Studi Kasus Proteinuria pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan Cibungbulang, Bogor.

STUDI KASUS PROTEINURIA PADA SAPI PERAH DI
KAWASAN USAHA PETERNAKAN CIBUNGBULANG,
BOGOR

MAYAHSASTRIAH BINTI JUSMAN

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kasus Proteinuria
pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan Cibungbulang, Bogor adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Mayahsastriah Binti Jusman
NIM B04098901

ABSTRAK
MAYAHSASTRIAH BINTI JUSMAN. Studi Kasus Proteinuria pada Sapi Perah
di Kawasan Usaha Peternakan Cibungbulang, Bogor. Dibimbing oleh RP AGUS
LELANA.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proteinuria pada sapi perah di
Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang, Bogor, sebagai upaya
penjaminan status kesehatan dalam memenuhi kebutuhan susu segar di Indonesia.
Sebanyak 30 ekor sapi perah yang diperiksa menggunakan metode semi
kuantitatif strip tes, tiga ekor sapi yang tidak bunting mengalami proteinuria
disertai dengan peningkatan frekuensi pulsus. Sebanyak tiga ekor sapi perah
proteinuria, satu diantaranya menderita pyuria, hematuria, dan glukosuria. Hasil
analisis menggunakan tabel pendiagnosaan gangguan prerenal, renal, dan
postrenal, sapi perah tersebut diduga berpotensi menderita glomerulonefritis,
glomerulosclerosis, interstisial nefritis atau urolithiasis. Penelitian ini memberikan

justifikasi efektifitas penggunaan semi kuantitatif urin strip tes.
Kata kunci: sapi perah, proteinuria, pyuria, hematuria, dan glukosuria

ABSTRACT
MAYAHSASTRIAH BINTI JUSMAN. Case Study of Proteinuria In Dairy
Cattle Ranch Business Zone Cibungbulang In Bogor. Supervised by RP AGUS
LELANA.
This research aims to study the proteinuria in dairy cows in Region
Livestock enterprises (Kunak) Cibungbulang, Bogor, as a guarantee of health
status to fulfill the needs of fresh milk in Indonesia. A total of 30 dairy cows were
examined using semi-quantitative test strips, three cows that are not pregnant
have proteinuria accompanied by increased frequency of pulsus. A total of three
dairy cows proteinuria, one of whom suffered pyuria, hematuria, and glucosuria.
Results were analyzed using a table of diagnosing disorders prerenal, renal, and
Postrenal, dairy cows are thought to potentially suffer from glomerulonephritis,
glomerulosclerosis, interstitial nephritis or urolithiasis. This study provides
justification for the effective use of semi-quantitative urine test strips.
Keywords: dairy cattle, proteinuria, pyuria, hematuria, and glucosuria.

STUDI KASUS PROTEINURIA PADA SAPI PERAH DI

KAWASAN USAHA PETERNAKAN CIBUNGBULANG,
BOGOR

MAYAHSASTRIAH BINTI JUSMAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, karunia dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Judul penelitian yang dipilih adalah

Studi Kasus Proteinuria pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan
Cibungbulang, Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Pimpinan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Dekan Drh Srihadi
Agungpriyono MSc, Ph.D, PAVet (K), Wakil Dekan Bidang Akademik
dan Kemahasiswaan, Drh Agus Setiyono, MS. Ph.D, APVet;
2. Pimpinan KPS Kunak Cibungbulang, Bogor;
3. Dosen pembimbing, Dr Drh R. P Agus Lelana Sp.MP, MSi;
4. Dosen pembimbing akademik Dr Nastiti Kusumorini (almh);
5. Kedua orang tua dan adik-adik saya, Jusman Bin Solon, Murni Binti
Abbas, Mayah Sufiautami, Mohd. Fauzi, dan Maya Fusfalia;
6. Teman Kostan cantik, IPTP 46, Acromion, Ganglion dan Afimi Khamis
atas segala kebersamaan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Mayahsastriah Binti Jusman

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

7

Bahan dan Alat


7

Prosedur Pemeriksaan Fisik

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

SIMPULAN DAN SARAN

10

Simpulan

10

Saran


10

DAFTAR PUSTAKA

10

RIWAYAT HIDUP

12

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Profil Proteinuria berdasarkan Status Kebuntingan pada sapi perah di KUNAK
Cibungbulang, Bogor
8

Profil frekuensi pulsus dan napas pada sapi perah Proteinuria di KUNAK
9
Cibungbulang, Bogor

Profil leukosit, darah, dan glukosa pada sapi perah proteinuria di KUNAK
9
Cibungbulang, Bogor
Analisis pendiagnosaan proteinuria yang disertai dengan pyuria,
10
hematuria,dan glukosuria

DAFTAR GAMBAR
1. Gambar sapi perah Friesian Holstein
2. Gambar label semi kuantitatif strip tes

3
4

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Indonesia sebagai negara tropis telah mengembangkan peternakan sapi
perah peranakan Friesian Holstein (FH) untuk memenuhi kebutuhan susu segar
dalam negeri. Perkembangan populasi sapi perah tersebut pada awalnya
meningkat, tetapi dewasa ini terjadi penurunan. Menurut Balai Pusat Statistik
(BPS) (2014), perkembangan tersebut berawal dari 3000 ekor pada tahun 1970,
lalu berkembang pada tahun 1985 sebesar 193 000 ekor, pada tahun 1991 sebesar
369 000 ekor, pada tahun 2000 sebesar 354 000 ekor, pada tahun 2012 sebesar
612 000 dan menjadi 483 000 ekor pada tahun 2014.
Selama ini kebutuhan konsumsi susu segar dalam negeri belum tercapai
mengingat produktivitas sapi perah belum optimal. Hal ini disebabkan karena
banyaknya kendala teknis, belum meratanya tingkat pengetahuan peternak, serta
banyaknya gangguan penyakit sapi perah yang harus dihadapi. Oleh sebab itu,
peternak atau petugas yang terkait dalam pemeliharaan dan pengelolaan sapi
perah harus melengkapi diri dengan pengetahuan yang memadai. Selain itu,
tanggung jawab mereka untuk menjaga sanitasi dan higiene dalam menjamin
kelayakan kesehatan hewan maupun ketersediaan susu sapi segar bagi masyarakat
perlu ditingkatkan.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengidentifikasi status kelayakan
kesehatan hewan. Salah satu aspek yang bersifat praktis dapat dilakukan dengan
memeriksa kandungan urin atau dikenal sebagai urinalisis. Urinalisis

menggunakan semi kuantitatif strip tes dapat digunakan untuk mengetahui
penyebab penyakit dan/atau penyimpangan kesehatan yang terdeteksi melalui
urin. Melalui pendekatan ini patogenesis, diagnosis, dan prognosis dapat
ditentukan dengan cepat.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kasus proteinuria pada sapi perah
di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang, Bogor. Aspek yang
dapat diidentifikasi melalui urinalisis semi kuantitatif menggunakan strip tes ini
adalah adanya seperti temuan terhadap leukosit, nitrit, urobilinogen, protein, pH,
darah, berat jenis, keton, bilirubin, dan glukosa dalam urin. Tulisan dari kajian
lebih mempelajari masalah proteinuria pada sapi perah.

Perumusan Masalah
Berbagai cara untuk mengidentifikasi status kesehatan hewan, diantaranya
yang bersifat praktis adalah dengan cara pemeriksaan indeks kesehatan dan
urinalisis menggunakan semi kuantitatif strip tes. Cara praktis ini akan
memberikan manfaat yang besar jika diikuti dengan kemampuan dalam
menyajikan dan menginterpretasikan data kesehatan hewan.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya proteinuria dan perubahan
indeks kesehatan pada sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK)
Cibungbulang, Bogor.

Manfaat Penelitian
1.

2.

Memperoleh informasi kondisi ternak dan memberikan saran dalam
mengatasi permasalahan kesehatan pada sapi perah di peternakan rakyat
Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang, Bogor.
Uji coba teknologi Kedokteran Hewan yang praktis berupa pemeriksaan urin
strip tes untuk meningkatkan produktivitas peternakan sapi perah.

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Perah Friesien Holstein
Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan sapi yang tergolong dalam bangsa
sapi besar karena sapi betina dapat mencapai 650 kg, jantan 1000 kg dan yang
baru lahir sekitar 43 kg (Ginting dan Sitepu 1989). Sapi FH ini berasal dari
provinsi Belanda Utara dan provinsi Friesland Barat. Beberapa bangsa sapi perah
yang dikenal dengan nama Friesian Holstien dan Holstein di Amerika, sedangkan
di Eropa sapi perah lebih banyak dikenal dengan nama Friesian. FH adalah jenis
sapi perah yang paling banyak digunakan dalam industri susu. Hal ini dikarenakan
sapi ini memiliki produksi susu yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis sapi
perah lainnya (Sudono et al. 2003).
Ciri-ciri sapi FH pada umumnya memiliki rambut berwarna hitam putih
dengan batas–batas yang jelas dan kadang berwarna merah putih (Gambar 2)
(Sudono et al. 2003), pada dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk persegi,
warna bulu pada bagian bawah kaki dan ekor berwarna putih, memiliki sifat jinak,
tenang, mudah dikendalikan, tidak tahan panas, dan dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan (French 1996). Produksi susu FH akan meningkat sampai
induk sapi mencapai umur 6-8 tahun, setelah itu produksi susu akan menurun.
Umur 24 bulan dapat menghasilkan susu sebanyak 70-75% dari bobot badan, 3
tahun 80-85% dan 92-98% pada umur 4-5 tahun (French 1996; Sudono et al.
2003).

3

Gambar 1 Sapi Friesian Holstein

Urinalisis
Urinalisis adalah suatu pemeriksaan urin yang meliputi pemeriksaan
makroskopis, mikroskopis, dan kimia urin. Pemeriksaan urin perlu dilakukan
untuk diagnosa yang akan bermanfaat dalam pengobatan suatu penyakit (Blood
dan Henderson 1979).
Pemeriksaan makroskopis urin meliputi warna, kejernihan, dan bau,
sedangkan pemeriksaan mikroskopis terdiri dari sel-sel dalam urin (sel-sel epitel
dan sel-sel silinder urin), bahan organi atau kristal, parasit, dan bakteri. Pada
pemeriksaan kimiawi urin yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan protein,
glukosa, keton, bilirubin, urobilinogen, berat jenis, dan darah. Sampel urin
dievaluasi untuk melihat adanya sel darah merah, protein, glukosa, leukosit yang
dalam keadaan normal tidak ditemukan atau sedikit jumlahnya dalam urin
(Corwin 2000).
Analisa urin sudah banyak mengalami kemajuan dari zaman ke zaman.
Sejarah patologi klinik dimulai dari pemeriksaan dalam urin dan darah kemudian
baru mempelajari hubungannya yang ada dalam tubuh. Perkembangan patologi
klinik semakin memperbesar makna suatu analisa. Melalui analisa yang tepat
dapat diketahui zat-zat yang normal dalam jumlah yang menyimpang atau adanya
perubahan bentuk dari zat-zat yang terkandung di dalam urin (Rotoro 1992).

Semi Kuantitatif Strip Tes
Tes kuantitatif adalah menentukan secara akurat jumlah zat yang akan
diuji. Namun karena keterbatasan waktu, uji ini tidak termasuk dalam urinalisis
rutin. Kebanyakan tes kuantitatif umum dilakukan di laboratorium dengan
menggunakan urin segar yang bertujuan untuk menguji kadar glukosa dan protein.
Hasil tes kuantitatif biasanya dilaporkan dalam miligram per desiliter, gram per
desiliter, dan per liter.

4

Gambar 2 Gambar label semi kuantitatif strip tes.
Sumber:http://safecare.en.alibaba.com/product/1554917232220332839/Reagent
strips_for_Urinalysis.html

Protein
Protein adalah molekul yang kompleks, berat molekul besar, dan terdiri atas
asam amino yang mengalami polimerisasi (gabungan) menjadi suatu rantai
polipeptida. Penggabungan asam amino ini dalam suatu protein pada suatu ikatan
peptida. Nilai biologis protein menunjukkan proporsi relatif dari asam amino
esensial di dalam protein apabila dibandingkan dengan kebutuhan hewan. Protein
dengan kualitas tinggi akan mampu menyajikan seluruh kebutuhan akan asam
amino yang dibutuhkan oleh seekor hewan (Frandson 1992).
Hampir semua zat yang dapat melewati membran glomerulus tidak dapat
melewati membran plasma. Jika ada yang melewati membran plasma akan segera
diserap kembali oleh tubulus. Pada hewan sehat dan normal hampir semua protein
dapat diserap kembali. Penyerapan balik ini berlangsung pinositosis, yaitu protein
dihidrolisis dulu menjadi asam amino dan kemudian masuk ke dalam tubulus, atau
secara arthositosis dimana yang diserap kembali adalah protein utuh yang
kemudian masuk ke dalam cairan tubulus. Mekanisme penyerapan kembali ini ada
batasnya. Menurut Girindra (1988), proteinuria baru terlihat jika kadar plasma
protein mencapai 10 mg/100 ml (albumin 6 mg/100 ml).
Protein dalam urin jumlahnya sangat sedikit dan hanya bersifat sementara.
Protein dapat berasal dari reruntuhan sel-sel traktus urinarius. Jika membran
glomerulus rusak atau ada pendarahan di sepanjang saluran urogenital yang
dimulai dari ginjal sampai pada pintu uretra atau karena pyelonefritis maka
protein mungkin dapat ditemukan dalam urin. Protein yang pertama kali
menembus glomerulus adalah albumin dan globulin. Istilah albuminuria berarti
terdapat albumin di dalam urin. Pada kerusakan berat maka bukan hanya albumin
saja yang terdapat di dalam urin tetapi juga terdapat globulin serta fibrinogen.
Sebagian protein diserap kembali di tubulus. Kadar protein dalam plasma sebesar
58 mg/100 ml, sedangkan filtrat glomerulus hanya mengandung protein 30
mg/100 ml (Girindra 1988).

5
Proteinuria dalam urin merupakan suatu kondisi abnormal. Proteinuria
disebabkan oleh berbagai hal seperti peradangan, trauma, neoplasia, parasit,
perdarahan, keracunan ginjal, dan kongenital. Walaupun penyebab utama
proteinuria ada di ginjal tetapi penyebab lain ada di luar ginjal, sering pula
didapatkan yaitu uretritis, sistitis, ureteritis, vaginitis, prostatitis, metritis,
piometra, seminal vesikulitis, balanitis, kalkulosis, dan kapillaria plika (Girindra
1988).

Proteinuria
Proteinuria adalah meningkatnya kadar protein di dalam urin. Kejadian ini
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya meningkatnya plasma protein dengan
bobot molekul rendah yang melewati glomerulus, atau dapat juga disebabkan
kerusakan glomerulus yang menyebabkan transpor protein yang berlebihan ke
selaput sekunder dari glomerulus (Hurley dan Vaden 1995).
Gambaran klinis proteinuria tergantung pada penyebabnya. Pasien dengan
glomerular proteinuria sering asimptomatik atau menunjukkan gejala seperti lesu
dan penurunan berat badan, uremia, hipertensi, edema, ascites, dan
thromboembolis. Penyebab terjadinya proteinuria adalah glomerulonefritis,
glomeruloseklerosis, nefritis interstisial akut, cystitis, urethritis, dan urolithiasis
(Rubenstein et al. 2003).
Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah sebuah istilah yang diberikan untuk berbagai
kondisi yang dapat mempengaruhi glomeruli ginjal. Glomerulonefritis terdiri dari
dua kata, yaitu Glomerulo yang artinya glomeruli dan nefritis memiliki arti
radang ginjal. Meskipun namanya memiliki arti nefritis, tapi pada kenyataannya
tidak ada peradangan yang terjadi pada beberapa jenis glomerulonefritis. Dalam
glomerulonefritis terjadi kerusakan glomeruli. Kerusakan ini mengganggu fungsi
glomeruli itu sendiri dan dapat mempengaruhi fungsi ginjal secara keseluruhan
(Rubenstein et al. 2003).
Penyebab glomerolunefritis salah satunya adalah kesalahan sistem
kekebalan tubuh atau sistem imun. Fungsi sistem imun bagi tubuh adalah
melindungi tubuh dari serangan bakteri atau virus yang dapat menginfeksi tubuh.
Dalam kasus terjadinya glomerolunefritis sistem imun justru menyerang jaringan
tubuh, dalam hal ini adalah glomeruli. Selain sistem imun, faktor penyebab
terjadinya glomerolunefritis adalah infeksi dari jenis bakteri streptokokus. Adanya
infeksi pada glomeruli ini biasanya setelah terjadinya infeksi pada saluran
pernapasan atau infeksi kulit yang disebabkan oleh jenis bakteri yang sama. Selain
itu bakteri lain, jamur, virus, dan parasit juga dapat mempengaruhi
glomerolunefritis. Tanda dan gejala glomerulonefritis tergantung pada
glomerolunefritis yang dimiliki, akut atau kronis, serta penyebab dari
glomerulonefritis. Beberapa gejala yang mungkin terlihat adalah urin berwarna
merah, hal ini terjadi karena adanya sel darah merah dalam urin. Kondisi ini
disebut dengan hematuria. Selain itu, gejala yang terdapat pada urin adalah adanya
busa dalam urin. Glomerulonefritis juga ditandai dengan gangguan lain seperti

6
adanya tekanan darah tinggi (hipertensi), retensi cairan (edema), serta kelelahan
akibat anemia atau gagal ginjal.
Glomeruloseklerosis
Glomeruloseklerosis fokal segmental adalah jaringan parut di unit
penyaringan ginjal. Struktur ini disebut glomerulus. Glomerulus berfungsi sebagai
penyaring yang membantu tubuh menyingkirkan zat berbahaya. Setiap ginjal
memiliki ribuan glomeruli. Focal berarti bahwa beberapa glomeruli memiliki
bekas luka sedangkan yang lainnya tetap normal dan segmental berarti bahwa
hanya bagian dari glomerulus individu yang rusak. Glomeruloseklerosis fokal
segmental menyebabkan kasus sindrom nefrotik. Penyebab glomerulosklerosis
adalah obat-obatan, adanya infeksi, genetik, dan obesitas. Tanda dari penyakit ini
adalah urin berbusa (dimana terjadi kelebihan protein dalam urin), nafsu makan
memburuk, pembengkakan akibat edema pada bagian tubuh, dan berat badan
menurun (Rubenstein et al. 2003).
Nefritis Interstisial Akut
Nefritis interstitial (tubulo-interstitial nephritis) adalah bentuk nefritis yang
mempengaruhi interstitium ginjal sekitar tubulus. Penyakit ini dapat berupa akut,
yang berarti terjadi tiba-tiba, atau kronis, yang berarti sedang berlangsung dan
akhirnya berakhir dengan kegagalan ginjal. Penyebab umum nefritis interstitial
adalah infeksi dan reaksi terhadap obat-obatan (seperti analgesik atau antibiotik
seperti methicillin, meticillin) (Rubenstein et al. 2003).
Cystitis
Cystitis merupakan peradangan pada kantung kemih. Cystitis adalah
keadaan klinis akibat adanya mikroorganisme yang berkembangbiak sehingga
menyebabkan terjadinya inflamasi pada kantung kemih. Cystitis adalah inflamasi
kantung kemih yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari
uretra. Cystitis dapat dibagi menjadi dua yaitu cystitis primer dan cystitis
sekunder. Cystitis primer yaitu radang yang pada kantung kemih yang terjadi
karena penyakit lain, seperti batu pada kantung kemih, divertikel, hipertropi
prostat, dan striktura uretra. Cystitis sekunder adalah gejala yang timbul kemudian
sebagai akibat dari penyakit primer misalnya uretritis dan prostatitis.Pada
umumnya tanda dan gejala yang terjadi pada cystitis adalah peningkatan frekuensi
miksi baik diurnal maupun nokturnal, disuria karena epitilium yang meradang
tertekan, rasa nyeri pada daerah suprapubik atau perineal, rasa ingin buang air
kecil, dan demam yang hematuria pada kasus yang parah (Rubenstein et al. 2003).
Urethritis
Urethritis adalah peradangan pada uretra atau saluran kencing. Penyebab
urethritis adalah bakteri, virus dan juga beberapa penyakit menular seperti
chlamyda dan gonore. Tanda penyakit ini adalah adanya darah dan cairan semen
pada urin (Rubenstein et al. 2003).

7
Urolithiasis
Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal,
batu ureter, batu kandung kemih, dan batu uretra. Batu ginjal merupakan keadaan
tidak normal di dalam ginjal, mengandung komponen kristal dan matriks organik.
Lokasi batu ginjal dijumpai khas di kaliks atau pelvis renalis, ureter, kandung
kemih atau uretra. Batu saluran kemih sebagian besar mengandung batu kalsium
oksalat ataupun kalsium fosfat, sekitar 65-85% dari jumlah keseluruhan batu
ginjal. Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan saluran kemih
(Rubenstein et al. 2003).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2014 di
Peternakan Rakyat Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang, Bogor.
Pengolahan data dan penyusunan laporan dilaksanakan pada bulan Mei 2014
sampai bulan Juni 2015 di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan 30 ekor sapi perah yang diambil secara acak
dari dua kandang milik peternak. Urinalisis menggunakan sampel urin segar dari
sapi perah. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: gelas ukur, urin
strip tes (Verify), dan kamera.

Prosedur Penelitian
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan frekuensi napas dan
pulsus. Frekuensi napas dihitung berdasarkan gerakan simetris flank dan tulang
rusuk selama 1 menit. Frekuensi pulsus dilakukan dengan menempelkan tangan
pada arteri coccygea, yang terletak 10 cm dari anus atau kira-kira di bagian tengah
bawah ekor hewan.

Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urin sapi perah dilakukan pada pagi hari dengan cara
menampung urin segar dengan menggunakan gelas ukur. Setelah itu urin langsung
diperiksa menggunakan semi kuantitatif urin strip tes (Verify). Selanjutnya

8
dianalisis dengan parameter kelainan pada leukosit, nitrogen, urobilinogen,
protein, pH, kadar darah, keton, bilirubin, dan glukosa.

Pendugaan Status Kebuntingan
Pendugaan reproduksi ternak dilakukan dengan metode wawancara dengan
peternak untuk mendapatkan suatu informasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Proteinuria pada Sapi Perah Friesian Holstein
Profil proteinuria berdasarkan status kebuntingan
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh gambaran bahwa 30 ekor sapi perah yang
menjadi objek studi kasus ini terdiri dari 22 ekor sapi tidak bunting, 6 ekor sapi
dalam kondisi pasca melahirkan, dan 2 ekor sapi yang mengalami kebuntingan
yaitu bunting 3 bulan dan 7 bulan. Berdasarkan tabel tersebut, 3 ekor sapi tidak
bunting no 3, 18, dan 20 mengalami proteinuria dengan konsentrasi 0,15 g/L
albumin. Berdasarkan tabel , dapat diketahui bahwa peluang terjadinya proteinuria
adalah 10%.
Tabel 1

Profil Proteinuria berdasarkan Status Kebuntingan pada sapi perah di
KUNAK Cibungbulang, Bogor

No sapi

Status Kebuntingan

Proteinuria

No
Status Kebuntingan
Proteinuria
sapi
1
Pasca melahirkan
16
Tidak bunting
2
Pasca melahirkan
17
Pasca melahirkan
3
Tidak bunting
+
18
Tidak bunting
+
4
Bunting 3 bln
19
Tidak bunting
5
Tidak bunting
20
Tidak bunting
+
6
Bunting 7 bln
21
Tidak bunting
7
Pasca melahirkan
22
Tidak bunting
8
Tidak bunting
23
Tidak bunting
9
Pasca melahirkan
24
Tidak bunting
10
Tidak bunting
25
Tidak bunting
11
Tidak bunting
26
Tidak bunting
12
Tidak bunting
27
Tidak bunting
13
Tidak bunting
28
Pasca melahirkan
14
Tidak bunting
29
Tidak bunting
15
Tidak bunting
30
Tidak bunting
Keterangan: Positif proteinuria (+); Negatif Proteinuria (-)
Positif proteinuria (+) ditandai dengan perubahan warna pada urin strip tes dari hijau
muda menjadi hijau tua dengan selang waktu 1-2 menit.

Menurut Fincher et. al. (1986) proteinuria merupakan kondisi patologis
dimana dalam urin, namun tanpa harus disertai dengan gejala klinis. Oleh karena
itu, dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan frekuensi pulsus dan napas untuk
mengetahui adanya gejala klinis.

9
Profil frekuensi pulsus dan napas sapi perah proteinuria
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa ketiga sapi proteinuria
mengalami peningkatan frekuensi pulsus, yaitu masing-masing 88, 92, dan 86 kali
permenit. Menurut Utomo et al. (2009), kisaran normal denyut jantung atau
pulsus pada sapi yaitu 46-84 kali permenit. Menurut Otto et al. (2006)
peningkatan pulsus nadi erat kaitannya dengan peningkatan sirkulasi sebagai
respon homeostasis untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam proses
metabolisme. Penjelasan tersebut di atas memberi gambaran bahwa peningkatan
metabolisme sapi proteinuria merupakan proses patologis.
Tabel 2 Profil frekuensi pulsus dan napas pada sapi perah
Sapi positif proteinuria
Nomor sapi

Status

Frekuensi
pulsus/menit

Frekuensi
napas/menit

3

Tidak bunting

88*

44

18

Tidak bunting

92*

52

20

Tidak bunting

86*

40

Interpretasi
Peningkatan
kebutuhan oksigen
Peningkatan
kebutuhan oksigen
Peningkatan
kebutuhan oksigen

Keterangan: (*) Nilai berada di luar kisaran normal

Profil pyuria, hematuria, dan glukosuria
Berdasarkan Tabel 3, diperoleh gambaran bahwa dengan menggunakan
semi kuantitatif strip tes dapat diketahui bahwa sapi proteinuria no 20 mengalami
pyuria (70 leu/μl), hematuria (+), dan glukosuria (250 mg/dL). Oleh sebab itu, untuk
mengarahkan diagnosis hasil urinalisis tersebut, disajikan pembahasan sebagai
berikut.
Tabel 3 Profil leukosit, darah, dan glukosa pada sapi perah proteinuria
No sapi

Leukosit (leu/μl)

3
18
20
Keterangan: (*) tidak normal

15
15
70*

Darah

Glukosa (mg/dL)

+*

250*

Menurut Fincher et. al. (1986), proteinuria dapat terjadi pada daerah
prerenal, renal, atau postrenal. Prerenal proteinuria merupakan kondisi urin yang
telah melewati dinding kapiler glomerulus dengan kandungan plasma protein yang
tinggi. Renal proteinuria terjadi akibat lesi fungsional atau struktural pada ginjal,
baik pada glomerulus, tubulus maupun intertisial ginjal. Postrenal merupakan
kondisi urin yang mengandung protein setelah memasuki pelvis ginjal dan
kantong kemih. Menurut Subronto (1985), pyuria merupakan bercampurnya
eksudasi peradangan traktus urinarius pada urin. Pada umumnya pyuria
ditemukan pada peradangan renal pelvis atau kantong kemih. Hematuria dapat
terjadi karena infeksi pada prerenal, renal, dan postrenal. Adapun glukosuria
disebabkan oleh adanya tubular nekrosis akut sehingga terjadi kegagalan

10
penyerapan tubular pada bagian renal. Berdasarkan teori tersebut, dapat disusun
analisis pendiagnosaan yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4

Analisis pendiagnosaan proteinuria yang disertai dengan pyuria,
hematuria, dan glukosuria

Hasil Urinalisis
Proteinuria
Pyuria
Hematuria
Glukosuria

Klasifikasi
Renal
Renal
Renal
Renal

Prerenal
Prerenal
-

Postrenal
Postrenal
Postrenal
-

Berdasarkan Tabel 4, dapat direkapitulasikan bahwa sapi no 20 mengalami
kelainan pada bagian renal. Menurut Rubenstein et al. (2003) gangguan dan
kelainan pada renal paling menonjol adalah glomerulonefritis. Selain itu, adanya
temuan pyuria dapat mengindikasikan adanya interstisial nefritis atau urolithiasis.
Adapun temuan hematuria dan proteinuria, dapat diindikasikan sebagai penyakit
glomerulosclerosis.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sebanyak 30 ekor sapi yang diuji menggunakan urinalisis semi kuantitatif
strip tes, yang mengalami proteinuria sebanyak 3 ekor dengan status tidak bunting
dan diikuti dengan indikasi peningkatan frekuensi pulsus. Satu diantara sapi
proteinura tersebut juga disertai pyuria, hematuria, dan glukosuria yang
mengindikasikan terjadinya glomerulonefritis.

Saran
Hasil pemeriksaan indeks kesehatan dan tes semi kuantitatif urinalisis pada
sapi perah FH dapat digunakan sebagai pemeriksaan tahap awal yang perlu
ditindaklanjuti dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratoris yang
sifatnya konfirmatif.

DAFTAR PUSTAKA
Blood DC, Henderson JA. 1979. Veterinary Medicine 2nd Edition. London. (UK):
Bailliere, Tindall & Cassell.
[BPS] Balai Pusat Statistik. 2014. Statistik Peternakan Sapi Perah [Internet].
[Diunduh
pada
2014
Desember
27].
Tersedia
pada
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=24&
notab=12

11
Corwin EJ. 2000. Buku Saku Patofisiologi (Handbook of Phatophysiology).
Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran.
Fincher MG, Gibbons WJ, Karl M, Park SE. 1986. Disease of Cattle. American
Veterinary Publication, Inc. Evanston, Illinos.
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed-4. Penerjemah.
Srigandono M dan Koen Praseno SU. Fakultas Peternakan Diponegoro.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
French MH. 1996. European Breeds of Cattle Food and Agriculture. Rome (RO):
United Nations.
Ginting N, Sitepu P. 1989. Teknik Beternak Sapi Perah di Indonesia (ID): PT.
Rekan Anda Setiawan, Jakarta.
Girindra A. 1988. Biokimia Patologi: Petunjuk Praktikum. Bogor (ID): PAUInstitut Pertanian Bogor.
Hurley K, Vaden SL. 1995. Proteinuria in Dogs and Cats - a Diagnostic Aproach.
In: Bonagura JD, ed. Kirk's Current Veterinary Therapy XII. Saunders. Co.
Philadelphia. 937–940
Otto M R, Clive C G, Kenneth W H, Peter D C. 2006. Veterinary Medicine. A
textbook of the disease of cattle, horses, shhep, pigs, and goats. Ed10.London (UK): Saunders Elsevier
Rotoro SR. 1992. Tinjauan Beberapa Manfaat Klinik Dari Analisa Urin Anjing
Melalui Pemahaman Proses Pembentukan Urin Dan Penetapan Nilai Urin
Sehat. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
Rubenstein D, David W, John B. 2003. Lectures Note on Clinical Medicine.
6thEd., Oxford (UK): Blackwell Scientific Publications.
Subronto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Sudono ARF, Rosdiana dan Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. Depok (ID): Agromedia Pustaka.
Utomo B, Miranti DP, Intan GC. 2009. Kajian termoregulasi sapi perah periode
laktasi dengan introduksi teknologi peningkatan kualitas pakan. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; 2009 Agustus 13-14; Bogor,
Indonesia. Ungaran (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa
Tengah. 263-268.

12

RIWAYAT HIDUP
Mayahsastriah Binti Jusman dilahirkan di Sabah, Malaysia pada tanggal
19 Oktober 1991 dari pasangan Jusman Bin Solon dan Murni Binti Abbas. Penulis
merupakan anak pertama dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan awal di TK Cina New Evegreen dan
dilanjutkan ke Sekolah Dasar (SD) di Sekolah Rendah Kebangsaan Sepagaya
selama 6 tahun. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Kebangsaan Sapagaya selama 3 tahun dari tahun 2004-2006 dan melanjutkan ke
Sekolah Kebangsaan Agaseh selama 2 tahun sampai 2008. Pada tahun 2009,
penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan dan pada tahun 2011,
penulis berpindah ke Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Selama melakukan pendidikan, penulis aktif dibeberapa organisasi seperti
Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia Di Indonesia (PKPMI) dan pernah
menjabat sebagai sekretaris periode 2011/2012, penulis juga aktif dengan Kelab
Umno Luar Negara Cabang Bogor, dan Anggota Himpunan Profesi Ruminansia
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.