Pyuria dan indeks kesehatan pada sapi perah freisien holstein di kawasan usaha peternakan Cibungbulang Bogor

PYURIA DAN INDEKS KESEHATAN SAPI PERAH
Freisian Holstein DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN
CIBUNGBULANG BOGOR

RIZA AKMAL HAQIQI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pyuria dan Indeks Kesehatan
Sapi Perah Freisian Holstein di Kawasan Usaha Peternakan Cibungbulang Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014
Riza Akmal Haqiqi
NIM B04090103

4

PYURIA DAN INDEKS KESEHATAN SAPI PERAH
Freisian Holstein DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN
CIBUNGBULANG BOGOR
ABSTRAK
RIZA AKMAL HAQIQI. Pyuria dan Indeks Kesehatan Sapi Perah Freisien
Holstein di Kawasan Usaha Peternakan Cibungbulang Bogor. Dibimbing oleh R
PUTRATAMA AGUS LELANA.
Pendekatan manajemen kesehatan ternak adalah aspek penting untuk menjamin
produktivitas susu sapi perah di kawasan usaha peternakan sapi perah cibungbulang

bogor. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan mengevaluasi indeks kesehatan
hewan dan teknik uji urinalisis semikuantitattif secara praktis. Hasil evaluasi indeks
kesehatan adalah 5 dari 30 ekor sapi dalam kondisi normal, 6 ekor sapi
menunjukkan peningkatan frekuensi pernafasan, 7 ekor sapi menunjukkan
peningkatan frekuensi pulsus, 12 ekor sapi mengalami peningkatan frekuensi
pulsus dan frekuensi pernafasan. Hasil dari uji urin striptest semikuantitatif adalah
2 dari 30 sapi perah yang di uji mengalami pyuria. Satu ekor sapi positif pyuria
mengalami peningkatan frekuensi jantung, frekuensi pernafasan dan suhu tubuh.
Satu ekor sapi yang lain berada pada kondisi estrus.
Kata kunci: Sapi perah, Indeks kesehatan, pyuria
ABSTRACT
RIZA AKMAL HAQIQI. Pyuria and Health Index on Dairy Cattle Freisien
Holstein at Farm Area Cibungbulang Bogor. Supervised by R PUTRATAMA
AGUS LELANA.
Herd health management approach is important aspect to insure milk productivity
of dairy cattle at the dairy cattle farm area at Cibungbulang Bogor. This approach
can be done by evaluating the animal health index as well as the result of
semiquantitative urinalysis. The result of health index evaluation measuring by
pulse and breath frequency refilled 5 of 30 cattle in normal condition, 6 cattle had
increased breath frequency, 7 cattle had increased pulse frequency, and 12 cattle

had increased pulse and breath frequency. The result of semiquantitative urine
striptest showed that 2 of 30 cattle had pyuria. One of them had increased in
temperature, pulse and breath frequency indicating of urinary tract infection.
Another cattle possible in estrus condition.
Keywords: Dairy cattle, Health Index, Pyuria

5

6

PYURIA DAN INDEKS KESEHATAN SAPI PERAH
Freisian Holstein DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN
CIBUNGBULANG BOGOR

RIZA AKMAL HAQIQI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

7

8

9

Judul Skripsi : Pyuria dan Indeks Kesehatan pada Sapi Perah Freisien Holstein di
Kawasan Usaha Peternakan Cibungbulang Bogor
Nama
: Riza Akmal Haqiqi
NIM
: B04090103

Disetujui oleh


Dr Drh RP Agus Lelana, SpMP MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus :

10

11

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian adalah Pyuria
dan Indeks Kesehatan Pada Sapi Perah Freisien Holstein di Kawasan Usaha
Peternakan Cibungbulang Bogor.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr Drh RP. Agus Lelana, SpMP MSi
selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada
penulis selama penelitian dan penyusunan tugas akhir. Selain itu ucapan
terimakasih juga saya sampaikan kepada Prof Drh. Bambang Pontjo MS PhD APvet
selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan selama penulis menjalankan
studi. Tidak lupa juga ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pimpinan
beserta staf Laboratorium Patologi Klinik, Divisi Penyakit Dalam, Depertemen
KRP, FKH IPB yang telah membantu penulis dalam penelitian.
Ucapan terimakasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada orang
tua penulis Hardianto dan Limyana dan adinda Isna Fauzia Rahmah dan Inas
Husnun Nabila serta seluruh keluarga besar atas doa, semangat dan cinta yang
selalu diberikan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman
Geochelone 46 dan Acromion 47 atas bantuan, saran dan motivasi selama berjuang
menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan,
untuk itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014


Riza Akmal Haqiqi

12

13

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

MATERI DAN METODE

2

TINJAUAN PUSTAKA

3


HASIL DAN PEMBAHASAN

6

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

11


RIWAYAT HIDUP

13

14

DAFTAR TABEL
1 Data indeks kesehatan hasil penelitian
2 Korelasi diagnosa frekuensi pulsus dan frekuensi nafas
3 Status indeks kesehatan sapi perah positif pyuria

7
8
10

DAFTAR GAMBAR
1 Grafik frekuensi pulsus dan nafas pada sampel 30 sapi perah
2 Grafik suhu tubuh pada sampel 30 sapi perah


9
9

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sapi perah Friesian Holstein diminati di Indonesia mengingat selain mudah
beradaptasi, susunya mengandung kadar lemak yang rendah, sehingga cocok
dengan permintaan pasar. Menurut Apriyantono (2007) produksi susu segar belum
mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri dan cenderung mengalami
pertumbuhan negatif, untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan pendekatan
komprehensif, termasuk aspek manajemen kesehatan ternak.
Pengembangan manajemen kesehatan ternak, selain pengembangan SDM
dan penerapan good farming practises, untuk mengangani permasalahan kesehatan
sapi perah yang besar di lapangan perlu didukung dengan pengembangan teknologi
diagnosis yang praktis. Teknologi diagnosis tersebut contohnya adalah kajian
indeks kesehatan dan uji urinalisis.
Indeks kesehatan merupakan suatu informasi yang menggambarkan tingkat
kesehatan hewan yang dicerminkan dari hasil pemeriksaan klinis secara praktis,
seperti pemeriksaan suhu tubuh, frekuensi pernafasan, dan frekuensi pulsus. Uji
urinalisis secara praktis dapat dilakukan menggunakan urine-striptest yang
mencerminkan kadar mineral dan benda-benda darah secara semikuantitatif.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui aplikasi indeks kesehatan dan
uji urinalisis di Kawasan Usaha Peternakan Cibungbulang Bogor.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil indeks kesehatan
berdasarkan pemeriksaan temperatur , pulsus, dan pernafasan serta timbulnya
pyuria pada sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang
Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian
1.

2.

Manfaat yang diharapkan adalah menambah informasi mengenai kondisi
ternak dan memberikan saran dalam mengatasi permasalahan kesehatan pada
sapi perah di peternakan rakyat Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK)
Cibungbulang Kabupaten Bogor.
Penggunaan dan pengembangan teknologi kedokteran hewan yang praktis
yaitu urine-striptest.

2

MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian telah dilakukan pada bulan Januari hingga Mei 2014 di Peternakan
Rakyat Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah 30 sampel urin segar
dari sapi perah yang ada di KUNAK Bogor. Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah: Gayung, gelas ukur, lap, stetoskop, termometer, strip tes urin
(Verify), kamera.
Prosedur
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada 30 sapi perah meliputi pengukuran suhu dengan
menggunakan termometer, Pulsus hewan dapat dirasakan dengan menempelkan
tangan pada pembuluh darah arteri coccygeal di bawah ekor bagian tengah sekitar
10 cm dari anus dan penghitungan frekuensi nafas pada sapi dilakukan dengan cara
menghitung gerakan flank dan tulang rusuk yang bergerak simetris pada saat
inspirasi selama 1 menit.
Pemeriksaan Urin
Sampel urin yang digunakan dari 30 ekor sapi perah adalah urin pertama
pada pagi hari. Urin segar ditampung dalam gelas ukur dan langsung diperiksa
dengan menggunakan urine-striptest (Verify) dan dianalisis. Pada urine-striptest
terdapat parameter kelainan antara lain leukosit, nitrogen, urobilinogen, protein,
pH, kadar darah, keton, bilirubin, dan glukosa.
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan mengelompokkan status indeks
kesehatan sapi terhadap rentang normal frekuensi pulsus, nafas dan suhu tubuh.
Rentang normal frekuensi pulsus 55-80 kali /menit (Kelly 1984), frekuensi nafas
24-42 kali/menit (Frandson 1992), suhu tubuh 38,0-39,0 °C (Rosenberger 1979).
Pengukuran prevalensi sapi kejadian pyuria dilakukan dengan menghitung
jumlah sapi yang terkena pyuria dari keseluruhan sampel sapi. Prevalensi kejadian
pyuria dihitung dengan menggunakan rumus:
Prevalensi=

Jumlah sapi positif pyuria
× 100%
Total sampel sapi

3

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Perah Friesien Holstein
Sapi merupakan anggota famili Bovidae dan subfamili Bovinae. Sapi
didomestikasi sekitar 6500 SM di perbatasan Eropa-Asia. Sapi yang didomestikasi
dan menjadi hewan ternak ini merupakan sapi modern (Bos taurus dan Bos indicus).
Berdasarkan tujuan pemeliharaannya, bangsa sapi dikelompokkan menjadi dua
tipe, yaitu tipe sapi potong dan tipe sapi perah. Jenis sapi potong yang telah
diternakkan dan berkembang di Indonesia adalah sapi Brahman, sapi Limousin,
sapi Simental, sapi Ongole, sapi Peranakan Ongole dan sapi Bali (Nugroho 2008).
Jenis sapi perah unggul dan paling banyak dipelihara di dunia adalah sapi Shorthorn
(Inggris), Friesien Holstein (Belanda), Yersey (Selat Channel antara Inggris dan
Perancis), Brown Swiss (Switzerland), Red Danish (Denmark) dan Droughtmaster
(Australia). Jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk
dibudidayakan di Indonesia adalah sapi Friesien Holstein.
Indeks Kesehatan
Indeks kesehatan merupakan suatu informasi yang menggambarkan tingkat
kesehatan hewan yang dicerminkan dari hasil pemeriksaan klinis secara praktis,
seperti pemeriksaan suhu tubuh, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan body
condition score. Suhu tubuh dapat diukur dengan menggunakan termometer per
rectal dengan memasukkan termometer kedalam rectum. Suhu normal pada sapi
berkisar antara 38,0-39,0 derajat celcius (Rosenberger 1979).
Menghitung frekuensi pernafasan pada sapi dapat dilakukan dengan
menghitung gerakan respirasi saat inspirasi dan ekspirasi dari dinding thorax.
Penghitungan jumlah pernafasan juga dapat dilakukan dengan menghitung angin
yang keluar dari lubang hidung dengan menggunakan punggung telapak tangan.
Frekuensi pernafasan normal pada sapi berkisar antara 24-42 kali per menit
(Frandson 1992).
Menghitung frekuensi nadi dapat dilakukan dengan menghitung denyut nadi
dalam satu menit. Pada sapi penghitungan denyut nadi dilakukan pada arteri
coccigealis atau arteri fascialis. Denyut nadi normal pada sapi berkisar antar 55-80
kali per menit (Kelly 1984). Body condition score adalah suatu metode yang
digunakan untuk menggambarkan tingkat perlemakan/kegemukan dengan kisaran
angka antara 1-9, berdasarkan bentuk dan konformasi tubuh (bukan berdasarkan
bobot). Sapi dengan bobot sama mungkin memiliki tingkat BCS yang berbeda. BCS
dilihat berdasarkan perlemakan pada brisket, iga,punggung, pinggul, tulang tanduk
dan pangkal ekor.

4

Urinalisis
Fisiologi Pembentukan Urine
Ginjal adalah organ yang menyerap plasma dan unsur-unsur plasma dari
darah, dan kemudian secara selektif menyerap kembali air dan unsur-unsur yang
berguna yang kembali difitrat yang pada akhirnya mengeluarkan kelebihan dan
produk buangan plasma. Menurut Frandson (1992) hampir semua jenis ternak
memiliki bentuk seperti kacang kecuali ginjal sapi dengan lobul-lobulnya. Ginjal
terletak pada bagian dorsal dari rongga abdominal pada tiap sisi dari aorta dan vena
kava yang tepat pada posisi ventral terhadap beberapa vertebrae lumbal yang
pertama. Pada sapi, apabila rumennya sudah penuh, ginjal kiri dapat terdorong ke
kanan sejauh bidang median atau di atasnya. Pada sapi ginjal kiri dapat bersifat
lebih jauh longgar melekat pada dinding tubuh dibanding dengan ginjal kanan,
akibatnya arteri dan vena renal kiri lebih panjang daripada pembuluh-pembuluh
sebelah kanan. Ginjal menempel jauh lebih dekat ke dinding abdominal melalui
fosia, pembuluh, dan peritonium daripada organ-organ lain. Nefron adalah unit
struktur dan fungsi ginjal. Nefron terdiri atas glomerulus, kapsul glomerulus
(kapsula Bowman), tubulus kontortus proksimalis, loop Henle dan tubulus
kontortus distalis. Glomerulus merupakan suatu tuft dari kapiler-kapiler. Menurut
Subronto (1985) pada sapi dengan berat 400 kilogram, maka berat ginjalnya sekitar
0,3 % berat badan, berat keduanya 1200 gram.
Menurut Guyton (1990) proses pembentukan urin dimulai darah yang
memasuki nefron pada bagian glomerulus dari arteriol aferen dan kemudian
meninggalkan arteriol eferen. Glomerulus merupakan suatu jalinan dari sampai 50
kapiler sejajar yang dilapisi oleh sel-sel epitel. Tekanan darah dalam glomerulus
menyebabkan cairan difiltrasikan ke dalam kapsula Bowman, kemudian darah
mengalir pertama ke dalam tubulus proksimalis. Dari sini cairan tersebut akan
mengalir ke dalam lengkung Henle yang dekat dengan medula ginjal tersebut
nefron- nefron jukstamedular. Dari lengkung Henle cairan akan mengalir melalui
tubulus distalis. Akhirnya cairan tersebut mengalir ke dalam tubulus (duktus)
koligens, yang mengumpulkan cairan dari beberapa nefron. Duktus koligens
berjalan dari korteks kembali ke bawah melalui medula, sejajar dengan lengkung
Henle. Kemudian bermuara ke dalam pelvis. Ketika filtrat glomerulus mengalir
melalui tubulus tersebut, kebanyakan air dan berbagai zat yang terlarut di dalamnya
direabsorbsi ke dalam kapiler peritubulus dan sejumlah kecil solut lain disekresikan
ke dalam tubulus. Air dan solut tubulus yang tersisa menjadi urin. Di dalam ginjal
terjadi rangkaian proses filtrasi, reabsorbsi, dan augmentasi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Urine
Faktor yang pertama adalah Hormon Anti Diuretik (ADH). Hormon ADH

dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior. Hormon ini akan mempengaruhi
penyerapan air pada bagian tubulus distalis karena meningkatkan permeabilitias sel
terhadap air. Jika hormon ADH rendah maka penyerapan air berkurang sehingga
urin menjadi banyak dan encer. Sebaliknya, jika hormon ADH banyak, penyerapan
air banyak sehingga urin sedikit dan pekat. Kehilangan kemampuan mensekresi

5

ADH menyebabkan penyakit diabetes insipidus. Penderitanya akan menghasilkan
urin yang sangat encer (Subronto dan Tjahati 2001).
Faktor yang ke-2 adalah keseimbangan asam dan basa. Kondisi asam dan basa
(pH) tergantung dari konsentrasi hidrogen di dalam larutan. Makin banyak H+
maka pH akan turun. Ion H+ juga terkandung dalam makanan yang punya sifat (+)
misalnya daging, sehingga biasanya pada karnivora memiliki pH urin yang asam.
Menurut Subronto dan Tjahati (2001) makanan yang rendah protein dan banyak
mengandung garam karbonat pada herbivora menyebabkan cairan tubuh ion H+
banyak ternetralkan oleh garam tersebut sehingga pH urin tersebut basa.
Faktor yang ke-3 adalah tekanan darah. Apabila tekanan arteri meningkat
maka akan meningkatkan tekanan filtrasi dalam glomerolus sehingga laju filtrasi
akan meningkat. Hal ini akan menurunkan jumlah urin yang akan diekskresi
(Guyton 1990).
Faktor yang ke-4 adalah tingkah laku dan aktivitas. Banyaknya air yang
diminum, akan menurunkan konsentrasi protein yang dapat menyebabkan tekanan
koloid protein menurun sehingga tekanan filtrasi kurang efektif. Hasilnya, urin
yang diproduksi banyak. Selain itu, semakin tinggi aktivitas yang dilaksanakan
maka pengeluaran urin akan semakin sedikit karena cairan tubuh tereksresikan oleh
bagian alat ekskresi lainnya misalnya keringat dari kulit (Rotoro 1992).
Faktor yang ke-5 adalah gangguan penyakit spesifik. Adanya gangguan
penyakit yang bersifat spesifik juga mempengaruhi produksi urin. Misalnya pada
penyakit nefretis intertisialis kronis akan meningkatkan ekskresi urin karena
penurunan reabsorbsi dari tubulus, serta adanya kegagalan penyerapan air dari sel.
Hal ini juga ada kaitannya dengan sekresi ADH.
Faktor yang ke-6 adalah syaraf. Rangsangan pada syaraf ginjal akan
menyebabkan penyempitan duktus aferen sehingga aliran darah ke glomerulus
berkurang. Akibatnya, filtrasi kurang efektif karena tekanan darah menurun
Faktor yang ke-7 adalah banyak sedikitnya hormon insulin. Apabila hormon
insulin kurang (penderita diabetes melitus), kadar gula dalam darah akan
dikeluarkan lewat tubulus distalis. Kelebihan kadar gula dalam tubulus distalis
mengganggu proses penyerapan air, sehingga akan sering mengeluarkan urin.
Teknik Uji Urinalisis
Urinalisis adalah keadaan dimana ada kelainan pada kandungan urine. Sejak
dahulu suku-suku primitif telah dapat melihat adanya penyimpangan pada urin,
misalnya pada perubahan warna air kemih yang disertai rasa sakit karena radang
kantung air kemih atau adanya semut dan insekta lainnya yang mengerumuni air
kemih pada penderita diabetes (Bradley dan Benson 1974 dalam Rotoro 1992,
Girindra 1988). Analisa urin sudah banyak mengalami kemajuan dari zaman ke
zaman. Sejarah patologi klinik dimulai dari pemeriksaan dalam urin dan darah
kemudian baru mempelajari hubungannya yang ada dalam tubuh. Perkembangan
patologi klinik semakin memperbesar makna suatu analisa. Dengan analisa yang
tepat dapat diketahui zat-zat yang normal dalam jumlah yang menyimpang atau
adanya perubahan bentuk dari zat-zat yang terkandung di dalam urin (Rotoro 1992).
Urinalisis adalah suatu pemeriksaan urin yang meliputi pemeriksaan
makroskopis, mikroskopis, dan kimia urin. Pemeriksaan urin dilakukan keperluan

6

untuk penyaringan, diagnosa sehingga berperan penting dalam pengobatan suatu
penyakit. (Blood et al. 1979).
Pemeriksaan makroskopis urin meliputi :1.Warna ; 2.Kejernihan; 3.Bau ;
sedangkan pemeriksaan mikroskopis urin terdiri dari :1.Sel- sel dalam urin yaitu
sel-sel epitel, silinder urin, bahan organik/kristal; 2.Parasit dan bakteri urin. Pada
pemeriksaan kimiawi urin yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan protein,
glukosa, keton, Bilirubin, urobilinogen, berat jenis dan darah. Sampel urin mudah
dievaluasi untuk melihat adanya sel darah merah, protein, glukosa, leukosit, yang
dalam keadaan normal tidak ditemukan atau sedikit jumlahnya dalam urin (Corwin
2000).
Pyuria
Piuria merupakan keadaan dimana terdapat sel darah putih di dalam kemih.
Keadaan tersebut menggambarkan adanya eksudasi dari radang saluran
perkencingan (Subronto 1985). Menurut Wirasmono (1977), perubahan jumlah
atau macam dan jenis leukosit yang beredar sangat berguna untuk membantu
diagnosa dan prognosa. Leukosit dapat ditemukan dalam jumlah sedikit dalam urin
normal baik pada hewan jantan maupun betina. Bagian distalis dari uretra
mengandung bakteri dan sejumlah kecil leukosit, karena itu setiap porsi urin secara
langsung dicurahkan ke dalam tabung pemeriksaan selalu dicemari dengan flora
normal uretra. Hal ini dapat memberikan penilaian yang salah tentang pengukuran
leukosit. Pencemaran urin dapat terjadi karena pengeluaran urin melalui labia
hewan betina dan preputium pada hewan jantan. Untuk mengurangi pencemaran
tersebut maka pancaran pertama tidak ditampung.
Pada keadaan estrus maka hewan betina akan memberikan jumlah leukosit
sedikit lebih banyak dibandingkan yang normal (Rotoro 1992). Kehadiran sel
nanah atau leukosit polimorfonuklear dalam jumlah besar di urin disebut pyuria.
Hal ini menunjukkan hewan sedang melakukan perlawanan terhadap proses
perbarahan supuratif dari traktus urogenital dan biasanya menunjukkan infeksi yang
akut (Wells 1962 dalam Rotoro 1992). Perubahan-perubahan dapat terjadi sebagai
akibat adanya leukosit dalam urin dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya
penyakit yang menyerang alat hemopoitis seperti sumsum tulang, tenunan limfe,
limfa, dan tetunan retikulo endotel atau penyakit-penyakit primer yang menyerang
alat tubuh lainnya tetapi secara tidak langsung merubah susunan darah yang beredar
karena pada pusat-pusat hemopoites (Wirasmono 1977).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian yang dilakukan di Kunak Bogor berjalan dengan sukses dan
lancar. Tiga puluh sampel sapi yang diperiksa indeks kesehatannya menunjukkan
hasil yang beragam. Pada penelitian ini indeks kesehatan yang ditampilkan adalah
frekuensi pulsus, frekuensi pernafasan dan suhu tubuh. Uji urinalisis menggunakan
urine strip-test semikuantif sangat praktis digunakan di lapangan. Hasil uji

7

urinalisis dari tiga puluh sampel sapi yang di uji, terdapat dua sapi yang
memperlihatkan positif pyuria.

Indeks Kesehatan
Frekuensi pulsus normal pada sapi dewasa adalah 55–80 kali per menit,
sedangkan frekuensi pulsus anak sapi dapat mencapai 100–120 kali per menit.
Frekuensi pulsus sapi betina yang sedang bunting dapat meningkat hingga 15-40%,
dan untuk sapi laktasi akan meningkat hingga 10% (Kelly 1984). Pada data
penelitian terdapat 2 sapi bunting yaitu bunting 3 bulan dan 7 bulan. Pada sapi
bunting 7 bulan frekuensi pulsus mengalami peningkatan sampai 88 kali/menit.
Pada sapi bunting 3 bulan frekuensi pulsus masih pada rentang normal yaitu 60
kali/menit, keadaan ini terjadi karena pada sapi bunting 3 bulan kebutuhan
metabolisme dan suplai nutrisi untuk fetus tidak sebesar pada sapi bunting 7 bulan.
Frekuensi pulsus dipengaruhi oleh aktifitas fisik tubuh, latihan dan kondisi
lingkungan seperti suhu lingkungan dan kelembaban udara. Peningkatan frekuensi
jantung disebut tachycardia sedangkan penurunan frekuensi jantung disebut
bradycardia (Rosenberger 1979).
Pada data penelitian Sapi bunting 7 bulan tidak mengalami kenaikan
frekuensi pernafasan namun pada sapi bunting 3 bulan sapi mengalami kenaikan
frekuensi pernafasan. Kondisi ini terjadi karena sapi bunting 3 bulan lebih aktif
dibandingkan dengan sapi bunting 7 bulan, hal ini sesuai dengan pernyataan Kelly
(1984) bahwa frekuensi pernafasan dipengaruhi aktifitas fisik dan kegelisahan.
Selain itu frekuensi pernafasan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah ukuran tubuh, umur, suhu lingkungan, adanya gangguan pada saluran
pencernaan, kondisi kesehatan hewan, dan posisi hewan.
Tabel 1 Data indeks kesehatan hasil penelitian
A
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

B
Pasca melahirkan
Pasca melahirkan
Tidak bunting
bunting 3 bln
Tidak bunting
bunting 7 bln
Pasca melahirkan
Tidak bunting
Pasca melahirkan
Tidak bunting
Tidak bunting
Tidak bunting
Tidak bunting
Tidak bunting
Tidak bunting

C
76
84*
88*
60
84*
88*
96*
92*
72
92*
88*
84*
92*
64
72

D
56*
60*
44*
52*
56*
36
40
44*
48*
56*
68*
80*
84*
80*
68*

E
37,5*
39,3*
37,8*
37,7*
38,6
38,1
38,8
38,3
38,0
38,3
37,6*
38,9
37,8*
38,9
38,7

A
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

B
Tidak bunting
Pasca melahirkan
Tidak bunting
Tidak bunting
Tidak bunting
Tidak bunting
Tidak bunting
Tidak bunting
Tidak bunting
Tidak bunting
Tidak bunting
Tidak bunting
Pasca melahirkan
Tidak bunting
Tidak bunting

C
84*
64
92*
108*
56
72
92*
84*
64
56
84*
88*
72
88*
84*

D
60*
36
52*
40
40
36
56*
36
40
36
36
40
56*
40
80*

E
38,8
37,9*
38,1
37,5*
38,9
37,3*
39,0
37,8*
37,3*
38,0
37,9*
38,3
38,9
37,5*
38,1

Keterangan : *nilai berada diluar range normal, range normal frekuensi pulsus 55-80 kali/menit
(Kelly 1984), frekuensi nafas 24-42 kali/menit (Frandson 1992), Suhu tubuh 38,0-39,0 °C
(Rosenberger 1979). A= nomor, B= status, C= frek.pulsus/menit, D= frek. nafas/menit, E= suhu
tubuh

8

Tabel 2 Korelasi Diagnosa frekuensi pulsus dan frekuensi nafas
Indeks Kesehatan

P Nf

P Nf

P Nf

P Nf

P Nf

P Nf

P Nf

P Nf

P Nf

Diagnosa

NN

N↑

N↓

↑N

↓N

↑↑

↓↓

↑↓

↓↑

Jumlah

5

6

0

7

0

12

0

0

0

Keterangan: P= Pulsus, Nf= Nafas, N=Normal, ↑=meningkat, ↓= menurun

Sapi yang memiliki frekuensi pulsus dan frekuensi pernafasan normal
sebanyak 5 ekor, sapi yang hanya mengalami kenaikan frekuensi pernafasan
berjumlah 6 ekor, sapi yang hanya memiliki kenaikan frekuensi pulsus sebanyak 7
ekor dan sapi yang memiliki profil kenaikan frekuensi Pulsus dan frekuensi
pernafasan berjumlah 12 ekor.

Frekuensi pulsus dan nafas/ menit

9

120

108
96

100
80
60

88

84

92

88

84

92

76

88

72
60
52

60

56

8480

92
84

68

56

92
7268

64

40

36

40

44

6

7

8

84

84

88

72
60 64

56

44

92

84

80

8480

72
64

56

52

48

88

40

36

40

56
36

56
36

40

56

36

36

40

40

20
0
1

2

3

4

5

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

SAPI

Suhu tubuh per rectal (°C)

Gambar 1 Frekuensi pulsus dan pernafasan pada sapi perah (Daerah diberi tanda
diberi tanda
menunjukkan frekuensi pernafasan yang normal )
39,5
39
38,5
38
37,5
37
36,5
36

37,5

1

2

3

4

38,3

38,1

37,8 37,7

38,9

38,8
38

6

7

8

9

10

11

37,9

37,8

12

13

38,1

15

28

16

17

29

30

Frek.nafas

18

19

38,9
38 37,9

37,8

37,5

14

39

38,9

38,7 38,8

38,3
37,6

5

38,9

27

menunjukkan frekuensi pulsus yang normal, daerah

39,3
38,6

26

frek. pulsus

37,3

20

21

38,3

38,1
37,5

37,3

22

23

24

25

26

27

28

29

30

SAPI

Gambar 2 Suhu tubuh per rectal pada sapi perah (Daerah diberi tanda

menunjukkan suhu tubuh yang normal)
9

10

10

Pyuria pada Sapi Perah
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi kejadian pyuria sebesar 6,67 %.
Keadaan leukosit dari 30 ekor sapi perah yang diperiksa memperlihatkan hasil yang
positif (70) pada sapi no 2 dan sapi no 20. Warna yang terbentuk pada urine striptest adalah ungu dalam selang waktu 1-2 menit. Standar nilai urin normal berkisar
0 - 25 leu/µl dengan level 0-500 leu/µl, sedangkan dalam keadaan abnormal lebih
dari 25 leu/µl. Peningkatan jumlah leukosit dalam urin dapat terjadi pada penyakitpenyakit traktus urinarius seperti cistitis akut, uretritis, nefritis akut, pyelonefritis
kronis, glomerulonefritis kronis, kalkuli ginjal, kalkuli uretra (leukosit ringan).
Selain itu, adanya leukosit juga menandakan adanya gangguan pada traktus
genitalia, seperti metritis, vulvitis, vaginitis, balanopostitis dan sebagainya (Wells
1962; Bradley dan Benson 1974 dalam Rotoro 1992).
Tabel 3 Status indeks kesehatan sapi positif pyuria
Sapi nomor ke-

Status

2
20

Pasca melahirkan
Tidak bunting

Sapi positif pyuria
Frekuensi
Frekuensi
jantung/menit
nafas/menit
84*
60*
56
40

Suhu tubuh
39,3*
38,9

Keterangan: *mengalami kenaikan

Sapi perah nomor dua memiliki performance indeks kesehatan yang tidak
normal, yaitu frekuensi pulsus yang tinggi dan frekuensi pernafasan yang tinggi.
Keadaan yang demikian dipengaruhi oleh keadaan sapi pasca melahirkan. Proses
melahirkan sapi dapat menimbulkan radang pada saluran reproduksi termasuk
vagina. Radang tersebut akan berubah menjadi eksudat dan akan ikut terbawa oleh
urin yang keluar melewati vagina. Suhu tubuh yang tinggi merupakan suatu indikasi
terjadinya peradangan di dalam tubuh hewan termasuk pada saluran urogenital.
Sapi nomor dua puluh menunjukkan performance yang normal, berbeda
dengan sapi nomor dua. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sapi nomor
dua puluh tidak mengalami kebuntingan tetapi sapi nomor dua puluh sedang
mengalami masa estrus, sehingga kadar leukosit pada urin tinggi. Pyuria dapat
menjadi indikasi penyakit-penyakit traktus urinarius dan penyakit-penyakit traktus
genitalia. Untuk mengetahui penyakit spesifik yang diderita oleh sapi yang
menderita piuria perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut.
Pembahasan
Pyuria merupakan keadaan dimana terdapat sel darah putih di dalam kemih.
Keadaan tersebut menggambarkan adanya eksudasi dari radang saluran
perkencingan (Subronto 1985). Penelitian dilakukan secara praktis di lapangan
menggunakan urine striptest kuantitatif.
Pada kasus pyuria, sapi betina yang berada pada keadaan estrus akan
memberikan jumlah leukosit sedikit lebih banyak dibandingkan yang normal
(Rotoro 1992). Sapi perah pada fase estrus tidak mengalami pendarahan keluar
karena tidak adanya arteri spiral seperti pada primata. Pada sapi perah yang terjadi
adalah adanya perobakan endometrium dan sel-sel yang sudah tidak dibutuhkan

11

akan dimakan oleh sel-sel darah putih pada tubuhnya sendiri. Peluruhan sel
endometrium ini disebabkan karena adanya pengurangan jumlah hormon
progesteron yang dihasilkan oleh korpus leteum. Sel- sel darah putih yang berada
pada endometrium akan terbawa oleh urin.
Pada keadaan pasca melahirkan Infeksi sering terjadi karena over-kontraksi
pada uterus. Infeksi tersebut menyebabkan sel-sel darah putih bermigrasi pada
uterus. Eksudasi yang terjadi pada uterus akan menyebar pada vagina jika tidak
diperiksa dan ditangani sejak dini. Eksudat yang ada pada vagina akan terbawa oleh
urin.
Pemeriksaan praktis menggunakan urine strip-test semikuantitatif sangat
berhubungan dengan keadaan indeks kesehatan sapi perah. Pemeriksaan praktis ini
sangat berfungsi dalam diagnosa kasus-kasus urinalisis. Pada kasus pyuria maka
frekuensi pulsus dan frekuensi pernafasan akan mengalami peningkatan. Hasil
penelitian pada sapi nomor dua puluh tidak menunjukkan gejala klinis seperti
peningkatan frekuensi pulsus, pernafasan dan suhu.
Ditemukannya kasus pyuria dengan tidak menunjukkan gejala klinis seperti
peningkatan suhu tubuh, frekuensi nafas dan pulus, maka semakin memperkuat
alasan jika penggunaan urine strip-test sangat penting untuk diagnosa penyakitpenyakit dalam terutama pada saluran urogenital sapi perah.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil dari penelitian adalah 5 dari 30 ekor sapi perah di kawasan usaha
peternakan Cibungbulang Bogor yang menunjukkan indeks kesehatan normal. 12
dari 30 ekor sapi mengalami kenaikan frekuensi pulsus dan pernafasan. Kenaikan
frekuensi pulsus dan nafas menunjukkan adanya kemungkinan infeksi, anemia atau
keadaan bunting. Dua dari tiga puluh sapi mengalami pyuria, hal ini dikarenakan
infeksi saluran urinarius atau keadaan sapi estrus.
Saran
Uji urinalisis perlu dikembangakan untuk pemeriksaan yang praktis di
lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, A. 2007. Politik pangan pemerintahan SBY-Kalla. Media Inovasi.
Tahun ke-16 Nomor 2: 6 – 15.
Bradley GM and Benson ES. 1974. Examination of The Urin. Davidson, Henry I,
Jb.Clinical Diagnosis by Laborathory Method .15 th.Ed. WB Saunders. Co.
Philadelphia. 15-80

12

Breazile JE. 1971. The Kidney. Textbook of Veterinary Physhiology. Lea and
Febriger. Philadelphia. 315-336 Coles EH. 1986. Veterinary Clinical
Phatology. 4 nd
Corwin EJ. 2000. Buku Saku Patofisiologi (Handbook of Phatophysiology).
Penerbit Buku Kedokteran. EG. Jakarta.
Doxey DL. 1971. The Urinary Sistem. Veterinary Clinical Phatology. The Williams
& Wilkims.Co. Ballierre Tindall. London. 151-170
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi keempat. Penerjemah.
Srigandono M dan Koen Praseno SU. Fakultas Peternakan Diponegoro.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 648-677
Girindra A. 1988. Biokimia Patologi: Petunjuk Praktikum. Bogor : PAU- Institut
Pertanian Bogor. 1-53
Guyton AC. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit (Human Physiology
And Mechanism Of Disease). Edisi Ke III ; Alih Bahasa Petrus Andrianto.:
Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 265-342
Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis. London: Bailliere Tindall.
Rosenberger G. 1979. Clinical Examination of Cattle. Berlin & Hamburg: Verlag
Paul Parley.
Rotoro SR. 1992. Tinjauan Beberapa Manfaat Klinik Dari Analisa Urin Anjing
Melalui Pemahaman Proses Pembentukan Urin Dan Penetapan Nilai Urin
Sehat. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor
Sirupang Y. 2007. Pola Perubahan Elektrolit Pada Pemberian Obat-Obat Diuretik.
http://purpleastria.wordpress.com/ yaped sirupang.htm. [Sabtu, 24. Mei.
2014]
Subronto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Subronto dan Tjahajati I. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

13

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 11 Desember 1990.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Hardianto dan
Limyana. Penulis melakukan pendidikan sekolah menengah tingkat atas di SMA
Negeri 2 Ngawi dan kemudian menempuh pendidikan sarjana di Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI IPB).
Selama melakukan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, penulis
pernah menjadi Komandan Tertinggi Tingkat Persiapan Bersama TPB A14 (komti)
periode 2009-2010, Anggota IMAKAHI 2010-2011, Anggota Himpunan Profesi
Ruminansia Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.