Efektifitas Limbah Padat Tepung Tapioka Sebagai Karbon Aktif pada Saringan dalam Menurunkan Kadar Kadmium (Cd) pada Air Sumur Gali Masyarakat Desa Namo Bintang Tahun 2012

(1)

EFEKTIFITAS LIMBAH PADAT TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI KARBON AKTIF PADA SARINGAN DALAM MENURUNKAN KADAR KADMIUM

(Cd) PADA AIR SUMUR GALI MASYARAKAT DESA NAMO BINTANG TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 081000070 RIZKY IMAN PERDANA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

EFEKTIFITAS LIMBAH PADAT TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI KARBON AKTIF PADA SARINGAN DALAM MENURUNKAN KADAR KADMIUM

(Cd) PADA AIR SUMUR GALI MASYARAKAT DESA NAMO BINTANG TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 081000070 RIZKY IMAN PERDANA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

(4)

ABSTRAK

Masyarakat di Desa Namo Bintang menggunakan air sumur yang mengandung kadar Cd yang melebihi baku mutu akibat pencemaran air tanah oleh TPA, sehingga diperlukan adanya suatu metode untuk menurunkan kadar Cd pada air sumur di desa tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar Cd pada air sumur dan efektivitas penurunan kadar Cd menggunakan saringan pasir yang menggunakan karbon aktif limbah padat tapioka pada air sumur tersebut.

Jenis penelitian ini adalah Quasi Experiment dengan rancangan penelitian

Pre and Post Test Design. Yang menjadi objek penelitian adalah air sumur di desa tersebut dengan perlakuan menggunakan saringan pasir menggunakan karbon aktif limbah padat tapioka dengan ketebalan pasir 40 cm, 50 cm, 60 cm dan 70 cm dalam menurunkan kadar Cd pada air sumur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase penurunan kadar Cd setelah melewati saringan pasir cepat yang tidak menggunakan karbon aktif (kontrol) sebesar 78,2%, menggunakan karbon aktif dengan ketebalan 40 cm, 50 cm, 60 cm, dan 70 cm berturut-turut sebesar 86,7%, 87,5%, 92,5%, 91,9%. Hasil uji Anova One Way menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna pada berbagai perlakuan terhadap penurunan kadar Cd. Hasil uji Bonferroni menunjukkan bahwa saringan pasir menggunakan karbon aktif limbah padat tapioka dengan ketebalan 40 cm paling efektif untuk menurunkan kadar Cd pada air sumur di desa tersebut.

Dengan demikian bagi masyarakat di Desa Namo Bintang diharapkan agar saringan pasir menggunakan karbon aktif limbah padat tapioka dengan ketebalan 40 cm untuk menurunkan kadar Cd pada air dalam pengolahan air yang bersih.

Kata kunci : Air Sumur, Saringan Pasir, Karbon Aktif Limbah Padat Tapioka, Kadar Cd


(5)

ABSTRACT

Society in Desa Namo Bintang using water wells that contains high levels of Cd that exceeded the quality standard, so that necessary is existence of a method to reduce levels of Cd in water wells in the village.

This study aimed to know determine levels of Cd in water wells and effectiveness of decreasing Cd using a sand filter with activated carbon of tapioca solid waste in the water wells.

The type of this research is Quasi Experiment with the Pre and Post Test Design as study design. Object of this research is the water wells in villages, with treatment using sand filters use activated carbon with several thickness of tapioca solid waste sand are 40cm, 50cm, 60cm and 70cm to reduce levels of Cd in water wells.

The results showed that the percentage of Cd levels decrease after passing through quick sand filters is not using active carbon (control) of 78.2%, using activated carbon with thickness of 40 cm, 50 cm, 60 cm and 70 cm respectively for 86, 7%, 87.5%, 92.5%, 91.9%. The test results of One Way ANOVA showed there were significant differences in the treatment of various Cd levels decrease. The test results of Bonferroni indicates that the sand filter use activated carbon of tapioca solid waste with a thickness of 40cm is the most effective way to reduce levels of Cd in water wells in the village.

Thus for the people in the Namo Bintang village expected to use the sand filters with activated carbon of tapioca solid waste by 40cm thickness to reduce levels of Cd in the water to processing the clean water.

Keywords: Water Wells, Sand Filter, Activated Carbon of Tapioca Solid Waste, Cd Levels.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : RIZKY IMAN PERDANA

Tempat/ Tanggal Lahir : Langsa, 4 April 1990

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Bersaudara : 4 orang

Alamat Rumah : Komp. BTN Asamera No. 114 - Langsa

Riwayat Pendidikan

Tahun 1996-2002 : SD Negeri 1 Langsa

Tahun 2002-2005 : MTs Ulumul Qur’an Langsa Tahun 2005-2008 : SMA Negeri 1 Langsa


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Efektifitas Limbah Padat Tepung Tapioka Sebagai Karbon Aktif pada Saringan dalam Menurunkan Kadar Kadmium (Cd) pada Air Sumur Gali Masyarakat Desa Namo Bintang Tahun 2012” yang merupakan hasilkarya penulis atas ilmu yang didapatkan selama ini. Besar harapan penulis skripsi ini dapat dimanfaatkan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Dalam proses pembuatan skripsi ini telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. dr. Taufik Ashar, MKM dan dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing penulismulai dari awal sampai berakhirnya pembuatan skripsi agar skripsi ini sesuai dengan yang diharapkan.

2. Ir. Indra Chahaya, M.Si dan Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Dosen Penguji yang banyak memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik.

3. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

5. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku Dosen Penasehat Akademik yang selalu memberikan semangat dan motivasi selama menjalani perkuliahan di FKM USU.

6. Dian Afriyanti, A.Md, selaku pegawai Departemen Kesehatan Lingkungan. 7. Para dosen dan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

8. Agus Gunawan dan Yusmiati, S.Pd yaitu Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan dukungan moral dan material, nasihat,semangat dan doa dalam menjalani dan akhirnya dapat menyelesaikan pendidikan ini.

9. Echa Putri Nesia, Chicha Rizka Gunawan dan Chichi Rizka Gunawan yaitu Kakak dan Adik penulis yang selalu memberi motivasi dan semangat kepada penulis selama menjalani pendidikan ini.

10.Teman dekatku Shelly Midesia yang telah memberikan dukungan, do’a, semangat, motivasi dan membantu mencari buku-buku referensi, jurnal-jurnal, dan artikel-artikel yang relevan dalam penulisan skripsi ini.

11.Teman-teman kuliah Rudi, Wito, Rahas, Vonny, Annisa, Fiesta, Nila, Vitry, Sinta, Cut Saura, Cut Nahri, Henny, Kisti, serta teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas motivasi yang selama ini kalian berikan.

12.Teman-teman seorganisasi (HMI) Azhary, Hilma, Nina, Titan, Novika, Budi, Dani, Joel, Winda, Habidah, Oji, serta teman-teman lainnya yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini.


(9)

13.Sahabatku Ichwalsyah, Aditya Ristanto, Muhammad Azandi, Irham Teguh, Ichsan Ifaldy, Fauzi Moriza, dll yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14.Teman-teman yang di peminatan KESLING, teman PBL, LKP dan teman satu kampus yang selalu ada untuk memberikan bantuan dan saran.

15.Teman-teman IMAKEL senasib dan seperjuangan atas kegiatan yang dilakukan bersama.

16.Teman-teman SMA dan SMP yang selalu meluangkan waktu untuk sekedar bertukar pikiran dan dukungan untuk menyelesaikan pendidikan ini.

17.Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan untuk kelancaran pembuatan skripsi penulis, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Medan, Juli 2012


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Siklus Hidrologi ... 8

2.2. Pengertian Air Bersih ... 9

2.3. Sumber Air ... 9

2.3.1. Air Laut ... 9

2.3.2. Air Angkasa ... 9

2.3.3. Air Permukaan ... 10

2.3.4. Air Tanah ... 11

2.4. Persyaratan Air Bersih dan Air Minum ... 12

2.4.1. Parameter Fisika ... 12

2.4.2. Parameter Radioaktif ... 14

2.4.3. Parameter Mikrobiologi ... 14

2.4.4. Parameter Kimiawi ... 14

2.4.4.1. Sumber Cadmium, Sifat dan Penggunaannya ... 17

2.4.4.2. Pencemaran Cd dalam Lingkungan dan Dampaknya ... 18

2.4.4.3. Metabolisme Kadmium dalam Tubuh ... 20

2.4.4.4. Absorbsi, Distribusi, Eksresi Kadmium dalam Tubuh ... 22

2.4.2.5. Efek Toksik Logam Kadmium (Cd) ... 24

2.5. Pengolahan Air Untuk Menurunkan Kadar Cd Melalui Proses Adsorpsi ... 26

2.6. Limbah Padat Tepung Tapioka sebagai Karbon Aktif ... 31

2.7. Pengolahan Air dengan Menggunakan Saringan (Filtrasi) ... 33


(11)

2.7.2. Saringan Pasir Cepat ... 35

2.7.3. Jenis-jenisMedia Penyaring ... 36

2.8. Filter Menggunakan Karbon Aktif Limbah Padat Tepung ... 40

2.9. Kerangka Konsep ... 42

2.10. Hipotesis Penelitian ... 43

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 44

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 44

3.3.1. Data Primer ... 44

3.3.2. Data Sekunder ... 45

3.4. Objek Penelitian dan Sampel ... 45

3.4.1. Objek Penelitian ... 45

3.4.2. Sampel ... 45

3.5. Pelaksanaan Penelitian ... 45

3.5.1. Proses Pembuatan Karbon Aktif ... 46

3.5.2. Bahan dan Peralatan Pembuatan Saringan Pasir Menggunakan Karbon Aktif ... 47

3.5.3. Cara Perakitan Saringan Karbon Aktif ... 47

3.5.4. Cara Kerja ... 48

3.5.5. Cara Pengambilan Sampel ... 49

3.5.6. Metode Pemeriksaan Sampel ... 49

3.5.6.1 Alat dan Bahan ... 49

3.5.6.2 Persiapan Sampel ... 50

3.5.6.3 Pembuatan Larutan Baku Kadmium ... 51

3.5.6.4 Prosedur Analisa dan Pengoperasian Inductively Couple Plasma ... 51

3.6. Defenisi Operasional ... 52

3.7. Analisa Data ... 54

3.7.1. Uji Kolmogorov-Smirnov ... 54

3.7.2. Uji Levene ... 55

3.7.3. Uji T Dependent (Paired T Test) ... 55

3.7.4. Uji Anova One Way ... 56

3.7.5. Uji Bonferroni ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN... 58

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 58

4.2. Hasil Penelitian... 59

4.3. Analisa Statistik ... 61

4.3.1. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov ... 61

4.3.2. Hasil Uji T Dependent ... 61

4.3.3. Hasil Uji Levene ... 62

4.3.4. Hasil Uji Anova One Way ... 62


(12)

BAB V PEMBAHASAN ... 66

5.1. Hasil Pemeriksaan Kadar Kadmium (Cd) pada Air Sumur Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu ... 66

5.2. Pengaruh Limbah Padat Tapioka Sebagai Karbon Aktif dalam Berbagai Ketebalan pada Saringan Pasir Terhadap Kadar Kadmium (Cd) pada Air Sumur... 68

5.3. Pengujian Saringan Pasir Menggunakan Karbon Aktif Limbah Padat Tapioka yang Paling Efektif dalam Menurunkan Kadar Kadmium (Cd) pada Air Sumur... 71

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

6.1. Kesimpulan ... 73

6.2. Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persyaratan Kualitas Kimia Air Bersih ... 16 Tabel 2.2 Persentase Cd yang Masuk ke Badan Air ……... 19 Tabel 2.3 Komposisi Kimia Limbah Padat Tapioka ... 32 Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Kadmium pada Air Sumur Setelah

Melewati Saringan Pasir Tanpa dan dengan Karbon Aktif ... 60 Tabel 4.2 Hasil Uji T Dependent Kadar Kadmium pada Air Sumur Sebelum

dan Setelah Melewati Saringan Pasir tanpa dan dengan Karbon

Aktif Limbah Padat Tepung Tapioka ... 61 Tabel 4.3 Hasil Uji Anova One Way Rata-Rata Penurunan Kadar Kadmium

(Cd) Setelah Melewati Saringan Pasir yang Ditambahkan karbon Aktif Limbah Padat Tapioka pada Berbagai Ketebalan ... 62 Tabel 4.4 Hasil Uji Bonferroni Kadar Kadmium (Cd) Setelah Melewati

Sarinagan Pasir yang Ditambahkan Karbon Aktif Limbah Padat Tapioka pada Berbagai Ketebalan ... 64


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Sketsa Saringan Pasir Karbon Aktif Limbah Padat Tepung Tapioka Lampiran 2 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416 Tahun 1990 tentang

Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air

Lampiran 3 Master Data dan Output Manajemen Data Menggunakan SPSS

Lampiran 4 Surat Keterangan Izin Penelitian dari Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL &PPM) Medan

Lampiran 5 Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian dari Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL &PPM) Medan

Lampiran 6 Hasil Analisa Kandungan Kadmium (Cd) Setelah dan Sebelum Melewati Saringan Karbon Aktif Limbah Padat Tapioka pada air sumur masyarakat Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang


(15)

ABSTRAK

Masyarakat di Desa Namo Bintang menggunakan air sumur yang mengandung kadar Cd yang melebihi baku mutu akibat pencemaran air tanah oleh TPA, sehingga diperlukan adanya suatu metode untuk menurunkan kadar Cd pada air sumur di desa tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar Cd pada air sumur dan efektivitas penurunan kadar Cd menggunakan saringan pasir yang menggunakan karbon aktif limbah padat tapioka pada air sumur tersebut.

Jenis penelitian ini adalah Quasi Experiment dengan rancangan penelitian

Pre and Post Test Design. Yang menjadi objek penelitian adalah air sumur di desa tersebut dengan perlakuan menggunakan saringan pasir menggunakan karbon aktif limbah padat tapioka dengan ketebalan pasir 40 cm, 50 cm, 60 cm dan 70 cm dalam menurunkan kadar Cd pada air sumur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase penurunan kadar Cd setelah melewati saringan pasir cepat yang tidak menggunakan karbon aktif (kontrol) sebesar 78,2%, menggunakan karbon aktif dengan ketebalan 40 cm, 50 cm, 60 cm, dan 70 cm berturut-turut sebesar 86,7%, 87,5%, 92,5%, 91,9%. Hasil uji Anova One Way menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna pada berbagai perlakuan terhadap penurunan kadar Cd. Hasil uji Bonferroni menunjukkan bahwa saringan pasir menggunakan karbon aktif limbah padat tapioka dengan ketebalan 40 cm paling efektif untuk menurunkan kadar Cd pada air sumur di desa tersebut.

Dengan demikian bagi masyarakat di Desa Namo Bintang diharapkan agar saringan pasir menggunakan karbon aktif limbah padat tapioka dengan ketebalan 40 cm untuk menurunkan kadar Cd pada air dalam pengolahan air yang bersih.

Kata kunci : Air Sumur, Saringan Pasir, Karbon Aktif Limbah Padat Tapioka, Kadar Cd


(16)

ABSTRACT

Society in Desa Namo Bintang using water wells that contains high levels of Cd that exceeded the quality standard, so that necessary is existence of a method to reduce levels of Cd in water wells in the village.

This study aimed to know determine levels of Cd in water wells and effectiveness of decreasing Cd using a sand filter with activated carbon of tapioca solid waste in the water wells.

The type of this research is Quasi Experiment with the Pre and Post Test Design as study design. Object of this research is the water wells in villages, with treatment using sand filters use activated carbon with several thickness of tapioca solid waste sand are 40cm, 50cm, 60cm and 70cm to reduce levels of Cd in water wells.

The results showed that the percentage of Cd levels decrease after passing through quick sand filters is not using active carbon (control) of 78.2%, using activated carbon with thickness of 40 cm, 50 cm, 60 cm and 70 cm respectively for 86, 7%, 87.5%, 92.5%, 91.9%. The test results of One Way ANOVA showed there were significant differences in the treatment of various Cd levels decrease. The test results of Bonferroni indicates that the sand filter use activated carbon of tapioca solid waste with a thickness of 40cm is the most effective way to reduce levels of Cd in water wells in the village.

Thus for the people in the Namo Bintang village expected to use the sand filters with activated carbon of tapioca solid waste by 40cm thickness to reduce levels of Cd in the water to processing the clean water.

Keywords: Water Wells, Sand Filter, Activated Carbon of Tapioca Solid Waste, Cd Levels.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Air merupakan unsur yang sangat penting bagi pemeliharaan berbagai bentuk kehidupan. Tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4 – 5 hari tanpa minum air dan sekitar tiga perempat bagian dari tubuh kita terdiri dari air. Oleh karena itu syarat kuantitas dan kualitas merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam pemenuhan kebutuhan air (Kusnaedi, 2004).

Air dan kesehatan merupakan dua hal yang saling berhubungan. Kualitas air yang dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan tersebut. Selain bermanfaat bagi manusia, air juga merupakan media sarang dan penularan penyakit bagi manusia. Air kotor merupakan tempat yang ‘nyaman’ berkembang biak berbagai bakteri dan virus penyebab penyakit. Selain itu, tingginya tingkat pencemaran air saat ini juga menjadi penyebab timbulnya gangguan kesehatan pada manusia. Limbah yang mencemari air mengandung beberapa racun dan senyawa kimia yang sangat berbahaya apabila dikonsumsi oleh manusia. Bahaya atau penyakit yang dapat ditimbulkan oleh air yang tercemar antara lain keracunan, kanker, dan beberapa penyakit lainnya (Alamsyah, 2007)

Mengingat pentingnya peran air, sangat diperlukan adanya sumber air yang dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas, kualitas, dan kontuinitasnya. Di Indonesia, umumnya sumber air bersih dan minum berasal dari air permukaan (surface water), air tanah (ground water), dan air hujan. Yang termasuk dari salah satu sumber air tanah adalah air sumur, baik air sumur dalam maupun air sumur dangkal (Sutrisno, 2004)


(18)

Secara kualitas, air yang digunakan sebagai sumber air minum dan air bersih harus memenuhi syarat fisik, kimia, bakteriologis dan radioaktif. Air yang tidak memenuhi syarat kualitas akan menimbulkan berbagai gangguan kesehatan atau penyakit, gangguan teknis maupun gangguan estetika yang menyangkut perasaan suka atau tidak suka oleh masyarakat konsumen (Azwar, 1996).

Dewasa ini Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang seharusnya menjadi tempat dimana sampah ditempatkan secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan tempat pembuangan akhir sampah tersebut. Namun sering kali TPA tidak difungsikan secara benar dalam pengoperasiannya. Pemakaian metode yang salah dalam pengoperasian TPA dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lindi (leachate) ke badan air maupun air tanah yang digunakan sebagai sumber air bersih, pencemaran udara oleh gas dan efek rumah kaca serta berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat, khususnya TPA yang beroperasi menggunakan metode

Open Dumping (Hardyanti, 2009).

Berdasarkan penelitian Nainggolan (2011), mayoritas masyarakat di sekitar TPA Namo Bintang yang beroperasi dengan sistem Open Dumping menggunakan sumur gali sebagai sumber air bersih. Hampir seluruh sumur gali milik warga tercemar kadmium (Cd) dengan kadar yang melebihi ambang batas oleh air lindi dari TPA Namo Bintang yaitu lebih dari 0,533 mg/L, sedangkan berdasarkan Permenkes No. 416 Tahun 1990 kadar Cadmium yang diperbolehkan hanya 0,005 mg/L.

Kadmium (Cd) adalah salah satu bahan pencemar yang merupakan logam berat yang tidak essensial, yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik dan dapat menimbulkan masalah


(19)

kesehatan seperti merusak sistem sirkulasi, sistem syaraf, sistem reproduksi, kerusakan ginjal, pemicu penyakit kanker, dll (Widowati, 2008).

Menurut Palar (2008) yang mengutip dari penelitian Mueller (1979) untuk mengetahui sumber dari beberapa logam berat, diantaranya Cd dalam perairan Teluk New York, secara sederhana dapat diketahui bahwa kandungan logam Cd yang tinggi akan dijumpai di daerah-daerah penimbunan sampah dan aliran air hujan, selain dalam air limbah industri. Dimana data hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sumber Cd dalam badan perairan yang dikontribusi dari air limbah industri sangat sedikit, yaitu 0,6% dari total kandungan Cd yang ada. Sedangkan jumlah paling besar dikontribusikan oleh limbah padat yaitu 82%.

Untuk menurunkan kadar kadmium dalam air pada sumur warga dapat dilakukan salah satu usaha yaitu dengan cara adsorpsi menggunakan karbon aktif. Adsorpsi adalah proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik antar molekul adsorbat dengan permukaan karbon aktif. Interaksi yang terjadi pada molekul adsorbat dengan permukaan kemungkinan diikuti lebih dari satu interaksi, tergantung pada struktur kimia masing-masing komponen. (Siregar, 2005)

Saat ini keberadaan limbah padat tepung tapioka belum mendapatkan perhatian lebih dari pelaku industri tepung tapioka. Hampir seluruh produsen membuangnya langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah dan sebagian lagi menjadikan limbah padat tepung tapioka sebagai pakan ternak dan bahan pembuatan pupuk kompos.


(20)

Limbah kulit singkong ini bisa dimanfaatkan menjadi produk karbon aktif. Proses pembuatan karbon aktif dari kulit singkong ini sangat sederhana yakni proses aktivasi dan karbonisasi. Karbon aktif memiliki manfaat yang sangat banyak, misalkan sebagai pembersih air, pemurnian gas, industri gula, pengolahan limbah cair, dan lain sebagainya. (Sumada, 2012)

Karbon Aktif atau Arang Aktif merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Daya serap karbon aktif ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. (Sembiring, 2003)

Menurut Jannati (2009), kulit singkong juga dapat dijadikan sebagai karbon aktif karena kulit singkong yang berwarna putih tersebut mengandung 59,31% karbon dan setelah dilakukan pengujian di laboratorium ternyata karbon aktif itu dapat menurunkan tingkat kekeruhan air dan menyerap 99,98% kandungan tembaga (Cu) dengan menggunakan karbon aktif kulit singkong sebanyak 2 gram untuk setiap 20 ml air.

Berdasarkan penelitian Rajagukguk (2011), karbon aktif dari kulit singkong dapat menurunkan BOD dan TSS dalam air adalah 1 gr karbon aktif dapat menurunkan 863,2 mg/L BOD dan 1655,6 mg/L TSS dengan persentase penurunan 87,3% dan 96,7%.


(21)

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mencoba membuat suatu eksperimen untuk menurunkan kadar kadmium (Cd) dengan menggunakan limbah padat tepung tapioka yang mudah didapat, dengan terlebih dahulu menjadikannya sebagai karbon aktif. Hal ini tentunya akan sangat menguntungkan industri karena dapat mengurangi volume limbah padatnya dan masyarakat karena dapat menggunakan eksperimen ini untuk mengurangi kadar kadmium dalam air sumur gali mereka.

1.2 Perumusan Masalah

Tingginya kadar logam berat, khususnya kadmium (Cd) di beberapa sumur gali yang ada di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang menjadi permasalahan yang cukup serius karena dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengguna sumur gali tersebut. Sehingga dalam hal ini penulis ingin melakukan suatu eksperimen yang dapat menurunkan kadar kadmium (Cd) pada air sumur gali di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang dengan menggunakan saringan menggunakan karbon aktif limbah padat tepung tapioka.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektifitas saringan menggunakan karbon aktif limbah padat tepung tapioka dalam menurunkan kadar Cd pada air sumur gali milik warga.


(22)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kadar Cd dalam air sebelum melewati saringan menggunakan karbon aktif limbah padat tepung tapioka di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu.

2. Untuk mengetahui kadar Cd dalam air sesudah melewati saringan yang tidak menggunakan karbon aktif limbah padat tepung tapioka (kontrol) di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu.

3. Untuk mengetahui kadar Cd dalam air sesudah melewati saringan menggunakan karbon aktif limbah padat tepung tapioka dengan ketebalan 40 cm di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu.

4. Untuk mengetahui kadar Cd dalam air sesudah melewati saringan menggunakan karbon aktif limbah padat tepung tapioka dengan ketebalan 50 cm di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu.

5. Untuk mengetahui kadar Cd dalam air sesudah melewati saringan yang menggunakan karbon aktif limbah padat tepung tapioka dengan ketebalan 60 cm di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu.

6. Untuk mengetahui kadar Cd dalam air sesudah melewati saringan yang menggunakan karbon aktif limbah padat tepung tapioka dengan ketebalan 70 cm di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu.

7. Untuk mengetahui perbedaan kadar Cd sebelum dan sesudah melewati saringan menggunakan karbon aktif limbah padat tepung tapioka.


(23)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat menjadi pertimbangan bagi masyarakat di Namo Bintang dalam pengolahan air untuk keperluan sehari-hari, sehingga masyarakat dapat memperoleh air yang lebih sehat.

2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam pegolahan air dan menjadi rujukan dan masukan kepada peneliti selanjutnya.

3. Sebagai rujukan bagi dinas kesehatan dalam hal perencanaan penyediaan air bersih


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Siklus Hidrololgi

Siklus hidrologi merupakan suatu fenomena alam. Hidrologi sendiri merupakan suatu ilmu yang mempelajari siklus air pada semua tahapan yang dilaluinya (Chandra, 2006).

Menurut Mulia (2005), siklus hidrologi dapat diterangkan sebagai berikut; air menguap akibat panasnya matahari. Penguapan ini terjadi pada air permukaan, air yang berada di lapisan tanah bagian atas (evaporasi), air yang berada di dalam tumbuhan (transpirasi), hewan dan manusia (transpirasi, respirasi). Uap air ini memasuki atmosfir. Di dalam atmosfir uap ini akan menjadi awan dan dalam kondisi cuaca tertentu dapat mendingin dan berubah bentuk menjadi tetesan-tetesan air dan jatuh kembali ke permukaan bumi sebagai hujan. Air hujan ini ada yang mengalir langsung masuk ke dalam permukaan (runoff), ada yang meresap ke dalam tanah (perkolasi) dan menjadi air tanah, baik yang dangkal maupun yang dalam dan ada juga yang diserap oleh tumbuhan. Air tanah akan timbul ke permukaan sebagai mata air dan menjadi air permukaan. Air permukaan bersama-sama dengan air tanah dangkal dan air yang berada dalam tubuh akan menguap kembali menjadi awan, maka siklus hidrologis akan kembali berulang.

Siklus hidrologi merupakan aspek penting untuk yang menyuplai daerah daratan dengan air. Selain itu juga siklus hidrologis merupakan salah satu proses


(25)

alami untuk membersihkan air dari pencemar, dengan syarat bahwa kualitas udara cukup bersih (Mulia, 2005).

2.2. Pengertian Air Bersih

Berdasarkan Permenkes RI No. 416/ MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air, pengertian air minum dan air bersih adalah sebagai berikut:

“Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat dan dapat diminum langsung. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak” 2.3. Sumber Air

Sumber air di alam terdiri atas air laut, air atmosfir (air metereologik), air permukaan, dan air tanah (Sutrisno, 2004).

2.3.1. Air Laut

Air laut mempunyai sifat asin karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum (Sutrisno, 2004).

2.3.2. Air Angkasa

Air angkasa (hujan) merupakan penyubliman uap air menjadi air murni (H2O).

Air murni ini sewaktu turun ke bumi melalui udara akan dapat melarutkan benda-benda yang ada di udara, di antaranya (O2, CO2, N2, dan lain-lain), jasad-jasad renik

dan debu (Effendi, 2003).

Menurut Sutrisno (2004), sifat-sifat air angkasa adalah sebagai berikut:

1. Bersifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi (karatan).


(26)

2. Bersifat lunak/ kurang mengandung larutan garam dan mineral sehingga terasa kurang segar dan boros terhadap pemakaian sabun.

2.3.3. Air Permukaan

Menurut Chandra (2006) dalam buku Pengantar Kesehatan Lingkungan, air permukaan merupakan salah satu sumber penting bahan baku air bersih. Faktor- faktor yang harus diperhatikan, antara lain :

a. Mutu atau kualitas baku b. Jumlah atau kuantitasnya c. Kontinuitasnya

Air permukaan seringkali merupakan sumber air yang paling tercemar, baik karena kegiatan manusia, fauna, flora, dan zat-zat lainnya. Air permukaan meliputi : a. Air Sungai

Air sungai memiliki derajat pengotoran yang tinggi sekali. Hal ini karena selama pengalirannya mendapat pengotoran, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya. Oleh karena itu dalam penggunaannya sebagai air minum haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna.

b.Air Rawa/ Danau

Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organis yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. Dengan adanya pembusukan kadar zat organis tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula dan dalam keadaan


(27)

kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur-unsur Fe dan Mn ini akan larut

(Kusnaedi, 2004). 2.3.4. Air Tanah

Menurut Sutrisno (2004), air tanah dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: a. Air Tanah Dangkal

Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapisan tanah di sini berfungsi sebagai saringan. Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan rapat air, air yang akan terkumpul merupakan air tanah dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melaui sumur-sumur dangkal.

b. Air Tanah Dalam

Air tanah dalam dikenal juga dengan air artesis. Air ini terdapat diantara dua lapisan kedap air. Lapisan diantara dua lapisan kedap air tersebut disebut lapisan akuifer. Lapisan tersebut banyak menampung air. Jika lapisan kedap air retak, secara alami air akan keluar ke permukaan. Air yang memancar ke permukaan disebut mata air artesis. Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100-300 m) akan didapatkan suatu lapis air.


(28)

Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini, sumur ini disebut dengan sumur artesis. Jika air tidak dapat ke luar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam ini.

c. Mata Air

Adalah air tanah yang ke luar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hamper tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas/ kuantitasnya sama dengan keadaan air dalam.

2.4. Persyaratan Air Bersih dan Air Minum

Agar air bersih dan air minum tidak menyebabkan gangguan kesehatan, maka air tersebut haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan. Di Indonesia, standar air minum yang berlaku dapat dilihat pada Peraturan Mentri Kesehatan RI No.416/MENKES/PER/IX/1990. Di dalam Peraturan Mentri Kesehatan RI No.416/MENKES/PER/IX/1990, persyaratan air minum dapat ditinjau dari parameter fisika, parameter kimia, parameter mikrobiologi dan parameter radioktivitas yang terdapat di dalam air minum tersebut.

2.4.1. Parameter Fisika

Parameter fisika umumnya dapat diidentifikasi dari kondisi fisik air tersebut. Parameter fisika meliputi bau, kekeruhan, rasa, suhu, warna dan jumlah zat padat terlarut (TDS).

Air yang baik idealnya tidak berbau. Air yang berbau busuk tidak menarik dipandang dari sudut estetika. Selain itu juga, bau busuk bisa disebabkan proses penguraian bahan organik yang terdapat di dalam air.


(29)

Air yang baik idealnya harus jernih. Air yang keruh mengandung partikel padat tersuspensi yang dapat berupa zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan. Disamping itu air yang keruh sulit didesinfeksi, karena mikroba pathogen dapat terlindung oleh partikel tersebut.

Air yang baik idealnya juga tidak memiliki rasa/ tawar. Air yang tidak tawar mengidentifikasikan adanya zat-zat tertentu di dalam air, begitu juga rasa asam disebabkan adanya asam di dalam air dn rasa pahit disebabkan adanya basa di dalam air tersebut.

Selain itu juga air yang baik tidak boleh memiliki perbedaan suhu yang mencolok dengan udara sekitar (udara ambien). Di Indonesia, suhu air minum idealnya ±30C dari suhu udara. Air yang secara mencolok mempunyai suhu di atas atau di bawah suhu udara berarti mengandung zat-zat tertentu (misalnya fenol yang terlarut) atau sedang terjadi proses biokimia yang mengeluarkan atau menyerap energi dalam air.

Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid-TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter <10-6) dan koloid (diameter 10-6 – 10-3mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik. Kesadahan yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan/ kerak pada sistem perpipaan (Mulia, 2005).

2.4.2. Parameter Radioaktif

Adapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel-sel dapat diganti kembali apabila sel dapat


(30)

berregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan penyakit seperti kanker dan mutasi.

Sinar Alpha, Beta, Gamma berbeda dalam kemampuan menembus jaringan tubuh. Sinar Alpha sulit menembus kulit dan sinar Gamma dapat menembus sangat dalam. Kerusakan yang terjadi ditentukan oleh intensitas serta frekuensi dan luasnya pemaparan (Mulia, 2005).

2.4.3. Parameter Mikrobiologi

Parameter mikrobiologi menggunakan bakteri Coliform sebagai organisme petunjuk (indicator organism). Dalam laboratorium, istilah total coliform menunjukkan bakteri Coliform dari tinja, tanah atau sumber alamiah lainnya. Istilah

fecal coliform (koliform tinja) menunjukkan bakteri koliform yang berasal dari tinja manusia atau hewan berdarah panas lainnya. Penentuan parameter mikrobiologi dimaksudkan untuk mencegah adanya mikroba patogen di dalam air minum.

2.4.4. Parameter Kimiawi

Kualitas air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kimia sebagai berikut: a. pH netral

pH adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa sesuatu larutan (Sutrisno, 2004). Skala pH diukur dengan pH meter atau lakmus. Air murni mempunyai pH 7. Apabila pH air dibawah 7 berarti air bersifat asam, sedangkan bila diatas 7 bersifat basa (rasanya pahit) (Kusnaedi, 2004). b. Tidak mengandung bahan kimia beracun

Air yang berkualitas baik tidak mengandung bahan kimia beracun seperti


(31)

c. Tidak mengandung garam-garam atau ion-ion logam

Air yang berkualitas baik tidak mengandung garam-garam atau ion-ion logam seperti Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Cd, Cl, Cr, dan lain-lain (Kusnaedi, 2004)

d. Kesadahan rendah

Kesadahan adalah merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion (kation) logam valensi dua (Sutrisno, 2004). Tingginya kesadahan berhubungan dengan garam-garam yang terlarut didalam air terutama garam Calsium (Ca) dan


(32)

e. Tidak mengandung bahan kimia anorganik

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990, persyaratan kimia air adalah sebagi berikut :

Tabel 2.1. Persyaratan Kualitas Kimia Air Bersih

No Parameter Satuan Kadar

Maksimum 1 2 3 4 5 6 7 8 Air Raksa Arsen Besi Flourida Kadmium Kesadahan (CaCO3) Khlorida Kromium, val.6 mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L 0,001 0,05 1,0 1,5 0,005 500 600 0,05 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Mangan

Nitrat, sebagai N Nitrit, seagai N pH Selenium Seng Sianida Sulfat Timbal mg/L mg/L mg/L - mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L 0,5 10 1,0 6,5-9,0 0,01 15 0,1 400 0,05 Sumber : Depkes RI, 1990

Susunan unsur-unsur kimia dalam air tergantung pada lapis-lapis tanah yang dilalui. Jika melalui tanah kapur, maka air itu akan menjadi sadah, karena mengandung Ca (HCO3)2 dan Mg (HCO3)2. Jika melalui batuan granit, maka air itu

lunak dan agresif karena mengandung gas CO2 dan Mn (HCO3). Selain itu air juga

mengandung mineral terlarut seperti besi (Fe) dan mangan (Mn). Dan air juga dapat mengandung logam berat melalui bahan pencemar di sekitar sumber air bersih. (Sutrisno, 2004).


(33)

2.4.4.1. Sumber Cadmium, Sifat, dan Penggunaannya

Kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, tahan terhadap tekanan, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadium bila dipanaskan. Titik leleh Cd sebesar 321 ºC, sedangkan titik didihnya sebesar 767 ºC.

Kadmium (Cd) terdapat pada kerak bumi bersama seng (Zn). Kadmium (Cd) yang terdapat di dalam lingkungan pada kadar rendah berasal dari kegiatan penambangan seng (Zn), Plubum (Pb), kobalt (Co), serta kuprum (Cu). Sementara dalam kadar tinggi, kadmium berasal dari hasil sampingan dan emisi industri.

Kadmium (Cd) merupakan logam yang sangat penting dan banyak kegunaannya di bidang industri, khususnya untuk electroplating (pelapisan elektrik) serta galvanisasi karena Cd memiliki keistimewaan non korosif. Cd banyak digunakan dalam pembuatan alloy, dan digunakan pula sebagai pigmen warna cat, keramik, plastik, stabilizer plastik, katode untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen tekstil untuk gelas dan e-mail gigi.

Menurut Widowati (2008), pemanfaatan persenyawaan Cd meliputi: 1. Senyawa CdS dan CdSes yang banyak digunakan sebagai zat warna.

2. Senyawa Cd sulfat (CdSO4) yang digunakan dalam industri baterai yang

berfungsi sebagai pembuatan sel wseton karena memiliki potensial voltase stabil, yaitu 1,0186 volt.

3. Senyawa Cd-Bromida (CdBr) dan Cd-ionida (CdI2) yang digunakan untuk


(34)

4. Senyawa dietil-Cd {(C2H5)2Cd} yang digunakan untuk pembuatan tetraetil-Pb.

5. Senyawa Cd-stearat untuk perindustrian manufaktur polyvinilkhlorida (PVC) sebagai bahan untuk stabilizer.

Selain itu banyak digunakan dalam industri-industri ringan, seperti pada proses pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman, industri tekstil dan lain-lain, banyak dilibatkan senyawa-senyawa yang dibentuk dengan logam Cd, meskipun penggunaannya hanyalah dengan konsentrasi rendah (Widowati, 2008).

2.4.4.2. Pencemaran Cd dalam Lingkungan dan Dampaknya

Dalam strata lingkungan, logam Cd dan persenyawaan ditemukan dalam banyak lapisan. Secara sederhana dapat diketahui bahwa kandungan logam Cd akan dijumpai di daerah-daerah penimbunan sampah dan aliran air hujan, selain dalam air limbah industri. Hal yang paling menarik adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui sumber dari beberapa logam berat, diantaranya Cd dalam perairan Teluk New York (Mueller et. al., Contaminants Entering the New York Bight: Source, Mass Load, Significanse , Am. Soc. Limnol. Oceanogr. Spec. Symp. 2, 162, 1979), dimana data hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sumber Cd dalam badan perairan yang dikontribusi dari air limbah industri sangat sedikit, yaitu 0,6% dari total kandungan Cd yang ada. Sedangkan jumlah paling besar dikontribusikan oleh limbah padat yaitu 82%. Dapat dilihat pada tabel 2.2.


(35)

Tabel 2.2. Persentase Cd yang Masuk ke Badan Air

Asal Sampel Konsentrasi Cd (%)

Limbah padat 82

Limbah cair rumah tangga 5

Limbah cair industri 0,6

Aliran dari pemukiman perkotaan 5

Aliran air tanah >1

Lain-lain 5

Sumber : Mueller et. al., (1979)

Tingginya pencemaran kadmium (Cd) dalam perairan oleh limbah padat disebabkan pengolahan limbah padat yang tidak aman. TPA sering kali tidak difungsikan secara benar dalam pengoperasiannya. TPA merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya pencemaran lindi (leachate) ke badan air maupun air tanah, pencemaran udara oleh gas dan efek rumah kaca serta berkembang biaknya vektor penyakit (Hardyanti, 2009).

Lindi adalah substansi cairan yang dihasilkan dalam proses pembusukan sampah. Di TPA lindi umumnya berasal dari sampah organic yang terdekomposisi dan dengan adanya limpasan air hujan yang akan mencemari lingkungan. Lindi mengandung zat berbahaya apalagi jika berasal dari sampah yang tercampur. Jika tidak diolah secara khusus, lindi dapat mencemari sumur air tanah, air sungai, hingga air laut dan menyebabkan kematian biota laut (Bulekbasandiang, 2009).

Seperti halnya merkuri dan logam-logam berat lainnya, logam Cd membawa sifat racun yang sangat merugikan bagi semua organisme hidup, bahkan juga sangat


(36)

berbahaya untuk manusia. Dalam badan air, kelarutan Cd dalam konsentrasi tertentu dapat membunuh biota air yang juga berfungsi menjaga kestabilan lingkungan.

Logam kadmium (Cd) juga akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan, dan manusia). Logam ini masuk ke dalam tubuh bersama makanan yang dikonsumsi, tetapi makanan tersebut telah terkontaminasi oleh logam Cd atau persenyawaannya. Dalam tubuh biota air jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan adanya proses biomagnifikasi di badan air. Di samping itu, tingkatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan jumlah Cd yang terakumulasi. Dimana pada biota yang lebih tinggi stratanya akan ditemukan akumulasi Cd yang lebih banyak, sedangkan pada biota top level merupakan tempat akumulasi paling besar. Bila jumlah Cd yang masuk tersebut telah melebihi nilai ambang maka biota dari suatu strata tersebut akan mengalami kematian dan bahkan kemusnahan. Keadaan inilah yang menjadi penyebab kehancuran suatu tatanan sistem lingkungan (ekosistem), karena salah satu mata rantainya telah hilang (Palar, 2008)

2.4.4.3. Metabolisme Kadmium dalam Tubuh

Kadmium ditransportasikan dalam darah yang berikatan dengan sel darah merah dan protein berat molekul tinggi dalam plasma, khususnya oleh albumen. Sejumlah kecil Cd dalam darah mungkin ditransportasikan oleh metalotionin. Kadar Cd dalam darah pada orang dewasa yang terpapar Cd secara berlebihan biasanya 1

ɥg/dL, sedangkan bayi yang baru lahir mengandung Cd cukup rendah, yaitu kurang dari 1 mg dari beban total tubuh.


(37)

Absorpsi Cd melalui gastrointestinal lebih rendah dibandingkan absorpsi melalui respirasi, yaitu sekitar 5-8%. Absorpsi Cd akan meningkat bila terjadi defisiensi Ca, Fe, dan rendah protein di dalam makanannya. Difisiensi Ca dalam makanan akan merangsang sintesis ikatan Ca-protein sehingga akan meningkatkan absorpsi Cd, sedangkan kecukupan Zn dalam makanan bisa menurunkan absorpsi Cd

Kadmium yang ditransportasikan dalam darah berikatan dengan protein yang memiliki berat molekul rendah, yatu metalotionin (MT) tadi. Dalam isolat MT yang berasal dari ginjal, ditemukan Zn sebesar 2,2% dan Cd 5,9%. MT memiliki daya ikat yang sama terhadap beberapa jenis logam berat sehingga kandungan logam berat bebas dalam jaringan berkurang kemungkinan besar pengaruh toksisitas Cd disebabkan oleh interaksi antara Cd dan protein tersebut sehingga memunculkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim. Metalotionin merupakan protein yang sangat peka dan akurat sebagai indikator pencemaran. Hal itu didasarkan pada suatu fenomena alam dimana logam-logam bisa terikat di dalam jaringan tubuh organisme karena adanya protein tersebut.

Logam berat Cd memiliki kemampuan untuk mengikat gugus S (sulfur) dan COOH (karboksil) dari molekul protein, asam amino, dan amida. Logam berat juga memiliki kemampuan untuk mengggantikan keberadaan logam-logam lain yang terdapat dalam metalloprotein. Sebagai contoh, untuk logam yang ada dalam suatu protein, logam Cu dapat digantikan oleh Cd sehingga peran Cu dalam pembentukan ikatan-ikatan kovalen koordinasi anatarmolekul protein terganggu. Logam berat kadmium (Cd) memiliki afinitas yang tinggi terhadap unsur S yang menyebabkan Cd menyerang ikatan belerang dalam enzim sehingga enzim yang bersangkutan menjadi


(38)

tidak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan

logam berat Cd. Kadmium terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transformasi melalui dinding sel. Metabolisme Cd berhubungan dengan metabolisme Zn, yaitu sama-sama membentuk ikatan dengan MT demikian pula transpor Cd karena Cd memiliki sifat kimia yang mirip dengan Zn (seng).

Setelah toksikan Cd memasuki darah, toksikan didistribusikan dengan cepat ke seluruh tubuh. Pengikatan toksikan dalam jaringan bisa menyebabkan lebih tingginya kadar toksikan dalam jaringan tersebut.

Kadmium memiliki afinitas yang kuat terhadap hepar dan ginjal. Pada umumnya, sekitar 50-75% dari beban Cd dalam tubuh terdapat pada kedua organ tersebut. Kadar Cd dalam hepar dan ginjal bervariasi tergantung pada kadar total Cd dalam tubuh. Apabila MT hepar dan ginjal tidak mampu lagi melakukan detoksifikasi maka akan terjadi kerusakan sel hepar dan ren (Widowati, 2008)

2.4.4.4. Absorpsi, Distribusi, Eksresi Kadmium dalam Tubuh

Logam berat Cd bisa masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia melalui berbagai cara, yaitu:

1. Dari udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran batu bara 2. Melalui wadah/tempat berlapis Cd yang digunakan untuk tempat makanan atau

minuman

3. Melalui kontaminasi perairan dan hasil pertanian yang tercemar Cd 4. Melalui jalur rantai makanan

5. Melalui konsumsi daging yang diberi obat anthelminthes yang mengandung Cd. Absorpsi kadmium dalam saluran pencernaan meliputi 2 tahap, yaitu:


(39)

1. Penyerapan Cd dari lumen usus melewati membran brush border ke dalam sel mukosa.

2. Transpor Cd ke dalam aliran darah dan deposisi dalam jaringan, terutama dideposit di hati dan ginjal. Seperti halnya Zn, Cd memiliki afinitas yang tinggi pada testis sehingga konsentrasi pada jaringan testis juga lebih tinggi dibandingkan pada jaringan lainnya.

Kadmium tidak diabsorpsi dengan baik, yaitu sekitar 5-8%. Namun, itu tetap lebih tinggi dibandingkan absorpsi mineral dan sulit dieleminasi dari dalam tubuh sehingga akan dideposit di dalam tubuh. Kadmium diabsorpsi dan diakumulasi. Eksresi Cd terjadi melalui urin dan feses. Data akumulasi Cd sangat efisien dengan waktu paruh biologis yang sangat panjang dalam tubuh manusia, yaitu kurang lebih 40 tahun. Pada mamalia yang baru lahir tidak terdapat kadmium tetapi selanjutnya Cd bisa terakumulasi terus dalam tubuh sepanjang hidupnya, yaitu dalam hati dan ginjal, sekitar 50-75%, terutama yang berikatan dengan proteintionin dan mengibah tionin menjadi metalotionin. Proporsi Cd yang diabsorpsi dalam tubuh organisme dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, susunan kimia Cd, serta dosis dan frekuensi paparan Cd (Widowati, 2008)

2.4.4.5. Efek Toksik Logam Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) belum diketahui fungsinya secara biologis dan dipandang sebagai xenobiotik dengan toksisitas yang tinggi dan merupakan unsur lingkungan yang persisten.

Efek Toksik Cd akan menunjukkan gejala yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:


(40)

1. Tingkat dan lamanya paparan; semakin tinggi kadar dan semakin lama paparan, efek toksik yang diberikan akan lebih besar. Kadmium dalam dosis tunggal besar mampu menginduksi gangguan saluran pencernaan, sedangkan papaparan Cd dalam dosis rendah tetepi berulang kali bisa mangakibatkan gangguan fungsi ginjal.

2. Bentuk kimia dari logam berat Cd sebagai contoh toksisitas akut Cd yang dinyatakan dengan LD50 pada tikus dalam bentuk senyawa Cd kaprilat sebesar 270 mg/kg berat badan, setara denagn Cd stearat sebesar 203 mg/kg berat badan. 3. Kompleks protein-logam ataupun kadmium bergabung dengan metalloprotein

(MT) suatu protein dengan bobot molekul rendah. Bentuk kompleks Cd kurang toksik dibandingkan Cd2+. Apabila Cd-MT melepaskan Cd2+, maka akibatnya adalah munculnya efek toksik.

4. Faktor penjamu Cd seperti halnya toksikan lainnya. Hewan tua dan muda umumnya lebih rentan daripada hewan dewasa muda.

5. Faktor-faktor diet, misalnya defisiensi protein, vitamin C, vitamin D, kalsium (Ca), dan Fe (Besi) akan meningkatkan toksisitas Cd.

Keracunan yang disebabkan oleh Cd bisa bersifat akut dan kronis. Paparan Cd secara akut bisa menyebabkan nekrosis pada ginjal dan paparan yang lebih lama berlanjut dengan terjadinya proteinuria. Gejala lain toksisitas akut dari Cd adalah iritasi alat respiratori, alat pencernaan, pneumonitis, sakit dada yang kadang-kadang menyebabkan hemorragic pulmonary edema, osteomalasia, batu ginjal, dan hiperkalsimuria karena gangguan metabolisme Ca dan P, alopesia, anemia, artritis, kanker, radang paru-paru, pendarahan otak, serosis hati, pembengkakan jantung,


(41)

diabetes, empisema, hipoglisemia, hipertensi, impoten, invertil, kerusakan ginjal, kesulitan belajar, migrain, peradangan, osteoporosis, scisofrenia, stroke, penyakit kardiovaskular, kadar kolesterol tinggi, gangguan pertumbuhan, mati rasa, rambut rontok, kulit bersisik dan kering, berbagai gejala yang kompleks dan bersamaan, kehilangan nafsu makan, daya tahan tubuh lemah, kerusakan ginjal dan hepar, terjadinya metal fume fever gejala yang mirip flu, kerusakan paru-paru, sakit kepala, kedinginan hingga menggigil, nyeri otot, nausea, fomiting, dan diare, bahkan bisa menyebabkan kematian.

Toksisitas kronis Cd bisa merusak sistem fisiologis tubuh, antara lain sistem urinaria (ren), sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi (darah) dan jantung, kerusakan sistem reproduksi, sistem syaraf, bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan tulang. Toksisitas kronis Cd, baik melalui inhalasi maupun oral, bisa menyebabkan kerusakan tubulus renalis, kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh ekskresi berlebihan, protein berat molekul rendah, gagal ginjal, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan sistem skeletal, menurunkan fungsi pulmo, empisema, kehilangan mineral tulang yang disebabkan oleh disfungsi nefron ginjal, berkurangnya, reabsorpsi Ca, dan terjadinya peningkatan ekskresi Ca yang berpengaruh terhadap tulang. Peningkatan ekskresi Ca tersebut diantaranya menyebabkan osteoporosis dan osteamalsia, anemia, diskolorasi gigi menjadi kuning, rhinitis, ulserasi septum nasal, anosmia, proteinuria, azotemia, jaundice, terjadinya kanker paru-paru dan prostat.


(42)

Kadmium terabsorpsi lewat pencernaan sehingga menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, dan tenesmus (rejan). Inhalasi Cd menyebabkan demam, batuk, gelisah, sakit kepala, dan nyeri perut.

Kadmium bisa menyebabkan gangguan dan bahaya pada berbagai organ dan bersifat teratogenik, mutanogenik, dan karsinogenik (Widowati, 2008).

2.5. Pengolahan Air Untuk Menurunkan Kadar Cd melalui Proses Adsorpsi Menurut Siregar (2005), Adsorpsi adalah suatu proses penyerapan benda-benda terlarut yang terdapat di dalam larutan dengan melakukan kontak antara dua permukaan yaitu antara cairan dengan gas, zat padat dengan cairan serta permukaan zat padat dan zat yang kental. Adsorpsi terjadi pada permukaan akibat gaya-gaya atom dan molekul-molekul pada permukaan tersebut.

Walaupun proses tersebut dapat terjadi pada seluruh permukaan benda, maka yang sering terjadi adalah bahan padat yang menyerap partikel yang berada dalam air limbah. Bahan yang akan diserap disebut adsorbate atau solute sedangkan bahan penyerapannya dikenal sebagai adsorbent. Proses ini dipakai pada penjernihan air limbah untuk mengurangi pengotoran bahan organik, partikel termasuk benda yang tak dapat diuraikan (non biodegradable) ataupun gabungan antara warna dan rasa.

Proses adsorpsi meliputi 3 tahap mekanisme yaitu :

a. Pergerakan molekul-molekul adsorbat menuju permukaan adsorben

b. Penyebaran molekul-molekul adsorbat ke dalam rongga-rongga adsorben

c. Penarikan molekul-molekul adsorbate oleh permukaan aktif membentuk ikatan yang berlangsung sangat cepat.


(43)

Adsorbent adalah bahan penyerap yang digunakan dalam proses penyerapan. Banyak bahan padat yang digunakan sebagai bahan penyerap untuk mengurangi kekeruhan dari suatu cairan. Bahan penyerap yang mahal umumnya mempunyai luas permukaan yang lebih luas setiap unitnya. Peningkatan luas permukaan ini dilakukan dengan berbagai cara melalui pembelahan bahan adsorbent.

Adsorbent marupakan bahan yang berpori, selain itu harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :

a). Tidak larut dalam zat cair yang diolah

b). Tidak mengadakan reaksi kimia dengan bahan yang akan diolah c). Harus dapat diregenerasi

Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai adsorbent diantaranya yaitu : 1. Zeolit

Zeolit termasuk dalam kelompok mineral yang terjadi dari perubahan batuan gunung api termasuk batuan gunung api berbulir halus yang berkomposisi riolitik

atau banyak mengandung massa gelas. Sifat-sifat fisik dari mineral ini adalah berbentuk kristal yang indah dan menarik, namun agak lunak dengan warna yang bermacam-macam yaitu warna hijau, kebiru-biruan, putih dan coklat. Zeolit dapat berasal dari alam yaitu dari batuan gunung api dan dapat berupa zeolit buatan yang terbuat dari gel almunium, natrium aluminat, natrium hidroksida. Zeolit ini dapat digunakan sebagai bahan penjernih kelapa sawit, penyerap warna, penyerap amoniak, dan lain-lain.


(44)

2. Molekuler Sieves

Bahan-bahan sebagai molekuler sieves adalah bahan yang memiliki rongga-rongga sehingga dapat berfungsi sebagai penyaring molekul.

3. Karbon aktif

Karbon aktif (arang aktif) merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Karbon atau arang aktif adalah material yang berbentuk butiran atau bubuk yang berasal dari material yang mengandung karbon misalnya tulang, kayu lunak, sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras, batubara dan sebagainya (Alamsyah, 2007). Biasanya karbon aktif digunakan sebagai:

- Pengolahan air limbah industri, karena karbon aktif dapat menyerap warna, bau, rasa, nitrat, penol, logam berat, serta dapat menurunkan BOD dan TSS.

- Pengolahan air bersih, untuk penyaringan air yang mengandung tinggi bahan organik dan anorganik di dalamnya

Dalam pembuatan karbon aktif perlu dilakukan proses aktivasi. Proses aktivasi merupakan hal yang penting diperhatikan di samping bahan baku yang digunakan. Aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Metoda aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah:


(45)

a. Aktivasi Kimia: proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakaian bahan-bahan kimia.

b. Aktivasi Fisika: proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO2.

Untuk aktivasi kimia, aktivator yang digunakan adalah bahan-bahan kimia seperti: hidroksida logam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2 asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan

H3PO4 (Kusnaedi, 2004).

Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas 500-1500 m2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus berukuran 10-2-10-7 mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut. Adapun faktor yang mempengaruhi daya serap karbon aktif, yaitu :

1. Sifat Serapan

Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing- masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari sturktur yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.

2. Temperatur

Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk mengamati temperatur pada saat berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsoprsi


(46)

adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil,

adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih rendah.

3. pH (Derajat Keasaman).

Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.

4. Waktu Kontak

Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Wantu kontak semakin lama dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu lama yang lebih lama ( Sembiring, 2003).

2.6. Limbah Padat Tepung Tapioka sebagai Karbon Aktif

Proses pengolahan ubi kayu (Manihot utilissima) menjadi tepung tapioka akan menghasilkan limbah padat dan hasil buanganberupa kulit singkong dan ampasyang berasal dari pati tapioka. Limbah padat tepung tapioka merupakan limbah padat industri tapioka yang jumlahnya 30%dari bahan baku. Potensi limbah padat tapioka didukung oleh kadar selulosa yang dapat mencapai 65,9%. Berdasarkan kandungan


(47)

ini, limbah padat tapioka mempunyai potensi yang besaruntuk dimanfaatkan sebagai sumber selulosa maupun untuk menghasilkan produkturunannya.

Komponen penting yang terdapat dalam limbah padat tapioka adalah pati dan serat kasar. Komposisi kimia limbah padat tapioka sangat bervariasi tergantung pada mutu bahan baku, efisiensi proses ekstraksi pati dan penanganan limbah padat tapioka itu sendiri. Komposisi kimia limbah padat tapioka berbeda untuk setiap daerah asal dan jenis ubi kayu, serta teknologi yang digunakan dan penanganan limbah padatnya. Komposisi kimia limbah padat tapioka (Sudema, 2012), dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Limbah Padat Tapioka

Komposisi Kadar (%)

Air 12,7

Abu 9,1

Serat Kasar 8,1

Protein 2,5

Lemak 1,0

Karbohidrat 65,9

Sumber : Sudema, 2012

Berdasarkan penelitian Jannati (2009) dan Rajagukguk (2011), kulit singkong yang juga merupakan komponen dari limbah padat tapioka dapat diolah menjadi karbon aktif karena kulit singkong mengandung 59,31% karbon. Setelah diuji laboratorium, karbon aktif dari kulit singkong ternyata mampu menyerap 99,98% kandungan tembaga air limbah dan BOD dan TSS dalam air adalah 1 gr karbon aktif dapat menurunkan 863,2 mg/L BOD dan 1655,6 mg/L TSS dengan persentase penurunan 87,3% dan 96,7%. Dengan pori-pori banyak dan besar, karbon aktif kulit singkong juga sangat potensial mengenyahkan bau dan warna air yang keruh.


(48)

Untuk mendapatkan karbon aktif limbahpadat tepung tapioka dapat dilakukan melalui empat tahapan yakni :

1.Langkah pertama, pisahkan limbahpadat tepung tapioka yang dapat diolah menjadi karbon aktif, hanya limbah padat yang berwarna putih saja. Setelah itu dikeringkan dengan durasi yang bervariasi, bergantung kondisi cuaca dan suhu ruangan.

2.Setelah dikeringkan, tahapan selanjutnya adalah membakar bahan baku di dalam oven agar menghilangkan senyawa hidrokarbon pada limbahpadat tepung tapioka. Temperatur yang digunakan harus tinggi, dibakar pada suhu 800 derajat celsius. Dan proses pembakarannya berlangsung selama tiga jam. Agar proses pembakaran sempurna, selain suhu temperaturnya diatur pada suhu sangat tinggi, pembakaran limbah padat tepung tapioka dilakukan pada ruang tertutup supaya tak ada udara atau oksigen (O2) di dalam oven. Tujuannya supaya bahan baku kering secara total

dan menguapkan senyawa hidrokarbon dalam bahan baku.

3.Arang yang berasal dari limbahpadat tepung tapioka tersebut dihaluskan sehingga berbentuk bubuk.

4.Kemudian dilakukan proses aktifasi karbon dengan menggunakan larutan NaOH atau soda kimia. Proses aktivasi ini bertujuan untuk meningkatkan volume dan memperbesar diameter pori-pori karbon. Dengan demikian, daya absorpsi (serap) karbon aktif menjadi tinggi terhadap zat warna dan bau.

Karbon aktif yang sekarang banyak digunakan berbentuk butiran (granular) atau berbentuk tepung (bubuk). Karbon yang berbentuk bubuk memerlukan waktu kontak lebih sebentar dibandingkan karbon berbentuk butiran (Sembiring, 2003).


(49)

Jika digunakan karbon berbentuk bubuk, bubuk tersebut dapat dimasukkan langsung ke dalam air. Komponen-komponen organik dan toksikan akan teradsorpsi pada karbon, kemudian dapat dipisahkan dengan menggumpalkan menggunakan bahan kimia tertentu. (Fardiaz, 2008)

2.7. Pengolahan Air dengan Menggunakan Saringan (Filtrasi)

Filtrasi atau penyaringan merupakan salah satu pengolahan fisik untuk meningkatkan kuaalitas air. Filtrasi adalah proses penyaringan untuk menurunkan dan menghilangkan zat-zat yang terlarut dan yang tersuspensi (yang diukur dengan kekeruhan) dari air melalui media berpori-pori. Pada proses penyaringan ini zat-zat yang terlarut atau tersuspensi dihilangkan pada waktu air melalui lapisan materi berbentuk butiran yang disebut media filter. Media filter biasanya pasir, ijuk, kerikil, tanah liat, batu lempung, arang batok kelapa.

Saringan yang paling sering ditemukan di masyrakat pedesaan dalam pengolahan air bersih adalah saringan pasir. Hal ini disebabkan karena cara pembuatannya yang sederhana dan harganya yang relatif mudah. Saringan pasir dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat (Alamsyah, 2007)

2.7.1. Saringan Pasir Lambat

Saringan pasir lambat adalah saringan yang menggunakan pasir sebagai media filter dengan ukuran butiran sangat kecil, namun mempunyai kandungan kuarsa yang tinggi. Unit ini sudah menjadi teknologi pengolahan air yang efektif lebih dari 150 tahun. Saringan pasir lambat ini dikenal di Inggris sebelum tahun 1830, dan pertama kalinya menjadi instalasi yang sukses dalam pengolahan untuk air minum.


(50)

Menurut Astari (2010) mengutip dari penelitian Longsdon (2002), saringan pasir lambat awalnya didesain dengan tebal media sebesar 1 m dan kedalaman dari air supernatant sebesar 1 m. Effective size dari media pasir berkisar antara 0,15 mm – 0.35 mm, dan uniformity coefficient yang direkomendaikan adalah kurang dari 5, namun sebaiknya kurang dari 3. Kecepatan filtrasi dari saringan pasir lambat biasanya berkisar antara 0,1 – 0,3 m/jam.

Proses filtrasi yang terjadi pada saringan pasir lambat, terjadi dengan memisahkan air dari kandungan kontaminan berupa partikel tersuspensi dan koloid, serta bakteri, dengan cara melewatkan air pada suatu media berpori. Pada prinsipnya material ini dapat berupa material apa saja, seperti lapisan granular pasir, batu yang dihancurkan, antrachite, kaca, sisa arang, dan lain-lain. Pada prakteknya di lapangan, media berpori yang paling sering digunakan adalah pasir, karena pasir mudah ditemui dalam jumlah banyak, biaya yang murah, dan hasil pengolahan yang diberikan juga sangat memuaskan. Secara keseluruhan penyisihan kontaminan dengan proses filtrasi merupakan kombinasi dari beberapa proses yang berbeda – beda, dan yang terpenting adalah mechanical straining, sedimentasi, dan adsorpsi, dan aktivitas biologi (Astari, 2010).

2.7.2. Saringan Pasir Cepat

Saringan pasir cepat mempunyai kecepatan 40 kali lebih cepat dibanding kecepatan saringan pasir lambat, dapat dicuci dan dapat ditambahkan dengan koagulan kimia, sehingga efektif untuk pengolahan air dengan kekeruhan tinggi. Pada saringan pasir cepat biasanya digunakan pasir sebagai medium, tetapi prosesnya


(51)

sangat berbeda dengan saringan pasir lambat. Hal ini disebabkan karena digunakan butir pasir yang lebih besar atau kasar.

Dalam pengolahan air tanah, saringan pasir cepat digunakan untuk menghilangkan besi, mangan dan padatan-padatan yang terapung dalam air. Untuk membantu proses filtasi, sering dilakukan aerasi sebagai pengolahan pendahuluan untuk membentuk senyawa tidak terlarut dari besi dan mangan (Kusnaedi, 2003) 2.7.3. Jenis-jenis Media Penyaring

Ada berbagai macam cara untuk mengolah air kotor menjadi air bersih. Namun yang paling banyak dikenal ialah teknik penyaringan, pengendapan, dan penyerapan. Bahan yang dipakai untuk ketiga teknik tersebut juga beraneka ragam. Pasir, ijuk, arang batok, kerikil, tawas, kaporit, dan batu bisa dimanfaatkan secara efektif dalam pengolahan air bersih. Biasanya bahan-bahan itu dipakai secara bersamaan. Jarang sekali orang bisa memperoleh air yang memenuhi syarat kesehatan dengan hanya menggunakan satu media penyaring.

Kecuali tawas dan kaporit seluruh media penyaring tersebut bersifat mengendapkan dan menyerap bahan pencemar yang ada di dalam air. Pasir, kerikil, ijuk merupakan media pengendap, sedangkan arang batok bersifat penyerap. Dibandingkan kerikil dan ijuk, pasir dan arang batok fungsi yang lebih besar.

1. Pasir

Saringan pasir bertujuan untuk mengurangi kandungan lumpur dan bahan-bahan padat yang ada di air. Ukuran pasir untuk menyaring bermacam-macam, tergantung pada jenis bahan pencemar yang akan disaring. Pengamatan tentang bahan padat yang terapung, seperti daun, potongan kayu, sampah, dan kekeruhan air perlu


(52)

dilakukan untuk menentukan ukuran pasir yang akan digunakan. Semakin besar bahan padat yang perlu disaring, semakin besar pula ukuran pasir.

Umumnya air yang akan disaringoleh pasir mengandung bahan padat dan endapan lumpur. Karena itu ukuran pasir yang akan dipakai puntidak terlalu besar. Yang lazim dimanfaatkan adalah pasir berukuran 0,2 - 0,8 mm.

Berdasarkan ukuran pasir, maka dapat dibedakan dua tipe saringan pasir, yakni saringan pasir cepat dan saringan pasir lambat. Saringan pasir cepat menghasilkan air bersih sejumlah 1,3 - 2,7 liter/m3/detik. Diameter pasir yang dipakai 0,4 - 0,8 mm dengan ketebalan 0,4 - 0,7 meter. Saringan pasir lambat menghasilkan air bersih 0,034 – 0,10 liter/m3/detik. Diamater pasir yang digunakan sekitar 0,2 – 0,35 mm dengan ketebalan 0,6 – 1,2 meter. Saringan pasir hanya mampu menahan bahan padat yang tidak larut dan terendap dalam air. Pasir tidak bisa menghilangkan virus atau bakteri pembawa penyakit yang mungkin terkandung di air. Itulah sebabnya air yang melewati saringan pasir masih tetap harus disaring lagi oleh media lain. Dan saringan pasir ini harus dibersihkan secara teratur pada waktu-waktu tertentu.

2. Pasir Kuarsa

Pasir kuarsa (quartz sands) merupakan pelapukan dari batuan beku asam seperti batu granit, gneiss atau batu beku lainnya yang mengandung mineral utama natrium silika. Hasil pelapukan ini kemudian mengalami proses sedimentasi, terbawa air atau angin kemudian diendapkan di tepi-tepi sungai, danau atau pantai. Karena jumlahnya yang cukup besar dan terlihat memutih di sepanjang tepi sungai, danau atau pantai tersebut, maka di Indonesia lebih dikenal dengan nama pasir putih.


(53)

Kualitas pasir kuarsa di Indonesia cukup bervariasi, tergantung pada proses genesa dan pengaruh mineral pengotor yang ikut terbentuk saat proses sedimentasi. Material pengotor ini bersifat sebagai pemberi warna pada pasir kuarsa, dan dari warna tersebut presentase derajat kemurnian dapat diperkirakan. Butiran yang mengandung banyak senyawa oksida besi akan terlihat berwarna kuning, kandungan unsur aluminium dan titan secara visual akan lebih jernih, dan kandungan unsur kalsium, magnesium dan kalium cenderung membentuk warna kemerahan.

Pasir kuarsa sangat bermanfaat di bidang perindustrian. Pada industri semen, pasir kuarsa berfungsi sebagai pelengkap kandungan silika dalam semen yang dihasilkan dan pada industri keramik, pasir kuarsa sebagai pembentuk badan keramik bersama dengan bahan baku lain, seperti kaolin, lempung, felspar, dan bahan pewarna. Dalam industri lain pasir kuarsa digunakan sebagai bahan pengawet dalam bentuk silica gel untuk menjaga kelembapan karena dapat menyerap kandungan air padang barang-barang dalam kemasan, seperti sepatu, sandal, peralatan elektronik dan lain-lain. Dalam pengolahan air bersih, pasir kuarsa juga dapat digunakan sebagai adsorben untuk menyerap padatan yang terlarut dan tersuspensi, bahan organic, dan logam-logam yang berbahaya dalam air. Pasir kuarsa juga dapat bereaksi dengan logam berat dengan mengubah ion logam fluida menjadi padatan atau presiparat (Lesbani, 2011).

3. Arang Batok

Arang batok ialah arang yang berasal dari tempurung kelapa. Tempurung tersebut dibakar sampai menjadi arang. Kalau tidak ada tempurung kelapa, arang yang berasal dari pembakaran kayu juga bisa digunakan.


(54)

Selain dapat menyerap bahan-bahan kimia pencemar dalam air. Arang batok yang berbentuk butiran juga bisa menahan benda-benda padat yang mengotori air. Namun fungsi utamanya tetap untuk mengurangi warna dan bau pada air.

Ada dua bentuk arang batok yang bisa dipakai. Pertama butiran berdiameter 0,1 mm. Kedua berbentuk bubuk berukuran 200 mesh. Masing-masing bentuk memiliki kelebihan dan kelemahan.

Karena berfungsi sebagai penyerap mikroorganisme dan bahan-bahan kimia pencemar yang terkandung dalam air, setelah beberapa waktu arang batok ini sudah tidak efektif lagi. Ciri keefektifannya ialah air yang tersaring sudah tidak begitu jernih lagi. Bila itu terjadi arang batokperlu dicuci dengan air bersih atau bahkan diganti dengan yang baru. Arang batok butiran dapat diaktifkan kembali melalui pembakaran ganda dengan proses dehidrasi.

Kendatipun demikian pemakaian arang batok berbentuk butiran tetap lebih sederhana daripada bentuk bubuk. Pemakaian arang batok bentuk bubuk memerlukan bak penampungan yang dilengkapi dengan alat pengaduk. Pemakaian arang batok berbentuk bubuk juga tidak akan efesien bila bubuk yang telah dipakai tidak bisa didaur ulang dengan mudah supaya bisa dipakai lagi.

Dibandingkan arang berbentuk butiran, proses adsorbsi lebih cepat terjadi pada bentuk bubuk. Tehnik pelaksanaannya adalah dengan menaburkan bubuk itu ke dalam bak penampungan sambil diaduk. Setelah diaduk bubuk akan mengendap sambil membawa bahan-bahan kimia pencemar.


(55)

Untuk mempercepat proses pengendapan kadang-kadang diperlukan campuran bahan pengendap lain. Bubuk ini memang masih bisa dipakai lagi, tetapi sebelumnya harus dipanaskan dahulu dengan teknik tertentu.

4. Penyaring lain

Selain pasir dan arang batok, media penyaring lain yang banyak digunakan adalah ijuk dan kerikil. Ijuk dan kerikil digunakan bersamaan dengan pasir dan arang batok. Umumnya ijuk diletakkan pada lapisan kedua atau lapisan paling atas, sedangkan kerikil diletakkan pada dasar wadah saringan.

Masih banyak media penyaring yang dapat digunakan dalam pengolahan air bersih. Misalnya zeolit, perlit, logam tahan karat. Pemakai zeolit dan perlit hampir sama dengan pemakaian pasir dan arang batok. Logam tahan karat dipakai dalam bentuk saringan.

Saringan inilah yang akan menangkap padatan dan bahan pencemar yang terlarut, terendap, maupun tidak larut dalam air. Setelah air sudah bebas dari padatan-padatan dimasukkan ke dalam bak. Akan tetapi penggunaan zeolit, perlit, dan logam tahan karat jarang sekali ditemukan di masyarakat karena harganya yang relatif mahal.

Supaya berfungsi dengan baik, seluruh media penyaringan tadi harus dikontrol dan tetap dalam kondisi basah. Jangan sampai kering karena dapat mematikan bakteri pengurai. Cara terbaik adalah dengan mengatur debit air sehingga selalu ada air yang mengalir ( Untung, 2008)


(56)

2.8. Filter Menggunakan Karbon Aktif Limbah Padat Tepung Tapioka

Salah satu manfaat karbon aktif aktif adalah dapat menyerap logam berat yang berbahaya buat kesehatan termasuk kadmium (Cd). Oleh karena itu karbon aktif dapat didesain sebagai media filter dalam sebuah saringan untuk menurunkan kadar kadmium dalam air yang tercemar logam berat.

Pada filter yang menggunakan karbon aktif tersebut. Selain menggunakan karbon aktif yang yang berasal dari limbah padat tepung tapioka, digunakan juga pasir dan kerikil sebagai lapisan penahan media saringan dan berfungsi memperlama waktu kontak antara air dengan karbon aktif pada proses adsorpsi dalam penyaringan (Said, 1999). Kemudian pada lubang keluarnya air digunakan kain katun sebagai media penahan agar semua media saringan tidak terikut ke dalam bak penampungan air yang sudah bersih.


(57)

2.9. Kerangka Konsep Air Sumur Gali Saringan Menggunakan Karbon

Aktif Limbah Padat Tepung Tapioka dengan ketebalan 40 cm Kadar Cd Sebelum Melewati Saringan Karbon Aktif Saringan Menggunakan Karbon

Aktif Limbah Padat Tepung Tapioka dengan ketebalan

50 cm Saringan Menggunakan Karbon

Aktif Limbah Padat Tepung Tapioka dengan ketebalan 60 cm Kadar Cd Sesudah Melewati Saringan Karbon Aktif Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium Saringan Menggunakan Karbon Aktif Limbah Padat

Tepung Tapioka dengan ketebalan

70 cm Saringan yang Tidak Menggunakan Karbon

Aktif, hanya menggunakan kerikil

dan pasir kuarsa (kontrol)


(58)

2.10. Hipotesis Penelitian

Ho : Tidak ada perbedaan penurunan kadar Cd setelah melewati saringan menggunakan karbon aktif limbah padat tepung tapioka dengan berbagai ketebalan

Ha : Ada perbedaan penurunan kadar Cd setelah melewati saringan menggunakan karbon aktif limbah padat tepung tapioka dengan berbagai ketebalan


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat Quasi Eksperimen untuk mengetahui penurunan kadar Cd menggunakan saringan pasir menggunakan karbon aktif yang berbahan baku limbah padat industri tepung tapioka dengan ketebalan karbon aktif 40 cm, 50 cm, 60 cm dan 70 cm yang dilakukan 3 kali pengulangan untuk mendapatkan data yang akurat. Kemudian dibandingkan dengan kontrolnya yaitu saringan pasir yang tidak menggunakan karbon aktif. Rancangan penelitian yang dilakukan adalah Pre and Post Test Design yaitu penelitian dilakukan sebelum dan sesudah penggunaan saringan pasir menggunakan karbon aktif terhadap air sumur gali. (Notoatmodjo, 2005)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang dan lokasi pemeriksaan sampel dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Medan. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2012.

3.3. Metode pengumpulan Data 3.3.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil pengukuran kadmium (Cd) air sumur gali yang diukur di laboratorium sebelum dan sesudah penggunaan saringan pasir menggunakan karbon aktif berbahan baku limbah padat tepung tapioka.


(60)

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Kantor Kepala Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

3.4. Objek Penelitian dan Sampel 3.4.1. Objek Penelitian

Yang menjadi objek penelitian adalah air sumur gali dengan perlakuan menggunakan saringan pasir menggunakan karbon aktif berbahan baku limbah padat tepung tapioka pada ketebalan karbon aktif 40 cm, 50 cm, 60 cm dan 70 cm dalam menurunkan kadar kadmium (Cd) pada air sumur.

3.4.2. Sampel

Yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu air sumur gali Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling pada 1 sumur gali dengan kriteria memiliki kandungan Cd melebihi ambang batas (0,005 ppm), kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap sampel sebelum dan sesudah penggunaan saringan pasir menggunakan menggunakan karbon aktif berbahan baku limbah padat tepung tapioka.

3.5. Pelaksanaan Penelitian

Dalam pelaksanaannya penulis membagi dalam dua kegiatan yaitu pelaksanaan percobaan dan pemeriksaan sampel sebelum dan sesudah penggunaan saringan pasir menggunakan karbon aktif berbahan baku limbah padat tepung tapioka di laboratorium.


(61)

3.5.1. Proses Pembuatan Karbon Aktif a. Alat yang digunakan

1. Tanur listrik 2. Neraca elektrik 3. Oven

4. Hot plate stirrer 5. Alat-alat gelas 6. Alat penggiling b. Bahan yang digunakan

1. Limbah padat tepung tapioka 2. Larutan NaOH 15%

3. Larutan Aquades 4. Larutan HCl 1 N c. Proses pembuatan

1. Sebelum digunakan, limbah padat tapioka yang berupa ampas dibersihkan dan dicuci dengan menggunakan aquadest untuk menghilangkan kadar logam Cd yang mungkin menempel pada limbah padat tersebut.

2. Kemudian limbah padat tapioka tersebut dikeringkan di dalam oven selama 3 hari pada suhu 100-1050C untuk mengurangi kandungan airnya. Pembakaran limbah padat tapioka harus dilakukan diruang tertutup (tanur) agar tidak ada udara atau oksigen yang masuk saat pembakaran sehingga arang tidak habis terbakar menjadi debu.


(62)

3. Pembakaran dilakukan selama 3 jam pada suhu 2000C hingga menjadi arang. Kemudian arang yang terbentuk dihaluskan

4. Arang halus yang terbentuk direfluks dan diaktivasi selama 5 jam dengan larutan NaOH 15 % dengan tujuan meningkatkan daya serap. Kemudian dicuci dengan aquades dan dinetralkan dengan larutan HCl 1 N hingga pH karbon aktif menjadi netral (pH=7) , kemudian ditiriskan dan dikeringkan di dalam oven.

3.5.2. Bahan dan Peralatan Pembuatan Saringan Pasir Menggunakan Karbon Aktif

Menurut Said (1999), Adapun bahan dan peralatan yang diperlukan untuk pengadaan penggunaan saringan pasir menggunakan karbon aktif berbahan baku limbah padat tepung tapioka adalah :

1. Pipa dengan diameter 8 inchi dan panjang 1,2 m 2. Pasir kuarsa

3. Karbon aktif berbahan baku limbah padat tepung tapioka 4. Kerikil.

5. Kain Katun

3.5.3. Cara Perakitan Saringan Karbon Aktif

Adapun cara-cara merakit alat media saringan pasir menggunakan karbon aktif yang berbahan baku limbah padat industri tepung tapioka adalah sebagai berikut:

1.Rendam pasir kuarsa dan kerikil yang akan digunakan dalam air untuk menghilangkan kotoran yang menempel selama ± 1 hari.


(63)

2.Sediakan 5 pipa yang berdiameter 8 inchi dan panjang 1,2 m sebagai wadah saringan air.

3.Pada kelima pipa masukkan kain katun, kerikil setinggi ± 15 cm dan pasir kuarsa setinggi ± 20 cm. Kemudian beri nomor pada setiap pipa.

4.Pada pipa I tambahkan karbon aktif setinggi 40 cm, pada pipa II setinggi 50 cm, pada pipa III setinggi 60 cm, pada pipa IV setinggi 70 cm, dan pipa V tidak ditambahkan karbon aktif (kontrol)

5.Kemudian lakukan penyaringan pada masing-masing pipa terhadap air sumur gali. 3.5.4. Cara Kerja

1. Air Baku

Air baku diambil dari sumur gali dengan menggunakan botol kemudian dibawa ke laboratorium untuk pengukuran kadar kadmium (Cd) dengan menggunakan alat Inductively Couple Plasma (ICP).

2. Saringan Pasir Menggunakan Karbon Aktif Limbah Padat Tepung Tapioka

Air baku dituangkan ke saringan pasir menggunakan karbon aktif yang berbahan baku limbah padat industri tepung tapioka. Air yang keluar dari kran pada ember tersebut diambil dengan menggunakan botol dan dibawa ke laboratorium untuk pengukuran kadar Kadmium (Cd) dengan menggunakan alat Inductively Couple Plasma (ICP).

3.5.5. Cara Pengambilan Sampel A.Air Baku

1. Botol yang dipakai adalah botol yang berwarna gelap dan terbuat dari kaca. 2. Botol sampel diikat dengan menggunakan tali beserta pemberat dari batu.


(64)

3. Tutup botol dibuka, kemudian botol diturunkan ke dalam sumur pelan-pelan dengan menggunakan tali

4. Botol ditenggelamkan sepenuhnya ke dalam air.

5. Setelah air di dalam botol penuh, tarik botol dengan menggunakan tali pelan-pelan ke atas kemudian ditutup.

B.Air Sesudah Melewati Saringan Pasir Menggunakan Karbon Aktif Limbah Padat Industri Tepung Tapioka

1. Botol yang digunakan adalah botol berwarna gelap yang terbuat dari bahan kaca.

2. Kran pada ember ke empat dibuka sampai air mengalir.

3. Botol dibuka dan diletakkan di bawah keran, kemudian diisi sampai penuh dan ditutup.

3.5.6. Metode Pemeriksaan Sampel 3.5.6.1. Alat dan Bahan

A. Alat

1. Inductively Couple Plasma (ICP) 2. Pemanas listrik

3. Pipet volume 3, 5, 10, 25 mL 4. Labu ukur 1000 mL

5. Corong

6. Erlenmeyer 250 mL B. Bahan


(1)

Paired Samples Test

.0082733 .00004509 .00002603 .0081613 .0083853 317.788 2 .000 sebelum melewati

saringan karbon aktif 50 cm - sesudah melewati saringan karbon aktif 50 cm Pair

1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Saringan Pasir Menggunakan Karbon Aktif Limbah Padat Tapioka dengan

Ketebalan 60 cm

Paired Samples Statistics

.0094500 3 .00000000 .00000000

.0007100 3 .00002646 .00001528 sebelum melewati

saringan karbon aktif 60 cm sesudah melewati saringan karbon aktif 60 cm Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Test

.0087400 .00002646 .00001528 .0086743 .0088057 572.167 2 .000 sebelum melewati

saringan karbon aktif 60 cm - sesudah melewati saringan karbon aktif 60 cm Pair

1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences


(2)

Saringan Pasir Menggunakan Karbon Aktif Limbah Padat Tapioka dengan

Ketebalan 70 cm

Paired Samples Statistics

.0094500 3 .00000000 .00000000

.0007633 3 .00005033 .00002906 sebelum melewati

saringan karbon aktif 70 cm sesudah melewati saringan karbon aktif 70 cm Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Test

.0086867 .00005033 .00002906 .0085616 .0088117 298.929 2 .000 sebelum melewati

saringan karbon aktif 70 cm - sesudah melewati saringan karbon aktif 70 cm Pair

1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Oneway

Test of Homogeneity of Variances

kadar Cd setelah melewati saringan

.705 4 10 .607

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

Anova Oneway

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: kadar Cd setelah melewati saringan

3.542E-06a 4 8.854E-07 397.647 .000 2.143E-05 1 2.143E-05 9625.296 .000 3.542E-06 4 8.854E-07 397.647 .000 2.227E-08 10 2.227E-09

2.500E-05 15 3.564E-06 14 Source Corrected Model Intercept SARINGAN Error Total Corrected Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .991) a.


(3)

Post Hoc Tests

saringan karbon aktif

Multiple Comparisons

Dependent Variable: kadar Cd setelah melewati saringan Bonferroni

.0008000* .00003853 .000 .0006620 .0009380

.0008867* .00003853 .000 .0007487 .0010247

.0013533* .00003853 .000 .0012153 .0014913

.0013000* .00003853 .000 .0011620 .0014380

-.0008000* .00003853 .000 -.0009380 -.0006620

.0000867 .00003853 .482 -.0000513 .0002247

.0005533* .00003853 .000 .0004153 .0006913

.0005000* .00003853 .000 .0003620 .0006380

-.0008867* .00003853 .000 -.0010247 -.0007487

-.0000867 .00003853 .482 -.0002247 .0000513

.0004667* .00003853 .000 .0003287 .0006047

.0004133* .00003853 .000 .0002753 .0005513

-.0013533* .00003853 .000 -.0014913 -.0012153

-.0005533* .00003853 .000 -.0006913 -.0004153

-.0004667* .00003853 .000 -.0006047 -.0003287

-.0000533 .00003853 1.000 -.0001913 .0000847

-.0013000* .00003853 .000 -.0014380 -.0011620

-.0005000* .00003853 .000 -.0006380 -.0003620

-.0004133* .00003853 .000 -.0005513 -.0002753

.0000533 .00003853 1.000 -.0000847 .0001913 (J) saringan karbon aktif

saringan karbon aktif 40 cm

saringan karbon aktif 50 cm

saringan karbon aktif 60 cm

saringan karbon aktif 70 cm

kontrol

saringan karbon aktif 50 cm

saringan karbon aktif 60 cm

saringan karbon aktif 70 cm

kontrol

saringan karbon aktif 40 cm

saringan karbon aktif 60 cm

saringan karbon aktif 70 cm

kontrol

saringan karbon aktif 40 cm

saringan karbon aktif 50 cm

saringan karbon aktif 70 cm

kontrol

saringan karbon aktif 40 cm

saringan karbon aktif 50 cm

saringan karbon aktif 60 cm

(I) saringan karbon aktif kontrol

saringan karbon aktif 40 cm

saringan karbon aktif 50 cm

saringan karbon aktif 60 cm

saringan karbon aktif 70 cm

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

The mean difference is significant at the .05 level. *.


(4)

LAMPIRAN 7

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar Lampiran 1. Limbah Padat Tepung Tapioka (Ampas)


(5)

Gambar Lampiran3. Saringan Pasir Karbon Aktif Limbah Padat Tapioka

Gambar Lampiran 4. Air Sumur Sebelum dan Sesudah Melewati Saringan Karbon

Aktif


(6)

Gambar Lampiran 5. Pemeriksaan Kadmium (Cd) di Laboratorium menggunakan alat


Dokumen yang terkait

Efektivitas Karbon Aktif Sekam Padi Dalam Menurunkan Mangan (Mn) Air Sumur Galidi Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

6 81 88

Efektifitas Karbon Aktif Kulit Singkong Untuk Menurunkan Kadar Biological Oksigen Demand (Bod) Dan Total Suspended Solid (Tss) Air Limbah Pabrik Tepung Tapioka

18 113 109

Efektivitas Aplikasi Saringan Air dengan Penggunaan Media Pasir, Karbon Aktif dan Zeolit untuk Penurunan Kadar Kadmium (Cd) pada Air Sumur Gali Masyarakat Desa Namo Bintang Tahun 2015

15 181 184

Efektivitas Aplikasi Saringan Air dengan Penggunaan Media Pasir, Karbon Aktif dan Zeolit untuk Penurunan Kadar Kadmium (Cd) pada Air Sumur Gali Masyarakat Desa Namo Bintang Tahun 2015

0 2 16

Efektivitas Aplikasi Saringan Air dengan Penggunaan Media Pasir, Karbon Aktif dan Zeolit untuk Penurunan Kadar Kadmium (Cd) pada Air Sumur Gali Masyarakat Desa Namo Bintang Tahun 2015

0 0 2

Efektivitas Aplikasi Saringan Air dengan Penggunaan Media Pasir, Karbon Aktif dan Zeolit untuk Penurunan Kadar Kadmium (Cd) pada Air Sumur Gali Masyarakat Desa Namo Bintang Tahun 2015

0 0 8

Efektivitas Aplikasi Saringan Air dengan Penggunaan Media Pasir, Karbon Aktif dan Zeolit untuk Penurunan Kadar Kadmium (Cd) pada Air Sumur Gali Masyarakat Desa Namo Bintang Tahun 2015

0 0 64

Efektivitas Aplikasi Saringan Air dengan Penggunaan Media Pasir, Karbon Aktif dan Zeolit untuk Penurunan Kadar Kadmium (Cd) pada Air Sumur Gali Masyarakat Desa Namo Bintang Tahun 2015

0 0 5

Efektivitas Aplikasi Saringan Air dengan Penggunaan Media Pasir, Karbon Aktif dan Zeolit untuk Penurunan Kadar Kadmium (Cd) pada Air Sumur Gali Masyarakat Desa Namo Bintang Tahun 2015

0 0 40

Hubungan Kadar Kadmium (Cd) Pada Air Sumur Dengan Tekanan Darah Masyarakat di Desa Namo Bintang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 0 17