Toxocarosis pada Sapi Potong Peternakan Rakyat di Kecamatan Ujung Jaya, Sumedang

TOXOCAROSIS PADA SAPI POTONG PETERNAKAN
RAKYAT DI KECAMATAN UJUNG JAYA, SUMEDANG

RIAN RISKI HARIYADI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Toxocarosis pada Sapi
Potong Peternakan Rakyat di Kecamatan Ujung Jaya, Sumedang adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014
Rian Riski hariyadi
NIM B04090018

ABSTRAK
RIAN RISKI HARIYADI. Toxocarosis pada Sapi Potong Peternakan Rakyat di
Kecamatan Ujung Jaya, Sumedang. Dibimbing oleh YUSUF RIDWAN dan RISA
TIURIA.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi, derajat infeksi, dan
faktor risiko dari toxocarosis pada sapi potong di kecamatan Ujung Jaya,
Sumedang. Sebanyak 108 sampel feses dikumpulkan dan diuji dengan metode
modifikasi McMaster untuk menentukan jumlah telur Toxocara spp. tiap gram
tinja (TTGT). Potensi faktor risiko seperti jenis kelamin, umur ternak, dan
manajemen ternak diperoleh dari wawancara para peternak. Hasil menunjukkan
bahwa dari 108 total sampel feses, 11 sampel positif toxocarosis dengan
prevalensi 10.18%. Rata-rata jumlah telur tiap gram tinja dari sapi yang terinfeksi
adalah 7 005.5 ± 3 534.4. Prevalensi tertinggi hanya ditemukan pada anak sapi
berumur ≤ 6 bulan (42.31%) dan lebih tinggi pada jantan (32.14%) daripada
betina (2.50%) (P 0.05).
Kata kunci: faktor risiko, prevalensi, Sumedang, toxocarosis, Ujung Jaya


ABSTRACT
RIAN RISKI HARIYADI. Toxocarosis on Cattle of Small Holder Farmer in
Ujung Jaya Subdistrict, Sumedang. Supervised by YUSUF RIDWAN and RISA
TIURIA.
The study was carried out to investigate the prevalence, intensity of
infection, and the related risk factors of toxocarosis in cattle of Ujung Jaya
Subdistrict, Sumedang. The number of 108 fecal samples were collected and
examined by modified McMaster method to determine the number of Toxocara
eggs per gram (EPG). The potential of risk factor regarding to sex, age, and
livestock management were obtained by interviewing the farmer. The result
showed that of the total 108 fecal samples, 11 samples were positive to
toxocarosis with prevalence of 10.18%. The mean number of eggs per gram fecal
in infected cattle was 7 005.5 ± 3 534.4. The highest prevalence was observed in
calf ≤ 6 month of age group only (42.31%) and was more prevalence in male
(32.14%) than female (2.50%) (P0.05).
Keywords: prevalence, risk factor, Sumedang, toxocarosis, Ujung Jaya

TOXOCAROSIS PADA SAPI POTONG PETERNAKAN
RAKYAT DI KECAMATAN UJUNG JAYA, SUMEDANG


RIAN RISKI HARIYADI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Toxocarosis pada Sapi Potong Peternakan Rakyat di Kecamatan
Ujung Jaya, Sumedang
Nama
: Rian Riski Hariyadi
NIM
: B04090018


Disetujui oleh

Dr drh Yusuf Ridwan, MSi
Pembimbing I

Dr drh Risa Tiuria, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono MS, Ph.D,APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 ini adalah

Toxocarosis pada Sapi Potong Peternakan Rakyat di Kecamatan Ujung Jaya,
Sumedang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr drh Yusuf Ridwan, MSi selaku
pembimbing skripsi dan pembimbing akademik, serta Dr drh Risa Tiuria, MS
selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan, arahan, dan saran-sarannya
kepada penulis dalam penyusunan skripsi dan permasalahan terkait akademik. Di
samping itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua tercinta
yaitu Hari, SE dan Hasiyah, Raudhatul Hasanah, Choirul Achyar, Adeline
Prabawati, teman-teman FKH 46, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Rian Riski Hariyadi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

METODE PENELITIAN

2

Tempat dan Waktu

2

Rancangan Studi

2


Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel Feses

2

Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3

Hasil Penelitian

3

Pembahasan

5


SIMPULAN DAN SARAN

7

Simpulan

7

Saran

7

DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

7
13

DAFTAR TABEL
1 Rata-rata jumlah telur cacing tiap gram tinja sapi yang

terinfeksi berdasarkan umur dan jenis kelamin ternak
2 Hasil analisis chi-square pengaruh faktor inang terhadap
risiko toxocarosis
3 Hasil analisis chi-square pengaruh faktor manajemen
terhadap risiko toxocarosis

3
4
4

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji chi-square pengaruh faktor inang terhadap risiko
toxocarosis
2 Hasil uji chi-square pengaruh faktor manajemen terhadap
risiko toxocarosis

9
10

PENDAHULUAN

Seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya sumber protein hewani khususnya daging sapi,
mengakibatkan peningkatan kebutuhan daging sapi nasional. Kebutuhan daging
sapi dan kerbau nasional tahun 2012 dipenuhi dari sapi lokal sebanyak 399 ribu
ton (82.52%) dan impor sebanyak 85 ribu ton (17.5%). Daging yang diimpor
berupa sapi bakalan sebanyak 283 ribu ekor (setara daging 51 ribu ton) dan daging
beku sebanyak 34 ribu ton (Ditjen PKH 2012a).
Dalam rangka memenuhi kebutuhan daging sapi dan kerbau nasional,
pemerintah mencanangkan program swasembada daging sapi dan kerbau 2014.
Swasembada daging sapi dan kerbau bertujuan untuk menyediakan daging sapi
dan kerbau dalam negeri minimal 90% dari kebutuhan konsumsi dan maksimal
10% sisanya dapat dipenuhi dari importasi sapi bakalan dan daging beku. Usaha
yang dilakukan pemerintah antara lain penyelamatan sapi betina produktif,
optimalisasi IB, serta penanganan dan pengendalian penyakit hewan (Ditjen PKH
2012b).
Sumarwanta dan Dewi (2013) menjelaskan bahwa salah satu penyakit
ternak yang cukup merugikan adalah kecacingan. Infeksi cacing dapat
menyebabkan kerugian ekonomi karena menyebabkan kekurusan, terlambatnya
pertumbuhan, turunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit lain dan gangguan
metabolisme. Salah satu parasit cacing pada sapi yang sering menimbulkan

kerugian ekonomi adalah Toxocara vitulorum (Suwandi 2001). Toxocarosis pada
sapi dilaporkan di Indonesia dengan prevalensi berkisar 21.33%-36.4% (Susanto
2008; Agustina et al. 2013; Sumarwanta dan Dewi 2013). Toxocarosis pada sapi
dapat mengakibatkan anemia, diare, penurunan berat badan, penurunan nafsu
makan, dan kematian (Altınöz 2000). Infeksi T. vitulorum bersifat zoonosis
(CFSPH 2005). Visceral Larva Migrance (VLM) dapat terjadi jika telur T.
vitulorum tertelan oleh manusia (Köroğlu 2000). Kejadian toxocarosis pada sapi
di Indonesia masih tergolong tinggi karena pengendalian yang belum optimal.
Penyusunan program pengendalian toxocarosis membutuhkan data berupa tingkat
kejadian, derajat infeksi, dan faktor risiko toxocarosis. Tujuan penelitian ini untuk
mendapatkan data tersebut, sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai dasar
dalam menyusun program pengendalian toxocarosis pada ternak.

2

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 di Kecamatan Ujung Jaya,
Sumedang. Pemeriksaan sampel tinja dilakukan di Laboratorium Helmintologi,
Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.

Rancangan Studi
Survei toxocarosis pada sapi potong peternakan rakyat di Kecamatan Ujung
Jaya, Sumedang dilakukan dengan metode cross-sectional. Jumlah sampel
ditentukan dengan rumus rumus Lemeshow dan David (1997) dengan asumsi
dugaan tingkat kejadian toxocarosis sebesar 50%, tingkat kepercayaan 95% dan
tingkat kesalahan sebesar 10%. Sampel tinja diambil dari sapi berumur ≤6 bulan,
6-12 bulan, dan >1 tahun. Telur T. vitulorum pada sampel tinja dideteksi
keberadaannya dengan metode modifikasi McMaster. Data lainnya berupa faktor
risiko toxocarosis seperti umur ternak dan manajemen pemeliharaan ternak
diketahui dari kuisioner. Manajemen pemeliharaan ternak dinilai berdasarkan cara
beternak, jenis pakan, sanitasi, dan pemberian anthelmintik. Data hasil
pemeriksaan laboratorium dan faktor risiko dianalisis dengan uji chi-square
menggunakan software SPSS 18.0.

Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel Tinja
Sampel tinja sebanyak 108 diambil langsung dari rektum dan dimasukkan
ke dalam wadah plastik yang telah diberi label, kemudian disimpan di dalam
coolbox untuk dibawa ke Laboratorium Helmintologi. Sampel selanjutnya
disimpan dalam refrigerator di Laboratorium Helmintologi sampai dilakukan
pemeriksaan.
Pemeriksaan sampel tinja dilakukan dengan menggunakan metode
modifikasi McMaster (Roepstorff dan Nansen 1997). Tinja ditimbang sebanyak 4
gram dan dicampurkan dengan air sebanyak 56 ml. Campuran diaduk sampai
homogen dan disaring dengan menggunakan saringan teh. Hasil penyaringan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml dan disentrifugasi selama 7
menit dengan kecepatan 7000 rpm. Supernatant dibuang menggunakan pipet,
sedangkan sedimen yang diperoleh dicampur dengan 4 ml larutan gula garam.
Campuran dipipet ke dalam kamar hitung McMaster, kemudian didiamkan 3-5
menit. Telur yang terdapat di dalam kamar hitung McMaster diamati di bawah
mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Selanjutnya telur yang ditemukan
dihitung untuk menentukan jumlah telur T. vitulorum tiap gram tinja (TTGT)
dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Soulsby 1982):

3

TTGT = n x Vt
Bt x Vk
Keterangan : n
Vt
Vk
Bt

: Jumlah telur cacing dalam kamar hitung
: Volume total sampel (ml)
: Volume kamar hitung (ml)
: Berat tinja (gram)

Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium dan kuisioner
dimasukkan ke dalam database menggunakan program Microsoft Excel 2010.
Analisis data dilakukan dengan uji chi-square menggunakan software SPSS 18.0
untuk mengetahui perbedaan tingkat prevalensi toxocarosis.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil pemeriksaan 108 sampel tinja menunjukkan sebanyak 11 ekor sapi
positif toxocarosis dengan tingkat prevalensi sebesar 10.18%. Jumlah rata-rata
telur tiap gram tinja (TTGT) dari sapi yang terinfeksi T. vitulorum adalah 7 005.5
± 3 534.4. Berdasarkan kategori umur jumlah TTGT toxocarosis pada pedet
paling tinggi dari kategori umur yang lain (P0.05).
Tabel 3 Hasil analisis chi-square pengaruh faktor manajemen terhadap risiko
toxocarosis
Positif toxocarosis
Faktor

N

Uji chi-square

n

%

Pearson chi-square

Nilai-P

Cara beternak
Tidak digembalakan
Digembalakan

29
79

2
9

6.90
11.39

0.469

0.494

Alas kandang
Tanah
Semen
Papan

15
81
12

0
9
2

0.00
11.11
16.67

2.328

0.312

Pakan rumput
Ya
Tidak

102
6

10
1

9.80
16.67

0.292

0.589

Pakan daun
Ya
Tidak

14
94

1
10

7.14
10.64

0.163

0.687

Pakan jerami
Ya
Tidak

73
35

9
2

12.33
5.71

1.131

0.287

102
6

10
1

9.80
16.67

0.292

0.589

Bersihkan kandang (teratur)
- Ya
- Tidak

104
4

11
0

10.58
0.00

0.471

0.493

Obat cacing
Ya
Tidak

105
3

10
1

9.52
33.34

1.807

0.179

Bentuk rumput
Rumput segar
Rumput yang disimpan
beberapa hari

*Tanda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (0.05).

5
Pembahasan
Toxocara vitulorum adalah cacing nematoda yang cukup besar dan
menginfeksi sapi serta kerbau. Prevalensi toxocarosis pada sapi pedet di daerah
tropis dan subtropis sangat tinggi (Borgsteede et al. 2012). Prevalensi toxocarosis
pada sapi pedet di kecamatan Ujung Jaya, Sumedang sebesar 42.31%. Prevalensi
tersebut relatif tidak berbeda dengan daerah lain di wilayah Indonesia seperti di
Kabupaten Pasuruan mencapai 21.33% pada sapi pedet (Susanto 2008), di Bali
Timur pada pedet sapi bali dengan prevalensi mencapai 36.4% (Agustina et al.
2013), dan di Kabupaten Kebumen pada sapi pedet dengan prevalensi mencapai
33% (Sumarwanta dan Dewi 2013).
Kejadian toxocarosis pada sapi dipengaruhi oleh perbedaan umur. Hasil
analisis chi-square menunjukkan adanya perbedaan tingkat prevalensi toxocarosis
pada sapi dengan tingkat umur yang berbeda. Toxocarosis pada sapi potong
peternakan rakyat di Kecamatan Ujung Jaya, Sumedang hanya ditemukan pada
sapi pedet atau sapi berumur ≤6 bulan. Infeksi paten Toxocara spp. umumnya
terjadi pada hewan-hewan yang masih muda dan sangat jarang ditemukan pada
hewan-hewan dewasa (Estuningsih 2005).
Sapi dewasa apabila menelan telur T. vitulorum yang infektif, larva yang
menetas akan bermigrasi ke organ tubuh dan tidak mengalami perkembangan
lebih lanjut (dorman). Induk betina yang terinfeksi telur T. vitulorum, larva kedua
(L2) tidak berkembang menjadi larva ketiga (L3) tetapi akan tetap tinggal di
dalam jaringan (arrested larva). Larva ketiga akan terinduksi saat betina bunting
pada trimester ke-3 umur kebuntingan. Larva yang berdiam di organ/jaringan
tubuh akan aktif kembali dan bermigrasi ke ambing, anak sapi yang dilahirkan
akan terinfeksi melalui air susu (transmamary infection). Larva yang aktif tersebut
juga bermigrasi ke plasenta dan bisa menginfeksi fetus yang masih dalam
kandungan induknya (transplacental infection). Pedet yang terinfeksi larva T.
vitulorum, larva tersebut akan tetap tinggal di usus halus sampai berkembang
menjadi cacing dewasa (Soulsby 1982; Hansen dan Perry 1994). Masa prepaten T.
vitulorum pada pedet yaitu dari hari ke 11 sampai 37 setelah infeksi, TTGT akan
sangat tinggi pada hari ke 37 sampai 62 setelah infeksi (Neves et al. 2003),
sedangkan masa paten T. vitulorum pada hari ke 60 sampai 120 setelah infeksi
karena pada saat itu cacing dewasa telah keluar dari usus (Starke-Buzetti et al.
2001; Neves et al. 2003).
Menurut Akhtar et al. (1982) infeksi T. vitulorum pada pedet digolongkan
menjadi 3 yaitu: infeksi ringan jika jumlah TTGT 10000. Infeksi T.
vitulorum pada pedet di peternakan ini tergolong infeksi sedang. Gejala yang
dapat ditimbulkan oleh toxocarosis pada infeksi sedang antara lain tidak mau
makan, sakit di daerah perut, diare, dehidrasi, penurunan berat badan, dan tinja
berbau khas (steatorrhea) (CFSPH 2005), dalam keadaan infeksi berat akan
terjadi kematian sekitar 35-40% (Estuningsih 2005). Jumlah telur tersebut dapat
menjadi potensi kontaminasi pada sapi lain. Jika tidak dilakukan pengendalian
dengan baik maka prevalensi penyakit ini bisa mecapai 100% dan mortalitasnya
mencapai 80% (CFSPH 2005).
Telur T. vitulorum yang ditemukan hanya berasal dari sapi pedet yang
didominasi oleh pedet jantan, sehingga angka kejadian toxocarosis pada pedet

6
jantan secara signifikan lebih tinggi daripada pedet betina. Namun penelitian lain
menunjukkan bahwa prevalensi toxocarosis pada sapi pedet di kebumen lebih
tinggi pada pedet betina daripada pedet jantan (Sumarwanta dan Dewi 2013). Hal
ini menunjukkan bahwa prevalensi toxocarosis pada sapi pedet tidak selalu
berhubungan dengan jenis kelamin. Menurut Raza et al. (2007) induk betina
cenderung mengalami infeksi T. vitulorum yang lebih berat akibat stress saat
bunting dan melahirkan. Akan tetapi, tidak ada penjelasan yang pasti terkait
hubungan perbedaan jenis kelamin terhadap infeksi T. vitulorum pada sapi
maupun kerbau khususnya yang berumur muda (pedet).
Tingkat prevalensi pada ternak yang digembalakan lebih tinggi
dibandingkan dengan ternak yang dikandangkan terus-menerus, tetapi tidak
berbeda nyata. Kontaminasi tanah di ladang pengembalaan dengan tinja yang
mengandung telur T. vitulorum dapat menjadi sumber infeksi pada sapi. Potensi
tanah sebagai sumber infeksi T. vitulorum telah dibuktikan dengan hasil penelitian
tanah di sekitar rumah potong hewan, peternakan sapi perah, dan taman bermain
di Surabaya. Sampel tanah sebanyak 53 dinyatakan positif telur Toxocara spp.
dan 49.06% menunjukkan positif telur T. vitulorum (Kusnoto et al. 2002). Selain
di ladang pengembalaan, infeksi juga dapat terjadi di kandang. Faktor-faktor
seperti alas kandang, sanitasi, dan pakan memiliki peranan dalam terjadinya
infeksi di kandang. Akan tetapi hasil analisis menunjukkan tidak adanya
perbedaan prevalensi toxocarosis dari faktor-faktor tersebut. Diduga bahwa
infeksi T. vitulorum pada pedet di beberapa peternakan ini hanya dipengaruhi oleh
sumber infeksi yaitu sapi betina dewasa. Infeksi terjadi melalui plasenta saat fetus
atau air susu setelah pedet dilahirkan. Pedet terinfeksi saat menelan larva T.
vitulorum dari air susu yang terinfeksi (Robert et al. 1990; Starke et al. 1992),
bukan menelan telur T. vitulorum dari lingkungan (Mia et al. 1975).
Pada umumnya ternak di kecamatan Ujung Jaya, Sumedang telah diberi
anthelmintik sebagai upaya pengendalian parasit cacing. Walaupun telah
dilakukan pengobatan, statistik menunjukkan tingkat prevalensi toxocarosis akibat
pemberian anthelmintik tidak berbeda. Keadaan ini diduga karena pemberian obat
cacing hanya dilakukan pada sapi dewasa sehingga prevalensi toxocarosis pada
pedet tetap tinggi. Selain itu, pemberian anthelmintik seperti piperazin hanya
efektif untuk membunuh cacing dewasa tetapi tidak pada larva cacing. Menurut
Satrija et al. (2011) dan Borgsteede et al. (2012) pemberian obat cacing bisa
dilakukan pada pedet yang berumur antara 10-21 hari. Rekomendasi dari
Estuningsih (2005) salah satu jenis anthelmintik yang dapat digunakan untuk
membunuh larva T. vitulorum adalah levamisol.

7

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Prevalensi toxocarosis pada sapi potong peternakan rakyat di kecamatan
Ujung Jaya, Sumedang adalah sebesar 10.18%. Infeksi tersebut hanya terjadi pada
sapi pedet dengan prevalensi sebesar 42.31% dan memiliki derajat infeksi sedang.
Jenis kelamin jantan dan umur ≤6 bulan merupakan faktor risiko yang
berpengaruh terhadap infeksi T. vitulorum pada sapi. Faktor manajemen
pemeliharaan seperti cara beternak, alas kandang, pakan, sanitasi, dan pemberian
anthelmintik tidak berpengaruh terhadap kejadian toxocarosis pada sapi.

Saran
Perlu dilakukan penyuluhan kepada para peternak sapi potong khususnya di
kecamatan Ujung Jaya, Sumedang tentang pentingnya manajemen pemeliharaan
ternak khususnya pengobatan pada kasus toxocarosis. Pengobatan tidak hanya
diberikan pada sapi dewasa tetapi juga bisa diberikan pada sapi pedet yang
berumur 10-16 hari dengan anthemintik yang dapat membunuh larva T. vitulorum
seperti levamisol.

DAFTAR PUSTAKA
Agustina KK, Dharmayudha AAGO, Wirata IW. 2013. Prevalensi Toxocara
vitulorum pada induk dan anak sapi bali di wilayah Bali Timur. Buletin
Veteriner Udayana. 5(1):1-6.
Akhtar MS, Chattha MI, Chaudhry AH. 1982. Comparative efficacy of santonin
and piperazine against Neoascaris vitulorum in buffalo calves. J Vet
Phamacol and Therapeutics. 5:71-76.
Altınöz F, Gökçen A, Uslu U. 2000. Konya yöresi sığırlarında Toxocara
vitulorum’un yayılışı. Türkiye Parasitol Derg. 24:405-407.
Borgsteede FHM, Holzhauer M, Herder FL, Veldhuis-Wolterbeek EG, Hegeman
C. 2012. Toxocara vitulorum in suckling calves in the Netherlands.
Research in Vet Sci. 92:254–256.
[CFSPH] the Center for Food Security and Public health. 2005. Toxocariasis
[internet]. [diunduh 21 Desember 2013]. Tersedia pada: www.cfsph.iastate.
edu.
[Ditjen PKH] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012a. Supply
Demand Daging Sapi/Kerbau sampai dengan Desember 2012 [internet].
[diunduh 30 Desember 2013]. Tersedia pada: http://ditjennak.deptan.go.id/.
[Ditjen PKH] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012b.
Prioritas dan Percepatan Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan
[internet].
[diunduh
30
Desember
2013].
Tersedia
pada:
http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=berita&action=detail&idberita
=365.

8
Estuningsih SE. 2005. Toxocariasis pada hewan dan bahayanya pada manusia.
Wartazoa. 15:136-137.
Hansen J, Perry B. 1994. The epidemiology, diagnosis and control of helminth
parasites of ruminants. Nairobi (KEN): the International Laboratory for
Research on Animal Diseases.
Köroğlu E. 2000. Veteriner Helmintoloji Ders Notları. Fırat Üniv Vet Fak Ders
Teksiri. 14:206-207.
Kusnoto, Koesdarto S, Mumpuni SS. 2002. Kontaminasi tanah di sekitar
peternakan sapi perah dan rumah potong hewan dengan telur Toxocara
spp. di Surabaya. Surabaya (ID): Lembaga Penelitian, Universitas
Airlangga.
Lemeshow S, David WH Jr. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan.
Suyatno, penerjemah. Yogakarta (ID): UGM Pr.
Mia S, Dewan ML, Uddin M, Cowdhury MUA. 1975. The route of infection of
buffalo calves by Toxocara (Neoascaris) vitulorum. Trop Anim Health Prod.
7:153–156.
Neves MF, Starke-Buzetti WA, Castro AM. 2003. Mast cell and eosinophils in the
wall of the gut and eosinophils in the blood stream during Toxocara
vitulorum infection of the water buffalo calves (Bubalus bubalis). Vet
Parasitol. 113:59-72
Raza MA, Iqbal Z, Jabbar A, Yaseen M. 2007. Point prevalence of gastrointestinal
helminthiasis in ruminants in southern Punjab, Pakistan. J Helminthol.
81:323–328.doi: 10.1017/S0022149X07818554.
Roberts JA, Fernando ST, Sivanathan S. 1990. Toxocara vitulorum in the milk of
buffalo (Bubalus bubalis) cows. Res Vet Sci. 49(3):289–291.
Roepstorff A, Nansen P. 1997. The epidemiology, diagnosis, and control of
helminth parasites of swine. Rome (IT): FAO.
Satrija F, Ridwan Y, Retnani EB. 2011. Efikasi piperazin dihidroklorida terhadap
cacing Toxocara vitulorum pada pedet kerbau. Jurnal Veteriner. 12(2):7782.
Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals. Ed ke-7. Philadelpia (US): Lea and Febiger.
Starke-Buzetti WA, Machado RZ, Zocollerseno MC. 1992. Transmammary
passage of gastrointestinal nematode larvae to buffalo calves. II. Toxocara
vitulorum larvae. Arq Bras Med Vet. Zoo. 44:97–103.
Starke-Buzetti WA, Machado RZ, Zocollerseno MC. 2001. An enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) for detection of antibodies against Toxocara
vitulorum in water buffaloes. Vet Parasitol. 97:55-64.
Sumarwanta E, Dewi AP. 2013. Kejadian ascariasis pada anak sapi bawah lima
bulan (balilan) di Kabupaten Kebumen tahun 2011. Buletin Laboratorium
Veteriner. 1(3):17.
Susanto A. 2008. Prevalensi Infeksi Cacing Toxocara Vitulorum pada Anak Sapi
Perah dan Anak Sapi Potong di Kabupaten Pasuruan [tesis]. Surabaya (ID):
Universitas Airlangga.
Suwandi. 2001. Mengenal berbagai penyakit parasitik pada ternak [internet].
[diunduh 3 Oktober 2013]. Tersedia pada: http://balitnak.litbang.deptan.go.
id/index.php?option=com_phocadownload&view=category&id=66:3&dow
nload=1038:3&Itemid=153.

9
Lampiran 1 Hasil uji chi-square pengaruh faktor inang terhadap risiko toxocarosis
Jenis Kelamin
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig.

Exact Sig.

Exact Sig.

(2-sided)

(2-sided)

(1-sided)

a

1

.000

16.814

1

.000

17.223

1

.000

19.923
b

df

Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear

.000
19.738

1

.000

Association
N of Valid Cases

108

Umur
Value

df

Asymp. Sig.
(2-sided)

a

2

.000

Likelihood Ratio

35.667

2

.000

Linear-by-Linear

32.212

1

.000

Pearson Chi-Square

38.626

Association
N of Valid Cases

108

.000

10
Lampiran 2 Hasil uji chi-square pengaruh faktor manajemen terhadap risiko
toxocarosis
Cara Beternak
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig.

Exact Sig.

Exact Sig.

(2-sided)

(2-sided)

(1-sided)

a

1

.494

.106

1

.745

.504

1

.478

.469
b

df

Fisher's Exact Test

.724

Linear-by-Linear

.464

1

.390

.496

Association
N of Valid Cases

108

Alas Kandang
Value

df

Asymp. Sig.
(2-sided)

a

2

.312

Likelihood Ratio

3.768

2

.152

Linear-by-Linear

.000

1

.990

Pearson Chi-Square

2.328

Association
N of Valid Cases

108

Pakan Rumput
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig.

Exact Sig.

Exact Sig.

(2-sided)

(2-sided)

(1-sided)

a

1

.589

.000

1

1.000

.252

1

.615

.292
b

df

Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear

.484
.289

Association
N of Valid Cases

108

1

.591

.484

11
Pakan Daun
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig.

Exact Sig.

Exact Sig.

(2-sided)

(2-sided)

(1-sided)

a

1

.687

.000

1

1.000

.177

1

.674

.163
b

df

Fisher's Exact Test

1.000

Linear-by-Linear

.161

1

.567

.688

Association
N of Valid Cases

108

Pakan Jerami
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig.

Exact Sig.

Exact Sig.

(2-sided)

(2-sided)

(1-sided)

a

1

.287

.524

1

.469

1.240

1

.265

1.131
b

df

Fisher's Exact Test

.498

Linear-by-Linear

1.121

1

.241

.290

Association
N of Valid Cases

108

Bentuk Rumput
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig.

Exact Sig.

Exact Sig.

(2-sided)

(2-sided)

(1-sided)

a

1

.589

.000

1

1.000

.252

1

.615

.292
b

df

Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear

.484
.289

Association
N of Valid Cases

108

1

.591

.484

12
Kebersihan
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig.

Exact Sig.

Exact Sig.

(2-sided)

(2-sided)

(1-sided)

a

1

.493

.000

1

1.000

.877

1

.349

.471
b

df

Fisher's Exact Test

1.000

Linear-by-Linear

.467

1

.647

.495

Association
N of Valid Cases

108

Anthelmintik
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig.

Exact Sig.

Exact Sig.

(2-sided)

(2-sided)

(1-sided)

a

1

.179

.142

1

.707

1.230

1

.267

1.807
b

df

Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear

.278
1.791

Association
N of Valid Cases

108

1

.181

.278

13

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pamekasan pada 16 Juli 1991 dari Bapak Hari, SE dan
Ibu Hasiyah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara (Raudhatul
Hasanah dan Choirul Achyar). Penulis menyelesaikan pendidikan akademik di
SDN Panempan I, SMPN 1 Pamekasan, SMAN 1 Pamekasan, dan diterima di IPB
melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) 2009 pada program studi
Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan di berbagai
organisasi intra kampus. Kegiatan tersebut diantaranya adalah HIMPRO
(Himpunan Minat dan Profesi) HKSA (Hewan kesayangan dan Satwa Akuatik),
Ketua divisi 3D (Design, Dekorasi, dan Dokumentasi) dalam PCD (Pet Care Day)
2011, Ketua pelaksana Pelatihan Pengambilan Darah dan Diagnosa Kecacingan
pada Hewan Kecil 2012, dan Anggota Organisasi Mahasiswa Daerah GASISMA
(Keluarga Mahasiswa Madura). Penulis mengikuti kegiatan PENGMAS
(Pengabdian Masyarakat) di Dukuh Goleng, Kudus, Jawa Tengah pada bulan Juli
2012.
Tugas akhir penulis dalam menyelesaikan pendidikan tinggi di Institut
Pertanian Bogor untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Hewan berjudul
Toxocarosis pada Sapi Potong Peternakan Rakyat di Kecamatan Ujung Jaya,
Sumedang.