Toleransi Saccharomyces Cerevisiae Terekayasa Terhadap Stres Hiperosmosis Pada Media Berkonsentrasi Gula Tinggi Untuk Produksi Bioetanol

TOLERANSI Saccharomyces cerevisiae TEREKAYASA
TERHADAP STRES HIPEROSMOSIS PADA MEDIA
BERKONSENTRASI GULA TINGGI UNTUK PRODUKSI
BIOETANOL

DWI ARYANTI NUR’UTAMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul Toleransi
Saccharomyces cerevisiae Terekayasa terhadap Stres Hiperosmosis pada Media
Berkonsentrasi Gula Tinggi untuk Produksi Bioetanol adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Dwi Aryanti Nur’utami
NIM P051120181

RINGKASAN
DWI ARYANTI NUR’UTAMI. Toleransi Saccharomyces cerevisiae Terekayasa
terhadap Stres Hiperosmosis pada Media Berkonsentrasi Gula Tinggi untuk
Produksi Bioetanol. Dibimbing oleh KHASWAR SYAMSU dan LIESBETINI
HADITJAROKO.
Bioetanol merupakan salah satu energi alternatif terbarukan yang dapat
dibuat dari berbagai bahan yang banyak tersedia di alam, salah satunya adalah
molase. Dalam pembuatan bioetanol dibutuhkan khamir yang berperan dalam
mengubah monosakarida di dalam media menjadi etanol dan karbon dioksida
pada kondisi yang sesuai. Salah satu khamir yang banyak digunakan adalah
Saccharomyces cerevisiae yang juga dapat mengubah disakarida karena khamir
ini dapat menghasilkan invertase. Penggunaan Saccharomyces cerevisiae dalam

pembuatan bioetanol dengan bahan baku molase adalah tepat karena molase
mengandung total gula sebesar 62% yang terdiri dari 32% sukrosa, 14% glukosa,
dan 16% fruktosa.
Tingginya konsentrasi gula yang terkandung pada molase dapat
menyebabkan sel khamir mengalami stres hiperosmosis yang secara tidak
langsung juga dapat menyebabkan sel mengalami stres oksidatif. Oleh karena itu
pada pembuatan bioetanol, molase yang digunakan selalu diencerkan terlebih
dahulu. Proses pengenceran tersebut dapat menambah biaya produksi, waktu,
dan tenaga, selain itu juga hanya dapat menghasilkan etanol sebesar 6-12%. Oleh
karena itu penggunaan khamir yang dapat tumbuh/toleran pada konsentrasi gula
tinggi menjadi sebuah solusi yang menjanjikan pada pembuatan bioetanol agar
molase yang digunakan tidak banyak diencerkan dan menghasilkan etanol dengan
konsentrasi yang tinggi.
Sejumlah strain khamir yang toleran terhadap berbagai stres lingkungan
telah dibuat dengan teknik rekayasa genetika oleh Sasano et al. (2012a), Iinoya et
al. (2009), Sasano et al. (2010), dan Sasano et al. (2012b) yaitu strain
Pro1(I150T), Mpr1(K63R), Pro1(I150T)/Mpr1(K63R), dan MSN2-OP yang
digunakan dalam pembuatan sake, roti manis, ragi roti, dan etanol. Hanya saja
keempat strain khamir terekayasa tersebut belum diuji tingkat toleransinya
terhadap substrat berkonsentrasi gula tinggi dalam pembuatan bioetanol. Oleh

karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji toleransi khamir
terekayasa tersebut terhadap stres hiperosmosis dalam pembuatan bioetanol pada
media gula berkonsentrasi tinggi. Selain itu, untuk mengetahui kinerja proses
fermentasi juga dilakukan penghitungan parameter kinetika dari masing-masing
strain.
Penelitian diawali dengan melakukan uji toleransi strain khamir pada
media yang mengandung 50% hingga 70% sukrosa dan media yang mengandung
11% hingga 14% etanol. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa seluruh strain
khamir terekayasa [Pro1(I150T), Mpr1(K63R), dan Pro1(I150T)/Mpr1(K63R)]
toleran dan dapat tumbuh pada media berkonsentrasi sukrosa hingga 70% dan
etanol hingga 13%, kecuali strain MSN2-OP yang mengalami penghambatan
pertumbuhan dan lebih sensitif terhadap konsentrasi sukrosa 70% dan etanol
11%. Selanjutnya ketiga strain terekayasa yang toleran tersebut diuji kembali
dengan uji fermentasi pada media yang mengandung sukrosa 30% dan dilihat

karakter/kinerjanya dalam melakukan fermentasi alkohol. Hasil uji fermentasi
menunjukkan bahwa pola kurva pertumbuhan ketiga strain terekayasa pilihan
[Pro1(I150T), Mpr1(K63R), Pro1(I150T)/Mpr1(K63R)] tidak berbeda signifikan,
begitu juga parameter kinetikanya. Namun untuk nilai rendemen etanol per gram
biomassa (Yp/x), strain Mpr1(K63R) memberikan nilai yang paling besar diantara

strain lainnya yaitu sebesar 4,84±0,07 g etanol/g biomassa. Ketiga strain
terekayasa dapat digunakan dalam memperbaiki produktivitas etanol di industri
dengan nilai etanol yang dihasilkan sebesar 139,55±5,59 g/L untuk strain
Pro1(I150T), 147,75±3,61 g/L untuk strain Mpr1(K63R), dan 146,00±3,32 g/L
untuk strain Pro1(I150T)/Mpr1(K63R). Perolehan ini lebih besar dari perolehan
etanol pada proses konvensional di industri (6 - 12% v/v atau setara dengan 47,34
– 94,68 g/L).
Kata kunci: bioetanol, saccharomyces cerevisiae, stres hiperosmosis.

SUMMARY
DWI ARYANTI NUR’UTAMI. Hyperosmotic Stress Tolerance of Genetically
Modified Saccharomyces cerevisiae in High Sugar Concentration Media during
Bioethanol Production. Supervised by KHASWAR SYAMSU and LIESBETINI
HADITJAROKO.
Bioethanol is one of alternative and renewable fuels that are made from
any biological materials which are readily available in nature, one of them is
molasses. In bioethanol production, some of yeasts are needed to convert
monosaccharide in the media into ethanol and carbon dioxide in appropriate
condition. The most widely used yeast is Saccharomyces cerevisiae which also
has ability to convert disaccharide because this yeast produces invertase. So the

use of Saccharomyces cerevisiae in bioethanol production is very suitable with
molasses as raw material because the molasses contains of 62% total sugar which
consists of 32% sucrose, 14% glucose, and 16% fructose. The high amount of
total sugar in molasses, however, makes yeast cell is exposed to hyperosmotic
stress and it makes yeast cells also exposed to oxidative stress indirectly.
Therefore, in bioethanol industry, the molasses that used as raw materials are
always diluted whereas the dilution process is water- and energy-wasting and also
time consuming and it is only produce small amount of ethanol, it is about 612%. The use of hyperosmotic stress tolerance yeast in production of bioethanol,
therefore, is a promising strategy for obtaining a higher amount of ethanol at a
lower cost.
Some of yeast strains which tolerant to environmental stress have been
made by genetic engineering technique. Sasano et al. (2012a), Iinoya et al.
(2009), Sasano et al. (2010), and Sasano et al. (2012b) have made that kind of
yeast strains which tolerant to any stress namely Pro1(I150T), Mpr1(K63R),
Pro1(I150T)/Mpr1(K63R), and MSN2-OP which are used in the production of
sake, sweet bread, dry yeast, and ethanol. But that all yeast strains have not been
tested about their tolerance in high sugar concentration media in bioethanol
production. Based on that, the aim of this study was to assess the tolerance of that
genetically modified Saccharomyces cerevisiae in hyperosmotic stress and to
determine the kinetic parameters of them in the production of bioethanol in high

sugar concentration media.
The research was started with tolerance test in the media containing 50%
up to 70% sucrose and 11% up to 14% ethanol. The results of the test showed that
Pro1(I150T), Mpr1(K63R), and Pro1(I150T)/Mpr1(K63R) yeast strain could
grow in media up to 70% sucrose and 13% ethanol, but the growth of MSN2-OP
yeast strain was inhibited and sensitive to 70% sucrose and 11% ethanol. The test
was continued with fermentation test for Pro1(I150T), Mpr1(K63R), and
Pro1(I150T)/Mpr1(K63R) yeast strains in YPD containing 30% sucrose media.
The results of the test showed that the growth curve and the values of all kinetic
parameters (except Yp/x value) of the three genetically modified yeast strains
were not different significantly. Mpr1(K63R) had the highest value of Yp/x. It
was about 4.84±0.07 g ethanol/g biomass. All three genetically modified yeast
strains can be used to improve the ethanol productivity in bioethanol industry

because their amount of ethanol production higher than in industry (6 - 12% v/v
or 47,34 - 94,68 g/L). The ethanol production of them was about 139.55±5.59 g/L
for Pro1(I150T), 147.75±3.61 g/L for Mpr1(K63R), and 146.00±3.32 g/L for
Pro1(I150T)/Mpr1(K63R).
Keywords: bioethanol, Saccharomyces cerevisiae, hyperosmotic stress.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

TOLERANSI Saccharomyces cerevisiae TEREKAYASA
TERHADAP STRES HIPEROSMOSIS PADA MEDIA
BERKONSENTRASI GULA TINGGI UNTUK PRODUKSI
BIOETANOL

DWI ARYANTI NUR’UTAMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

2

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Mulyorini Rahayuningsih, MSi

4

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
berjudul Toleransi Saccharomyces cerevisiae Terekayasa terhadap Stres
Hiperosmosis pada Media Berkonsentrasi Gula Tinggi untuk Produksi Bioetanol,
ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Bioteknologi Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan tesis ini baik secara langsung maupun tidak
langsung. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Khaswar
Syamsu, MSc ST selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Liesbetini
Haditjaroko, MS selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan dan
motivasi yang diberikan kepada penulis. Selain itu juga ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada Dr Ir Mulyorini Rahayuningsih, MSi selaku dosen
penguji luar yang telah memberi banyak masukan untuk tesis ini. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Suharsono, DEA selaku Ketua
Program Studi Bioteknologi IPB yang telah memberi bimbingan dan memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan internship di Lab Applied Sress
Biology, Nara Institute of Science and Technology, Jepang.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Hiroshi Takagi dan
Assoc Prof Daisuke Watanabe yang telah memberikan bimbingan, motivasi serta
menyiapkan dan memberikan sejumlah strain khamir Saccharomyces cerevisiae
baik yang terekayasa maupun belum terekayasa untuk digunakan pada penelitian
ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teknisi dan anggota Lab Applied
Stress Biology, NAIST, Hashida-san, kakak Noreen Suliani, Ibu Dr Indah
Wijayanti, dan Ibu Dr Rika Indri Astuti yang memberikan bimbingan, bantuan,

pengarahan, dan motivasi selama penulis melakukan internship. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teknisi Lab Bioindustri dan Lab
Keamanan Pangan IPB yang banyak membantu penulis dalam melaksanakan
penelitian ini.
Penghargaan setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada ayah (alm),
ibu, suami, dan kakak atas doa yang dipanjatkan untuk penulis dan segala bentuk
bantuan juga dukungan yang diberikan kepada penulis selama studi Magister
Sains. Terima kasih kepada Arinta, anak pertama penulis yang memberikan
kekuatan dan semangat selama penulis melakukan penelitian dan menyelesaikan
tugas akhir. Terima kasih kepada teh Pipit, Ifa, mbak Yanti, Fith, teman-teman di
Lab Bioindustri dan Sekolah Pascasarjana Bioteknologi Angkatan 2012 atas
dukungan dan bantuannya selama studi Magister Sains.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Penulis berharap
semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Dwi Aryanti Nur’utami

5


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis

1
1
3
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Stres Hiperosmosis
Rekayasa Saccharomyces cerevisiae
Kinetika Fermentasi Bioetanol

4
4
4
10

3 METODE
Bahan
ProsedurKerja

12
12
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Toleransi Khamir terhadap Sukrosa dan Etanol Tinggi
Uji Fermentasi dan Pengukuran Parameter Kinetika

14
14
16

5 SIMPULAN
Simpulan
Saran

21
21
21

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

37

6

DAFTAR TABEL
1. Jumlah koloni Saccharomyces cerevisiae pada spot test (CFU)
2. Parameter kinetika strain khamir terekayasa pada uji fermentasi

16
18

DAFTAR GAMBAR
1. Jalur metabolisme prolin di dalam sel Saccharomyces cerevisie
2. Jalur metabolisme prolin dan arginin di dalam sel
Saccharomyces
cerevisiae
3. Skema biokimia penyerapan dan metabolisme oligosakarida dan
heksosa oleh khamir
4. Hasil Spot test 5 strain khamir yang berbeda pada media YPD
kontrol, YPD yang mengandung 50%, 60%, dan 70% sukrosa.
5. Spot test 5 strain khamir yang berbeda pada media YPD kontrol,
YPD yang mengandung 11%, 12%, 13%, dan 14% etanol.
6. Kurva pola pertumbuhan, total gula sisa, dan etanol yang
diproduksi oleh strain khamir

6
8
10
14
15
17

DAFTAR LAMPIRAN
1. Diagram alir metode penelitian
2. Prosedur kerja spot test
3. Prosedur kerja dan data pada uji fermentasi

26
27
31

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar penting yang dapat
diperbaharui dan berkontribusi dalam mengurangi dampak negatif dari
penggunaan bahan bakar fosil terhadap lingkungan. Bioetanol dapat dibuat dari
berbagai bahan yang banyak tersedia di alam diantaranya bahan yang
mengandung gula, pati, dan lignoselulosa. Selain banyak digunakan pada industri
bioetanol, bahan yang paling mudah digunakan adalah bahan yang mengandung
gula, salah satunya molase karena hanya membutuhkan satu tahap proses saja
yaitu fermentasi. Proses fermentasi membutuhkan agen fermentasi berupa khamir
yang berperan dalam mengubah sejumlah gula (monosakarida) di dalam media
menjadi etanol dan karbon dioksida pada kondisi yang sesuai. Salah satu khamir
yang biasa digunakan selama ribuan tahun pada fermentasi alkohol adalah
Saccharomyces cerevisiae (Ma & Liu dalam Liu 2012). Saccharomyces
cerevisiae tidak hanya dapat menggunakan monosakarida tetapi juga disakarida
karena khamir ini memiliki invertase intraselular dan ekstraselular yang dapat
mengkatalisis proses penguraian sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (Aslam et
al. 2013). Penggunaan Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan bioetanol
dengan bahan baku molase adalah tepat karena molase mengandung total gula
sebesar 62% yang terdiri dari 32% sukrosa, 14% glukosa, dan 16% fruktosa
(Olbrich 1963).
Tingginya konsentrasi gula yang terkandung pada molase dapat
menyebabkan sel khamir mengalami stres hiperosmosis yaitu kondisi dimana
terjadi perubahan konsentrasi solut (gula, etanol, garam) di luar sel menjadi lebih
tinggi dibanding di dalam sel (Ma & Liu dalam Liu 2012). Stres hiperosmosis
juga dapat menginduksi terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS) di dalam
sel, sehingga secara tidak langsung sel juga mengalami stres oksidatif
(Giannattasio et al. dalam Liu 2012). Oleh karena itu pada produksi bioetanol,
molase yang digunakan selalu diencerkan terlebih dahulu dan proses pengenceran
tersebut dapat menambah biaya produksi, waktu, dan tenaga, sehingga
penggunaan khamir yang dapat tumbuh/toleran pada konsentrasi gula tinggi
menjadi sebuah solusi yang menjajikan pada pembuatan bioetanol agar molase
yang digunakan tidak banyak diencerkan.
Khamir terekayasa dibuat agar khamir dapat merespon stres dan
melakukan mekanisme adaptasi terhadap stres (Giannattasio et al. dalam Liu
2012), seperti penginduksian gen-gen yang terlibat dalam sintesis osmolit,
peningkatan ekspresi gen (upregulasi) penyandi enzim antioksidan untuk
melawan Reactive Oxygen Species (ROS) (Brocker et al. 2012) dan melakukan
upregulasi aktivator/faktor transkripsi dari gen-gen yang diinduksi oleh stres
(stress-induced genes) seperti gen penyandi enzim antioksidan (CTT1, SOD1)
untuk menangkap/melawan ROS, gen yang menyandikan molecular chaperone
(HSP12, HSP104) untuk memastikan secara tepat pelipatan atau pelipatan
kembali dari enzim dan nascent/denatured protein untuk menjaga konformasi
fungsionalnya (Ma & Liu dalam Liu 2012), dan gen penyandi pensintesis
trehalosa (TPS1, TPS2) untuk melindungi sel dari kerusakan akibat ROS dengan

2

berperan sebagai stress protectant. Sasano et al. (2012a) telah mengembangkan
khamir roti (baker’s yeast) terekayasa Pro1(I150T) yang dapat mengekspresikan
prolin yang berperan sebagai osmolit/osmoprotektan dalam jumlah yang banyak
(proline overexpression). Hasil rekayasa khamir Pro1(I150T) tersebut
menghasilkan khamir yang memiliki viabilitas sel yang tinggi dan level
intraselular ROS yang rendah dibanding tipe liar. Selain itu khamir terekayasa ini
dapat meningkatkan kemampuan fermentasi pada adonan roti yang mengandung
gula berkonsentrasi tinggi.
Mekanisme lain dalam merespon stres adalah melakukan upregulasi/
peningkatan ekspresi gen penyandi enzim antioksidan untuk melawan Reactive
Oxygen Species (ROS). Salah satu novel enzim antioksidan adalah Nacetyltransferase Mpr1 yang disandikan oleh gen MPR1 (Takagi et al. 2000).
Overekspresi enzim tersebut pada khamir terekayasa Mpr1(K63R) dilaporkan
dapat meningkatkan viabilitas sel dan menurunkan level ROS intraselular ketika
terpapar etanol (stres etanol) atau H2O2 (stres oksidatif) dibandingkan tipe liar
Mpr1 (Iinoya et al. 2009). Khamir Mpr1(K63R) juga dapat meningkatkan
kemampuan fermentasi pada adonan roti setelah khamir mengalami stres akibat
pengeringan (air drying stress) yang merupakan kondisi stres yang paling
merusak dengan terbentuknya ROS (Sasano et al. 2010).
Upregulasi/peningkatan ekspresi gen penyandi faktor transkripsi stressinduced genes juga dapat dilakukan untuk merespon stres. Salah satu
faktor/aktivator transkripsi di dalam sel khamir yaitu Msn2 yang dikodekan oleh
gen MSN2. Sasano et al. (2012b) telah mengkonstruksi strain khamir yang
mengoverekspresikan gen MSN2, MSN2-OP. Khamir terekayasa MSN2-OP
memiliki level intraselular trehalosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe
liar dan khamir terekayasa tersebut dapat toleran terhadap freeze thaw stress.
Overekspresi Msn2 pada khamir strain laboratorium dan strain industri juga
menunjukkan toleransinya terhadap stres oksidatif akibat furfural sebagai hasil
samping dalam fermentasi etanol dari bahan lignoselulosa (lignocellulosic
biomass), terutama karena tingginya tingkat transkripsi gen penyandi antioksidan
(Sasano et al. 2012c).
Berdasarkan tiga tipe khamir terekayasa tersebut [Pro1(I150T),
Mpr1(K63R), dan MSN2-OP], maka dilakukan teknik rekayasa yang sama
terhadap khamir komersial Ethanol Red dan kemudian digunakan untuk produksi
bioetanol pada media berkonsentrasi gula tinggi. Khamir Ethanol Red merupakan
strain khamir yang secara khusus diseleksi dan telah dikembangkan untuk
industri etanol. Strain khamir tersebut memiliki toleransi terhadap konsentrasi
etanol yang tinggi dengan menghasilkan rendemen etanol yang besar dan dapat
mempertahankan viabilitas sel yang tinggi khususnya ketika proses fermentasi
Very High Gravity. Khamir Ethanol Red yang telah direkayasa dengan teknik
overekspresi prolin sebagai osmoprotektan, enzim antioksidan Mpr1, dan faktor
transkripsi Msn2 diharapkan dapat meningkatkan toleransi khamir terhadap stres
hiperosmosis dengan cara menangkap/mengurangi akumulasi jumlah Reactive
Oxygen Species (ROS) yang terkandung pada sel ketika mengalami stres,
sehingga dapat menjaga DNA, protein dan lipid dari kerusakan akibat ROS dan
juga dapat mencegah terjadinya apoptosis (kematian terprogam) pada sel khamir
yang menyebabkan turunnya kualitas kinerja fermentasi.

3

Perumusan Masalah
Strain khamir yang biasa digunakan di industri bioetanol dengan bahan
baku molase adalah strain khamir yang tahan terhadap gula dengan konsentrasi
16-20% dengan etanol yang dihasilkan maksimal sebesar 6-12%. Oleh karena itu,
molase yang mengandung total gula hingga 60% harus diencerkan terlebih
dahulu. Penggunaan strain khamir yang toleran terhadap konsentrasi gula dan
etanol tinggi dapat menghilangkan atau mengurangi proses pengenceran.
Sejumlah strain khamir dengan karakteristik tersebut telah dibuat dengan teknik
rekayasa genetika oleh Sasano et al. (2012a), Iinoya et al. (2009), Sasano et al.
(2010), dan Sasano et al. (2012b) yaitu strain Pro1(I150T), Mpr1(K63R),
Pro1(I150T)/Mpr1(K63R), dan MSN2-OP yang digunakan dalam pembuatan
sake, roti manis, dan ragi roti dimana khamir terpapar berbagai stres. Hanya saja
keempat strain khamir terekayasa tersebut belum diuji tingkat toleransinya
terhadap substrat berkonsentrasi gula tinggi dalam pembuatan bioetanol.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji toleransi khamir komersial
Saccharomyces cerevisiae Ethanol Red terekayasa terhadap stres hiperosmosis
dalam sintesis bioetanol pada media gula tinggi. Selain itu juga dilakukan
penghitungan parameter kinetika dari data penelitian dengan masing-masing
strain, sehingga diperoleh gambaran mengenai kemampuan khamir dalam
menghasilkan bioetanol.

Manfaat Penelitian
Dengan diperolehnya informasi berupa karakteristik toleransi strain
khamir terekayasa terhadap konsentrasi gula tinggi diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas bioetanol di industri dan dapat mengurangi biaya,
energi, dan waktu produksinya.

Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah sel khamir yang terekayasa dapat
tumbuh dan memiliki kemampuan mengkonversi substrat yang berkonsentrasi
gula lebih dari 20% menjadi bioetanol.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Stres Hiperosmosis
Stres hiperosmosis adalah kondisi dimana terjadinya perubahan
konsentrasi solut (gula, etanol, garam) di luar sel menjadi lebih tinggi dibanding
di dalam sel (Ma & Liu dalam Liu 2012). Menurut Attfield (1997), khamir yang
terpapar kondisi hiperosmosis menyebabkan terjadinya peningkatan pengeluaran
cairan dari sel yang meningkat, berkurangnya volume sel dan penyusutan sel,
kehilangan tekanan turgor, dan meningkatnya konsentrasi cairan/solut di dalam
sel. Brocker et al. (2012) juga menyatakan bahwa kondisi hiperosmosis dapat
berakibat negatif bagi sel dari segala sisi. Ketidakseimbangan osmosis pada
mulanya dapat menyebabkan pengerutan sel karena air keluar dari dalam sel.
Kehilangan air intraselular merusak banyak proses homeostatis, termasuk sintesis
dan perbaikan DNA, transkripsi, translasi dan degradasi protein, dan juga fungsi
mitokondria. Hasilnya, siklus sel dan proliferasi sel menjadi terhenti dimana fase
G1 sebagai tahap pembentukan organel-organel dan fase S sebagai tahap
penduplikasian kromosom dan replikasi DNA menjadi tertunda, sehingga
viabilitas sel menurun. Keluarnya air dari dalam sel juga menyebabkan volume
sel dan inti sel berkurang, sehingga menyebabkan konsentrasi makromolekul
intraselular meningkat secara signifikan. Perubahan volume inti sel tersebut
menyebabkan terjadinya kondensasi kromatin.
Stres hiperosmosis juga dapat menginduksi terbentuknya Reactive Oxygen
Species (ROS) berupa radikal superoksida (O2-), radikal peroksil (HO2), dan
radikal hidroksil (HO) di dalam sel, sehingga secara tidak langsung sel juga
mengalami stres oksidatif yang akan menyebabkan kerusakan asam nukleat,
protein, lipid, dan komponen selular lainnya bahkan menyebabkan sel
mengaktivasi jalur apoptosis atau kematian terprogram (Landolfo et al. 2008;
Giannattasio et al. dalam Liu 2012). Namun, terdapat banyak mekanisme adaptif
untuk melawan efek buruk dari stress hiperosmotik, termasuk sintesis
osmolit/osmoprotektan, enzim antioksidan, faktor transkripsi, transporter, dan
heat shock protein/molecular chaperone (Brocker et al. 2012).

Rekayasa Saccharomyces cerevisiae
Spesies Saccharomyces cerevisiae termasuk ke dalam famili
Saccharomycetaceae, genus Saccharomyces (Reed dan Nagodawithana 1991).
Saccharomyces merupakan salah satu genus khamir yang sangat umum
digunakan dan dieksploitasi untuk kepentingan hidup manusia dan sangat luas
penggunaannya. Spesies khamir Saccharomyces cerevisiae dianggap bermanfaat
dari segi komersial/ekonomis karena spesies khamir tersebut paling dikenal dan
paling banyak digunakan dalam berbagai industri (Reed dan Nagodawithana
1991).
Saccharomyces cerevisiae banyak ditemukan di alam sebagai khamir tipe
liar yang tumbuh pada media mengandung gula seperti ditemukan pada buah

5

yang busuk. Hanya saja khamir tipe liar memiliki keterbatasan dalam
penggunaanya secara komersial di dunia industri. Contohnya pada industri
bioetanol yang menggunakan molase sebagai medianya. Penggunaan molase
menciptakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi khamir tipe liar untuk
tumbuh seperti adanya tekanan osmosis/stres hiperosmosis akibat kadar gula yang
tinggi dan kadar etanol yang tinggi, sehingga menyebabkan turunnya kemampuan
fermentasi bahkan menyebabkan kematian pada khamir. Oleh karena itu,
dilakukan pengembangan agar diperoleh strain khamir dengan karakteristik yang
diinginkan. Salah satunya yaitu dengan melakukan rekayasa genetika. Rekayasa
tersebut dapat dilakukan dengan menginduksi gen-gen yang terlibat dalam
sintesis osmolit/overekspresi osmolit, upregulasi/peningkatan ekspresi gen
penyandi enzim antioksidan untuk menangkap Reactive Oxygen Species (ROS)
(Brocker et al. 2012) dan melakukan upregulasi/peningkatan ekspresi gen
penyandi aktivator/faktor transkripsi gen-gen yang diinduksi oleh stres (stressinduced genes) (Ma & Liu dalam Liu 2012).
Overekspresi Prolin sebagai Osmolit/Osmoprotektan
Osmolit dikategorikan sebagai komponen inert yang dapat terakumulasi
hingga konsentrasi tinggi tanpa mengganggu homeostatis selular, sehingga sering
disebut sebagai compatible osmolyte. Akumulasi osmolit di dalam sel berperan
dalam menyeimbangkan tekanan osmosis intraselular dengan ekstraselular
lingkungannya sehingga terbentuk kondisi yang isotonik. Akumulasi osmolit juga
dapat mencegah air keluar dari sel, sehingga dapat mempertahankan volume sel.
Ciri utama dari respon selular terhadap stres hiperosmosis yaitu meningkatkan
konsentrasi intraselular osmolit dengan (i) meningkatkan transpor osmolit
dan/atau (ii) meningkatkan sintesis osmolit. Akumulasi osmolit tidak hanya
berperan penting dalam mempertahankan volume sel tapi juga mempertahankan
dan menjaga homeostatik selular. Osmolit berperan sebagai chemical chaperone
dengan menstabilkan struktur protein dan mempertahanan fungsi enzim. Senyawa
ini diduga dapat mendorong pelipatan unstructured protein atau protein yang
terdenaturasi melalui interaksi osmofobik yang dibuat antara unfolded atau
misfolded peptide backbone dan osmolit. Terdapat sejumlah kelompok osmolit
yang telah diidentifikasi, meliputi polyol (sorbitol, xylitol, mannitol, gliserol, dan
adonitol), cyclitol (myoinositol, trehalosa), methylamines (glisin betain,
trimethylamine N-oxide/TMAO, dan α-GPC), asam amino dan asam amino
turunannya (glisin, prolin, isoleusin, leusin, fenilalanin, valin, β-alanin, taurin,
dan hipotaurin) (Brocker et al. 2012).
Salah satu asam amino yang berperan sebagai osmolit adalah prolin.
Prolin merupakan asam amino penting yang memiliki fungsi in vitro sebagai
pelindung stres dengan cara menstabilkan membran dan protein, menghambat
agregasi protein selama pelipatan kembali protein, menurunkan nilai Tm DNA,
dan menangkap Reactive Oxygen Species (ROS) seperti radikal hidroksil (OH),
superoxide anion (O2-), dan hidrogen peroksida (H2O2), tetapi mekanisme dari
fungsi-fungsi tersebut secara in vivo masih belum diketahui (Takagi 2008).

6

a)

b)

Gambar 1. Jalur metabolisme prolin di dalam sel Saccharomyces cerevisie: a)
Jalur sintesis prolin dari sukrosa, b) Jalur pemecahan prolin di
mitokondria dan pembentukan prolin di sitoplasma (Takagi 2008).
Prolin disintesis dari glutamat atau α-ketoglutarat oleh khamir di dalam
sitoplasma melalui jalur yang sama seperti yang ditemukan di dalam bakteri
(Gambar 1) dengan bantuan tiga jenis enzim yaitu enzim γ-glutamyl kinase (GK;
disandikan oleh gen PRO1), enzim γ-glutamyl phosphat reductase (GPR;
disandikan oleh gen PRO2), dan enzim ∆-pyrroline-5-carboxylate reductase
(P5CR; disandikan oleh gen PRO3). Glutamat dan α-ketoglutarat yang diubah
menjadi prolin di sitosol berasal dari pemecahan glukosa melalui jalur glikolisis
dan siklus Krebs/TCA (Tricarboxylic Acid) di mitokondria (Takagi 2008).

7

Proses rekayasa khamir S. cerevisiae dalam meningkatkan toleransinya
terhadap berbagai stres lingkungan dilakukan pada salah satu gen yang berperan
dalam sintesis prolin, sehingga prolin dapat dihasilkan berlebih di dalam sel.
Untuk mengakumulasi prolin berlebih di dalam sel, dilakukan proses mutasi pada
gen PRO1 yaitu penyandi enzim GK yang berperan dalam mengubah glutamat
menjadi γ-glutamyl phosphate yang kemudian menjadi prolin (Sekine et al.
2007). Enzim GK yang dihasilkan dari khamir mutan bersifat kurang sensitif
terhadap feedback inhibition, sehingga enzim GK akan terus aktif mensintesis
prolin walaupun akumulasi prolin di dalam sel sudah banyak/mencukupi
kebutuhan sel.
Mutasi gen PRO1 untuk membuat enzim GK yang kurang sensitif
terhadap feedback inhibition dilakukan dengan melakukan random mutagenesis
yang menyebabkan terjadinya perubahan salah satu asam amino pada gen PRO1.
Asam amino yang berubah adalah asam amino isoleusin pada urutan ke-150
menjadi threonin (I150T). Hanya saja, prolin yang terlalu berlebihan
kemungkinan dapat bersifat toksik ketika prolin terakumulasi di dalam sitosol
(Matsuura dan Takagi 2005) atau mungkin dapat menyebabkan pertumbuhan sel
menjadi terhambat jika berada pada media yang mengandung etanol (Takagi et
al. 2007). Berdasarkan hal tersebut, Takagi (2008) menyarankan bahwa jumlah
prolin yang tepat di dalam sel khamir, sangat penting pengaruhnya sebagai
pelindung stres.
Sejumlah penelitian juga telah membuktikan bahwa akumulasi prolin
dapat melindungi sel khamir dari stres akibat konsentrasi gula yang tinggi pada
adonan roti manis (Sasano et al. 2012a) dan melindungi sel khamir dari
kerusakan akibat stres oksidatif (Takagi 2008). Selain itu, prolin dapat berperan
sebagai krioprotektan dengan meningkatkan stabilitas protein atau membran sel
selama proses pembekuan (Sekine et al. 2007), dehidrasi/kehilangan air, atau
akibat kenaikan suhu (Takagi 2008). Di industri sake, prolin juga berperan dalam
mencegah proses denaturasi protein dan kerusakan membran sel, ketika khamir
terpapar etanol dengan konsentrasi tinggi, sehingga khamir menjadi tahan dan
memiliki viabilitas sel yang tinggi ketika proses fermentasi. Selain itu juga prolin
berperan dalam mempercepat waktu fermentasi tanpa mengubah kualitas sake
(Takagi et al. 2005, Takagi 2008).
Peningkatan Aktivitas Enzim Antioksidan Mpr1
Strategi lain dalam merespon stres hiperosmosis dan stres oksidatif adalah
dengan mengaktifkan sistem antioksidan untuk menangkap Reactive Oxygen
Species (ROS) yang terakumulasi ketika khamir mengalami stres. Salah satu
enzim antioksidan baru (novel) pada khamir Saccharomyces cerevisiae Σ1278b
adalah N-acetyltransferase Mpr1 yang disandikan oleh gen MPR1 (Takagi et al.
2000). Iinoya et al. (2009) telah berhasil meningkatkan aktivitas enzim tersebut
dan meningkatkan jumlah ekspresinya pada khamir dengan cara mutagenesis
acak/random, sehingga terjadi perubahan basa nukleotida pada urutan ke-188
yang semula berupa adenin menjadi guanin pada gen MPR1 yang selanjutnya
menyebabkan terjadinya perubahan asam amino pada enzim tersebut, yaitu asam
amino lisin pada urutan ke-63 menjadi arginin (K63R). Berdasarkan penelitian
Sasano et al. (2010) yang menggunakan strategi mutasi K63R pada ragi roti
menghasilkan strain khamir yang memiliki kemampuan fermentasi yang baik

8

walaupun telah mengalami pengeringan/terpapar air drying stress. Iinoya et al.
(2009) melakukannya pada khamir sake, sehingga khamir memiliki viabilitas sel
yang tinggi dengan level intraselular ROS yang rendah ketika terpapar stres
etanol dan hidrogen peroksida.
Enzim antioksidan N-acetyltransferase Mpr1 tidak seperti banyak enzim
antioksidan lainnya yang mengkatalisis dekomposisi ROS (Reactive Oxygen
Species) secara langsung, mekanisme enzim N-acetyltransferase Mpr1
dikategorikan baru karena enzim ini mengasetilasi metabolit toksik seperti
intermediate metabolisme prolin (P5C/GSA) yang terlibat dalam produksi ROS
ketika terpapar stres oksidatif akibat heat-shock, pembekuan, atau perlakuan oleh
etanol (Du dan Takagi 2007; Nomura dan Takagi 2004). Enzim Nacetyltransferase Mpr1 mengubah GSA menjadi N-Acetyl GSA yang kemudian
menjadi arginin dan dengan bantuan enzim NO sinthase (NOS) selanjutnya
diubah menjadi nitric oxide (NO) yang dapat membuat khamir menjadi toleran
terhadap berbagai stres. Hanya saja, mekanisme sintesis dan peran fisiologis dari
NO tersebut di dalam Saccharomyces cerevisiae masih belum jelas. Berikut
gambar jalur mekanisme pembentukan arginin dan nitric oxide (NO) dengan
bantuan enzim N-acetyltransferase Mpr1 (Gambar 2).

Gambar 2. Jalur metabolisme prolin dan arginin di dalam sel Saccharomyces
cerevisiae (Sasano et al. 2012d).
Telah disebutkan sebelumnya, prolin juga dapat berperan sebagai
osmoprotektan dan dapat membuat khamir toleran terhadap berbagai stres
lingkungan. Sasano et al. (2012d) telah mengkonstruksi khamir selain dapat
mengekspresikan prolin berlebih [Pro1(I150T)] juga dapat mengekspresikan
enzim N-acetyltransferase Mpr1 [Mpr1(F65L)]. Khamir tersebut dilaporkan dapat
mengatasi multiple stres yaitu stres terhadap kekeringan (air-drying) dan stres
terhadap pembekuan serta pencairan (freeze-thaw). Kedua kondisi tersebut
menginduksi terbentuknya ROS yang dapat menyebabkan kematian pada sel
khamir.

9

Overekspresi Aktivator Transkripsi Msn2
Aktivator transkripsi Msn2 yang disandikan oleh gen MSN2 diketahui
sebagai aktivator bagi 180 gen yang merespon beberapa stres (stress induced
genes) termasuk stres akibat oksidasi, heat-shock, dan etanol yang tinggi
(Causton et al. 2001, Estruch 2000, Gasch et al. 2000, Sasano et al. 2012c).
Beberapa gen tersebut diantaranya adalah gen penyandi enzim antioksidan
(CTT1, SOD2) yang berperan dalam menangkap Reactive Oxygen Species,
molecular chaperone (HSP12, HSP104) yang berperan untuk memastikan
ketepatan pelipatan (folding) atau pelipatan kembali (refolding) nascent protein
atau yang telah terdenaturasi dan juga enzim untuk mempertahankan konformasi
fungsionalnya (Ma dan Liu dalam Liu 2012), dan gen yang berperan dalam
sintesis trehalosa (TPS1, TPS2) yang berperan dalam melindungi sel dari
kerusakan akibat oksigen radikal atau berperan sebagai stress protectant (Sasano
et al. 2012b).
Gen-gen tersebut memiliki transcriptional element di bagian
promotornya, yaitu stress-response element (STRE). STRE akan berikatan
dengan faktor transkripsi Msn2 yang berbentuk heterodimer dengan Msn4 ketika
sel khamir terpapar stres lingkungan dan akan memulai proses transkripsi gengen tersebut (stress-induced genes) di dalam nukleus. STRE ditandai dengan
adanya inti pentametric cis-acting sequence CCCCT dan/atau fungsi
kebalikannya AGGGG di bagian awal/upstream sekuens gen. Ikatan antara STRE
dan faktor transkripsi Msn2 disebut sebagai stress general response karena
mampu berperan dalam merespon berbagai stres seperti stres osmosis dan
oksidatif, heat shock, dan stres akibat konsentrasi etanol yang tinggi melalui
penginduksian sejumlah stress-induced genes. Namun, bagaimana mekanisme
STRE dalam sensing dan membedakannya, masih belum diketahui (Estruch
2000; Sasano et al. 2012c).
Peningkatan toleransi khamir terhadap stres dapat dilakukan dengan
mengekspresikan faktor/aktivator transkripsi Msn2 berlebih/overekspresi faktor
transkripsi Msn2 (Sasano et al. 2012b, 2012c) dengan cara proses rekayasa
genetika, yaitu menggunakan promoter TDH3 yang bersifat konstitutif pada gen
MSN2, sehingga faktor transkripsi Msn2 akan secara terus-menerus diekspresikan
dan menginduksi proses transkripsi sejumlah stress-induced genes. Overekspresi
faktor transkripsi Msn2 telah dilakukan ke dalam sel ragi roti dan menghasilkan
khamir/ragi roti yang resisten/toleran terhadap stres akibat freeze-thaw. Hal
tersebut dikarenakan tingginya ekspresi dari gen TPS1 yang menyandikan
trehalosa-6-fosfat sintase yang dibutuhkan untuk sintesis trehalosa dari glukosa6-fosfat dan uridin-difosfat (UDP)-glukosa (Sasano et al. 2012b). Telah diketahui
bahwa akumulasi trehalosa di dalam sel dapat meningkatkan toleransi terhadap
stres akibat freeze-thaw dan meningkatkan kemampuan fermentasi di dalam sel di
dalam adonan roti yang telah dibekukan (Shima et al. 1999) hanya saja
mekanismenya masih kurang dipahami.
Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa khamir yang digunakan di
laboratorium dan di industri yang mampu mengekspresikan faktor transkripsi
Msn2 berlebih, bersifat toleran terhadap stres oksidatif. Hal tersebut terutama
dikarenakan tingginya transkripsi gen-gen antioksidan (Watanabe et al. 2009,
Zuzuarregui et al. 2004, Cardona et al. 2007). Baru-baru ini telah ditemukan juga
bahwa overekspresi faktor transkripsi Msn2 pada strain khamir bioetanol dapat

10

meningkatkan kecepatan fermentasinya walaupun terdapat inhibitor fermentasi,
seperti furfural (Sasano et al. 2012c).

Kinetika Fermentasi Bioetanol
Kinetika kultivasi/fermentasi yaitu proses mengukur dan menghitung
pertumbuhan mikroorganisme berdasarkan pemantauan konsentrasi biomassa dan
produk yang terbentuk, baik berupa produk primer maupun sekunder yang
merupakan hasil dari substrat/nutrisi yang dikonsumsi pada media
pertumbuhannya pada kondisi yang sesuai. Salah satu metabolit/produk primer
yang dihasilkan oleh kultivasi khamir Saccharomyces cerevisiae dengan
menggunakan substrat berupa gula sebagai sumber karbon adalah bioetanol.

Gambar 3. Lintasan biokimia absorbsi dan metabolisme disakarida dan heksosa
oleh khamir. Ket: A (absorbsi dan transpor gula), B (invertase), C
(glikolisis), D (piruvat dekarboksilase), E (alkohol dehidrogenase), F
(piruvat dehidrogenase), G (siklus TCA) dan H (transpor elektron)
di mitokondria (Mousdale 2008).

11

Proses pembentukan bioetanol sering disebut juga dengan proses
fermentasi karena khamir tidak membutuhkan oksigen/anaerobik di dalam
metabolismenya, namun tetap menggunakan oksigen/aerobik untuk membentuk
biomassa. Biokimia prosesnya dapat dilihat pada skema Gambar 3, yang
menunjukkan bahwa ketika terdapat O2 di dalam media pertumbuhan, maka
khamir Saccharomyces cerevisiae yang bersifat anaerob fakultatif akan
melakukan respirasi dengan memasuki siklus TCA dengan membentuk sel,
sedangkan jika tidak terdapat O2 maka khamir sepenuhnya akan melakukan
fermentasi dan membentuk etanol.
Proses fermentasi anaerobik (tanpa adanya oksigen pada lingkungan)
terhadap substrat glukosa ditulis dengan persamaan C6H12O6  2C2H5OH +
2CO2. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap satu molekul glukosa yang
dikonsumsi, maka akan terbentuk dua molekul etanol, yang berarti etanol yang
akan terbentuk sebesar 51,1 gram per 100 gram glukosa yang dikonsumsi atau
0,51 gram etanol per 1 gram glukosa. Dengan demikian setiap pertumbuhan dan
pembentukan produk (etanol) pada khamir dapat diestimasi berdasarkan nilai
faktor konversi/koefisien efisiensi pada teori tersebut.
Dalam proses fermentasi/kultivasi, penting untuk diketahui kinetika
pertumbuhan mikroba yang digunakan seperti laju pertumbuhan spesifik (µ),
penggunaan/konsumsi substrat untuk pertumbuhan atau untuk produksi metabolit
pada waktu tertentu, dan laju pertumbuhan produk per satuan waktu tertentu,
sehingga dapat diketahui jumlah sel atau produk yang terbentuk per satuan
substrat yang dikonsumsi (Yx/s, Yp/s) dan jumlah produk yang terbentuk per sel
(Yp/x). Perhitungan yang biasa dilakukan untuk proses pembentukan produk yang
berasosiasi dengan pertumbuhan sel dan penggunaan substrat adalah sebagai
berikut (Shuler dan Kargi 1992):
(1) Rendemen pemakaian substrat untuk pembentukan biomassa sel (Yx/s)
Yx/s =
(2) Rendemen pemakaian substrat untuk pembentukkan produk (Yp/s)
Yp/s =
(3) Rendemen pembentukkan produk setiap satuan biomassa sel (Yp/x)
Yp/x =
(4) Efisiensi penggunaan substrat
=
Parameter kinetika yang diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai
indikator dari kemampuan khamir dalam melakukan fermentasi untuk
menghasilkan suatu produk dengan konsentrasi substrat tertentu, sehingga dapat
digunakan secara komersial.

12

3 METODE
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioindustri Departemen
Teknologi Industri Pertanian IPB dan di Laboratorium Mutu dan Keamanan
Pangan 1 & 2 Pusat Antar Universitas (PAU), SEAFAST Center – IPB. Kegiatan
penelitian berlangsung dari Juni 2014 – April 2016.

Bahan
Bahan yang digunakan berupa strain khamir industri/Ethanol Red (ER)
Saccharomyces cerevisiae yang berasal dari Nara Institute of Science and
Technology – Jepang, diantaranya ER Wild Type, ER Pro1(I150T), ER
Mpr1(K63R), ER Pro1(I150T)/Mpr1(K63R) yang merupakan kombinasi
rekayasa Pro1(I150T) dan Mpr1(K63R), dan ER MSN2-OP. Seluruh strain
ditumbuhkan pada media agar SD (Synthetic Defined) yang mengandung AZC
(azetidine-2-carboxylic acid). Media partumbuhan yang digunakan adalah YPD
(Yeast extract Peptone Dextrose) yang terdiri dari 2% glukosa, 1% yeast extract,
2% bacto peptone dan 2% agar untuk membuat media cawan agar. Selain itu juga
menggunakan media YPD yang mengandung sukrosa sebesar 50% - 70% untuk
menguji toleransi khamir terhadap konsentrasi gula tinggi dan YPD yang
mengandung etanol sebesar 11% - 14% untuk menguji toleransi khamir terhadap
etanol tinggi.

ProsedurKerja
Penelitian ini terdiri atas dua kegiatan, yaitu (1) Uji toleransi khamir
terhadap sukrosa dan etanol tinggi, (2) Uji fermentasi/kultivasi pada media
sukrosa tinggi dan penghitungan parameter kinetikanya (Lampiran 1).

Uji Toleransi Khamir terhadap Sukrosa dan Ethanol Tinggi
Uji toleransi dilakukan dengan metode spot plates/spot test (Gaudy et al.
1962). Pre-kultur sel khamir yang ditumbuhkan pada media YPD selama 16 jam
pada rotary shaker dengan kecepatan 200 rpm pada suhu 30oC diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm menggunakan spektrofotometer
UV-VIS, kemudian pre-kultur diinokulasi pada 5 ml media YPD steril dengan
absorbansi akhir sebesar 0,25 dan diinkubasi kembali selama 3 jam (sub kultur).
Kemudian hasil sub-kultur tersebut diencerkan hingga memiliki nilai OD600 akhir
tepat sebesar 1,0 dan pengenceran tersebut dicatat sebagai pengenceran 100.
Selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat menggunakan akuades steril
hingga pengenceran 10-4. Sebanyak 2 µl setiap pengenceran diambil dan
ditotolkan pada media agar YPD yang mengandung 50%, 60%, dan 70% sukrosa
dan juga ditotolkan pada media agar YPD yang mengandung 11%, 12%, 13%,
dan 14% etanol kemudian diinkubasi pada suhu 30oC selama 2-3 hari (2-6 hari

13

untuk uji etanol) dan dihitung jumlah koloni yang terbentuk dengan batas 5-40
koloni per spot/totolan.

Uji Fermentasi dan Pengukuran Parameter Kinetika
Pre-kultur sel khamir yang ditumbuhkan pada media YPD selama 16 jam
pada rotary shaker dengan kecepatan 200 rpm pada suhu 30oC diinokulasi pada
media fermentasi sebanyak 300 ml YPD yang mengandung sukrosa 30% pada
labu Erlenmeyer 500 ml dengan nilai OD600 akhir sebesar 0,25 yang diukur
menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Media fermentasi tersebut diinkubasi
selama 30oC pada rotary shaker dengan kecepatan 200 rpm selama 48 jam pada
kondisi anaerob. Pada 24 jam pertama, sebanyak 10 ml sampel diambil setiap 3
jam, kemudian pada 24 jam berikutnya dilakukan pengambilan sampel per 6 jam.
Sampel-sampel tersebut kemudian diukur jumlah biomassanya dengan
spektofotometer UV-VIS, pengukuran kadar etanol dengan gas kromatografi, dan
total gula dengan metode Anthrone (Pons et al. 1981) yang selanjutnya data-data
tersebut digunakan untuk menghitung parameter kinetika setiap strain khamir
sebagai indikator kinerja proses fermentasi. Parameter kinetika yang dihitung
adalah adalah bobot biomassa kering maksimal (Xmaks), kadar etanol maksimal
yang dihasilkan (Pmaks), laju pertumbuhan spesifik maksimal (µ maks), rendemen
pemakaian substrat untuk pembentukan sel dan produk (Yx/s dan Yp/s),
rendemen pembentukkan produk setiap satuan biomassa sel (Yp/x), dan efisiensi
penggunaan substrat [(S0 – S)/S0 x 100%].

14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Toleransi Khamir terhadap Sukrosa dan Etanol Tinggi
Tingginya konsentrasi sukrosa yang terkandung di dalam media
pertumbuhan khamir membuat sel mengalami stres hiperosmosis yang
menyebabkan tingginya pengeluaran air dari dalam sel. Hal tersebut berpengaruh
terhadap volume sel, sehingga terjadi pengerutan sel dan hilangnya turgor.
Pengerutan sel dapat meningkatkan konsentrasi zat terlarut di dalam sel yang
menyebabkan terjadinya karbonilasi protein, depolarisasi mitokondria, kerusakan
DNA, dan tertahannya siklus sel pada G1 atau G2, sehingga menghambat
pertumbuhan khamir (Brocker et al. 2012).
Semakin tinggi konsentrasi gula yang digunakan/dikonsumsi oleh khamir
pada pembuatan bioetanol maka akan semakin tinggi pula konsentrasi etanol
yang dihasilkan. Namun tingginya konsentrasi etanol yang terakumulasi pada
media akan menyebabkan khamir mengalami stres hiperosmosis dimana etanol
berdifusi secara bebas melintas membran sel khamir untuk mencapai
kesetimbangan konsentrasi etanol antara intra dan ekstraselular sel. Peningkatan
konsentrasi etanol menghambat pertumbuhan sel, mereduksi viabilitas sel dan
menyebabkan kematian sel yang kemudian dapat mereduksi laju fermentasi
etanol dan menurunkan rendemennya (Ma & Liu dalam Liu 2012).
Untuk melihat tingkat toleransi/ketahanan suatu strain khamir terhadap
stres hiperosmosis akibat sukrosa dan etanol tinggi, maka dilakukan pengujian
penghambatan pertumbuhan dari setiap strain khamir dan penentuan jumlah
selnya ketika pada fase eksponensial dengan metode spot test. Semakin toleran
suatu strain khamir terhadap stres hiperosmosis, maka semakin baik
pertumbuhannya yang berarti tidak mengalami penghambatan pertumbuhan. Pada
penelitian ini spot test dilakukan pada media YPD yang mengandung konsentrasi
sukrosa 50% - 70% dan etanol 11% - 14%. Hasil spot test dapat dilihat pada
Gambar 4 dan 5 dan juga pada Tabel 1.

Gambar 4. Hasil Spot test 5 strain khamir yang berbeda [WT = khamir belum
direkayasa, PRO1 = Pro1(I150T), MPR1 = Mpr1(K63R), PRO1MPR1 = Pro1(I150T)/ Mpr1(K63R), MSN2-OP] pada media YPD
kontrol, YPD yang mengandung 50%, 60%, dan 70% sukrosa.

15

Hasil spot test pada media YPD yang mengandung berbagai konsenstrasi
sukrosa menunjukkan bahwa hampir seluruh strain khamir baik terekayasa
maupun belum direkayasa dapat bertahan tumbuh hingga konsentrasi sukrosa
70%. Hanya koloni strain ER MSN2-OP yang mengalami penghambatan
pertumbuhan. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil penghitungan koloninya pada
konsentrasi sukrosa 70% pada Tabel 1 yang lebih sedikit dibandingkan strain
lainnya. Artinya bahwa strain khamir terekayasa Pro1(I150T), Mpr1(K63R),
Pro1(I150T)/Mpr1(K63R) lebih toleran terhadap stres hiperosmosis yang
diinduksi oleh konsentrasi gula tinggi dibanding MSN2-OP, hanya saja tidak
lebih toleran dibanding strain khamir yang belum direkayasa. Hal ini disebabkan
strain tersebut merupakan strain khamir industri/komersial (Ethanol Red) yang
merupakan strain khamir yang secara khusus dipilih dan dikembangkan untuk
industri etanol dengan toleransi terhadap etanol yang tinggi dan dapat
menghasilkan etanol yang banyak dengan waktu yang cepat, juga dapat
mempertahankan viabilitas sel yang tinggi selama fermentasi khususnya pada
fermentasi very high gravity (VHG).
Penelitian Sasano et al. (2012b) menunjukkan bahwa strain khamir
MSN2-OP yang ditumbuhkan pada media 30% glukosa juga tidak lebih toleran
dibanding strain kontrolnya (vektor) atau memiliki karakter pertumbuhan yang
tidak berbeda signifikan ketika diuji pada spot test. Selain itu juga dikarenakan
strain khamir ini hanya toleran terhadap freeze thaw stress dan stres oksidatif
yang diinduksi oleh furfural (Sasano et al. 2012b, 2012c).

Gambar 5. Spot test 5 strain khamir yang berbeda [WT = khamir belum
direkayasa, PRO1 = Pro1(I150T), MPR1 = Mpr1(K63R), PRO1MPR1 = Pro1(I150T)/ Mpr1(K63R), MSN2-OP] pada media YPD
kontrol, YPD yang mengandung 11%, 12%, 13%, dan 14% etanol.
Uji toleransi pada media yang mengandung etanol 11% hingga 14%
(Gambar 5) juga menunjukkan bahwa strain MSN2-OP tidak toleran terhadap
etanol tinggi. Dibuktikan dengan tidak tumbuhnya koloni pada media spot test
yang mengandung etanol 11% hingga 14% tetapi pada pengujian lain strain
MSN2-OP masih dapat tumbuh hingga konsentrasi etanol 10%. Hasil spot test
pada penelitian Sasano et al. (2012b) menunjukkan bahwa strain MSN2-OP tidak
tumbuh dengan baik atau mengalami penghambatan pertumbuhan pada media
yang mengandung etanol 20% dibanding strain kontrol/vektornya artinya bahwa
strain MSN2-OP sangat sensitif terhadap etanol tinggi. Sasano et al. (2012b)
menyatakan bahwa hal tersebut kemungkinan dikarenakan ketidakseimbangan

16

jumlah level ekspresi antaran gen penyandi Msn2 dan Msn4. Menurutnya, faktor
transkripsi Msn4 yang merupakan homolog dari Msn2 memiliki peran lebih tidak
hanya sebagai perespon stres etanol. Namun bagaimana mekanisme molekuler
mengenai toleransi terhadap etanolnya masih belum diketahui dengan baik hingga
saat ini sekalipun sudah banyak kajian yang dilakukan untuk meneliti mengenai
toleransi terhadap etanol (Ma & Liu dalam Liu 2012).
Tabel 1. Jumlah koloni Saccharomyces cerevisiae pada spot test (sel/mL)
S.cerevisiae
Perlakuan

Sukrosa

Etanol

Kontrol
50%
60%
70%
Kontrol
11%