Produksi Bioetanol Dari Nira Aren (Arenga Pinnata Merr) Oleh Dry Yeast Saccharomyces Cerevisiae

PRODUKSI BIOETANOL DARI NIRA AREN (Arenga pinnata
MERR) OLEH DRY YEAST Saccharomyces cerevisiae

CINDY WIDYA RISTIKA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Bioetanol dari
Nira Aren (Arenga pinnata MERR) oleh Dry Yeast Saccharomyces cerevisiae
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Cindy Widya Ristika
NIM F34110008

ABSTRAK
CINDY WIDYA RISTIKA. Produksi Bioetanol dari Nira Aren (Arenga pinnata
MERR) oleh Dry Yeast Saccharomyces cerevisiae. Dibimbing oleh
MUHAMMAD ROMLI dan LIESBETINI HADITJAROKO.
Peningkatan jumlah konsumsi minyak bumi tidak diimbangi dengan
peningkatan produksi minyak bumi, sehingga diperlukan sumber energi alternatif
lain yang dapat menyubstitusi minyak bumi, seperti bioetanol. Kandungan gula
pada nira aren sebesar 16-18%, sehingga berpotensi untuk dijadikan bahan baku
pembuatan etanol. Saccharomyces cerevisiae dapat digunakan untuk mengonversi
glukosa menjadi bioetanol. Konsentrasi gula dan penambahan inokulum dapat
mempengaruhi rendemen bioetanol yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh konsentrasi gula awal S1, S2, dan S3, serta penambahan
inokulum 5%, 10%, dan 15% (v/v) untuk menghasilkan kadar etanol tertinggi.
Fermentasi dilakukan selama 48 jam dan analisis produk diukur setiap 12 jam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan inokulum terbaik

adalah 15% (v/v), sedangkan perlakuan gula S1 (18.6%) merupakan konsentrasi
terbaik untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dengan produksi etanol
sebesar 6.14±0.13% (b/v), Xmaks 36.40±3.32 g/L, persentase konversi substrat
99.75%, Yp/s sebesar 0.47±0.01 g etanol/g substrat, Yx/s 0.11±0.0 g sel/g substrat,
Yp/x sebesar 4.30±0.02 g etanol/g sel, qp sebesar 0.10 gP/g sel.jam, dan qs sebesar
0.22 g S/g sel.jam.
Kata kunci: Bioetanol, fermentasi, nira aren, Saccharomyces cerevisiae

ABSTRACT
CINDY WIDYA RISTIKA. Arenga pinnata MERR for Bioethanol Production by
Dry Yeast Saccharomyces cerevisiae. Supervised by MUHAMMAD ROMLI and
LIESBETINI HADITJAROKO.
The increase of energy consumption is not balanced with production of fuel
oil. It means need have alternative energy to substitute fuel oil with renewable
energy, such as bioethanol. Sugar palm is potential for bioethanol production. It
contains 16-18% of sucrose. Saccharomyces cerevisiae can be used to convert
glucose into bioethanol. Initial sugar concentration and inoculum concentration
are parameters effected the yield of ethanol. This research evaluated the effect of
initial sugar concentration at S1, S2, and S3, and also the effect of inoculum
concentration at 5%, 10%, and 15% (v/v) to produce the highest yield of ethanol.

Fermentation process was done for 48 hours and the analysis of product were
measured every 12 hours. The results showed that inoculum 15% (v/v) and sugar
consentration S1 (18.6%) were the best consentrations for Saccharomyces
cerevisiae with ethanol production 6.14 ± 0.13% (w/v), Xmaks 36.40±3.32 g/L,
sugar conversion 99.75%, Yp/s s 0.47±0.01 g ethanol/g substrate, Yx/s 0.11±0.0 g
cell/g substrate, Yp/x 4.30±0.02 g ethanol/g cell, qp 0.10 g ethanol/g cell.hour, and
qs 0.22 g substrate/g cell.hour.

Keywords: Arenga pinnata, bioethanol, fermentation, sugar palm, Saccharomyces
cerevisiae

PRODUKSI BIOETANOL DARI NIRA AREN (Arenga pinnata
MERR) OLEH DRY YEAST Saccharomyces cerevisiae

CINDY WIDYA RISTIKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Produksi Bioetanol dari Nira Aren (Arenga pinnata
MERR) Oleh Dry Yeast Saccharomyces cerevisiae”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Muhammad Romli MSc
St dan Dr Ir Liesbetini Haditjaroko MS selaku dosen pembimbing atas arahan dan
bimbingannya selama penulis menyelesaikan penelitian dan skripsi, serta Dr
Prayoga Suryadarma STP MT selaku dosen penguji atas saran yang diberikan,
kepada Ibunda Ismiyati, A Bubun, Teh Dian, De Tangguh, dan Ayahanda Djadja
Djalaluddin (Alm) yang menjadi penyemangat, serta semua sahabat atas kasih
sayang, dukungan, dan doanya. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada

seluruh staf dan laboran Teknologi Industri Pertanian atas segala ilmu dan
bantuannya, serta kepada seluruh keluarga besar TINFORMERS untuk pelajaran
dan pengalamannya selama ini.
Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Februari 2016

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian


2

METODOLOGI

3

Bahan

3

Alat

3

Tahapan Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN


6

Karakterisasi Nira Aren

6

Pengaruh Jumlah Inokulum Terbaik

7

Pengaruh Konsentrasi Gula Terbaik

13

Perkiraan Produksi Bioetanol dari Nira Aren

19

SIMPULAN DAN SARAN


20

Simpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP


39

DAFTAR TABEL
1 Hasil analisa nira aren (Arenga pinnata MERR)
2 Perbandingan parameter kinetika fermentasi pada
konsentrasi inokulum
3 Perbandingan parameter kinetika fermentasi pada
konsentrasi gula
4 Perkiraan produksi bioetanol dalam satu hektar kebun aren

6
berbagai
12
berbagai
18
20

DAFTAR GAMBAR
1 Tahapan Penelitian

2 Grafik jumlah biomassa sel kering pada berbagai perlakuan jumlah
inokulum
3 Grafik pembentukan kadar etanol pada berbagai perlakuan jumlah
inokulum
4 Grafik penurunan gula pereduksi pada berbagai perlakuan jumlah
inokulum
5 Grafik penurunan total gula pada berbagai perlakuan jumlah
inokulum
6 Grafik jumlah biomassa sel kering pada berbagai perlakuan
konsentrasi gula
7 Grafik pembentukan kadar etanol pada berbagai perlakuan jumlah
konsentrasi gula
8 Grafik penurunan gula sisa pereduksi pada berbagai perlakuan
konsentrasi gula
9 Grafik penurunan total gula pada berbagai perlakuan konsentrasi gula
10 Pola tanam pohon aren (a) monokultur; (b) polikultur

4
7
9
11
11
13
15
16
17
19

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis karakterisasi bahan
2
3
4
5

Prosedur analisa kadar etanol, total gula, dan gula pereduksi
Perhitungan kebutuhan urea
Data hasil fermentasi penentuan konsentrasi inokulum optimum
Data hasil fermentasi penentuan konsentrasi gula optimum

25
26
27
28
33

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya populasi penduduk, meningkat pula
kebutuhan teknologi yang menggunakan bahan bakar sebagai sumber energinya.
Cadangan dan produksi minyak bumi di Indonesia mengalami penurunan 10%
setiap tahunnya, sedangkan tingkat konsumsi minyak bumi rata-rata naik 6% per
tahun (Kuncahayo 2013). Menurut data Kementerian Energi, Sumberdaya, dan
Mineral (2014), produksi minyak bumi tahun 2013 sebesar 287 550 170 barrel
dan mengalami penurunan pada tahun 2014 menjadi 238 670 486.63 barrel.
Peningkatan kebutuhan bahan bakar ini tidak diimbangi dengan peningkatan
produksi minyak bumi. Ketersediaan cadangan minyak bumi di Indonesia hanya
cukup untuk memenuhi kebutuhan Indonesia hingga 23 tahun kedepan.
Salah satu alternatif penggunaan minyak bumi dengan melakukan
diversifikasi energi, yaitu penggunaan sumber daya terbarukan sebagai bahan
bakar (bioenergi), salah satunya adalah bioetanol. Bioetanol merupakan hasil
fermentasi pati atau gula dengan bantuan khamir atau bakteri. Berdasarkan
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar nabati
atau biofuel sebagai sumber bahan bakar alternatif, pemerintah menargetkan
substitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5% pada
tahun 2025. Penggunaan bioenergi sangat potensial untuk dikembangkan dilihat
dari ketersediaan lahan dan sumber daya hayati di Indonesia. Salah satu bahan
potensial adalah nira aren.
Pohon aren sebagai bahan baku pembuatan bioetanol memiliki
kemampuan untuk beradaptasi dengan mudah pada semua tipe tanah dan
agroklimat di Indonesia. Menurut Ditjenbun (2014) satu pohon aren mampu
menghasilkan 20 liter nira per hari, dalam satu hektar tanah dapat ditanami 75-100
pohon. Pohon aren menghasilkan empat hingga delapan kali melebihi
produktivitas tebu dengan rendemen gula sebesar 12%-16% (Kusumanto 2009).
Pada tahun 2004 luas tanaman aren mencapai 60 482 ha (Effendi 2010).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2005) telah dicanangkan 6.4 juta ha lahan
untuk ditanam tanaman penghasil biofuel termasuk pohon aren selama tahun
2005-2015.
Pemilihan jenis mikroba penting untuk dilakukan, Rehm dan Reed (1981)
menyebutkan mikroba yang digunakan harus mampu menghasilkan etanol yang
tinggi, toleran terhadap kadar etanol tinggi, dan dapat bertahan hidup pada pH
rendah. Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang sering digunakan
dalam proses pembuatan etanol. Khamir ini mampu menghasilkan etanol yang
tinggi, toleran terhadap kadar etanol yang tinggi karena memiliki dinding sel yang
lebih tebal dibandingkan bakteri, mampu hidup pada suhu tinggi hingga 47oC,
dapat hidup pada pH rendah hingga pH 3, stabil selama kondisi fermentasi, dan
mudah diperoleh (Dombek dan Ingram 1987; Lee et al. 2013).
Jumlah produk bioetanol yang tinggi selama fermentasi dapat dicapai
dengan mengatur kondisi pertumbuhan optimum mikroba, diantaranya konsentrasi
substrat dan konsentrasi penambahan inokulum. Ketika konsentrasi substrat yang
ditambahkan terlalu tinggi maka akan meningkatkan tekanan osmotik yang dapat

2
mengganggu metabolisme sel dan efisiensi proses fermentasi. Pada konsentrasi
substrat yang tinggi dibutuhkan konsentrasi inokulum yang lebih banyak.
Konsentrasi penambahan inokulum optimal sebesar 5%-15% (Wardani 2013;
Tahir et al. 2010; Wignyanto 2001; Sulieman et al. 2013). Akan tetapi,
konsentrasi inokulum terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya persaingan
antarsel, sehingga produk yang dihasilkan tidak optimum. Oleh karena itu perlu
diketahui konsentrasi gula dan konsentrasi penambahan inokulum optimum untuk
fermentasi etanol.
Berdasarkan data yang ada mengenai penurunan produksi minyak bumi,
peningkatan kebutuhan konsumsi minyak bumi, dan produksi nira aren yang
potensial maka dilakukan penelitian dengan judul “Produksi Bioetanol dari Nira
Aren Oleh Dry Yeast Saccharomyces cerevisiae” sehingga dapat menjadi sumber
energi alternatif minyak bumi.

Perumusan Masalah
Mikroba memiliki kondisi pertumbuhan optimum untuk dapat menghasilkan
produk yang tinggi. Konsentrasi substrat termasuk kadar gula dan inokulum
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi rendemen bioetanol yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengkaji pengaruh konsentrasi
gula dan penambahan inokulum Saccharomyces cerevisiae yang menghasilkan
bioetanol tertinggi.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai konsentrasi
inokulum terbaik dan konsentrasi gula terbaik pada fermentasi nira aren
menggunakan Saccharomyces cerevisiae untuk produksi bioetanol.

Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian ini meliputi:
1. Karakterisasi nira aren sebagai bahan baku pembuatan bioetanol dengan
melakukan analisa komponen kimia, gula pereduksi, dan total gula.
2. Penguapan nira aren untuk memperoleh konsentrasi gula.
3. Persiapan inokulum.
4. Fermentasi nira aren oleh khamir Saccharomyces cerevisiae.
5. Analisis hasil fermentasi berupa pengukuran biomassa, kadar etanol, gula total,
sisa gula pereduksi, dan penentuan parameter kinetika fermentasi.

3

METODOLOGI

Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah nira aren yang berasal dari daerah
Cianjur. Saccharomyces cerevisiae yang digunakan adalah dry yeast merk Angel
yang khusus untuk produksi etanol. Urea sebagai sumber nutrisi diperoleh dari
pasar. Bahan kimia yang digunakan antara lain akuades, glukosa, NaOH, etanol,
fenol, HCL, indikator PP, asam 3.5 dinitrosalisilat, Na–K tartarat, Na–metabisulfit,
glukosa standar, dan H2SO4.

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya labu Erlenmeyer
skala 1000 mL, gelas piala 500 ml, gelas piala 2000 ml, termometer, labu tera,
labu Kjedahl, cawan alumunium, cawan porselen, inkubator, mikro pipet, tabung
ulir, oven, autoklaf, tanur, desikator, spektofotometer UV-vis, timbangan analitik,
pH meter, buret, alat destilasi etanol, sentrifugasi, dan piknometer.

Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.

Mulai

Karakterisasi nira aren

Persiapan media
fermentasi

Persiapan inokulum
Saccharomyces
cerevisiae

Fermentasi bioetanol I
(pengaruh konsentrasi
inokulum)

A

4
A

Konsentrasi
inokulum terbaik
Fermentasi bioetanol II
(pengaruh konsentrasi gula)
Konsentrasi gula
terbaik

Selesai
Gambar 1 Tahapan Penelitian
Persiapan dan Karakterisasi Bahan
Persiapan bahan diawali dengan melakukan analisa komponen kimia berupa
uji kadar air dan uji kadar abu. Selain itu dilakukan pula uji total nitrogen, uji total
karbon, uji gula pereduksi dan uji total gula. Setelah itu, dilakukan persiapan
substrat di lokasi pengambilan nira dengan menguapkan nira aren hingga
diperoleh konsentrasi gula S1 (18%), S2 (24%), dan S3 (33%). Setibanya di
laboratorium pengujian, nira disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu
121oC selama 15 menit dengan tekanan 15 psia (Baihaki et al. 2013). Pemenuhan
sumber nitrogen pada media fermentasi dilakukan dengan menambahkan urea
berdasarkan perhitungan Syamsu et al. (2003).
Persiapan inokulum
Persiapan inokulum diawali dengan memanaskan akuades dan glukosa pada
suhu 35-38oC dan densitas 2%. Kemudian ditambahkan dry yeast dengan
perbandingan 1:5 (b/v). Larutan tersebut kemudian diaduk selama 15-30 menit.
Fermentasi Nira Aren
Pada penelitian ini dikaji mengenai pengaruh konsentrasi inokulum dan
konsentrasi gula yang dilakukan dengan dua tahap fermentasi. Tahap pertama
dilakukan untuk mengetahui konsentrasi inokulum terbaik. Hasil terbaik pada
fermentasi tahap I digunakan pada penelitian selanjutnya, yaitu fermentasi untuk
mengetahui kadar gula terbaik.
Sebanyak 500 mL nira aren dimasukan kedalam labu Erlenmeyer 1000 mL.
Nilai pH cairan substrat diatur menjadi 4.8 dengan menambahkan HCl 1N atau
larutan natrium bikarbonat. Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC selama
15 menit dan media didinginkan hingga 30oC. Nutrisi urea ditambahkan sesuai
perhitungan rasio C/N (Lampiran 3). Urea disterilisasi kering dengan cara dioven
selama 2 jam pada suhu 60oC. Inokulum Saccharomyces cerevisiae ditambahkan

5
ke dalam media sebanyak 5%, 10%, dan 15% (v/v). Setelah diperoleh konsentrasi
penambahan inokulum terbaik, dilakukan penelitian tahap dua, yaitu
menambahkan inokulum terbaik pada media dengan konsentrasi gula S1 (18%),
S2 (24%), dan S3 (33%). Setiap fermentasi berlangsung selama 48 jam pada suhu
ruang dan diamati setiap selang 12 jam.
Penentuan parameter kinetika fermentasi dihitung sebagai indikator kinerja
proses kultivasi, yaitu total biomassa sel khamir yang dihasilkan tiap 12 jam (X),
kadar etanol yang diproduksi (P), penentuan substrat sisa yang masih terdapat
pada media (S) tiap 12 jam, laju pertumbuhan sel spesifik (µ), efisiensi pemakaian
substrat terhadap pembentukan sel dan produk (Yx/s dan Yp/s), rendemen
pembentukan produk terhadap sel (Yp/x), laju pembentukan produk spesifik (qp; g
P/g sel.jam), dan laju penggunaan substrat spesifik (qs; g S/g sel.jam) (Pacheco et
al. 2010).
Perhitungan laju pertumbuhan spesifik (µ) adalah sebagai berikut.

Menurut Standbury dan Whitaker (1993), pada kondisi fermentasi curah
laju pertumbuhan spesifik konstan dan tidak tergantung perubahan konsentrasi
nutrisinya, sehingga terintegrasi menjadi:


Dimana:
µ
: laju pertumbuhan spesifik (jam-1)
X2
: biomassa sel pada saat t (g/L)
X1
: biomassa sel awal (g/L)
t
: waktu (jam)






Data yang diperoleh dari hasil pengujian diinterpretasikan dalam bentuk
grafik dan tabel. Pengaruh perbedaan variabel perlakuan, yaitu konsentrasi
inokulum dan konsentrasi gula terhadap kadar etanol yang dihasilkan dianalisis
menggunakan ANOVA satu arah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
nyata antarperlakuan. Apabila hasil uji menunjukkan adanya pengaruh nyata,
maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui adanya perbedaan
signifikan.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Nira Aren
Nira aren merupakan bahan yang mengandung gula cukup tinggi sekitar 1618%. Kandungan gula yang tinggi inilah membuat nira aren berpotensi untuk
dijadikan bahan utama pembuatan bioetanol. Nira aren yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari daerah Cianjur. Penyadapan nira dilakukan dua kali
sehari pada pagi dan sore hari. Ketika penyadapan berlangsung, penyadap nira
menambahkan laru berupa biji manggis maupun kulit manggis yang berasal dari
daerah sekitar penyadapan. Penambahan laru bertujuan agar nira yang telah
disadap tidak cepat terfermentasi. Nira dibawa ke laboratorium penelitian dengan
menggunakan cool box agar nira tidak cepat terfermentasi.
Analisa komponen kimia dilakukan untuk mengetahui kandungan yang
terdapat dalam bahan, antara lain kadar air dan kadar abu, sedangkan uji kadar
nitrogen dan kadar karbon dilakukan untuk mengetahui rasio C/N. Selain itu,
dilakukan pula uji total gula untuk mengetahui kandungan gula awal pada nira
aren. Hasil analisa nira aren seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil analisa nira aren (Arenga pinnata MERR)
Parameter analisa
Hasil Penelitian
Kadar air (%)
84.87±0.06
Kadar abu (%)
0.34±0.04
Total karbon (C)
8.07±0.02
Total nitrogen (N)
0.09±0.02
Total gula
16-18%
Rasio C/N
89.11
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa kadar air merupakan kandungan
yang paling tinggi dalam nira aren, sebesar 84.87±0.06%. Kandungan kadar air
yang tinggi membuat mikroba cepat tumbuh dalam media, sehingga nira aren
cepat terfermentasi. Kadar abu merupakan residu anorganik yang dihasilkan dari
proses pembakaran bahan organik pada suhu 550oC (Sudarmadji et al. 1997).
Hasil penelitian menunjukkan kadar abu pada nira aren sebesar 0.35±0.04%.
Total nitrogen (N) dihitung dengan menggunakan metode Kjeldahl. Total N
yang terdapat pada bahan sebesar 0.09±0.02%. Uji kadar air, kadar abu, dan total
N ini digunakan untuk mengetahui nilai total karbon (C). Dari hasil perhitungan
diperoleh total C sebesar 8.07±0.02%. Total C dan total N ini digunakan sebagai
faktor konversi untuk memperhitungkan jumlah nutrisi yang ditambahkan pada
media fermentasi. Nutrisi merupakan faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan mikroba selama proses fermentasi. Penambahan
nutrisi harus sesuai dengan media yang digunakan agar dapat menghasilkan
produk yang optimal. Menurut Syamsu et al. (2003) rasio C/N untuk media
fermentasi adalah 10:1, sedangkan dalam penelitian ini diperoleh rasio C/N
sebesar 89.11, sehingga agar kebutuhan nitrogen pada media fermentasi optimal
perlu adanya penambahan nitrogen berupa urea. Berdasarkan hasil perhitungan

7
rasio C/N (Lampiran 3) diperoleh jumlah urea yang ditambahkan adalah 1.53
gram/100 ml.
Pengaruh Jumlah Inokulum Terbaik
Mikroba memiliki kondisi pertumbuhan optimum untuk dapat
menghasilkan produk yang tinggi. Terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi fermentasi, yaitu jenis inokulum yang digunakan, lama fermentasi,
suhu, pH media, konsentrasi inokulum yang ditambahkan, dan konsentrasi
substrat (Kusumaningati et al. 2013). Konsentrasi inokulum yang sesuai dapat
meningkatkan kadar etanol yang dihasilkan. Konsentrasi inokulum yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 5%, 10%, dan 15% (v/v). Kandungan total
gula awal pada fermentasi tahap ini sebesar 183.38 g/L dengan kandungan gula
pereduksi 95.17 g/L. Berikut merupakan hasil uji untuk mengetahui konsentrasi
penambahan inokulum terbaik.
Pertumbuhan Biomassa
Pertumbuhan sel optimum dapat terjadi apabila kondisi lingkungan media
sesuai dengan kondisi optimum mikroba tersebut. Pertumbuhan biomassa sel
menunjukkan adanya perubahan substrat yang dimanfaatkan oleh mikroba untuk
pertumbuhan dan pembentukan produk. Total biomassa kering (X) diukur
berdasarkan bobot kering selama kultivasi dengan pengambilan sampel setiap 12
jam sekali. Grafik pertumbuhan biomassa Saccharomyces cerevisiae disajikan
pada Gambar 2.

Biomassa kering (g/L)

60
Inokulum 5%

50

Inokulum 10%
40

Inokulum 15%

30
20
10
0
0

12

24

36

48

Waktu fermentasi (jam)
Gambar 2 Grafik jumlah biomassa sel kering pada berbagai perlakuan jumlah
inokulum
Gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah biomassa yang dihasilkan
dipengaruhi oleh jumlah inokulum yang ditambahkan. Semakin banyak inokulum
yang ditambahkan, maka jumlah biomassa akan semakin banyak dan jumlah
etanol yang dihasilkan juga akan meningkat (Singh dan Bishnoi 2013). Hal ini
didukung oleh hasil uji ANOVA yang menunjukkan bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% konsentrasi inokulum berpengaruh nyata terhadap jumlah

8
biomassa yang dihasilkan, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan yang
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan biomassa sel kering pada
perlakuan inokulum 15% (v/v), sedangkan perlakuan inokulum 5% dan 10% (v/v)
tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan (Lampiran 4).
Pertumbuhan biomassa akan meningkat seiring dengan lamanya waktu
fermentasi dan akan menurun setelah mencapai kondisi optimum. Fase awal yang
dialami mikroba adalah fase adaptasi dengan lingkungan baru ketika dipindahkan
ke dalan medium. Hasil penelitian Atiqah (2014) menyebutkan bahwa fase
adaptasi dapat dipengaruhi oleh medium dan lingkungan pertumbuhan, serta
jumlah inokulum yang digunakan. Pada Gambar 2 tidak terlihat adanya fase
adaptasi khamir. Hal ini ditunjukkan dengan langsung meningkatnya biomassa sel
pada jam ke-12 dari jam ke-0 yang berarti sel khamir dapat langsung
mengonsumsi subsrat, sehingga meningkatkan jumlah sel. Inokulum memasuki
fase eksponensial yang merupakan kondisi ideal bagi mikroba pada jam ke 12-24.
Pada fase ini pertumbuhan mikroba meningkat dengan cepat. Semua sel
mempunyai kemampuan untuk berkembang biak dan tidak terjadi penghambatan
pertumbuhan.
Berdasarkan Gambar 2 jumlah biomassa sel maksimum ketiga perlakuan
inokulum terjadi pada jam ke-24 yang dibuktikan dengan jumlah biomassa sel
maksimum pada jam tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan waktu lainnya.
Konsentrasi inokulum 15% (v/v) menghasilkan jumlah biomassa paling tinggi,
yaitu 36.40±3.32 (g/L), sedangkan inokulum 5% dan 10% (v/v) sebesar
22.90±0.28 (g/L), 25.65±0.42 (g/L). Penelitian yang dilakukan Farida (2015)
menggunakan inokulum ragi tape pada substrat hidrolisis pati sukun menunjukkan
bahwa fase eksponensial dimulai dari jam ke 24-36 dengan laju pertumbuhan
spesifik maksimum (µ maks) sebesar 0.01 (jam-1) dan jumlah biomassa sel mencapai
54.29 (g/L). Perbedaan waktu fase eksponensial ini dikarenakan substrat yang
digunakan berupa hidrolisat pati, sehingga inokulum ragi tape memerlukan waktu
yang lebih lama untuk mengonversi pati menjadi glukosa, sedangkan perbedaan
julmah biomassa yang dihasilkan dikarenakan penambahan inokulum ragi tape
lebih besar, yaitu 0.5% (b/v). Berdasarkan viable cell count pada penelitian
Mukhtar et al. (2010) dengan penggunaan inokulum ragi 15% (v/v) terdapat
289x106 sel/mL pada media molase. Menurut Daud et al. (2012) Saccharomyces
cerevisiae mengalami pertumbuhan maksimum pada fermentasi selama 24-48 jam.
Inokulum memasuki fase stasioner hingga fase kematian setelah jam ke-24
sampai akhir fermentasi. Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae berlangsung
dengan mengonsumsi nutrien sekaligus dengan menghasilkan produk
metabolisme yang terbentuk selama proses fermentasi berlangsung. Penurunan
jumlah biomassa dikarenakan jumlah nutrisi dalam media telah berkurang dan
terjadi akumulasi etanol. Selain itu, menurut Deenanath et al. (2013) penumpukan
produk-produk penghambat hasil metabolisme yang mungkin beracun dapat
menyebabkan penurunan laju pertumbuhan sel. Biomassa sel mengalami
penurunan setelah mencapai maksimum, akan tetapi penurunan tersebut tidak
mencapai nol karena dalam jumlah minimum tertentu sel mikroba tetap bertahan
hidup dalam media tersebut (Farida 2015).

9
Kadar Etanol
Pembentukan etanol oleh khamir terjadi melalui Embden-MeyerhorfParnas Pathways (EMP) atau glikolisis. Pada jalur EMP, glukosa dipecah
menjadi 2 molekul asam piruvat, kemudian melalui jalur glikolisis, piruvat
terdekarboksilasi menjadi asetaldehida dan CO2 lalu diubah menjadi etanol oleh
enzim alkohol dehidrogenase (Daud et al. 2010). Produksi bioetanol yang
diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Kadar etanol (%b/v)

14
12
Inokulum 5%

10

Inokulum 10%
8

Inokulum 15%

6
4
2
0
0

12

24

36

48

Waktu fermentasi (jam)
Gambar 3 Grafik pembentukan kadar etanol pada berbagai perlakuan jumlah
inokulum
Berdasarkan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95% diketahui
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah inokulum yang ditambahkan terhadap
kadar etanol yang dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan (Lampiran 4) diperoleh hasil
bahwa penambahan inokulum 5% dan 10% (v/v) tidak menunjukkan perbedaan
nyata, sedangkan penambahan inokulum 15% (v/v) menunjukkan perbedaan yang
signifikan terhadap kadar etanol yang dihasilkan, sehingga dipilih konsentrasi
penambahan inokulum terbaik adalah 15% (v/v).
Etanol tertinggi diproduksi oleh Saccharomyces cerevisiae terbentuk pada
jam ke-24. Substrat dengan penambahan inokulum 15% (v/v) menghasilkan kadar
etanol tertinggi dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya, yaitu 7.38±1.97%
(b/v), sedangkan kadar etanol yang dihasilkan dengan menggunakan inokulum 5%
dan 10% (v/v) sebesar 3.08±0.00% (b/v) dan 3.78±0.93% (b/v). Pada Gambar 3
dapat dilihat bahwa ketika etanol yang dihasilkan tinggi, biomassa yang terdapat
pada media juga tinggi, sehingga kemampuan mikroba untuk mengonsumsi
substrat juga tinggi.
Setelah mencapai optimum pada jam ke-24, baik etanol maupun biomassa
pada masing-masing variabel mengalami penurunan. Wardani et al. (2013)
menyebutkan bahwa produktivitas keseluruhan akan menurun karena adanya
pengaruh akumulasi etanol. Putra (2014) menambahkan ketika kadar etanol tinggi,
pertumbuhan sel akan terhambat dan menurun. Hal tersebut terjadi karena adanya
pengaruh akumulasi etanol yang menyebabkan dinding sel rusak, sehingga
ketahanan terhadap dinding sel menurun. Etanol merupakan molekul yang
memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik. Gugus hidrofilik akan berikatan dengan

10
air, sehingga etanol larut dalam media. Kemudian protein pembawa akan
membawa etanol masuk ke dalam sel. Gugus hidrofobik etanol akan berikatan
dengan protein pembawa untuk berpenetrasi menembus lapisan fofpolipid
membran sel. Dengan demikian, etanol mampu menembus dinding sel (Ingram
dan Vreeland 1980).
Beberapa peneliti telah melakukan perbandingan mengenai pengaruh
penambahan inokulum Saccharomyces cerevisiae agar dapat menghasilkan etanol
yang tinggi dengan konsentrasi 10% dan 15% (v/v) namun menggunakan jenis
substrat berbeda, diantaranya adalah Wahyudi (1997) dalam penelitiannya
menggunakan molase menghasilkan kadar etanol 9.29%. Waesarat et al. (2012)
menggunakan substrat hidrolisat bengkuang menghasilkan kadar etanol 11.64
(g/L), dan penelitian yang dilakukan Agustinus dan Halim (2010) mengenai
pembuatan bioetanol dari nira siwalan menggunakan konsentrasi inokulum 15%
(v/v) menghasilkan kadar etanol 6.17% (b/v). Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan inokulum Saccharomyces
cerevisiae 15% (v/v) menghasilkan kadar etanol paling tinggi dibandingkan
perlakuan lainnya, sedangkan perbedaan kadar etanol yang dihasilkan ini
dikarenakan adanya perbedaan jumlah total gula awal yang digunakan pada
fermentasi tersebut. Selain itu, kadar etanol yang dihasilkan dalam penelitian ini
sebesar 7.38±1.97% (b/v) lebih tinggi dan cepat dibandingkan dengan penelitian
yang dilakukan Solihat (2016) menggunakan inokulum 15% (v/v) Zymomonas
mobilis dengan kondisi nira yang sama, yaitu sebesar 5.04% (b/v) pada jam ke-36.
Penambahan inokulum 5% dan 10% (v/v) kurang efektif untuk
memproduksi etanol karena jumlah biomassa yang sedikit sementara jumlah
substrat banyak, sehingga tidak semua substrat dapat dikonversi menjadi etanol.
Sementara itu, apabila jumlah penambahan inokulum lebih dari 15% (v/v) juga
tidak dapat menghasilkan etanol optimum karena tidak seimbangnya jumlah
inokulum dengan substrat dalam media. Pada konsentrasi inokulum yang lebih
banyak akan terjadi persaingan antarsel untuk mengonsumsi nutrisi agar dapat
bertahan hidup lebih lama, sehingga proses fermentasi akan berjalan lambat dan
menurunkan viabilitas sel (Mushlihah dan Herumurti 2011).
Kadar Gula Sisa Pereduksi dan Total Gula
Gula yang dominan terdapat pada nira aren berupa sukrosa yang tersusun
atas glukosa dan fruktosa. Substrat yang digunakan sebagai media pertumbuhan
biomassa dan pembentukan produk dalam proses fermentasi adalah sukrosa,
glukosa, dan fruktosa. Mikroba akan terlebih dahulu mengonsumsi gula sederhana
untuk diubah menjadi produk, kemudian apabila gula sederhana tersebut telah
habis maka mikroba akan memecah sukrosa yang terdapat dalam media menjadi
glukosa. Grafik penurunan gula pereduksi sisa dan total gula disajikan pada
Gambar 4 dan 5.

Gula pereduksi (g/L)

11
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Inokulum 5%
Inokulum 10%
Inokulum 15%

0

12

24

36

48

Waktu fermentasi (jam)
Gambar 4 Grafik penurunan gula pereduksi pada berbagai perlakuan jumlah
inokulum
Hasil uji ANOVA pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa
inokulum yang ditambahkan tidak berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi
yang dikonsumsi (Lampiran 4). Tingkat konsumsi substrat pada fase eksponensial
berturut-turut pada konsentrasi inokulum 5%, 10%, dan 15% (v/v) adalah 92.75%,
94.19%, dan 94.60%. Berdasarkan perhitungan kinetika fermentasi, pada jam ke24 masing-masing perlakuan jumlah inokulum menghasilkan nilai Yp/s dan Yx/s
yang lebih tinggi dibandingkan dengan jam lainnya. Rendemen pembentukan
produk untuk inokulum 5%, 10%, dan 15% (v/v) sebesar 0.35±0.00 (g/g),
0.42±0.02 (g/g), dan 0.82±0.12 (g/g), sedangkan rendemen pembentukan
biomassa sebesar 0.09±0.02 (g/g), 0.11±0.03 (g/g), dan 0.18±0.05 (g/g). Hal ini
menyebabkan pada jam ke-24 jumlah etanol yang dihasilkan lebih tinggi karena
pembentukan biomassa sel pada jam tersebut juga tinggi.
Saccharomyces cerevisiae memiliki enzim invertase dan zimase yang
dapat mengonversi gula menjadi etanol. Dengan enzim tersebut Saccharomyces
cerevisiae memiliki kemampuan untuk mengonversi gula dari kelompok
monosakarida dan disakarida. Apabila gula yang terdapat dalam substrat
merupakan disakarida, enzim invertase akan menghidrolisis disakarida menjadi
monosakarida, sehingga total gula mengalami penurunan seperti pada Gambar 6.

Total gula sisa (g/L)

400
Inokulum 5%
Inokulum 10%
Inokulum 15%

300
200
100
0
0

12

24

36

48

Waktu fermentasi (g/L)
Gambar 5 Grafik penurunan total gula pada berbagai perlakuan jumlah inokulum

12
Analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa
konsentrasi inokulum yang ditambahkan pada fermentasi tahap ini tidak
berpengaruh nyata terhadap penurunan total gula (Lampiran 4). Pada fase
eksponensial tingkat konsumsi substrat pada konsentrasi inokulum 15% (v/v)
yaitu sebesar 78.78%, sedangkan pada konsentrasi inokulum 5% dan 10% (v/v)
sebesar 72.50% dan 74.18%. Kandungan total gula awal fermentasi sebesar 183
g/L. Pada akhir fermentasi, total gula yang tersisa masih cukup banyak untuk
masing-masing perlakuan inokulum, yaitu 42.54±0.28 (g/L), 42.52±0.35 (g/L),
dan 41.78±0.05 (g/L). Akan tetapi sukrosa tidak dapat dikonversi lagi menjadi
gula sederhana. Hal ini dikarenakan biomassa sel dalam media sedikit dan telah
mencapai fase kematian.
Kinetika Fermentasi
Parameter lain yang digunakan selain uji ANOVA adalah kinetika
fermentasi. Kinetika fermentasi menunjukkan perubahan produk yang berasosiasi
dengan pertumbuhan, sehingga biokonversi subtrat menjadi produk dan
pertumbuhan sel dapat digambarkan secara kuantitatif. Menurut Wahyuni (2008)
proses pertumbuhan sel mencakup pememasukan nutrien dasar dari lingkungan ke
dalam sel, konversi nutrien menjadi energi dan berbagai konstituen sel yang vital,
serta perkembangbiakannya. Konsumsi substrat, perkembangan sel, dan
pembentukan produk dapat dihubungkan dengan mengetahui efisiensi pemakaian
substrat terhadap pembentukan sel dan produk (Yx/s dan Yp/s), serta rendemen
pembentukan produk terhadap sel (Yp/x). Selain itu, dihitung pula laju
pembentukan produk spesifik (qp; g P/g sel.jam) dan laju penggunaan substrat
spesifik (qs; g S/g sel.jam) yang menggambarkan efektivitas sel dalam
menyintesis produk atau penggunaan substrat. Parameter kinetika fermentasi juga
dapat dijadikan dasar pemilihan konsentrasi inokulum terbaik. Perbandingan
parameter kinetika fermentasi pada fase ekponensial, yaitu jam ke-24 disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan parameter kinetika fermentasi pada berbagai konsentrasi
inokulum
Inokulum (v/v)
Parameter
5%
10%
15%
Efisiensi penggunaan substrat (%)
92.75
94.19
94.60
Yp/s (g/g)
0.35
0.42
0.82
Yx/s (g/g)
0.09
0.11
0.18
Yp/x (g/g)
1.99
3.67
4.46
qp (g P/g sel.jam)
0.09
0.08
0.09
qs (g S/g sel.jam)
0.27
0.18
0.10
Nilai rendemen konsumsi substrat terhadap pembentukan produk (Yp/s),
rendemen pemakaian substrat untuk pembentukan sel (Yx/s), dan rendemen
pembentukan produk terhadap sel (Yp/x) menunjukkan bahwa konsentrasi
inokulum 15% (v/v) mampu mengubah substrat menjadi produk lebih tinggi
dibandingkan dua perlakuan lainnya, sehingga dapat menghasilkan etanol lebih
banyak karena jumlah sel yang bekerja untuk mengonversi glukosa pun lebih

13
banyak. Berdasarkan perhitungan uji ANOVA dan kinetika fermentasi, inokulum
15% (v/v) dipilih sebagai konsentrasi inokulum terbaik untuk digunakan pada
fermentasi tahap II.
Pengaruh Konsentrasi Gula Terbaik
Konsentrasi gula awal merupakan parameter penting yang dapat
mempengaruhi laju fermentasi dan biomassa sel (Zabed et al. 2014). Penentuan
konsentrasi gula dilakukan dengan mencari konsentrasi gula optimal
Saccharomyces cerevisiae agar dapat hidup dan menghasilkan kadar etanol yang
tinggi. Variabel perlakuan konsentrasi gula yang digunakan dalam tahap ini
adalah S1, S2, dan S3. Perlakuan S1 merupakan nira hasil penyadapan yang tidak
dipanaskan. Pada penelitian ini, telah diperoleh waktu pemanasan untuk
mendapatkan konsentrasi gula perlakuan S2 (15%) dan S3 (20%) selama 9 dan 12
menit. Waktu tersebut dijadikan acuan untuk memanaskan nira ketika fermentasi
tahap II akan dilakukan. Akan tetapi, ketika dilakukan pemanasan dengan waktu
yang sama untuk perlakuan S2 dan S3, diperoleh konsentrasi gula S2 sebesar
24.8% dan S3 sebsesar 33.7%, sedangkan untuk perlakuan S1 sebesar 18.6%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa nira aren yang digunakan untuk fermentasi tahap II
merupakan nira dengan kualitas baik, sehingga kandungan gula dalam nira
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nira sebelumnya. Konsentrasi gula
inilah yang digunakan untuk fermentasi tahap II. Hasil uji fermentasi pemilihan
konsentrasi gula terbaik adalah sebagai berikut.
Pertumbuhan Biomassa
Pertumbuhan mikroba ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah
biomassa dari waktu ke waktu hingga mencapai kondisi optimum. Pertumbuhan
biomassa sel dapat dilihat pada Gambar 6.

Biomassa kering (g/L)

50
S1 (18.6%)

40

S2 (24.8%)
S3 (33.7%)

30
20
10
0
0

12

24

36

48

Waktu fermentasi (jam)
Gambar 6 Grafik jumlah biomassa sel kering pada berbagai perlakuan
konsentrasi gula

14
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%
(Lampiran 5) perbedaan konsentrasi gula tidak berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan biomassa yang dihasilkan. Sama halnya dengan fermentasi pada
tahap pemilihan konsentrasi inokulum terbaik, Gambar 6 menunjukkan bahwa
pada tahap ini pun tidak ada fase adaptasi mikroba. Fase eksponensial pun dicapai
pada jam ke-24. Menurut Hogg (2005) ketika fase eksponensial terjadi mikroba
dalam keadaan stabil dan sel-sel baru terbentuk dengan laju konstan. Selain itu,
ketika fase ini berlangsung sel akan membelah diri secara optimum pada saat
doubling time. Kondisi optimum Saccharomyces cerevisiae dicapai pada jam ke24 dengan jumlah biomassa sel kering (Xmaks) untuk S1, S2, dan S3 adalah
32.73±0.19 (g/L), 31.65±0.11 (g/L), dan 31.50±0.49 (g/L). Setelah memasuki jam
ke-24, Saccharomyces cerevisiae mencapai fase kematian hingga jam ke-48.
Menurut Maharani (2010) penyebab berhentinya pertumbuhan mikroba adalah
nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan habis terkonsumsi dan terjadinya
inhibisi serta represi produk akhir metabolisme.
Kadar Etanol
Fermentasi akan terus berlangsung dan akan terhenti ketika kadar etanol
telah mencapai optimum. Pada awal fermentasi kadar etanol yang dihasilkan
masih rendah dan meningkat dengan bertambahnya waktu fermentasi. Hasil
perhitungan uji ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa
konsentrasi total gula awal berpengaruh nyata terhadap kadar etanol yang
dihasilkan (Lampiran 5). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa variabel
perlakuan S1 berbeda nyata terhadap dua perlakuan lainnya, sedangkan kadar
etanol pada perlakuan S2 dan S3 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan, sehingga dipilih konsentrasi gula terbaik adalah perlakuan S1.
Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa konsentrasi etanol mengalami
peningkatan hingga waktu fermentasi 24 jam dan kemudian mengalami penurunan
sampai jam ke-48. Kadar etanol tertinggi dihasilkan oleh Saccharomyces
cerevisiae pada jam ke-24 perlakuan S1, sedangkan S3 menghasilkan kadar etanol
yang paling rendah dengan hasil berturut-turut sebagai berikut, 6.14±0.13% (b/v),
4.49±0.23% (b/v), dan 4.25±0.01% (b/v). Perbedaan kadar etanol yang dihasilkan
ini dipengaruhi oleh konsentrasi gula awal yang digunakan dan kemampuan
biomassa dalam mengonsumsi substrat. Kadar etanol yang dihasilkan dalam
penelitian Solihat (2016) menggunakan Zymomonas mobilis dengan konsentrasi
gula terbaik S1 (18.6%) lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan dry yeast
Saccharomyces cerevisiae, yaitu sebesar 4.08% (b/v) pada jam fermentasi ke-36.
Data tersebut menunjukkan bahwa inokulum yang digunakan pada penelitian ini
mampu menghasilkan etanol yang lebih tinggi dan cepat. Menurut Escalante et al.
(2008) rendahnya produksi etanol pada kadar gula berlebih dalam media
fermentasi merupakan efek dari inhibisi substrat, sehingga menghambat
pertumbuhan mikroba tersebut.

15

Kadar etanol (%b/v)

12

S1 (18.6%)
S2 (24.8%)

10

S3 (33.7%)
8
6
4
2
0
0

12

24

36

48

Waktu fermentasi (jam)
Gambar 7 Grafik pembentukan kadar etanol pada berbagai perlakuan jumlah
konsentrasi gula
Bioetanol merupakan hasil produk primer yang berasosiasi dengan
pertumbuhan, yang berarti produk dihasilkan bersamaan dengan pertumbuhan
mikroba, sehingga laju pertumbuhan sel yang lebih besar dapat menghasilkan
produk yang lebih tinggi (Norhazimah dan Faizal 2014). Terhambatnya
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dalam media menyebabkan gula sebagai
substrat tidak dapat dikonversi menjadi etanol secara optimal. Selain itu, Ingram
(1986) menyebutkan tingginya konsentrasi etanol akan menyebabkan terjadinya
product inhibition. Product inhibiton merupakan salah satu faktor yang dapat
menurunkan tingkat konsumsi gula dan membatasi produksi etanol pada jam
berikutnya. Toksisitas etanol dapat mempengaruhi sel melalui perubahan
membran fosfolipid dan melemahkan struktur membran. Hal tersebut
mengakibatkan isi sel membran keluar (hipertonis) dan kemampuan fermentasi
rusak (Gandjar et al. 2006; Deenanath et al. 2013).
Kadar Gula Sisa Pereduksi dan Total Gula
Jumlah gula pereduksi awal perlakuan S1 lebih tinggi dibandingkan
dengan gula pereduksi S2 dan S3. Kadar glukosa pada perlakuan S1 sebesar 130
g/L, sedangkan pada perlakuan S2 dan S3 sebesar 127 g/L dan 123 g/L. Perbedaan
kadar glukosa ini dikarenakan pada perlakuan S1 tidak dilakukan pemanasan,
sehingga masih ada Saccharomyces liar dalam nira yang bekerja menghidrolisis
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Sementara itu, pada perlakuan S2 dan S3
dilakukan pemanasan selama 9 dan 12 menit, sehingga Saccharomyces liar mati
dan tidak terjadi pemecahan sukrosa.
Kandungan gula dalam substrat akan dimanfaatkan dengan baik oleh
Saccharomyces cerevisiae menjadi produk maupun pertumbuhan biomassa sel.
Gambar 8 menunjukkan terjadinya penurunan gula sisa pereduksi pada berbagai
konsentrasi total gula.

16

Gula pereduksi (g/L)

180
160

S1 (18.6%)

140

S2 (24.8%)

120

S3 (33.7%)

100
80
60
40
20
0
0

12

24

36

48

Waktu fermentasi (g/L)
Gambar 8 Grafik penurunan gula sisa pereduksi pada berbagai perlakuan
konsentrasi gula
Berdasarkan perhitungan ANOVA pada tingkat kepercayaan 95%,
konsentrasi gula awal tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan gula pereduksi.
Tingkat konsumsi substrat berturut-turut untuk S1, S2, dan S3 adalah 99.75%,
99.38%, dan 99.32%. Parameter persentase konversi gula tidak hanya mencakup
penggunaan substrat untuk menghasilkan etanol saja, melainkan juga untuk
pertumbuhan dan pemenuhan kebutuhan energi sel-sel Saccharomyces cerevisiae
(Manurung 2013). Berdasarkan perhitungan kinetika fermentasi, parameter
rendemen pembentukan substrat menjadi produk dan biomassa menunjukkan
bahwa pada masing-masing perlakuan nilai tertinggi dicapai saat jam ke-24
dibandingkan dengan jam lainnya, sehingga pada jam ke-24 jumlah etanol yang
dihasilkan lebih banyak karena jumlah biomassa dalam media pada jam tersebut
juga tinggi. Nilai Yp/s perlakuan S1, S2, dan S3 pada fase eksponensial, yaitu jam
ke-24 sebesar 0.47±0.01, 0.36±0.01, dan 0.88±0.01, sedangkan nilai Yx/s pada
ketiga perlakuan berturut-turut sebesar 0.11±0.00, 0.10±0.01,dan 0.12±0.01.
Tabel 3 menunjukkan bahwa S1 merupakan perlakuan yang menghasilkan
rendemen produk per substrat, rendemen biomassa per substrat, dan rendemen
produk per biomassa paling tinggi. Hal tersebut dibuktikan pada Gambar 7
perlakuan S1 menghasilkan kadar etanol yang lebih tinggi. Penurunan gula total
dapat dilihat pada Gambar 9 yang membuktikan terjadinya penurunan dari waktu
ke waktu.

17
350

Total gula (g/L)

S1 (18.6%)
300

S2 (24.8%)

250

S3 (33.7%)

200
150
100
50
0
0

12

24

36

48

Waktu fermentasi (jam)
Gambar 9 Grafik penurunan total gula pada berbagai perlakuan konsentrasi gula
Gambar di atas menunjukkan bahwa S3 merupakan perlakuan dengan
kadar gula paling tinggi diikuti dengan S2 dan S1 merupakan perlakuan kadar
gula paling rendah. Berdasarkan uji ANOVA pada tingkat kepercayaan 95% tidak
ada pengaruh nyata konsentrasi gula awal terhadap penurunan total gula. Total
gula yang tersisa pada perlakuan konsentrasi total gula awal S1 berkisar 5.11 g/L,
S2 berkisar 5.91 g/L, dan S3 berkisar 9.26 (g/L) dengan tingkat konversi substrat
berturut-turut pada fase eksponensial adalah 95.86%, 93.10%, dan 92.94%. Ketika
konsentrasi gula dalam media fermentasi terlalu tinggi, produk yang dihasilkan
pun akan rendah. Selain itu, Gambar 7 menunjukkan bahwa perlakuan S3 yang
merupakan konsentrasi gula tertinggi menghasilkan kadar etanol paling rendah,
sedangkan perlakuan S1 menghasilkan kadar etanol paling tinggi. Fermentasi
dengan menggunakan gula lebih besar dari optimum justru akan menurunkan
etanol yang dihasilkan karena kadar gula yang tinggi akan menjadi inhibitor
dalam proses fermentasi tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Lee et al. (2013) menggunakan strain
Saccharomyces cerevisiae pada media molases dengan konsentrasi sukrosa 300
dan 400 g/L menghasilkan kadar etanol maksimum 46.58 dan 1.11 g/L. Suleiman
et al. (2013) melakukan penelitian dengan menggunakan ekstrak kurma pada
konsentrasi gula 15% dan 20% menunjukkan bahwa pada konsentrasi gula 20%
menghasilkan kadar etanol yang lebih rendah dari konsentrasi gula 15%, yaitu
5.51% (b/v). Pada penelitian ini dengan menggunakan konsentrasi gula 18.6%
(S1) menghasilkan etanol sebesar 6.14% (b/v), sedangkan kadar etanol yang
dihasilkan Reddy dan Reddy (2005) menggunakan inokulum ragi roti 1% b/v
pada media sari mangga dengan konsentrasi gula 16-18% menghasilkan kadar
etanol yang lebih tinggi, yaitu 7-8.5% (b/v). Dari data-data tersebut dapat
diketahui bahwa penggunaan kadar gula lebih dari 20% untuk Saccharomyces
cerevisiae menghambat pembentukan produk selama fermentasi. Gaur (2006)
menyebutkan bahwa konsentrasi gula yang digunakan pada industri yang
memproduksi alkohol dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae sebesar
16-18%.

18
Peningkatan konsentrasi gula menyebabkan viskositas dalam media
fermentasi meningkat, sehingga menghambat pertumbuhan dan pembelahan sel
khamir, laju fermentasi menurun, dan jumlah etanol yang dihasilkan lebih rendah
dari nilai teoritis yang diharapkan karena gula yang tersedia tidak dapat
dimanfaatkan sepernuhnya oleh sel (Hashem et al. 2013; D’Amore 1989; Reddy
2006). Tidak terkonversinya substrat yang terlalu pekat diakibatkan oleh adanya
perbedaan konsentrasi di luar sel yang terlalu tinggi dan tekanan osmosis yang
besar antara lingkungan dan cairan dalam sel khamir, sehingga cairan di dalam sel
keluar dari sel. Dinding sel dan membran plasma Saccharomyces bersifat sangat
elastis dan rentan kehilangan air (Pratt et al. 2003; Maharani 2011). Adlhani et al.
(2014) menambahkan pekatnya larutan gula menyebabkan sel kekurangan air dan
mati sebagai akibat dari perbedaan tekanan osmosis tersebut. Air dalam sel
berperan dalam reaksi metabolit mikroba dan merupakan reaktan pengangkut zat
gizi atau nutrisi dari luar ke dalam sel dan juga sebagai alat transportasi hasil
metabolisme dari dalam ke luar sel. Konsentrasi gula yang terlalu rendah
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan untuk pembentukan sel dan produk.
Konsentrasi yang terlalu rendah ini menyebabkan mikroba kekurangan nutrien
dan proses fermentasi tidak ekonomis, sehingga penggunaan fermentor tidak
efisien (Didu 2010).
Kinetika Fermentasi
Perbedaan konsentrasi gula awal menghasilkan perbedaan nilai yang
signifikan terhadap parameter kinetika pada fermentasi secara batch. Kinetika
kultivasi dapat menggambarkan pertumbuhan dan pembentukan produk oleh
mikroba (Farida 2015). Hasil perhitungan kinetika fermentasi pada fase
eksponensial jam ke-24 penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Perbandingan parameter kinetika fermentasi pada berbagai konsentrasi
gula
Konsentrasi gula (%)*
Parameter
S1
S2
S3
Efisiensi penggunaan substrat (%)
99.75
99.38
99.32
Yp/s (g/g)
0.47
0.36
0.35
Yx/s (g/g)
0.11
0.10
0.12
Yp/x (g/g)
4.30
3.57
2.91
qp (g P/g sel.jam)
0.10
0.09
0.10
qs (g S/g sel.jam)
0.22
0.26
0.18
*) S1 18.6%; S2 24.8%; S3 33.7%

Data Yp/s pada tabel diatas menunjukkan bahwa kadar etanol tertinggi yang
terbentuk per g gula yang dikonsumsi menggunakan perlakuan S1. Rendemen
biomassa terhadap produk (Yx/s) juga menunjukkan perlakuan S1 menghasilkan
nilai yang lebih tinggi, sedangkan nilai Yp/x yang menunjukkan jumlah g produk
yang dihasilkan oleh g biomassa tertinggi juga pada perlakuan S1. Konsentrasi
gula awal S2 dan S3 kurang ideal untuk fermentasi khamir, sehingga
menghasilkan Y p/s, Y x/s, dan Y p/x yang lebih rendah.

19
Mengacu pada perhitungan kinetika fermentasi dan uji ANOVA, perlakuan
jumlah inokulum 15% dengan konsentrasi gula S1 merupakan variabel perlakuan
terbaik untuk fermentasi etanol dari nira aren menggunakan Saccharomyces
cerevisiae dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya.

Perkiraan Produksi Bioetanol dari Nira Aren
Penanaman pohon aren dapat dilakukan secara monokultur dan polikultur.
Penanaman pohon aren secara monokultur dilakukan dengan jarak tanam 7m x 7m,
sedangkan secara polikultur pohon aren ditanam dengan jarak 16m x 7m sehingga
jarak antarbarisan lebih lebar dari dalam barisan (Permentan 2013). Pola tanam
tersebut seperti pada Gambar 10.

(a)

(b)

Gambar 10 Pola tanam pohon aren (a) monokultur; (b) polikultur
Menurut data Direktorat Jendral Perkebunan dan Pertanian (2015), satu
pohon aren dapat menghasilkan sekitar 20 liter nira per hari. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Pertanian
Republik
Indonesia
Nomor
133/permentan/OT.140/12/2013 tentang pedoman budidaya aren (Arenga pinnata
MERR) yang baik, dalam satu pohon aren terdapat 10-15 mayang (tandan) dengan
jumlah mayang produktif hanya 4-6 mayang/pohon dengan masa sadap 2-3 bulan.
Masa sadap per pohon aren berkisar 8-18 bulan, setelah itu bunga jantan kurang
produktif untuk menghasilkan nira. Dari data-data tersebut dapat dilakukan
perhitungan untuk mengetahui jumlah bioetanol yang diproduksi dalam satu
hektar lahan kebun aren dengan basis jumlah bioetanol yang dihasilkan oleh dry
yeast Saccharomyces cerevisiae dalam penelitian ini sebesar 61.4 g/L dalam 500
mL nira aren. Perhitungan produksi bioetanol per hari disajikan dalam Tabel 4
dengan menggunakan pola tanam monokultur.

20
Tabel 4 Perkiraan produksi bioetanol dalam satu hektar kebun aren
Parameter
Jumlah
1 hektar
10 000 m2
Pola tanam monokultur
7m x 7m = 49 m2
Pohon dalam satu hektar
204 pohon
Mayang/pohon
10-15 mayang
Mayang produktif/pohon
4-6 mayang
Mayang/hektar
1 020 mayang
Nira/pohon
15 liter
Nira/mayang
3 liter
Nira/hektar
3 060 liter
Etanol/500 mL
61.4 g/L
Etanol/hektar
375 768 g/L
Berdasarkan perhitungan pada tabel diatas, dapat diperkirakan bioetanol
yang dihasilkan dengan menggunakan dry yeast Saccharomyces cerevisiae
sebesar 375 768 g/L dalam satu hektar lahan tanaman aren yang ditanami 204
pohon.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nira aren berpotensi digunakan sebagai substrat pembuatan bioetanol
karena memiliki k