Pemanfaatan Limbah Buah Tomat untuk Produksi Bioetanol Oleh Saccharomyces cerevisiae

PEMANFAATAN LIMBAH BUAH TOMAT UNTUK
PRODUKSI BIOETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae

HELDINNIE GUSTY ATIQAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Limbah
Buah Tomat untuk Produksi Bioetanol Oleh Saccharomyces cerevisiae adalah
benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Heldinnie Gusty Atiqah
NRP. F34100012

ABSTRAK

HELDINNIE GUSTY ATIQAH. Pemanfaatan Limbah Buah Tomat untuk
Produksi Bioetanol oleh Saccharomyces cerevisiae. Dibimbing oleh
MUHAMMAD ROMLI.
Buah tomat mengalami kerusakan setelah panen hingga membentuk
limbah dalam jumlah cukup besar yaitu 20-50%. Buah tomat yang menjadi limbah
umumnya mengalami kerusakan fisik, dimana masih mengandung karbohidrat
yang cukup tinggi sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai substrat produksi
bioetanol. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi pemanfaatan
limbah buah tomat untuk produksi bioetanol sebagai sumber energi alternatif.
Perlakuan awal bahan dilakukan dengan menghidrolisis buah tomat yang telah

diblender dengan enzim selulase untuk mengkonversi karbohidrat menjadi gula
pereduksi. Proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan ragi Saccharomyces
cerevisiae pada suhu kamar selama 72 jam. Kadar etanol, pertumbuhan biomassa,
dan kadar gula pereduksi sisa diukur setiap 12 jam. Dalam penelitian ini dilakukan
evaluasi terhadap pengaruh jumlah inokulum ragi, yaitu 10% dan 15% (v/v) dan
pengaruh penambahan urea untuk memperbaiki rasio C/N media. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hidrolisis dengan enzim selulase sebesar 30 IU/g serat kasar
pada suhu 60oC dan pH 5 selama 3 hari menghasilkan hidrolisat yang dapat
meningkatkan gula pereduksi dari 21.6 g/L menjadi 32.6 g/L. Berdasarkan
analisa, kadar etanol meningkat dari 1.26% (v/v) dengan 10% ragi menjadi 1.59%
(v/v) dengan 15% ragi. Penambahan urea sebagai nutrien dapat meningkatkan
kadar etanol dari 1.59% menjadi 1.86% (v/v) dengan 15% inokulum. Waktu
optimum fermentasi adalah 60 jam dengan yield etanol/substrat sebesar 0.49 g/g.
Pengembangan usaha bioetanol dari limbah tomat dikatakan layak secara finansial
dengan Payback Period (PBP) selama 16 tahun dengan nilai R/C ratio sebesar
1.30.
Kata kunci: Limbah tomat, hidrolisis, enzim selulase, ragi Saccharomyces
cerevisiae, bioetanol.

ABSTRACT


HELDINNIE GUSTY ATIQAH. Utilization of Tomato Wastes for Bioethanol
Production by Saccharomyces cerevisiae. Supervised by MUHAMMAD ROMLI.
Tomato wastes during harvesting in the form of off-spec can reach 2050%. The wastes contain high carbohydrates which is potential for bioethanol
production. This research aimed to evaluate the potential utilization of tomato
wastes for bioethanol production as alternative of energy sources. Pretreatment
of tomatoes was done by hydrolysis of tomatoes with cellulose enzyme to convert
carbohydrate to reducing sugars. Fermentation process was done by using yeast
of Saccharomyces cerevisiae to hyrolizate media at room temperature for 72

hours. Level of ethanol, growth of biomass, and residual of reducing sugar were
measured every 12 hours. This research evaluated the effect of inoculums levels at
10% and 15% (v/v) and the effect of adding urea to improve the ratio of C/N
media. The results showed that hydrolysis by cellulose enzyme at 30 IU/g of crude
fiber at temperature 60oC and pH 5 for 3 days could increase the reducing sugar
from 21.6 g/L to 32.6 g/L. Ethanol content resulted from 15% inoculums was
higher compared to 10% inoculums, namely 1.59% (v/v) and 1.26% (v/v)
respectively. Addition of urea increased the ethanol from 1.59% (v/v) to 1.96%
(v/v) in the case of 15% inoculum. The optimum fermentation time was 60 hours
with 0.49 g/g yield of ethanol/substrate. Business development of bioethanol from

tomato wastes was assessed viable to be financially with Payback Period (PBP)
for 16 years and R/C ratio at 1.30.
Keywords : Tomato wastes, hydrolysis, cellulose enzyme, Saccharomyces
cerevisiae, bioethanol

PEMANFAATAN LIMBAH BUAH TOMAT UNTUK
PRODUKSI BIOETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae

HELDINNIE GUSTY ATIQAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Pemanfaatan Limbah Buah Tomat untuk Produksi Bioetanol
Oleh Saccharomyces cerevisiae
Nama
: HELDINNIE GUSTY ATIQAH
NIM
: F34100012

Disetujui oleh

Prof.Dr.Ir.Muhammad Romli, M.Sc.St.
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof.Dr.Ir.Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Buah Tomat untuk Produksi
Bioetanol oleh Saccharomyces cerevisiae” ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli,
M.Sc.St. selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya selama penulis
menyelesaikan penelitian dan skrispi, kepada Prof. Dr-Ing. Ir. Suprihatin dan Drs.
Purwoko, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan
kepada penulis, kepada kedua orang tua tercinta Drs. Helmi dan Dra.Suswati
Monats, Rizka, Yaiza, Nana, Kyka, dan Krisna Cahyo Prastyo, serta semua
sahabat atas segala kasih sayang, dukungan, dan doanya selama ini. Terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Departemen Teknologi Industri Pertanian atas
dana bantuan penelitian yang telah diberikan, seluruh staf pengajar dan laboran
Laboratorium Teknologi Industri Pertanian atas segala ilmu dan bantuannya, serta
kepada seluruh keluarga besar Teknologi Industri Pertanian 47 untuk pelajaran
dan pengalamannya selama ini.
Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.


Bogor, Agustus 2014

Heldinnie Gusty Atiqah

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan

2

Manfaat Penelitian

2

Lingkup Penelitian


3

METODE

3

Bahan

3

Alat

3

Prosedur Penelitian

4

HASIL DAN PEMBAHASAN


6

Persiapan dan Karakterisasi Bahan

6

Penelitian Pendahuluan

8

Penelitian Utama

12

Analisis Kelayakan Finansial

22

SIMPULAN DAN SARAN


25

Simpulan

25

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

42

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Variabel perlakuan
Karakteristik limbah tomat
Jumlah penambahan enzim dan analisis hasil hidrolisis
Hasil analisis perbandingan gula pereduksi pada dosis enzim 30 IU/g serat
kasar dengan sampel awal tanpa perlakuan hidrolisis
Perhitungan jumlah urea dalam media fermentasi
Komponen biaya investasi
Rincian biaya mesin dan peralatan
Komponen biaya operasional
Rincian penerimaan

6
7
9
11
11
23
23
23
24

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir proses fermentasi hidrolisat limbah tomat menggunakan
inokulum ragi Saccharomyces cerevisiae
2 Limbah buah tomat
3 Hidrolisat limbah buah tomat oleh enzim selulase
4 Proses fermentasi bioetanol
5 Grafik pembentukan etanol pada berbagai variabel perlakuan (a)
percobaan I (b) percobaan II
6 Grafik pertumbuhan biomassa pada berbagai variabel perlakuan (a)
percobaan I (b) percobaan II
7 Grafik kadar gula pereduksi sisa pada berbagai variabel perlakuan (a)
percobaan I (b) percobaan II
8 Hasil analisis fermentasi menggunakan 15% inokulum dan penambahan
urea
9 Kurva laju pertumbuhan spesifik maksimum ragi S. cerevisiae dalam
hidrolisat limbah tomat

5
6
10
13
14
16
17
19
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Analisis karakteristik bahan
Uji aktivitas enzim
Analisis hasil hidrolisis
Analisis hasil fermentasi
Data hasil fermentasi penentuan variabel perlakuan
Data hasil fermentasi penentuan waktu optimum
Perhitungan kinetika fermentasi
Diagram alir produksi bioetanol per siklus
Perhitungan analisis finansial

30
32
33
35
36
38
39
40
41

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tomat merupakan bahan pertanian yang bersifat mudah rusak (perishable),
sehingga kuantitas pembuangan limbah tomat cukup tinggi, baik dari petani,
distributor, maupun pedagang di pasaran. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(2009), potensi limbah tomat sebagai limbah pasar mencapai 114.90 ton/minggu,
sedangkan menurut Winarno (1991), potensi kerusakan buah tomat setelah panen
adalah sebesar 20-50%. Berdasarkan hal ini, diperlukan alternatif pemanfaatan
limbah untuk meningkatan nilai tambahnya dan menekan laju pembuangan
limbah ke lingkungan. Kerusakan buah tomat pada umumnya hanya berupa
kerusakan fisik dimana tidak mengubah kandungan karbohidrat didalamnya,
sehingga salah satu alternatif pemanfaatan yang dapat dilakukan adalah untuk
produksi bioetanol.
Teknologi bioetanol dapat menjadi salah satu alternatif solusi yang
menjanjikan, dimana bioetanol merupakan sumber energi alternatif terutama
sebagai bahan bakar pengganti bensin. Keberadaan bioetanol juga semakin
dibutuhkan melihat tingginya permintaan. Menurut Fatony (2010), terjadi
kekurangan pasokan bioetanol sebesar 12.17 KL pada tahun 2013 yang dihitung
dari selisih antara persediaan dan permintaan bioetanol, dan kekurangan ini
diperkirakan akan terus meningkat. Hal ini menjadi acuan bahwa pengembangan
bioetanol penting dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Bioetanol utamanya berasal dari tumbuhan atau substrat yang mengandung
karbohidrat berupa gula, pati, dan selulosa melalui tahapan proses fermentasi.
Pemanfaatan bioetanol sebagai bahan bakar memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan energi alternatif terbarukan lainnya, diantaranya adalah
etanol merupakan bahan bakar dengan nilai oktan yang tinggi dan dapat
menggantikan timbal sebagai pengikat nilai oktan dalam bensin. Selain itu
bioetanol mengandung kadar oksigen yang tinggi yaitu sekitar 35% sehingga
proses pembakaran dapat berlangsung lebih sempurna (Kusumaningati et al.
2013). Hal ini akan memberikan dampak positif bagi penekanan jumlah emisi
oleh hasil pembakaran bahan bakar.
Peningkatan permintaan bahan bakar alternatif dilatarbelakangi oleh
menipisnya sumber energi fosil terutama minyak bumi. Ketergantungan yang
tinggi terhadap sumber energi fosil dijelaskan dengan data bahwa selama tahun
2007 konsumsi energi global yang bersumber dari minyak bumi sebesar 36%,
batubara 27.4%, dan gas alam 23%. Total penggunaan energi fosil ini mencapai
86.4% (EIA 2007). Penggunaan minyak bumi secara terus menerus
mengakibatkan menipisnya cadangan minyak mentah di Indonesia. Menurut
Ditjen Migas (2012), cadangan minyak mentah di Indonesia hanya sekitar 3.7
milyar barrel dengan tingkat penggunaan mencapai 830 000 barrel per hari,
sehingga diperkirakan akan habis dalam kurun waktu sekitar 12 tahun. Hal ini
menjadi dasar utama dibutuhkannya sumber energi alternatif terbarukan yang
dapat mensubstitusi kebutuhan dunia akan sumber energi tidak terbarukan.
Proses produksi bioetanol dari limbah buah tomat memanfaatkan proses
fermentasi anaerob oleh khamir Saccharomyces cerevisiae, dimana jenis khamir

2
ini mampu menghasilkan kadar etanol dalam jumlah yang cukup tinggi yaitu
sekitar 10-15% (Martini 2003). Selain itu, khamir S. cerevisiae diketahui tahan
terhadap kadar alkohol yang tinggi hingga 12-18% (v/v), tahan terhadap kadar
gula yang tinggi, dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32oC
(Harrison dan Graham 1970). Pada penelitian ini digunakan khamir
Saccharomyces cerevisiae berupa ragi roti Fermipan karena mudah diperoleh serta
harganya yang relatif murah sehingga mempermudah dalam aplikasinya.
Berdasarkan permasalahan lingkungan berupa tingginya jumlah limbah
buah tomat, manfaat pengembangan bioetanol sebagai alternatif energi
terbarukan, serta ketersediaan inokulum Saccharomyces cerevisiae dalam bentuk
ragi roti, menjadi dasar dilakukannya penelitian dengan judul “Pemanfaatan
Limbah Buah Tomat Untuk Produksi Bioetanol oleh Saccharomyces cerevisiae”
ini. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan
bioetanol dengan bahan dasar limbah pertanian terutama limbah buah tomat.

Perumusan Masalah
Mengacu pada fokus penelitian berupa pembentukan limbah buah tomat
yang cukup besar dan tingginya kandungan karbohidrat didalamnya, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengembangkan alternatif
pemanfaatan limbah buah tomat sebagai media fermentasi bioetanol. Peningkatan
yield etanol dapat dipengaruhi oleh jumlah inokulum dan penambahan nutrisi
sehingga dilakukan perbandingan dalam bentuk variabel perlakuan meliputi
perbedaan konsentrasi ragi dan penambahan nutrisi dalam media.

Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui potensi
pemanfaatan limbah buah tomat sebagai substrat bioetanol, membandingkan
kondisi fermentasi terbaik berdasarkan variasi jumlah ragi dan penambahan
nutrisi, mengetahui waktu optimum fermentasi substrat limbah tomat
menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae dan yield etanol yang dihasilkan,
serta menganalisis kelayakan finansial untuk pengembangan produksi bioetanol
limbah buah tomat.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian Pemanfaatan Limbah Buah Tomat untuk Produksi
Bioetanol Oleh Saccharomyces cerevisiae antara lain :
1. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan tentang potensi pemanfaatan limbah buah tomat
untuk produksi bioetanol menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae.

3
2. Bagi peneliti lanjutan
Sebagai sumber informasi awal bagi pengembangan bioetanol dengan
memanfaatkan limbah buah tomat yang dapat dikembangkan untuk penelitian
selanjutnya.
3. Bagi masyarakat
Sebagai sumber informasi mengenai alternatif pemanfaatan limbah buah tomat
sebagai substrat produksi bioetanol.

Lingkup Penelitian

1.
2.
3.
4.
5.

Lingkup penelitian ini adalah :
Proses hidrolisis secara enzimatis menggunakan enzim selulase.
Fermentasi anaerob oleh khamir Saccharomyces cerevisiae berupa ragi roti.
Pengukuran hasil fermentasi tiap 12 jam meliputi analisa kadar etanol,
pertumbuhan biomassa, serta kadar gula pereduksi sisa.
Penentuan waktu optimum fermentasi menggunakan variabel perlakuan
terpilih.
Analisis kelayakan finansial usaha bioetanol dari limbah buah tomat
berdasarkan Payback Period (PBP) dan R/C ratio.

METODE

Bahan
Bahan baku yang digunakan untuk membuat bioetanol dalam penelitian ini
yaitu limbah buah tomat, Saccharomyces cerevisiae berupa ragi roti Fermipan,
serta urea yang diperoleh dari Pasar Dramaga Bogor. Bahan kimia dan bahan
penunjang lainnya yang digunakan antara lain H2SO4 0.325 N, NaOH 1.25 N,
etanol 95%, H2SO4 pekat, selen, NaOH 40%, H3BO3 4%, indikator mensel, H2SO4
0.02 N, fenol 5%, asam-3.5-dinitrosalisilat, Na-K Tartarat, Na-Metabisulfit, HCl
0.1 N, buffer fosfat sitrat, CMC , enzim selulase, akuades, H2SO4 10%.

Alat
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan bioetanol dalam penelitian ini
yaitu fermentor berupa labu erlenmeyer skala 300 ml, leher angsa, erlenmeyer
1000 ml, inkubator, mikro pipet, blender, oven, tabung ulir, kapas, kertas saring
whatman No.40, autoklaf, termometer, cawan alumunium, cawan porselen, tanur,
penangas hot plate, saringan 60 mesh, desikator, pipet volumetrik,
spektrofotometer HACH, timbangan analitik, pH meter, alat titrasi, alat distilasi
etanol, sentrifugasi, dan piknometer.

4
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama.
Penelitian Pendahuluan
Persiapan dan Karakterisasi Bahan
Limbah buah tomat diambil dari Pasar Dramaga Bogor dan dicuci dengan
menggunakan air bersih. Limbah buah tomat yang telah dibersihkan kemudian
dihancurkan menggunakan blender. Setelah memperoleh kondisi yang halus dan
homogen, dilakukan analisis pH awal dan analisis proksimat pada bahan meliputi
uji kadar air, kadar serat kasar, kadar abu, kadar protein, kadar karbohidrat by
difference, total karbon (C), dan total nitrogen (N) sebagai acuan dalam
melakukan penelitian utama. Prosedur analisis awal bahan disajikan pada
Lampiran 1.
Uji Aktivitas Enzim
Enzim yang digunakan pada proses hidrolisis limbah tomat adalah enzim
selulase dengan tujuan untuk menghidrolisis kandungan selulosa dalam bahan
agar membentuk glukosa. Uji aktivitas enzim dilakukan untuk mengetahui jumlah
enzim yang dibutuhkan untuk melepas µmol gula pereduksi per menit. Metode
penentuan aktivitas enzim mengacu pada penelitian Derosya (2010) yang dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Penentuan Dosis Enzim Selulase
Hidrolisis selulosa pada limbah buah tomat dilakukan dengan menggunakan
metode enzimatis. Enzim yang telah diuji aktivitasnya digunakan untuk
menghidrolisis bahan dengan beberapa dosis enzim, diantaranya 10 IU, 20 IU, 30
IU, dan 40 IU/g serat kasar. Proses hidrolisis dilakukan pada inkubator suhu 60oC
dengan menambahkan buffer fosfat sitrat pH 5 selama 3 hari untuk mengoptimasi
kinerja enzim selulase. Hidrolisat tomat yang dihasilkan kemudian dianalisis
meliputi uji total gula dan gula pereduksi sesuai dengan metode pada Lampiran 3.
Setelah memperoleh kondisi penambahan jumlah enzim terbaik, hidrolisis
dilakukan dalam skala yang lebih besar. Hasil hidrolisis yang diperoleh
mengalami penyaringan terlebih dahulu agar diperoleh cairan hidrolisat yang
homogen untuk digunakan sebagai media fermentasi.
Penyiapan Inokulum Ragi Roti
Berdasarkan penelitian Daulay (1999) dalam Suyandra (2007), sebanyak 1 g
ragi roti dapat menggantikan inokulum berupa 1 ose kultur murni melalui metode
penyiapan yang serupa. Untuk dapat memperoleh bobot ragi roti yang setara
dengan 1 ose kultur murni Saccharomyces cerevisiae, telah dilakukan perhitungan
jumlah sel pada inokulum dengan mencampurkan 0.1 g ragi roti dengan 20 ml
akuades suhu 30oC. Melalui metode penyiapan tersebut, didapatkan jumlah sel
inokulum yang sama dengan jumlah sel inokulum kultur murni Saccharomyces
cerevisiae.

5
Penelitian Utama
Tahapan utama dalam proses pembuatan bioetanol adalah proses fermentasi.
Proses fermentasi dilakukan untuk memecah gula dalam substrat oleh khamir
Saccharomyces cerevisiae sehingga menghasilkan etanol. Sebanyak 100 ml
substrat cair limbah tomat dimasukkan ke dalam fermentor berupa erlenmeyer
300 ml. Selanjutnya ditambahkan nutrisi berupa urea sesuai dengan perhitungan
rasio C/N dan diatur pH media pada 4.8. Kemudian media disterilisasi di dalam
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah dingin, dilakukan
penambahan S. cerevisiae berupa ragi kering Fermipan sebanyak 10% dan 15%
dari volume substrat.
Diagam alir proses fermentasi etanol dari hidrolisat limbah tomat dapat
dilihat pada Gambar 1.
100 ml Hidrolisat
limbah tomat

Penambahan nutrien berupa
urea sebanyak 0.25 g
Ragi roti
Fermipan

Dilarutkan
dalam akuades
suhu 30oC (0.1
g / 20 ml
akuades)

Pengaturan pH (pH = 4.8)

Sterilisasi (T = 121oC, t = 15
menit)

Dibiarkan hingga dingin
(±30oC)

Inokulasi dengan 10% dan
15% ragi roti Fermipan

Fermentasi (anaerobik, suhu
ruang)
Gambar 1 Diagam alir proses fermentasi hidrolisat limbah tomat
menggunakan inokulum ragi Saccharomyces cerevisiae
Fermentasi berlangsung pada kondisi anaerob. Fermentor ditutup dengan
sumbat dan leher angsa yang diisi dengan asam sulfat encer untuk mencegah
kontaminasi dari luar. Proses fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 72
jam. Disamping itu, proses fermentasi diamati setiap 12 jam hingga jam ke-72.

6
Setelah proses fermentasi selesai, hasilnya dipasteurisasi pada suhu 65oC untuk
menginaktifkan mikroorganisme. Tahapan terakhir yang dilakukan adalah analisis
kadar etanol, gula pereduksi, dan biomassa dengan prosedur rinci yang terdapat
pada Lampiran 4. Variabel perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini
ditunjukkan pada Tabel 1.

Perlakuan
10% inokulum
15% inokulum

Tabel 1 Variabel perlakuan
Tanpa penambahan
nutrisi
RATN10
RATN15

Diberi penambahan
nutrisi
RAN10
RAN15

Analisis Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk melihat potensi
pengembangan usaha produksi bioetanol dari limbah buah tomat. Komponen
biaya yang dihitung antara lain biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel.
Penerimaan dihitung berdasarkan penjualan output produksi berupa produk utama
(bioetanol) dan produk samping (ampas dan sisa hidrolisat). Selanjutnya
dilakukan analisis berdasarkan kriteria kelayakan finansial yaitu Payback Period
(PBP) dan Revenue Cost Rasio (R/C ratio).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persiapan dan Karakterisasi Bahan
Limbah buah tomat yang diperoleh dari Pasar Dramaga Bogor mengalami
perlakuan pendahuluan berupa pencucian untuk menghilangkan bahan-bahan
pengotor, kemudian diblender hingga berukuran halus. Gambar limbah buah
tomat yang diperoleh dari Pasar Dramaga Bogor dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Limbah buah tomat
Proses pengecilan ukuran dilakukan agar diperoleh substrat yang homogen
serta memperbesar luas permukaan substrat sehingga kontak antara bahan dan
mikroorganisme dapat berlangsung secara optimum (Kusumaningati et al. 2013).
Sebelum digunakan sebagai media fermentasi, buah tomat yang telah dihaluskan

7
dikarakterisasi terlebih dahulu, meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar protein,
dan uji kadar serat kasar. Selain itu, dilakukan pula uji pH dan gula pereduksi
dalam bahan untuk mengetahui kesesuaian bahan sebagai media fermentasi agar
proses fermentasi dapat berlangsung secara optimal. Karakterisasi limbah buah
tomat menghasilkan data yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Karakteristik limbah tomat
Parameter analisis
Hasil penelitian
Literatur
(% basis basah)
(% basis basah)
Kadar air
95.04 ± 0.01
94.00*
Kadar serat kasar
0.96 ± 0.08
1.10**
Kadar abu
0.34 ± 0.08
Kadar protein
0.7 ± 0.2
0.85**
Kadar karbohidrat
3.8 ± 0.1
4.20*
(by difference) –
kadar lemak
Total C
2.47 ± 0.02
Total N
0.12 ± 0.04
Rasio C/N
20.58
*Direktorat Gizi Depkes RI (1979)
**Whfoods org. (2007)
Kadar air limbah tomat yang diperoleh berdasarkan hasil uji dengan
metode pengeringan adalah sebesar 95.04%. Hasil ini cukup sesuai dengan
literatur oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1979) dalam Budiyati dan
Haryani (2004) yang menyatakan bahwa kadar air buah tomat masak sebesar
94%. Berdasarkan data tersebut, diketahui kadar air merupakan kandungan paling
tinggi dalam buah tomat sehingga menyebabkan buah tomat mudah mengalami
kerusakan dan memiliki umur simpan yang rendah.
Perhitungan karbohidrat dilakukan secara by difference tanpa
memperhitungkan kadar lemak, karena dianggap sangat kecil dalam limbah buah
tomat. Selain komponen air, karbohidrat merupakan komponen tertinggi dalam
bahan, yaitu sebesar 3.8% sehingga berpotensi untuk membentuk gula sederhana
sebagai substrat fermentasi etanol.
Kadar serat kasar merupakan fraksi karbohidrat yang penting diketahui
terutama untuk melihat jumlah serat dalam buah tomat yang mampu dihidrolisis
menjadi glukosa. Serat kasar merupakan bagian yang tidak dapat dihidrolisis oleh
asam dan basa kuat dari bahan makanan atau pertanian (Gaman dan Sherrington
1981). Serat kasar utamanya terdiri atas selulosa dan hemiselulosa. Selulosa
merupakan bentuk homopolimer glukosa yang akan membentuk glukosa ketika
dihidrolisis, sedangkan hemiselulosa akan menghasilkan campuran gula yang
terdiri dari glukosa, xilosa, galaktosa, arabinopiranosa, arabinofuranosa, dan
manosa (Irawadi 1990 dalam Demirbas 2005). Uji kadar serat kasar yang telah
dilakukan menghasilkan data sebesar 0.96%, dimana data ini cukup sesuai dengan
data yang diperoleh dari Whfoods.org (2007) dalam Sumardiono et al. (2004)
yang menunjukkan bahwa dalam 180 g buah tomat segar terdapat 1.98 g
kandungan serat, dengan kata lain kandungan seratnya adalah 1.10% (b/b). Kadar
serat kasar ini akan berpengaruh pada proses hidrolisis, dimana apabila kadar serat

8
terlalu tinggi maka akan menurunkan efisiensi proses hidrolisis yang terjadi
sehingga pada akhirnya akan meningkatkan dosis enzim yang diperlukan.
Kadar protein dilakukan menggunakan metode kjedahl, dimana diperoleh
hasil bahwa kadar protein dalam limbah tomat yaitu 0.7%. Apabila dibandingkan
dengan data yang diperoleh dari Whfoods.org (2007), kadar protein dalam buah
tomat adalah 1.53 g dalam 180 g buah tomat atau setara dengan 0.85%. Hasil ini
tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. Total nitrogen
(N) diperoleh menggunakan metode yang sama dengan analisis kadar protein
sebagai acuan dalam penentuan rasio C/N bahan selanjutnya. Berdasarkan
perhitungan, total N dalam buah tomat adalah sebesar 0.12%.
Perhitungan total karbon (C) diperoleh berdasarkan perhitungan “by
difference” sehingga diperlukan perhitungan kadar abu. Kadar abu merupakan
kadar residu anorganik dari pembakaran bahan organik pada suhu 550oC
(Sudarmadji et al. 1997). Kadar abu limbah buah tomat yang diperoleh
berdasarkan hasil uji adalah 0.35%, sehingga melalui perhitungan total C yang
dihasilkan adalah 2.47%. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat diketahui total C
dan N pada limbah buah tomat yang kemudian digunakan sebagai faktor konversi
untuk memperhitungkan kebutuhan penambahan nutrisi berupa urea. Selanjutnya,
hasil uji pH menunjukkan bahwa limbah buah tomat berada pada pH 4.98.
Analisis pH awal bahan ini diperlukan untuk menyesuaikan kondisi media agar
diperoleh kondisi optimum media fermentasi.

Penelitian Pendahuluan
Uji Aktivitas Enzim dan Penentuan Dosis Enzim
Sebelum dilakukan proses hidrolisis limbah buah tomat, terlebih dahulu
dilakukan analisis aktivitas enzim selulase yang akan digunakan. Aktivitas enzim
diperlukan untuk mengkonversi kebutuhan enzim yang akan ditambahkan
kedalam substrat yang dihidrolisis. Satu unit enzim selulase adalah 1 µmol produk
yang terbentuk dalam 1 menit (Suyandra 2007). Uji aktivitas enzim dilakukan
mengacu pada metode penelitian Derosya (2010) dengan terlebih dahulu membuat
kurva standar glukosa menggunakan buffer fosfat sitrat pH 5 dalam berbagai
konsentrasi. Perhitungan aktivitas enzim yang diperoleh berdasarkan analisis yang
dilakukan adalah sebesar 414 IU/g serat kasar.
Dosis enzim yang dibandingkan yaitu sebesar 10, 20, 30, dan 40 IU/g serat
kasar untuk memperoleh penambahan enzim paling optimum berdasarkan kadar
gula pereduksi dan total gula yang terbentuk. Proses hidrolisis dilakukan selama
72 jam dalam inkubator suhu 60oC, hal ini mengacu pada penelitian sebelumnya
(Derosya 2010), dimana suhu tersebut merupakan suhu optimum pertumbuhan
enzim selulase yang digunakan. Waktu hidrolisis ditentukan berdasarkan acuan
bahwa jumlah gula hasil hidrolisis akan terus meningkat dengan bertambahnya
waktu hidrolisis, karena pemutusan ikatan β-1,4-glikosidik pada struktur selulosa.
Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap total gula dan gula pereduksi, sehingga
dapat dihitung derajat polimerisasi (DP) dan nilai Dextrose Equivalent (DE) yang
menggambarkan derajat konversi selulosa menjadi gula pereduksi. Metode
perhitungan Dextrose Equivalent (DE) dan derajat polimerisasi (DP) dapat dilihat

9
pada Lampiran 3. Kadar gula pereduksi, total gula, nilai DE dan DP yang
diperoleh dari hasil hidrolisis limbah buah tomat dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah penambahan enzim dan analisis hasil hidrolisis
Enzim
Gula
selulase
Total gula
DE
pereduksi
DP
(IU / g serat
(g/L)
(%)
(g/L)
kasar)
10 IU
27.1 ± 0.1 36.0 ± 0.6 75.28 ± 0.8
1.32 ± 0.02
20 IU
30.0 ± 0.2 37.5 ± 0.3
80.2 ± 1.4
1.24 ± 0.02
30 IU
32.6 ± 0.4 38.6 ± 0.3
84.4 ± 0.4 1.184 ± 0.006
40 IU
32.8 ± 0.4 39.8 ± 0.2
82.4 ± 0.6
1.212 ± 0.008
Nilai Dextrose Equivalent (DE) diperoleh berdasarkan rasio antara gula
pereduksi dengan total gula hidrolisat limbah buah tomat. Kadar gula total
menunjukkan jumlah keseluruhan komponen gula dalam bahan yang telah
dihidrolisis, sedangkan gula pereduksi menunjukkan jumlah komponen gula yang
ujung rantainya mengandung gugus aldehida atau keton bebas. Gula pereduksi
terdiri dari semua monosakarida yaitu glukosa, fruktosa, galaktosa, dan disakarida
yaitu laktosa dan maltosa. Nilai DE ini diperlukan untuk mengetahui efektivitas
enzim selulase dalam menghidrolisis limbah buah tomat membentuk glukosa.
Semakin tinggi nilai DE, maka menunjukkan bahwa kandungan glukosa dalam
bahan semakin tinggi pula (Palmer 1970). Menurut Tjokroadikoesoemo (1986),
konversi sempurna selulosa memberikan nilai DE = 100, sedangkan nilai DE = 0
apabila tidak terjadi hidrolisis.
Berdasarkan perbandingan hasil hidrolisis dari ketiga dosis enzim,
hidrolisis menggunakan 30 IU enzim selulase menghasilkan nilai DE paling tinggi
dibandingkan perlakuan lainnya. Pada dosis enzim yang lebih tinggi yaitu 40
IU/gr serat kasar, nilai DE justru cenderung menurun. Hal ini menunjukkan
bahwa konsentrasi enzim merupakan faktor penentu aktivitas enzim, dimana
terdapat batas maksimum konsentrasi enzim sehingga ketika konsentrasi melebihi
batasnya, proses hidrolisis tidak berlangsung sempurna. Enzim selulase tetap
melakukan hidrolisis pada selulosa, namun tidak sampai pada pembentukan
glukosa, melainkan membentuk disakarida berupa selobiosa sehingga
menyebabkan penambahan gula total yang lebih tinggi dibandingkan
pembentukan gula pereduksi.
Pada dasarnya, enzim selulase merupakan kompleks yang terdiri dari tiga
enzim utama yang saling bekerja sama dan bekerja saling berurutan, yaitu enzim
endoglukonase, eksoglukonase, dan β-glukosidase. Pada mulanya enzim
endoglukonase menguraikan kristal penyusun serat selulosa dengan memutus
ikatan pada rantai kristal membentuk selulosa tunggal. Selanjutnya enzim
eksoglukonase menguraikan selulosa tunggal membentuk unit-unit selobiosa yang
merupakan disakarida. Selobiosa kemudian dikonversi oleh enzim β-glukosidase
membentuk glukosa (Jeewon 1997 dalam Farikha 2010).
Berdasarkan hal ini, dapat ditentukan bahwa dengan menggunakan 30
IU/g serat kasar dalam substrat buah tomat, merupakan kondisi paling optimum
dimana akan memecah gula total dalam tomat menjadi glukosa sebesar 84.4 ±

10
0.4%. Hal ini menjadi acuan dalam melakukan hidrolisis bahan dalam jumlah
lebih besar untuk digunakan sebagai media fermentasi.
Hidrolisis Substrat oleh Enzim Selulase
Proses hidrolisis dilakukan secara enzimatis menggunakan enzim selulase.
Enzim selulase merupakan jenis enzim yang bekerja secara spesifik untuk
mengkatalisis terjadinya reaksi pemecahan selulosa menjadi glukosa. Hidrolisis
secara enzimatis pada dasarnya memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan hidrolisis asam, diantaranya adalah reaksi yang berlangsung lebih ringan
(suhu rendah, tidak mempengaruhi pH), memberikan hasil hidrolisis yang lebih
tinggi, tidak menimbulkan degradasi gula hasil hidrolisis, serta membutuhkan
biaya pemeliharaan peralatan yang lebih rendah karena tidak terjadi reaksi korosif
oleh bahan (Taherzadeh dan Karimi 2007). Selain itu, penggunaan enzim
diharapkan dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat asam.
Buah tomat mengandung karbohidrat yang cukup tinggi, dimana terdapat
kandungan gula fruktosa dan glukosa, serta pektin, selulosa, dan hemiselulosa
(Anonim 2014). Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh kadar
karbohidrat sebesar 3.8% dengan kadar serat kasar yaitu 0.96%. Jumlah kadar
serat kasar ini menjadi acuan dalam penambahan konsentrasi enzim selulase pada
substrat. Pada dasarnya selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding
sel tanaman. Berdasarkan hal ini, maka proses hidrolisis selulosa dalam buah
tomat dilakukan menggunakan enzim selulase dengan tujuan untuk memperoleh
kandungan glukosa yang lebih tinggi pada substrat.
Berdasarkan data total gula pereduksi yang diperoleh dalam beberapa
dosis enzim selulase yang digunakan, maka dapat diketahui bahwa penggunaan
enzim selulase sebanyak 30 IU/g serat kasar merupakan dosis enzim yang lebih
optimum dibandingkan dosis enzim lainnya. Dengan menggunakan data tersebut,
selanjutnya dilakukan hidrolisis bahan dalam jumlah yang lebih besar yaitu
sejumlah 2 kg limbah tomat dihidrolisis menggunakan 30 IU/g serat kasar enzim
selulase. Dari hidrolisis tersebut, dihasilkan hidrolisat limbah tomat sebanyak 2.33
L dengan residu berupa ampas sebesar 280.86 g, atau dengan kata lain rendemen
hidrolisat yang dihasilkan adalah sebesar 85.96% (b/b). Hidrolisat limbah buah
tomat ditunjukkan pada Gambar 3. Neraca massa proses hidrolisis dilampirkan
pada Lampiran 8.

Gambar 3 Hidrolisat limbah buah tomat oleh enzim selulase

11
Hidrolisat yang diperoleh kemudian diuji kadar gula pereduksinya sebagai
acuan dalam melakukan proses fermentasi. Berdasarkan hasil hidrolisis pada dua
kali percobaan, terlihat bahwa terjadi peningkatan kadar gula pereduksi akibat
konversi selulosa membentuk gula-gula sederhana. Kadar gula pereduksi dalam
limbah buah tomat awal sebelum hidrolisis dengan hasil hidrolisis ditunjukkan
pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil analisis perbandingan gula pereduksi pada dosis enzim 30 IU/g
serat kasar dengan sampel awal tanpa perlakuan hidrolisis
Percobaan keGula pereduksi
Gula pereduksi
sebelum hidrolisis setelah hidrolisis
(g/L)
(g/L)
I
21.55
33.00
II
24.55
35.88
Penentuan Persentase Penambahan Nutrisi Pada Media Fermentasi
Proses fermentasi etanol tidak hanya membutuhkan glukosa sebagai
sumber karbon, namun juga membutuhkan sumber nutrisi pendukung lainnya
terutama sumber nitrogen. Penambahan nutrien yang cukup dan sesuai dengan
kondisi medium akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme. Peningkatan
aktivitas mikroorganisme tentunya akan berbanding lurus dengan peningkatan
produksi etanol yang dihasilkan. Sumber nitrogen yang biasa digunakan dalam
proses fermentasi etanol antara lain adalah ekstrak khamir, corn step liquor,
ammonium sulfat, urea, protein, ekstrak gandum, dan bahan lainnya yang pada
dasarnya memiliki kandungan nitrogen dalam jumlah tinggi. Pada penelitian ini
digunakan urea sebagai sumber nitrogen pada proses fermentasi yang dilakukan.
Pemilihan urea disebabkan oleh faktor kemudahan dalam memperolehnya serta
harganya yang relatif lebih murah dibandingkan sumber nitrogen lainnya.
Penambahan nutrisi berupa urea kedalam media fermentasi menjadi salah
satu faktor yang diamati pada penelitian ini. Jumlah penambahan urea ini
didasarkan pada kebutuhan nitrogen pada substrat mengacu pada perbandingan
total karbon (C) dan total nitrogen (N) pada media tomat. Perbandingan total C/N
substrat berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan adalah sebesar 20.58.
Menurut Syamsu et al. (2002) dalam Haryani (2008), rasio C/N yang dibutuhkan
sebagai media fermentasi etanol adalah sebesar 10, sehingga pada total C dan total
N yang masing – masing sebesar sebesar 2.47% dan 0.12%, dibutuhkan 0.12%
nitrogen yang harus ditambahkan kedalam substrat. Perhitungan kebutuhan urea
yang diperlukan ditampilkan pada tabel 5.
Tabel 5 Perhitungan jumlah urea dalam media fermentasi
Rumus molekul urea
CO (NH2)2
Bobot molekul urea
60
Perhitungan berdasarkan perbandingan 60
× 0.12 % = 0.25 %
bobot molekul N dalam urea
28

12
Penelitian Utama
Proses Fermentasi
Proses fermentasi dilakukan secara anaerobik melalui aktivitas khamir
Saccharomyces cerevisiae berupa ragi roti untuk mengkonversi gula dalam
substrat membentuk etanol dan CO2. Saccharomyces cerevisiae dapat
memproduksi etanol dari glukosa dalam keadaan anaerob. Penggunaan khamir
Saccharomyces cerevisiae sebagai inokulum dalam produksi etanol telah banyak
dilakukan disebabkan beberapa keunggulannya, antara lain dapat menghasilkan
etanol dalam jumlah yang tinggi, toleran terhadap kadar etanol dan suhu
fermentasi yang tinggi, bersifat stabil terhadap perubahan kondisi fermentasi,
serta mampu bertahan hidup pada pH yang rendah (Rehm dan Reed 1981). S.
cerevisiae memiliki sistem metabolisme gula secara anaerobik yang efisien dan
memiliki daya toleran terhadap inhibitor yang lebih baik dibanding
mikroorganisme lainnya. Reaksi pembentukan etanol dari substrat berupa gula
oleh khamir S.cerevisiae adalah sebagai berikut (Oura dalam Dellweg 1983).
C6H12O6  2 C2H5OH + 2 CO2 + 2 ATP + 54 Kkal
Pada dasarnya, proses fermentasi etanol oleh khamir melalui aktivitas
metabolisme glukosa membentuk asam piruvat dalam tahapan reaksi pada jalur
Embden Meyerhoff Parnas (EMP) atau glikolisis. Asam piruvat yang dihasilkan
dalam jalur EMP kemudian mengalami dekarboksilasi membentuk asetaldehida
dan CO2, lalu mengalami proses dehidrogenasi sehingga terkonversi menjadi
etanol (Amerine et al. 1987). Pembentukan etanol dari asam piruvat terjadi
melalui reaksi sebagai berikut.
CO2

CH3COCO2H
Asam piruvat

NADH  H+ + NAD+

CH3CHO
Asetaldehida

C2H5OH
Etanol

Proses fermentasi yang dilakukan terhadap substrat limbah buah tomat
mengacu pada dua variabel, yaitu penambahan nutrisi dan konsentasi inokulum
yang digunakan. Sebanyak 100 ml hidrolisat limbah buah tomat dimasukkan
dalam erlenmeyer 300 ml dan diberikan penambahan urea untuk sampel yang
diberi perlakuan penambahan nutrisi. Kemudian dilakukan pengaturan pH terlebih
dahulu hingga berada tepat pada pH 4.8 untuk mengatur aktivitas fermentasi yang
sesuai dengan pertumbuhan khamir didalamnya. Hal ini disebabkan kecepatan
fermentasi akan mencapai titik optimum pada pH 4.8 (Rinaldy 1987). Selanjutnya
substrat disterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC untuk
mematikan mikroorganisme lain yang dapat mengganggu proses fermentasi.
Setelah proses sterilisasi selesai, substrat kemudian didinginkan pada suhu ruang
hingga mencapai suhu sekitar 30oC untuk dilakukan inokulasi.
Inokulasi ragi roti dilakukan sesuai dengan konsentrasi yang telah
ditentukan yaitu 10% dan 15% dari jumlah substrat. Ragi roti sebelumnya
dilarutkan terlebih dahulu dalam akuades suhu 30oC dengan konsentrasi sebesar
0.1 g ragi roti dalam 20 ml air. Hal ini mengacu pada penelitian Suyandra (2007)
yang menyatakan bahwa ragi roti sebanyak 0.1 g dalam 20 ml air memiliki jumlah

13
sel yang hampir serupa dengan inokulum menggunakan 1 ose khamir
Saccharomyces cerevisiae yaitu sebesar 7.97 x 104 sel/ml inokulum.
Selanjutnya substrat dikondisikan dalam keadaan anaerob melalui
penggunaan leher angsa pada labu erlenmeyer yang digunakan. Proses fermentasi
dilakukan pada suhu kamar dan dibiarkan selama 72 jam. Menurut Paturau
(1981), waktu yang biasa digunakan dalam fermentasi etanol adalah 30 – 72 jam,
sedangkan suhu yang optimum digunakan untuk fermentasi adalah berkisar antara
25 – 30oC (Frazier dan Westhoff 1978). Hal ini merupakan acuan pada
pelaksanaan proses fermentasi agar diperoleh kondisi optimum produksi etanol.
Gambaran proses fermentasi yang dilakukan ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4 Proses fermentasi bioetanol
Waktu fermentasi substrat limbah buah tomat pada awalnya belum dapat
ditentukan karena belum diketahui waktu optimumnya. Oleh sebab itu, dilakukan
pengamatan setiap 12 jam untuk melihat kurva produksi etanol yang terbentuk
serta pertumbuhan biomassa selama proses fermentasi. Berdasarkan hal tersebut,
setiap 12 jam proses fermentasi dilakukan pengamatan terhadap kadar etanol,
pertumbuhan biomassa, serta kadar gula pereduksi sisa untuk mengetahui pola
konsumsi glukosa oleh khamir Saccharomyces cerevisiae.
Analisis Hasil Fermentasi
Pemilihan Variabel Perlakuan Optimum
Etanol merupakan produk akhir hasil konversi dari gula yang terdapat
dalam substrat dengan bantuan mikroorganisme berupa khamir Saccharomyces
cerevisiae dalam ragi roti. Analisis kadar etanol dilakukan dengan metode
perbandingan bobot jenis (BJ) menggunakan piknometer. Sebelumnya cairan hasil
fermentasi didestilasi memanfaatkan prinsip penguapan etanol pada suhu 78oC,
kemudian mengalami proses kondensasi untuk ditampung sebagai kondensat yang
akan diukur bobot jenisnya. Analisis dilakukan setiap 12 jam untuk melihat kurva
produksi etanol berdasarkan waktu fermentasi agar dapat terlihat pola
pembentukan produk yang terjadi. Hasil analisis kadar etanol ditunjukkan pada
gambar 5.

14

Kadar etanol (% v/v)

2.5
2
1.5

RATN 10
RAN 10

1

RATN 15
0.5

RAN 15

0
0

20

40

60

80

Waktu fermentasi (jam)

(a)
Kadar etanol (% v/v)

2.5
2
1.5

RATN 10

1

RAN 10
RATN 15

0.5

RAN 15
0
0

20

40

60

80

Waktu fermentasi (jam)

(b)
Gambar 5 Grafik pembentukan etanol pada berbagai variabel perlakuan
(a) percobaan I (b) percobaan II
Gambar 5 menunjukkan pola pembentukan etanol pada berbagai waktu
yaitu dari 12 – 72 jam waktu fermentasi. Pada grafik dapat pula dilihat pengaruh
antar perlakuan terhadap kadar etanol yang dihasilkan. Percobaan I dan II
dilakukan menggunakan substrat dengan kadar gula awal yang berbeda.
Berdasarkan pola yang terbentuk, secara garis besar dapat terlihat bahwa etanol
mengalami peningkatan dimulai dari awal pengamatan hingga jam ke 60,
sedangkan pada waktu fermentasi 72 jam terjadi penurunan kadar etanol pada
kedua percobaan. Hal ini diduga karena peristiwa inhibitor akibat penghambatan
dari kadar etanol yang dihasilkan. Menurut Clark dan Mackie (1984), khamir
sangat peka pada etanol ketika konsentrasi etanol telah mencapai 1-2% (v/v)
sehingga dapat menghambat proses fermentasi. Pada konsentrasi etanol 10%
(v/v), pertumbuhan khamir justru akan berhenti sama sekali. Mengacu pada hasil
yang diperoleh, ketika kadar etanol mencapai kadar 1.26 – 2.09% (v/v) pada
kedua ulangan, maka akan terjadi penghambatan proses fermentasi yang
ditunjukkan pada waktu fermentasi 72 jam.
Perlakuan yang diberikan pada setiap media fermentasi menghasilkan data
bahwa perbedaan konsentrasi inokulum mempengaruhi produksi etanol yang
terbentuk. Substrat dengan konsentrasi inokulum 15% dapat menghasilkan etanol

15
yang lebih tinggi yaitu 1.59% (v/v) dibandingkan 10% inokulum yang
menghasilkan kadar etanol sebesar 1.26% (v/v) pada percobaan I. Pada percobaan
II, konsentrasi inokulum 15% dapat meningkatkan kadar etanol dari 1.46% (v/v)
menjadi 1.93% (v/v). Data tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi inokulum
sebanyak 10% belum dapat mengkonversi gula secara optimal, sehingga pada
konsentrasi inokulum yang lebih tinggi kinerja yang terjadi akan semakin baik.
Variabel lainnya yang diamati adalah pengaruh penambahan nutrisi berupa
urea dalam media fermentasi. Kebutuhan nutrisi merupakan salah satu faktor
penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme.
Unsur – unsur dasar yang dibutuhkan khamir antara lain adalah karbon yang dapat
diperoleh dari gula dalam substrat, serta nitrogen, oksigen, fosfor, kalium, zat
besi, dan unsur kelumit lainnya. Nutrisi tambahan ini utamanya diperlukan untuk
pemeliharaan sel dan pertumbuhan mikroba. Berdasarkan hal inilah, diperlukan
nutrisi tambahan terutama sumber nitrogen yang merupakan makronutrien bagi
khamir. Teori tersebut didukung oleh hasil fermentasi yang menunjukkan bahwa
penambahan urea dapat meningkatkan kadar etanol dari 1.26% (v/v) menjadi
1.53% (v/v) pada percobaan I dan meningkat dari 1.46% (v/v) menjadi 1.80%
(v/v) pada percobaan II menggunakan 10% inokulum. Penambahan urea dengan
15% inokulum mengakibatkan peningkatan etanol dari 1.59% (v/v) menjadi
1.86% (v/v) pada percobaan I dan 1.93% (v/v) menjadi 2.09% (v/v) pada
percobaan II.
Kinerja fermentasi pada dasarnya dapat pula dianalisis mengacu pada
pertumbuhan biomassa serta konsumsi substrat yang dilihat dari kadar gula
pereduksi sisa. Biomassa merupakan salah satu analisis yang dibutuhkan untuk
mengetahui pola pertumbuhan khamir yang terjadi selama proses fermentasi
berlangsung. Secara teoritis, semakin tinggi nilai biomassa menunjukkan bahwa
pertumbuhan sel mikroorganisme semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya konsumsi substrat oleh khamir sehingga terjadi peningkatan jumlah sel.
Biomassa yang terhitung dari hasil analisis menggunakan metode sentrifugasi dan
dilanjutkan dengan pengeringan pada suhu 50oC merupakan jumlah sel kering
yang terdapat dalam cairan fermentasi (Sari 2009).
Gambar pertumbuhan sel berdasarkan biomassa kering antar variabel yang
diamati ditunjukkan pada Gambar 6.
6
Biomassa (g/L)

5
4

RATN 10

3

RAN 10

2

RATN 15

1

RAN 15

0
0

20

40

60

Waktu fermentasi (jam)

(a)

80

16
6
Biomassa (g/L)

5
4

RATN 10

3

RAN 10

2

RATN 15

1

RAN 15

0
0

20

40

60

80

Waktu fermentasi (jam)

(b)
Gambar 6 Grafik pertumbuhan biomassa pada berbagai variabel perlakuan
(a) percobaan I (b) percobaan II
Menurut Fardiaz (1988), pada mulanya mikroorganisme akan mengalami
fase adaptasi ketika dipindahkan ke dalam suatu medium untuk menyesuaikan
dengan kondisi lingkungannya. Lamanya fase adaptasi dapat dipengaruhi oleh
medium dan lingkungan pertumbuhan serta jumlah inokulum yang ditambahkan.
Pada Gambar 6, tidak terlihat fase adaptasi khamir S. cerevisiae, yang mungkin
disebabkan oleh konsentrasi substrat yang tidak terlalu tinggi sehingga kultur
dapat langsung memanfaatkan substrat yang ada. Menurut Wang et al. (1979),
konsentrasi substrat mempengaruhi lamanya fase adaptasi oleh kultur, akibat
adanya penghambatan pada pertumbuhan mikroorganisme yang digunakan.
Kondisi ini disebut sebagai penghambatan oleh substrat (substrate inhibition).
Setelah melalui fase adaptasi, mikroorganisme memasuki fase log atau
eksponensial, dimana mikroorganisme membelah dengan cepat. Fase ini
merupakan kondisi yang ideal bagi mikroorganisme (Judoamidjojo et al. 1989).
Terlihat pada grafik bahwa pertumbuhan mikroorganisme selama fermentasi terus
mengalami peningkatan hingga jam ke-12, dan setelahnya pertumbuhan
berlangsung statis. Hal ini terjadi karena nutrisi dalam media sudah berkurang
serta terakumulasinya hasil metabolisme yang mungkin beracun sehingga dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada fermentasi hidrolisat tomat ini,
pertumbuhan khamir yang terjadi memang tidak terlihat begitu signifikan, hal ini
dapat disebakan oleh konsentrasi awal substrat yang hanya ± 3.2% sehingga
pertumbuhannya tidak berlangsung secara optimal. Menurut Paturau (1981),
konsentrasi gula yang paling baik digunakan sebagai substrat fermentasi berkisar
antara 14-18% (b/v).
Berdasarkan grafik pertumbuhan biomassa pada Gambar 6 juga terlihat
bahwa pertumbuhan biomassa semakin meningkat dipengaruhi dengan jumlah
inokulum dan penambahan nutrien yang ditambahkan dalam media fermentasi.
Pada waktu fermentasi 60 jam dimana terjadi fase stasioner menunju fase
kematian pada sel, biomassa yang dihasilkan meningkat dari 4.75 g/L pada
inokulum 10% menjadi 5.26 g/L pada inokulum 15% untuk percobaan I dan
meningkat dari 4.99 g/L menjadi 5.42 g/L untuk percobaan II. Melalui
penambahan nutrisi, terjadi pertumbuhan biomassa menjadi 4.99 g/L untuk

17

Gula pereduksi sisa (g/L)

percobaan I dan 5.26 g/L untuk percobaan II pada inokulum 10% serta 5.43 g/L
untuk percobaan I dan 5.71 g/L untuk percobaan II pada inokulum 15%.
Pola pembentukan produk dan pertumbuhan sel khamir ini merupakan
hasil dari konsumsi gula sehingga akan terjadi penurunan kadar gula pereduksi
dalam substrat. Pada hasil analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa kadar
gula pereduksi sisa terus berkurang dengan bertambahnya waktu fermentasi yang
dilakukan. Kadar gula pereduksi sisa antar variabel RATN10, RAN10, RATN15,
RAN15 pada jam ke-60 berturut turut adalah 2.88 g/L, 2.83 g/L, 2.59 g/L, 2.55
g/L pada percobaan I dan 2.32 g/L, 2.08 g/L, 1.98 g/L, 1.79 g/L pada percobaan
II. Grafik penurunan kadar gula sisa antar perlakuan pada berbagai waktu
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 7.
35
30
25
20
15
10
5
0

RATN 10
RAN 10
RATN 15
RAN 15
0

20

40

60

80

Waktu fermentasi (jam)

Gula pereduksi sisa (g/L)

(a)
35
30
25
20
15
10
5
0

RATN 10
RAN 10
RATN 15
RAN 15
0

20

40

60

80

Waktu fermentasi (jam)

(b)
Gambar 7 Grafik kadar gula pereduksi sisa pada berbagai variabel perlakuan
(a) percobaan I (b) percobaan II
Pada dasarnya, semakin tinggi tingkat konsumsi substrat oleh khamir akan
meningkatkan kadar etanol yang dihasilkan, karena semakin banyak gula yang
terkonversi menjadi produk. Hal ini dapat dikaitkan pada perlakuan RAN 15 yang
menghasilkan sisa gula pereduksi terkecil sehingga menghasilkan pertumbuhan
biomassa serta kadar etanol yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.
Tingkat konsumsi substrat pada masing- masing perlakuan RATN 10, RAN 10,
RATN 15, RAN 15 adalah 91.26%, 91.42%, 92.12%, 92.26% untuk percobaan I.
Pada percobaan II, diperoleh tingkat konsumsi substrat berturut-turut adalah

18
93.54%, 94.22%, 94.46%, 94.98%. Menurut Pacheco et al. (2010), tingkat
penggunaan gula pada umumnya berkisar antara 44.8-96.5%.
Mengacu pada kadar etanol yang dihasilkan, pertumbuhan sel, serta
tingkat penggunaan gula antar perlakuan, dapat dihitung yield pembentukan
produk (Yp/s) dan yield pertumbuhan biomassa (Yx/s) per substrat yang
dikonsumsi. Nilai yield yang terhitung dapat digunakan sebagai acuan dalam
penentuan variabel perlakuan paling optimum pada proses fermentasi. Nilai Yp/s
masing-masing variabel perlakuan pada waktu fermentasi 60 jam dimana
diperoleh kadar etanol tertinggi yaitu 0.33 g/g, 0.40 g/g, 0.41 g/g, 0.48 g/g
berturut-turut pada sampel RATN 10, RAN 10, RATN 15, dan RAN 15 untuk
percobaan I. Pada percobaan II, nilai Yp/s terhitung yaitu 0.34 g/g, 0.42 g/g, 0.44
g/g, 0.48 g/g untuk sampel RATN 10, RAN 10, RATN 15, RAN 15. Data tersebut
menunjukkan bahwa kadar etanol tertinggi yang terbentuk per g gula yang
dikonsumsi diperoleh pada perlakuan fermentasi menggunakan 15% inokulum
disertai penambahan urea.
Perhitungan nilai Yx/s juga menunjukkan bahwa pertumbuhan biomassa
tertinggi per g gula yang dikonsumsi oleh khamir adalah pada hasil fermentasi
dengan menggunakan 15% inokulum dan penambahan urea. Pada percobaan I,
nilai Yx/s untuk sampel RATN 10, RAN 10, RATN 15, RAN 15 adalah 0.078 g/g,
0.083 g/g, 0.086 g/g, dan 0.090 g/g pada waktu fermentasi 60 jam, sedangkan
pada percobaan II yaitu 0.072 g/g, 0.073 g/g, 0.073 g/g, dan 0.075 g/g. Mengacu
pada data kedua percobaan tersebut (Lampiran 5), dapat ditentukan bahwa jumlah
inokulum dan penambahan nutrien dalam media memiliki pengaruh terhadap hasil
fermentas