Sensori daging itik mandalung entok-itik alabio (ea) dan entok-itik cihateup (ec) pada umur pemotongan yang berbeda

SENSORI DAGING ITIK MANDALUNG ENTOK-ITIK
ALABIO (EA) DAN ENTOK ITIK CIHATEUP (EC)
PADA UMUR PEMOTONGAN YANG BERBEDA

LEONARDUS KURNIA DEWA BIDARA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sensori Daging Itik
Mandalung Entok-Itik Alabio (EA) dan Entok-Itik Cihateup (EC) pada Umur
Pemotongan yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014

Leonardus Kurnia Dewa Bidara
NIM D14100109

ABSTRAK
LEONARDUS KURNIA DEWA BIDARA. Sensori Daging Itik Mandalung
Entok-Itik Alabio (EA) dan Entok-Itik Cihateup (EC) pada Umur Pemotongan
yang Berbeda. Dibimbing oleh RUKMIASIH dan RUDI AFNAN.
Itik Alabio (Anas platyrhynchos borneo) dan itik Cihateup (Anas
platyrhynchos javanica) merupakan itik lokal Indonesia. Itik Alabio berasal dari
Kalimantan Selatan dan itik Cihateup berasal dari Jawa Barat, sedangkan entok
(Cairina moschata) berasal dari Manila, Fillipina. Persilangan kedua jenis ini
diberi nama itik Mandalung EA dan itik Mandalung EC. Pemotongan pada umur
yang berbeda yaitu umur 8 minggu, 10 minggu, dan 12 minggu berdasarkan
tingkat kesukaan daging dengan kulit bagian paha diduga mempengaruhi
perbedaan aroma yang dihasilkan pada daging EA dan EC. Uji intesitas off-odor
dilakukan dengan uji skalar garis dan uji tingkat kesukaan dilakukan dengan uji

hedonik. Hasil penilaian panelis uji pada uji skalar garis dan uji hedonik dianalis
ragam (ANOVA) metode GLM (Generalized Linear Model) dengan bantuan
program Minitab 16 dan uji Tukey. Hasil penelitian menunjukkan umur
pemotongan 8 minggu memberikan nilai intensitas off-odor daging dengan kulit
paha sebesar 43.6%. Umur pemotongan 10 minggu memberikan nilai intensitas
off-odor daging dengan kulit paha sebesar 50.94% dan pada umur pemotongan 12
minggu memberikan nilai intensitas off-odor daging dengan kulit paha sebesar
52%. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah umur pemotongan 8 minggu
memiliki nilai intensitas off-odor daging itik mandalung EA dan EC paling kecil.
Secara hedonik, panelis lebih menyukai aroma daging dengan kulit itik
mandalung bagian paha yang dipotong pada umur 8 minggu.
Kata kunci: bau amis, itik Mandalung EA, itik Mandalung EC, off-odor, umur
pemotongan

ABSTRACT
LEONARDUS KURNIA DEWA BIDARA. Sensory Test of Meat of Mandalung
EA and EC at Different Slaughtering Ages. Supervised by RUKMIASIH and
RUDI AFNAN.
Alabio ducks (Anas platyrhynchos borneo) and Cihateup ducks (Anas
platyrhynchos javanica) belongs to Indonesian local ducks. Alabio ducks from

Kalimantan and Cihateup ducks from West Java. Meanwhile, Muscovy ducks are
originated from Manila, Philippines. Mandalung ducks are the crossbred between
muschocvy duck and duck. EA and EC are symbolized for the crossbred of
muscovy duck-cihateup duck and muscovy duck-cihateup, respectively.
Slaughtering age of EA and EC may influence the different of thigh meat odor
which affect the flavor preference of the panelist. Off-odor intensity was
determined by scalar test line. Meanwhile, hedonic test was run to evaluate the
preferences of the panelists to the flavor. The results of scalar test line and
hedonic were subjected to analyses of variance and Tukey test. Slaughter age of 8,
10 and 12 weeks has the value off-odor intensity of thigh meat with skin by 43.6%,

50.94% and 52%, respectively. As conclusion, slaughtering age at 8 weeks has the
smallest value of meat with skin off-odor of EA and EC and increased preference
of the panelists to the flavor.
Key words: muscovy-alabio duck (EA), muscovy-cihateup duck (EC), off-odor,
slaughtering age

SENSORI DAGING ITIK MANDALUNG ENTOK-ITIK
ALABIO (EA) DAN ENTOK ITIK CIHATEUP (EC)
PADA UMUR PEMOTONGAN YANG BERBEDA


LEONARDUS KURNIA DEWA BIDARA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Sensori Daging Itik Mandalung Entok-Itik Alabio (EA) dan
Entok-Itik Cihateup (EC) pada Umur Pemotongan yang Berbeda.
Nama
: Leonardus Kurnia Dewa Bidara
NIM

: D14100109

Disetujui oleh

Dr Ir Rukmiasih, MS
Pembimbing I

Dr Rudi Afnan, SPt MSc Agr
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas
rahmat dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

Sensori Daging Itik Mandalung Entok-Itik Alabio (EA) dan Entok-Itik Cihateup
(EC) pada Umur Pemotongan yang Berbeda.
Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk menganalisis respon dan
penerimaan panelis terhadap aroma amis Itik Mandalung EA dan Itik Mandalung
EC pada umur pemotongan yang berbeda melalui uji organoleptik. Penelitian
mengenai sensori daging Itik Mandalung yang membutuhkan panelis pada uji
organoleptik masih belum banyak dilakukan. Selain itu penelitian terkait
mengurangi bau amis yang terdapat dalam daging hanya dilakukan pada
perlakuan dalam pemberian pakan. Persilangan antara entok dengan itik pada
penelitian ini diharapkan dapat mengurangi aroma amis yang ditimbulkan
terhadap daging itik Mandalung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Rukmiasih, MS dan Bapak
Dr Rudi Afnan, SPt MSc Agr selaku dosen pembimbing skripsi, serta Bapak
Ahmad Yani, STP MSi selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih pula
penulis sampaikan kepada seluruh staf di Bagian Teknologi Ternak Unggas.
Ungkapan terima kasih penulis haturkan kepada ayah (Agustinus Suharno), ibu
(Rosa Delima Sulistyowati) dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih
sayangnya. Selain itu, terima kasih kepada rekan tim penelitian (Isnaini Puji
Astuti, Anita Rahman, Dwi Andaruwati, Danang Priyambodo SPt dan Fitriani Eka
PL, SPt) serta sahabat HIMASUM (Angga B Prasetya, Fredy Fender, M. Jafar

Sidiq, Hafidz Ilman A, dan M Faisal Nurhuda) serta teman-teman, khususnya
IPTP angkatan 47 atas bantuan dan dukungannya. Semoga hasil penelitian ini
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, November 2014
Leonardus Kurnia Dewa Bidara

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Materi
Prosedur

Hasil Pemeliharaan
Pemotongan
Uji Sensori
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Bau Amis (Off-Odor) Daging Itik Mandalung EA dan EC
Tingkat Kesukaan Bau Amis Daging Itik Mandalung EA dan EC
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ix
x
x
x
1
1
2
2

2
2
2
3
3
3
3
4
4
4
7
9
9
11
14

DAFTAR TABEL
1 Intensitas bau amis (off-odor) pada uji skalar garis daging paha dengan
kulit itik Mandalung pada umur pemotongan yang berbeda
2 Uji Hedonik (tingkat kesukaan) panelis terhadap daging dengan kulit

itik Mandalung menurut pada umur pemotongan yang berbeda

4
7

DAFTAR GAMBAR
1 Intensitas bau amis (off-odor) itik Mandalung pada umur pemotongan
yang berbeda
2 Jumlah panelis yang menyukai daging dengan kulit itik Mandalung
pada umur pemotongan yang berbeda

6
8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Format uji skalar garis daging paha dengan kulit itik Mandalung
2 Format uji hedonik daging paha dengan kulit itik Mandalung
3 Hasil analisis varians (ANOVA) pada uji skalar garis intensitas off-odor
daging paha dengan kulit itik Mandalung pada umur berbeda
4 Hasil uji tukey pada uji skalar garis intensitas off-odor daging paha

dengan kulit itik Mandalung pada umur berbeda
5 Hasil analisis varians (ANOVA) pada uji hedonik daging paha dengan
kulit itik Mandalung pada umur berbeda
6 Hasil uji tukey pada uji hedonik daging paha dengan kulit itik
Mandalung pada umur berbeda

11
12
13
13
13
13

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permintaan terhadap produk hasil ternak yaitu daging terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Potensi sumber daya yang ada belum
dikembangkan untuk dapat memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Itik
merupakan ternak yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber protein untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia.
Itik sebagai penghasil telur dan daging konsumsi masyarakat belum
dimanfaatkan secara maksimal dan nilai konsumsinya termasuk rendah. Total
produksi daging (TPD) nasional untuk daging itik yaitu sebesar 1.6% jauh di
bawah jenis unggas lainnya, terutama ayam ras pedaging yang mencapai 70.5%
(Ditjennak 2006). Hal ini disebabkan karena jumlah populasi ternak itik lokal
yang masih sedikit yaitu 46 juta jauh di bawah populasi ayam ras pedaging yaitu 1
miliar (Ditjennak 2013), dan permintaan konsumsi daging yang rendah. Selain itu
permintaan yang rendah terhadap daging itik juga dipengaruhi oleh aroma amis
yang ada pada daging itik.
Aroma amis ini disebabkan oleh adanya kandungan lemak yang terdapat
pada daging itik. Itik Alabio dan itik Cihateup memiliki kandungan lemak pada
bagian paha masing - masing sebesar 7.08% dan 7.35% (Simanjutak 2000). Itik
Alabio dan itik Cihateup memiliki pertumbuhan yang cepat, namun karena
kandungan lemak yang tinggi menyebabkan kurangnya minat masyarakat untuk
mengkonsumsi daging itik Alabio dan itik Cihateup. Hewan unggas air yang
memiliki kandungan lemak rendah dengan pertumbuhan yang cepat serta
memiliki bobot badan yang tinggi adalah entok atau dikenal dengan nama itik
Manila. Namun entok memiliki sifat mengeram sehingga jika dagingnya
dikonsumsi maka populasi nya akan habis. Kandungan lemak bagian paha pada
entok yaitu 2.26% (Simanjutak 2000).
Masyarakat saat ini menginginkan konsumsi daging itik yang memiliki
bobot badan tinggi namun memiliki kandungan lemak yang rendah. Hal ini
menyebabkan munculnya strategi untuk dapat meningkatkan permintaan
masyarakat terhadap konsumsi daging itik, salah satunya dengan melakukan
persilangan antara entok dan itik yang dikenal dengan nama itik Mandalung.
Kandungan lemak bagian paha pada itik Mandalung yaitu hanya 1.50%
(Simanjutak 2000) jauh di bawah kedua tetuanya. Persilangan antara entok dengan
itik Alabio diberi nama itik Mandalung EA dan persilangan antara entok dan itik
Cihateup diberi nama itik Mandalung EC. Persilangan tersebut dilakukan untuk
mendapatkan kualitas daging yang baik, berkurangnya aroma amis pada daging
itik Mandalung. Selain itu persilangan ini juga dapat mempercepat laju
pertumbuhan dan mempunyai keturunan itik Mandalung yang lebih baik
dibandingkan tetuanya,
Tujuan dilakukannya analisis sensori adalah untuk mengetahui respon atau
kesan yang diperoleh pancaindra manusia terhadap suatu rangsangan yang
ditimbulkan oleh suatu produk. Analisis sensori umumnya digunakan untuk
menjawab pertanyaan mengenai kualitas suatu produk dan pertanyaan yang
berhubungan dengan pembedaan, deskripsi, dan kesukaan atau penerimaan

2
(Setyaningsih et al. 2010). Penelitian terkait sensori daging itik Mandalung EA
dan EC yang dilakukan pada umur pemotongan yang berbeda ini diharapkan
menghasilkan rendahnya bau amis yang disukai konsumen.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji selera konsumen terhadap
tingkat bau amis pada daging itik Mandalung EA dan EC yang dipotong pada
umur yang berbeda yaitu umur 8 minggu, 10 minggu, dan 12 minggu.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji tingkat bau amis daging itik Mandalung dan tingkat
kesukaan panelis terhadap bau amis yang ditimbulkan. Penelitian ini dibatasi pada
subjek entok-itik alabio (EA) dan entok-itik cihateup (EC) pada umur yang
berbeda (8, 10, dan 12 minggu).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan yaitu pada bulan Desember 2013
hingga April 2014. Pemotongan, penimbangan, dan penyimpanan daging paha
dengan kulit itik EA dan EC dilakukan di Laboratorium Unggas Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor, Darmaga. Uji Organoleptik dilakukan di
Laboratorium Uji Organoleptik, Fakultas Peternakan IPB.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah pisau, nampan, baskom, plastik tahan
panas, plastik klip, label, gunting, kompor, dan panci. Pada uji organoleptik
dibutuhkan piring kecil, alat tulis, serta borang organoleptik.
Bahan
Ternak diperoleh dari persilangan antara entok jantan 10 ekor dengan itik
Alabio betina 30 ekor, dan itik Cihateup betina 40 ekor. Hasil dari masing-masing
persilangan antara entok dengan itik Alabio didapatkan itik Mandalung EA dan
persilangan antara entok dengan itik Cihateup didapatkan itik Mandalung EC
yang masing-masing dipotong pada umur 8 minggu, umur 10 minggu, dan umur
12 minggu kemudian di ambil bagian paha dengan kulit.

3
Prosedur
Hasil Pemeliharaan
Itik Mandalung EA dan EC yang digunakan untuk uji organoleptik
didapatkan dari hasil pemeliharaan di Laboratorium Unggas Fakultas Peternakan
IPB selama 8 minggu, 10 minggu, dan 12 minggu.
Pemotongan
Sebelum dipotong, itik Mandalung dipuasakan terlebih dahulu selama 6–12
jam, tetapi air minum tetap diberikan ad libitum. Sesaat sebelum dipotong, itik
Mandalung ditimbang untuk mengetahui bobot potong, lalu itik Mandalung
dimasukkan ke dalam tempat pemotongan dengan posisi menggantung dan posisi
kepala di bawah selama 2 menit. Pemotongan dilakukan pada perbatasan leher
dan kepala, dengan memotong vena jugularis, arteri carotidea, trachea, dan
oesophagus. Setelah itu itik dibiarkan menggantung selama 1-1.5 menit hingga
darah berhenti menetes. Kemudian itik Mandalung EA dan EC dicelupkan ke
dalam air panas pada suhu kurang lebih 80 oC agar bulu mudah dicabut.
Pencabutan bulu dilakukan secara manual. Setelah itu bagian kaki, leher, dan
kepala itik Mandalung dipotong dan kemudian dikeluarkan jeroannya yang terdiri
atas hati, jantung, dan saluran pencernaan.
Karkas yang telah ditimbang kemudian dipotong hingga didapatkan bagian
paha dengan kulit. Setelah itu bagian paha dengan kulit dilakukan deboning
kemudian ditimbang untuk mengetahui bobotnya. Selanjutnya daging paha
dengan kulit tersebut disimpan di dalam freezer pada suhu -18 oC.
Uji sensori
Uji sensori dilakukan di ruang uji organoleptik Fakultas Peternakan IPB. Uji
yang dilakukan yaitu uji skalar garis dan uji tingkat kesukaan (hedonik).
Pengujian ini menggunakan panelis tidak terlatih sebanyak 80 orang yang terdiri
atas mahasiswa Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Panelis yang dipilih
yaitu panelis yang tidak mempunyai gangguan indra penciuman dan dalam
kondisi sehat.
Sebelum melakukan uji sensori, panelis diberikan penjelasan tentang uji
sensori, jenis bahan yang akan diuji dan tahapan pengujian sampel. Sampel yang
diuji yaitu daging paha dengan kulit yang dipotong dengan ukuran 2 x 2 cm
kemudian dimasukkan dalam kantong plastik tahan panas, direbus selama 40
menit dan masing-masing potongan dimasukkan ke dalam plastik klip. Setiap
panelis menguji 3 set sampel EA dan 3 set sampel EC. Setiap set sampel EA atau
EC terdiri atas sampel umur 8, 10, dan 12 minggu dengan ulangan sebanyak 3 kali.
Peubah yang diuji adalah intensitas bau amis (off-odor) dan tingkat kesukaan
terhadap bau amis.
Intensitas bau amis didapatkan dengan cara uji skalar garis. Panelis diminta
untuk mencium aroma sampel dan memberikan penilaiannya ke dalam garis yang
memiliki skala 0-15 cm dengan cara memberikan tanda silang (x) pada garis yang
telah ada. Skor paling kecil/paling kiri yaitu 0 memiliki nilai intensitas off-odor
tidak amis, dan skor paling besar/paling kanan yaitu 15 memiliki nilai intensitas
off-odor sangat amis. Panelis diberikan kontrol bau sangat amis dengan skor 15
yaitu bagian tunggir dari itik dan selanjutnya membandingkan sampel yang telah

4
disediakan dan memberikan skor terhadap daging dengan kulit sesuai interpretasi
penelis tersebut.
Hasil penilaian pada uji skalar garis selanjutnya diukur dengan
menggunakan penggaris berskala sentimeter (cm) dengan titik nol berada pada
ujung kiri skala garis. Nilai pengukuran merupakan intensitas off-odor sampel
yang diamati. Tingkat kesukaan konsumen terhadap bau amis dilakukan dengan
uji hedonik. Panelis memberikan nilai tingkat kesukaan terhadap bau amis yang
ditimbulkan dari sampel yang telah diberikan berdasarkan skala yang sudah di
sediakan, yaitu (1) = sangat suka, (2) = suka, (3) = agak suka, (4) = biasa saja, (5)
= agak tidak suka, (6) = tidak suka, (7) = sangat tidak suka (Setyaningsih et al.
2010). Panelis menuliskan hasil pengujiannya pada borang yang disediakan.
Analisis Data
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial yang
terdiri atas 3 taraf umur pemotongan (8, 10, dan 12 minggu) dan 2 rumpun itik
Mandalung (EA dan EC). Data yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA) dengan
metode GLM dan uji Tukey. Model rancangan percobaan adalah sebagai berikut
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk
Keterangan:
Yijk
=
µ
αi
βj
(αβ)ij
ρk
εijk

=
=
=
=
=
=

Nilai pengamatan pada umur pemotongan ke-i, rumpun itik ke-j, dan kelompok
ke-k.
Nilai tengah umum
Pengaruh umur pemotongan ke-i (1,2,3)
Pengaruh rumpun itik ke-j (1,2)
Pengaruh interaksi antara umur pemotongan ke-i dengan rumpun itik ke-j
Pengaruh kelompok ke-k (1,2,3,...,80)
Pengaruh galat percobaan dari umur pemotongan ke-i, rumpun itik ke-j, dan
kelompok ke-k

HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging Itik Mandalung EA dan EC
Hasil uji skalar garis daging paha dengan kulit itik Mandalung EA dan EC
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Intensitas bau amis (off-odor) daging paha dengan kulit itik Mandalung
pada umur pemotongan yang berbeda
Umur (minggu)
Rumpun
Rataan
8
10
12
EA
6.49 ± 2.75
7.64 ± 2.77 8.15 ± 2.83 7.42 ± 2.85
EC
6.59 ± 2.74
7.63 ± 3.03 7.44 ± 2.82 7.22 ± 2.90
Rataan
6.54 ± 2.73b 7.64 ± 2.90a 7.80 ± 2.83a
Keterangan : Angka disertai huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P