Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Situ Cikaret Kabupaten Bogor Menggunakan Analisis Spasial.
EVALUASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN SITU CIKARET
KABUPATEN BOGOR MENGGUNAKAN ANALISIS SPASIAL
ANDI SUPRIYADI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Kebijakan
Pengelolaan Situ Cikaret Kabupaten Bogor Menggunakan Analisis Spasial adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Andi Supriyadi
NRP P052110334
RINGKASAN
ANDI SUPRIYADI. Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Situ Cikaret Kabupaten
Bogor Menggunakan Analisis Spasial. Dibimbing oleh LAILAN SYAUFINA dan
IIN ICHWANDI.
Situ Cikaret termasuk kedalam DAS Sungai Ciliwung, yang berfungsi
sebagai pengendalian banjir di Jakarta. Situ ini juga mendukung pemenuhan air
baku di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Perubahan tutupan lahan,
penurunan luas badan air, dan tidak adanya data mengenai fungsi kontrol untuk
banjir dan ketersediaan air situ, serta ketidakjelasan dalam pengelolaan situ adalah
salah satu faktor yang berkontribusi terhadap degradasi Situ Cikaret. Oleh karena
itu, penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis perubahan tutupan lahan, 2)
menghitung pengendalian banjir dan ketersediaan air, dan 3) mengidentifikasi
pengaruh dan kepentingan stakeholders.
Pendekatan dalam penelitian ini meliputi analisis perubahan tutupan lahan
menggunakan analisis spasial, analisis banjir menggunakan metode ISD, analisis
ketersediaan air dengan menggunakan metode FJ Mock dan NRECA, analisis
kebijakan dan analisis stakeholder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas
penutupan badan air berkurang dari 21,67 ha pada tahun 2002 menjadi 16,90 ha
pada tahun 2012, yang berarti ada penyusutan 22,01% menjadi tegakkan pohon.
Luas Situ Cikaret 21,67 ha debit outflow 19.03 m3/det, sedangkan setelah
penyusutan untuk 16.90 ha, debit outflow 21.60 m3/det dengan debit puncak
inflow sebesar 36,93 m3/det, analisis neraca air menunjukkan bahwa ketersediaan
air Situ Cikaret dapat memenuhi kebutuhan air pada tahun 2012 untuk
pemanfaatan daerah irigasi 25 ha tanpa defisit air. Ketersediaan air minimum FJ
Mock pada bulan Agustus dari 0.031 m3/det, sedangkan ketersediaan air NRECA
pada bulan Agustus dari 0,118 m3/det. Arahan model pengelolaan
Situ Cikaret harus ada kebijakan pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat
ke Pemerintah Daerah dan perlu dibangun suatu badan pengelola Situ Cikaret
untuk berbuat dari hari ke hari.
Kata kunci:
perubahan tutupan lahan, pengendalian banjir, ketersediaan air,
Stakeholder
SUMMARY
ANDI SUPRIYADI. Evaluation of Cikaret Lake Management Policy at Bogor
District using Spatial Analysis. Supervised by LAILAN SYAUFINA and IIN
ICHWANDI.
Cikaret Lake is included in Ciliwung water catchment area, which important
function for flood control in Jakarta. The lake also supporting the fulfillment of
the raw water in Cibinong Sub District, Bogor. Land cover change and the
decreasing of water body area, the absence of data regarding the control
function for flooding and water availability of the lake, as well as the lack of
clarity in lake management are among the contributed factor to the degradation
Cikaret Lake. Therefore, this study aims to: 1)analyze changes in land cover, 2)
calculate the flood control and water supply, and 3) identify the influence and
interests of stakeholders.
The approaches include the analysis of land cover change using spatial
analysis on supervised classification, flood analysis using ISD methods, water
availability analysis using FJ
Mock method and NRECA, policy analysis and
stakeholder analysis. The study revealed the water bodies area reduced from 21.67
ha in 2002 to 16.90 ha in 2012, which means there is a shrinkage of 22.01%
replaced by tree stand. The origin Cikaret Lake 21.67 ha outflow discharge of
19.03 m3 /sec, while after shrinkage to 16.90 ha, outflow discharge of 21.60 m3
/sec with peak discharge inflow of 36.93 m3 /sec, the water balance analysis
showed that water availability Cikaret Lake can fulfil the water demand in 2012
for utilization of 25 ha irrigation area without water deficit. The minimum water
availability of FJ Mock was in August of 0.031 m3 /sec, while that of NRECA
water availability was in August of 0.118 m3 /sec. Referrals Cikaret Lake
management model should be a policy delegation of authority from the Central
Governments to District Governments and the need to build a governing body
Cikaret Lake for day to day action.
Keywords: Land cover change, Flood control, water availability, Stakeholders
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EVALUASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN SITU CIKARET
KABUPATEN BOGOR MENGGUNAKAN ANALISIS SPASIAL
ANDI SUPRIYADI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Ombo Satjapradja, M.Sc
Senin, 24 Agustus 2015 Pukul 10.00 WIB
Prof. Dr. Ir. Ombo Satjapradja, M.Sc
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Nusa Bangsa
Judul Tesis : Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Situ Cikaret Kabupaten Bogor
menggunakan Analisis Spasial
Nama
: Andi Supriyadi
NRP
: P052110334
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc
Ketua
Dr. Ir. Iin Ichwandi, M.Sc, F.Trop
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian:
24 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa
ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013
sampai September 2013 ini ialah Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Situ Cikaret
Kabupaten Bogor menggunakan Analisis Spasial. Penelitian ini merupakan syarat
dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc dan
Bapak Dr. Ir. Iin Ichwandi, M.Sc, F.Trop selaku pembimbing serta semua pihak
yang telah membantu dalam proses pengumpulan data sehingga saya berhasil
menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, istri serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Andi Supriyadi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan Penutupan lahan
Fungsi Situ sebagai Pengendali Banjir dan Penyedia Air
Analisis Isi
Analisis Stakeholder
3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode dan Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Tutupan lahan Situ Cikaret
Fungsi Situ Cikaret sebagai Pengendali Banjir
Fungsi Situ Cikaret sebagai Penyedia Air
Analisis Isi Peraturan Perundangan Pengelolaan Situ
Analisis Stakeholder Pengelolaan Situ Cikaret
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
x
xi
xii
1
2
4
4
6
7
10
11
13
13
14
28
32
35
37
42
47
47
48
51
72
DAFTAR TABEL
1.
Penilaian tingkat kepentingan
24
2.
Penilaian tingkat pengaruh
25
3.
Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan stakeholder
26
4.
Penampakan Training Area
28
5.
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan Situ Cikaret tahun 2002
30
6.
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan Situ Cikaret tahun 2012
30
7.
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 2002 dan tahun 2012
31
8.
Distribusi hujan jam-jaman untuk kala ulang 2,5, dan 10 tahun
33
9.
Kebutuhan air untuk irigasi dan perikanan Situ Cikaret (dlm l/dtk)
36
10.
Identifikasi dan peran stakeholder pemerintah pusat
37
11.
Identifikasi dan peran stakeholder pemerintah provinsi
37
12.
Identifikasi dan peran stakeholder pemerintah kabupaten
38
13.
Kebijakan yang sudah tidak berlaku terkait pengelolaan situ.
39
14.
Kebijakan yang masih berlaku terkait pengelolaan situ.
39
15.
Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat dalam pengelolaan Situ Cikaret.
16.
Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
provinsi dalam pengelolaan Situ Cikaret.
17.
41
41
Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
kabupaten/kota dalam pengelolaan Situ Cikaret.
41
18.
Kepentingan dan pengaruh dari subjects
43
19.
Kepentingan dan pengaruh dari players
43
20.
Kepentingan dan pengaruh dari bystanders
44
21.
Kepentingan dan pengaruh dari actors
45
DAFTAR GAMBAR
1.
Kerangka pemikiran evaluasi kebijakan pengelolaan Situ Cikaret
4
2.
Lokasi penelitian di Situ Cikaret
13
3.
Bagan alir analisis perubahan tutupan lahan
14
4.
Bagan alir penelusuran banjir
15
5.
Curah hujan rata-rata dengan metode aritmatik
16
6.
Curah hujan rata-rata dengan metode thiessen
16
7.
Hidrograf satuan cara Gama I
18
8.
Hidrograf satuan cara Nakayasu
19
9.
Konsep penelusuran waduk
20
10. Bagan alir model rainfall-runoff metode FJ Mock
22
11. Diagram model hujan limpasan NRECA
23
12. Bagan alir neraca air
23
13. Bagan alir analisis stakeholder
24
14. Matrik hasil analisis stakeholder
26
15. Penampakan kelas tutupan lahan di lokasi penelitian
29
16. Penutupan lahan Situ Cikaret Tahun 2002
29
17. Penutupan lahan Situ Cikaret Tahun 2012
31
18. Curah hujan harian maksimum rata-rata di DAS Situ Cikaret
Periode tahun 2002-2012
32
19. Hidrograf banjir rancangan metode gama I Situ Cikaret
33
20. Hidrograf penelusuran banjir dengan luas Situ Cikaret 21.67 ha
34
21. Hidrograf penelusuran banjir dengan luas Situ Cikaret 16.90 ha
34
22. Curah hujan rata-rata bulanan di DAS Situ Cikaret periode
Tahun 2002-2012
35
23. Debit hasil pengukuran dan perhitungan
36
24. Neraca air Situ Cikaret tahun 2012
37
25. Pemetaan Stakeholder Pengelolaan Situ Cikaret
42
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Perataan hujan maksimum metode rata-rata aljabar tahun 2002 -2012
51
2.
Analisa frekuensi hujan Situ Cikaret
53
3.
Hujan rancangan distribusi gumbel periode ulang 2, 5 dan 10 tahun
53
4.
Intensitas hujan periode ulang 2, 5, dan 10 tahun
53
5.
Hidrograf banjir rancangan periode ulang 5 tahun
54
6.
Penelusuran banjir Situ Cikaret dengan luas 21.67 Ha
55
7.
Penelusuran banjir Situ Cikaret dengan luas 16.90 Ha
56
8.
Curah hujan rata-rata bulanan metode aljabar di DAS Situ Cikaret
periode tahun 2002-2012
9.
57
Perhitungan evapotranspirasi metode penman montieth periode tahun
2002-2012
58
10. Perhitungan debit andalan metode F.J Mock periode tahun 2002-2012
62
11. Rekapitulasi debit andalan F.J Mock
67
12. Debit andalan 80 % F.J Mock
67
13. Perhitungan pengukuran debit saluran inlet Situ Cikaret
68
14. Perhitungan debit andalan metode NRECA periode tahun 2002-2012
68
15. Rekapitulasi debit andalan NRECA
70
16. Debit andalan 80 % NRECA
70
17. Neraca air dengan ketersediaan air F.J Mock
71
18. Neraca air dengan ketersediaan air NRECA
71
1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Situ merupakan salah satu fitur lanskap di planet ini yang paling dramatis
dan paling mempesona, dan juga yang paling banyak ragamnya dibanding sistem
perairan daratan lainnya. Jika sungai merupakan sistem air yang mengalir, maka
situ pada dasarnya adalah suatu cadangan air yang diam di tempat. Ukuran,
bentuk dan kedalamannya sangat bervariasi, tergantung dari asal-usul
pembentukannya. Situ merupakan ekosistem akuatis yang dinamis, yang pada
saat bersamaan juga adalah suatu wadah air dalam jumlah besar, sumber bahan
pangan, dan tempat rekreasi untuk kepentingan umat manusia. Situ juga
merupakan habitat bagi sejumlah besar ragam flora dan fauna, pada beberapa
kasus juga merupakan rumah bagi organisme tertentu yang tidak dijumpai di
tempat lain di muka bumi ini (KVDD, 2004).
Dewasa ini banyak situ di Indonesia telah mengalami degradasi
(penurunan kualitas) yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk, konversi
lahan hutan, polusi dan erosi (Fahmudin dan Widianto, 2004). Data Status
Lingkungan Hidup 2004 menunjukkan, dari 200 situ yang tersebar di wilayah
Jabodetabek, hanya 54 situ yang kondisinya masih cukup baik. Sebagian besar
rusak, terbukti dari luas situ secara keseluruhan yang semula mencapai 2.337,10
ha, sekarang ini hanya 1.462,78 ha atau menyusut 37,41%. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa jumlah situ semakin berkurang atau hilang fungsinya sebagai
tempat potensial penampungan air guna pengendalian banjir, konservasi sumber
daya air, pengembangan ekonomi lokal dan tempat rekreasi. Padahal ditinjau dari
fungsinya sebagai pengendali banjir, situ-situ di wilayah Jabodetabek dengan
asumsi kedalaman situ 1-1,5 meter akan mampu menampung 22-30 juta meter
kubik air. Sedangkan ditinjau dari aspek konservasi sumber daya air, keberadaan
situ-situ merupakan wadah sediaan air (fungsi teknis) dan pemasok air tanah
(fungsi ekologis) yang mampu mempertahankan tata air daerah sekitarnya.
Sedangkan apabila ditinjau dari aspek pengembangan ekonomi lokal, situ-situ
tersebut dapat memberikan peluang pengembangan ekonomi yang berbasis
kondisi ekonomi setempat (KNLH, 2007).
Sampai saat ini informasi tentang situ masih terbatas, baik mengenai
fungsi utamanya sebagai pengendali banjir, dan fungsi lainnya sebagai sumber air
baku untuk pertanian dan perikanan, sehingga pemanfaatan situ bagi berbagai
keperluan sulit untuk diprogramkan. Berbeda dengan situ, waduk memiliki sistem
tata air yang telah direncanakan sedemikian rupa sehingga volume, kedalaman,
luas, presipitasi, debit inflow/outflow waktu tinggal air diketahui dengan pasti.
Sumber air situ dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain:
a. Air sungai yang mengalir ke dalam basin dan sebagai inflow,
b. Air hujan yang tertangkap langsung oleh basin situ tersebut,
c. Air dari aliran permukaan (over land flow) yang berasal dari air hujan yang
jatuh,
d. Air yang berasal dari dalam tanah (air tanah) yang permukaannya lebih tinggi
dari pada permukaan air danau sehingga air mengalir ke dalam situ,
e. Air yang berasal dari mata air atau spring yang masuk ke dalam situ tersebut.
2
Jumlah air situ tidak selalu tetap, tetapi selalu mengalami fluktuasi yaitu
bertambah pada musim basah (hujan) dan berkurang pada musim kering
(kemarau). Penyusutan air situ dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a. Penguapan dari permukaan situ, dipengaruhi oleh suhu, perbedaan tekanan
udara, kelembaban udara, angin dan kualitas air,
b. Pengaliran air situ melalui outlet menuju sungai dibawahnya,
c. Perembesan air situ ke dalam tanah. Hal ini tergantung pada karakteristik
batuan atau tanah penyusun lahan sekitarnya, selain itu faktor ketinggian air
tanah di sekitar situ juga menentukan besar kecilnya kehilangan air situ
tersebut,
d. Khusus untuk waduk terdapat penyusutan air akibat dimanfaatkan untuk air
minum, irigasi, dan sebagainya (Damayanti, 2012).
Pengelolaan situ dilaksanakan secara terpadu (multisektor), menyeluruh
(kualitas-kuantitas, hulu-hilir), berkelanjutan (antar generasi), berwawasan
lingkungan (konservasi ekosistem) dengan wilayah sungai (satuan wilayah
hidrologis) sebagai kesatuan pengelolaan situ. Pengelolaan situ tidak bisa
dilaksanakan oleh satu pihak saja, namun harus dilakukan oleh semua pihak yang
terkait langsung maupun tidak langsung dengan situ seperti pemerintah pusat,
pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat. Para pihak (stakeholders) yang
terkait harus memiliki kepedulian dan komitmen untuk melaksanakan pengelolaan
situ. Pengelolaan situ tidak dapat dilakukan secara efektif dengan hanya
mengandalkan kemampuan pemerintah dalam membuat dan menegakkan
peraturan saja. Berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait
dalam pengelolaan situ harus sama-sama menyadari perlunya pengelolaan situ
serta dapat melakukan kegiatan pengelolaan situ dengan baik.
Penelitian situ-situ masih relatif sangat sedikit. Jika jumlah situ yang
masih ada di wilayah Jabodetabek diasumsikan sebanyak 164 buah, maka jumlah
yang telah diteliti baru sekitar 9%. Sementara sebagian besar penelitian tentang
situ-situ baru terpusat pada aspek biologi dan kualitas air, masih sangat sedikit
sekali jumlah penelitian tentang pengelolaan dan inventarisasi situ. Keadaan
demikian tentunya akan menyulitkan pihak pengambil keputusan untuk membuat
perencanaan pengelolaan situ dimasa datang. Dengan demikian topik penelitian
situ dimasa datang harus relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
Rumusan Masalah
Lokasi Situ Cikaret yang terletak di kawasan perkantoran Pemda
Kabupaten Bogor selain berfungsi sebagai penyediaan air baku untuk irigasi dan
perikanan juga berfungsi sebagai tempat latihan SAR oleh Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) kabupaten Bogor atau oleh TNI, tempat latihan dan
pertandingan olahraga dayung oleh KONI Kabupaten Bogor serta potensial untuk
pengembangan tempat rekreasi atau wisata alam, layak dijadikan objek penelitian.
Fungsi Situ Cikaret dalam penyediaan air baku untuk irigasi dan perikanan masih
terbatas. Hal ini disebabkan antara lain kurangnya perhatian terhadap fungsi situ.
Informasi tentang penyediaan air sangat penting diketahui untuk perencanaan
pengelolaan situ, sementara itu Situ Cikaret saat ini mengalami banyak
permasalahan antara alih fungsi lahan situ, menyusutnya luas situ dan kurang
jelasnya pihak yang mengelola situ.
Semakin menyusutnya luasan situ
3
penyebabnya bisa akibat sedimentasi yang tak terkendali, atau karena adanya
pengurugan menjadi lahan pemukiman atau untuk keperluan yang lain.
Meningkatnya jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi menyebabkan
semakin meningkatnya tekanan terhadap situ. Pembangunan dan pengembangan
wilayah memaksa situ menjadi salah satu sumberdaya alam yang harus terus
mengalah, yang pada akhirnya membuat situ-situ mengalami pengurugan dan
beralih fungsi. Sebagai salah satu ekosistem yang berfungsi sebagai daerah
tangkapan air sementara, situ memegang peranan penting dalam siklus hidrologi
air. Pentingnya peran situ sebagai pengendali banjir dan sumber air baku untuk
irigasi dan perikanan tidak kemudian menjadikan masyarakat peduli dan mau
melindungi keberadaan situ. Justru sebaliknya, situ banyak mengalami
pencemaran serta pengurugan.
Permasalahan yang muncul mengindikasikan bahwasanya para
stakeholders baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat
sendiri masih memandang situ bukan sebagai ekosistem yang harus dijaga
kelestariannya. Pelestarian situ yang didera banyak permasalahan yang kompleks
tidak hanya bisa diselesaikan oleh salah satu pihak saja, akan tetapi perlu
kolaborasi dengan pembagian peran yang baik dari pihak pemerintah pusat,
pemerintah daerah, swasta dan masyarakat. Pemerintah pusat dan daerah selaku
pembuat regulasi harus bisa merumuskan peraturan yang komprehensif dalam
rangka penyelamatan situ. Pihak swasta dan masyarakat dituntut memiliki
kesadaran untuk bisa mematuhi peraturan yang telah ada dan kemudian ikut ambil
bagian dalam rangka menjaga kelestarian situ yang semakin tersisih.
Fungsi Situ Cikaret sebagai pengendali banjir dan penyediaan air baku
untuk irigasi dan perikanan masih terbatas. Hal ini disebabkan antara lain
kurangnya perhatian terhadap fungsi situ. Informasi tentang pengendalian banjir
di daerah hilir situ dan penyediaan air sangat penting diketahui untuk perencanaan
pengelolaan situ, semetara itu Situ Cikaret saat ini mengalami banyak
permasalahan antara lain alih fungsi lahan situ, menyusutnya luas situ dan kurang
jelasnya pihak yang mengelola situ.
4
Gambar 1. Kerangka pemikiran evaluasi kebijakan pengelolaan Situ
Cikaret
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.
Tujuan penelitian adalah untuk:
Menganalisis perubahan tutupan lahan di wilayah sekitar Situ Cikaret;
Menghitung fungsi pengendali banjir dan ketersediaan air Situ Cikaret;
Mengidentifikasi pengaruh dan kepentingan stakeholder pengelolaan Situ
Cikaret;
Mengidentifikasi kebijakan yang berlaku dalam pengelolaan Situ Cikaret.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
1. Memberikan informasi perubahan penutupan lahan dari tahun 2002-2012
dengan pendekatan SIG;
2. Memberikan informasi berapa debit yang dapat diredam oleh Situ Cikaret dan
ketersediaan air untuk irigasi dan perikanan;
3. Memberikan informasi mengenai pihak-pihak yang mengelola dan
memanfaatkan Situ Cikaret;
5
4. Memberikan informasi mengenai kebijakan yang berlaku pada pengelolaan
Situ Cikaret sebagai acuan bagi para pengambil kebijakan dalam melakukan
pengelolaan Situ Cikaret.
6
2. TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan Penutupan Lahan
Data penginderaan jauh mempunyai sifat temporal, sehingga bisa
digunakan untuk memantau perubahan penutup lahan yang akan memberikan
masukan berarti bagi pengeloaan DAS. Hasil interpretasi dari data penginderaan
jauh Landsat dan SPOT, penutup lahan di Sub DAS Tondano di Sulawesi Utara
didominasi oleh sawah, ladang/tegalan, dan hutan. Sedangkan perubahan penutup
lahannya didominasi oleh hutan dan ladang yang semakin berkurang dan
permukiman yang semakin bertambah. Semakin berkurangnya penutup lahan
bervegetasi seperti hutan dan semak belukar, diduga memberikan dampak makin
menurunnya kualitas dan kuantitas danau (Kartika et al, 2012).
Model pemantauan kualitas danau berbasis data penginderaan jauh akan
sangat bermanfaat untuk memantau dan mengevaluasi kualitas danau secara
akurat, berkala, cepat dan ekonomis. Informasi spasial yang dihasilkan akan
sangat mendukung pengelolaan lingkungan dan pengembangan budidaya
perikanan (Trisakti dan Nugroho, 2012).
Kerusakan lahan di bagian hulu DAS Tondano sangat berpengaruh
terhadap eksistensi Danau Tondano yang mempunyai fungsi strategis bagi
Provinsi Sulawesi Utara. Sebab Danau Tondano berfungsi untuk menyuplai air
bersih, pembangkit listrik tenaga air, irigasi, perikanan, pengendali banji, rekreasi
dan fungsi lainnya. Erosi dan sedimentasi di bagian hulu telah menyebabkan
berkurangnya luas dan kedalaman danau (Nugroho, 2005).
Menurut Jaya (2010) klasifikasi secara kuantitatif dalam konteks
multispektral dapat diartikan sebagai suatu proses mengelompokkan piksel ke
dalam kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan peubah-peubah yang digunakan.
Kelas dapat berupa sesuatu yang terkait dengan fitur-fitur yang telah dikenali di
lapangan atau berdasarkan kemiripan yang dikelompokkan oleh komputer.
Selanjutnya Jaya (2010) menjelaskan bahwa berdasarkan teknik
pendekatannya, klasifikasi kuantitatif dibedakan atas Klasifikasi Tidak
Terbimbing (unsupervised classification) dan Klasifikasi Terbimbing (supervised
classification). Klasifikasi Tidak Terbimbing adalah klasifikasi yang proses
pembentukan kelas-kelasnya sebagian besar dikerjakan oleh komputer. Kelaskelas atau klaster yang terbentuk dalam klasifikasi ini sangat bergantung pada data
itu sendiri. Pada klasifikasi ini hanya sebagian kecil saja yang ditetapkan atau
didesain oleh analis, misalnya jumlah kelas atau klaster yang akan dibuat, teknik
yang akan digunakan, jumlah iterasi, dan band-band atau kanal yang akan
digunakan.
Berbeda dengan klasifikasi sebelumnya, klasifikasi terbimbing adalah
klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analisis (supervised). Kriteria
pengelompokkan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas yang diperoleh
analisis melalui pembuatan training area. Klasifikasi penutupan lahan yang
digunakan pada penelitian ini adalah Klasifikasi Terbimbing (supervised
classification). Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan dan
merupakan metode standar. Metode ini mempertimbangkan peluang dari suatu
piksel untuk dikelaskan ke dalam kelas atau kategori tertentu (Jaya, 2010).
7
Fungsi Situ sebagai Pengendali Banjir dan Penyedia Air
Air di lautan dan di genangan (danau, rawa, waduk), akan menguap ke
dalam atmosfer karena adanya radiasi matahari. Uap air akan berubah menjadi
hujan akibat dari proses pendinginan. Air hujan yang jatuh di bumi sebagian
akan menjadi aliran permukaan, dan aliran permukaan tersebut sebagian akan
meresap ke dalam tanah menjadi aliran bawah permukaan melalui proses
infiltrasi dan perkolasi. Selebihnya akan menjadi aliran permukaan dan kembali
ke dalam lautan (Soewarno, 1991).
Menurut Hadi (2014) Sungai Ciliwung merupakan DAS yang dianggap
sebagai penyumbang terbesar terhadap terjadinya banjir di Jakarta. Berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan pihak terkait,namun permasalahan
banjir di DAS Ciliwung tidak terselesaikan. Sejalan dengan pertumbuhan
penduduk dan urbanisasi di kawasan DAS Ciliwung tentunya kebutuhan akan
lahan untuk permukiman dan fasilitas semakin bertambah.
Selanjutnya Hadi (2014) menjelaskan bahwa badan air Ruang Terbuka
Biru (RTB) bersumber dari blue water seperti situ, waduk, embung dan
sebagainya memainkan peran penting dalam pengendalian banjir dengan menahan
hidrograf aliran masuk dan mengurangi debit puncak aliran keluar, sehingga dapat
mengurangi kapasitas saluran yang diperlukan di bagian hilir.
Analisa reduksi banjir akibat tampungan Danau Sentani di Provinsi Papua
merupakan perbandingan antara debit inflow banjir dengan debit yang terjadi di
outlet Danau Sentani. Reduksi banjir pada tahun 2007 rata-rata sebesar 86,18%
dari 8 kala ulang yang berbeda. Pada tahun 2010 reduksi akibat tampungan ratarata sebesar 86,22% dan pada tahun 2012 rata-rata sebesar 86,23%. Pada rencana
pengendalian debit puncak banjir yang masuk kedalam Danau Sentani, pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Danau Sentani telah direncanakan dengan
menggunakan Check Dam guna menurunkan debit puncak banjir dan juga guna
mengurangi tingkat sedimentasi di Danau Sentani. Mengingat pada analisa
sebelumnya pada perubahan tata guna lahan yang terjadi pada daerah tangkapan
air hujan mempunyai kecenderungan untuk di jadikan pemukiman.
Pertimbangannya bahwa semakin tinggi perubahan penggunaan lahan hutan
menjadi pemukiman, akan meningkatkan debit inflow yang masuk ke dalam
Danau Sentani (Fauzi et al. 2014).
Pemanfaatan perairan atau pemanfaatan ruang perairan Danau Tondano di
Sulawesi Utara saat ini cenderung tidak memperdulikan daya dukung sumberdaya
air yang ada di danau ini. Perairan Danau Tondano saat ini tidak hanya
dimanfaatan sebagai lahan pariwisata, tetapi juga di manfaatkan sebagai lahan
hunian (rumah-rumah terapung), lahan peternakan (ikan, itik dan ternak babi). Di
dalam skenario perencanaan terpadu Danau Tondano, tentunya prinsip
keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan perairan danau mesti
diperhitungkan dengan baik, sehingga siklus-siklus di dalam ekosistem perairan
danau dapat berlangsung semestinya dan tidak terputus sama sekali (Kumurur,
2002).
Dalam pengukuran biasanya dilakukan pada suatu stasiun hujan yang
merupakan data hujan yang terjadi pada satu tempat saja, namun di dalam analisis
umumnya diperlukan data hujan rata-rata (curah hujan wilayah). Untuk
melakukan perhitungan hujan rata-rata pada suatu Daerah Aliran Sungai biasanya
8
dilakukan dengan beberapa cara antara lain metode aritmatik/rata-rata aljabar dan
metode poligon thiesen (Harto, 1993).
Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran curah hujan
disamai atau dilampau. Sebaliknya kala ulang atau (return period) adalah waktu
hipotetik dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau
dilampaui. Beberapa cara yang dipakai untuk menentukan distribusi frekuensi
yang umum dipakai yaitu: Distribusi Normal, dan Distribusi Gumbel (DPU,
1989).
Hasil pengamatan di Indonesia hujan terpusat tidak lebih dari 7 jam, maka
dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat maksimum adalah 5 jam sehari.
Sebaran hujan jam-jaman dihitung dengan menggunakan rumus Mononobe.
Hujan efektif adalah angka yang menunjukkan besar curah hujan (dalam
millimeter) setelah dikurangi evaporasi dan infiltrasi (DPU, 1989).
Banjir adalah suatu keadaan aliran sungai, dimana permukaan airnya lebih
tinggi dari suatu ketinggian tertentu, pada umumnya ditetapkan sama dengan
tinggi bantaran sungai. Debit banjir adalah besarnya aliran sungai yang diukur
dalam satuan (m3/dtk) pada waktu banjir. Banjir rencana ialah banjir yang
besarnya ditetapkan berdasarkan hasil analisis frekuensi atau analisis kala ulang.
Penetapan kala ulang ditentukan oleh besarnya resiko yang masih dapat
ditanggung. Untuk menentukan besarnya debit banjir rencana dalam
perencanaan/perancangan tergantung pada data yang tersedia.
Probabilitas atau kejadian banjir untuk masa mendatang dapat diramalkan
melalui analisis hidrologi dengan menerapkan metode statistik sesuai parameter
hidrologi. Dalam pemilihan banjir rencana untuk bangunan air sangat tergantung
pada analisis statistik dari urutan kejadian banjir baik berupa debit air dari sungai
maupun curah hujan maksimum. Beberapa pertimbangan antara lain besarnya
kerugian yang akan diderita kalau bangunan kita dirusak oleh banjir dan sering
tidaknya kerusakan terjadi, umur ekonomis bangunan dan biaya pembangunan.
Perhitungan banjir rancangan dalam penelitian ini digunakan cara hidrograf satuan
dengan pertimbangan bahwa cara ini adalah cara yang paling dipercaya dan
hasilnya berupa grafik hidrograf yang dapat dipakai sebagai debit masukan
(inflow) pada analisis penelusuran banjir (Harto, 1993).
Hidrograf adalah diagram yang menggambarkan variasi debit atau
permukaan air menurut waktu. Kurva tersebut memberikan gambaran mengenai
berbagai kondisi yang ada didaerah tersebut. Kalau karakteristik daerah aliran itu
berubah maka bentuk hidrograf juga akan mengalami perubahan. Kegunaan utama
hidrograf satuan adalah untuk menganalisis proyek-proyek pengendalian banjir
(Agus dan Hadihardaja, 2011)
Hidrograf satuan suatu daerah aliran sungai adalah suatu hidrograf
limpasan langsung (direct run-off hydrograph) yang diakibatkan oleh suatu hujan
efektif yang terbagi rata dalam satu satuan waktu dan ruang. Hidrograf satuan
menggambarkan respon dari daerah tangkapan air dalam menghasilkan limpasan
langsung (direct run off) akibat eksistensi hujan setinggi 1 mm selama 1 jam.
Dalam konsep hidrograf satuan diasumsikan daerah tangkapan air berperilaku
linier terhadap hujan yang turun. Dengan asumsi ini, aliran yang terjadi hanya
dipengaruhi oleh karakteristik DAS, sehingga pengaruh distribusi hujan terhadap
besaran dan distribusi aliran dapat ditentukan melalui konsep superposisi dari
aliran tersebut akibat satuan hujan dalam mm/jam. (Soemarto, 1999)
9
Hidrograf satuan sintetik merupakan formula yang dikembangkan untuk
memprediksi unit hidrograf dari suatu DAS berdasarkan korelasi antara
karakteristik fisik DAS yang terkait dengan sifat pengaliran direct run off
(kemiringan) dengan karakteristik unit hidrograf DAS tersebut (besar debit
puncak, waktu puncak). Umumnya penurunan hidrograf satuan hanya dapat
dilakukan apabila terdapat data hujan dan debit terkait yang cukup. Data hujan
pada umumnya mudah diperoleh di hampir setiap daerah, akan tetapi ketersediaan
data debit tidak sebaik data hujan. Apabila data debit tidak tersedia maka
digunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik. Cara yang digunakan untuk
membuat hidrograf satuan sintetik diantaranya cara Gama I, Nakayasu dan Snyder
(Warianto, 2008).
Penelusuran Banjir adalah merupakan peramalan hidrograf di suatu titik
pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf
di titik lain. Manfaat dari penelusuran waduk yaitu untuk mengetahui hidrograf
sungai di suatu tempat apabila hidrograf di sebelah hulu diketahui dan untuk
sarana peringatan dini pada pengamanan banjir (early warning). Dasar dari
prosedur penelusuran banjir dapat dilakukan dengan cara persamaan tampungan
(storage equation), tampungan merupakan fungsi dari aliran keluar (outflow)
(Chow et al. 1988).
Ketersediaan air bertujuan untuk menentukan besarnya air yang tersedia
atau disebut juga sebagai debit andalan. Debit andalan merupakan suatu besaran
debit yang bisa diharapkan terjadi selama beberapa % dari waktu, misalnya debit
andalan 80% berarti debit tersebut harus tersedia selama 80 % waktu. Sehingga
debit andalan adalah debit yang bisa diandalkan untuk suatu reliabilitas tertentu.
Untuk keperluan irigasi biasa digunakan debit andalan 80%, artinya kemungkinan
80% debit yang terjadi adalah lebih besar atau sama besar dengan debit tersebut.
Dapat diartikan juga bahwa dalam lima tahun ada kemungkinan satu kali gagal.
Menurut Musianty (2011)besarnya debit andalan memerlukan data debit
yang panjang yang dimiliki oleh stasiun pengamatan debit sungai atau pos duga
air. Metoda yang dipakai untuk menentukan debit andalan adalah dengan
menggunakan Metode statistik (rangking) dengan menggunakan rumus Weibull.
Dimana pada metoda ini seri data debit diurutkan dari nilai terbesar hingga nilai
terkecil. Kemudian dirangking, rangking pertama adalah data terbesar (m=1) dan
seterusnya
Data debit yang terbatas dapat menggunakan data hujan yang cukup
panjang dengan menggunakan model hidrologi yaitu Metoda F.J. Mock, dan
NRECA. Metoda F.J. Mock dikembangkan oleh Dr. F.J. Mock. Metoda Mock
merupakan salah satu dari sekian banyak metoda perhitungan debit yang
menjelaskan hubungan rainfall-runoff. Metoda ini menganggap bahwa hujan
yang jatuh di DAS sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan
menjadi limpasan langsung (direc run-off) dan sebagian lagi akan masuk ke tanah
sebagai air terinfiltrasi, kemudian jika kapasitas menampung lengas tanah (soil
moisture capacity) telah terlampaui, air akan mengalir ke bawah akibat gravitasi
(perkolasi) ke air tanah (groundwater) yang akibatnya akan keluar ke sungai
sebagai aliran dasar (base flow). Dalam menganalisa ketersediaan air dengan
metoda FJ. Mock digunakan data klimatologi sebagai input dan debit output.
Selanjutnya Musianty (2011) menjelaskan bahwa metoda NRECA
dkembangkan oleh Norman H. Crawford dengan perhitungan yang menggunakan
10
data hujan bulanan dan evapotranspirasi untuk menghitung debit bulanan yang
terjadi. Hujan yang jatuh di permukaan bumi sebagian akan menjadi aliran
permukaan dan sebagian lagi akan meresap ke dalam tanah. Aliran yang meresap
akan bergerak sebagai subsurface flow dan akan masuk ke aliran-aliran utama
seperti sungai dan memberikan aliran kontinu. Aliran yang tidak tercatat besaran
alirannya, dapat menggunakan data curah hujan dan penguapan sebagai dasar
perhitungan aliran yang terjadi (Musianty, 2011).
Analisis Isi
Mengacu pada UUD 1945 pasal 33 menyebutkan bahwa pada hakekatnya
sumberdaya kawasan danau seperti danau Towuti di Provinsi Sulawesi Selatan
dan Danau Toba di Provinsi Sumatera Utara adalah milik negara (state property)
dan pemanfaatannya adalah sebesar-besarnya bagi masyarakat secara luas.
Mengingat sifat kepemilikan perairan danau bersifat milik bersama (common
property), maka dalam aktivitas pengelolaan sumberdaya danau yang
berkelanjutan perlu adanya dukungan sistem dan sangsi yang positif. Sistem
hukum dapat berupa peraturan perundangan, hukum adat, perda, peraturan
pemerintah, sedangkan sangsi dapat berupa sangsi sosial, sangsi finansial, sangsi
hukuman badan, dan sebagainya. Adanya sistem hukum dan sangsi dalam
aktivitas pengelolaan sumberdaya berkelanjutan diharapkan konflik kepentingan
pemanfaatan sumberdaya dapat dihindari. Secara umum terdapat beberapa
peraturan hukum pada tingkat nasional yang terkait dengan pengelolaan ekosistem
Danau Towuti dan Danau Toba berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Menteri Naegara Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan, SK. Mentri Pertanian, Keputusan Menteri Kehutanan RI (Syahroma et
al. 2013).
Menurut Anshari (2006) Pengelolaan kolaboratif adalah sebuah harapan
yang dapat menyelamatkan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS).
Pendekatan ini semakin relevan untuk dilaksanakan karena tingginya motivasi
masyarakat untuk melakukan kerjasama dan keputusan politik dari Kabupaten
Kapuas Hulu untuk menjadi kabupaten konservasi. Pada tingkat lembaga, antara
pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu dengan Departemen Kehutanan, sangat perlu
dirumuskan mekanisme yang saling menguntungkan, terutama tentang otoritas
pengelolaan Taman Nasional Danau Sentarum. Secara hukum, otoritas (dalam hal
ini diartikan sebagai wujud dari kekuasaan) pengelolaan TNDS berada pada
Departemen Kehutanan, dan status ini sulit diganggu gugat. Yang mungkin
dilakukan adalah pembagian wewenang dan tanggung jawab berdasarkan fungsifungsinya. Jika kekuasaan tidak dapat dibagi, Departemen Kehutanan dapat
mendelegasikan sebagian wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan
Taman Nasional Danau Sentarum. Hal ini masih perlu dibahas lebih rinci dan
diteliti lebih lanjut.
Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan
mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa.
Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori teknik symbol
coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi
interpretasi. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk
komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-
11
bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat
menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode penelitian (Yuris, 2009).
Analisis stakeholder
Sudah begitu banyak peraturan dan keputusan politik, proyek yang
dikeluarkan atau diselenggarakan oleh para pemangku DAS, namun secara global
belum menyentuh inti persoalan yang dihadapi dalam pengelolaan DAS yang
lestari. Lembaga kompensasi adalah salah satu alternatif solusi dari centang
perentang pengelolaan DAS selama ini.
Dari berbagai riset atau pun
semiloka/workshop dan identifikasi permasalahan yang ada, keberadaan lembaga
kompensasi adalah suafu tawaran yang ideal bagi upaya memperbaiki hubungan
yang lebih baik antara hulu dan hilir dalam kontek pengelolaan DAS.
Persoalannya adalah kenapa lembaga kompensasi yang sudah menjadi semacam
kata kunci dalam setiap seminar, diskusi publik atau pun rapat-rapat lintas sektoral
sampai sekarang masih belum terwujud (Wibowo, 2013).
Pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan pemulihan ekosistem
kawasan Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba dapat digolongkan sebagai
pemangku kepentingan kunci, utama,dan pendukung. Pemangku kepentingan
kunci merupakan lembaga pemerintah kabupaten yang tupoksinya berkaitan
langsung dengan pemulihan ekosistem DTA Toba seperti Dinas Kehutanan dan
Badan Lingkungan Hidup yang memiliki peranan yang paling tinggi dalam upaya
pemulihan ekosistem DTA Toba. Para pemangku kepentingan umumnya
memiliki kepentingan yang berbeda. Namun dalam upaya pemulihan ekosistem
Danau Toba seluruh pemangku kepentingan harus memiliki tujuan bersama
(common goal) agar pemulihan ekosistem tersebut dapat tercapai. Agar collective
action ini dapat berjalan, maka dibutuhkan adanya koordinasi yang baik dari
seluruh pemangku kepentingan terutama di antara para pemangku kepentingan
kunci yang menjadi penentu dan motor penggerak seluruh proses (Sundawati dan
Sanudin, 2009).
BPDAS Bone-Bolango, Dinas Kehutanan Propinsi dan Dinas Kehutanan
Kabupaten merupakan lembaga formal yang sangat berperan dalam pengelolaan
DAS Limboto. Lembaga informal yang mempunyai peranan penting adalah Pokja
DAS. Kelembagaan pengelolaan DAS Limboto akan semakin mantap dengan
koordinasi dan kerjasama yang baik antara Subject (masyarakat, Pokja DAS) dan
Players (BPDAS , Dinas Kehutanan Propinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten)
(Dewi dan Iwanudin, 2007).
Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan atau keterlibatan
masyarakat sekitar Danau Beratan dalam kegiatan konservasi sumber daya air.
Partisipasi masyarakat tersebut diukur dari indikator mulai tahap perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan pemahaman tentang konservasi sumber daya air.
Partisipasi masyarakat dalam konservasi sumber daya air di sekitar Danau Beratan
Kabupaten Tabanan sudah baik. Hal ini terlihat dari prosentase masyarakat yang
berkategori partisipasi baik sebanyak 63,26%. Masyarakat yang berada disekitar
Danau Beratan sudah memahami perlindungan dan pelestarian sumberdaya air
serta pengendalian pencemaran air (Rahadiani et al. 2014).
Stakeholders merupakan kelompok dan individu yang dapat
mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan dari sebuah program.
12
Analisis stakeholders diperlukan untuk mengetahui peran masing–masing
stakeholders yang merupakan semua aktor atau kelompok yang mempengaruhi
dan/atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan dari sebuah program.
Analisis stakeholders dilakukan menggunakan metode pendekatan yang
dikembangkan oleh Groenendijk (2003) untuk mengetahui peranan dan fungsinya.
Metode tersebut diawali dengan mengidentifikasi stakeholders yang terlibat dan
mengklasifikasikan berdasarkan keterkaitannya secara langsung/tidak langsung
dengan proyek yang ada. Kemudian, tiap stakeholders yang berbeda tersebut
tentunya memiliki atribut yang berbeda untuk dikaji sesuai dengan situasi dan
tujuan dari analisis. Atribut yang dimasukkan dalam analisis adalah pengaruh
(power) dan kepentingan (importance). Hasil penilaian atribut stakeholders
meliputi kepentingan dan pengaruh stakeholders pada program agropolitan
berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara (Oktavia dan Saharuddin, 2013).
13
3. METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Situ Cikaret (Gambar 2) yang terletak di DAS
Sungai Ciliwung dengan luas daerah tangkapan air sebesar 8,46 km 2, berada di
dua Kelurahan, yaitu Kelurahan Harapanjaya, dan Kelurahan Tengah, Kecamatan
Cibinong Kabupaten Bogor. Pengambilan data dan pengukuran lapangan
dilakukan bulan Maret 2013 sampai September 2013.
Gambar 2. Lokasi penelitian di Situ Cikaret
Jenis dan Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data
sekunder. Data primer berupa hasil pengukuran debit lapangan di saluran inlet,
hasil wawancara dengan stakeholder terkait dan mengunduh peta penutupan lahan
(citra landsat) bulan Desember tahun 2002 dan bulan Desember tahun 2012 pada
website yang tersedia di internet. Data sekunder berupa data curah hujan Pos
Cibinong dan Pos Katulampa periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2012 dari
Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air (PSDA) Wilayah Sungai Ciliwung
Cisadane, dan data iklim (suhu, kelembaban, penyinaran matahari dan kecepatan
angin) periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2012 dari Stasiun Klimatologi
Dramaga Bogor.
14
Metode dan Analisis Data
Perubahan tutupan lahan dianalisis dengan metode klasifikasi terbimbing.
Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu: 1) Inventarisasi (survey,
pengumpulan data), 2) analisis, dan 3) Output. Bagan alir perubahan tutupan
lahan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Bagan alir analisis perubahan tutupan lahan
Penelusuran banjir dianalisis dengan metode ISD (Inflow Storage
Discharge) dengan dua skenario penelusuran banjir berdasarkan perubahan luas
Situ Cikaret Tahun 2002 dan Tahun 2012.
Dilakukan perataan hujan
menggunakan metode rata-rata aljabar dari data hujan harian maksimum bulanan
hasil pencatatan curah hujan dari daerah masing-masing pos hujan yang ada pada
daerah tangkapan hujan situ Cikaret, lalu diadakan analisis frekuensi yaitu untuk
menentukan jenis sebaran (distribusi frekuensi) apa yang layak dipakai dalam
penentuan hujan rancangan. Dari distribusi frekuensi terpilih ditentukan nilai
hujan rancangan untuk periode ulang tertentu. Kemudian ditentukan hujan efektif.
Parameter DAS seperti: luas DAS, panjang sungai, kemiringan sungai, dan
sebagainya. Bersama-sama hujan efektif menentukan banjir rancangan. Banjir
rancangan ini dapat diperoleh dengan Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I,
Nakayasu dan Snyder. Debit banjir dari hidrograf sintetis tersebut dijadikan
sebagai debit masukan. Teknik pengolahan data secara lengkap dapat dilihat pada
Gambar 4.
15
Gambar 4. Bagan alir penelusuran banjir
Untuk melakukan perhitungan hujan rata-rata pada suatu Daerah Aliran
Sungai biasanya dilakukan dengan beberapa cara sbb:
1. Metode Aritmatik/Rata-rata Aljabar
Rumus:
1 n
P Pi atau
n i 1
P
1
P1 P2 P3 ..........................................................................................(3.1)
n
Dimana :
= hujan rata-rata (mm)
P
n
= Jumlah stasiun pengamat
P1, P2, P3 , Pi = Hujan pada masing-masing stasiun pengamat
16
Gambar 5. Curah hujan rata-rata dengan metode aritmatika
2. Metode Poligon Thiesen
Gambar 6. Gambar curah hujan rata-rata dengan metode Thiessen
Hujan rata-rata dapat dihitung dengan rumus pendekatan :
P x A P x A2 P3 x A3 .... Pi x Ai
P 1 1 2
.............................................(3.2)
A1 A2 A3 ...... Ai
Dimana :
= Hujan rata-rata.
P
P1, P2, P3 , Pi = Hujan pada masing-masing stasiun pengamat
A1, A2, A3, Ai = Luas daerah yang dipengaruhi oleh masing-masing stasiun
Beberapa cara yang dipakai untuk menentukan distribusi frekuensi yang
umum dipakai yaitu: Distribusi Normal, dan Distribusi Gumbel.
Distribusi normal
Distribusi fungsi kerapatan kemungkinan (probability density function)
ini adalah sebagai berikut:
RT R K .S x .………………………………………………..……….(3.3),
dengan:
RT
= nilai perkiraan untuk periode berulang T,
17
= rata-rata variabel X,
= faktor frekuensi untuk periode berulang T, dan
= standard deviasi dari X.
R
K
SX
Distribusi gumbel
Distribusi fungsi kerapatan kemungkinan (probability density function)
ini adalah sebagai berikut:
XT = Xr + k.SX ……………….……………………………………..……….…(3.4),
Y Yn
k i
S n …………….……………………………………….…………… (3.5),
Xr
Sx
X
n
i
………….……………………………………….……..….……..(3.6),
X
Xr
2
i
……………………………………….………,,……..(3.7),
n 1
T 1
Yt ln ln r
………………………………………...………...……..(3.8),
Tr
dengan:
XT = besarnya curah hujan dengan periode ulang t tahun,
Xr = curah hujan harian maksimum rata-rata selama periode pengamatan,
k
= faktor frekuensi dari gumbel,
Sx = standard deviasi,
Sn = standar deviasi dari reduced variated tergantung jumlah tahun
pengamatan data,
Yt = reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang t,
Yn = rata-rata reduced variate tergantung dari jumlah tahun pengamatan data,
Tr = Periode Ulang.
Hasil pengamatan di Indonesia hujan terpusat tidak lebih dari 7 jam,
maka dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat maksimum adalah 5 jam
sehari.
Sebaran hujan jam-jaman dihitung dengan menggunakan rumus
Mononobe.
R 24 5 2/3
……………………………….….…………….....…(3.9),
Rt
5 T
R T t.R t (t 1).R t 1 ……………………………………………..(3.10),
dengan:
Rt = intensitas hujan pada jam ke-T, [mm/jam];
T = waktu mulai hujan hingga jam ke-T, [jam];
RT = intensitas hujan rata-rata dalam T jam, [mm/jam];
R24 = curah hujan efektif dalam 24 jam, [mm]; dan
t
= waktu konsentrasi hujan, [jam].
Hujan Efektif Menurut Mononobe
Re
= C . Rt …………………………………………………………….(3.11),
dengan:
Re
= hujan efektif,
C
= koef. pengaliran sungai (limpasan langsung/curah hujan) = 0.60 – 0.70,
18
Rt
=
Intensitas curah hujan, [mm/jam].
Perhitungan banjir rancangan dalam penelitian ini menggunakan cara
hidrograf satuan sintetik diantaranya cara Gama I, dan Nakayasu.
1. Cara Gama I
Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I diturunkan berdasarkan parameterparameter DAS yang dapat diukur dari peta topografi pada penggal sungai yang
ditinjau.
Hidrograf satuan cara gama I, seperti ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. . Hidrograf satuan cara Gama I.
Qt = Qp e-t / k ………………………….…..………………………..……..(3.12),
dengan:
Qt = debit yang diukur pada jam ke t sesudah debit puncak, [m3/det];
Qp = debit puncak, [m3/det];
t
= waktu yang diukur dari saat terjadinya debit puncak, [jam]; dan
K
= koefisien tampungan, [jam].
TR = 0.43 (L/100 SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775 ..……………………….(3.13),
dengan:
TR = waktu naik , [jam];
L
= panjang sungai, [km];
SF = factor sumber; dan
SIM = factor simetri.
Qp
= 0,1836 A0.5886 JN0.2381 TR-0.4008 ……………………………….(3.14),
dengan:
Qp =
debit puncak , [m3/det];
JN =
jumlah pertemuan sungai; dan
TR =
waktu naik, [jam].
TB =
dengan:
TB =
TR =
S
=
SN =
RUA =
27, 4132 TR0.1457 S -0.0986 SN 0.7344 RUA 0.2574 ………………...(3.15),
waktu dasar , [jam];
waktu naik, [jam];
landai sungai rata-rata;
frekuensi sumber; dan
luas DAS sebelah hulu.
19
K
= 0,5617 A 0.1798 S -0.1446 SF – 1.0897 D 0.0452 ……………………..(3.16),
dengan:
K
=
koefisien tampungan , [jam];
A
=
luas DAS, [km2];
S
=
landai sungai rata-rata;
SF =
factor sumber; dan
D
=
kerapatan jaringan kuras, [km/km2].
2. Cara Nakayasu
Nakayasu telah menyelidiki unit hidrograf pada beberapa sungai di Jepang.
Hasil penelitian dirumuskan dengan persamaan dan tahapan perhitungan sebagai
berikut
KABUPATEN BOGOR MENGGUNAKAN ANALISIS SPASIAL
ANDI SUPRIYADI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Kebijakan
Pengelolaan Situ Cikaret Kabupaten Bogor Menggunakan Analisis Spasial adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Andi Supriyadi
NRP P052110334
RINGKASAN
ANDI SUPRIYADI. Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Situ Cikaret Kabupaten
Bogor Menggunakan Analisis Spasial. Dibimbing oleh LAILAN SYAUFINA dan
IIN ICHWANDI.
Situ Cikaret termasuk kedalam DAS Sungai Ciliwung, yang berfungsi
sebagai pengendalian banjir di Jakarta. Situ ini juga mendukung pemenuhan air
baku di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Perubahan tutupan lahan,
penurunan luas badan air, dan tidak adanya data mengenai fungsi kontrol untuk
banjir dan ketersediaan air situ, serta ketidakjelasan dalam pengelolaan situ adalah
salah satu faktor yang berkontribusi terhadap degradasi Situ Cikaret. Oleh karena
itu, penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis perubahan tutupan lahan, 2)
menghitung pengendalian banjir dan ketersediaan air, dan 3) mengidentifikasi
pengaruh dan kepentingan stakeholders.
Pendekatan dalam penelitian ini meliputi analisis perubahan tutupan lahan
menggunakan analisis spasial, analisis banjir menggunakan metode ISD, analisis
ketersediaan air dengan menggunakan metode FJ Mock dan NRECA, analisis
kebijakan dan analisis stakeholder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas
penutupan badan air berkurang dari 21,67 ha pada tahun 2002 menjadi 16,90 ha
pada tahun 2012, yang berarti ada penyusutan 22,01% menjadi tegakkan pohon.
Luas Situ Cikaret 21,67 ha debit outflow 19.03 m3/det, sedangkan setelah
penyusutan untuk 16.90 ha, debit outflow 21.60 m3/det dengan debit puncak
inflow sebesar 36,93 m3/det, analisis neraca air menunjukkan bahwa ketersediaan
air Situ Cikaret dapat memenuhi kebutuhan air pada tahun 2012 untuk
pemanfaatan daerah irigasi 25 ha tanpa defisit air. Ketersediaan air minimum FJ
Mock pada bulan Agustus dari 0.031 m3/det, sedangkan ketersediaan air NRECA
pada bulan Agustus dari 0,118 m3/det. Arahan model pengelolaan
Situ Cikaret harus ada kebijakan pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat
ke Pemerintah Daerah dan perlu dibangun suatu badan pengelola Situ Cikaret
untuk berbuat dari hari ke hari.
Kata kunci:
perubahan tutupan lahan, pengendalian banjir, ketersediaan air,
Stakeholder
SUMMARY
ANDI SUPRIYADI. Evaluation of Cikaret Lake Management Policy at Bogor
District using Spatial Analysis. Supervised by LAILAN SYAUFINA and IIN
ICHWANDI.
Cikaret Lake is included in Ciliwung water catchment area, which important
function for flood control in Jakarta. The lake also supporting the fulfillment of
the raw water in Cibinong Sub District, Bogor. Land cover change and the
decreasing of water body area, the absence of data regarding the control
function for flooding and water availability of the lake, as well as the lack of
clarity in lake management are among the contributed factor to the degradation
Cikaret Lake. Therefore, this study aims to: 1)analyze changes in land cover, 2)
calculate the flood control and water supply, and 3) identify the influence and
interests of stakeholders.
The approaches include the analysis of land cover change using spatial
analysis on supervised classification, flood analysis using ISD methods, water
availability analysis using FJ
Mock method and NRECA, policy analysis and
stakeholder analysis. The study revealed the water bodies area reduced from 21.67
ha in 2002 to 16.90 ha in 2012, which means there is a shrinkage of 22.01%
replaced by tree stand. The origin Cikaret Lake 21.67 ha outflow discharge of
19.03 m3 /sec, while after shrinkage to 16.90 ha, outflow discharge of 21.60 m3
/sec with peak discharge inflow of 36.93 m3 /sec, the water balance analysis
showed that water availability Cikaret Lake can fulfil the water demand in 2012
for utilization of 25 ha irrigation area without water deficit. The minimum water
availability of FJ Mock was in August of 0.031 m3 /sec, while that of NRECA
water availability was in August of 0.118 m3 /sec. Referrals Cikaret Lake
management model should be a policy delegation of authority from the Central
Governments to District Governments and the need to build a governing body
Cikaret Lake for day to day action.
Keywords: Land cover change, Flood control, water availability, Stakeholders
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EVALUASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN SITU CIKARET
KABUPATEN BOGOR MENGGUNAKAN ANALISIS SPASIAL
ANDI SUPRIYADI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Ombo Satjapradja, M.Sc
Senin, 24 Agustus 2015 Pukul 10.00 WIB
Prof. Dr. Ir. Ombo Satjapradja, M.Sc
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Nusa Bangsa
Judul Tesis : Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Situ Cikaret Kabupaten Bogor
menggunakan Analisis Spasial
Nama
: Andi Supriyadi
NRP
: P052110334
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc
Ketua
Dr. Ir. Iin Ichwandi, M.Sc, F.Trop
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian:
24 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa
ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013
sampai September 2013 ini ialah Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Situ Cikaret
Kabupaten Bogor menggunakan Analisis Spasial. Penelitian ini merupakan syarat
dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc dan
Bapak Dr. Ir. Iin Ichwandi, M.Sc, F.Trop selaku pembimbing serta semua pihak
yang telah membantu dalam proses pengumpulan data sehingga saya berhasil
menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, istri serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Andi Supriyadi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan Penutupan lahan
Fungsi Situ sebagai Pengendali Banjir dan Penyedia Air
Analisis Isi
Analisis Stakeholder
3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode dan Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Tutupan lahan Situ Cikaret
Fungsi Situ Cikaret sebagai Pengendali Banjir
Fungsi Situ Cikaret sebagai Penyedia Air
Analisis Isi Peraturan Perundangan Pengelolaan Situ
Analisis Stakeholder Pengelolaan Situ Cikaret
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
x
xi
xii
1
2
4
4
6
7
10
11
13
13
14
28
32
35
37
42
47
47
48
51
72
DAFTAR TABEL
1.
Penilaian tingkat kepentingan
24
2.
Penilaian tingkat pengaruh
25
3.
Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan stakeholder
26
4.
Penampakan Training Area
28
5.
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan Situ Cikaret tahun 2002
30
6.
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan Situ Cikaret tahun 2012
30
7.
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 2002 dan tahun 2012
31
8.
Distribusi hujan jam-jaman untuk kala ulang 2,5, dan 10 tahun
33
9.
Kebutuhan air untuk irigasi dan perikanan Situ Cikaret (dlm l/dtk)
36
10.
Identifikasi dan peran stakeholder pemerintah pusat
37
11.
Identifikasi dan peran stakeholder pemerintah provinsi
37
12.
Identifikasi dan peran stakeholder pemerintah kabupaten
38
13.
Kebijakan yang sudah tidak berlaku terkait pengelolaan situ.
39
14.
Kebijakan yang masih berlaku terkait pengelolaan situ.
39
15.
Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat dalam pengelolaan Situ Cikaret.
16.
Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
provinsi dalam pengelolaan Situ Cikaret.
17.
41
41
Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
kabupaten/kota dalam pengelolaan Situ Cikaret.
41
18.
Kepentingan dan pengaruh dari subjects
43
19.
Kepentingan dan pengaruh dari players
43
20.
Kepentingan dan pengaruh dari bystanders
44
21.
Kepentingan dan pengaruh dari actors
45
DAFTAR GAMBAR
1.
Kerangka pemikiran evaluasi kebijakan pengelolaan Situ Cikaret
4
2.
Lokasi penelitian di Situ Cikaret
13
3.
Bagan alir analisis perubahan tutupan lahan
14
4.
Bagan alir penelusuran banjir
15
5.
Curah hujan rata-rata dengan metode aritmatik
16
6.
Curah hujan rata-rata dengan metode thiessen
16
7.
Hidrograf satuan cara Gama I
18
8.
Hidrograf satuan cara Nakayasu
19
9.
Konsep penelusuran waduk
20
10. Bagan alir model rainfall-runoff metode FJ Mock
22
11. Diagram model hujan limpasan NRECA
23
12. Bagan alir neraca air
23
13. Bagan alir analisis stakeholder
24
14. Matrik hasil analisis stakeholder
26
15. Penampakan kelas tutupan lahan di lokasi penelitian
29
16. Penutupan lahan Situ Cikaret Tahun 2002
29
17. Penutupan lahan Situ Cikaret Tahun 2012
31
18. Curah hujan harian maksimum rata-rata di DAS Situ Cikaret
Periode tahun 2002-2012
32
19. Hidrograf banjir rancangan metode gama I Situ Cikaret
33
20. Hidrograf penelusuran banjir dengan luas Situ Cikaret 21.67 ha
34
21. Hidrograf penelusuran banjir dengan luas Situ Cikaret 16.90 ha
34
22. Curah hujan rata-rata bulanan di DAS Situ Cikaret periode
Tahun 2002-2012
35
23. Debit hasil pengukuran dan perhitungan
36
24. Neraca air Situ Cikaret tahun 2012
37
25. Pemetaan Stakeholder Pengelolaan Situ Cikaret
42
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Perataan hujan maksimum metode rata-rata aljabar tahun 2002 -2012
51
2.
Analisa frekuensi hujan Situ Cikaret
53
3.
Hujan rancangan distribusi gumbel periode ulang 2, 5 dan 10 tahun
53
4.
Intensitas hujan periode ulang 2, 5, dan 10 tahun
53
5.
Hidrograf banjir rancangan periode ulang 5 tahun
54
6.
Penelusuran banjir Situ Cikaret dengan luas 21.67 Ha
55
7.
Penelusuran banjir Situ Cikaret dengan luas 16.90 Ha
56
8.
Curah hujan rata-rata bulanan metode aljabar di DAS Situ Cikaret
periode tahun 2002-2012
9.
57
Perhitungan evapotranspirasi metode penman montieth periode tahun
2002-2012
58
10. Perhitungan debit andalan metode F.J Mock periode tahun 2002-2012
62
11. Rekapitulasi debit andalan F.J Mock
67
12. Debit andalan 80 % F.J Mock
67
13. Perhitungan pengukuran debit saluran inlet Situ Cikaret
68
14. Perhitungan debit andalan metode NRECA periode tahun 2002-2012
68
15. Rekapitulasi debit andalan NRECA
70
16. Debit andalan 80 % NRECA
70
17. Neraca air dengan ketersediaan air F.J Mock
71
18. Neraca air dengan ketersediaan air NRECA
71
1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Situ merupakan salah satu fitur lanskap di planet ini yang paling dramatis
dan paling mempesona, dan juga yang paling banyak ragamnya dibanding sistem
perairan daratan lainnya. Jika sungai merupakan sistem air yang mengalir, maka
situ pada dasarnya adalah suatu cadangan air yang diam di tempat. Ukuran,
bentuk dan kedalamannya sangat bervariasi, tergantung dari asal-usul
pembentukannya. Situ merupakan ekosistem akuatis yang dinamis, yang pada
saat bersamaan juga adalah suatu wadah air dalam jumlah besar, sumber bahan
pangan, dan tempat rekreasi untuk kepentingan umat manusia. Situ juga
merupakan habitat bagi sejumlah besar ragam flora dan fauna, pada beberapa
kasus juga merupakan rumah bagi organisme tertentu yang tidak dijumpai di
tempat lain di muka bumi ini (KVDD, 2004).
Dewasa ini banyak situ di Indonesia telah mengalami degradasi
(penurunan kualitas) yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk, konversi
lahan hutan, polusi dan erosi (Fahmudin dan Widianto, 2004). Data Status
Lingkungan Hidup 2004 menunjukkan, dari 200 situ yang tersebar di wilayah
Jabodetabek, hanya 54 situ yang kondisinya masih cukup baik. Sebagian besar
rusak, terbukti dari luas situ secara keseluruhan yang semula mencapai 2.337,10
ha, sekarang ini hanya 1.462,78 ha atau menyusut 37,41%. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa jumlah situ semakin berkurang atau hilang fungsinya sebagai
tempat potensial penampungan air guna pengendalian banjir, konservasi sumber
daya air, pengembangan ekonomi lokal dan tempat rekreasi. Padahal ditinjau dari
fungsinya sebagai pengendali banjir, situ-situ di wilayah Jabodetabek dengan
asumsi kedalaman situ 1-1,5 meter akan mampu menampung 22-30 juta meter
kubik air. Sedangkan ditinjau dari aspek konservasi sumber daya air, keberadaan
situ-situ merupakan wadah sediaan air (fungsi teknis) dan pemasok air tanah
(fungsi ekologis) yang mampu mempertahankan tata air daerah sekitarnya.
Sedangkan apabila ditinjau dari aspek pengembangan ekonomi lokal, situ-situ
tersebut dapat memberikan peluang pengembangan ekonomi yang berbasis
kondisi ekonomi setempat (KNLH, 2007).
Sampai saat ini informasi tentang situ masih terbatas, baik mengenai
fungsi utamanya sebagai pengendali banjir, dan fungsi lainnya sebagai sumber air
baku untuk pertanian dan perikanan, sehingga pemanfaatan situ bagi berbagai
keperluan sulit untuk diprogramkan. Berbeda dengan situ, waduk memiliki sistem
tata air yang telah direncanakan sedemikian rupa sehingga volume, kedalaman,
luas, presipitasi, debit inflow/outflow waktu tinggal air diketahui dengan pasti.
Sumber air situ dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain:
a. Air sungai yang mengalir ke dalam basin dan sebagai inflow,
b. Air hujan yang tertangkap langsung oleh basin situ tersebut,
c. Air dari aliran permukaan (over land flow) yang berasal dari air hujan yang
jatuh,
d. Air yang berasal dari dalam tanah (air tanah) yang permukaannya lebih tinggi
dari pada permukaan air danau sehingga air mengalir ke dalam situ,
e. Air yang berasal dari mata air atau spring yang masuk ke dalam situ tersebut.
2
Jumlah air situ tidak selalu tetap, tetapi selalu mengalami fluktuasi yaitu
bertambah pada musim basah (hujan) dan berkurang pada musim kering
(kemarau). Penyusutan air situ dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a. Penguapan dari permukaan situ, dipengaruhi oleh suhu, perbedaan tekanan
udara, kelembaban udara, angin dan kualitas air,
b. Pengaliran air situ melalui outlet menuju sungai dibawahnya,
c. Perembesan air situ ke dalam tanah. Hal ini tergantung pada karakteristik
batuan atau tanah penyusun lahan sekitarnya, selain itu faktor ketinggian air
tanah di sekitar situ juga menentukan besar kecilnya kehilangan air situ
tersebut,
d. Khusus untuk waduk terdapat penyusutan air akibat dimanfaatkan untuk air
minum, irigasi, dan sebagainya (Damayanti, 2012).
Pengelolaan situ dilaksanakan secara terpadu (multisektor), menyeluruh
(kualitas-kuantitas, hulu-hilir), berkelanjutan (antar generasi), berwawasan
lingkungan (konservasi ekosistem) dengan wilayah sungai (satuan wilayah
hidrologis) sebagai kesatuan pengelolaan situ. Pengelolaan situ tidak bisa
dilaksanakan oleh satu pihak saja, namun harus dilakukan oleh semua pihak yang
terkait langsung maupun tidak langsung dengan situ seperti pemerintah pusat,
pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat. Para pihak (stakeholders) yang
terkait harus memiliki kepedulian dan komitmen untuk melaksanakan pengelolaan
situ. Pengelolaan situ tidak dapat dilakukan secara efektif dengan hanya
mengandalkan kemampuan pemerintah dalam membuat dan menegakkan
peraturan saja. Berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait
dalam pengelolaan situ harus sama-sama menyadari perlunya pengelolaan situ
serta dapat melakukan kegiatan pengelolaan situ dengan baik.
Penelitian situ-situ masih relatif sangat sedikit. Jika jumlah situ yang
masih ada di wilayah Jabodetabek diasumsikan sebanyak 164 buah, maka jumlah
yang telah diteliti baru sekitar 9%. Sementara sebagian besar penelitian tentang
situ-situ baru terpusat pada aspek biologi dan kualitas air, masih sangat sedikit
sekali jumlah penelitian tentang pengelolaan dan inventarisasi situ. Keadaan
demikian tentunya akan menyulitkan pihak pengambil keputusan untuk membuat
perencanaan pengelolaan situ dimasa datang. Dengan demikian topik penelitian
situ dimasa datang harus relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
Rumusan Masalah
Lokasi Situ Cikaret yang terletak di kawasan perkantoran Pemda
Kabupaten Bogor selain berfungsi sebagai penyediaan air baku untuk irigasi dan
perikanan juga berfungsi sebagai tempat latihan SAR oleh Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) kabupaten Bogor atau oleh TNI, tempat latihan dan
pertandingan olahraga dayung oleh KONI Kabupaten Bogor serta potensial untuk
pengembangan tempat rekreasi atau wisata alam, layak dijadikan objek penelitian.
Fungsi Situ Cikaret dalam penyediaan air baku untuk irigasi dan perikanan masih
terbatas. Hal ini disebabkan antara lain kurangnya perhatian terhadap fungsi situ.
Informasi tentang penyediaan air sangat penting diketahui untuk perencanaan
pengelolaan situ, sementara itu Situ Cikaret saat ini mengalami banyak
permasalahan antara alih fungsi lahan situ, menyusutnya luas situ dan kurang
jelasnya pihak yang mengelola situ.
Semakin menyusutnya luasan situ
3
penyebabnya bisa akibat sedimentasi yang tak terkendali, atau karena adanya
pengurugan menjadi lahan pemukiman atau untuk keperluan yang lain.
Meningkatnya jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi menyebabkan
semakin meningkatnya tekanan terhadap situ. Pembangunan dan pengembangan
wilayah memaksa situ menjadi salah satu sumberdaya alam yang harus terus
mengalah, yang pada akhirnya membuat situ-situ mengalami pengurugan dan
beralih fungsi. Sebagai salah satu ekosistem yang berfungsi sebagai daerah
tangkapan air sementara, situ memegang peranan penting dalam siklus hidrologi
air. Pentingnya peran situ sebagai pengendali banjir dan sumber air baku untuk
irigasi dan perikanan tidak kemudian menjadikan masyarakat peduli dan mau
melindungi keberadaan situ. Justru sebaliknya, situ banyak mengalami
pencemaran serta pengurugan.
Permasalahan yang muncul mengindikasikan bahwasanya para
stakeholders baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat
sendiri masih memandang situ bukan sebagai ekosistem yang harus dijaga
kelestariannya. Pelestarian situ yang didera banyak permasalahan yang kompleks
tidak hanya bisa diselesaikan oleh salah satu pihak saja, akan tetapi perlu
kolaborasi dengan pembagian peran yang baik dari pihak pemerintah pusat,
pemerintah daerah, swasta dan masyarakat. Pemerintah pusat dan daerah selaku
pembuat regulasi harus bisa merumuskan peraturan yang komprehensif dalam
rangka penyelamatan situ. Pihak swasta dan masyarakat dituntut memiliki
kesadaran untuk bisa mematuhi peraturan yang telah ada dan kemudian ikut ambil
bagian dalam rangka menjaga kelestarian situ yang semakin tersisih.
Fungsi Situ Cikaret sebagai pengendali banjir dan penyediaan air baku
untuk irigasi dan perikanan masih terbatas. Hal ini disebabkan antara lain
kurangnya perhatian terhadap fungsi situ. Informasi tentang pengendalian banjir
di daerah hilir situ dan penyediaan air sangat penting diketahui untuk perencanaan
pengelolaan situ, semetara itu Situ Cikaret saat ini mengalami banyak
permasalahan antara lain alih fungsi lahan situ, menyusutnya luas situ dan kurang
jelasnya pihak yang mengelola situ.
4
Gambar 1. Kerangka pemikiran evaluasi kebijakan pengelolaan Situ
Cikaret
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.
Tujuan penelitian adalah untuk:
Menganalisis perubahan tutupan lahan di wilayah sekitar Situ Cikaret;
Menghitung fungsi pengendali banjir dan ketersediaan air Situ Cikaret;
Mengidentifikasi pengaruh dan kepentingan stakeholder pengelolaan Situ
Cikaret;
Mengidentifikasi kebijakan yang berlaku dalam pengelolaan Situ Cikaret.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
1. Memberikan informasi perubahan penutupan lahan dari tahun 2002-2012
dengan pendekatan SIG;
2. Memberikan informasi berapa debit yang dapat diredam oleh Situ Cikaret dan
ketersediaan air untuk irigasi dan perikanan;
3. Memberikan informasi mengenai pihak-pihak yang mengelola dan
memanfaatkan Situ Cikaret;
5
4. Memberikan informasi mengenai kebijakan yang berlaku pada pengelolaan
Situ Cikaret sebagai acuan bagi para pengambil kebijakan dalam melakukan
pengelolaan Situ Cikaret.
6
2. TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan Penutupan Lahan
Data penginderaan jauh mempunyai sifat temporal, sehingga bisa
digunakan untuk memantau perubahan penutup lahan yang akan memberikan
masukan berarti bagi pengeloaan DAS. Hasil interpretasi dari data penginderaan
jauh Landsat dan SPOT, penutup lahan di Sub DAS Tondano di Sulawesi Utara
didominasi oleh sawah, ladang/tegalan, dan hutan. Sedangkan perubahan penutup
lahannya didominasi oleh hutan dan ladang yang semakin berkurang dan
permukiman yang semakin bertambah. Semakin berkurangnya penutup lahan
bervegetasi seperti hutan dan semak belukar, diduga memberikan dampak makin
menurunnya kualitas dan kuantitas danau (Kartika et al, 2012).
Model pemantauan kualitas danau berbasis data penginderaan jauh akan
sangat bermanfaat untuk memantau dan mengevaluasi kualitas danau secara
akurat, berkala, cepat dan ekonomis. Informasi spasial yang dihasilkan akan
sangat mendukung pengelolaan lingkungan dan pengembangan budidaya
perikanan (Trisakti dan Nugroho, 2012).
Kerusakan lahan di bagian hulu DAS Tondano sangat berpengaruh
terhadap eksistensi Danau Tondano yang mempunyai fungsi strategis bagi
Provinsi Sulawesi Utara. Sebab Danau Tondano berfungsi untuk menyuplai air
bersih, pembangkit listrik tenaga air, irigasi, perikanan, pengendali banji, rekreasi
dan fungsi lainnya. Erosi dan sedimentasi di bagian hulu telah menyebabkan
berkurangnya luas dan kedalaman danau (Nugroho, 2005).
Menurut Jaya (2010) klasifikasi secara kuantitatif dalam konteks
multispektral dapat diartikan sebagai suatu proses mengelompokkan piksel ke
dalam kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan peubah-peubah yang digunakan.
Kelas dapat berupa sesuatu yang terkait dengan fitur-fitur yang telah dikenali di
lapangan atau berdasarkan kemiripan yang dikelompokkan oleh komputer.
Selanjutnya Jaya (2010) menjelaskan bahwa berdasarkan teknik
pendekatannya, klasifikasi kuantitatif dibedakan atas Klasifikasi Tidak
Terbimbing (unsupervised classification) dan Klasifikasi Terbimbing (supervised
classification). Klasifikasi Tidak Terbimbing adalah klasifikasi yang proses
pembentukan kelas-kelasnya sebagian besar dikerjakan oleh komputer. Kelaskelas atau klaster yang terbentuk dalam klasifikasi ini sangat bergantung pada data
itu sendiri. Pada klasifikasi ini hanya sebagian kecil saja yang ditetapkan atau
didesain oleh analis, misalnya jumlah kelas atau klaster yang akan dibuat, teknik
yang akan digunakan, jumlah iterasi, dan band-band atau kanal yang akan
digunakan.
Berbeda dengan klasifikasi sebelumnya, klasifikasi terbimbing adalah
klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analisis (supervised). Kriteria
pengelompokkan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas yang diperoleh
analisis melalui pembuatan training area. Klasifikasi penutupan lahan yang
digunakan pada penelitian ini adalah Klasifikasi Terbimbing (supervised
classification). Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan dan
merupakan metode standar. Metode ini mempertimbangkan peluang dari suatu
piksel untuk dikelaskan ke dalam kelas atau kategori tertentu (Jaya, 2010).
7
Fungsi Situ sebagai Pengendali Banjir dan Penyedia Air
Air di lautan dan di genangan (danau, rawa, waduk), akan menguap ke
dalam atmosfer karena adanya radiasi matahari. Uap air akan berubah menjadi
hujan akibat dari proses pendinginan. Air hujan yang jatuh di bumi sebagian
akan menjadi aliran permukaan, dan aliran permukaan tersebut sebagian akan
meresap ke dalam tanah menjadi aliran bawah permukaan melalui proses
infiltrasi dan perkolasi. Selebihnya akan menjadi aliran permukaan dan kembali
ke dalam lautan (Soewarno, 1991).
Menurut Hadi (2014) Sungai Ciliwung merupakan DAS yang dianggap
sebagai penyumbang terbesar terhadap terjadinya banjir di Jakarta. Berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan pihak terkait,namun permasalahan
banjir di DAS Ciliwung tidak terselesaikan. Sejalan dengan pertumbuhan
penduduk dan urbanisasi di kawasan DAS Ciliwung tentunya kebutuhan akan
lahan untuk permukiman dan fasilitas semakin bertambah.
Selanjutnya Hadi (2014) menjelaskan bahwa badan air Ruang Terbuka
Biru (RTB) bersumber dari blue water seperti situ, waduk, embung dan
sebagainya memainkan peran penting dalam pengendalian banjir dengan menahan
hidrograf aliran masuk dan mengurangi debit puncak aliran keluar, sehingga dapat
mengurangi kapasitas saluran yang diperlukan di bagian hilir.
Analisa reduksi banjir akibat tampungan Danau Sentani di Provinsi Papua
merupakan perbandingan antara debit inflow banjir dengan debit yang terjadi di
outlet Danau Sentani. Reduksi banjir pada tahun 2007 rata-rata sebesar 86,18%
dari 8 kala ulang yang berbeda. Pada tahun 2010 reduksi akibat tampungan ratarata sebesar 86,22% dan pada tahun 2012 rata-rata sebesar 86,23%. Pada rencana
pengendalian debit puncak banjir yang masuk kedalam Danau Sentani, pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Danau Sentani telah direncanakan dengan
menggunakan Check Dam guna menurunkan debit puncak banjir dan juga guna
mengurangi tingkat sedimentasi di Danau Sentani. Mengingat pada analisa
sebelumnya pada perubahan tata guna lahan yang terjadi pada daerah tangkapan
air hujan mempunyai kecenderungan untuk di jadikan pemukiman.
Pertimbangannya bahwa semakin tinggi perubahan penggunaan lahan hutan
menjadi pemukiman, akan meningkatkan debit inflow yang masuk ke dalam
Danau Sentani (Fauzi et al. 2014).
Pemanfaatan perairan atau pemanfaatan ruang perairan Danau Tondano di
Sulawesi Utara saat ini cenderung tidak memperdulikan daya dukung sumberdaya
air yang ada di danau ini. Perairan Danau Tondano saat ini tidak hanya
dimanfaatan sebagai lahan pariwisata, tetapi juga di manfaatkan sebagai lahan
hunian (rumah-rumah terapung), lahan peternakan (ikan, itik dan ternak babi). Di
dalam skenario perencanaan terpadu Danau Tondano, tentunya prinsip
keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan perairan danau mesti
diperhitungkan dengan baik, sehingga siklus-siklus di dalam ekosistem perairan
danau dapat berlangsung semestinya dan tidak terputus sama sekali (Kumurur,
2002).
Dalam pengukuran biasanya dilakukan pada suatu stasiun hujan yang
merupakan data hujan yang terjadi pada satu tempat saja, namun di dalam analisis
umumnya diperlukan data hujan rata-rata (curah hujan wilayah). Untuk
melakukan perhitungan hujan rata-rata pada suatu Daerah Aliran Sungai biasanya
8
dilakukan dengan beberapa cara antara lain metode aritmatik/rata-rata aljabar dan
metode poligon thiesen (Harto, 1993).
Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran curah hujan
disamai atau dilampau. Sebaliknya kala ulang atau (return period) adalah waktu
hipotetik dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau
dilampaui. Beberapa cara yang dipakai untuk menentukan distribusi frekuensi
yang umum dipakai yaitu: Distribusi Normal, dan Distribusi Gumbel (DPU,
1989).
Hasil pengamatan di Indonesia hujan terpusat tidak lebih dari 7 jam, maka
dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat maksimum adalah 5 jam sehari.
Sebaran hujan jam-jaman dihitung dengan menggunakan rumus Mononobe.
Hujan efektif adalah angka yang menunjukkan besar curah hujan (dalam
millimeter) setelah dikurangi evaporasi dan infiltrasi (DPU, 1989).
Banjir adalah suatu keadaan aliran sungai, dimana permukaan airnya lebih
tinggi dari suatu ketinggian tertentu, pada umumnya ditetapkan sama dengan
tinggi bantaran sungai. Debit banjir adalah besarnya aliran sungai yang diukur
dalam satuan (m3/dtk) pada waktu banjir. Banjir rencana ialah banjir yang
besarnya ditetapkan berdasarkan hasil analisis frekuensi atau analisis kala ulang.
Penetapan kala ulang ditentukan oleh besarnya resiko yang masih dapat
ditanggung. Untuk menentukan besarnya debit banjir rencana dalam
perencanaan/perancangan tergantung pada data yang tersedia.
Probabilitas atau kejadian banjir untuk masa mendatang dapat diramalkan
melalui analisis hidrologi dengan menerapkan metode statistik sesuai parameter
hidrologi. Dalam pemilihan banjir rencana untuk bangunan air sangat tergantung
pada analisis statistik dari urutan kejadian banjir baik berupa debit air dari sungai
maupun curah hujan maksimum. Beberapa pertimbangan antara lain besarnya
kerugian yang akan diderita kalau bangunan kita dirusak oleh banjir dan sering
tidaknya kerusakan terjadi, umur ekonomis bangunan dan biaya pembangunan.
Perhitungan banjir rancangan dalam penelitian ini digunakan cara hidrograf satuan
dengan pertimbangan bahwa cara ini adalah cara yang paling dipercaya dan
hasilnya berupa grafik hidrograf yang dapat dipakai sebagai debit masukan
(inflow) pada analisis penelusuran banjir (Harto, 1993).
Hidrograf adalah diagram yang menggambarkan variasi debit atau
permukaan air menurut waktu. Kurva tersebut memberikan gambaran mengenai
berbagai kondisi yang ada didaerah tersebut. Kalau karakteristik daerah aliran itu
berubah maka bentuk hidrograf juga akan mengalami perubahan. Kegunaan utama
hidrograf satuan adalah untuk menganalisis proyek-proyek pengendalian banjir
(Agus dan Hadihardaja, 2011)
Hidrograf satuan suatu daerah aliran sungai adalah suatu hidrograf
limpasan langsung (direct run-off hydrograph) yang diakibatkan oleh suatu hujan
efektif yang terbagi rata dalam satu satuan waktu dan ruang. Hidrograf satuan
menggambarkan respon dari daerah tangkapan air dalam menghasilkan limpasan
langsung (direct run off) akibat eksistensi hujan setinggi 1 mm selama 1 jam.
Dalam konsep hidrograf satuan diasumsikan daerah tangkapan air berperilaku
linier terhadap hujan yang turun. Dengan asumsi ini, aliran yang terjadi hanya
dipengaruhi oleh karakteristik DAS, sehingga pengaruh distribusi hujan terhadap
besaran dan distribusi aliran dapat ditentukan melalui konsep superposisi dari
aliran tersebut akibat satuan hujan dalam mm/jam. (Soemarto, 1999)
9
Hidrograf satuan sintetik merupakan formula yang dikembangkan untuk
memprediksi unit hidrograf dari suatu DAS berdasarkan korelasi antara
karakteristik fisik DAS yang terkait dengan sifat pengaliran direct run off
(kemiringan) dengan karakteristik unit hidrograf DAS tersebut (besar debit
puncak, waktu puncak). Umumnya penurunan hidrograf satuan hanya dapat
dilakukan apabila terdapat data hujan dan debit terkait yang cukup. Data hujan
pada umumnya mudah diperoleh di hampir setiap daerah, akan tetapi ketersediaan
data debit tidak sebaik data hujan. Apabila data debit tidak tersedia maka
digunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik. Cara yang digunakan untuk
membuat hidrograf satuan sintetik diantaranya cara Gama I, Nakayasu dan Snyder
(Warianto, 2008).
Penelusuran Banjir adalah merupakan peramalan hidrograf di suatu titik
pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf
di titik lain. Manfaat dari penelusuran waduk yaitu untuk mengetahui hidrograf
sungai di suatu tempat apabila hidrograf di sebelah hulu diketahui dan untuk
sarana peringatan dini pada pengamanan banjir (early warning). Dasar dari
prosedur penelusuran banjir dapat dilakukan dengan cara persamaan tampungan
(storage equation), tampungan merupakan fungsi dari aliran keluar (outflow)
(Chow et al. 1988).
Ketersediaan air bertujuan untuk menentukan besarnya air yang tersedia
atau disebut juga sebagai debit andalan. Debit andalan merupakan suatu besaran
debit yang bisa diharapkan terjadi selama beberapa % dari waktu, misalnya debit
andalan 80% berarti debit tersebut harus tersedia selama 80 % waktu. Sehingga
debit andalan adalah debit yang bisa diandalkan untuk suatu reliabilitas tertentu.
Untuk keperluan irigasi biasa digunakan debit andalan 80%, artinya kemungkinan
80% debit yang terjadi adalah lebih besar atau sama besar dengan debit tersebut.
Dapat diartikan juga bahwa dalam lima tahun ada kemungkinan satu kali gagal.
Menurut Musianty (2011)besarnya debit andalan memerlukan data debit
yang panjang yang dimiliki oleh stasiun pengamatan debit sungai atau pos duga
air. Metoda yang dipakai untuk menentukan debit andalan adalah dengan
menggunakan Metode statistik (rangking) dengan menggunakan rumus Weibull.
Dimana pada metoda ini seri data debit diurutkan dari nilai terbesar hingga nilai
terkecil. Kemudian dirangking, rangking pertama adalah data terbesar (m=1) dan
seterusnya
Data debit yang terbatas dapat menggunakan data hujan yang cukup
panjang dengan menggunakan model hidrologi yaitu Metoda F.J. Mock, dan
NRECA. Metoda F.J. Mock dikembangkan oleh Dr. F.J. Mock. Metoda Mock
merupakan salah satu dari sekian banyak metoda perhitungan debit yang
menjelaskan hubungan rainfall-runoff. Metoda ini menganggap bahwa hujan
yang jatuh di DAS sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan
menjadi limpasan langsung (direc run-off) dan sebagian lagi akan masuk ke tanah
sebagai air terinfiltrasi, kemudian jika kapasitas menampung lengas tanah (soil
moisture capacity) telah terlampaui, air akan mengalir ke bawah akibat gravitasi
(perkolasi) ke air tanah (groundwater) yang akibatnya akan keluar ke sungai
sebagai aliran dasar (base flow). Dalam menganalisa ketersediaan air dengan
metoda FJ. Mock digunakan data klimatologi sebagai input dan debit output.
Selanjutnya Musianty (2011) menjelaskan bahwa metoda NRECA
dkembangkan oleh Norman H. Crawford dengan perhitungan yang menggunakan
10
data hujan bulanan dan evapotranspirasi untuk menghitung debit bulanan yang
terjadi. Hujan yang jatuh di permukaan bumi sebagian akan menjadi aliran
permukaan dan sebagian lagi akan meresap ke dalam tanah. Aliran yang meresap
akan bergerak sebagai subsurface flow dan akan masuk ke aliran-aliran utama
seperti sungai dan memberikan aliran kontinu. Aliran yang tidak tercatat besaran
alirannya, dapat menggunakan data curah hujan dan penguapan sebagai dasar
perhitungan aliran yang terjadi (Musianty, 2011).
Analisis Isi
Mengacu pada UUD 1945 pasal 33 menyebutkan bahwa pada hakekatnya
sumberdaya kawasan danau seperti danau Towuti di Provinsi Sulawesi Selatan
dan Danau Toba di Provinsi Sumatera Utara adalah milik negara (state property)
dan pemanfaatannya adalah sebesar-besarnya bagi masyarakat secara luas.
Mengingat sifat kepemilikan perairan danau bersifat milik bersama (common
property), maka dalam aktivitas pengelolaan sumberdaya danau yang
berkelanjutan perlu adanya dukungan sistem dan sangsi yang positif. Sistem
hukum dapat berupa peraturan perundangan, hukum adat, perda, peraturan
pemerintah, sedangkan sangsi dapat berupa sangsi sosial, sangsi finansial, sangsi
hukuman badan, dan sebagainya. Adanya sistem hukum dan sangsi dalam
aktivitas pengelolaan sumberdaya berkelanjutan diharapkan konflik kepentingan
pemanfaatan sumberdaya dapat dihindari. Secara umum terdapat beberapa
peraturan hukum pada tingkat nasional yang terkait dengan pengelolaan ekosistem
Danau Towuti dan Danau Toba berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Menteri Naegara Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan, SK. Mentri Pertanian, Keputusan Menteri Kehutanan RI (Syahroma et
al. 2013).
Menurut Anshari (2006) Pengelolaan kolaboratif adalah sebuah harapan
yang dapat menyelamatkan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS).
Pendekatan ini semakin relevan untuk dilaksanakan karena tingginya motivasi
masyarakat untuk melakukan kerjasama dan keputusan politik dari Kabupaten
Kapuas Hulu untuk menjadi kabupaten konservasi. Pada tingkat lembaga, antara
pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu dengan Departemen Kehutanan, sangat perlu
dirumuskan mekanisme yang saling menguntungkan, terutama tentang otoritas
pengelolaan Taman Nasional Danau Sentarum. Secara hukum, otoritas (dalam hal
ini diartikan sebagai wujud dari kekuasaan) pengelolaan TNDS berada pada
Departemen Kehutanan, dan status ini sulit diganggu gugat. Yang mungkin
dilakukan adalah pembagian wewenang dan tanggung jawab berdasarkan fungsifungsinya. Jika kekuasaan tidak dapat dibagi, Departemen Kehutanan dapat
mendelegasikan sebagian wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan
Taman Nasional Danau Sentarum. Hal ini masih perlu dibahas lebih rinci dan
diteliti lebih lanjut.
Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan
mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa.
Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori teknik symbol
coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi
interpretasi. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk
komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-
11
bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat
menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode penelitian (Yuris, 2009).
Analisis stakeholder
Sudah begitu banyak peraturan dan keputusan politik, proyek yang
dikeluarkan atau diselenggarakan oleh para pemangku DAS, namun secara global
belum menyentuh inti persoalan yang dihadapi dalam pengelolaan DAS yang
lestari. Lembaga kompensasi adalah salah satu alternatif solusi dari centang
perentang pengelolaan DAS selama ini.
Dari berbagai riset atau pun
semiloka/workshop dan identifikasi permasalahan yang ada, keberadaan lembaga
kompensasi adalah suafu tawaran yang ideal bagi upaya memperbaiki hubungan
yang lebih baik antara hulu dan hilir dalam kontek pengelolaan DAS.
Persoalannya adalah kenapa lembaga kompensasi yang sudah menjadi semacam
kata kunci dalam setiap seminar, diskusi publik atau pun rapat-rapat lintas sektoral
sampai sekarang masih belum terwujud (Wibowo, 2013).
Pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan pemulihan ekosistem
kawasan Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba dapat digolongkan sebagai
pemangku kepentingan kunci, utama,dan pendukung. Pemangku kepentingan
kunci merupakan lembaga pemerintah kabupaten yang tupoksinya berkaitan
langsung dengan pemulihan ekosistem DTA Toba seperti Dinas Kehutanan dan
Badan Lingkungan Hidup yang memiliki peranan yang paling tinggi dalam upaya
pemulihan ekosistem DTA Toba. Para pemangku kepentingan umumnya
memiliki kepentingan yang berbeda. Namun dalam upaya pemulihan ekosistem
Danau Toba seluruh pemangku kepentingan harus memiliki tujuan bersama
(common goal) agar pemulihan ekosistem tersebut dapat tercapai. Agar collective
action ini dapat berjalan, maka dibutuhkan adanya koordinasi yang baik dari
seluruh pemangku kepentingan terutama di antara para pemangku kepentingan
kunci yang menjadi penentu dan motor penggerak seluruh proses (Sundawati dan
Sanudin, 2009).
BPDAS Bone-Bolango, Dinas Kehutanan Propinsi dan Dinas Kehutanan
Kabupaten merupakan lembaga formal yang sangat berperan dalam pengelolaan
DAS Limboto. Lembaga informal yang mempunyai peranan penting adalah Pokja
DAS. Kelembagaan pengelolaan DAS Limboto akan semakin mantap dengan
koordinasi dan kerjasama yang baik antara Subject (masyarakat, Pokja DAS) dan
Players (BPDAS , Dinas Kehutanan Propinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten)
(Dewi dan Iwanudin, 2007).
Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan atau keterlibatan
masyarakat sekitar Danau Beratan dalam kegiatan konservasi sumber daya air.
Partisipasi masyarakat tersebut diukur dari indikator mulai tahap perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan pemahaman tentang konservasi sumber daya air.
Partisipasi masyarakat dalam konservasi sumber daya air di sekitar Danau Beratan
Kabupaten Tabanan sudah baik. Hal ini terlihat dari prosentase masyarakat yang
berkategori partisipasi baik sebanyak 63,26%. Masyarakat yang berada disekitar
Danau Beratan sudah memahami perlindungan dan pelestarian sumberdaya air
serta pengendalian pencemaran air (Rahadiani et al. 2014).
Stakeholders merupakan kelompok dan individu yang dapat
mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan dari sebuah program.
12
Analisis stakeholders diperlukan untuk mengetahui peran masing–masing
stakeholders yang merupakan semua aktor atau kelompok yang mempengaruhi
dan/atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan dari sebuah program.
Analisis stakeholders dilakukan menggunakan metode pendekatan yang
dikembangkan oleh Groenendijk (2003) untuk mengetahui peranan dan fungsinya.
Metode tersebut diawali dengan mengidentifikasi stakeholders yang terlibat dan
mengklasifikasikan berdasarkan keterkaitannya secara langsung/tidak langsung
dengan proyek yang ada. Kemudian, tiap stakeholders yang berbeda tersebut
tentunya memiliki atribut yang berbeda untuk dikaji sesuai dengan situasi dan
tujuan dari analisis. Atribut yang dimasukkan dalam analisis adalah pengaruh
(power) dan kepentingan (importance). Hasil penilaian atribut stakeholders
meliputi kepentingan dan pengaruh stakeholders pada program agropolitan
berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara (Oktavia dan Saharuddin, 2013).
13
3. METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Situ Cikaret (Gambar 2) yang terletak di DAS
Sungai Ciliwung dengan luas daerah tangkapan air sebesar 8,46 km 2, berada di
dua Kelurahan, yaitu Kelurahan Harapanjaya, dan Kelurahan Tengah, Kecamatan
Cibinong Kabupaten Bogor. Pengambilan data dan pengukuran lapangan
dilakukan bulan Maret 2013 sampai September 2013.
Gambar 2. Lokasi penelitian di Situ Cikaret
Jenis dan Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data
sekunder. Data primer berupa hasil pengukuran debit lapangan di saluran inlet,
hasil wawancara dengan stakeholder terkait dan mengunduh peta penutupan lahan
(citra landsat) bulan Desember tahun 2002 dan bulan Desember tahun 2012 pada
website yang tersedia di internet. Data sekunder berupa data curah hujan Pos
Cibinong dan Pos Katulampa periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2012 dari
Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air (PSDA) Wilayah Sungai Ciliwung
Cisadane, dan data iklim (suhu, kelembaban, penyinaran matahari dan kecepatan
angin) periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2012 dari Stasiun Klimatologi
Dramaga Bogor.
14
Metode dan Analisis Data
Perubahan tutupan lahan dianalisis dengan metode klasifikasi terbimbing.
Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu: 1) Inventarisasi (survey,
pengumpulan data), 2) analisis, dan 3) Output. Bagan alir perubahan tutupan
lahan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Bagan alir analisis perubahan tutupan lahan
Penelusuran banjir dianalisis dengan metode ISD (Inflow Storage
Discharge) dengan dua skenario penelusuran banjir berdasarkan perubahan luas
Situ Cikaret Tahun 2002 dan Tahun 2012.
Dilakukan perataan hujan
menggunakan metode rata-rata aljabar dari data hujan harian maksimum bulanan
hasil pencatatan curah hujan dari daerah masing-masing pos hujan yang ada pada
daerah tangkapan hujan situ Cikaret, lalu diadakan analisis frekuensi yaitu untuk
menentukan jenis sebaran (distribusi frekuensi) apa yang layak dipakai dalam
penentuan hujan rancangan. Dari distribusi frekuensi terpilih ditentukan nilai
hujan rancangan untuk periode ulang tertentu. Kemudian ditentukan hujan efektif.
Parameter DAS seperti: luas DAS, panjang sungai, kemiringan sungai, dan
sebagainya. Bersama-sama hujan efektif menentukan banjir rancangan. Banjir
rancangan ini dapat diperoleh dengan Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I,
Nakayasu dan Snyder. Debit banjir dari hidrograf sintetis tersebut dijadikan
sebagai debit masukan. Teknik pengolahan data secara lengkap dapat dilihat pada
Gambar 4.
15
Gambar 4. Bagan alir penelusuran banjir
Untuk melakukan perhitungan hujan rata-rata pada suatu Daerah Aliran
Sungai biasanya dilakukan dengan beberapa cara sbb:
1. Metode Aritmatik/Rata-rata Aljabar
Rumus:
1 n
P Pi atau
n i 1
P
1
P1 P2 P3 ..........................................................................................(3.1)
n
Dimana :
= hujan rata-rata (mm)
P
n
= Jumlah stasiun pengamat
P1, P2, P3 , Pi = Hujan pada masing-masing stasiun pengamat
16
Gambar 5. Curah hujan rata-rata dengan metode aritmatika
2. Metode Poligon Thiesen
Gambar 6. Gambar curah hujan rata-rata dengan metode Thiessen
Hujan rata-rata dapat dihitung dengan rumus pendekatan :
P x A P x A2 P3 x A3 .... Pi x Ai
P 1 1 2
.............................................(3.2)
A1 A2 A3 ...... Ai
Dimana :
= Hujan rata-rata.
P
P1, P2, P3 , Pi = Hujan pada masing-masing stasiun pengamat
A1, A2, A3, Ai = Luas daerah yang dipengaruhi oleh masing-masing stasiun
Beberapa cara yang dipakai untuk menentukan distribusi frekuensi yang
umum dipakai yaitu: Distribusi Normal, dan Distribusi Gumbel.
Distribusi normal
Distribusi fungsi kerapatan kemungkinan (probability density function)
ini adalah sebagai berikut:
RT R K .S x .………………………………………………..……….(3.3),
dengan:
RT
= nilai perkiraan untuk periode berulang T,
17
= rata-rata variabel X,
= faktor frekuensi untuk periode berulang T, dan
= standard deviasi dari X.
R
K
SX
Distribusi gumbel
Distribusi fungsi kerapatan kemungkinan (probability density function)
ini adalah sebagai berikut:
XT = Xr + k.SX ……………….……………………………………..……….…(3.4),
Y Yn
k i
S n …………….……………………………………….…………… (3.5),
Xr
Sx
X
n
i
………….……………………………………….……..….……..(3.6),
X
Xr
2
i
……………………………………….………,,……..(3.7),
n 1
T 1
Yt ln ln r
………………………………………...………...……..(3.8),
Tr
dengan:
XT = besarnya curah hujan dengan periode ulang t tahun,
Xr = curah hujan harian maksimum rata-rata selama periode pengamatan,
k
= faktor frekuensi dari gumbel,
Sx = standard deviasi,
Sn = standar deviasi dari reduced variated tergantung jumlah tahun
pengamatan data,
Yt = reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang t,
Yn = rata-rata reduced variate tergantung dari jumlah tahun pengamatan data,
Tr = Periode Ulang.
Hasil pengamatan di Indonesia hujan terpusat tidak lebih dari 7 jam,
maka dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat maksimum adalah 5 jam
sehari.
Sebaran hujan jam-jaman dihitung dengan menggunakan rumus
Mononobe.
R 24 5 2/3
……………………………….….…………….....…(3.9),
Rt
5 T
R T t.R t (t 1).R t 1 ……………………………………………..(3.10),
dengan:
Rt = intensitas hujan pada jam ke-T, [mm/jam];
T = waktu mulai hujan hingga jam ke-T, [jam];
RT = intensitas hujan rata-rata dalam T jam, [mm/jam];
R24 = curah hujan efektif dalam 24 jam, [mm]; dan
t
= waktu konsentrasi hujan, [jam].
Hujan Efektif Menurut Mononobe
Re
= C . Rt …………………………………………………………….(3.11),
dengan:
Re
= hujan efektif,
C
= koef. pengaliran sungai (limpasan langsung/curah hujan) = 0.60 – 0.70,
18
Rt
=
Intensitas curah hujan, [mm/jam].
Perhitungan banjir rancangan dalam penelitian ini menggunakan cara
hidrograf satuan sintetik diantaranya cara Gama I, dan Nakayasu.
1. Cara Gama I
Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I diturunkan berdasarkan parameterparameter DAS yang dapat diukur dari peta topografi pada penggal sungai yang
ditinjau.
Hidrograf satuan cara gama I, seperti ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. . Hidrograf satuan cara Gama I.
Qt = Qp e-t / k ………………………….…..………………………..……..(3.12),
dengan:
Qt = debit yang diukur pada jam ke t sesudah debit puncak, [m3/det];
Qp = debit puncak, [m3/det];
t
= waktu yang diukur dari saat terjadinya debit puncak, [jam]; dan
K
= koefisien tampungan, [jam].
TR = 0.43 (L/100 SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775 ..……………………….(3.13),
dengan:
TR = waktu naik , [jam];
L
= panjang sungai, [km];
SF = factor sumber; dan
SIM = factor simetri.
Qp
= 0,1836 A0.5886 JN0.2381 TR-0.4008 ……………………………….(3.14),
dengan:
Qp =
debit puncak , [m3/det];
JN =
jumlah pertemuan sungai; dan
TR =
waktu naik, [jam].
TB =
dengan:
TB =
TR =
S
=
SN =
RUA =
27, 4132 TR0.1457 S -0.0986 SN 0.7344 RUA 0.2574 ………………...(3.15),
waktu dasar , [jam];
waktu naik, [jam];
landai sungai rata-rata;
frekuensi sumber; dan
luas DAS sebelah hulu.
19
K
= 0,5617 A 0.1798 S -0.1446 SF – 1.0897 D 0.0452 ……………………..(3.16),
dengan:
K
=
koefisien tampungan , [jam];
A
=
luas DAS, [km2];
S
=
landai sungai rata-rata;
SF =
factor sumber; dan
D
=
kerapatan jaringan kuras, [km/km2].
2. Cara Nakayasu
Nakayasu telah menyelidiki unit hidrograf pada beberapa sungai di Jepang.
Hasil penelitian dirumuskan dengan persamaan dan tahapan perhitungan sebagai
berikut