Karakter Dominansi dan Perilaku Stereotipe pada Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Sitaan serta Saran-saran Pengelolaannya.

KARAKTER DOMINANSI DAN PERILAKU STEREOTIPE
PADA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis)
SITAAN SERTA SARAN-SARAN PENGELOLAANNYA

DYANA TAY AI AI

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakter Dominansi
dan Perilaku Stereotipe pada Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Sitaan serta Saran-saran Pengelolaannya adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Dyana Tay Ai Ai
NIM B04118008

ABSTRAK
DYANA TAY AI AI. Karakter Dominansi dan Perilaku Stereotipe pada Monyet
Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Sitaan serta Saran-saran Pengelolaannya.
Dibimbing oleh RP AGUS LELANA.
Penelitian ini didedikasikan untuk mendukung program pengelolaan
perilaku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dari hasil sitaan atraksi
topeng monyet di UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan DKI Jakarta.
Pengelolaan perilaku ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan hewan
dan merehabilitasi adanya anomali perilaku stereotipe. Pengamatan terhadap
kondisi kandang dan perilaku 47 monyet sitaan menggunakan metode
instantaneous sampling dilakukan. Kondisi kandang yang ditemukan meliputi 4
kandang sosial stabil dan 2 kandang sosial tidak stabil. Kedua tipe kandang
tersebut diwarnai dengan karakter dominansi, dimana pada kandang sosial yang
tidak stabil ditemukan lebih banyak frekuensi perilaku agresif. Perilaku stereotipe

geleng kepala (weaving) ditemukan hanya pada kandang sosial tidak stabil.
Perilaku angguk kepala (rocking) ditemukan pada kedua tipe kandang. Ada pun
perilaku melukai diri sendiri (self-injurious behaviour) ditemukan pada kandang
sosial stabil. Dalam mengelola dinamika dan merehabilitasi penyimpangan
perilaku tersebut di atas, diperoleh informasi perlunya pengayaan lingkungan
yang meliputi pengayaan sosial, pengayaan kerja, pengayaan fisik, pengayaan
sensori, dan pengayaan nutrisi. Informasi ini diharapkan dapat menjadi panduan
dalam pengelolaan monyet sitaan dengan karakter dominansi dan perilaku
stereotipe.
Kata kunci: dominansi, macaca fascicularis, pengayaan lingkungan, stereotipe

ABSTRACT
DYANA TAY AI AI. Management Suggestions for Dominant Character and
Stereotypical Behaviour in Confiscated Long-tailed Macaques (Macaca
fascicularis). Supervised by RP AGUS LELANA.
This study is dedicated to support the behavioural management of
confiscated dancing monkeys of cynomolgus macaques (Macaca fascicularis) at
UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan Jakarta province. This management is to
improve animal welfare and rehabilitate stereotypical anomaly behaviour.
Therefore cages condition and behaviour of 47 confiscated monkeys were

observed using instantaneous sampling method. The cages condition include 4
socially stable cages and 2 socially unstable cages. Dominant characteristic is
found in both type of cages where at socially unstable cages shows higher
frequency of aggressive behaviour. The stereotypical behaviour movement of
head left to right (weaving) only found in socially unstable cage. Movement of
head front to back (rocking) found in both cages and self-injurious behaviour
(SIB) found in socially stable cages. In managing the dynamics and rehabilitate
the abnormal behaviour mentioned above, it is found that environmental

enrichment is needed. This includes social enrichment, occupational enrichment,
physical enrichment, sensory enrichment, and nutrition enrichment. It is hope that
these information will be the guideline in managing dominant character of
confiscated monkeys and its stereotypical behaviour.
Keywords: dominant,
stereotypies

environmental

enrichment,


macaca

fascicularis,

KARAKTER DOMINANSI DAN PERILAKU STEREOTIPE
PADA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis)
SITAAN SERTA SARAN-SARAN PENGELOLAANNYA

DYANA TAY AI AI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang telah melimpahkan
segala rahmat, karunia dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini dengan baik. Judul penelitian yang dipilih adalah Karakter
Dominansi dan Perilaku Stereotipe pada Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) Sitaan serta Saran-saran Pengelolaannya. Skripsi ini ditulis sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis memberikan ucapan terimakasih kepada:
1. Pimpinan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Dekan, Drh. Srihadi
Agungpriyono MSc. Ph.D, PAVet (K), Wakil Dekan I, Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan, Drh. Agus Setiyono, MS. Ph.D, APVet;
2. Dosen pembimbing, Dr. Drh. RP Agus Lelana, Sp MP, MSi;
3. Pimpinan UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan, Teknologi
Peternakan dan Pengujian Mutu Hasil Peternakan, Dinas Kelautan,
Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta, Drh. Eko Hendry
Wicaksono MSi, Drh. V. Aswindrastuti dan Drh. Sopiyah Rahayu serta
Jakarta Animal Aid Network (JAAN);

4. Dosen pembimbing akademik, Drh. Wahono Esthi Prasetyaningtyas,
MSi;
5. Keluarga, Rico Tay, Kameela, Raymond Tay, Daveena Tay, Amelia Tay
dan Nicol Tay;
6. Teman baik, Karen Jap dan Arjuna Lim, teman-teman dalam
pengamatan perilaku, Ridzky Pratama dan Eka Deandra, serta Ganglion
48.
Penulis menyadari adanya kekurangan dan keterbatasan dalam skripsi ini.
Oleh itu, segala kritik dan saran terhadap skripsi ini sangat diharapkan. Semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat dan wawasan baru kepada pembaca.

Bogor, Agustus 2015
Dyana Tay Ai Ai

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR


ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

4

Bahan

4

Alat

4

Desain Penelitian


4

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

5
10

Simpulan

10

Saran

11


DAFTAR PUSTAKA

11

RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR TABEL
1 Tipe kandang, jumlah monyet, kondisi kandang, dan interpretasi
kondisi sosial monyet
2 Profil frekuensi perilaku agresif dan stabilitas sosial
3 Jenis dan frekuensi perilaku stereotipe serta jumlah monyet yang
mengalami perilaku stereotipe di kandang sosial stabil dan tidak stabil

5
6
7


DAFTAR GAMBAR
1 Kondisi kandang A
2 Kondisi kandang B
3 Feeder di luar kandang B

8
8
10

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Domestikasi menyebabkan banyak satwa liar digunakan sebagai hiburan
manusia, seperti monyet ekor panjang (long-tailed macaque, Macaca fascicularis)
digunakan sebagai atraksi topeng monyet. Monyet ekor panjang ini selanjutnya
disebut monyet. Monyet ditemukan hampir di semua kepulauan Indonesia bagian
Barat dan Tengah (Supriatna 2000). Di Pulau Jawa, topeng monyet juga disebut
“ledhek kethek”. Menurut Cohen (2006), pada tahun 80-an topeng monyet
digunakan mengamen di pasar, perkotaan dan perdesaan diiringi musik
tradisional. Kesenian ini melibatkan pawang untuk melatih monyet meniru
perilaku manusia, seperti berpakaian, menari dan berdandan. Penonton topeng
monyet umumnya anak-anak.
Tidak semua masyarakat sependapat dengan perlakuan terhadap topeng
monyet. Selain bertentangan dengan konsep kesejahteraan hewan, topeng monyet
berpotensi menularkan zoonosis. Oleh karena itu, pemerintah DKI Jakarta
melakukan penyitaan topeng monyet yang dilanjutkan dengan tindakan karantina
dan rehabilitasi di UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan DKI Jakarta.
Pengelolaan perilaku sangat diperlukan untuk menjamin kesejahteraan
hewan maupun masa depannya. Pengamatan perilaku ini juga diperlukan untuk
menentukan apakah monyet mampu beradaptasi dengan lingkungan baru. Salah
satu aspek penting adalah mengidentifikasi besarnya karakter dominansi maupun
adanya penyimpangan perilaku, seperti perilaku stereotipe yang berpotensi
menghambat program konservasinya. Pengamatan dan pengayaan lingkungan
diperlukan sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hewan ataupun
kesiapan reintroduksi ke habitat aslinya.
Sehubungan dengan pemikiran tersebut di atas dilakukan pengidentifikasian
karakter dominansi dan perilaku stereotipe pada monyet hasil sitaan topeng
monyet di UPT PPKH DKI Jakarta. Hasil kegiatan ini diharapkan dapat
didedikasikan untuk program konservasi monyet tersebut.

Perumusan Masalah
Tidak semua monyet sitaan dari atraksi topeng monyet dalam kondisi
kesehatan dan kesejahteraan yang prima. Mereka harus dikondisikan sehingga
dapat dikembalikan ke habitat aslinya maupun dimanfaatkan untuk kepentingan
sains. UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan DKI Jakarta menerapkan program
medik konservasi yang meliputi prosedur pengamatan, karantina, pemeliharaan,
dan rehabilitasi terhadap monyet dalam mewujudkan hal tersebut. Prosedur
pengamatan ini tidak cukup pemeriksaan klinis dan laboratoris, tetapi harus
dilengkapi dengan pengamatan perilaku.
Pengamatan perilaku sangat penting sebagai basis informasi dalam
pengelolaan perilaku; terutama terhadap karakter dominansi dan adanya

2
penyimpangan perilaku stereotipe. Pengamatan terhadap aspek ini belum pernah
dilakukan terhadap monyet hasil sitaan di perkandangan UPT PPKH DKI Jakarta.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter dominansi dan
perilaku stereotipe pada Macaca fascicularis sitaan di UPT PPKH DKI Jakarta
dan memberi saran-saran untuk pengelolaannya.

Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini bermanfaat untuk memberi informasi mengenai karakter
dominansi dan perilaku stereotipe pada monyet sitaan dari topeng monyet di
UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan DKI Jakarta;
2. Selain itu juga bermanfaat dalam memberi saran-saran untuk meningkatkan
pengelolaan perilaku melalui pengayaan lingkungan dalam rangka
kesejahteraan hewan dan dalam rangka program konservasi monyet.

TINJAUAN PUSTAKA
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Monyet ekor panjang (MEP) atau disebut sebagai Macaca fascicularis atau
cynomolgus monkey; selanjutnya disebut monyet adalah salah satu primata yang
paling penting dalam kegunaannya sebagai hewan model dalam Basic and
Applied Biomedical Research. Spesies Macaca mulatta juga dikenali sebagai
rhesus monkey dan Macaca fascicularis atau long-tailed macaque, adalah primata
yang paling sering dipelajari sebagai hewan model pada masa kini (Ferguson et al.
2007; Gibbs et al. 2007). Dibandingkan dengan rodensia dan anjing, primata
mempunyai hubungan evolusi dan fisiologi yang lebih dekat dengan manusia
(Capitanio dan Emborg 2008). Monyet merupakan satwa liar yang memiliki
sebaran sangat luas akan tetapi monyet telah mengalami penurunan populasi yang
cepat karena degradasi dan hilangnya habitat, pemanfaatan dalam farmasi, konflik
dengan manusia sehingga status spesies tersebut perlu dikaji ulang (Eudey 2008).
Karakter dominansi
Menurut Hemelrijk (1999), dominansi merupakan kedudukan yang penting
dalam tingkah laku sosial karena keuntungan yang didapatkan, seperti prioritas
untuk akses kawin, pakan, dan tempat aman. Menurut Saroyo (2005), interaksi
sosial secara dasar dibagi dua yaitu kompetitif atau antagonistik dan kooperatif
yaitu positif atau afiliatif. Hierarki dominansi tergolong dalam interaksi kompetitif
yang meliputi keseluruhan individu dominan dan subordinan. Hewan yang

3
dominan adalah lebih agresif berbanding hewan subordinat (Keverne 1978).
Agresi mencakup agresi ringan (mengancam dengan membuka mulut,
mengancam dengan suara, dan menerjang) dan agresi berat (mengusir,
menendang, mencakar, dan menggigit) (Perry 1996). Dominan merupakan
individu yang sering menyerang dan subordinat merupakan individu yang sering
menunduk (Adrian 2006).
Perilaku stereotipe
Perilaku stereotipe didefinisikan sebagai perilaku yang berulang-ulang dan
invarian (Mason dan Rushen 2006). Stereotipe sering berhubungan dengan
kurangnya stimulasi atau akibat peristiwa yang menyebabkan stres. Perilaku
stereotipe dapat mewakili upaya hewan untuk beradaptasi dengan lingkungannya
namun tidak dapat ditemukan bukti yang jelas (Mason dan Latham 2004).
Stereotipe dapat dikenali dengan adanya postur tubuh yang aneh atau pergerakan
berulang yang berkepanjangan.
Menurut Berkson (1967), stereotipe pada primata secara umum dibagi atas
dua kategori yaitu deprivation stereotypes dan cage stereotypes. Deprivation
stereotypes juga dikenal sebagai stereotipe yang dilakukan individu tersebut
terhadap dirinya sendiri seperti self-orality, rocking, huddle, dan self- abuse. Cage
stereotypes pula dapat dianggap sebagai hasil dari lingkungan hidup hewan
tersebut.
Pengayaan lingkungan
Peningkatan kesejahteraan hewan dan perilaku normal ditemukan ketika
dilakukan pengayaan lingkungan pada monyet (Bloomsmith et al. 1991). Menurut
Newberry (1995), program pengayaan lingkungan harus bertujuan untuk
memperbanyak perilaku normal yang ditunjukkan oleh hewan berbanding
perilaku yang abnormal, mampu mencegah perkembangan atau mengurangi
perilaku abnormal, meningkatkan pemanfaatan lingkungan secara positif dan
meningkatkan kebolehan hewan untuk mengatasi tantangan perilaku dan
fisiologikal seperti pemaparan pada manusia, manipulasi eksperimen atau variasi
lingkungan.
Menurut Bloomsmith et al. (1991), pengayaan lingkungan terdiri dari
pengayaan fisik, pengayaan nutrisi, pengayaan sosial, pengayaan kerja dan
pengayaan sensori. Pengayaan fisik dapat melibatkan perubahan ukuran atau
kompleksitas pada kandang hewan atau penambahan aksesoris di kandang seperti
benda, substrat, atau struktur permanen. Pengayaan nutrisi dapat melibatkan baik
variasi penyajian makanan atau mengubah metode pemberian pakan. Pengayaan
sosial dapat melibatkan kontak dengan konspesifik (individu lain yang sama
spesies) atau manusia secara visual, olfaktori atau auditori secara langsung atau
tidak langsung. Pengayaan kerja pula merupakan suatu pengayaan menggunakan
benda-benda baru yang dapat memenuhi waktu hewan seperti ban dan selang.
Pengayaan kerja digunakan untuk menyediakan dan meningkatkan stimulasi
mental hewan. Pengayaan sensori atau dikenal juga sebagai ransangan visual
contohnya televisi, auditori seperti musik dan vokalisasi atau contoh lain seperti
penciuman, sentuhan dan rasa.

4

METODE
Penelitian ini telah dilakukan di UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan
DKI Jakarta, dari bulan Desember 2013 – Juli 2014. Pengolahan data dilakukan di
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dari bulan Maret 2015 –
Agustus 2015.

Bahan dan Alat
Hewan yang diamati adalah 47 Macaca fascicularis hasil sitaan dari
rombongan topeng monyet. Hewan tersebut telah dikandangkan berkelompok
dengan kategori kandang A dengan ukuran 6×6×3m sebagai dua kandang yang
memiliki pintu koneksi dan kandang B dengan ukuran 2×4×2.5m sebagai kandang
tunggal. Distribusi monyet masing-masing kandang adalah kandang A1 dan A2
sebanyak 24 ekor monyet, B1 sebanyak 3 ekor, B2 sebanyak 7 ekor, B3 sebanyak 6
ekor, dan B4 sebanyak 7 ekor.
Alat dan bahan yang digunakan meliputi 2 buah unit kamera digital, 2 buah
unit handycam, 4 unit camera stand, 1 unit laptop, 1 unit external hard disk, 1
unit jam, pen dan kertas label.

DESAIN PENELITIAN
Sebelum melakukan pengamatan, peneliti melakukan uji coba alat perekam
sebagai bentuk pra kondisi adaptasi monyet terhadap kehadiran peneliti. Setelah
monyet tidak menganggap peneliti sebagai orang asing, perekaman dilakukan.
Perekaman dilakukan dengan menempatkan alat di sudut-sudut di luar
kandang yang tidak terjangkau oleh monyet. Perekaman dilakukan pada waktu
makan pagi, siang dan sore selama 3 hari dengan durasi selama 12 menit setiap
pengamatan. Hasil perekaman dikompilasikan di laptop untuk pengamatan lebih
lanjut.
Pengamatan perilaku dilakukan dengan menggunakan metode instantaneous
sampling atau scan sampling. Metode ini merupakan bentuk pengamatan terhadap
seluruh perilaku individual hewan di tempat yang sama, pada waktu yang sama,
dengan interval yang sama. Jenis perilaku spesifik yang akan diamati ditetapkan
sebagai ketentuan instantenous rule dalam metode scan sampling ini.
Penentuan perilaku spesifik yang diamati dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan hewan melalui manajemen perilaku dititikberatkan pada aspek
karakter dominansi dan adanya perilaku stereotipe yang berpotensi menghambat
adaptasi monyet tersebut di habitat barunya. Alasan tersebut menyebabkan umur
dan jenis kelamin tidak diamati dengan jelas.

Analisis Data
Data hasil pengamatan ditabulasikan berdasarkan kondisi kandang dan
interpretasinya, frekuensi perilaku agresif dan stabilitas sosial serta jenis dan

5
frekuensi perilaku stereotipe serta jumlah monyet yang mengalami perilaku
stereotipe. Tipe kandang A diinterpretasikan sebagai kandang yang kurang
memberi jaminan kenyamanan sosial mengingat adanya pintu penghubung yang
membuatkan monyet di masing-masing kandang dapat membentuk struktur sosial
yang baru. Kandang B diinterpretasikan sebagai kandang yang memberi jaminan
kerna tidak ada alternatif lain. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Masalah perkandangan
Tabel 1 Tipe kandang, jumlah monyet, kondisi kandang, dan interpretasi kondisi
sosial monyet
Kandang
A
Tipe kandang
Jumlah
monyet (ekor)
Kondisi
kandang

Interpretasi
kondisi sosial

1

B
2

nA1+A2=24
Kandang A1 dan A2 merupakan
kandang luar (outdoor) dengan
ukuran 6×6×3m yang dihubungkan
dengan pintu koneksi
Adanya pintu koneksi yang
menghubungkan kandang A1 dan A2
menyebabkan monyet dapat
menyeberang dari satu kandang ke
kandang yang lain, sehingga
mempengaruhi dinamika struktur
sosial, akibatnya kehidupan sosial di
kandang tersebut cenderung tidak
stabil

1
nB1=3

2
nB2=7

3
nB3=6

4
nB4=7

Kandang B merupakan kandang dalam
(indoor) yang berukuran 2×4×2.5m
per kandang, terletak bersebelahan dan
dipisahkan dengan dinding
Tidak adanya pintu koneksi di kandang
B menyebabkan kehidupan sosial
monyet dianggap stabil karena setiap
subkandang terpisah antara satu sama
lain sehingga pembentukan struktur
sosial cenderung statis

Tabel 1 menggambarkan bahwa monyet yang diamati dalam penelitian ini
ditempatkan pada dua tipe kandang yang kami sebut sebagai kandang A dan
kandang B. Jumlah monyet di kandang A1 dan A2 sebanyak 24 ekor monyet,
sedangkan kandang B1, B2, B3, dan B4 masing-masing berisi 3, 7, 6, dan 7 ekor
monyet.
Terdapat perbedaan yang menyolok antara kandang A dan kandang B. Pada
kandang A1 dan A2 terdapat pintu koneksi yang memungkinkan setiap saat
monyet berpindah dari satu kandang ke kandang yang lain. Adapun kandang B
merupakan kandang solid yang tidak memiliki pintu koneksi. Adanya peluang
monyet yang berpindah dari satu kandang ke kandang yang lain menyebabkan
kelompok monyet di masing-masing kandang cenderung menyusun organisasi
sosial baru. Selain itu, juga terjadi perubahan organisasi keanggotaan kelompok
sosial. Menurut Texas Biomedical Research Institute (2011), monyet cenderung
berusaha untuk menyempurnakan bentuk hierarki sosial sehingga mempengaruhi
karakter dominansi di dalam kandangnya.

6
Berdasarkan hal stabilitas sosial, Kaplan et al. (1982) menjelaskan bahwa
perubahan organisasi keanggotaan kelompok sosial monyet yang berulang kali
dapat menimbulkan lingkungan sosial yang tidak stabil. Dalam konteks ini dapat
dipelajari bahwa perkandangan yang memiliki pintu koneksi akan menimbulkan
lingkungan sosial yang tidak stabil. Ketidakstabilan lingkungan sosial akibat
sistem perkandangan dapat menjadi sumber permasalahan dalam pengelolaan
monyet. Menurut Paulk et al. (1977) kondisi sosial yang tidak stabil dapat
menimbulkan stres. Oleh karena itu, semua aspek yang menyebabkan stres
termasuk aspek perkandangan perlu diperhatikan.
Berdasarkan konteks ukuran kandang, pada Tabel 1 dapat dipelajari bahwa
ukuran kandang A memiliki ketinggian 3m dan kandang B 2.5m. Ukuran kandang
ini menurut Primate Care (2015) telah memenuhi persyaratan; yaitu lebih tinggi
dari 1.8m. Paulk et al. (1977) menyatakan bahwa akan terjadi penurunan perilaku
stereotipe dan perilaku abnormal lainnya seiring dengan peningkatan ukuran
kandang. Namun demikian, menurut Crockett dan Bowden (1994) pengaruh
ukuran kandang terhadap munculnya perilaku yang abnormal tidak signifikan.
Berdasarkan Tabel 1, diperoleh interpretasi bahwa adanya pintu koneksi
pada kandang A memberikan peluang tingginya frekuensi perilaku agresif. Hal ini
sesuai dengan perspektif manajemen dan perkandangan sosial menurut Erwin dan
Deni (1979). Umumnya monyet dari keluarga Old World Monkeys cenderung
membentuk hierarki sosial sehingga cenderung menunjukkan peningkatan tingkat
agresifitas.
Masalah Perilaku
Karakter dominansi
Karakter dominansi sangat penting sebagai landasan dalam pengelolaan
perilaku. Berdasarkan Tabel 2, diperoleh gambaran bahwa pada kandang A dan B
ditemukan adanya karakter dominansi. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Profil frekuensi perilaku agresif dan stabilitas sosial
Kandang
Stabilitas sosial
Nomor kandang
Frekuensi
perilaku
agresif (kali)

A
Tidak stabil
1
2
19
10

B
Stabil
1
2

2
7

3
7

4
2

Berdasarkan pengamatan, perilaku agresif yang dapat diamati adalah
perilaku agresif terhadap monyet lain seperti menerjang, mengusir, dan menggigit.
Berdasarkan Tabel 2, dapat dipelajari bahwa frekuensi perilaku agresif paling
tinggi ditemukan pada kandang A1, yaitu 19 kali. Hal ini dimungkinkan
mengingat kandang A merupakan kandang sosial yang tidak stabil dan jumlah
populasinya yang lebih tinggi. Berdasarkan penjelasan ini dapat diinterpretasikan
bahwa kandang A memiliki karakter dominansi yang dinamis. Menurut McCowan
et al. (2008), pada kelompok sosial yang tidak stabil, perilaku agresif cenderung
berkepanjangan, intensif, dan mengakibatkan trauma fisik maupun penurunan
kesejahteraan psikologis.

7
Berdasarkan pengamatan juga dapat dipelajari bahwa frekuensi perilaku
agresif pada kandang B adalah lebih rendah daripada kandang A. Hal ini
dimungkinkan mengingat kandang B merupakan kandang yang tidak memiliki
pintu koneksi sehingga menjamin kestabilan sosial monyet di kandang tersebut
sekaligus menekan karakter dominansi. Menurut Nelson (2006), faktor
lingkungan dapat mempengaruhi pola motorik maupun intensitas perkembangan
agresifitas monyet.
Perilaku stereotipe
Tabel 3 Jenis dan frekuensi perilaku stereotipe serta jumlah monyet yang
mengalami perilaku stereotipe di kandang sosial stabil dan tidak stabil
Perilaku
stereotipe
Nomor kandang
Jumlah
monyet
(ekor)
Jumlah
monyet
yang mengalami
stereotipe (ekor)
Weaving (kali)
Rocking (kali)
Hand-biting (kali)

Kandang
A

B

1

2

1
nB1=3

2
nB2=7

3
nB3=6

4
nB4=7

-

2

1

-

-

-

-

11
4
-

Perilaku stereotipe
3
1
-

-

-

nA1+A2=24

Berdasarkan Tabel 3 diperoleh gambaran bahwa perilaku stereotipe meliputi
perilaku weaving atau goyangan seluruh tubuh atau kepala secara lateral lalu
diikuti dengan mengangkat kaki depan dan belakang (Martuzzi et al. 2008).
Perilaku mengoyangkan tubuh ke depan dan belakang juga dikenal sebagai
rocking (Jankovic dan Tolosa 2007), dan perilaku menggigit tangan serta jari
sendiri (hand-biting).
Berdasarkan Tabel 3 juga diperoleh gambaran bahwa monyet yang
menunjukkan perilaku stereotipe lebih banyak ditemukan pada kandang A2 (2
ekor) dibandingkan dengan kandang B1 (1 ekor). Perilaku stereotipe monyet pada
kandang A2 umumnya ditunjukkan dalam bentuk weaving sebanyak 11 kali dan
dalam bentuk rocking sebanyak 4 kali selama 3×3 hari pengamatan. Ada pun
perilaku stereotipe pada monyet di kandang B1 cenderung dalam bentuk rocking
dengan frekuensi 3 kali dan hand-biting dengan frekuensi 1 kali selama 3×3 hari
pengamatan. Berdasarkan temuan ini dapat dipelajari bahwa kandang yang tidak
mampu menjamin stabilitas sosial seperti kandang A, tidak dapat mengurangi
perilaku stereotipe yang diderita monyet selama menjadi topeng monyet.
Sebagaimana diketahui bahwa untuk melatih atraksi topeng monyet,
pelatihan dilakukan dari sejak monyet anakan. Jika pelatihan tersebut dilakukan
secara intensif dan mencekam kesejahteraan monyet anakan tersebut maka akan
menimbulkan stres dan perilaku stereotipe. Hal ini sesuai dengan penjelasan Lutz
et al. (2003) dan Novak (2003) bahwa stres yang berulang ketika waktu monyet
anakan dapat menjadi faktor perkembangan perilaku stereotipe di Macaca. Selain
itu, perilaku stereotipe adalah indikator yang dapat mencerminkan masalah
kesejahteraan hewan.

8
Solusi berbasis pengayaan lingkungan
Berdasarkan pembahasan pada aspek karakter dominansi dan perilaku
stereotipe tersebut di atas, diperoleh gambaran bahwa untuk mewujudkan
manajemen perilaku yang efektif diperlukan solusi dengan pendekatan
perkandangan dan pengayaan lingkungan. Pendekatan perkandangan ini sangat
penting untuk menekan tingkat karakter dominansi seperti yang terjadi pada
kandang A. Solusi yang strategis untuk mengurangi karakter dominansi di
kandang A adalah dengan cara menghilangkan pintu koneksi A1 dan A2. Dengan
demikian, dinamika sosial pada kandang A menjadi lebih stabil. Menurut Boere
(2001), pengayaan lingkungan diperlukan untuk menjamin kesejahteraan monyet
yang lebih optimal. Menurut Texas Biomedical Research Institute (2011),
pengayaan lingkungan terdiri dari pengayaan fisik, pengayaan nutrisi, pengayaan
sensori, pengayaan sosial, dan pengayaan kerja.
Pengayaan fisik

Gambar 1 Kondisi kandang A

Gambar 2 Kondisi kandang B
Berdasarkan Gambar 1, diberikan gambaran bahwa di kandang A, dapat
dilihat dahan kayu dan dari gambar 2 terlihat di kandang B terdapat platform
kayu. Menurut Baker et al. (2006), salah satu ciri pengayaan fisik adalah harus
disediakan tempat yang tinggi untuk hewan bertengger. Di semua kandang dapat

9
diamati adanya selang untuk hewan memanjat. Di kedua-dua tipe kandang,
terlihat adanya ban yang dapat digunakan sebagai ayunan dan untuk memanjat.
Hal ini sesuai menurut Hoy et al. (2010) dimana untuk melakukan pengayaan
fisik dapat juga disediakan tempat ayunan.
Pengayaan nutrisi
Berdasarkan hasil pengamatan pemberian pakan, diperoleh gambaran
bahwa pakan disajikan masih dalam bentuk berkulit dan diberikan di lantai
maupun di atas kandang. Pemberian pakan seperti ini meningkatkan perilaku
foraging. Hal ini sesuai dengan pernyataan Texas Biomedical Research Institute
(2011). Berdasarkan penulisan tersebut disarankan pemberian pakan berupa buahbuahan atau sayur-sayuran dalam bentuk yang tidak dipotong atau berkulit dapat
meningkatkan perilaku foraging yang sangat penting untuk mempersiapkan
monyet sebelum dilepasliarkan.
Pengayaan sensori
Berdasarkan pengamatan di lapangan, belum terlihat adanya pengayaan
sensori untuk menstimulasi auditori, visual, olfaktori, dan taktil. Hal ini sesuai
dengan penjelasan Wells (2009) bahwa keberhasilan pengayaan sensori sangat
jarang dievaluasi. Menurut Texas Biomedical Research Institute (2011), untuk
meningkatkan pengayaan sensori perlu dilakukan pengayaan menggunakan
televisi, musik, atau aroma baru. Radio dapat digunakan untuk menambahkan
kepelbagaian auditori. Volume harus dikekalkan pada tahap yang berpatutan,
tidak melebihi 85 db dan radio dapat dimainkan selama satu hingga lapan jam per
hari namun harus dimatikan pada malam hari.
Pengayaan sosial
Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh gambaran bahwa pihak UPT
Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan DKI Jakarta telah mengandangkan monyet
secara acak dan bersifat campuran umur dan jenis kelamin. Interaksi sosial adalah
suatu bentuk pengayaan sosial yang sangat bermanfaat namun tidak selalu dapat
dilakukan karena tergantung dari konteks paradigma eksperimental atau perilaku
individual hewan (Reinhardt et al. 1987).

10
Pengayaan kerja

Gambar 3 Feeder di luar kandang B
Berdasarkan Gambar 3, feeder dapat diamati di semua kandang B yaitu
subkandang B1, B2, B3, dan B4. Feeder berfungsi untuk menstimulasi
penyelesaian masalah dan koordinasi. Hal ini juga dapat mengisi waktu hewan,
memperkuatkan interaksi yang positif dengan manusia, dan untuk meminimalisir
stres. Salah satu contoh alat feeder adalah puzzle feeder yang meningkatkan waktu
mencari makan dan ditemukan hasil dapat mengurangkan perilaku stereotipe pada
monyet (Honess dan Marin 2006). Selain itu, pelatihan positive reinforcement
juga harus dilakukan. Positive reinforcement adalah suatu proses dimana
pemberian sesuatu yang menyenangkan seperti treats atau pujian secara verbal
ketika monyet menunjukkan suatu perilaku akan meningkatkan kemungkinan hal
yang sama berulang pada waktu akan datang. Pelatihan ini dianggap bermanfaat
karena akan meminimalisir stres lingkungan pada hewan. Teknik pelatihan
positive reinforcement telah berhasil dalam mengurangi insiden dan keparahan
perilaku abnormal (Laule 1993).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Adanya pintu koneksi yang dapat dilewati oleh monyet pada perkandangan
UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan DKI Jakarta menyebabkan peningkatan
frekuensi agresifitas sebagai cermin karakter dominansi pada kandang tersebut.
Kandang yang tidak mampu menjamin kestabilan sosial menyebabkan perilaku
stereotipe yang diderita monyet sejak dijadikan atraksi topeng monyet sulit untuk
direhabilitasi. Perilaku stereotipe tersebut meliputi weaving, rocking dan handbiting. Pengayaan lingkungan yang meliputi pengayaan fisik, pengayaan nutrisi,
pengayaan sensori, pengayaan sosial, dan pengayaan kerja perlu dilakukan untuk
mewujudkan pengelolaan perilaku monyet yang memenuhi azas kesejahteraan
hewan.

11
Saran
Penutupan pintu koneksi perlu dilakukan untuk menekan peningkatan
karakter dominansi pada kandang yang tidak mampu menjamin stabilitas sosial.
Manajemen perilaku yang memfokuskan pada individu perlu dilakukan untuk
menekan munculnya perilaku stereotipe. Aspek sanitasi dan higiene lingkungan
perlu mendapat perhatian dalam hal pengayaan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Adrian AH. 2006. Afiliasi antar monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
betina di Pulau Tinjil [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Baker KC, Weed JL, Crockett CM, Bloomsmith MA. 2006. Survey of
environmental enhancement programs for laboratory primates. Am J Primatol.
69(4):377-394.doi:10.1002/ajp.20347.
Berkson G. 1967. Abnormal stereotyped motor acts. Zubin J & Hunt HF, Editor.
Comparative psycho-pathology: animal and human. New York (US): Grune &
Stratton.
Bloomsmith MA, Brent LY, Schapiro SJ. 1991. Guidelines for developing and
managing an environmental enrichment program for nonhuman primates. Lab
Anim Sci. 41(4):372–377.
Boere V. 2001. Environmental Enrichment for Neotropical Primates in Captivity.
Ciência Rural. 31 (3):543-551.
Capitanio JP, Emborg ME. 2008. Contributions of non-human primates to
neuroscience research. Lancet. 371(9618):1126-1135.doi: 10.1016/S01406736(08)60489-4.
Cohen MI. 2006. The Komedie Stamboel: Popular Theater in Colonial Indonesia,
1891-1903 (Ohio RIS Southeast Asia Series). Ohio (US): Ohio University Pr.
Crockett CM, Bowden DM. 1994. Challenging conventional wisdom for housing
monkeys. Lab Anim. 23(2):29-33.
Erwin J, Deni R. 1979. Strangers in a strange land: Abnormal Behaviours or
abnormal environments in TL Maple. Erwin J & Mitchell G, Editor. Captivity
and behaviour: Primates in breeding colonies, laboratories and zoo. New York
(US): Van Nostrand Reinhold
Eudey AA. 2008. The crab-eating macaque (Macaca fascicularis): widespread
and rapidly declining. Prim Cons. 23: 129-132.
Ferguson D, Street SL, Wright H, Pearson C, Jia Y, Thompson SL, Allibone P,
Dubay CJ, Spindle E, Norgren RB. 2007. Single nucleotide polymorphisms
(SNPs) distinguish indian-origin and chinese-origin rhesus macaques (Macaca
mulatta). BMC Genomics. 8 (43). doi: 10.1186/1471-2164-8-43.
Gibbs RA, Rogers J, Katze MG, Bumgarner R, Weinstock GM, Mardis ER,
Remington KA, Strausberg RL, Venter JC, Wilson RK, et al. 2007.
Evolutionary and biomedical insights from the rhesus macaque genome.
Science. 316(5822): 222-234.

12
Hemelrijk CK. 1999. Effects of cohesiveness on inter-sexual dominance
relationships and spatial structure among group-living virtual entities. Lect Not
Comp Scien. 1674: 524-534.
Honess PE, Marin CM. 2006. Enrichment and aggression in primates. Neur
Biobehav.l Rev. 30:413-436.
Hoy JM, Murray PJ, Tribe A. 2010. Thirty years later: enrichment practices for
captive mammals. Zoo Biol. 29(3):303-316. doi:10.1002/zoo.20254.
Jankovic J, Tolosa E. 2007. Parkinson's Disease and Movement Disorders M Medicine Series. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins.
Kaplan JR, Manuck SB, Clarkson TB, Lusso FM, Taub DM. 1982. Social status,
environment, and atherosclerosis in cynomolgus monkeys. Arterioscler
Thromb Vasc Biol. 2:359-368.
Keverne EB. 1978. Sexual and aggressive behaviour in social groups of talapoin
monkeys. Ciba Found Symp. 62:271-97.
Laule GE. 1993. The use of behavioral enrichment management techniques to
reduce or eliminate abnormal behavior. AWIC Newsletter. 4(4):1-2,8-11.
Lutz C, Well A, Novak M. 2003. Stereotypic and self-injurious behavior in rhesus
macaques: A survey and retrospective analysis of environment and early
experience. Am J Primatol. 60(1):1-15.
Martuzzi F, Rizzoli AG, Vaccari SF, Catalano AL. 2008. An investigation about
weaving stereotypy in show-jumping horses. Netherlands:Wageningen
Academic Publishers.
Mason G, Rushen J. 2006. Stereotypic Animal Behaviour Fundamentals and
Applications to Welfare 2nd Edition. Trowbridge (UK): Cromwell Pr.
Mason GJ, Latham NR. 2004. Can’t stop, won’t stop: is stereotypy a reliable
animal welfare indicator?. Anim. Welf. 57-69.
McCowan B, Anderson K, Heagarty A, Cameron A. 2008. Utility of social
network analysis for primate behavioral management and well-being. Appl
Anim Behav Sci. 109(2-4):396-405.
Nelson RJ. 2006. Biology of Aggression. New York (US): Oxford University Pr.
Newberry RC. 1995. Environmental Enrichment: Increasing the biological
relevance of captive environments. Appl Anim Behav Sci. 44:229-243.
Novak MA. 2003. Self-injurious behavior in rhesus monkeys: new insights into its
etiology, physiology, and treatment. Am J Primatol. 59(1):3-19.
Paulk HH, Dienske H, Ribbens LG. 1977. Abnormal behavior in relation to cage
size in rhesus monkeys. J Abnor Psychol. 86(1):87-92.
Perry S. 1996. Female-female social relationships in wild white-faced Capuchin
monkeys (Cebus capucinus). Am J Primatol. 40(2):167–182.
Primate Care. 2015. Primate Housing. [Internet]. Tersedia pada
http://primatecare.com/primate-housing/
Reinhardt V, Houser WD, Eisele SG, Champoux M. 1987. Social enrichment of
the environment with infants for singly caged adult rhesus monkeys. Zoo Biol.
6:365–371.
Saroyo. 2005. Karakteristik dominansi monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra) di
cagar alam tangkok-batualis, Sulawesi Utara [Disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Supriatna J. 2000. Konservasi Satwa Primata. Tinjauan Aspek Ekologi, Sosial
Ekonomi, dan Medis dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

13
Seminar Primatologi Indonesia. Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas
Kehutanan UGM. Yogyakarta: (ID).
Texas Biomedical Research Institute. 2011. Nonhuman Primate Environmental
Enhancement Plan of the Southwest National Primate Research Center. Texas:
(US).
Wells DL. 2009. Sensory stimulation as environmental enrichment for captive
animals: A review. Appl Anim Behav Sci. 118(1-2):1-11.

14

RIWAYAT HIDUP
Dyana Tay Ai Ai dilahirkan di Johor, Malaysia pada tanggal 19 Juni 1993
dari pasangan Tay Chew Thwa dan Kameela A/P Philipu. Penulis merupakan
anak pertama dari lima bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan awal di TK Adik-adik dan melanjutkan
studi ke SK Wangsa Maju (1) selama 4 tahun dan Sekolah Kebangsaan Bukit
Pantai selama 2 tahun. Kemudian melanjutkan pendidikan di MJSC Pasir Salak
dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Setelah itu meneruskan pendidikan ke
Geomatika International College. Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai
mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Selama melakukan pendidikan, penulis aktif dibeberapa organisasi seperti
Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar Malaysia di Indonesia (PKPMI C-BO) dan
pernah menjabat sebagai Exco Sukan 2 periode 2012/2013 dan 2013/2014. Selain
itu, penulis juga menjabat sebagai Bendahara 1 pada periode 2014/2015. Penulis
juga aktif sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bulu Tangkis IPB
dan Himpunan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik FKH IPB
serta aktif mewakili angkatan dan FKH dalam cabang olahraga bulu tangkis di
Olimpiade Veteriner (OLIVE) dan Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI).