludge. Limbah
padat tapioka merupakan limbah padat
industri tapioka (solid waste cassava) yang
jumlahnya dapat mencapai 30% (b/b) dari
bahan baku (Gambar 3). Potensi limbah padat
tapioka didukung oleh kadar selulosa yang
dapat mencapai 65.9% (Widiarto et al. 2008).
Berdasarkan kandungan ini, limbah padat
tapioka mempunyai potensi yang besar untuk
dimanfaatkan sebagai sumber selulosa
maupun
untuk
menghasilkan
produk
turunannya.

Gambar 3 Limbah padat tapioka.
Komponen penting yang terdapat dalam
limbah padat tapioka adalah pati dan serat
kasar. Komposisi kimia limbah padat tapioka
sangat bervariasi tergantung pada mutu bahan
baku, efisiensi proses ekstraksi pati, dan
penanganan limbah padat tapioka itu sendiri
(Tjiptadi 1985). Komposisi kimia limbah
padat tapioka berbeda untuk setiap daerah asal
dan jenis ubi kayu, serta teknologi yang
digunakan dan penanganan limbah padatnya.
Komposisi kimia limbah padat tapioka dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia limbah padat
tapioka

Gambar 2 Struktur kaolinit.
Bagian permukaan dari kristal kaolinit
mempunyai muatan negatif yang tetap dan
tidak bergantung pH (permanent charge).

Komposisi

Kadar (%)

Air

12.7

Abu

9.1

Serat Kasar

8.1

Protein

2.5

Lemak

1.0

Karbohidrat
Sumber: Rinaldy (1987)

65.9

3

Selulosa
Selulosa merupakan komponen struktural
utama tanaman dan senyawa organik yang
melimpah di bumi. Selulosa terdiri atas rantai
panjang unit-unit glukosa yang terikat dengan
ikatan 1- 4β-glukosida. Gambar 4 menyajikan
struktur selulosa.

Gambar 4 Struktur selulosa.
Berdasarkan
strukturnya,
selulosa
mempunyai potensi yang cukup besar untuk
dijadikan sebagai penjerap karena gugus -OH
yang terikat dapat berinteraksi dengan
komponen adsorbat. Adanya gugus -OH, pada
selulosa menyebabkan adsorben menjadi
polar. Dengan demikian selulosa lebih kuat
menjerap zat yang bersifat polar dari pada zat
yang kurang polar (Sukarta 2008).

kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika.
Pada adsorpsi kimia, partikel yang melekat
pada permukaan akan membentuk ikatan
kimia (Atkins 1999).
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
adsorpsi, yaitu sifat fisika dan kimia adsorben
seperti luas permukaan, pori-pori, dan
komposisi kimia. Selain itu juga dipengaruhi
sifat fisika dan kimia adsorbat, seperti ukuran
molekul, polaritas molekul, komposisi kimia,
konsentrasi adsorbat dalam fase cair, sifat fase
cair, serta lamanya proses adsorpsi tersebut
berlangsung. Semakin kecil ukuran partikel,
maka semakin besar luas permukaan padatan
persatuan volume tertentu sehingga akan
semakin banyak zat yang diadsorpsi (Atkins
1999). Adsorben yang baik memiliki kapasitas
adsorpsi dan persentase efisiensi penjerapan
yang tinggi. Kapasitas adsorpsi dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:

Persentase penjerapan dapat dihitung dengan
mengunakan rumus:

Adsorpsi
Adsorpsi
merupakan
peristiwa
terakumulasinya
partikel
pada
suatu
permukaan (Atkins 1999). Adsorpsi terjadi
karena
adanya
gaya
tarik
menarik
antarmolekul adsorbat dengan tempat-tempat
aktif di permukaan adsorben. Adsorbat adalah
senyawa yang terjerap atau senyawa yang
akan dipisahkan dari pelarutnya, sedangkan
adsorben adalah merupakan suatu media
penjerap. Menurut Reynolds yang diacu
dalam Wijaya (2008), proses adsorpsi dapat
digambarkan sebagai proses saat molekul
meninggalkan larutan dan menempel pada
permukaan zat adsorben.
Mekanisme penjerapan tersebut dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu adsorpsi secara
fisika (fisisorpsi) dan adsorpsi secara kimia
(kimisorpsi). Pada proses fisisorpsi, gaya yang
mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gayagaya van der Waals, sedangkan pada proses
adsorpsi kimia terjadi interaksi adsorbat
dengan adsorben melalui pembentukan ikatan
kimia (Sukarta 2008). Kimisorpsi terjadi
dengan diawali adsorpsi secara fisika
(fisisorpsi), yaitu partikel-partikel adsorbat
mendekat ke permukaan adsorben melalui
gaya van der Waals atau melalui ikatan
hidrogen, kemudian diikuti oleh adsorpsi

Keterangan:
Q = kapasitas adsorpsi (mg/g)
V = volume larutan (l)
Co = konsentrasi awal (mg/l)
C = konsentrasi akhir (mg/l)
m = massa (g)
Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi merupakan fungsi
konsentrasi zat terlarut yang terjerap pada
padatan terhadap konsentrasi larutan. Tipe
isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk
mempelajari mekanisme adsorpsi. Adsorpsi
fase cair-padat pada umumnya mengikuti tipe
isoterm Freundlich dan Langmuir (Atkins
1999).
Isoterm Adsorpsi Langmuir
Isoterm Langmuir merupakan proses
adsorpsi yang berlangsung secara kimisorpsi
satu lapisan. Kimisorpsi adalah adsorpsi yang
terjadi melalui ikatan kimia yang sangat kuat
antara tapak aktif permukaan dengan molekul
adsorbat dan dipengaruhi oleh densitas
elektron. Adsorpsi satu lapisan terjadi karena
ikatan kimia biasanya bersifat spesifik,

4

sehingga permukaan adsorben dapat mengikat
adsorbat dengan ikatan kimia. Persamaan
isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan
secara teoritis dengan menganggap terjadinya
kesetimbangan antara molekul-molekul zat
yang diadsorpsi pada permukaan adsorben
dengan molekul-molekul zat yang tidak
teradsorpsi sebagai berikut:

Kostanta α dan β dapat ditemukan dari kurva
hubungan

terhadap

c

dengan

persamaan:

Keterangan:
x/m = massa adsorbat yang teradsorpsi per
gram adsorben
c
= konsentrasi kesetimbangan adsorbat
dalam larutan setelah adsorpsi (ppm)
α,β = konstanta empiris

Minyak Goreng
Minyak merupakan trigliserida yang
tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud
cair pada suhu kamar (25°C), dan lebih
banyak mengandung asam lemak tidak jenuh
sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak
yang berbentuk padat biasa disebut dengan
lemak. Minyak dapat bersumber dari tanaman,
misalnya minyak zaitun, minyak jagung,
minyak kelapa, dan minyak bunga matahari.
Minyak dapat juga bersumber dari hewan,
misalnya minyak ikan sardin, minyak ikan
paus dan lain-lain (Ketaren, 1986). Minyak
sayur adalah jenis minyak yang digunakan
dalam pengolahan bahan pangan, biasanya
terbuat dari kelapa maupun kelapa sawit.
Trigliserida merupakan komponen yang
relatif sederhana, yaitu ester dari tiga unit
asam lemak dan satu unit gliserol. Trigliserida
atau gliserida yang terbentuk dari asam lemak
jenuh dengan rantai yang panjang, memiliki
titik didih atau titik cair lebih tinggi daripada
asam lemak jenuh rantai pendek. Rumus
molekul dari trigliserida adalah C3H5(COOR)3
(Gambar 5).

Isoterm Adsorpsi Freundlich
Isoterm Freundlich merupakan proses
adsorpsi yang terjadi secara fisisorpsi banyak
lapisan. Fisisorpsi adalah adsorpsi yang hanya
melibatkan gaya intermolekul dan ikatannya
lemah. Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich
didasarkan
atas
terbentuknya
lapisan
monolayer dari molekul-molekul adsorbat
pada permukaan adsorben. Namun pada
adsorpsi Freundlich tapak-tapak aktif pada
permukaan adsorben bersifat heterogen.
Menurut Atkins (1999), pada proses
adsorpsi zat terlarut pada permukaan padatan
diterapkan
isoterm
Freundlich
yang
diturunkan secara empiris dengan bentuk
persamaan:

Apabila dilogaritmakan, persamaan isoterm
Freundlich dapat dituliskan sebagai berikut:

Keterangan:
x/m = massa adsorbat yang teradsorpsi per
gram adsorben
c
= konsentrasi kesetimbangan adsorbat
dalam larutan setelah adsorpsi (ppm)
k,n = konstanta empiris

Gambar 5 Struktur trigliserida.
Jenis minyak yang digunakan untuk
menggoreng biasanya termasuk minyak nabati
seperti minyak kelapa, minyak kelapa sawit,
dan minyak kacang tanah yang mengandung
asam lemak tak jenuh terutama asam oleat dan
linoleat. Minyak goreng yang dihasilkan dari
bahan yang berbeda mempunyai stabilitas
yang berbeda. Faktor yang mempengaruhi
stabilitas minyak goreng di antaranya adalah
derajat
ketidakjenuhan
asam
lemak,
penyebaran ikatan rangkap, dan keberadaan
antioksidan yang terdapat secara alami
ataupun yang sengaja ditambahkan.
Asam Lemak Bebas
Asam lemak, bersama-sama dengan
gliserol, merupakan penyusun utama minyak
nabati atau lemak dan merupakan bahan baku

5

untuk semua lipid pada makhluk hidup. Asam
lemak merupakan rantai hidrokarbon yang
setiap atom karbonnya mengikat satu atau dua
atom hidrogen, kecuali atom karbon terminal
mengikat tiga atom hidrogen, sedangkan atom
karbon terminal lainnya mengikat gugus
karboksil (Pasaribu 2004). Komposisi asam
lemak yang terdapat dalam minyak kelapa
sawit ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi asam lemak minyak
kelapa sawit
Asam Lemak

Jumlah (%)

Asam Kaprilat

-

Asam Kaproat

-

Asam Miristat

1.1-2.5

Asam Palmitat

40-46

Asam Stearat

3.6-4.7

Asam Oleat

30-45

Asam Laurat

-

Asam linolenat
Sumber : Pasaribu (2004)

7-11

Secara alami asam lemak bisa berbentuk
bebas (karena lemak yang terhidrolisis)
maupun terikat sebagai gliserida. Asam lemak
jenuh merupakan asam lemak yang
mengandung ikatan tunggal pada rantai
hidrokarbonnya.
Asam
lemak
jenuh
mempunyai rantai zig-zig yang dapat cocok
satu sama lain, sehingga gaya tarik
vanderwalls tinggi, sehingga biasanya
berwujud padat, sedangkan asam lemak tak
jenuh merupakan asam lemak yang
mengandung satu ikatan rangkap pada rantai
hidrokarbonnya (Herlina dan Ginting 2002).
Hidrolisis
merupakan
reaksi
yang
terbentuk antara air dari produk dengan
minyak goreng yang dapat membentuk asam
lemak bebas. Kecepatan pembentukan asam
lemak bebas sangat tergantung dari beberapa
faktor, yaitu jumlah air yang dikandung, suhu
penggorengan yang digunakan selama proses,
kecepatan dari oil turnover system, jumlah
partikel/remah-remah dari produk yang
digoreng, dan bilangan heating/cooling cycles
dari minyak.
Netralisasi merupakan suatu proses untuk
menghilangkan asam lemak bebas dari
minyak dengan cara mereaksikan asam lemak
bebas dengan basa. Netralisasi dilakukan
untuk mengurangi asam lemak bebas,
meningkatkan rasa, dan memperbaiki fisik
minyak. Netralisasi dilakukan dengan
mereaksikan NaOH dengan asam lemak bebas

sehingga membentuk endapan minyak tak
larut yang dikenal dengan sabun (soapstock)
(Ritonga 2004).
Zat Warna
Zat warna tekstil merupakan senyawa
organik yang keberadaannya dalam perairan
dapat mengganggu ekosistem di dalamnya
sebelum dibuang ke perairan. Limbah cair
yang berwarna ini akan diproses terlebih
dahulu sampai konsentrasinya cukup aman
jika berada di perairan.
Biru metilena (C16H18ClN3S) yang juga
dikenal sebagai tetrametiltionin merupakan
bahan pewarna dasar yang sangat penting dan
relatif murah dibandingkan pewarna lainnya
(Gambar 6). Biru metilena adalah senyawa
kimia berwarna biru dengan bobot molekul
319.86 g/mol. Analisis kadar biru metilena
umumnya dilakukan dengan spektroskopi
sinar tampak pada kisaran panjang gelombang
609-668 nm.

Gambar 6 Struktur biru metilena.
Biru metilena banyak digunakan pada
penelitian bakteri, sebagai pereaksi kimia,
campuran indikator, antidot, dan racun sianida
(Windholz et al. 1983). Selain itu juga dapat
digunakan sebagai pewarna kain dan
pewarnaan asam nukleat menggantikan
pewarna etidium bromida (Sigma 1996).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain
spektronik 20D+ model Thermo Elektron
Coorporation. Bahan-bahan yang digunakan
dalam penelitian adalah minyak goreng bekas,
kaolin asal Belitung, dan limbah padat tapioka
dari PT Sari Alam.
Metode
Penelitian ini terdiri atas lima tahapan.
Tahap pertama mencakup preparasi kaolin dan
limbah padat tapioka. Tahap kedua adalah

6

aktivasi kaolin dan limbah padat tapioka.
Tahap ketiga adalah pembuatan campuran
adsorben kaolin dan limbah padat tapioka.
Tahap keempat adalah optimasi waktu kontak
dan bobot adsorben pada adsorpsi asam lemak
bebas dan biru metilena. Tahap kelima adalah
penentuan tipe isoterm adsopsi asam lemak
bebas dan biru metilena.
Tahap Pertama
Perlakuan Awal Kaolin. Serbuk kaolin
dicuci dengan akuades dan dikeringkan pada
suhu 105 °C selama 3 jam dalam oven,
kemudian dihancurkan dan diayak sehingga
berukuran ± 200 mesh.
Perlakuan Awal Limbah Padat Tapioka.
Serbuk limbah padat tapioka dicuci dengan
akuades dan dikeringkan pada 40 °C selama
24 jam dalam oven. Contoh yang telah
dikeringkan kemudian dihancurkan dan
diayak sehingga berukuran ± 200 mesh.
Tahap Kedua
Aktivasi Kaolin dengan Pemanasan Suhu
Tinggi (Arikan et al. 2009). Sebanyak 30
gram kaolin dimasukkan ke dalam cawan
porselen, lalu dikalsinasi dalam tanur pada
suhu 750 °C selama 2 jam. Kaolin tersebut
disimpan dalam desikator untuk pemakaian
selanjutnya (Contoh A).
Aktivasi Kaolin dengan Cara Pemanasan
dengan Uap Air. Sebanyak 30 gram kaolin
dipanaskan dalam autoklaf Contoh kaolin
kemudian disimpan dalam desikator untuk
pemakaian selanjutnya (Contoh B).
Aktivasi Kaolin dengan Cara Kimia
(Modifikasi Koyuncu et al. 2007). Kaolin
ditimbang sebanyak 30 gram ke dalam labu
bulat dan ditambahkan sebanyak 250 ml
larutan H2SO4 30%. Larutan campuran
tersebut digojok dengan pengaduk magnet dan
dipanaskan pada suhu 90-100 °C selama 6
jam, kemudian didinginkan dan disaring
dengan vakum sehingga dihasilkan residu
padat. Kaolin tersebut dicuci beberapa kali
dengan akuades untuk mengeluarkan asam,
untuk mengetahui adanya ion SO42- dideteksi
menggunakan larutan BaCl2. Kaolin yang
telah dicuci tersebut, dikeringkan pada suhu
105 °C selama 3 jam. Contoh kaolin
kemudian disimpan dalam desikator untuk
pemakaian selanjutnya (Contoh C).
Aktivasi Kaolin dengan Pemanasan Suhu
Tinggi dan Uap Air. Pertama-tama, contoh

kaolin dipanaskan mengikuti metode Arikan
et al. (2009). Selanjutnya kaolin yang telah
dipanaskan tersebut dipanaskan kembali
dengan autoklaf. Contoh kaolin hasil aktivasi
dua kali pemanasan ini selanjutnya disebut
Contoh D.
Aktivasi Kaolin dengan Cara Pemanasan
Suhu Tinggi dan Kimia. Pertama-tama,
contoh kaolin dipanaskan mengikuti metode
Arikan et al. (2009). Selanjutnya kaolin yang
telah dipanaskan tersebut diaktivasi kembali
dengan cara kimia menggunakan asam sesuai
metode modifikasi Koyuncu et al. (2007).
Contoh ini selanjutnya disebut Contoh E
Aktivasi Limbah Padat Tapioka (Melisya
2009). Limbah padat tapioka ditimbang
sebanyak 10 gram ke dalam Erlenmeyer dan
ditambahkan sebanyak 50 ml H3PO4 30%.
Campuran tersebut digojok selama 6 jam,
kemudian disaring dengan vakum sehingga
dihasilkan residu padat. Limbah padat tapioka
yang telah diaktivasi tersebut dicuci beberapa
waktu dengan akuades untuk mengeluarkan
asam, setelah itu dikeringkan pada suhu 40 ºC
selama 24 jam.
Tahap Ketiga
Pembuatan
Adsorben
Kaolin-Limbah
Padat Tapioka (Modifikasi dari Chen &
Evans 2005). Kaolin yang telah diaktivasi
dengan 5 macam variasi perlakuan (Contoh A,
B, C, D, dan E) dicampur hingga merata
dengan sejumlah limbah padat tapioka yang
juga telah diaktivasi dengan asam fosfat.
Jumlah total kaolin dan limbah padat tapioka
sebanyak
20
gram
dengan
nisbah
kaolin:limbah padat tapioka, yaitu 75:25,
50:50, dan 25:75 (Tabel 3).
Tabel 3 Modifikasi contoh
Contoh
Kaolin
A
B
C
D
E

Nisbah Kaolin:Limbah Padat
Tapioka
75:25
50:50
25:75
A1
A2
A3
B1
B2
B3
C1
C2
C3
D1
D2
D3
E1
E2
E3

Tahap Keempat
Adsorpsi Asam Lemak Bebas
Penentuan Bilangan Asam Lemak Bebas
(SNI 01-3555-1998). Sebanyak 0.5 gram
contoh minyak ditimbang dan dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan
50 ml etanol 95% dan 3-5 tetes indikator

7

fenolftalein, kemudian dititrasi dengan larutan
NaOH 0.05 N yang telah distandarisasi
sampai warna merah merah muda tidak
berubah selama 15 detik. Penetapan bilangan
asam lemak bebas dilakukan duplo, serta
dilakukan penetapan blanko.

dilakukan dengan variasi waktu adsorpsi 0,
15, 30, 45, 60, 75, dan 90 menit. Waktu
optimum ditentukan dengan menghitung
efisiensi dan kapasitas adsorpsi maksimum.
Campuran disaring dan absorbansi filtratnya
diukur pada panjang gelombang 660 nm.

Penentuan Waktu Optimum Adsorpsi.
Sebanyak 1 gram adsorben dimasukkan ke
dalam 20 gram minyak goreng bekas.
Campuran tersebut dikocok dengan variasi
waktu adsorpsi 0, 45, 60, 75, 90, 105, dan 120
menit. Setelah itu disaring dan diambil
filtratnya, kemudian diukur kadar FFA
minyak tersebut.

Penentuan Bobot Optimum Adsorben.
Variasi bobot adsorben yang digunakan
adalah 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5, dan 3.0 gram.
Masing-masing dimasukkan ke dalam 100 ml
larutan biru metilena 100 mg/l, kemudian
digojok dengan alat gojok selama waktu
optimum yang diperoleh. Campuran disaring
dan absorbansi filtratnya diukur pada panjang
gelombang 660 nm.

Penentuan Bobot Optimum Adsorben.
Variasi bobot adsorben yang digunakan
adalah 0.5, 1.0, 2.0, 3.0, 4.0, dan 5.0 gram.
Campuran kaolin dan limbah padat tapioka
tersebut dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
yang berisi 20 gram minyak goreng bekas.
Lalu campuran tersebut dikocok selama waktu
optimum. Setelah itu disaring dan diambil
filtratnya, kemudian diukur kadar FFA
minyak tersebut.
Penentuan Rasio Optimum Campuran
Kaolin dan Limbah Padat Tapioka.
Campuran kaolin dan limbah padat tapioka
setiap komposisi ditimbang sebanyak 1 gram
dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang
berisi 20 gram minyak goreng bekas.
Campuran tersebut lalu dikocok selama 90
menit. Setelah itu disaring dan diambil
filtratnya, kemudian diukur kadar FFA
minyak tersebut.
Adsorpsi Zat Warna
Pembuatan Larutan Zat Warna. Larutan
stok zat warna sebanyak 1000 mg/l dibuat
dengan cara 1000 mg serbuk biru metilena
dilarutkan dalam air destilata dan diencerkan
hingga 1 liter, kemudian dibuat kurva standar
dari larutan biru metilena dengan konsentrasi
5, 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm.
Penentuan
Panjang
Gelombang
Maksimum. Panjang gelombang maksimum
diukur dengan spektronik 20 D+ pada rentang
panjang gelombang 600-700 nm dengan
larutan biru metilena 5 mg/l.
Penentuan Waktu Optimum Adsorpsi.
Sebanyak 1 gram adsorben dimasukkan ke
dalam 100 ml larutan biru metilena dengan
konsentrasi 100 mg/l, kemudian larutan
digojok dengan alat gojok. Adsorpsi

Penentuan Rasio Optimum Campuran
Kaolin-Limbah Padat Tapioka. Campuran
kaolin-limbah
padat
tapioka
dengan
perbandingan tertentu ditimbang sebanyak 1
gram dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
yang berisi 100 ml larutan biru metilena 100
mg/l, lalu campuran tersebut dikocok selama
30 menit. Setelah itu disaring dan diambil
filtratnya, kemudian diukur dengan spektronik
20D+ pada panjang gelombang 660 nm.
Tahap Kelima
Penentuan Isoterm Adsorpsi Asam Lemak
Bebas (Ketaren 1986). Sebanyak 1 gram
campuran kaolin dan limbah padat tapioka
dimasukkan ke dalam larutan standar asam
oleat pada beberapa konsentrasi, yaitu 0,
2000, 6000, 8000, dan 10000 ppm dan
digojok selama 90 menit. Setelah itu disaring
dan diukur kadar asam lemak bebasnya. Pola
isoterm adsorpsi diperoleh dengan membuat
persamaan regresi linier menggunakan
persamaan Langmuir dan Freundlich untuk
menentukan tipe isoterm yang sesuai
Penentuan Isoterm Adsorpsi Zat Warna
(Modifikasi Ghosh dan Bhattacharyya
2002). Erlenmeyer yang berisi 1 gram
adsorben dengan rasio optimum ditambah
dengan 100 ml zat warna pada berbagai
konsentrasi, yaitu 100, 300, 500, 550, dan 600
mg/l, lalu digojok selama 30 menit. Setelah itu
disaring dan diambil filtratnya, kemudian
diukur dengan spektronik 20D+ pada panjang
gelombang 660 nm. Pola isoterm adsorpsi
diperoleh dengan membuat persamaan regresi
linier menggunakan persamaan Langmuir dan
Freundlich untuk menentukan tipe isoterm
yang sesuai.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kaolin dan limbah padat tapioka dapat
dimanfaatkan sebagai adsorben. Penelitian ini
menggabungkan kaolin dan limbah padat
tapioka kemudian digunakan sebagai adsorben
untuk asam lemak bebas dan zat warna biru
metilena. Kaolin dan limbah padat tapioka
yang digunakan terlebih dahulu diaktivasi
sebelum dicampur secara homogen. Kaolin
diaktivasi dengan lima variasi perlakuan, yaitu
T = 750 ºC (A), autoklaf (B), H2SO4 30% (C),
T = 750 ºC dan autoklaf (D), T = 750 ºC dan
H2SO4 30% (E), sedangkan limbah padat
tapioka diaktivasi dengan H3PO4 30%.
Aktivasi limbah padat tapioka dengan H3PO4
30%
bertujuan
untuk
menghilangkan

senyawa-senyawa selain polisakarida yang
terdapat di limbah padat tapioka sehingga
diharapkan senyawa tersebut tidak ikut
berperan dalam mekanisme adsorpsi asam
lemak bebas maupun zat warna.
Aktivasi kaolin menggunakan H2SO4 30%
bertujuan untuk melarutkan komponenkomponen seperti Fe2O3, Al2O3, CaO, dan
MgO yang mengisi ruang antarlapisan kaolin,
sehingga aktivasi dengan asam akan
menambah luas permukaan adsorben,
selanjutnya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang
berada pada permukaan kristal adsorben
secara berangsur-angsur diganti oleh ion H+
dari H2SO4 (Ketaren 1986). Gambar aktivasi
H2SO4 terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Skema interaksi proton dengan struktur kaolin.
Reaksi yang terjadi pada saat kaolin
ikatan antarlapisan silikat dan aluminat yang
diaktivasi dengan asam adalah sebagai
dihasilkan pada pemanasan suhu tinggi dapat
berikut:
dipertahankan pada pemanasan dengan uap.
Al2O3.2SiO2.2H2O + 3H2SO4 → Al2(SO4)3 +
2SiO2 + 5H2O
Aktivasi kaolin dengan pemanasan pada suhu
tinggi, yaitu 750 °C mengakibatkan terjadinya
perubahan fase kristal kaolin menjadi
metakaolin. Pada suhu ini, ikatan antara Si
dan Al diharapkan lebih mudah dipisahkan
sehingga gabungan aktivasi pemanasan suhu
tinggi dengan kimia akan melarutkan
aluminium oksida dan meninggalkan residu
SiO2 (Purwaningsih 2002).
Pemanasan dengan menggunakan uap air
(suhu 121 °C) bertujuan agar perlakukan
pemanasan tidak berpengaruh langsung
terhadap struktur kaolin sehingga diharapkan
struktur kaolin masih dapat dipertahankan dan
tidak terjadi pemutusan ikatan antara lapisan
silikat dan aluminatnya. Akan tetapi perlakuan
tersebut mengakibatkan ada molekul air yang
masuk ke dalam ruang antarlapisan kristal
kaolin.
Gabungan pemanasan suhu tinggi dan uap
air bertujuan agar struktur fase kristal baru
(metakaolin) yang terbentuk akibat pemutusan

Kondisi Optimum Adsorpsi
Asam Lemak Bebas
Waktu Adsorpsi
Waktu kontak merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi laju dan besarnya
adsorpsi. Pengaruh waktu kontak terhadap
kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan
asam lemak bebas dapat dilihat pada Gambar
8.

Gambar 8

Waktu optimum adsorpsi asam
lemak bebas.

9

Lamanya proses adsorpsi ditentukan
berdasarkan kapasitas dan persentase efisiensi
penjerapannya selama kisaran waktu tertentu.
Waktu
kontak
yang
lebih
lama
memungkinkan proses difusi dan penempelan
molekul adsorbat berlangsung lebih baik
(Wijaya 2008). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kapasitas adsorpsi dan efisiensi
penjerapan naik seiring dengan bertambahnya
waktu kontak, selanjutnya stabil walaupun
terlihat sedikit mengalami penurunan. Waktu
optimum adsorpsi yang diperoleh adalah 90
menit dengan kapasitas adsorpsi sebesar 56.38
mg/g artinya untuk setiap 1 g adsorben
mampu mengadsorpsi 56.38 mg adsorbat dan
efisiensi penjerapan sebesar 9.77%. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

hampir seluruh permukaan adsorben telah
terikat
dengan
adsorbat,
sedangkan
penambahan bobot adsorben sampai 5 gram
menyisakan banyak tapak aktif tidak berikatan
dengan adsorbat. Data selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 3.
Perlakuan Optimum Campuran KaolinLimbah Padat Tapioka
Adsorben
yang
dibuat
merupakan
campuran dari kaolin dan limbah padat
tapioka dengan nisbah 75:25 (1), 50:50 (2),
dan 25:75 (3). Pengaruh perlakuan adsorben
dan perbandingannya terhadap kapasitas
adsorpsi dan efisiensi penjerapan dapat dilihat
pada Gambar 10.

Bobot Adsorben
Bobot adsorben mempengaruhi kapasitas
adsorpsi dan efisiensi penjerapan. Hal ini
dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 10

Gambar 9

Bobot optimum adsorpsi asam
lemak bebas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah adsorben, maka luas
permukaan aktifnya juga meningkat. Semakin
luas permukaan adsorben, semakin banyak
adsorbat yang dapat dijerap. Hal ini akan
meningkatkan efisiensi penjerapan adsorpsi.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa
efisiensi penjerapan asam lemak bebas
meningkat dari 20.09% sampai 29.41%
dengan variasi bobot adsorben dari 0.5 g
sampai 5 g.
Namun demikian, peningkatan jumlah sisi
aktif adsorben akan memperluas penyebaran
adsorbat, sehingga kapasitas adsorpsi menjadi
lebih rendah dibandingkan dengan jumlah
tapak aktif adsorben yang lebih sedikit.
Kapasitas adsorpsi dengan bobot adsorben 0.5
gram adalah sebesar 222.59 mg/g mengalami
penurunan menjadi 32.70 mg/g dengan bobot
adsorben sebesar 5 gram. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan bobot 0.5 gram

Perlakuan optimum adsorpsi
asam lemak bebas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan
paling besar ditunjukkan oleh adsorben E3,
yaitu 25% kaolin teraktivasi 750 °C dan
H2SO4 30% dicampur dengan 75% limbah
padat tapioka teraktivasi H3PO4 30%. Gambar
10 menunjukkan bahwa penjerapan asam
lemak bebas lebih besar saat komposisi dari
limbah padat tapioka lebih banyak daripada
kaolin.
Kapasitas
adsorpsi
tertinggi
ditunjukkan oleh adsorben E3, yaitu sebesar
479.70 mg/g dan efisiensi penjerapan sebesar
89.94%. Data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Kondisi Optimum Adsorpsi Zat Warna
Waktu Adsorpsi
Adsorben dari campuran kaolin dan
limbah padat tapioka digunakan untuk
menjerap larutan biru metilena dengan
konsentrasi 100 mg/l. Lamanya proses
adsorpsi ditentukan berdasarkan kapasitas dan
efisiensi penjerapannya selama kisaran waktu
tertentu. Pengaruh waktu kontak terhadap

10

kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan
biru metilena dapat dilihat pada Gambar 11.

disebabkan karena saat bobot 0,5 gram hampir
seluruh permukaan adsorben telah terikat
dengan adsorbat, sedangkan pada bobot 3
gram masih banyak tapak aktif yang belum
berikatan dengan adsorbat. Data selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 13.
Perlakuan Optimum Campuran KaolinLimbah Padat Tapioka

Gambar 11 Waktu optimum adsorpsi biru
metilena.
Konsentrasi larutan biru metilena menurun
dari 100 mg/l menjadi 14.59 mg/l dengan
bertambahnya waktu adsorpsi. Waktu
optimum adsorpsi yang diperoleh adalah 30
menit dengan kapasitas adsorpsi 8.51 mg/g
artinya untuk setiap 1 g adsorben mampu
mengadsorpsi 8.51 mg ion biru metilena
dalam waktu 30 menit dengan efisiensi
penjerapan 85.68%. Setelah melewati 30
menit kapasitas adsorpsi dan efisiensi
penjerapan
cenderung
stabil.
Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.
Bobot Adsorben
Bobot adsorben berpengaruh terhadap
kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan
larutan biru metilena dengan konsentrasi 100
mg/l, hal ini dapat dilihat pada Gambar 12.

Pengaruh
perlakuan
adsorben
dan
perbandingannya terhadap kapasitas adsorpsi
dan efisiensi penjerapan larutan biru metilena
dengan konsentrasi 100 mg/l dapat dilihat
pada Gambar 13.

Gambar 13 Perlakuan optimum adsorpsi biru
metilena.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan
terbesar dengan menggunakan adsorben C1,
yaitu campuran 75% kaolin teraktivasi H2SO4
30% dan 25% limbah padat tapioka teraktivasi
H3PO4 30%. Pada nisbah optimum tersebut
diperoleh kapasitas adsorpsi sebesar 9.83
mg/g dan efisiensi penjerapan sebesar
99.53%. Data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 14.
Kapasitas Adsorpsi dan Efisiensi
Penjerapan Adsorben Lain

Gambar 12

Bobot optimum adsorpsi biru
metilena.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah adsorben maka
efisiensi penjerapan adsorpsi semakin
meningkat dan kapasitas adsorpsi akan
menurun. Hal ini terlihat dari efisiensi
penjerapan biru metilena yang meningkat dari
66.83% sampai 94.09% dengan variasi bobot
dari 0.5 g sampai 3 g. Penambahan jumlah
adsorben akan menurunkan kapasitas adsorpsi
dari 13.23 mg/g menjadi 3.12 mg/g. Hal ini

Kinerja dari adsorben campuran kaolin
dan limbah padat tapioka dievaluasi dengan
cara membandingkan kemampuan mengadsorpsinya dengan adsorben komersial, yaitu
arang aktif dan adsorben komersial yang
diperoleh dari industri pengolahan makanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan
asam lemak bebas dan biru metilena yang
paling besar adalah dengan adsorben
campuran kaolin-limbah padat tapioka
(komposit). Data hasil penelitian disajikan
pada Tabel 4 dan 5.
Berdasarkan nilai kapasitas adsorpsi dan
efisiensi penjerapannya, adsorben campuran
kaolin dan limbah padat tapioka lebih baik

11

dalam adsorpsi asam lemak bebas dan zat
warna daripada arang aktif dan adsorben
komersial. Hal ini disebabkan karena
komposit bekerja dengan dua jenis adsorben
yang bekerja secara sinergis untuk menjerap
asam lemak bebas dan biru metilena.
Tabel 4

Data adsorpsi asam lemak bebas
dengan berbagai jenis adsorben

Adsorben

Komposit
Arang aktif
Adsorben komersial

Efisiensi
Penjerapan
(%)
89.94
70.38
59.38

Kapasitas
Adsorpsi
(mg/g)
479.6968
387.5826
327.0222

Gambar 14 Isoterm Langmuir adsorpsi asam
lemak bebas

Tabel 5 Data adsorpsi biru metilena dengan
berbagai jenis adsorben
Adsorben

Komposit
Arang Aktif
Adsorben komersial
Onggok

Efisiensi
Penjerapan
(%)
99.53
96.79
78.84
47.26

Kapasitas
Adsorpsi
(mg/g)
9.83
9.59
7.87
4.69

Data yang disajikan pada Tabel 4 dan 5
juga mengindikasikan bahwa kapasitas
adsorpsi dari asam lemak bebas lebih besar
daripada zat warna biru metilena. Hal ini
dikarenakan ukuran molekul biru metilena
lebih besar daripada asam lemak bebas,
sehingga lebih mudah molekul asam lemak
bebas masuk ke dalam pori-pori adsorben
daripada biru metilena. Data selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 15.
Isoterm Adsorpsi
Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan
untuk mengetahui mekanisme penjerapan
asam lemak bebas dan biru metilena dengan
adsorben campuran dari kaolin dan limbah
padat tapioka. Isoterm adsorpsi Langmuir
dilakukan dengan cara membuat kurva
hubungan c/(x/m) terhadap c, sedangkan
isoterm adsorpsi Freundlich dilakukan dengan
membuat kurva hubungan log x/m terhadap
log c. Isoterm adsorpsi asam lemak bebas
dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.
Linearitas kedua tipe isoterm adsorpsi
berbeda, yaitu 65.94% untuk isoterm
Langmuir dan 93.66% untuk isoterm
Freundlich.

Gambar 15 Isoterm Freundlich
asam lemak bebas

adsorpsi

Berdasarkan
penelitian
ini
dapat
ditentukan bahwa adsorpsi asam lemak bebas
mengikuti tipe isoterm Freundlich karena nilai
linearitasnya lebih besar. Isoterm Freundlich
mengasumsikan bahwa adsorpsi yang
melibatkan fase padat-cair berlangsung secara
fisika. Adsorpsi secara fisika terjadi terutama
karena adanya gaya tarik antara molekul zat
terlarut dengan adsorben lebih besar daripada
gaya tarik antara molekul dengan pelarutnya,
sehingga zat terlarut tersebut akan diadsorpsi
ke permukaan adsorben.
Mekanisme adsorpsi asam lemak bebas
terjadi
melalui
gaya
tarik-menarik
antarmolekuler di antara adsorben dengan
asam lemak bebas dalam minyak goreng
bekas. Ikatan yang terjadi antara asam lemak
bebas dan adsorben diperkirakan terbentuk
melalui ikatan hidrogen. Pada kaolin terjadi
ikatan hidrogen antara atom O pada SiO2
dengan atom H pada gugus karboksil dalam
asam lemak bebas, sedangkan pada limbah
padat tapioka terjadi ikatan hidrogen antara
atom O pada gugus OH dalam selulosa
dengan atom H gugus karboksil dalam asam
lemak bebas. Ikatan tersebut sangat lemah
sehingga mudah diputuskan.
Hasil yang berbeda diperoleh pada isoterm
adsorpsi biru metilena. Tipe isoterm adsorpsi
zat warna dapat dilihat pada Gambar 16 dan
Gambar 17.

12

Nilai konstanta n, k, α, dan β dapat
dihitung dari persamaan regresi Freundlich
dan Langmuir untuk asam lemak bebas (ALB)
dan biru metilena (BM) dapat dilihat pada
Tabel 6 dan 7.
Tabel 6 Nilai konstanta n dan k dari
persamaan Freundlich

Gambar 16 I