Adsorpsi asam lemak bebas menggunakan adsorben berbasis limbah padat sagu

ABSTRAK
SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN. Adsorpsi Asam Lemak Bebas Menggunakan
Adsorben Berbasis Limbah Padat Sagu. Dibimbing oleh HENNY
PURWANINGSIH dan KOMAR SUTRIAH.
Adsorpsi asam lemak bebas (ALB) dari minyak goreng bekas telah diteliti,
menggunakan adsorben berbasis limbah padat pertanian dan mineral liat, dalam
hal ini limbah padat sagu dan kaolin. Perlakuan asam dilakukan pada kedua
adsorben untuk meningkatkan kemampuan adsorpsinya. Limbah padat sagu juga
dipelajari sebagai salah satu alternatif sumber karbon untuk menghasilkan karbon
aktif. Karbon aktif komersial dari batubara digunakan sebagai standar
pembanding. Hasil menunjukkan karbon aktif dari limbah padat sagu merupakan
adsorben yang berpotensi mengadsorpsi ALB. Kapasitas dan efisiensi adsorpsinya
masing-masing adalah 135.85 mg/g dan 75.07%, serta kondisi optimum pada 0.5
g adsorben dengan waktu adsorpsi 60 menit. Adsorpsi karbon aktif dari limbah
padat sagu sesuai dengan tipe isoterm Freundlich.

ABSTRACT
SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN. Free Fatty Acid (FFA) Adsorption Using
Sago-Solid Waste Based Adsorbent. Supervised by HENNY PURWANINGSIH
and KOMAR SUTRIAH.
Adsorption of free fatty acid (FFA) from used frying oil was studied, using

agricultural solid waste based adsorbent and clay mineral, in this case sago solid
waste and kaolin. Acid treatment were carried out for both adsorbents to improve
their adsorptivities. Sago solid waste was also studied as an alternative carbon
source to produce activated carbon. Commercial activated carbon from coal was
used as standard for comparison. The result showed that activated carbon from
sago solid waste was potential FFA adsorbent. Its adsorption capacity an
adsorption efficiency were 135.85 mg/g and 75.07%, respectively, and the
optimum condition was 0.5 g adsorbent with adsorption time of 60 minutes.
Activated carbon from sago solid waste adsorption was fit with Freundlich
isotherm.

PENDAHULUAN
Asam lemak dan gliserol merupakan
penyusun utama minyak nabati atau lemak
dan merupakan bahan baku lipid pada
makhluk hidup. Asam lemak mudah dijumpai
dalam minyak goreng, margarin, atau lemak
hewan. Secara alami, asam lemak bisa
berbentuk bebas maupun terikat sebagai
gliserida (Tambun 2006). Penggunaan minyak

nabati berulang kali sangat membahayakan
kesehatan. Hal ini disebabkan semakin
banyaknya kotoran yang terkandung dalam
minyak goreng akibat penggorengan bahan
makanan sebelumnya, semakin banyaknya
senyawa asam karboksilat bebas di dalam
minyak, serta warna minyak goreng yang
semakin tidak jernih. Selain itu, pembuangan
minyak goreng bekas secara langsung ke
lingkungan akan menimbulkan pencemaran
(Buchori dan Widayat 2009).
Minyak yang telah mengalami pemanasan,
sejalan dengan peningkatan kekentalan, akan
naik kandungan asam lemak bebas dan asam
lemak jenuhnya, dan turun jumlah asam lemak
tak jenuhnya. Kekentalan, kandungan asam
lemak bebas (ALB), dan indeks bias adalah
dampak yang paling mudah dilihat pada
minyak yang telah mengalami pemanasan dan
dapat digunakan untuk melihat kerusakan

minyak akibat pemanasan (Ketaren 1986a).
Kadar ALB merupakan sifat yang paling
umum untuk mengendalikan mutu minyak
goreng. Syarat mutu minyak goreng (SNI 013741-2002) menetapkan bahwa kadar ALB
maksimum adalah 0.30%. Dengan demikian
diperlukan upaya untuk menghilangkan ALB
yang terdapat dalam minyak goreng bekas,
salah satunya dengan cara adsorpsi (Romaria
2008).
Beberapa penelitian pengolahan minyak
goreng bekas telah dilakukan. Ferry (2002)
menggunakan
serbuk
gergajian
kayu,
Wulyoadi et al. (2004) menggunakan
membran, sementara Widayat et al. (2006)
melakukan optimalisasi proses adsorpsi
menggunakan adsorben. Melisya (2009)
melaporkan bahwa limbah padat tapioka

memiliki prospek untuk digunakan sebagai
adsorben ALB untuk minyak goreng bekas
pakai,
sementara
Victoria
(2009)
membuktikan bahwa campuran kaolin dan
limbah padat tapioka dapat digunakan sebagai
adsorben untuk ALB dan zat warna.
Penggunaan biomaterial sebagai adsorben
merupakan alternatif yang sangat potensial
dalam proses adsorpsi. Salah satu biomaterial
yang dapat digunakan adalah sagu. Sagu

merupakan tanaman asli Indonesia. Tepung
sagu lazim digunakan sebagai bahan baku
pembuatan makanan seperti roti, mi, kerupuk,
kue kering, dan sirup berfruktosa tinggi.
Tepung sagu juga dapat menunjang berbagai
macam industri, baik industri kecil,

menengah, maupun berteknologi tinggi
(BPBPI 2007). Selain menghasilkan tepung,
pengolahan sagu juga menghasilkan limbah
cair dan limbah padat (Gambar 1).

Gambar 1 Limbah padat sagu.
Kaolin termasuk jenis mineral liat dengan
rumus kimia Al2O3·2SiO2·2H2O. Kaolin
tersusun dari material lempung atau mineral
liat dengan kandungan besi yang rendah dan
umumnya berwarna putih atau agak
keputihan. Kaolin adalah salah satu golongan
mineral aluminasilikat. Kelompok mineral
kaolin meliputi kaolinit, nakrit, dikit, dan
haloisit. Kaolinit ditemukan dalam jumlah
paling banyak, termasuk di Indonesia. Kaolinit
merupakan mineral liat tipe 1:1. Pengertian
tipe 1:1 adalah untuk setiap satuan mineral
terdiri atas satu lapisan oksida-Si (lapisan
silikat) dan satu lapisan hidroksioksida-Al

(lapisan aluminat). Satuan-satuan ini berikatan
kuat dengan sesamanya dengan ikatan
hidrogen dan van der Waals (Gambar 2). Hal
ini mengakibatkan kation atau anion dan
molekul air tidak dapat masuk ke lapisan
silikat maupun aluminat sehingga efektivitas
adsorpsinya terbatas hanya di permukaan.
Sifat penukar kation atau anion hanya berasal
dari bagian ujung mineral yang mengalami
pemutusan/pematahan
(Muhdarina
dan
Linggawati 2003).

Gambar 2 Struktur kaolin.

Mineral kaolinit umumnya terbentuk pada
lingkungan tanah masam dengan drainase
tanah yang relatif baik. Kaolinit dapat
terbentuk oleh Al dan Si yang dilepaskan oleh

mineral-mineral (Prasetyo et al. 2001). Selain
digunakan dalam pengolahan limbah, kaolin
juga dapat digunakan sebagai adsorben pada
tahap
pemucatan
(bleaching)
dalam
pemurnian minyak goreng.
Saat ini, belum ada informasi pemanfaatan
limbah padat ampas sagu sebagai bahan baku
alternatif adsorben pada pemurnian minyak
goreng bekas. Oleh karena itu, penelitian ini
mengkaji prospek limbah padat sagu sebagai
adsorben dalam pengolahan minyak goreng
bekas, khususnya untuk mengadsorpsi ALB.
Penelitian ini menggunakan adsorben
gabungan kaolin dan limbah padat sagu
dengan nisbah tertentu yang masing-masing
telah diaktivasi secara kimia maupun dengan
pemanasan, serta adsorben limbah padat sagu

yang diolah menjadi arang aktif. Tujuan
penelitian ini ialah mendapatkan kombinasi
perlakuan terbaik adsorben berbasis limbah
padat sagu untuk menjerap ALB.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain retort,
oven, tanur, pompa vakum, dan peralatan kaca
yang lazim di laboratorium. Bahan-bahan
yang digunakan antara lain ampas sagu sisa
pengolahan tepung sagu di daerah Tanah
Baru, Bogor, kaolin, serbuk arang aktif
komersial, minyak goreng bekas, akuades,
H3PO4 30%, H2SO4 30%, etanol 95%, NaOH
0.05 N, asam oksalat, indikator fenolftalein,
standar asam oleat, zat warna biru metilena,
dan iodin 0.1 N.

sebelum dihancurkan dan diayak. Serbuk

kaolin dicuci dengan akuades dan dikeringkan
pada suhu 105 oC selama 3 jam dalam oven,
kemudian dihancurkan dan diayak.
Aktivasi Ampas Sagu (modifikasi dari
Melisya 2009)
Ampas sagu yang telah dicuci ditimbang
sebanyak 10 g ke dalam Erlenmeyer dan
ditambahkan 200 mL H3PO4 30%. Campuran
diaduk selama 6 jam kemudian disaring.
Residu padat ampas sagu yang telah diaktivasi
tersebut dicuci beberapa kali dengan akuades
untuk mengeluarkan asam. Setelah itu,
dikeringkan pada suhu 40 oC selama 24 jam
(Contoh A).
Aktivasi Kaolin (modifikasi dari Victoria
2009)
Sebanyak 60 g kaolin dimasukkan dalam
cawan porselen, lalu dipanaskan dalam tanur
pada suhu 750 oC selama 2 jam. Selanjutnya
kaolin diaktivasi kembali dengan larutan

H2SO4 30% dengan dipanaskan dan terus
diaduk pada suhu 90–100 oC selama 6 jam.
Campuran didinginkan, disaring dengan
vakum, lalu residu padat kaolin dicuci
beberapa kali dengan akuades untuk
mengeluarkan asam. Untuk mengetahui
adanya ion SO42- digunakan larutan BaCl2.
Kaolin yang telah dicuci tersebut dikeringkan
pada suhu 105 oC selama 3 jam (Contoh B).
Pembuatan Adsorben Ampas Sagu-Kaolin
(modifikasi dari Chen & Evans 2005)
Ampas sagu yang telah diaktivasi
dicampur hingga merata dengan sejumlah
kaolin yang telah diaktivasi. Jumlah total
limbah sagu dan kaolin sebanyak 20 g dengan
nisbah ampas sagu:kaolin sebesar 25:75
(Contoh C), 50:50 (Contoh D), dan 75:25
(Contoh E).

Metode Penelitian

Penelitian terdiri dari beberapa tahap.
Tahap pertama ialah preparasi ampas sagu dan
kaolin. Tahap kedua adalah aktivasi. Tahap
ketiga adalah pembuatan campuran adsorben
ampas sagu-kaolin dan pembuatan arang aktif.
Tahap keempat adalah optimalisasi perlakuan,
bobot adsorben, dan waktu kontak pada
adsorpsi ALB. Tahap terakhir adalah
penentuan jenis isoterm adsorpsi ALB.

Pembuatan Arang Aktif dari Ampas Sagu
Ampas sagu yang sudah dicuci dan
dikeringkan dikarbonasi dalam retort, pada
suhu 450 oC selama 4–5 jam. Diperoleh arang
dari
ampas
sagu,
yang selanjutnya
didinginkan. Arang diaktivasi dengan cara
pemanasan suhu tinggi (700 oC, selama 60
menit) kemudian didinginkan. Arang aktif
yang sudah jadi digerus hingga membentuk
serbuk arang aktif kemudian diayak +325
mesh (Contoh F).

Preparasi Sampel
Ampas sagu dicuci dengan akuades
sampai bersih, kemudian dikeringkan pada
suhu 40 °C selama 24 jam dalam oven,

2

Mineral kaolinit umumnya terbentuk pada
lingkungan tanah masam dengan drainase
tanah yang relatif baik. Kaolinit dapat
terbentuk oleh Al dan Si yang dilepaskan oleh
mineral-mineral (Prasetyo et al. 2001). Selain
digunakan dalam pengolahan limbah, kaolin
juga dapat digunakan sebagai adsorben pada
tahap
pemucatan
(bleaching)
dalam
pemurnian minyak goreng.
Saat ini, belum ada informasi pemanfaatan
limbah padat ampas sagu sebagai bahan baku
alternatif adsorben pada pemurnian minyak
goreng bekas. Oleh karena itu, penelitian ini
mengkaji prospek limbah padat sagu sebagai
adsorben dalam pengolahan minyak goreng
bekas, khususnya untuk mengadsorpsi ALB.
Penelitian ini menggunakan adsorben
gabungan kaolin dan limbah padat sagu
dengan nisbah tertentu yang masing-masing
telah diaktivasi secara kimia maupun dengan
pemanasan, serta adsorben limbah padat sagu
yang diolah menjadi arang aktif. Tujuan
penelitian ini ialah mendapatkan kombinasi
perlakuan terbaik adsorben berbasis limbah
padat sagu untuk menjerap ALB.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain retort,
oven, tanur, pompa vakum, dan peralatan kaca
yang lazim di laboratorium. Bahan-bahan
yang digunakan antara lain ampas sagu sisa
pengolahan tepung sagu di daerah Tanah
Baru, Bogor, kaolin, serbuk arang aktif
komersial, minyak goreng bekas, akuades,
H3PO4 30%, H2SO4 30%, etanol 95%, NaOH
0.05 N, asam oksalat, indikator fenolftalein,
standar asam oleat, zat warna biru metilena,
dan iodin 0.1 N.

sebelum dihancurkan dan diayak. Serbuk
kaolin dicuci dengan akuades dan dikeringkan
pada suhu 105 oC selama 3 jam dalam oven,
kemudian dihancurkan dan diayak.
Aktivasi Ampas Sagu (modifikasi dari
Melisya 2009)
Ampas sagu yang telah dicuci ditimbang
sebanyak 10 g ke dalam Erlenmeyer dan
ditambahkan 200 mL H3PO4 30%. Campuran
diaduk selama 6 jam kemudian disaring.
Residu padat ampas sagu yang telah diaktivasi
tersebut dicuci beberapa kali dengan akuades
untuk mengeluarkan asam. Setelah itu,
dikeringkan pada suhu 40 oC selama 24 jam
(Contoh A).
Aktivasi Kaolin (modifikasi dari Victoria
2009)
Sebanyak 60 g kaolin dimasukkan dalam
cawan porselen, lalu dipanaskan dalam tanur
pada suhu 750 oC selama 2 jam. Selanjutnya
kaolin diaktivasi kembali dengan larutan
H2SO4 30% dengan dipanaskan dan terus
diaduk pada suhu 90–100 oC selama 6 jam.
Campuran didinginkan, disaring dengan
vakum, lalu residu padat kaolin dicuci
beberapa kali dengan akuades untuk
mengeluarkan asam. Untuk mengetahui
adanya ion SO42- digunakan larutan BaCl2.
Kaolin yang telah dicuci tersebut dikeringkan
pada suhu 105 oC selama 3 jam (Contoh B).
Pembuatan Adsorben Ampas Sagu-Kaolin
(modifikasi dari Chen & Evans 2005)
Ampas sagu yang telah diaktivasi
dicampur hingga merata dengan sejumlah
kaolin yang telah diaktivasi. Jumlah total
limbah sagu dan kaolin sebanyak 20 g dengan
nisbah ampas sagu:kaolin sebesar 25:75
(Contoh C), 50:50 (Contoh D), dan 75:25
(Contoh E).

Metode Penelitian
Penelitian terdiri dari beberapa tahap.
Tahap pertama ialah preparasi ampas sagu dan
kaolin. Tahap kedua adalah aktivasi. Tahap
ketiga adalah pembuatan campuran adsorben
ampas sagu-kaolin dan pembuatan arang aktif.
Tahap keempat adalah optimalisasi perlakuan,
bobot adsorben, dan waktu kontak pada
adsorpsi ALB. Tahap terakhir adalah
penentuan jenis isoterm adsorpsi ALB.

Pembuatan Arang Aktif dari Ampas Sagu
Ampas sagu yang sudah dicuci dan
dikeringkan dikarbonasi dalam retort, pada
suhu 450 oC selama 4–5 jam. Diperoleh arang
dari
ampas
sagu,
yang selanjutnya
didinginkan. Arang diaktivasi dengan cara
pemanasan suhu tinggi (700 oC, selama 60
menit) kemudian didinginkan. Arang aktif
yang sudah jadi digerus hingga membentuk
serbuk arang aktif kemudian diayak +325
mesh (Contoh F).

Preparasi Sampel
Ampas sagu dicuci dengan akuades
sampai bersih, kemudian dikeringkan pada
suhu 40 °C selama 24 jam dalam oven,

2

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (SNI
01-3555-1998).
Sebanyak 0.5 g contoh minyak ditimbang
dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250
mL, lalu ditambahkan 50 mL etanol 95% dan
3–5 tetes indikator fenolftalein. Campuran
dititrasi dengan larutan NaOH 0.05 N yang
telah distandardisasi sampai warna merah
muda tidak berubah selama 15 detik.
Penetapan bilangan ALB dilakukan duplo,
serta dilakukan penetapan blangko.
Penentuan Kapasitas Adsorpsi pada Setiap
Perlakuan (modifikasi dari Melisya 2009)
Sebanyak 5 g adsorben dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer yang berisi 40 g minyak
goreng bekas. Campuran tersebut dikocok
selama 45 menit. Setelah itu, disaring, diambil
filtratnya, dan diukur kadar ALBnya.
Dilakukan pula penentuan dengan adsorben
arang aktif komersial sebagai pembanding
(Contoh G). Setelah itu, dihitung efisiensi dan
kapasitas adsorpsi menggunakan rumus
sebagai berikut:
V(Co − C)
Q=
m
Persentase adsorpsi dapat dihitung dengan
mengunakan persamaan
⎛ (C − C) ⎞
⎟ × 100 %
Efisiensi adsorpsi (%) = ⎜ o
⎜ C

o ⎠

Keterangan :
Q = kapasitas adsorpsi (mg/g)
V = volume larutan (L)
Co = konsentrasi awal (mg/L)
C = konsentrasi akhir (mg/L)
m = bobot adsorben (g)
Penentuan Bobot Optimum (modifikasi
dari Melisya 2009)
Variasi bobot yang digunakan adalah 0.5,
1, 3, dan 5 g adsorben yang memberikan
kapasitas adsorpsi optimum. Adsorben
dimasukkan dalam Erlenmeyer yang berisi 40
g minyak goreng bekas. Campuran tersebut
masing-masing dikocok selama 45 menit.
Setelah itu, disaring, diambil filtratnya, dan
diukur kadar ALB minyak tersebut.
Kemudian, dihitung efisiensi dan kapasitas
adsorpsinya.
Penentuan Waktu Optimum (modifikasi
dari Melisya 2009)
Adsorben
yang
memberikan
hasil
optimum pada penentuan perlakuan dan bobot
optimum ditimbang, lalu dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer yang berisi 40 g minyak
goreng bekas. Campuran dikocok selama 15,

30, 45, 60, 75 dan 90 menit. Setelah itu,
disaring, diambil filtratnya, dan diukur kadar
ALB minyak tersebut. Kemudian, dihitung
efisiensi dan kapasitas adsorpsinya.
Penentuan Isoterm Adsorpsi Asam Lemak
Bebas (Ketaren 1986a)
Adsorben yang memberikan kondisi
optimum dimasukkan ke dalam larutan
standar asam oleat pada beberapa konsentrasi,
yaitu 2000, 4000, 6000, 8000, dan 10000 ppm
dan diaduk selama waktu optimum. Setelah
itu, disaring dan diukur kadar asam lemak
bebasnya. Pola isoterm adsorpsi diperoleh
dengan membuat persamaan regresi linear
menggunakan persamaan Langmuir dan
Freundlich untuk menentukan tipe isoterm
yang sesuai (Atkins 1999). Diagram alir
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivasi Ampas Sagu, Kaolin, dan Arang
Aktif dari Ampas Sagu
Aktivasi ampas sagu dengan H3PO4 30%
bertujuan menghilangkan senyawa-senyawa
selain polisakarida yang larut dalam asam,
agar tidak ikut berperan dalam mekanisme
adsorpsi ALB. Aktivasi kaolin dengan
pemanasan pada suhu tinggi, yaitu 750 °C,
mengakibatkan perubahan fase kristal kaolin
menjadi metakaolin. Pada suhu ini, ikatan
antara Si dan Al diharapkan lebih mudah
dipisahkan sehingga gabungan aktivasi
pemanasan suhu tinggi dengan aktivasi kimia
akan melarutkan aluminium oksida dan
meninggalkan residu SiO2 (Purwaningsih
2002).
Aktivasi kaolin menggunakan H2SO4 30%
bertujuan melarutkan komponen-komponen
seperti Fe2O3, Al2O3, CaO, dan MgO yang
mengisi ruang antarlapisan kaolin, sehingga
akan menambah luas permukaan adsorben.
Selanjutnya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang
berada pada permukaan kristal adsorben
secara berangsur-angsur diganti oleh ion H+
dari H2SO4 (Ketaren 1986b; Gambar 3).
Ampas sagu mengandung serat kasar
sekitar 10.11%, abu 0.01%, dan air 12.3%
sehingga sangat memungkinkan untuk
dijadikan sebagai arang aktif (Nurdin 1995).
Dengan diketahuinya kandungan serat kasar
dalam ampas sagu, diharapkan nilai guna
ampas sagu dapat ditingkatkan untuk
pembuatan arang aktif. Menurut Jacobs yang
diacu oleh Sawarni (1989), arang adalah suatu
bentuk karbon berwarna hitam dan berpori

3

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (SNI
01-3555-1998).
Sebanyak 0.5 g contoh minyak ditimbang
dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250
mL, lalu ditambahkan 50 mL etanol 95% dan
3–5 tetes indikator fenolftalein. Campuran
dititrasi dengan larutan NaOH 0.05 N yang
telah distandardisasi sampai warna merah
muda tidak berubah selama 15 detik.
Penetapan bilangan ALB dilakukan duplo,
serta dilakukan penetapan blangko.
Penentuan Kapasitas Adsorpsi pada Setiap
Perlakuan (modifikasi dari Melisya 2009)
Sebanyak 5 g adsorben dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer yang berisi 40 g minyak
goreng bekas. Campuran tersebut dikocok
selama 45 menit. Setelah itu, disaring, diambil
filtratnya, dan diukur kadar ALBnya.
Dilakukan pula penentuan dengan adsorben
arang aktif komersial sebagai pembanding
(Contoh G). Setelah itu, dihitung efisiensi dan
kapasitas adsorpsi menggunakan rumus
sebagai berikut:
V(Co − C)
Q=
m
Persentase adsorpsi dapat dihitung dengan
mengunakan persamaan
⎛ (C − C) ⎞
⎟ × 100 %
Efisiensi adsorpsi (%) = ⎜ o
⎜ C

o ⎠

Keterangan :
Q = kapasitas adsorpsi (mg/g)
V = volume larutan (L)
Co = konsentrasi awal (mg/L)
C = konsentrasi akhir (mg/L)
m = bobot adsorben (g)
Penentuan Bobot Optimum (modifikasi
dari Melisya 2009)
Variasi bobot yang digunakan adalah 0.5,
1, 3, dan 5 g adsorben yang memberikan
kapasitas adsorpsi optimum. Adsorben
dimasukkan dalam Erlenmeyer yang berisi 40
g minyak goreng bekas. Campuran tersebut
masing-masing dikocok selama 45 menit.
Setelah itu, disaring, diambil filtratnya, dan
diukur kadar ALB minyak tersebut.
Kemudian, dihitung efisiensi dan kapasitas
adsorpsinya.
Penentuan Waktu Optimum (modifikasi
dari Melisya 2009)
Adsorben
yang
memberikan
hasil
optimum pada penentuan perlakuan dan bobot
optimum ditimbang, lalu dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer yang berisi 40 g minyak
goreng bekas. Campuran dikocok selama 15,

30, 45, 60, 75 dan 90 menit. Setelah itu,
disaring, diambil filtratnya, dan diukur kadar
ALB minyak tersebut. Kemudian, dihitung
efisiensi dan kapasitas adsorpsinya.
Penentuan Isoterm Adsorpsi Asam Lemak
Bebas (Ketaren 1986a)
Adsorben yang memberikan kondisi
optimum dimasukkan ke dalam larutan
standar asam oleat pada beberapa konsentrasi,
yaitu 2000, 4000, 6000, 8000, dan 10000 ppm
dan diaduk selama waktu optimum. Setelah
itu, disaring dan diukur kadar asam lemak
bebasnya. Pola isoterm adsorpsi diperoleh
dengan membuat persamaan regresi linear
menggunakan persamaan Langmuir dan
Freundlich untuk menentukan tipe isoterm
yang sesuai (Atkins 1999). Diagram alir
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivasi Ampas Sagu, Kaolin, dan Arang
Aktif dari Ampas Sagu
Aktivasi ampas sagu dengan H3PO4 30%
bertujuan menghilangkan senyawa-senyawa
selain polisakarida yang larut dalam asam,
agar tidak ikut berperan dalam mekanisme
adsorpsi ALB. Aktivasi kaolin dengan
pemanasan pada suhu tinggi, yaitu 750 °C,
mengakibatkan perubahan fase kristal kaolin
menjadi metakaolin. Pada suhu ini, ikatan
antara Si dan Al diharapkan lebih mudah
dipisahkan sehingga gabungan aktivasi
pemanasan suhu tinggi dengan aktivasi kimia
akan melarutkan aluminium oksida dan
meninggalkan residu SiO2 (Purwaningsih
2002).
Aktivasi kaolin menggunakan H2SO4 30%
bertujuan melarutkan komponen-komponen
seperti Fe2O3, Al2O3, CaO, dan MgO yang
mengisi ruang antarlapisan kaolin, sehingga
akan menambah luas permukaan adsorben.
Selanjutnya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang
berada pada permukaan kristal adsorben
secara berangsur-angsur diganti oleh ion H+
dari H2SO4 (Ketaren 1986b; Gambar 3).
Ampas sagu mengandung serat kasar
sekitar 10.11%, abu 0.01%, dan air 12.3%
sehingga sangat memungkinkan untuk
dijadikan sebagai arang aktif (Nurdin 1995).
Dengan diketahuinya kandungan serat kasar
dalam ampas sagu, diharapkan nilai guna
ampas sagu dapat ditingkatkan untuk
pembuatan arang aktif. Menurut Jacobs yang
diacu oleh Sawarni (1989), arang adalah suatu
bentuk karbon berwarna hitam dan berpori

3

Gambar 3 Skema interaksi proton dengan struktur kaolin.

Seleksi Adsorben
Adsorben yang digunakan pada tahap
seleksi adalah ampas sagu, kaolin, campuran
ampas sagu-kaolin, arang aktif dari ampas
sagu, dan arang aktif komersial sebagai
pembanding. Pengaruh perlakuan adsorben
tersebut terhadap warna minyak goreng,
kapasitas dan efisiensi adsorpsi ALB dapat
dilihat pada Gambar 4 dan 5.

adsorpsi paling besar ditunjukkan oleh
adsorben F (arang aktif dari ampas sagu).
Pada kondisi optimum tersebut diperoleh
kapasitas adsorpsi sebesar 135.85 mg/g dan
efisiensi adsorpsi sebesar 75.07%. Gambar 6
menunjukkan sejauh mana berbagai perlakuan
tersebut dapat menurunkan konsentrasi ALB
pada
minyak
goreng
bekas.
Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2,
3, dan 4.
2.5
2
1.5

% ALB

yang diperoleh dari hasil pembakaran bahanbahan karbon dengan menggunakan udara
terbatas. Pori-pori karbon yang dihasilkan dari
pembakaran ini masih tertutup hidrokarbon
dan senyawa organik lainnya. Oleh sebab itu,
dilakukan aktivasi dengan panas untuk
menghilangkan unsur hidrogen dan oksigen.

1
0.5

SYARAT MUTU SNI

0

Perlakuan

Awal A

B

C

D

E

F

Gambar 6 Kadar ALB hasil adsorpsi.

G

×102
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0

×102

A

B

0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0

Efisiensi adsorpsi (%)

Kapasitas adsorpsi (mg/g)

Gambar 4 Filtrat hasil adsorpsi ALB.

C

D
E
F
G
Perlakuan
Kapasitas Adsorpsi
Efisiensi adsorpsi

Gambar 5 Seleksi
perlakuan
adsorpsi ALB.

Keterangan :
A = Ampas sagu diaktivasi dengan H3PO4
30% selama 6 jam
B = Kaolin diaktivasi dengan pemanasan
750 oC selama 2 jam dan aktivasi dengan
H2SO4 30% dipanaskan pada suhu
+90 oC selama 6 jam
C = Komposit dari A dan B (25:75)
D = Komposit dari A dan B (50:50)
E = Komposit dari A dan B (75:25)
F = Arang aktif dari ampas sagu dengan
pemanasan 700 oC selama 1 jam
G = Arang aktif komersial dari batu bara

optimum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa
warna minyak goreng bekas diadsorpsi
dengan baik oleh adsorben B (kaolin
teraktivasi), tetapi kapasitas dan efisiensi

Adsorben campuran ampas sagu-kaolin,
tidak mengadsorpsi sebaik arang aktif ampas
sagu. Ini disebabkan bagian permukaan kristal
kaolinit mempunyai muatan negatif yang tetap
dan tidak bergantung pada pH (permanent
charge). Muatan negatif tersebut berasal dari

4

Arang aktif dari ampas sagu setelah diuji
daya adsorpsinya pada ALB, selanjutnya
dicirikan untuk melihat sejauh mana adsorben
tersebut dapat dijadikan bahan alternatif untuk
proses adsorpsi ALB. Data hasil pencirian
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Pencirian arang aktif dari ampas sagu
(SNI 06-3730-1995)a
No.
Uraian
Satuan Syarat
Hasil
1
Air
%
Maks.
6.47
15
2
Abu
%
Maks.
4.72
10
3
Bagian
Tidak
Tidak
yang tidak
terlihat terlihat
terarangkan
nyata
nyata
4
Daya serap mg/g
Min.
1227.18
iodin
750
5
Daya serap mg/g
Min.
161.75
biru
120
metilena
6
Lolos
Min.
95
ukuran
90
mesh 325
a

Prosedur dan data selengkapnya di Lampiran 5.

Kadar air menunjukkan kandungan air,
kadar abu menunjukkan kandungan mineral
dan zat organik pada arang aktif. Daya serap

Optimasi Adsorpsi Asam Lemak Bebas
pada Arang Aktif dari Ampas Sagu
Adsorben arang aktif dari ampas sagu
ditentukan kondisi optimum adsorpsinya
terhadap ALB pada minyak goreng bekas
dengan mengukur 2 parameter, yaitu bobot
adsorben dan waktu adsorpsi. Setelah itu,
jenis isoterm adsorpsinya ditentukan.
Bobot Adsorben
Bobot adsorben memengaruhi kapasitas
dan efisiensi adsorpsi ALB. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 7.
×102

×102

10.0

0.8

8.0

0.6

6.0

0.4

4.0

0.2

2.0
0.0

0.0
1.0000

3.0000

5.0000

Efisiensi adsorpsi (%)

Pencirian Arang Aktif dari Ampas Sagu

iodin memiliki korelasi dengan luas
permukaan, semakin besar angka iodin
semakin besar kemampuan mengadsorpsi
adsorbat dan zat terlarut (Subadra. 2005).
Daya serap biru metilena memiliki korelasi
terhadap ukuran pori arang aktif. Hasil
pencirian menunjukkan bahwa arang aktif dari
ampas sagu telah memenuhi syarat mutu yang
ditetapkan.

Kapasitas adsorpsi (mg/g)

substitusi atom dalam struktur kristal yang
tidak memengaruhi struktur kristal tersebut.
Misalnya, adanya atom Al yang bermuatan +3
menggantikan atom Si yang bermuatan +4
menyebabkan kerangka kaolinit kekurangan
muatan positif atau kelebihan muatan negatif
(Faruqi et al. 1967), sehingga akan diimbangi
oleh kation-kation pusat asam (H+) dari
H2SO4. Zat warna pada minyak goreng bekas
yang memiliki muatan akan menggantikan ion
H+ tersebut, maka akan timbul gaya tarikmenarik di permukaan adsorben yang
memudahkan adsorpsi warna pada minyak
goreng bekas. Pada ampas sagu teraktivasi,
ukuran pori yang dihasilkan kecil sehingga
luas permukaannya juga kecil sebab cara
aktivasinya tidak menggunakan panas. Pada
arang aktif ampas sagu, tidak ada kelebihan
atau kekurangan muatan dan ukuran pori yang
besar disebabkan oleh bahan mentahnya dan
cara aktivasinya yang menggunakan panas.
ALB merupakan molekul kecil tak bermuatan,
maka akan lebih mudah teradsorpsi oleh arang
aktif ampas sagu daripada kaolin teraktivasi
dan ampas sagu teraktivasi.

Bobot Adsorben (g)
Kapasitas adsorpsi
Efisiensi adsorpsi

Gambar 7 Pengaruh bobot adsorben pada
adsorpsi ALB.
Efisiensi adsorpsi meningkat dari 43.81%
menjadi 75.07% dengan variasi bobot dari 0.5
g sampai 5 g. Sebaliknya kapasitas adsorpsi
menurun dari 798.31 mg/g menjadi 135.85
mg/g. Saat bobot 0.5 g hampir seluruh
permukaan adsorben telah mengadsorpsi
adsorbat, sementara pada bobot 5 g masih
banyak tapak aktif adsorben yang belum
mengadsorpsi adsorbat. Data selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 6.
Kapasitas
adsorpsi
menunjukkan
banyaknya adsorbat yang diadsorpsi per
satuan bobot adsorben. Karena itu, nilainya
dipengaruhi oleh besarnya bobot adsorben.
Jika bobot adsorben dinaikkan, sedangkan
waktu adsorpsi dan konsentrasi adsorbat tetap,
peningkatan jumlah tapak aktif akan
meningkatkan penyebaran adsorbat, sehingga
per satuan bobot adsorben tidak secara penuh
mengadsorpsi adsorbat. Di sisi lain, efisiensi
adsorpsi menyatakan konsentrasi ALB yang

5

×102
0.60
0.55
0.50
0.45
0.40
0.35
0.30

10.0
9.5
9.0
8.5
8.0
7.5
7.0
6.5
6.0
15

Efisiensi adsorpsi (%)

Kapasitas adsorpsi (mg/g)

×102

45
60
75
90
Waktu (menit)
Kapasitas Adsorpsi
Efisiensi adsorpsi

40
c/(x/m) (g/L)

Waktu Adsorpsi
Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas
dan efisiensi adsorpsi ALB dapat dilihat pada
Gambar 8. Waktu kontak merupakan salah
satu faktor yang memengaruhi laju dan
besarnya adsorpsi. Proses adsorpsi ditentukan
berdasarkan kapasitas dan persentase efisiensi
adsorpsinya selama kisaran waktu tertentu.

isoterm adsorpsi Freundlich dilakukan dengan
membuat kurva hubungan log x/m terhadap
log c. Isoterm adsorpsi ALB dapat dilihat
pada Gambar 9. Data selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 8-11.
30
20
y = -0.0007x + 36.902
r² = 0.6043

10
0
0

5000

10000
15000
c (mg/L)

20000

(a)
3
log x/m

diadsorpsi oleh adsorben. Karena itu, nilainya
hanya ditentukan oleh perubahan konsentrasi
ALB setelah diadsorpsi. Semakin banyak
adsorben yang digunakan, semakin banyak
ALB yang diadsorpsi. Hal ini memperkuat
penelitian Victoria (2009) yang menyatakan
bahwa penambahan bobot adsorben akan
menurunkan
kapasitas
adsorpsi
dan
meningkatkan efisiensi adsorpsi.

2
y = 1.190x - 2.224
r² = 0.9773

1
0
3.4

3.6

3.8

4

4.2

4.4

log c

(b)
Gambar 9 Isoterm Langmuir (a) dan
Freundlich (b) adsorpsi ALB.

30

Gambar 8 Pengaruh waktu adsorpsi ALB.
Waktu kontak
yang lebih
lama
memungkinkan proses difusi dan penempelan
molekul adsorbat berlangsung lebih baik
(Wijaya 2008). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kapasitas dan efisiensi adsorpsi naik
seiring dengan bertambahnya waktu kontak,
selanjutnya cenderung stabil. Waktu optimum
adsorpsi yang diperoleh adalah 60 menit
dengan kapasitas adsorpsi sebesar 908.91
mg/g. Artinya untuk setiap 1 g adsorben
mampu mengadsorpsi 908.91 mg adsorbat.
Efisiensi adsorpsinya sebesar 50.51%. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Model isoterm adsorpsi yang sesuai untuk
arang aktif dari ampas sagu dapat diketahui
dengan melihat koefisien determinasi (r2)
yang terbesar. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa adsorpsi ALB mengikuti tipe isoterm
Freundlich.
Freundlich
mengasumsikan
bahwa adsorpsi yang melibatkan fase padatcair berlangsung secara fisisorpsi. Dalam
fisisorpsi, ikatan adsorbat dengan adsorben
bersifat lemah karena hanya melibatkan
interaksi van der Waals. Mekanisme adsorpsi
ALB terjadi melalui gaya tarik-menarik
antarmolekul antara adsorben dan ALB dalam
minyak goreng bekas.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan
kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat
dalam fluida dan pada permukaan adsorben
pada suhu tetap. Tipe isoterm Freundlich dan
Langmuir pada umumnya dianut oleh adsorpsi
fase padat-cair (Atkins 1999). Tipe isoterm
adsorpsi dapat digunakan untuk mengetahui
mekanisme adsorpsi ALB oleh arang aktif
dari ampas sagu. Isoterm adsorpsi Langmuir
dilakukan dengan cara membuat kurva
hubungan c/(x/m) terhadap c, sedangkan

Limbah padat sagu terbukti memiliki
prospek untuk digunakan sebagai adsorben
ALB pada minyak goreng bekas. Kadar ALB
menurun walaupun belum memenuhi syarat
mutu yang ditetapkan. Perlakuan terbaik
adalah dengan mengolahnya menjadi arang
aktif yang terbukti telah memenuhi syarat
mutu arang aktif yang ditetapkan. Kondisi
terbaik adalah dengan bobot 0.5 g pada waktu
60 menit. Mekanisme adsorpsi ALB
mengikuti model isoterm Freundlich.

6

×102
0.60
0.55
0.50
0.45
0.40
0.35
0.30

10.0
9.5
9.0
8.5
8.0
7.5
7.0
6.5
6.0
15

Efisiensi adsorpsi (%)

Kapasitas adsorpsi (mg/g)

×102

45
60
75
90
Waktu (menit)
Kapasitas Adsorpsi
Efisiensi adsorpsi

40
c/(x/m) (g/L)

Waktu Adsorpsi
Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas
dan efisiensi adsorpsi ALB dapat dilihat pada
Gambar 8. Waktu kontak merupakan salah
satu faktor yang memengaruhi laju dan
besarnya adsorpsi. Proses adsorpsi ditentukan
berdasarkan kapasitas dan persentase efisiensi
adsorpsinya selama kisaran waktu tertentu.

isoterm adsorpsi Freundlich dilakukan dengan
membuat kurva hubungan log x/m terhadap
log c. Isoterm adsorpsi ALB dapat dilihat
pada Gambar 9. Data selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 8-11.
30
20
y = -0.0007x + 36.902
r² = 0.6043

10
0
0

5000

10000
15000
c (mg/L)

20000

(a)
3
log x/m

diadsorpsi oleh adsorben. Karena itu, nilainya
hanya ditentukan oleh perubahan konsentrasi
ALB setelah diadsorpsi. Semakin banyak
adsorben yang digunakan, semakin banyak
ALB yang diadsorpsi. Hal ini memperkuat
penelitian Victoria (2009) yang menyatakan
bahwa penambahan bobot adsorben akan
menurunkan
kapasitas
adsorpsi
dan
meningkatkan efisiensi adsorpsi.

2
y = 1.190x - 2.224
r² = 0.9773

1
0
3.4

3.6

3.8

4

4.2

4.4

log c

(b)
Gambar 9 Isoterm Langmuir (a) dan
Freundlich (b) adsorpsi ALB.

30

Gambar 8 Pengaruh waktu adsorpsi ALB.
Waktu kontak
yang lebih
lama
memungkinkan proses difusi dan penempelan
molekul adsorbat berlangsung lebih baik
(Wijaya 2008). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kapasitas dan efisiensi adsorpsi naik
seiring dengan bertambahnya waktu kontak,
selanjutnya cenderung stabil. Waktu optimum
adsorpsi yang diperoleh adalah 60 menit
dengan kapasitas adsorpsi sebesar 908.91
mg/g. Artinya untuk setiap 1 g adsorben
mampu mengadsorpsi 908.91 mg adsorbat.
Efisiensi adsorpsinya sebesar 50.51%. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Model isoterm adsorpsi yang sesuai untuk
arang aktif dari ampas sagu dapat diketahui
dengan melihat koefisien determinasi (r2)
yang terbesar. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa adsorpsi ALB mengikuti tipe isoterm
Freundlich.
Freundlich
mengasumsikan
bahwa adsorpsi yang melibatkan fase padatcair berlangsung secara fisisorpsi. Dalam
fisisorpsi, ikatan adsorbat dengan adsorben
bersifat lemah karena hanya melibatkan
interaksi van der Waals. Mekanisme adsorpsi
ALB terjadi melalui gaya tarik-menarik
antarmolekul antara adsorben dan ALB dalam
minyak goreng bekas.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan
kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat
dalam fluida dan pada permukaan adsorben
pada suhu tetap. Tipe isoterm Freundlich dan
Langmuir pada umumnya dianut oleh adsorpsi
fase padat-cair (Atkins 1999). Tipe isoterm
adsorpsi dapat digunakan untuk mengetahui
mekanisme adsorpsi ALB oleh arang aktif
dari ampas sagu. Isoterm adsorpsi Langmuir
dilakukan dengan cara membuat kurva
hubungan c/(x/m) terhadap c, sedangkan

Limbah padat sagu terbukti memiliki
prospek untuk digunakan sebagai adsorben
ALB pada minyak goreng bekas. Kadar ALB
menurun walaupun belum memenuhi syarat
mutu yang ditetapkan. Perlakuan terbaik
adalah dengan mengolahnya menjadi arang
aktif yang terbukti telah memenuhi syarat
mutu arang aktif yang ditetapkan. Kondisi
terbaik adalah dengan bobot 0.5 g pada waktu
60 menit. Mekanisme adsorpsi ALB
mengikuti model isoterm Freundlich.

6

Saran
Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan
adalah membuat adsorben dari campuran
arang aktif dari ampas sagu dengan kaolin.
Adsorben
ini
diharapkan
mampu
mengadsorpsi ALB lebih baik, sekaligus
mengadsorpsi warna dari minyak goreng
bekas.

DAFTAR PUSTAKA
Atkins PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 1.
Kartohadiprojo I, penerjemah; Rohhadyan
T, Hadiyana K, editor. Jakarta: Erlangga.
Terjemahan dari: Physical Chemistry.
[BPBPI] Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia. 2007. Tanaman
Sagu Sebagai Sumber Energi Alternatif.
Bogor:
Warta
Penelitian
dan
Pengembangan Pertanian.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1995.
Arang Aktif Teknis. Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06-3730-1995. Jakarta:
BSN.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998.
Cara Uji Minyak dan Lemak. Standar
Nasional Indonesia (SNI) 01-3555-1998.
Jakarta: BSN.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002.
Minyak Goreng. Standar Nasional
Indonesia (SNI) 01-3741-2002 Jakarta:
BSN.
Buchori L, Widayat. 2009. Pembuatan
biodiesel dari minyak goreng bekas
dengan proses catalytic cracking. Di
dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknik
Kimia Indonesia; Bandung, 19-20 Okt
2009. Semarang: Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Chen B, Evans JRG. 2005. Thermoplastic
starch-clay nanocomposites and their
characteristics. Carbohydr Polym 6:455463.
Faruqi FA, Okuda S, Williamson WO. 1967.
Chemisorption of methylene blue by
kaolinite. Clay Minerals 7: 19-31.

Ferry J. 2002. Pembuatan arang aktif dari
serbuk gergajian kayu sebagai bioadsorben
pada pemurnian minyak goreng bekas
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Ketaren S. 1986a. Pengantar Teknologi
Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Pr.
Ketaren S. 1986b. Minyak dan Lemak. Bogor:
IPB Pr.
Melisya N. 2009. Adsorpsi asam lemak
bebas minyak goreng bekas menggunakan
adsorben limbah padat tapioka [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor.
Muhdarina, Linggawati A. 2003. Pilarisasi
kaolinit alam untuk meningkatkan
kapasitas tukar kation. J Natur Indones
6:20-23.
Nurdin. 1995. Pemanfaatan Ampas Sagu
sebagai Substrat Pembuatan Ampas
Protein Tunggal. Laporan Penelitian
FKIP. Kendari: Universitas Haluoleo.
Prasetyo BH, Adiningsih JS, Subagyono K,
Simanungkalit RDM. 2001. Mineralogi,
Kimia, Fisika, dan Biologi Tanah Sawah.
http://www.tekmira.esdm.go.id [9 Nov
2010]
Purwaningsih H. 2002. Pembuatan alumina
dari kaolin dan studi katalisis heterogen
untuk sintesis vanili dari eugenol minyak
gagang cengkeh [tesis]. Depok: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia.
Romaria. 2008. Karakterisasi fisiko kimia
minyak goreng pada proses penggorengan
berulang dan umur simpan kacang salut
yang dihasilkan [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Sawarni. 1989. Pengaruh jenis bahan baku,
suhu dan waktu aktivasi terhadap mutu
dan rendemen karbon aktif hasil aktivasi
“steam” [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.

7

ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS MENGGUNAKAN
ADSORBEN BERBASIS LIMBAH PADAT SAGU

SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Saran
Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan
adalah membuat adsorben dari campuran
arang aktif dari ampas sagu dengan kaolin.
Adsorben
ini
diharapkan
mampu
mengadsorpsi ALB lebih baik, sekaligus
mengadsorpsi warna dari minyak goreng
bekas.

DAFTAR PUSTAKA
Atkins PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 1.
Kartohadiprojo I, penerjemah; Rohhadyan
T, Hadiyana K, editor. Jakarta: Erlangga.
Terjemahan dari: Physical Chemistry.
[BPBPI] Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia. 2007. Tanaman
Sagu Sebagai Sumber Energi Alternatif.
Bogor:
Warta
Penelitian
dan
Pengembangan Pertanian.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1995.
Arang Aktif Teknis. Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06-3730-1995. Jakarta:
BSN.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998.
Cara Uji Minyak dan Lemak. Standar
Nasional Indonesia (SNI) 01-3555-1998.
Jakarta: BSN.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002.
Minyak Goreng. Standar Nasional
Indonesia (SNI) 01-3741-2002 Jakarta:
BSN.
Buchori L, Widayat. 2009. Pembuatan
biodiesel dari minyak goreng bekas
dengan proses catalytic cracking. Di
dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknik
Kimia Indonesia; Bandung, 19-20 Okt
2009. Semarang: Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Chen B, Evans JRG. 2005. Thermoplastic
starch-clay nanocomposites and their
characteristics. Carbohydr Polym 6:455463.
Faruqi FA, Okuda S, Williamson WO. 1967.
Chemisorption of methylene blue by
kaolinite. Clay Minerals 7: 19-31.

Ferry J. 2002. Pembuatan arang aktif dari
serbuk gergajian kayu sebagai bioadsorben
pada pemurnian minyak goreng bekas
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Ketaren S. 1986a. Pengantar Teknologi
Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Pr.
Ketaren S. 1986b. Minyak dan Lemak. Bogor:
IPB Pr.
Melisya N. 2009. Adsorpsi asam lemak
bebas minyak goreng bekas menggunakan
adsorben limbah padat tapioka [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor.
Muhdarina, Linggawati A. 2003. Pilarisasi
kaolinit alam untuk meningkatkan
kapasitas tukar kation. J Natur Indones
6:20-23.
Nurdin. 1995. Pemanfaatan Ampas Sagu
sebagai Substrat Pembuatan Ampas
Protein Tunggal. Laporan Penelitian
FKIP. Kendari: Universitas Haluoleo.
Prasetyo BH, Adiningsih JS, Subagyono K,
Simanungkalit RDM. 2001. Mineralogi,
Kimia, Fisika, dan Biologi Tanah Sawah.
http://www.tekmira.esdm.go.id [9 Nov
2010]
Purwaningsih H. 2002. Pembuatan alumina
dari kaolin dan studi katalisis heterogen
untuk sintesis vanili dari eugenol minyak
gagang cengkeh [tesis]. Depok: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia.
Romaria. 2008. Karakterisasi fisiko kimia
minyak goreng pada proses penggorengan
berulang dan umur simpan kacang salut
yang dihasilkan [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Sawarni. 1989. Pengaruh jenis bahan baku,
suhu dan waktu aktivasi terhadap mutu
dan rendemen karbon aktif hasil aktivasi
“steam” [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.

7

Subadra. 2005. Pembuatan karbon aktif dari
tempurung kelapa dengan aktivator
(NH4)HCO3 sebagai adsorben untuk
pemurnian virgin coconut oil (VCO)
[skripsi].
Yogyakarta:
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Gadjah Mada.
Tambun R. 2006. Teknologi Oleokimia.
Medan: USU Digital Library.
Victoria. 2009. Adsorpsi asam lemak bebas
dan zat warna menggunakan campuran
kaolin-limbah padat tapioka [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.

Widayat, Suherman, Haryani K. 2006.
Optimasi proses adsorbsi minyak goreng
bekas dengan adsorben. J Teknik Gelagar
17:77-82.
Wijaya H. 2008. Penggunaan tanah laterit
sebagai media adsorpsi untuk menurunkan
kadar chemical oxygen demand (COD)
pada pengolahan limbah cair di Rumah
Sakit Baktiningsih Klepu [skripsi].
Yogyakarta: Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.
Wulyoadi, Sasmito, Kaseno. 2004. Pemurnian
minyak goreng bekas menggunakan filter
membran. Di dalam: Prosiding Seminar
Nasional Rekayasa Kimia dan Proses;
Semarang 9-10 Okt 2001. Balai
Pengkajian Bioteknologi BPPT. hlm 14114216.

8

ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS MENGGUNAKAN
ADSORBEN BERBASIS LIMBAH PADAT SAGU

SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN. Adsorpsi Asam Lemak Bebas Menggunakan
Adsorben Berbasis Limbah Padat Sagu. Dibimbing oleh HENNY
PURWANINGSIH dan KOMAR SUTRIAH.
Adsorpsi asam lemak bebas (ALB) dari minyak goreng bekas telah diteliti,
menggunakan adsorben berbasis limbah padat pertanian dan mineral liat, dalam
hal ini limbah padat sagu dan kaolin. Perlakuan asam dilakukan pada kedua
adsorben untuk meningkatkan kemampuan adsorpsinya. Limbah padat sagu juga
dipelajari sebagai salah satu alternatif sumber karbon untuk menghasilkan karbon
aktif. Karbon aktif komersial dari batubara digunakan sebagai standar
pembanding. Hasil menunjukkan karbon aktif dari limbah padat sagu merupakan
adsorben yang berpotensi mengadsorpsi ALB. Kapasitas dan efisiensi adsorpsinya
masing-masing adalah 135.85 mg/g dan 75.07%, serta kondisi optimum pada 0.5
g adsorben dengan waktu adsorpsi 60 menit. Adsorpsi karbon aktif dari limbah
padat sagu sesuai dengan tipe isoterm Freundlich.

ABSTRACT
SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN. Free Fatty Acid (FFA) Adsorption Using
Sago-Solid Waste Based Adsorbent. Supervised by HENNY PURWANINGSIH
and KOMAR SUTRIAH.
Adsorption of free fatty acid (FFA) from used frying oil was studied, using
agricultural solid waste based adsorbent and clay mineral, in this case sago solid
waste and kaolin. Acid treatment were carried out for both adsorbents to improve
their adsorptivities. Sago solid waste was also studied as an alternative carbon
source to produce activated carbon. Commercial activated carbon from coal was
used as standard for comparison. The result showed that activated carbon from
sago solid waste was potential FFA adsorbent. Its adsorption capacity an
adsorption efficiency were 135.85 mg/g and 75.07%, respectively, and the
optimum condition was 0.5 g adsorbent with adsorption time of 60 minutes.
Activated carbon from sago solid waste adsorption was fit with Freundlich
isotherm.

ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS MENGGUNAKAN
ADSORBEN BERBASIS LIMBAH PADAT SAGU

SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul

: Adsorpsi Asam Lemak Bebas menggunakan Adsorben Berbasis
Limbah Padat Sagu
: Shidiq Patria Kurniawan
: G44086015

Nama
NIM

Menyetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Henny Purwaningsih, S.Si, M.Si.
NIP 19741201 200501 2 001

Drs. Komar Sutriah, M.S.
NIP 19630705 199103 1 004

Mengetahui
Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S.
NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah
ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei sampai
November 2010 di Laboratorium Kimia Fisik, Departemen Kimia FMIPA IPB,
dan Laboratorium Terpadu, IPB. Karya ilmiah yang berjudul Adsorpsi Asam
Lemak Bebas Menggunakan Adsorben Berbasis Limbah Padat Sagu ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada
Departemen Kimia FMIPA IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Henny Purwaningsih, S.Si,
M.Si. selaku pembimbing pertama dan Bapak Drs. Komar Sutriah, M.S. selaku
pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, saran, dan dorongan selama
pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih
penulis berikan kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan kakak-kakakku yang
selalu memberikan semangat, doa, dan kasih sayang. Terima kasih juga kepada
Bapak Nano, Ibu Ai, Bapak Ismail atas fasilitas dan bantuan yang diberikan
selama penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman
Laboratorium Terpadu IPB, teman-teman Kimia angkatan 42 dan 43, serta temanteman Ekstensi Kimia angkatan 2007 dan 2008 yang turut membantu,
memberikan semangat dan dukungannya dalam penyusunan karya ilmiah.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Januari 2011
Shidiq Patria Kurniawan

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 18 Desember 1986 sebagai anak
ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Purtedjo Adipramono dan Warsini.
Tahun 2004, penulis lulus dari SMU Negeri 2 Cimahi dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) pada Program Studi D3 Analisis Kimia, Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Tahun 2007, penulis
mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di PT Novell Pharmaceutical Laboratories,
Gunung Putri, Bogor dan menyelesaikan laporan akhir dengan judul Validasi
Metode Analisis Sediaan Ranitidine Injeksi Secara Spektrofotometri. Tahun 2008,
penulis lulus seleksi ujian masuk program penyelenggaraan khusus Sarjana Kimia
IPB. Tahun 2010, penulis melakukan penelitian di Laboratorium Kimia Fisik dan
Laboratorium Terpadu IPB.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi
PENDAHULUAN ..............................................................................................

1

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan ........................................................................................
Metode Penelitian ...................................................................................

2
2

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivasi Ampas Sagu, Kaolin, dan Arang Aktif dari Ampas Sagu ........
Seleksi Adsorben.....................................................................................
Pencirian Arang Aktif dari Ampas Sagu.................................................
Optimasi Adsorpsi Asam Lemak Bebas pada Arang Aktif dari Ampas
Sagu ........................................................................................................
Isoterm Adsorpsi .....................................................................................

3
4
5
5
6

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .................................................................................................
Saran........................................................................................................

6
7

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

7

LAMPIRAN ........................................................................................................

9

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Limbah padat sagu..........................................................................................
Struktur kaolin ................................................................................................
Skema interaksi proton dengan struktur kaolin ..............................................
Filtrat hasil adsorpsi ALB ..............................................................................
Seleksi perlakuan optimum adsorpsi ALB .....................................................
Kadar ALB hasil adsorpsi ..............................................................................
Pengaruh bobot adsorben pada adsorpsi ALB ...............................................
Pengaruh waktu adsorpsi ALB .......................................................................
Isoterm Langmuir dan Freundlich adsorpsi ALB...........................................

1
1
4
4
4
4
5
6
6

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ...................................................................................
2 Kadar ALB minyak goreng baru ....................................................................
3 Kadar ALB minyak goreng bekas ..................................................................
4 Data optimasi perlakuan pembuatan adsorben ...............................................
5 Data pencirian arang aktif dari ampas sagu....................................................
6 Data optimasi bobot adsorben arang aktif dari ampas sagu ...........................
7 Data optimasi waktu adsorben arang aktif dari ampas sagu ..........................
8 Data kadar ALB sebelum diadsorpsi ...............................................