Proyeksi Anomali Perilaku Stereotipe Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Sitaan sebagai Hewan Model Neuropsikopatologi.

PROYEKSI ANOMALI PERILAKU STEREOTIPE MONYET
EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) SITAAN SEBAGAI
HEWAN MODEL NEUROPSIKOPATOLOGI

KAREN JAP KER LI

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Proyeksi Anomali
Perilaku Stereotipe Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Sitaan
sebagai Hewan Model Neuropsikopatologi adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Karen Jap Ker Li
NIM B04118011

ABSTRAK
KAREN JAP KER LI. Proyeksi Anomali Perilaku Stereotipe Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis) Sitaan sebagai Hewan Model
Neuropsikopatologi. Dibimbing oleh RP AGUS LELANA.
Penelitian ini didedikasikan untuk mendukung penyusunan kebijakan
pemanfaatan dan konservasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis,
cynomolgus macaques) yang disita oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Monyet yang terbukti sehat secara fisik dan mental akan direintroduksi ke
habitat aslinya. Namun demikian rencana tersebut belum didukung dengan
data pengamatan perilaku dan alternatif untuk memanfaatkan monyet yang
sakit secara mental tersebut untuk kepentingan sains. Oleh sebab itu, dalam
penelitian ini dilaporkan hasil pengamatan perilaku monyet tersebut dan
hasil eksplorasi kajian literasi dalam menemukan alternatif penggunaan
satwa tersebut untuk kepentingan sains. Dari 47 ekor monyet yang

diobservasi menggunakan metode perekaman instantaneous atau scan
sampling, terdapat tiga monyet yang terbukti mempunyai anomali perilaku
stereotipe, seperti weaving, rocking, dan hand-biting. Monyet dikandangkan
dalam dua jenis kandang yang diinterpretasikan sebagai kandang sosial
stabil dan tidak stabil. Berdasarkan kajian literasi diperoleh gambaran
bahwa anomali perilaku stereotipe pada monyet sulit ditekankan dengan
kandang sosial yang tidak stabil dan anomali perilaku stereotipe dapat
terjadi pada kondisi manusia yang dikategorikan sebagai kasus
neuropsikopatologi. Berdasarkan kesamaan ini dapat disimpulkan bahwa
Macaca fascicularis dapat dikembangkan sebagai hewan model
neuropsikopatologi.
Kata kunci: Macaca
neuropsikopatologi.

fascicularis,

anomali

perilaku


stereotipe,

ABSTRACT
KAREN JAP KER LI. Projecting Stereotypical Anomalies Behaviour of
Confiscated Long-tailed Macaques (Macaca fascicularis) as Animal Model
for Neuropsychopathology. Supervised by RP AGUS LELANA.
This study was dedicated to the development of the use and
conservation policy of confiscated long-tailed macaques (Macaca
fascicularis, cynomulgus macaques) in Jakarta Province. The macaques that
have proven healthy physically and mentally will be returned to their natural
habitat. However there were no behavioral assessments data and alternatives
to utilize these mentally unhealthy macaques. For this purpose, we
constructed behavioral assessments and explored the alternatives of animal
use in scientific purposes. Among the 47 macaques observed using
instantaneous or scan sampling recording method, three macaques were
noted having stereotypical anomalies behavior such as, weaving, rocking,
and hand-biting. The monkeys were housed into two types of housing that

we considered as stable and unstable social housing. Based on literature
studies, the suppression of stereotypical anomalies behavior in monkeys are

almost impossible in unstable social housing and stereotypical anomalies
behavior are observed in some human conditions which considered as
neuropsychopathology cases. Due to this similarity, we concluded that
Macaca fascicularis could develop as animal model for
neuropsychopathology.

Keywords: Macaca fascicularis, stereotypical anomalies behaviour,
neuropsychopathology.

PROYEKSI ANOMALI PERILAKU STEREOTIPE MONYET
EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) SITAAN SEBAGAI
HEWAN MODEL NEUROPSIKOPATOLOGI

KAREN JAP KER LI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan


DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang telah
melimpahkan segala rahmat, karunia dan nikmat-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Judul penelitian yang
dipilih adalah Proyeksi Anomali Perilaku Stereotipe Monyet Ekor Panjang
(Macaca fascicularis) Sitaan sebagai Hewan Model Neuropsikopatologi.
Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan setinggi-tinggi
penghargaan dan ucapan terimakasih kepada:
1.

Pimpinan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Dekan Prof. Drh.
Srihadi Agungpriyono, MSc. Ph.D, PAVet (K), Wakil Dekan І

Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Drh. Agus Setiyono, MS.
Ph.D, APVet;
2. Pimpinan UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan, Teknologi
Peternakan dan Pengujian Mutu Hasil Peternakan, Dinas Kelautan,
Pertanian dan Ketahanan Pangan, Provinsi DKI Jakarta, Drh. Eko
Hendry Wicaksono MSi, Drh. V. Aswindrastuti dan Drh. Sopiyah
Rahayu serta Jakarta Animal Aid Network (JAAN);
3. Dosen pembimbing, Dr. Drh. RP Agus Lelana, Sp MP, MSi;
4. Dosen pembimbing akademik, Drh. H. Abdulgani Amri Siregar,
MS;
5. Keluarga, Jap Eng Lai, Poh Kuai Ching, Trevis Jap dan Wesley
Jap;
6. Teman baik, Dyana, teman-teman dalam pengamatan perilaku,
Ridzky dan Eka, serta Ganglion 48.
Penulis menyadari adanya kekurangan dan keterbatasan dalam skripsi
ini. Oleh itu, segala kritik dan saran terhadap skripsi ini sangat diharapkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk pembaca dan yang
berkepentingan.

Bogor, Agustus 2015

Karen Jap Ker Li

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

4

Bahan dan Alat


4

Prosedur Penelitian

4

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

5
10

Simpulan

10


Saran

10

DAFTAR PUSTAKA

10

RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR TABEL
1 Nomor kandang, jumlah monyet, kondisi kandang, dan
interpretasi kondisi sosial monyet.
2 Jenis dan frekuensi perilaku stereotipe monyet di kandang sosial
stabil dan tidak stabil.
3 Perbandingan perilaku stereotipe pada monyet dan kondisi ASD,
ID dan SMD pada manusia.

4 Keterangan kasus ASD, ID dan SMD pada manusia, dan kondisi
amigdala, dopamin, serotonin dan sistem opioid pada manusia
dan monyet.

5
6
7

8

DAFTAR GAMBAR
1 Gambar Macaca fascicularis.

2

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selanjutnya disebut monyet
merupakan satwa primata yang dimanfaatkan sebagai atraksi topeng monyet di
kota-kota besar di Indonesia (Mangunjaya 2005; Taufik 2013). Mengingat
besarnya resiko penyebaran zoonosis oleh monyet, Pemerintah DKI Jakarta
melakukan penyitaan topeng monyet dan mengembangkan program rehabilitasi
monyet di UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan (UPT PPKH), DKI Jakarta
(Kistyarini 2014).
UPT PPKH, DKI Jakarta melakukan serangkaian pengamatan kesehatan
satwa secara klinis dan laboratoris (Utama 2014), dan pengamatan perilaku untuk
memastikan kemampuan bertahan hidup di habitat barunya (Rizki 2014). Monyet
yang berperilaku normal akan dikembalikan ke habitat aslinya sedangkan yang
berperilaku menyimpang, perlu dilakukan tindakan penyelamatan dan
diproyeksikan nasibnya dengan perencanaan yang lebih relevan. Menurut Conn
(2008) satwa primata merupakan hewan model yang terbaik dalam kajian kondisi
manusia.
Sehubungan dengan program tersebut, perlu dilakukan pengamatan
perilaku dengan seksama (BBC 2013). Hal ini dimaksudkan untuk menguatkan
pengambilan keputusan dalam rangka reintroduksi monyet ke habitat aslinya atau
dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan sains yang lebih relevan. Salah
satu rekomendasi yang ditawarkan melalui skripsi ini adalah dikaitkan dengan
peran monyet sebagai hewan model neuropsikopatologi.

Perumusan Masalah
Monyet yang dijadikan atraksi topeng monyet di kota-kota besar di
Indonesia berpotensi memberi dampak negatif pada monyet dan manusia.
Kedekatan filogenetik monyet dan manusia serta penyebaran yang luas
menyebabkan monyet dapat menyebarkan zoonosis. Selain itu, cara
memperlakukan dan melatih monyet untuk atraksi topeng monyet yang tidak
benar dapat menyebabkan perkembangan perilaku anomali. Contohnya, membuat
gerakan yang berulang sehingga dikatakan perilaku stereotipe.
Setelah disita, monyet ini berhadapan dengan dua nasib, yaitu
direintroduksikan ke habitatnya atau tidak dikembalikan ke habitatnya karena
menderita anomali perilaku. Oleh sebab itu, perencanaan yang cermat diperlukan
bagi monyet yang tidak dapat dikembalikan ke habitatnya. Salah satu yang
dikemukakan adalah peran monyet sebagai hewan model. Dalam hal ini monyet
yang mengalami anomali perilaku dimanfaatkan sebagai hewan model
neuropsikopatologi

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memproyeksi anomali perilaku stereotipe
monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) hasil sitaan topeng monyet di UPT
PPKH, DKI Jakarta sebagai hewan model neuropsikopatologi.

Manfaat Penelitian
1.
2.
3.

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi adanya anomali perilaku
stereotipe pada monyet hasil sitaan di UPT PPKH, DKI Jakarta;
Penelitian ini diharapkan memberikan prospektif pemanfaatan monyet dengan
anomali perilaku stereotipe sebagai hewan model neuropsikopatologi;
Penelitian ini secara keseluruhan dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang biomedis melalui pemanfaatan
satwa primata.

TINJAUAN PUSTAKA
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selanjutnya disebut monyet
adalah satwa primata yang menggunakan kaki depan dan belakang untuk berjalan
dan berlari (quadrupedalism), memiliki ekor yang lebih panjang dari panjang
kepala dan badan, serta memiliki kantong makanan di pipi (cheek pouches)
(Napier dan Napier 1985). Monyet merupakan hewan sosial yang hidup
berkelompok dengan struktur hierarki. Di Indonesia, penggunaan monyet sebagai
topeng monyet sering menjadi masalah karena dalam proses pelatihan, monyet
ditangkap, dieksploitasi dan diperlakukan dengan kurang manusiawi. Hal ini
melanggar aspek kesejahteraan hewan dan cenderung memberi dampak negatif
pada aspek fisik dan mental monyet.

Gambar 1. Macaca fascicularis

3
Secara umum, primata digunakan sebagai hewan model dalam penelitian
biomedis untuk penyakit dan perilaku manusia. Menurut Machado dan
Bachevalier (2003), monyet menampilkan perilaku yang luar biasa dan
neurobiologis yang sama dengan manusia, dengan demikian merupakan hewan
model pilihan untuk mendefinisikan dan mencirikan sistem otak memediasikan
fungsi kognitif yang lebih tinggi pada manusia dan untuk mempelajari
perkembangan sistem saraf selama kehidupan.
Anomali Perilaku Stereotipe Macaca fascicularis
Soekidjo (1993) mendefinisikan perilaku sebagai suatu aksi-reaksi
organisme terhadap lingkungannya. Menurut Díaz (1985), perilaku anomali
adalah salah satu gangguan perilaku pada primata. Stereotipe dapat didefinisikan
sebagai pola perilaku berulang, tidak berubah, dan tidak berfungsi yang
dilaporkan terjadi pada berbagai spesies (Mason 1991). Capitanio (1986) dan
Paulk et al. (1977) menyatakan bahwa perilaku stereotipe akan berkembang dalam
lingkungan yang kurang memadai. Contohnya dalam hal ukuran kandang, jenis
kandang, stres, dan kurangnya kompleksitas lingkungan.
Dalam suatu penelitian, Kaplan et al. (1982) menunjukkan bahwa
lingkungan sosial yang stres sangat tergantung pada kestabilan kandang sosial
dengan menyusun struktur organisasi kelompok sosial monyet berulang kali
karena secara normal, monyet jantan akan menunjukkan respon agresif terhadap
individu asing apabila mereka terdesak untuk mempertahankan status sosial
mereka. Ini secara langsung akan menimbulkan stres pada kelompok monyet.
Kondisi Manusia
Neuropsikopatologi dikenali sebagai gejala neuropsikiatri, bertujuan untuk
menghubungkan tingkat psikologi, seperti gejala mental, sindrom, dan penyakit,
pada tingkat neurobiologis (Taylor dan Vaidya 2009). Menurut Kirk (2008),
neuropsikopatologi adalah perubahan perilaku nyata yang dihasilkan dari
disfungsi otak atau patologi.
Autistic spectrum disorders (ASD) meliputi Autistic disorder, Asperger’s
disorder, dan Pervasive developmental disorder, not otherwise specified (APA
1994), dan ditandai dengan defisit dalam sosialisasi dan komunikasi, termasuk
perilaku stereotipe (APA 2000). ASD didiagnosa berdasarkan gejala klinis khas
yang melibatkan gangguan interaksi sosial dan kemampuan komunikasi bersama
restricted, repetitive, dan stereotyped behaviors atau RBs (APA 1994). Antara
stereotipe yang paling umum adalah rocking, mouthing, gerakan tangan dan jari
kompleks (LaGrow dan Repp 1984), dan self-biting (APA 2013).
Intellectual disability (ID), yang sebelumnya disebut mental retardation
(APA 1994) merupakan perhambatan perkembangan di mana terdapat defisiensi
dalam perkembangan bahasa, kognitif, motorik, dan fungsi sosial (Verma et al.
2014). Diagnosis ID dilakukan ketika individu menunjukkan defisit besar dalam
fungsi intelektual dengan mendapat skor IQ tertentu, dan ketika defisit intelektual
disertai dengan kelemahan pada beberapa bagian dari fungsi adaptif, seperti
perawatan diri, sekolah, atau keterampilan interpersonal (APA 1994). Stereotipe

4
tubuh seperti rocking, hand-flapping (Lewis dan Bodfish 1998) dan weaving
(Fritz et al. 2012) adalah contoh dari gerakan yang sering terjadi pada yang
menderita ID.
Stereotypic movement disorder (SMD) merupakan perilaku yang berulang,
perilaku motorik non-fungsional yang tampaknya kompulsif (APA 1994). SMD
dapat berupa diagnosis primer atau sekunder dari gangguan lain seperti autisme
(APA 2013) dan ID (Tasman et al. 2011). APA (2013) menyatakan bahwa
stereotipe seperti rocking dan hand-biting merupakan salah satu kriteria diagnosa
untuk SMD.

METODE
Penelitian ini telah dilakukan di UPT PPKH, DKI Jakarta, dari bulan
Desember 2013 – Juli 2014. Pengolahan data dilakukan di Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret 2015.

Bahan dan Alat
Hewan yang diamati adalah 47 Macaca fascicularis hasil sitaan dari
rombongan topeng monyet yang kemudian dikandangkan berkelompok dengan
kategori kandang A dan kandang B. Kandang A terdiri dari kandang A1 dan A2,
yang masing-masing dengan ukuran 6×6×3m, memiliki pintu koneksi. Sedangkan
kandang B terdiri dari kandang B1, B2, B3 dan B4 dengan masing-masing
berukuran 2×4×2.5m, yang terpisah antara satu sama lain.
Alat dan bahan yang digunakan meliputi 2 buah unit kamera digital, 2 buah
unit handycam, 4 unit camera stand, 1 unit laptop, 1 unit external hard disk, 1
unit jam dan sebatang pen dan kertas label.

Prosedur Penelitian
Sebelum melakukan pengamatan, peneliti melakukan uji coba alat perekam
dan sebagai bentuk pra kondisi adaptasi monyet terhadap kehadiran peneliti.
Perekaman dilakukan setelah monyet tidak menganggap peneliti sebagai orang
asing.
Perekaman dilakukan dengan menempatkan alat di sudut-sudut di luar
kandang yang tidak terjangkau oleh monyet. Perekaman dilakukan pada waktu
makan pagi, siang dan sore selama 3 hari dengan durasi selama 12 menit setiap
pengamatan. Hasil perekaman dikompilasikan di laptop untuk pengamatan lebih
lanjut.
Pengamatan perilaku dilakukan dengan menggunakan metode instantaneous
sampling atau scan sampling. Metode ini merupakan bentuk pengamatan terhadap
seluruh perilaku individual hewan di tempat yang sama, pada waktu yang sama,
dengan interval yang sama. Untuk memenuhi ketentuan instantaneous rule dalam
metode scan sampling ini ditetapkan jenis perilaku spesifik yang akan diamati.

5
Penentuan perilaku spesifik yang diamati dalam rangka memanfaatkan
monyet sebagai hewan model neuropsikopatologi dititikberatkan pada perilaku
yang menyimpang. Dari hasil kajian pendahuluan, perilaku yang menyimpang
adalah perilaku stereotipe seperti weaving, rocking dan hand-biting. Umur dan
jenis kelamin tidak diidentifikasikan karena sulit diamati.
Analisis Data
Data hasil pengamatan ditabulasikan berdasarkan kondisi kandang dan
interpretasinya, serta jenis dan frekuensi perilaku stereotipe monyet. Kandang A
diinterpretasikan sebagai kandang sosial yang tidak stabil mengingat adanya pintu
koneksi yang membuatkan monyet di masing-masing kandang dapat membentuk
struktur sosial yang baru. Kandang B diinterpretasikan sebagai kandang sosial
yang stabil karena tidak ada alternatif lain. Analisis data dilakukan dengan metode
deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Kandang
Berdasarkan Tabel 1, diperoleh gambaran bahwa monyet yang diamati
dalam penelitian ini oleh pihak UPT PPKH, DKI Jakarta ditempatkan pada dua
tipe kandang yang kami sebut sebagai kandang A dan B. Masing-masing kandang
berisi jumlah monyet yang berbeda yaitu kandang A1 dan A2 sebanyak 24 ekor
monyet, sedangkan kandang B1, B2, B3, dan B4 masing-masing berisi 3, 7, 6, dan
7 ekor monyet.
Tabel 1

Kandang

Nomor kandang, jumlah monyet, kondisi kandang, dan interpretasi
kondisi sosial monyet.
Nomor
kandang

Jumlah
monyet
(n)

A
A1
24

Kondisi kandang

Interpretasi

Kandang outdoor
berukuran 6×6×3m.
Tipe kandang A1 dan
A2 dihubungkan
dengan pintu koneksi.

Kehidupan sosial pada kandang A1
dan A2 cenderung tidak stabil karena
penyeberangan anggota sosial dari
satu kandang ke kandang lain
menyebabkan setiap monyet di
masing-masing kandang berusaha
untuk membentuk struktur sosial
yang baru.
Kehidupan sosial pada kandang
B1,B2,B3 dan B4 dianggap stabil
karena setiap kandang terpisah antara
satu sama lain sehingga pembentukan
struktur sosial cenderung statis.

A2
B1

3

B2

7

B3

6

B4

7

B

Kandang indoor
masing-masing
berukuran 2×4×2.5m,
terletak bersebelahan
dan terpisah.

6
Konstruksi kandang A yang dihubungkan dengan pintu koneksi
menyebabkan monyet-monyet sewaktu-waktu dapat berpindah dari kandang A1 ke
A2 atau sebaliknya. Mengingat secara natural monyet ini hidup bersosial dan
membentuk hierarki sosial berdasarkan dominansi, akibatnya monyet-monyet di
kedua kandang A setiap waktu berusaha menyusun struktur sosial yang baru.
Menurut Kaplan et al. (1982) perubahan organisasi keanggotaan kelompok sosial
monyet yang berulang kali dapat menciptakan lingkungan sosial yang tidak stabil.
Berdasarkan penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa perkandangan monyet di
UPT PPKH terdiri dari dua tipe kandang yaitu, kandang sosial stabil dan kandang
sosial tidak stabil.
Ketidakstabilan sosial seperti tersebut di atas menyebabkan anggota
kelompok mengekspresikan perilaku sosial yang agonistik (Rees 2015) daripada
perilaku afiliatif (Lane dan Nadel 2002). Menurut Broom dan Fraser (2007)
kondisi sosial yang tidak stabil akan menimbulkan stres dan menyebabkan
anggota monyet yang pernah terpapar dengan cekaman dalam jangka panjang
cenderung mengekspresikan perilaku stereotipe.

Perilaku Stereotipe
Pada Tabel 2, diperoleh gambaran bahwa pada kandang A dan B ditemukan
monyet dengan perilaku stereotipe. Bentuk dari perilaku stereotipe tersebut
meliputi weaving, rocking, dan hand-biting. Menurut Martuzzi et al. (2008),
weaving merupakan perilaku monyet mengoyangkan kepala secara lateral seperti
kuda, yang diikuti dengan mengangkat kaki depan dan belakang atau goyangan
seluruh tubuh. Rocking, merupakan perilaku mengoyangkan tubuh ke depan dan
belakang, sering bertumpu pada tangan dan lutut (Jankovic dan Tolosa 2007).
Perilaku hand-biting, merupakan perilaku mengigit jari dan tangannya sendiri.
Tabel 2 Jenis dan frekuensi perilaku stereotipe monyet di kandang sosial stabil
dan tidak stabil.
Kandang

Jumlah monyet yang mengalami stereotipe
(ekor)
Perilaku stereotipe
Weaving (kali)
Rocking (kali)
Hand-biting (kali)

Tidak Stabil
A1
A2
2

B1
1

Stabil
B2
B3
-

B4
-

-

11

-

-

-

-

-

4
-

3
1

-

-

-

Jika dibandingkan antara kandang A dan B, maka jumlah monyet yang
menunjukkan perilaku stereotipe adalah dua ekor pada kandang A2, dan satu ekor
pada kandang B1. Perilaku stereotipe pada kandang A2 lebih banyak ditunjukkan
dalam bentuk weaving dengan frekuensi sebanyak 11 kali dan dalam bentuk
rocking dengan frekuensi sebanyak empat kali selama 3×3 hari pengamatan. Ada
pun perilaku stereotipe pada kandang B1 lebih banyak ditunjukkan dalam bentuk

7
rocking dengan frekuensi sebanyak tiga kali dan dalam bentuk hand-biting dengan
frekuensi sebanyak satu kali selama 3×3 hari pengamatan.
Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku
stereotipe lebih banyak ditemukan pada kandang A dibandingkan dengan kandang
B. Hal ini didukung dengan interpretasi bahwa pada kandang A stabilitas
sosialnya lebih tidak terjamin dibandingkan dengan kandang B. Hal ini juga
sesuai dengan hasil penelitian Capitanio (1986) dan Paulk et al. (1977) bahwa
perilaku stereotipe akan berkembang dalam lingkungan yang defisien. Ini
termasuk ukuran kandang, jenis kandang (individu, pasangan atau kelompok),
stres, dan kurangnya kompleksitas lingkungan.

Potensi Sebagai Hewan Model Neuropsikopatologi
Berdasarkan Tabel 3, semua bentuk perilaku stereotipe yang teramati pada
monyet yaitu, weaving, rocking dan hand-biting dapat juga dilihat pada manusia
yang menderita ASD, ID dan SMD. Menurut LaGrow dan Repp (1984) dan APA
(2013), penderita ASD dan SMD, akan memperlihatkan perilaku stereotipe
rocking. Menurut APA (2013) ASD dan SMD juga memperlihatkan perilaku handbiting. Penderita ID menunjukkan perilaku stereotipe rocking (Lewis dan Bodfish
1998) dan perilaku weaving (Fritz et al. 2012). Dari keterangan ini dapat
disimpulkan bahwa perilaku stereotipe ditemukan pada monyet dan manusia.
Tabel 3

Perbandingan perilaku stereotipe pada monyet dan kondisi ASD, ID
dan SMD pada manusia.

Perilaku stereotipe pada monyet
Rocking
Weaving
Hand-biting

Kondisi pada manusia
ASD, SMD, ID
ID
ASD, SMD

Pembahasan berikut dimaksudkan memperkuat argumentasi pemanfaatan
monyet sitaan atau monyet yang mengalami anomali perilaku stereotipe untuk
dijadikan hewan model neuropsikopatologi. Berdasarkan studi pustaka,
pengembangan hewan model neuropsikopatologi dapat dilakukan dengan
memanipulasi dan/atau mengevaluasi amigdala, dopamin, serotonin dan sistem
opioid.

8
Tabel 4 Keterangan kasus ASD, ID dan SMD pada manusia, dan kondisi amigdala,
dopamin, serotonin dan sistem opioid pada manusia dan monyet.
Pada manusia
ASD
Keterangan

Defisit dalam
sosialisasi dan
komunikasi, termasuk
perilaku stereotipe
(APA 2000).

Kondisi
dopamin

ID

SMD

Perhambatan
perkembangan di mana
terdapat penundaan
atau defisiensi dalam
perkembangan bahasa,
kognitif, motorik, dan
fungsi sosial (Verma et
al. 2014).

Perilaku yang
berulang, perilaku
motorik
nonfungsional
yang kompulsif
(APA 1994).

Agonis meningkatkan
perilaku stereotipe
sedangkan antagonis
mengurangi perilaku
stereotipe (Lutz 2014).

Kadar
asam
homovalinik
plasma
rendah
(Lewis et al.
1996). Penurunan
fungsi
sistem
dopamin (Bodfsh
et al. 1995; Lewis
et al. 1996).

-

Kondisi
amigdala

Peningkatan volume
rata-rata amigdala
secara bilateral pada
anak-anak (Mosconi
et al. 2009; Nordahl
et al. 2012).
Peningkatan volume
amigdala terjadi pada
manusia normal dan
tidak pada penderita
(Murphy et al. 2012).

Kondisi
sistem
opioid

-

Kondisi
serotonin

Fluoxetin
menurunkan perilaku
stereotipe pada anakanak (Hollander et al.
2005).

Pada monyet

-

Penderita berperilaku
stereotipe mempunyai
konsentrasi plasma βendorfin yang tinggi
(Sandman et al. 1990).
Naltrexon mengurangi
perilaku stereotipe
pada penderita (Smith
et al. 1995).
Klomipramin
mengurangi perilaku
stereotipe penderita
(Lewis et al. 1995).

-

-

-

-

Agonis
meningkatkan
perilaku
stereotipe
sedangkan
antagonis
mengurangi
perilaku
stereotipe (Lutz
2014).
Amigdalektomi
atau lesi pada
amigdala
menyebabkan
munculnya
perilaku
stereotipe
(Bachealier
1994; Bauman et
al. 2008).
Hubungan
positif antara
plasma βendorfin dengan
keparahan
perilaku
stereotipe
(Crockett et al.
2007).
Fluoxetin
menurunkan
perilaku
stereotipe (Hugo
et al. 2003).

9

Dopamin
Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa melalui studi aktivitas dopamin terdapat
kesamaan perilaku stereotipe pada monyet dan manusia penderita ID dan SMD.
Menurut Lutz (2014), dopamin adalah sejenis neurotransmitter amina biogenik
yang erat kaitannya dengan perilaku stereotipe pada manusia dan satwa primata.
Administrasi amfetamin atau apomorfin agonis dopamin dapat meningkatkan
perilaku stereotipe baik pada manusia atau monyet sedangkan antagonis dopamin
digunakan untuk mengurangi perilaku stereotipe pada manusia penderita ID dan
pada monyet.
SMD juga tampak berkaitan dengan aktivitas dopamin. Dalam suatu studi,
penderita SMD cenderung memiliki kadar asam homovanilik plasma rendah
(Lewis et al. 1996). Menurut penelitian Bodfish et al. (1995) dan Lewis et al.
(1996), penderita SMD menunjukkan penurunan frekuensi kedipan mata dan
kelambatan motorik, dimana kedua gejala ini menunjukkan penurunan fungsi
sistem dopamin. Hasil ini menunjukkan hubungan antara aktivitas dopamin dan
perilaku stereotipe pada penderita ID dan SMD, dan pada monyet.
Amigdala
Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa melalui studi kondisi amigdala terdapat
kesamaan perilaku stereotipe pada monyet dan manusia penderita ASD. Perlakuan
amigdalektomi pada otak monyet postnatal bulan pertama dapat berdampak besar
terhadap interaksi sosial berupa penurunan keterampilan sosial dan munculnya
perilaku stereotipe (Bachealier 1994). Menurut Bauman et al. (2008),
amigdalektomi pada monyet neonatal akan menyebabkan munculnya perilaku
stereotipe setelah umur 2 tahun. Ini menunjukkan kesamaan dengan manusia yang
menderita autisme.
Anak-anak penderita ASD berumur 2-4 tahun dan 1-2 tahun kemudian akan
mengalami peningkatan volume rata-rata amigdala secara bilateral (Mosconi et al.
2009; Nordahl et al. 2012). Namun menurut Murphy et al. (2012), perlu dilakukan
studi cross-sectional karena peningkatan volume amigdala justru terjadi pada
manusia normal, tetapi tidak pada penderita ASD. Mengingatkan bahwa perilaku
stereotipe merupakan salah satu gejala dari penderita ASD (Berkson dan
Davenport 1962).
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
munculnya perilaku stereotipe pada monyet maupun manusia memiliki hubungan
yang erat dengan kondisi patologis amigdala.
Sistem Opioid
Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa melalui studi sistem opioid terdapat
kesamaan perilaku stereotipe pada monyet dan manusia penderita ID. Penderita
ID yang berperilaku stereotipe mempunyai konsentrasi plasma β-endorfin yang
lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak berperilaku stereotipe (Sandman et
al. 1990). Naltrexon, sebuah antagonis opioid long-acting, yang diuji pada

10
penderita ID (Smith et al. 1995) telah menunjukkan pengurangan perilaku
stereotipe. Crockett et al. (2007) membuktikan hubungan positif antara plasma βendorfin dengan keparahan perilaku stereotipe pada Macaca fascicularis. Hasil
diskusi di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sistem opioid
dengan perilaku stereotipe yang teramati pada manusia dan monyet.
Serotonin
Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa melalui studi aktivitas serotonin
terdapat kesamaan perilaku stereotipe pada monyet dan manusia penderita ASD
dan ID. Serotonin merupakan salah satu jenis neurotransmitter amina biogenik
yang terlibat dalam perilaku stereotipe. Fluoxetin, sejenis serotonin reuptake
inhibitor selektif, menunjukkan penurunan yang signifikan dalam perilaku
stereotipe pada anak-anak penderita ASD (Hollander et al. 2005) dan primata
(Hugo et al. 2003). Demikian pula, klomipramin, sejenis 5-HT uptake inhibitor,
dapat mengurangi perilaku stereotipe pada penderita ID (Lewis et al. 1995). Oleh
itu, disimpulkan bahwa serotonin dapat mempengaruhi perilaku stereotipe pada
manusia penderita ASD dan ID dan pada primata.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Anomali perilaku stereotipe pada monyet ekor panjang sitaan di
perkandangan UPT PPKH, DKI Jakarta berpotensi untuk diproyeksikan sebagai
hewan model neuropsikopatologi. Anomali perilaku stereotipe tersebut meliputi
weaving, rocking dan hand-biting, dan dapat dikaitkan dengan Autism spectrum
disorders (ASD), Stereotypic movement disorder (SMD) dan Intellectual disability
(ID) pada manusia. Sistem perkandangan monyet yang dapat maupun tidak dapat
menjamin stabilitas sosial dapat digunakan untuk menginduksi pembentukan
hewan model.
Saran
Untuk memperkuat argumentasi monyet sitaan dapat digunakan sebagai
hewan model perlu dilakukan penelitian lanjutan berupa pengukuran berbentuk:
operasi pada amigdala, pengambilan sampel darah untuk dopamin dan serotonin,
serta radiologi pada sistem opioid.

DAFTAR PUSTAKA
[APA] American Psychiatric Association.1994. Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders Fourth Edition (DSM-IV). Washington, DC: American
Psychiatric Association.

11
[APA] American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders Fourth Edition Text Revision (DSM-IV-TR). Washington,
DC: American Psychiatric Association.
[APA] American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders Fifth Edition (DSM-V). Washington, DC: American
Psychiatric Association.
Bachevalier J. 1994. Medial temporal lobe structures and autism: A review of
clinical dan experimental findings. Neuropsychologia. 32(6):627-48.
Bauman MD, Toscano JE, Babineau BA, Mason WA, Amaral DG. 2008.
Emergence of Stereotypies in Juvenile Monkeys (Macaca mulatta) With
Neonatal Amygdala or Hippocampus Lesions. American Psychological
Association. DOI: 10.1037/a0012600.
Berkson G, Davenport Jr RK. 1962. Stereotyped movements of mental defectives.
I. Initial survey. Amer J of Mental Deficiency. 66:849-52.
Bodfish JM, Crawford TM, Powell SB, Parker DE, Golden RN, Lewis MH. 1995.
Compulsions in adults with mental retardation: prevalence, phenomenology,
and comorbidity with stereotypy dan self-injury. Am J Ment Retard.
100(2):183-92.
[BBC] British Broadcasting Corporation. 2013. Rehabilitasi topeng monyet 'harus
serius'. [Internet]. [diunduh 2015 Juni 05]. Tersedia pada :
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/10/131022_jakarta_lara
ng_topeng_monyet.
Broom DM, Fraser AF. 2007. Domestic Animal Behaviour and Welfare 4th
Edition.UK: Cambridge University Press.
Capitanio J. 1986. Behavioral pathology. In G. Mitchell & J. Erwin (Eds.),
Comparative primate biology: behavior, conservation, and ecology (Vol. 2A, pp.
411–454). New York: Liss.
Conn PM [Ed.]. 2008. Sourcebook of Models for Biomedical Research. New
Jersey: Springer Science & Business Media.
Crockett CM, Sackett GP, Sandman CA, Chicz-DeMet A, Bentson KL. 2007.
Beta-endorphin levels in longtailed and pigtailed macaques vary by abnormal
behavior rating dan sex. Peptides. doi: 10.1016/j.peptides.2007.07.014.
Díaz JL. 1985. Grupos no manipulados de primates cautivos como modelos en la
investigación psiquiátrica. Salud Mental. 8(2):67-74.
Fritz JN, Iwata BA, Rolider NU, Camp EM, Neidert PL. 2012. Analysis of Selfrecording in Self-managements Interventions For Stereotypy. J Appl Behav
Anal. 45(1): 55–68. doi: 10.1901/jaba.2012.45-55
Hollader E, Phillips A, Chaplin W, Zagursky K, Novotny S, Wasserman S, Iyengar
R. 2005. A placebo controlled crossover trial of liquid fluoxetine on repetitive
behaviors
in
childhood
and
adolescent
autism. Neuropsychopharmacology. 30(3):582-9.
Hugo C, Seier J, Mdhluli C, Daniels W, Harvey BH, Du Toit D, Wolfe-Coote S,
Nel D, Stein DJ. 2003. Fluoxetine decreases stereotypic behavior in
primates. Prog Neuropsychopharmacology Biol Psychiatry. 27(4):639-43.
DOI: 10.1016/S0278-5846(03)00073-3.
Jankovic J, Tolosa E. 2007. Parkinson's Disease dan Movement Disorders Fifth
Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins.

12
Kaplan JR, Manuck SB, Clarkson TB, Lusso FM, Taub DM. 1982. Social status,
environment, and atherosclerosis in cynomolgus monkeys. Arteriosclerosis.
2(5):359-68.
Kirk LN. 2008. Neuropsychiatric Symptoms in Mild Cognitive Impairment:
Development and Testing of a Conceptual Model. USA: ProQuest.
Kistyarini. 2014. Serahkan Monyet ke BKHI, Warga Diimbau Bawa Kandang
Sendiri. [Internet]. [diunduh 2015 Juni 05]. Tersedia pada :
http://megapolitan.kompas.com/read/2014/09/24/17190801/Serahkan.Monyet.k
e.BKHI.Warga.Diimbau.Bawa.kandang.Sendiri.
LaGrow SJ, Repp AC. 1984. Stereotypic responding: A review of intervention
research. Am J Ment Defic. 88(6):595-609.
Lane RD, Nadel L. 2002. Cognitive Neuroscience of Emotion Series in affective
science. USA: Oxford University Press.
Lewis M, Bodfish JW. 1998. Repetitive behavior disorders in autism. Mental
Retardation
and
Developmental
Disabilities
Research
Reviews.
DOI: 10.1002/(SICI)1098-2779(1998)4:23.0.CO;2-0.
Lewis MH, Bodfish JW, Powell SB, Golden RN. 1995. Clomipramine treatment
for stereotypy and related repetitive movement disorders associated with
mental retardation. Am J Ment Retard. 100(3):299-312.
Lewis M, Gluck J, Bodsh J, Beauchamp A. 1996. Neurobiological basis of
stereotyped movement disorder. In: Sprague, R., Newell K (Eds), Stereotyped
Movements: Brain dan Behaviour Relationships. Washington: American
Psychological Association.
Lutz CK. 2014. Stereotypic Behavior in Nonhuman Primates as a Model for the
Human Condition. ILAR J. 55(2): 284–296. doi: 10.1093/ilar/ilu016.
Machado CJ, Bachevalier J. 2003. Non-human primate models of childhood
psychopathology: the promise and the limitations. J Child Psychol Psychiatry.
44, 64–87.
Mangunjaya FM. 2005. Hidup harmonis dengan alam: esai-esai pembangunan
lingkungan, konservasi, dan keanekaragaman hayati Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Martuzzi F, Rizzoli AG, Vaccari SF, Catalano AL. 2008. An investigation about
weaving stereotypy in show-jumping horses. Netherlands: Wageningen
Academic Publishers.
Mason GJ. 1991. Stereotypies : a critical review. Animal behaviour 41: 1015–
1037.
Mosconi MW, Cody-Hazlett H, Poe MD, Gerig G, Gimpel-Smith R, Piven J. 2009.
Longitudinal study of amygdala volume and joint attention in 2- to 4-year-old
children with autism. Arch Gen Psychiatry. 66(5):509–516.
Murphy CM, Deeley Q, Daly EM, Ecker C, O’Brien FM, Hallahan B, Loth E,
Toal F, Reed S, Hales S et al. 2012. Anatomy and aging of the amygdale and
hippocampus in autism spectrum disorder: an in vivo magnetic resonance
imaging study of Asperger syndrome. Autism Res. 5(1):3-12. doi:
10.1002/aur.227. Epub 2011 Sep 21.
Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of the Primates. Cambridge MA:
MIT Press.
Nordahl CW, Scholz R, Yang X, Buonocore MH, Simon T, Rogers S, Amaral
DG. 2012. Increased rate of amygdala growth in children aged 2 to 4 years with

13
autism spectrum disorders: a longitudinal study. Arch Gen Psychiatry. 69:53–
61. doi: 10.1001/archgenpsychiatry.2011.145
Paulk H, Dienske H, Ribbens LG. 1977. Abnormal behavior in relation to cage
size in rhesus monkeys. Journal of Abnormal Psychology. 86: 87-92.
Rees PA. 2015. Studying Captive Animals: A Workbook of Methods in Behaviour,
Welfare dan Ecology. UK: John Wiley & Sons.
Rizki D. 2014. Jalani Observasi, 68 Ekor Monyet Belum Dieksekusi. [Internet].
[diunduh
2015
Juni
05].
Tersedia
pada
:
http://wartakota.tribunnews.com/2014/02/03/jalani-observasi-68-ekor-monyetbelum-dieksekusi.
Sandman CA, Barron JL, Chicz-DeMet A, DeMet EM. 1990. Plasma B-endorphin
levels in patients with self-injurious behavior and stereotypy. Am J Ment
Retard. 95(1):84-92.
Smith SG, Gupta KK, Smith SH. 1995. Effects of naltrexone on self-injury,
stereotypy, and social behavior of adults with developmental disabilities. J Dev
Phys Disabil. 7(2):137-146. DOI: 10.1007/BF02684958.
Soekidjo N. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan.
Yojyakarta: dani Offset.
Tasman A, Kay J, Lieberman JA, First MB, Maj M. 2011. Psychiatry Fourth
Edition Volume I. John Wiley & Sons.
Taufik M. 2013. Asal usul dan sejarah topeng monyet. [Internet]. [diunduh 2015
Juni 04].Tersedia pada: http://www.merdeka.com/peristiwa/asalusul-dansejarah-topeng-monyet.html.
Taylor MA, Vaidya NA. 2009. Descriptice Psychopathology: The Signs and
Symptoms of Behavioral Disorders. USA: Cambridge University Press.
Utama P. 2014. Dikarantina, Nasib Monyet Razia Jokowi Tak Jelas. [Internet].
[diunduh
2015
Juni
05].
Tersedia
pada
:
http://metro.tempo.co/read/news/2014/02/01/083550186/Dikarantina-NasibMonyet-Razia-Jokowi-Tak-Jelas.
Verma R, Mina S, Sachdeva A. 2014. Auto cannibalism in mental retardation. J
Pediatr Neurosci. 9(1): 60–62. doi: 10.4103/1817-1745.131491.

14

RIWAYAT HIDUP
Karen Jap Ker Li dilahirkan di Sarawak, Malaysia pada tanggal 9 Februari
1992 dari pasangan Jap Eng Lai dan Poh Kuai Ching. Penulis merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan awal di TK St. Joseph dan dilanjutkan
ke SD di SRK St. Agnes selama 6 tahun. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan di SM All Saints selama 5 tahun dari tahun 2005-2009. Pada tahun
2011, penulis berjaya diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.
Selama melakukan pendidikan, penulis aktif dibeberapa organisasi seperti
Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia Di Indonesia (PKPMI) dan Anggota
Himpunan Profesi Satwa Liar Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.