Kandungan Logam Berat (Hg, Cd, Pb, Cu) pada Ikan Barakuda Sphyraena jello (Cuvier, 1829) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang

KANDUNGAN LOGAM BERAT (Hg, Cd, Pb, Cu)
PADA IKAN BARAKUDA Sphyraena jello (Cuvier, 1829)
DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN TANGERANG

ANDINI NISURAHMAH

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kandungan
Logam Berat (Hg, Cd, Pb, Cu) pada Ikan Barakuda Sphyraena jello (Cuvier,
1829) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang adalah benar merupakan hasil
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan
informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2014

Andini Nisurahmah
NIM C24100082

ABSTRAK
ANDINI NISURAHMAH. Kandungan Logam Berat (Hg, Cd, Pb, Cu) pada Ikan
Barakuda Sphyraena jello (Cuvier, 1829) di Perairan Pesisir Kabupaten
Tangerang. Dibimbing oleh SIGID HARIYADI dan MOHAMMAD MUKHLIS
KAMAL.
Ikan merupakan sumber protein hewani yang terkontaminasi logam aktivitas
industri. Studi ini dilaksanakan di perairan pesisir Kabupaten Tangerang dengan
tujuan menentukan kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, Cu pada insang dan
daging ikan barakuda (Sphyraena jello) serta pencemaran logam pesisir
Kabupaten Tangerang. Ikan tertangkap di pesisir Kronjo dan Cituis, Kabupaten
Tangerang. Logam berat dianalisis menggunakan metode cold-vapor atomic
absorption spectrometric (Hg) dan direct air-acetylene flame (Pb, Cd, Cu). Hasil
menunjukkan, bahwa konsentrasi logam tertinggi dari kedua pesisir adalah Pb dan

Cu di daging, sedangkan pada insang adalah Cu dan Cd. Konsentrasi Hg sangat
rendah di semua contoh. Pencemaran logam di pesisir Kabupaten Tangerang
tinggi ditunjukkan dengan faktor konsentrasi Pb yang terakumulasi sedang dalam
daging, akumulasi tinggi oleh Cu, dan akumulasi sedang oleh Cu pada insang.
Ikan barakuda dari perairan Kronjo dan Cituis telah tercemar Pb, Cd, dan Cu,
sehingga perlu pengelolaan limbah.
Kata kunci: logam berat, perairan pesisir, Sphyraena jello, Tangerang

ABSTRACT
ANDINI NISURAHMAH. Heavy metals (Hg, Cd, Pb, Cu) in barracuda
Sphyraena jello (Cuvier, 1829) in Coastal Waters of Tangerang Regency.
Supervised by SIGID HARIYADI and MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL.
Fish is animals protein-source which commonly contaminated by heavy
metals, it has been releasing from industrial activities. A study conducted in
Tangerang coastal waters has been aimed to determine the heavy metal Hg, Pb,
Cd, Cu concentrations in the gills and muscles of pickhandle barracuda
(Sphyraena jello) and metal pollution in Tangerang coastal waters. The samples
were collected from Kronjo and Cituis, Tangerang Regency. Heavy metals were
analyzed with cold-vapor atomic absorption spectrometric (Hg) and direct airacetylene flame method (Pb, Cd, Cu). The results showed that the highest metal
concentrations from Kronjo and Cituis were Pb and Cu in the muscles, whereas

Cu and Cd in the gills. Hg concentration in all samples were lower one. Metal
pollution in Tangerang coastal waters were indicated by concentration factor of Pb
which had a medium accumulative in muscle, high accumulation of Cu, and
medium accumulation of Cd in gills. Barracuda from Kronjo and Cituis had been
polluted by Pb, Cd, and Cu, so it needs waste management.
Key words: coastal waters, heavy metal, Sphyraena jello, Tangerang

KANDUNGAN LOGAM BERAT (Hg, Cd, Pb, Cu)
PADA IKAN BARAKUDA Sphyraena jello (Cuvier, 1829)
DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN TANGERANG

ANDINI NISURAHMAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul skripsi : Kandungan Logam Berat (Hg, Cd, Pb, Cu) pada Ikan Barakuda
Sphyraena jello (Cuvier, 1829) di Perairan Pesisir Kabupaten
Tangerang
Nama
: Andini Nisurahmah
NIM
: C24100082
Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc
Pembimbing I

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang atas rahmat dan karunia-Nya,
sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Kandungan Logam Berat
(Hg, Cd, Pb, Cu) pada Ikan Barakuda Sphyraena jello (Cuvier, 1829) di Perairan
Pesisir Kabupaten Tangerang”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana perikanan pada Departemen Manajemen Sumber Daya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1
Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi kepada

Penulis.
2
Penelitian yang pembiayaannya bersumber dari PT Kapuk Naga Indah
berkerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (LPPM) dan Departemen Manajemen Sumber daya Perairan.
3
Prof Dr Ir Sulistiono, MSc selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan motivasi selama perkuliahan.
4
Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc serta Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan, nasehat dan saran untuk
Penulis dalam penulisan karya ilmiah ini.
5
Dr Ir Etty Riani, MS selaku penguji tamu dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi
selaku komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
atas saran dan masukan yang sangat berarti.
6
Keluarga: Bapak Sihabudin dan Ibu Eli Herliani yang telah memberikan
banyak motivasi, doa, dan dukungan kepada Penulis baik moril maupun
materil.

7
Tim proyek Tangerang: Bapak Aris, Bapak Zulmi, Bapak Adang, Fani,
Nina, Runi, Inggar, Anissa, Serli, Ardhito, Lusita, Wedhiningtyas, Febi, dan
Akrom atas kerjasama selama penelitian di lapangan.
8
Sahabat Penulis dari MSP angkatan 47 (Nissa, Nurul, Runi, dan Maida),
HIMASURYA, Asrama TPB 2010, Pengurus Bina Desa BEM KM IPB
2011, dan Peserta MST 2014 atas semangat, dukungan, dan doa kepada
Penulis.
Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.
Bogor, September 2014
Andini Nisurahmah

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Logam Berat (Hg, Cd, Pb, dan Cu)
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi

vi
1
1
2
3
3
3
3
4
5
6
7
7
11
14
14
15
15
19
21


DAFTAR TABEL
1
2

Hasil tangkapan ikan barakuda (Sphyraena jello) di perairan pesisir
Kabupaten Tangerang
Banyaknya, total bobot daging dan insang, panjang dan bobot tubuh
rata-rata Sphyraena jello yang dibedah sebelum dikomposit

5
5

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10

Diagram alir kerangka pemikiran kandungan logam berat Hg, Cd, Pb,
dan Cu pada Sphyraena jello di pesisir Kabupaten Tangerang
Lokasi pengambilan contoh ikan barakuda di perairan pesisir
Kabupaten Tangerang
Contoh ikan barakuda Sphyraena jello (Cuvier, 1829) berukuran 28
cm yang tertangkap di lokasi studi
Kandungan logam berat dalam contoh daging ikan barakuda di pesisir
Kronjo dan Cituis
Kandungan logam berat dalam contoh insang ikan barakuda di pesisir
Kronjo dan Cituis
Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam daging terhadap
konsentrasi logam dalam air di perairan Kronjo
Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam insang terhadap
konsentrasi dalam air di perairan Kronjo
Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam daging terhadap
konsentrasi dalam air di perairan Cituis
Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam insang terhadap
konsentrasi dalam air di perairan Cituis
Konsentrasi logam berat pada air di perairan pesisir Kronjo dan Cituis,
Kabupaten Tangerang

2
3
4
8
8
9
10
10
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Posisi pengambilan contoh ikan barakuda (Sphyraena jello) di
perairan pesisir Kabupaten Tangerang serta jumlah yang didapatkan
tiap tarikan
Kandungan logam berat dalam contoh daging ikan barakuda di pesisir
Kronjo
Maximum tolerable intake (MTI) ikan barakuda yang mengandung
logam berat untuk dikonsumsi oleh orang dewasa (60 kg)

19
19
20

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aktivitas manusia menimbulkan pencemaran logam berat di lingkungan laut.
Hutagalung (1984) menyatakan bahwa logam berat merupakan unsur-unsur yang
memiliki berat jenis lebih dari 5 g/cm3, memiliki daya hantar listrik, dan panas
yang tinggi. Logam berat menjadi toksik jika berakumulasi dengan jumlah yang
banyak. Logam berat pada umumnya berasal dari limbah industri. Berdasarkan
data BPS pada tahun 2012, tercatat sebanyak 119 industri dan 28 industri bergerak
pada sektor logam di Kabupaten Tangerang. Jenis industri logam tersebut adalah
industri plastik, baterai, peleburan dan pembuatan barang dari logam. Seluruh
kegiatan industri tersebut pada umumnya membuang limbah Pb (Kersten et al.
1997; Nakashima et al. 2011). Sisa pengelolaan limbah industri sebagian besar
dibuang ke perairan sekitar sungai hingga bermuara ke laut. Sungai yang
bermuara ke pesisir Kabupaten Tangerang adalah Sungai Cipasilian, Cidurian,
Cimanceuri (Kronjo), Cirarab, Anak Cisadane (Cituis), dan Cisadane (Tanjung
Pasir).
Ada beberapa kegiatan manusia yang berpotensi menghasilkan logam berat
yang masuk ke wilayah pesisir Kabupaten Tangerang. Sumber utama logam berat
dari wilayah daratan adalah aktivitas industri, bahan bakar kendaraan bermotor,
air lindi dari sampah pemukiman sebagai sumber Pb dan Cd, galangan kapal
sebagai sumber Hg dan Cu, dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU 3 Banten)
berbahan bakar batu bara di Kecamatan Kronjo sebagai sumber Cd. PLTU
terletak dekat dengan pesisir.
Sumber aktivitas dari perairan adalah
pengoperasian 2671 kapal motor (in boat) (BPS 2013).
Seluruh kegiatan tersebut menyebabkan peningkatan konsentrasi logam
dalam air. Konsentrasi logam yang meningkat menyebabkan gangguan pada biota,
khususnya ikan, baik jaringan maupun tingkah laku. Mukhtasor (2007)
menyatakan, bahwa urutan toksisitas logam pada 48 H-LC50 dari paling tinggi ke
rendah terhadap ikan adalah merkuri (Hg2+), kadmium (Cd2+) , timbal (Pb2+), dan
tembaga (Cu2+). Logam dapat masuk ke tubuh ikan melalui tiga cara, yaitu ingesti
makanan, perpindahan ion logam terlarut yang melewati membran lipofilik, dan
adsorpsi pada permukaan membran (Squadron et al. 2013). Logam dari perairan
masuk ke tubuh organisme mengalami proses pengendapan dan terakumulasi
dalam jaringan (Syakti et al. 2012). Ikan barakuda (Sphyraena jello) berpotensi
dalam menyerap logam berat melalui rantai makanan dan air karena logam hampir
selalu ditemukan dalam air, walaupun secara alami konsentrasi logam dalam
jumlah relatif rendah (Ogoyi et al. 2011).
Ikan barakuda dapat digunakan sebagai bioindikator karena bersifat
karnivora yang memakan ikan-ikan kecil (Hosseini 2009). Ikan predator dalam
rantai makanan dapat mengakumulasi lebih banyak logam berat (Darmono 1995).
Ikan barakuda hidup di teluk dan terumbu karang (FAO 2001). Mereka pada
umumnya tertangkap di perairan pesisir dangkal dan estuari, sehingga ditemukan
di pesisir perairan Kabupaten Tangerang (FAO 1974).
Penelitian mengenai logam dalam biota banyak dilakukan karena efek
toksikan yang ditimbulkan pada sistem fisiologis organisme perairan serta

2
manusia yang mengonsumsi organisme tersebut. Ikan barakuda merupakan salah
satu sumber protein di pesisir Kabupaten Tangerang yang dikonsumsi sebagai
ikan asin. Sebagian besar ikan barakuda mampu menyerap logam dalam bentuk
kation di kolom air ke dalam sistem biologi organisme tersebut dan berbahaya
bagi makhluk hidup yang mengonsumsinya (Allen 1993 in Riani 2012). Uraian
tersebut menjelaskan studi diperlukan untuk menentukan kandungan logam Pb,
Cd, Hg, dan Cu pada ikan barakuda (Sphyraena jello) di daerah perairan pesisir
Kabupaten Tangerang dan menentukan pencemaran logam pesisir Kabupaten
Tangerang melalui bioakumulasi logam berat pada insang dan daging.

Kerangka Pemikiran
Pesisir Kabupaten Tangerang menerima limbah dari 119 industri yang aktif
berproduksi (BPS 2013). Hal ini menyebabkan Tangerang menerima banyak
limbah logam berat yang bermuara di wilayah pesisir. Limbah logam tersebut
akan mempengaruhi kualitas air pesisir Kabupaten Tangerang. Kekhawatiran
mengenai pencemaran logam berat semakin meningkat karena adanya akumulasi
logam dalam tubuh biota (Bargagli et al. 1998; Bashir 2013). Paparan logam
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan permanen bagi beberapa organ
(Hites et al. 2004 in Sasa et al. 2012). Oleh sebab itu, penelitian mengenai
kandungan logam berat pada ikan barakuda (Sphyraena jello) perairan Tangerang
perlu dilakukan. Perumusan masalah logam berat pada ikan barakuda ditunjukkan
pada Gambar 1.
Limbah industri, limbah
domestik, kegiatan perikanan,
galangan kapal, dan sebagainya.

Kualitas air perairan
pesisir Kabupaten Tangerang
(Kronjo dan Cituis).

Analisis
logam
berat
Pb,Cd,Cu, dan Hg pada
insang dan daging ikan
barakuda (Sphyraena jello)

 Kandungan logam berat (Hg,
Cd, Pb, Cu) pada Sphyraena
jello
 Efek biologis ikan Sphyraena
jello (Faktor Biokonsentrasi)
Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran kandungan logam berat Hg, Cd, Pb,
dan Cu pada Sphyraena jello di pesisir Kabupaten Tangerang

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan logam berat pada
ikan barakuda (Sphyraena jello) dan tingkat pencemaran logam pesisir Kabupaten
Tangerang melalui bioakumulasi logam berat pada insang dan daging.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi akumulasi
logam berat pada ikan konsumsi sehingga perairan tersebut dapat dikelola
terhadap cemaran limbah logam. Penelitian ini menginformasikan pentingnya
mengetahui bahaya makanan yang mengandung logam berat.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kawasan perairan pesisir Kabupaten Tangerang,
Banten. Lokasi penelitian dibagi menjadi 3 subwilayah, yaitu Kronjo, Cituis, dan
Tanjung Pasir dengan 5 kali tarikan trawl sebagai ulangan seperti pada Gambar 2.
Ikan barakuda hanya tertangkap pada subwilayah Kronjo dan Cituis.

Gambar 2 Lokasi pengambilan contoh ikan barakuda di perairan pesisir
Kabupaten Tangerang
Penentuan titik pengamatan menggunakan Global Positioning System (GPS).
Penelitian dilakukan pada tanggal 27 April-2 Mei, 8-10 Juni, dan 26-29 Agustus

4
2013. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Biomakro 1 Departemen
Manajemen Sumber Daya Perairan dan Laboratorium Pengujian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer meliputi pengambilan contoh ikan di perairan
pesisir menggunakan perahu nelayan. Lokasi pengambilan sejajar dengan garis
pantai yang merupakan kewenangan kabupaten yaitu empat mil dari garis pantai
ke arah laut lepas berdasarkan ketentuan UU No. 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah. Pengambilan contoh mewakili wilayah yang dekat lokasi
buangan limbah. Masing-masing perairan pesisir Kronjo dan Cituis diambil lima
kali tarikan mid water trawl sebagai ulangan. Trawl ditarik dengan kecepatan 1,31,6 m/s sesuai koordinat selama satu jam. Ukuran mata jaring yang digunakan
adalah 2 inchi (body) hingga 1 inchi (cod end) dengan panjang jaring adalah 45
meter. Setiap hasil tangkapan trawl disortir dan hanya ikan barakuda Sphyraena
jello yang diambil.
Klasifikasi ikan barakuda seperti yang diinformasikan dalam Bailly (2014)
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Subordo
: Scombroidei
Famili
: Sphyraenidae
Genus
: Sphyraena
Spesies
: Sphyraena jello (Cuvier, 1829)
Nama Lokal
: Alu-alu, senuk, barakuda (Schuster dan Djajadireja 1952)

Gambar 3 Contoh ikan barakuda Sphyraena jello (Cuvier, 1829) berukuran 28
cm yang tertangkap di lokasi studi
Panjang ikan diukur terlebih dahulu menggunakan penggaris dengan nilai
satuan terkecil 1 mm. Kemudian ikan contoh dimasukkan ke dalam plastik klip,
diberi label, dan diletakkan di coolbox. Rincian banyaknya hasil tangkapan serta
panjang rata-rata ikan barakuda ditunjukkan pada Tabel 1.
Selain data hasil tangkapan, diperlukan juga pengumpulan data sekunder
yang dilakukan selama penelitian berlangsung. Data sekunder yang diperlukan
adalah data logam dalam air pada bulan April dan Agustus 2013 (LPPM 2013).

5
Tabel 1 Hasil tangkapan ikan barakuda (Sphyraena jello) di perairan pesisir
Kabupaten Tangerang
Lokasi

Contoh
ke-

Kronjo
Cituis

1
2
3
1

n
Panjang Total
Bobot Tubuh
(individu)
(cm)
(gram)
Rataan ± SD
Rataan ± SD
51,7368±19,0611
26
21,8±3,5
36
17,7±1,1 27,6762±5,4342
21
16,2±5,7 27,9292±27,3106
26
14,6±6,8 25,2326±29,2070

Bobot
Total
(gram)
1345,0000
996,3431
586,5140
656,0464

Ikan barakuda tertangkap di perairan pesisir Kronjo dan Cituis dengan
ukuran 8,4-28,6 cm diduga dalam fase juvenil. Ikan barakuda termasuk dalam
ikan predator pelagis yang tersebar di seluruh perairan dangkal, yaitu teluk dan
terumbu karang dengan kedalaman 100 m atau lebih, memiliki dimensi panjang
total maksimum 125 cm, namun panjang pada umumnya mencapai 80 cm (FAO
2001) dengan berat maksimum yang pernah terukur adalah 48 kg (106 lbs)
(Bailey et al. 2001). S. jello pada umumnya tertangkap cukup jauh dari inshore
area (Premalatha dan Manojkumar 1990). Ikan barakuda banyak tertangkap di
perairan Kronjo dibandingkan dengan perairan Cituis. Ikan barakuda yang
didapatkan dari perairan Kronjo merupakan satu kelompok umur. Kelompok
umur tersebut didapatkan melalui sebaran frekuensi panjang total yang
menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan dari pengambilan contoh kedua (Juni)
ke pengambilan contoh ketiga (Agustus). Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan
kisaran panjang total ikan yang tertangkap.

Analisis Logam Berat (Hg, Cd, Pb, dan Cu)
Contoh ikan barakuda (Sphyraena jello) disortir kembali dengan asumsi
ukuran panjang yang seragam pada setiap bulannya. Bobot total ikan diukur
menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,0001 gram. Ikan contoh
dicuci dengan air bersih, kemudian ikan dibedah menggunakan alat bedah steril.
Data logam dalam ikan diambil dari bagian insang dan daging. Banyaknya daging
dan insang yang dibedah untuk dianalisis ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Banyaknya, total bobot daging dan insang, panjang dan bobot tubuh ratarata Sphyraena jello yang dibedah sebelum dikomposit
Lokasi
pengambilan
contoh

Kronjo
Cituis

n

24
32
7
11

Panjang
Bobot
rata-rata ±
tubuh
SD
(gram)
(cm)
22,2±3,4 53,5±18,8
17,4±1,0 26,5±4,8
21,5±1,2 49,3±11,0
20,4±6,1 49,4±30,0

Total bobot
daging yang
dibedah (gram)

Total insang
yang dibedah
(gram)

251,1398
136,3448
50,0698
86,9838

23,5680
13,5428
4,9167
7,0972

6
Logam berat pada daging dan insang barakuda dianalisis secara komposit
(dicampur) karena contoh insang yang tersedia tidak mencukupi untuk analisis per
individu. Daging dan insang yang dibutuhkan lebih kurang sebanyak 10 gram
berat basah. Bobot contoh yang kurang dari 10 gram, seperti bobot insang yang
hanya 4,9167 dan 7,0972 gram dianalisis sejumlah bobot tersebut. Kemudian
contoh diberi label untuk mencegah ikan contoh tertukar. Analisis logam berat
dilakukan sesuai dengan APHA, AWWA, WEF (2012). Contoh yang tidak
langsung dianalisis disimpan pada lemari pendingin (freezer) suhu di bawah 4 oC
sebelum digunakan kembali (Alinnor 2010).
Penentuan logam berat pada biota dilakukan sesuai metode nitric acidperchloric acid digestion. Prinsip metode ini adalah unsur logam dalam contoh
dioksidasi secara sempurna oleh asam sehingga logam tersebut dalam keadaan
terlarut. Proses ini disebut proses preparasi atau destruksi.
Analisis kandungan logam berat Cd, Pb, dan Cu pada contoh dilakukan
dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) sesuai
dengan metode direct air-acetylene flame. Panjang gelombang yang digunakan
untuk Cd, Pb, dan Cu berturut-turut adalah 228,8 nm, 283,3 nm, dan 324,7 nm.
Metode yang digunakan untuk logam Hg adalah cold-vapor atomic absorption
spectrometric method dengan panjang gelombang 253,7 nm (APHA, AWWA,
WEF 2012).

Analisis Data
Faktor biokonsentrasi
Nilai akumulasi logam pada organisme dapat diketahui dengan perhitungan
faktor biokonsentrasi (van Esch 1977 in Suprapti 2008). Faktor biokonsentrasi
adalah nisbah konsentrasi rata-rata dari suatu bahan kimia uji yang terukur di
dalam air (Tahir 2012):
Faktor Biokonsentrasi (FK) =

Konsentrasi logam pada ikan (mg/kg)
Konsentrasi logam pada air (mg/L)

Menurut van Esch (1977) in Suprapti (2008), terdapat 3 kategori faktor
konsentrasi, yaitu tingkat akumulasi rendah (1000). Konsentrasi logam dalam ikan
dan air yang memiliki nilai di bawah limit deteksi (LOD), seperti logam Cd
kurang dari 0,005 mg/kg diasumsikan memiliki konsentrasi setengah dari limit
deteksi tersebut adalah 0,003 mg/kg. Nilai konsentrasi tersebut digunakan untuk
perhitungan FK.
Analisis deskriptif
Gambar konsentrasi logam Hg, Pb, Cd, dan Cu dalam daging dan insang
ikan barakuda dibandingkan dengan baku mutu SNI 7387:2009 tentang
kandungan maksimum logam berat dalam pangan. Kandungan logam Cd dalam
ikan dan hasil olahannya ditetapkan sebesar 0,05 mg/kg, logam Hg sebesar 0,5
mg/kg, logam Pb sebesar 0,3 mg/kg (BSN 2009). Kandungan logam Cu dalam

7
ikan yang dapat dikonsumsi berdasarkan WHO adalah 2,0–3,0 mg/kg (Khalifa
2010).
Batas aman logam berat pada manusia
Konsentrasi logam dalam ikan barakuda juga dibandingkan dengan PTWI
(Provisional Tolerable Weekly Intake) dari JEFCA (FAO/WHO 2011). PTWI
merupakan batas aman untuk mencegah keracunan logam. Nilai baku mutu
konsumsi mingguan logam yang ditoleransi tubuh untuk logam Cd sebesar 0,007
mg/kg berat badan (bb), logam Hg sebesar 0,005 mg/kg bb, logam Pb yang
ditoleransi tubuh sebesar 0,025 mg/kg bb, sedangkan PMTDI (Provisional
Maximum Tolerable Daily Intake) logam Cu sebesar 0,05-0,5 mg/kg bb.
Batas maksimum daging yang dapat dikonsumsi menggunakan perhitungan
maximum tolerable intake (MTI) (Türkmen et al. 2008). Pembatasan dilakukan
dengan asumsi konsumsi daging ikan per minggu oleh orang dewasa sebesar 252
g dan asumsi rata-rata berat badan orang dewasa Indonesia adalah 60 kg
(Rantetampang dan Mallongi 2014). Dugaan PTWI dibandingkan dengan tetapan
PTWI dari JEFCA. Berikut rumus batas maksimum mingguan konsumsi.

MTI =

PTWI mg kg-1 × Berat Badan (kg)
Konsentrasi (mg kg-1 )

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Konsentrasi logam berat dalam daging ikan barakuda
Bagian tubuh ikan barakuda terbesar adalah daging dengan persentase hasil
rendemen tertinggi, yaitu 51,07 %. Rendemen merupakan parameter penting
untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu bahan baku (Pradana
2013). Bioakumulasi logam berat terhadap jaringan tubuh ikan terbesar hingga
terkecil secara berurutan terdapat pada hati, ginjal, insang, dan daging (Darmono
1995). Konsentrasi logam ditunjukkan Gambar 4.
Kandungan logam berat tertinggi pada daging ikan barakuda di Kronjo,
yaitu logam Pb dan Cu. Logam Pb pada bulan pertama (April) sebesar 0,635
mg/kg lebih tinggi dibandingkan kedua bulan pengambilan contoh berikutnya.
Kandungan logam Cu pada April dan Agustus relatif sama, yaitu 0,227 dan 0,221
mg/kg, tetapi pada bulan kedua (Juni) mengalami penurunan dengan kandungan
kurang dari 0,015 mg/kg. Kandungan logam tertinggi pada daging ikan barakuda
pesisir Cituis adalah logam Cu sebesar 0,091 mg/kg. Konsentrasi logam Hg dan
Cd di bawah deteksi limit pada semua contoh daging adalah kurang dari 0,001
mg/kg dan 0,005 mg/kg.

Konsentrasi (mg/kg)

8

Cituis

Kronjo
Pengambilan contoh

Gambar 4 Kandungan logam berat dalam contoh daging ikan barakuda di pesisir
Kronjo dan Cituis

Konsentrasi (mg/kg)

Konsentrasi logam berat dalam insang ikan barakuda
Konsentrasi logam berat pada bagian insang bervariasi. Hal ini dipengaruhi
beberapa faktor. Distribusi elemen logam berdasarkan organ dari yang terbesar
hingga yang terkecil adalah hati, insang, dan daging (Mathana 2012). Maksimum
akumulasi logam terdeteksi pada insang sebagai jaringan terjadinya kontak
langsung dengan media ambien dan jaringan utama untuk pergerakan air masuk
(Shukla 2005).
Kandungan logam berat tertinggi dalam insang adalah Cu sebesar 136,75
mg/kg, sedangkan logam terbesar kedua adalah Pb sebesar 2,42 mg/kg pada bulan
pertama pengambilan (April). Kedua konsentrasi logam tertinggi tersebut diambil
dari wilayah pesisir Kronjo. Kandungan logam berat tertinggi pada wilayah
Cituis adalah Cd sebesar 0,368 mg/kg (Gambar 5). Kandungan logam Hg sangat
rendah pada semua contoh insang.

Cituis
Pengambilan contoh
Gambar 5 Kandungan logam berat dalam contoh insang ikan barakuda di pesisir
Kronjo dan Cituis
Kronjo

9

123
91

Akumulasi sedang
Akumulasi rendah

5

Pb
Cd
Cu

22,2±3,4 (April)

21,5±1,2 (Agustus)

2

5

101

120
100
80
60
40
20
10

5

Faktor
FaktorBiokonsentrasi
Biokonsentrasi

Faktor biokonsentrasi
Faktor biokonsentrasi merupakan suatu ukuran nilai kemampuan biota air
dalam mengambil bahan pencemar langsung dari lingkungan di sekitarnya.
Faktor biokonsentrasi yang didapatkan bervariasi untuk setiap logam di setiap
waktu pengambilan contoh.
Ikan barakuda di perairan Kronjo bulan April dan Agustus didapatkan
dengan ukuran panjang rata-rata yang seragam, yaitu 21,5 dan 22,2 cm. Pada
panjang rata-rata ikan yang seragam tersebut terdapat perbedaan konsentrasi yang
cukup jauh pada beberapa logam. Akumulasi logam Pb pada bulan April di
daging ikan barakuda Kronjo tergolong terakumulasi sedang, sedangkan
akumulasi Cd dan Cu tergolong rendah. Logam Cu pada bulan Agustus termasuk
dalam logam yang sifat akumulasinya sedang, sedangkan kedua logam lainnya
bersifat rendah pada bagian daging (Gambar 6).
Akumulasi logam dari air ke dalam insang ikan barakuda dari pesisir Kronjo
juga bervariasi (Gambar 7). Hasil tersebut menggolongkan Cd dan Cu pada
insang ikan di bulan Agustus memiliki sifat akumulasi sangat tinggi. Faktor
biokonsentrasi insang barakuda Kronjo di bulan April untuk logam Pb, Cd, dan
Cu berturut-turut adalah 384, 5, dan 239. Hasil tersebut menggolongkan logam
Pb dan Cu memiliki sifat akumulasi sedang.
Gambar 8 menunjukkan sifat akumulasi semua logam pada daging ikan
barakuda Cituis adalah rendah. Faktor biokonsentrasi daging untuk logam Pb, Cd,
dan Cu berturut-turut adalah 2, 5, dan 41. Insang ikan barakuda di perairan Cituis
untuk logam Pb dan Cu memiliki sifat akumulatif yang rendah dengan nilai faktor
biokonsentrasi sebesar 2 dan 37 (Gambar 9), namun faktor biokonsentrasi logam
Cd insang ikan barakuda Cituis bersifat akumulatif sedang berbeda dari kedua
logam lainnya. Faktor biokonsentrasi logam yang besar mengindikasikan
ketersediaan logam yang lebih besar di lingkungan (Wiener dan Giesy 1979).
Secara umum, logam terakumulasi tinggi pada bagian daging maupun insang ikan
yang berasal dari perairan pesisir Kronjo. Faktor biokonsentrasi tampak pada
Gambar 6 sampai 9.

0
Panjang rata-rata (cm)

Panjang rata-rata (cm)

Gambar 6 Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam daging terhadap
konsentrasi logam dalam air di perairan Kronjo

70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000

Pb
Cd
Cu

239

100
75
50
25
0

3720

Akumulasi tinggi

384

Akumulasi
sedang
Akumulasi rendah

2

5

Faktor
Biokonsentrasi
Faktor
Biokonsentrasi

75972

10

22,2±3,4 (April)

21,5±1,2 (Agustus)

Panjang
(cm)
Panjang rata-rata
rata-rata (cm)

dalam

insang

terhadap

100

Akumulasi rendah
75

41

50

Pb
Cd
Cu

5

25
5

2

Faktor
FaktorBiokonsentrasi
Biokonsentrasi

Gambar 7 Faktor konsentrasi akumulasi logam
konsentrasi dalam air di perairan Kronjo

0
20.4±6,1 (Agustus)
Panjang
Panjang rata-rata
rata-rata (cm)
(cm)

700
600
500
400
300
200
100

Pb
Cd
Cu

37

Akumulasi sedang
Akumulasi rendah

20
10

2

Faktor Biokonsentrasi
Faktor Biokonsentrasi

736

Gambar 8 Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam daging terhadap
konsentrasi dalam air di perairan Cituis

0
20.4±6,1 (Agustus)
Panjang rata-rata
rata-rata(cm)
(cm)
Panjang

Gambar 9 Faktor konsentrasi akumulasi logam
konsentrasi dalam air di perairan Cituis

dalam

insang

terhadap

11

0,011

0,002

0,002

0,003

0,003

0,001

0,001

0,001

Kronjo
Cituis
0,001

0,007

0,010

0,016
0,014
0,012
0,010
0,008
0,006
0,004
0,002
0,000

0,006

Konsentrasi (mg/L)

Konsentrasi logam di air
Kandungan logam berat Hg, Cd, Pb, dan Cu di dalam air tampak tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antarlokasi. Konsentrasi Hg, Cd, dan Cu di
dalam air belum melewati batas maksimal yang dipersyaratkan oleh baku mutu air
laut, sedangkan konsentrasi logam Pb di Cituis telah melewati baku mutu
Kepmenlh RI No. 51 Tahun 2004 sebesar 0,008 mg/L (KLH 2003).
Logam Pb mendominasi pencemaran logam di kedua pesisir, baik Kronjo
maupun Cituis. Rata-rata konsentrasi logam Pb di pesisir Kronjo dari dua kali
pengambilan contoh adalah 0,007 mg/L dan pesisir Cituis rata-rata sebesar 0,011
mg/L. Konsentrasi logam Cd di air rendah dengan kisaran dibawah 0,001 mg/L.
Logam Pb mengalami peningkatan konsentrasi dari bulan April hingga bulan
Agustus, namun berbeda dengan logam Cu yang mengalami penurunan.
Distribusi logam berat Pb semakin tinggi ke arah Cituis. Hasil pengukuran ratarata logam berat menunjukkan nilai yang relatif rendah, seperti yang disajikan
pada Gambar 10.
Sumber utama Pb adalah dari alam berupa debu yang tertiup angin dan debu
vulkanik. Sumber lainnya adalah lead alkyls pada bahan bakar minyak (Syakti et
al. 2012). Kandungan logam berat Pb telah melewati batas maksimum yang telah
ditentukan, sehingga dapat diindikasikan perairan ini telah tercemar oleh logam
berat timbal. Logam berat dalam air mengalami proses pengenceran dengan
adanya pengaruh pola arus pasang surut. Rendahnya kadar logam dalam air laut,
bukan berarti bahan cemaran tidak berdampak negatif terhadap perairan
(Rochyatun dan Kaisupy 2006).

April Agustus April Agustus April Agustus
Pb
Cd
Cu
Jenis logam dan waktu pengambilan contoh
Gambar 10 Konsentrasi logam berat pada air di perairan pesisir Kronjo dan
Cituis, Kabupaten Tangerang

Pembahasan
Logam dapat masuk ke dalam organisme perairan melalui tiga cara, yaitu
ingesti makanan, perpindahan ion logam terlarut yang melewati membran
lipofilik, dan adsorpsi pada permukaan membran (Squadron et al. 2013). Logam
berat yang berada dalam badan perairan akan mengalami proses pengendapan dan
terakumulasi dalam tubuh biota laut (Syakti et al. 2012). Ion logam dalam

12
senyawa garam yang ada di air dapat diserap oleh jaringan hewan air. Ion tersebut
kemudian bersenyawa dengan protein jaringan dan tertimbun. Timbunan
senyawanya disebut metalotionein yang menyebabkan efek toksik. Logam yang
ada di hati tidak semuanya terdetoksifikasi.
Logam berat yang tidak
terdetoksifikasi akan beredar ke seluruh tubuh dan juga berikatan sangat kuat
dengan gugus sulfhidril (Riani 2012). Ikan barakuda merupakan salah satu
organisme karnivora yang mampu mengakumulasi logam berat. Organisme yang
berada pada rantai makanan paling tinggi memiliki kadar logam berat yang lebih
tinggi daripada organisme di bawahnya (Darmono 1995).
Logam berat yang memiliki konsentrasi tertinggi pada daging ikan barakuda
di Kronjo dan Cituis, secara berturut-turut adalah Pb dan Cu (Gambar 6).
Akumulasi logam tersebut didapatkan dari makanan (Vijayakumar et al. 2011).
Ikan barakuda memakan ikan-ikan kecil, seperti Chelon subviridis dan Tenuola
ilisha (Hosseini 2009). Ikan piscivores dapat mengakumulasi logam lebih besar
daripada planktivores (Yi et al. 2008). Barakuda juga memiliki kemampuan
bergerak aktif sehingga berpotensi memperoleh makanan dari wilayah yang
tercemar logam sangat tinggi. Konsentrasi logam berat Pb perairan pesisir
Kabupaten Tangerang lebih tinggi daripada konsentrasi kedua logam lainnya
(Gambar 10).
Ikan barakuda yang tertangkap di Kronjo diduga juga memakan biota dari
perairan Cituis dan sebaliknya. Konsentrasi logam Pb tinggi di kedua lokasi
perairan terjadi karena terdapat aktivitas kapal motor (in boat) di pesisir serta
aktivitas kendaraan motor dari daratan. Residu bahan bakar motor mengandung
Tetra Ethyl Lead (TEL) sebagai salah satu penyumbang limbah logam Pb (Syakti
et al. 2012). Sumber cemaran logam Pb lainnya diduga dari buangan air tawar
kegiatan industri (Kersten et al. 1997). Logam Pb di perairan Cituis menunjukkan
konsentrasi yang sangat tinggi dan lebih tinggi dibandingkan di Kronjo karena
perairan ini merupakan muara dari anak Sungai Cisadane yang melintasi Kota
Tangerang (Simbolon et al. 2014).
Gambar 4 menyatakan bahwa kandungan logam berat Pb pada daging di
bulan April telah melewati baku mutu konsumsi yang ditetapkan BSN (2009).
Akumulasi logam Pb cukup membahayakan kesehatan manusia (van Ootsdam et
al. 1999 in Dalman 2006). Logam Pb dapat menyebabkan keterlambatan
perkembangan fisik dan mental pada anak-anak, peningkatan tekanan darah orang
dewasa, serta berpotensi menyebabkan kanker ataupun penyakit ginjal (Weiner
2008). Akumulasi Pb dalam tubuh ikan juga mengakibatkan perubahan sistem
pernapasan, serta abnormalitas neuronal dan otot. Di samping itu juga
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan ikan (Sorensen 1991).
Logam Cu di perairan pesisir Cituis dan Kronjo memiliki konsentrasi
tertinggi kedua setelah Pb, namun tidak melebihi baku mutu Kepmenlh RI No. 51
sebesar 0,008 mg/L (KLH 2003). Akumulasi Cu dalam tubuh ikan juga tidak
melebihi baku mutu BSN (2009). Faktor biokonsentrasi logam Cu dalam daging
juga bersifat akumulasi rendah. Logam Cu merupakan logam esensial yang diatur
oleh mekanisme fisiologi dalam organisme (Bashir et al. 2013). Cu dapat bersifat
toksik pada ikan kecil dibandingkan ikan besar (Sorensen 1991). Ketika kadar Cu
di air yang melebihi nilai tertentu akan memunculkan mekanisme pertahanan
untuk berlindung terhadap kelebihan Cu. Kandungan logam berat dalam daging
selalu lebih rendah dibandingkan dengan insang karena daging merupakan tempat

13
akumulasi terakhir logam dalam tubuh (Nussey et al. 2006; Mathana et al. 2012).
Al-Weher (2008) in Nurrachmi et al. (2011) juga menyatakan bahwa daging
bukan merupakan jaringan aktif dalam mengakumulasi logam berat dan bukan
termasuk sistem peredaran darah yang mengangkut kandungan logam yang tinggi..
Logam berat yang memiliki konsentrasi tertinggi pada insang ikan barakuda
di Kronjo dan Cituis secara berturut-turut adalah Cu dan Cd. Konsentrasi Cu
telah melebihi baku mutu konsumsi yang telah ditetapkan BSN (2009), sedangkan
konsentrasi Cd tidak melebihi baku mutu. Faktor biokonsentrasi logam Cu dalam
insang juga bersifat akumulasi tinggi, namun pada umumnya bagian insang tidak
dikonsumsi. Menurut Varansi dan Gmur (1978) in Sorensen (1991) akumulasi
logam tertinggi terjadi pada insang untuk ikan pelagis.
Insang merupakan jaringan tempat terjadinya kontak langsung dengan
media ambien dan jaringan utama untuk pergerakan air masuk (Shukla 2005).
Insang dapat dijadikan sebagai indikator karena tempat konsentrasi meningkat
pada awal paparan sebelum memasuki bagian lain dari tubuh (Bashir et al. 2013).
Selain itu, menurut Nussey et al. (2006) menyatakan insang melakukan kontak
langsung dengan lingkungan sebagai sebuah ion detektor dan regulasi osmosis,
sehingga dapat terpapar logam lebih cepat dan lebih tinggi. Transportasi ion
logam selanjutnya diangkut melalui aliran darah ke hati. Organ dengan
kandungan logam yang tinggi selanjutnya adalah hati dan ginjal (Darmono 1995).
Hati merupakan tempat terjadinya detoksifikasi dan tempat penyimpanan.
Semakin banyaknya logam berat yang harus didetoksifikasi menyebabkan sel-sel
hati bekerja keras untuk melakukan fungsinya dan terjadi perubahan ukuran yang
menyebabkan volume sel lebih kecil daripada volume sel normal (Khalil 2013).
Ginjal merupakan tempat terjadinya proses ekskresi. Shukla et al. menyatakan
hati merupakan tempat akumulasi logam tertinggi kedua setelah insang, namun
ginjal merupakan organ target terpenting dalam akumulasi logam setelah insang.
Akumulasi logam bergantung pada jenis logam dan spesiesnya.
Konsentrasi Cu dalam tubuh hewan vertebrata memiliki banyak fungsi,
namun akumulasi yang berlebihan juga dapat menyebabkan kerusakan fungsi
kemoreseptor (Lorz et al. 1976 in Sorensen 1991). Paparan Cu pada ikan dapat
mengubah lamella insang. Cu juga dapat mengganggu aktivitas enzimatik dari
struktural sel (Sorensen 1991). Efek lain akumulasi logam berat yang melebihi
baku mutu dapat memberi dampak negatif pada sistem reproduksi berupa
malformasi ikan hingga biota tersebut tidak dapat mempertahankan hidupnya
(Riani 2012). Logam Cu masuk ke laut melalui buangan limbah industri dan
pengecatan anti fouling pada kapal (Mukhtasor 2007). Nugroho (2012)
menyatakan bahwa di wilayah Kronjo terdapat aktivitas galangan kapal.
Hasil konsentrasi logam berat tersebut merupakan hasil komposit dari
sebagian kecil contoh yang didapatkan di pesisir Kabupaten Tangerang. Hal ini
karena keterbatasan contoh yang tersedia di alam. Contoh sebaiknya dianalisis
tiap individu karena setiap individu ikan memiliki kemampuan penyerapan dan
ekskresi yang berbeda (Phillips 1980 in Connell dan Miller 1995).
Jenis logam yang memiliki konsentrasi tertinggi berbeda antara di daging
dan insang. Hal ini dapat disebabkan oleh analisis contoh yang dilakukan secara
komposit dari beberapa individu ikan, sedangkan setiap individu memiliki
kemampuan akumulasi logam yang berbeda-beda.
Selain itu, perbedaan
konsentrasi setiap jenis logam di setiap organ juga dapat disebabkan bentuk

14
kimiawi yang berbeda-beda dari setiap logam yang akan diserap dan
diekskresikan dengan perbedaan kecepatan yang besar (Phillips 1980 in Connell
dan Miller 1995). Retensi pencemar oleh makhluk hidup yang berbeda lebih
bergantung pada perbedaan laju metabolisme dan pengeluaran (Moriarty 1975 in
Connell dan Miller 1995). Akumulasi logam pada ikan bergantung pada lokasi,
kebiasaan makan, tropik level, umur, ukuran, lama terpapar logam, dan aktivitas
regulasi homeostatis pada ikan (Sankar et al. 2006 in Ashraf et al. 2012).
Faktor biokonsentrasi logam pada ikan barakuda yang tertangkap pada
bulan April dan Agustus berbeda. Ukuran panjang total rata-rata ikan yang
tertangkap seragam, namun memiliki perbedaan akumulasi logam. Hal ini
disebabkan pola migrasi ikan barakuda. Ikan barakuda merupakan ikan pelagis
yang hidup di wilayah dekat mangrove sebagai nursery ground dan sekitar pesisir
saat juvenil (Premalatha dan Manojkumar 1990; El-Regal dan Ibrahim 2014).
Ikan barakuda juga ditemukan di ekosistem terumbu karang. Perairan terbuka
merupakan tempat memijah ikan barakuda (Bosire et al. 2012).
Menurut Khaisar (2006) menyatakan ikan dengan genus yang sama, yaitu
Sphyraena barracuda di Teluk Jakarta dapat mengakumulasi Pb sebesar 3,226
mg/kg dan logam Cd sebesar 0,103 mg/kg dalam organ insang. Penelitian genus
Sphyraena di Teluk Jakarta tersebut menunjukkan konsentrasi lebih besar
dibandingkan konsentrasi logam dalam penelitian S. jello di pesisir Kabupaten
Tangerang. Konsentrasi logam berat pada ikan berhubungan dengan beberapa
faktor, seperti kebiasaan makanan, perilaku mencari makan organisme, status
tropik, sumber dari logam tertentu, jarak organisme dari sumber kontaminan,
ketersediaan makanan, suhu, transportasi logam melewati membran, tingkat
metabolisme hewan, sifat fisik dan kimia air, akumulasi logam berat dalam tubuh
ikan, dan kapasitas adaptasi ikan untuk berat beban logam (Obasohan 2008).
Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan,
menyebabkan bahaya kesehatan yang serius (Raja et al. 2009). Salah satu cara
untuk membatasi konsumsi maksimum mingguan S. jello yang mengandung
logam berat Hg, Cd, Pb, dan Cu adalah menggunakan perhitungan MTI
(Lampiran 3). Dugaan konsumsi masyarakat terhadap daging ikan di pesisir
Tangerang dalam studi ini masih aman dikonsumsi karena konsentrasi rata-rata
dari masing-masing wilayah tidak melebihi baku mutu PTWI untuk orang dewasa
dengan asumsi bobot 60 kg, namun daging ikan barakuda dapat dikonsumsi dalam
batas tertentu, yaitu maksimal 6,5 kg/minggu atau 150 individu ikan barakuda
dengan bobot rata-rata 43 gram per individu. Batas tersebut diperoleh dari nilai
terkecil dalam perhitungan sebagai unsur kehati-hatian.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Ikan barakuda (Sphyraena jello) dari perairan Kronjo mengandung logam
tertinggi Pb pada daging dan Cu pada insang, sedangkan ikan dari perairan Cituis
mengandung logam tertinggi Cu pada bagian daging dan Cd pada bagian insang.

15
Konsentrasi logam Hg dalam daging maupun insang di kedua lokasi perairan
terdeteksi sangat rendah. Pencemaran logam telah terjadi di perairan Tangerang
yang ditunjukkan oleh adanya bioakumulasi tinggi pada insang (faktor konsentrasi
dengan nilai lebih dari seribu) dan bioakumulasi sedang pada daging (faktor
konsentrasi dengan nilai seratus hingga seribu).

Saran
Penelitian selanjutnya perlu ukuran tubuh ikan yang lebih besar agar
informasi logam berat pada ikan lebih akurat. Analisis logam berat pada ikan
sebaiknya tidak dilakukan berdasarkan data komposit, melainkan setiap individu
contoh.

DAFTAR PUSTAKA
Alinnor IJ, Obiji IA. 2010. Assessment of trace metal composition in fish samples
from Nworie River. Pak J Nutr. 9(1):81–85.
[APHA; AWWA; WEF] American Public Health Association; American Water
Work Association; Water Environment Federation. 2012. Standard Methods
for The Examination of Water and Wastewater Edisi ke-22. New York (US):
APHA.
Ashraf M, Maah MJ, Yusoff I. 2012. Bioaccumulation of heavy metals in fish
species collected from former Tin Mining catchment. Int J Environ Res.
6(1):209–218.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang. 2013. Statistik Daerah
Kabupaten Tangerang. Tangerang (ID): BPS Tangerang.
Bailey J, Gathercole P, Housby T, Moss D, Vaughan B, Williams P. 2001. The
New Encyclopedia of Fishing. The Complete Guide To The Fish, Tackle,
Techniques of Fresh and Saltwater Anglin. London (GB): Design
Revolution, Ltd.
Bailly N. 2014. Sphyraena jello (Cuvier, 1829) [Internet]. [diunduh 2014 Feb 28].
Tersedia
pada:
http://www.marinespecies.org/afremas/
taxdetails&id=212045.
Bargagli R, Monaci F, Cateni D. 1998. Biomagnification of mercury in Antartic
marine coastal food web. Mar Ecol Prog Ser. 169:65–76.
Bashir FH, Othman MS, Mazlan AG, Rahim SM, Simon KD. 2013. Heavy metal
concentration in fishes from the coastal waters of Kapar and Mersing ,
Malaysia. Turk J Fish Aquat Sci. 382:375–382.doi:10.4194/1303-2712-v13
Bosire JO, Okemwa G, Ochiewo J. 2012. Mangrove linkages to coral reef and
seagrass ecosystem services in Mombasa and Takaungu, Kenya. Inggris
(GB): ESPA.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia. Batas
maksimum cemaran logam berat dalam pangan.

16
Connell DW, Miller GJ. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta
(ID): UI Press.
Dalman Ö, Demirak A, Balci A. 2006. Determination of heavy metals (Cd, Pb)
and trace elements (Cu, Zn) in sediments and fish of the Southeastern
Aegean Sea (Turkey) by atomic absorption spectrometry. Food Chem,
95(1):157–162.doi:10.1016/j.foodchem.2005.02.009
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta (ID): UI
Press.
El-Regal MA, Ibrahim NK. 2014. Role of mangroves as a nursery ground for
juvenile reef fishes in the southern Egyptian Red Sea. The Egyptian Journal
of Aquatic Research, 40(1):71–78.doi:10.1016/j.ejar.2014.01.001
[FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 1974. Eastern
indian ocean - fishing area 57 and western central pacific - fishing area 71.
Vol. 4. Rome: FAO
[FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2001. The
living marine resources of the western central pacific. Vol. 6. Rome: FAO
[FAO; WHO] Food and Agriculture Organization of The United Nations; World
Health Organization. 2011. Joint FAO/WHO Food Standard programme
codex committee on contaminants in foods. Fifth Session. Codex
Alimentarius Commission.
Hosseini. 2009. Length-weight relationship and spawning season of Sphyraena
jello C., from Persian Gulf. Pak J Biol Sci. 12(3):296-300.
Hutagalung HP. 1984. Logam berat dalam lingkungan laut. Oseana. 9(1): 11-12.
[KLH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku
Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Jakarta (ID): KLH.
Kersten M, Garbe-Schönberg CD, Thomsen S, Anagnostou C, Sioulas A. 1997.
Source apportionment of Pb pollution in the coastal waters of Elefsis Bay,
Greece. Environ Sci Technol. 31(5):1295–1301.doi:10.1021/es960473z
Khaisar O. 2006. Kandungan Timah Hitam (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air,
Sedimen, dan Bioakumulasi serta Respon Histopatologis Organ Ikan Alualu (Sphyraena barracuda) di Perairan Teluk Jakarta [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Khalifa KM, Hamil AM, Ackacha MA. 2010.l Determination of heavy metals in
fish species of the Mediterranean Sea (Libyan coastline) using atomic
absorption spectrometry. Int J Chem Tech Res. 2(2):1350–1354.
Khalil M. 2013. Pemaparan merkuri nitrat (Hg (NO3)2) dengan konsentrasi
berbeda pada jaringan hati benih ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch):
tinjauan histologi. Depik. 2(3):133-140.
[LPPM] Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat. Kajian Status
Terkini Sumber Daya Perikanan dan Pencemaran Perairan Laut dari Ujung
Barat Teluk Jakarta hingga Ujung Barat Pesisir Kabupaten Tangerang.
2013. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mathana P, Raj ST, Nair CRK, Selvamohan T. 2012. Bioaccumulation of some
heavy metals in different tissues of commercial fish Lethrinus lentjan from
Chinnamuttom coastal area , Kanyakumari , Tamil Nadu. Adv Appl Sci Res.
3(6):3703–3707.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta (ID): Pradnya Paramita.

17
Nugroho AP. 2012. Optimasi Tata Letak Area Produksi Galangan Kapal
Fiberglass [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Nurrachmi I, Amin B, Nudi M. 2011. Bioakumulasi logam Cd , Cu , Pb dan Zn
pada beberapa bagian tubuh ikan gulama (Sciaena russelli) dari perairan
Dumai, Riau. Maspari Journal. 2:1-10
Nussey G, Vuren JHJV, Preez HH. 2006. Bioaccumulation of chromium,
manganese, nickel and lead in the tissues of the moggel, Labeo umbratus
(Cyprinidae), from Witbank Dam , Mpumalanga. Water SA. 26(2):269-284.
Obasohan EE. 2008. Bioaccumulation of chromium, copper, manganese, nickel
and lead in a freshwater cichlid, Hemichromis fasciatus from Ogba River in
Benin City , Nigeria. Afr J Gen Agr. 4(3):141-152
Ogoyi DO, Mwita CJ, Nguu EK, Shiundu PM. 2011. Determination of heavy
metal content in water, sediment, and microalgae from Lake Victoria, East
Africa. The Open Environmental Engineering Journal. 4:156-161.
Pradana GW. 2013. Karakteristik asam amino dan jaringan daging ikan barakuda
(Sphyraena jello) segar dan kukus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Premalatha P, Manojkumar PP. 1990. Some biological aspect of two species of
barracudas from the South West Coast of India. Indian J Fish. 37(4):289295.
Raja P, Veerasingam S, Suresh G, Marichamy G, Venkatachalapathy R. 2009.
Heavy metals concentration in four commercially valuable marine edible
fish species from Parangipettai coast , South East Coast of India. Int J of
Animal and Veterinary Adv. 1(1):10–14.
Rantetampang AL, Mallongi A. 2014. Environmental risks assessment of total
mercury accumulation at Sentani Lake Papua, Indonesia. Int J Sci Tech Res.
3(3):157–163.
Riani E. 2012. Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik. Dampak pada
Bioakumulasi Bahan Berbahaya dan Beracun & Reproduksi. Bogor (ID):
IPB Pr.
Rochyatun E, Kaisupy MT. 2006. Distribusi logam berat dalam air dan sedimen di
perairan muara sungai Cisadane. Makara Sains. 10(1):35–40.
Sasa J, Antonijevic B, Curcic M, Radicevic T, Stefanovic S, Nikolic D, Cupic V.
2012. Assesment of mercury intake associated with fish consumption in
Serbia. Tehnologija mesa. 53:56-61.
Schuster WH, Djajadireja RR. 1952. Local Common Names of Indonesian Fishes.
Bandung (ID): W van Hoeve.
Shukla V, Dhankhar M, Prakash J, Sastry KV. 2007. Bioaccumulation of Zn, Cu
and Cd in Channa punctatus. J Environ Biol. 28(2):395–397.
Simbolon AR, Riani E, Wardiatno Y. 2014. Status pencemaran dan kandungan
logam berat pada simping (Placuna placenta) di pesisir Kabupaten
Tangerang. Depik. 3(2): 91-98
Sorensen EM. 1991. Metal Poisoning in Fish. Florida (US): CRC Pr, Inc.
Suprapti NH. 2008. Kandungan chromium pada perairan, sedimen, dan kerang
darah (Anadara granosa) di wilayah pantai sekitar muara Sungai Sayung
Desa Morosari Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Bioma. 10(2):53-56.

18
Squadron S, Prearo M, Brizio P, Gavinelli S, Pellegrino M, Scanzio T. 2013.
Heavy metals distribution in muscle, liver, kidney, and gill of European
catfish (Silurus glanis) from Italian Rivers. Chemosphere. 90:358-365.
Syakti AD, Nuning VH, Asrul SS. 2012. Agen Pencemaran Laut. Bogor (ID): IPB
Pr.
Tahir A. 2012. Ekotoksikologi dalam Perspektif Kesehatan Ekosistem Laut.
Bandung (ID): Karya Putra Darwati.
Türkmen M, Türkmen A, Tepe Y. 2008. Metal contaminations in five fish species
from Black, Marmara, Aegean, and Mediterranean seas, Turkey. J Chil
Chem Soc. 53(1):1435–1439.
Vijayakumar P, Lavanya R, Veerappan N, Balasubramanian T. 2011. Heavy metal
concentrations in three commercial fish species in Cuddalore Coast, Tamil
Nadu, India. J Exp Sci. 2(8):20-23.
Weiner ER. 2008. Applications of Environmental Aquatic Chemistry. New York
(US): CRC Pr.
Wiener JG, Giesy JP Jr. 1979. Concentration of Cd, Cu, Mn, Pb, Zn in fishes in a
highly organic softwater pond. J Fish Res Bd Can. 36:270-279.
Yi Y, Wang Z, Zhang K, Yu G, Duan X. 2008. Sediment pollution and its effect
on fish through food chain in the Yangtze River. International Journal of
Sediment Research. 23(4):338–347.doi:10.1016/S1001-6279(09)60005-6

19

LAMPIRAN

Lampiran 1 Posisi pengambilan contoh ikan barakuda (Sphyraena jello) di
perairan pesisir Kabupaten Tangerang serta jumlah yang didapatkan
tiap tarikan
Tarikan ke-

1
2
3
4
5

Tarikan ke-